(Rungkut
Megah Raya, blok D no 16)
Minggu,
tgl 8 Februari 2015, pk 17.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
d)
Uang itu digunakan untuk membeli sebidang tanah.
Mat
27:6-10 - “(6)
Imam-imam kepala mengambil uang perak itu dan berkata: ‘Tidak diperbolehkan
memasukkan uang ini ke dalam peti persembahan, sebab ini uang darah.’ (7)
Sesudah berunding mereka membeli dengan uang itu tanah yang disebut Tanah Tukang
Periuk untuk dijadikan tempat pekuburan orang asing. (8) Itulah sebabnya tanah
itu sampai pada hari ini disebut Tanah Darah. (9) Dengan demikian genaplah
firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: ‘Mereka menerima tiga puluh uang
perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku
di antara orang Israel, (10) dan mereka memberikan uang itu untuk tanah tukang
periuk, seperti yang dipesankan Tuhan kepadaku.’”.
1.
Ada 2 problem yang perlu dibahas:
a.
Bagaimana dengan uang yang sedikit bisa membeli sebidang tanah??
Pulpit
Commentary (tentang Mat 27:7):
“‘The
potter’s field.’ The spot was well known at the time. It is traditionally
said to have lain on the south of Jerusalem - on the hillside across the valley
of Hinnom, on what is called the Hill of Evil Counsel. Here is found a tract of
clay, which is still used by the potters of the city. In
the time of our Lord the clay probably was considered to be exhausted, and the
area, excavated in all directions, and useless for agricultural purposes, was
sold for a trifling price.”
[= ‘Tanah tukang periuk’. Tempat itu terkenal / dikenal dengan baik pada
saat itu. Secara tradisionil tempat itu dikatakan terletak di sebelah Selatan
dari Yerusalem - di lereng bukit di seberang lembah Hinnom, pada apa yang
disebut Bukit Nasehat Jahat. Di sini ditemukan tract / sumber (?) dari tanah
liat, yang tetap digunakan oleh tukang-tukang periuk dari kota itu. Pada
jaman Tuhan kita tanah liatnya mungkin dianggap habis, dan daerah itu, digali
dari semua arah, dan tak berguna untuk tujuan-tujuan pertanian, dijual untuk
harga yang murah.].
Barnes’
Notes (tentang Mat 27:7): “The
price paid for a field so near Jerusalem may appear to be very small; but it is
not improbable that it had been worked until the clay was exhausted, and was
neither suitable for that business nor for tillage, and was therefore considered
as of little value.” [= Harga yang dibayarkan untuk sebidang tanah yang
begitu dekat dengan Yerusalem mungkin kelihatan sebagai sangat kecil; tetapi
bukannya mustahil bahwa tanah itu telah dikerjai sampai tanah liatnya habis, dan
tak cocok untuk bisnis itu ataupun untuk pertanian, dan karena itu dianggap
sebagai bernilai rendah.].
b. Mat 27:7 mengatakan imam-imam kepala itu yang membeli tanah itu,
tetapi Kis 1:18 mengatakan Yudaslah yang membeli tanah itu.
Mat
27:7 - “Sesudah
berunding mereka
membeli dengan uang itu tanah yang disebut Tanah Tukang Periuk untuk
dijadikan tempat pekuburan orang asing.”.
Kis
1:18 - “-
Yudas ini telah membeli sebidang tanah
dengan upah kejahatannya, lalu ia jatuh tertelungkup, dan perutnya terbelah
sehingga semua isi perutnya tertumpah ke luar.”.
Jadi,
siapa yang membeli tanah? Imam-imam kepala atau Yudas Iskariot?
Pulpit
Commentary (tentang Mat 27:6):
“‘The
price of blood.’ The wages of murder. It was inferred from Deut 23:18 that no
money unlawfully gained, or derived from an impure source, might be used in
purchasing things for God’s service. Under Jewish Law such money must be
restored to the donor; if circumstances rendered this impossible, or the offerer
insisted on giving it, it was to be expended for some public object, the
original owner being considered, by a legal fiction, to be its possessor still,
and that which was paid for by the money being deemed as his gift to the
community (comp. Acts 1:18, ‘This man purchased a field with the reward of
iniquity’).”
[= ‘Harga / uang dari darah’. Upah dari pembunuhan. Itu disimpulkan dari Ul
23:18 bahwa tak ada uang yang didapatkan dengan cara yang tidak sah, atau
diterima dari sumber yang tidak murni, bisa / boleh digunakan dalam membeli
hal-hal / barang-barang untuk pelayanan Allah. Di bawah Hukum Yahudi uang
seperti itu harus dikembalikan kepada si pemberi; jika keadaan membuat ini tidak
mungkin, atau si pemberi berkeras memberikannya, itu harus digunakan untuk
tujuan umum, pemilik yang asli tetap dianggap, oleh suatu anggapan yang sah /
bersifat hukum, sebagai pemiliknya, dan itu yang dibayar / dibeli dengan uang
itu dianggap sebagai pemberiannya kepada masyarakat (bdk. Kis 1:18, ‘Orang ini
membeli sebidang tanah dengan upah kejahatannya’).].
Matthew Henry (tentang Kis 1:18):
“He
did not purchase the field, but the wages of his unrighteousness did, and it is
very elegantly expressed thus, in derision of his projects to enrich himself by
this bargain.” [= Ia (Yudas)
tidak membeli tanah itu, tetapi upah ketidak-benarannya yang membelinya, dan itu
dinyatakan dengan sangat anggun seperti itu, sebagai ejekan tentang tujuannya
untuk memperkaya dirinya sendiri oleh persetujuan / transaksi ini.].
Adam
Clarke (tentang Kis 1:18): “Probably
Judas did not purchase the field himself, but the money for which he sold his
Lord was thus applied, see Matt 27:6-8. It is possible, however, that he might
have designed to purchase a field or piece of ground with this reward of his
iniquity, and might have been in treaty for it, though he did not close the
bargain, as his bringing the money to the treasury proves: the priests, knowing
his intentions, might have completed the purchase, ... Though this case is
possible, yet the passage will bear a very consistent interpretation without the
assistance of this conjecture, for, in ordinary conversation, we often attribute
to a man what is the consequence of his own actions, though such consequence was
never designed nor wished for by himself: thus we say of a man embarking in a
hazardous enterprise, he is gone to seek his death; of one whose conduct has
been ruinous to his reputation, he has disgraced himself; of another who has
suffered much in consequence of his crimes, he has purchased repentance at a
high price, etc., etc. All these, though undesigned, were consequences of
certain acts, as the buying of the field was the consequence of Judas’
treason.” [=
Mungkin Yudas tidak membeli sendiri tanah itu, tetapi
uang untuk mana ia menjual Tuhannya digunakan untuk itu, lihat Mat 27:6-8.
Tetapi adalah mungkin bahwa ia mungkin telah merancang untuk membeli sebidang
tanah dengan upah kejahatannya ini, dan telah berada dalam persetujuan untuknya,
sekalipun ia belum menutup transaksi (belum
membayarnya), seperti yang dibuktikan oleh tindakannya membawa uang ke tempat
perbendaharaan: imam-imam, yang mengetahui rencananya, mungkin telah
menyelesaikan pembelian itu, ... Sekalipun
kasus ini memungkinkan, tetapi text itu mengijinkan suatu penafsiran yang sangat
konsisten tanpa bantuan dari dugaan ini, karena dalam pembicaraan biasa, kita
sering menganggap berasal dari seseorang apa yang merupakan konsekwensi dari
tindakan-tindakannya sendiri, sekalipun konsekwensi itu tidak pernah dirancang
atau diinginkan olehnya sendiri: sebagai contoh kita berkata tentang seseorang
yang memulai suatu usaha yang berbahaya / penuh resiko, ‘ia pergi untuk
mencari kematiannya’; tentang seseorang yang tingkah lakunya telah
menghancurkan reputasinya, ‘ia telah mempermalukan dirinya sendiri’; tentang
orang yang lain yang telah banyak menderita sebagai konsekwensi dari
kejahatan-kejahatannya, ‘ia telah membeli penyesalan / pertobatan dengan suatu
harga yang tinggi’, dsb., dsb. Semua ini, sekalipun tak dirancangkan,
merupakan konsekwensi-konsekwensi dari tindakan-tindakan tertentu, sebagaimana
pembelian tanah itu adalah konsekwensi dari pengkhianatan Yudas.].
Barnes’
Notes:
“A
man is said often to do a thing when he furnishes means for doing it. Compare
Matt 27:60, ‘And laid it (the body of Jesus) in his own new tomb, which he had
hewn out in the rock.’ That is, had caused to be hewn out. John 4:1, ‘When,
therefore, the Lord knew how the Pharisees had heard that Jesus made and
baptized more disciples than John.’ Through his disciples, for Jesus himself
baptized not, John 4:2.” [=
Seseorang sering dikatakan melakukan
suatu hal pada waktu ia menyediakan cara / jalan untuk melakukannya. Bandingkan
dengan Mat 27:60, ‘lalu membaringkanNya (mayat
Yesus) di
dalam kuburnya yang baru, yang digalinya di dalam bukit batu.’ Artinya, telah menyebabkan /
memerintahkan untuk digali. Yoh 4:1, ‘Ketika Tuhan Yesus mengetahui,
bahwa orang-orang Farisi telah mendengar, bahwa Ia memperoleh dan membaptis
murid lebih banyak dari pada Yohanes’.
Melalui murid-muridNya, karena Yesus sendiri tidak membaptis, Yoh 4:2.].
Yoh 4:1-2
- “(1)
Ketika Tuhan Yesus mengetahui, bahwa orang-orang Farisi telah mendengar, bahwa
Ia memperoleh dan membaptis murid lebih banyak dari pada Yohanes (2) - meskipun
Yesus sendiri tidak membaptis, melainkan murid-muridNya,-”.
2.
Tanah itu disebut ‘Tanah Tukang Periuk’ atau ‘Tanah Darah’.
Mat
27:7-8 - “(7)
Sesudah berunding mereka membeli dengan uang itu tanah yang disebut Tanah
Tukang Periuk untuk dijadikan tempat pekuburan orang asing. (8) Itulah
sebabnya tanah itu sampai pada hari ini disebut Tanah Darah.”.
Kis
1:19 - “Hal
itu diketahui oleh semua penduduk Yerusalem, sehingga tanah itu mereka sebut
dalam bahasa mereka sendiri ‘Hakal-Dama,’ artinya Tanah Darah -.”.
a.
Tanah Tukang Periuk.
Barnes’
Notes (tentang Mat 27:7): “‘The
potter’s field.’ Probably this was some field well known by that name, which
was used for the purpose of making earthen vessels.” [= ‘Tanah Tukang Periuk’. Mungkin ini adalah
tanah tertentu yang dikenal dengan nama itu, yang digunakan untuk tujuan membuat
bejana-bejana tanah liat.].
Matthew
Henry (tentang Mat 27:6-10): “It
was laid out in the purchase of a field, called the potter’s field; because
some potter had owned it, or occupied it, or lived near it, or because broken
potters’ vessels were thrown into it.” [=
Itu dikeluarkan / digunakan dalam pembelian sebidang tanah, disebut Tanak Tukang
Periuk; karena beberapa tukang periuk telah memilikinya, atau menghuninya, atau
tinggal di dekatnya, atau karena bejana-bejana tukang periuk yang pecah / rusak
dibuang ke sana.].
b.
Hakal-Dama atau Tanah Darah.
Barnes’
Notes (tentang Mat 27:8): “‘The
field of blood.’ The field purchased by the price of blood. The name by which
this field was called was ‘Aceldama,’ Acts 1:19. It was just without the
walls of Jerusalem, on the south of Mount Zion. It is now used as a
burying-place by the Armenian Christians in Jerusalem,” [= ‘Tanah Darah’. Tanah itu dibeli dengan harga
/ uang darah. Nama dengan mana tanah ini disebut adalah ‘Hakal-Dama’, Kis
1:19. Tanah itu terletak persis di luar tembok-tembok Yerusalem, di sebelah
Selatan dari Bukit Sion. Sekarang itu digunakan sebagai kuburan oleh orang-orang
Kristen Armenian di Yerusalem,].
Matthew
Henry (tentang Mat 27:6-10): “To
perpetuate the infamy of those that bought and sold the blood of Christ. This
field was commonly called Aceldama - the field of blood; not by the chief
priests, they hoped in this burying-place to bury the remembrance of their own
crime; but by the people; who took notice of Judas’s acknowledgment that he
had betrayed the innocent blood, though the chief priests made nothing of it.
They fastened this name upon the field in
perpetuam rei memoriam - for a perpetual memorial. Note, Divine
Providence has many ways of entailing disgrace upon the wicked practices even of
great men, who, though they seek to cover their shame, are put to a perpetual
reproach.” [= Untuk mengabadikan reputasi buruk dari mereka
yang membeli dan menjual darah Kristus. Tanah ini biasanya disebut Hakal-Dama -
Tanah Darah; bukan oleh imam-imam kepala, mereka berharap di tempat penguburan
ini untuk mengubur ingatan tentang kejahatan mereka sendiri; tetapi oleh
orang-orang; yang memperhatikan pengakuan Yudas bahwa ia telah mengkhianati
darah yang tak bersalah, sekalipun imam-imam kepala tak mempedulikannya. Mereka
melekatkan nama ini pada tanah in
perpetuam rei memoriam - untuk suatu peringatan kekal. Perhatikan,
Providensia Ilahi mempunyai banyak cara / jalan untuk melekatkan / memberikan
suatu perendahan / kehinaan pada praktek-praktek jahat bahkan dari orang-orang
besar / agung, yang sekalipun mereka berusaha untuk menutupi keadaan mereka yang
memalukan, diletakkan pada suatu celaan kekal.].
Calvin
(tentang Mat 27:8): “The
more that wicked men endeavor to conceal their enormities, the more does the
Lord watch over them to bring those enormities to light. They hoped that, by an
honorable disguise, they would bury their crime, were they to purchase a barren
field for burying
strangers. But the wonderful
providence of God turns this arrangement to an opposite result, so that this field became
a perpetual memorial of that treason, which had formerly been little known. For
it was not themselves that gave this name to the place, but after the occurrence
was generally known, the field was called, by
common consent, ‘The
field of blood;’ as if God had commanded
that their disgrace should be in every man’s mouth.” [= Makin orang jahat berusaha
menyembunyikan Kejahatan besar mereka, makin Tuhan mengawasi mereka untuk
membawa kejahatan-kejahatan besar itu pada terang. Mereka berharap bahwa oleh
suatu penyamaran yang terhormat, mereka akan mengubur kejahatan mereka, kalau
mereka membeli suatu tanah tandus untuk mengubur orang-orang asing. Tetapi
Providensia Allah yang indah / luar biasa membalikkan pengaturan ini pada suatu
hasil yang bertentangan, sehingga tanah ini menjadi suatu peringatan kekal
tentang pengkhianatan itu, yang tadinya tak terlalu diketahui. Karena bukan
mereka sendiri yang memberi nama ini pada tempat itu, tetapi setelah peristiwa
itu diketahui secara umum, tanah itu disebut, oleh persetujuan umum, ‘Tanah
Darah’; seakan-akan Allah telah memerintahkan bahwa kehinaan mereka harus ada
di mulut setiap orang.].
3.
Tanah itu dijadikan / digunakan untuk pekuburan orang asing.
Mat
27:7 - “Sesudah
berunding mereka membeli dengan uang itu tanah yang disebut Tanah Tukang Periuk untuk
dijadikan tempat pekuburan orang asing.”.
Barnes’
Notes (tentang Mat 27:7): “‘To
bury strangers in.’ Jews, who came up from other parts of the world to attend
the great feasts at Jerusalem. The high priests, who regarded the ‘Gentiles’
as abominable, would not be inclined to provide a burial-place for THEM.” [= ‘Untuk menguburkan orang-orang asing di
sana’. Orang-orang Yahudi, yang datang dari
bagian-bagian lain dari dunia untuk menghadiri perayaan-perayaan hari-hari raya
di Yerusalem. Imam-imam besar, yang menganggap
‘orang-orang non Yahudi’ sebagai menjijikkan, tidak akan mempunyai
kecondongan untuk menyediakan suatu tempat penguburan bagi MEREKA.].
Adam
Clarke (tentang Mat 27:7):
“‘To
bury strangers in.’ Tois
xenois, ‘the strangers’ probably meaning, as
some learned men conjecture, the Jewish strangers who might have come to
Jerusalem, either to worship, or on some other business, and died there during
their stay. See here, the very money for which the blessed Jesus was sold
becomes subservient to the purpose of mercy and kindness! The
bodies of strangers have a place of rest in the field purchased by the price at
which his life was valued, and the souls of strangers and foreigners have a
place of rest and refuge in his blood which was shed as a ransom price for the
salvation of the whole world.”
[= ‘Untuk menguburkan orang-orang asing’. TOIS XENOIS, ‘orang-orang
asing’ mungkin berarti, seperti beberapa orang terpelajar menebak, orang-orang
Yahudi asing yang telah datang ke Yerusalem,
atau untuk beribadah, atau untuk urusan yang lain, dan mati di sana selama
mereka tinggal di sana. Lihat di sini, uang untuk mana Yesus yang diberkati /
terpuji dijual menjadi berguna untuk tujuan belas kasihan dan kebaikan! Mayat-mayat
dari orang-orang asing mempunyai tempat istirahat di tanah yang dibeli dengan
harga untuk mana nyawaNya dihargai, dan jiwa dari orang-orang asing mempunyai
suatu tempat istirahat dan perlindungan dalam darahNya yang dicurahkan sebagai
suatu harga tebusan untuk keselamatan seluruh dunia.].
Matthew
Henry (tentang Mat 27:6-10): “And
this field was to be a burying-place for strangers, that is, proselytes to the
Jewish religion, who were of other nations, and, coming to Jerusalem to worship,
happened to die there. (1.) It looks like an instance of their humanity, that
they took care for the burying of strangers; ... But, (2.) It was no instance of
their humility that they would bury strangers in a place by themselves, as if
they were not worthy to be laid in their burying-places; strangers must keep
their distance, alive and dead, and that principle must go down to the grace (grave??),
‘Stand by thyself, come not near me, I am holier than thou,’ Isa 65:5.” [= Dan tanah ini akan menjadi suatu tempat
penguburan orang-orang asing, yaitu proselit-proselit
pada agama Yahudi, yang adalah orang-orang dari bangsa-bangsa lain, dan
datang ke Yerusalem untuk beribadah, kebetulan mati di sana. (1.) Itu kelihatan
seperti suatu tanda dari rasa kemanusiaan mereka, sehingga mereka mengurus
penguburan orang-orang asing; ... Tetapi, (2.) Itu bukan tanda dari kerendahan
hati mereka bahwa mereka menguburkan orang-orang asing di suatu tempat terpisah,
seakan-akan mereka tak layak untuk diletakkan di kuburan mereka; orang-orang
asing harus menjaga jarak, hidup atau mati, dan prinsip itu harus turun ke
kubur (?), ‘Berdirilah sendirian, jangan datang mendekati aku; karena aku
lebih kudus / suci dari pada engkau’, Yes 65:5.].
Yes
65:5 - “yang
berkata: ‘Menjauhlah, janganlah meraba aku, nanti engkau menjadi kudus
olehku!’ Semuanya ini seperti asap yang naik ke dalam hidungKu, seperti
api yang menyala sepanjang hari.”.
Bagian
yang saya garis-bawahi itu salah terjemahan.
KJV:
‘Which say, Stand by thyself,
come not near to me; for I am holier than thou.’
[= Yang berkata, Berdirilah sendirian, jangan datang mendekati aku; karena aku
lebih kudus / suci dari pada engkau.].
Matthew
Henry (tentang Mat 27:6-10): “To
signify the favour intended by the blood of Christ to strangers, and sinners of
the Gentiles. Through the price of his blood, a resting place is provided for
them after death. Thus many of the ancients apply this passage. The grave is the
potter’s field, where the bodies are thrown as despised broken vessels; but
Christ by his blood purchased it for those who by confessing themselves
strangers on earth seek the better country; he has altered the property of it
(as a purchaser doth), so that now death is ours, the grave is ours, a bed of
rest for us.” [=
Untuk menunjukkan kebaikan yang dimaksudkan oleh darah Kristus kepada orang-orang
asing, dan orang-orang berdosa dari orang-orang non Yahudi. Melalui harga
dari darahNya, suatu tempat istirahat disediakan bagi mereka setelah kematian.
Demikianlah banyak dari orang-orang kuno menerapkan text ini. Kuburan itu adalah
tanah tukang periuk, dimana mayat-mayat dibuang seperti bejana-bejana rusak /
pecah yang dipandang rendah; tetapi Kristus oleh darahNya membelinya bagi
mereka, yang dengan mengakui diri mereka sendiri orang-orang asing di bumi
mencari negari yang lebih baik; Ia telah mengubah kepemilikannya (seperti
seorang pembeli lakukan), sehingga sekarang kematian adalah milik kita, kuburan
adalah milik kita, suatu ranjang istirahat bagi kita.].
Calvin
(tentang Mat 27:8): “It
was a plausible design to provide a burying-place for strangers, if
any of those who came up to Jerusalem from distant countries, for the purpose of
sacrificing, should happen to die there. As some of them were of the Gentiles, I
do not disapprove of the opinion of some ancient writers, that this symbol held
out the hope of salvation to the Gentiles, because they were included in the
price of the death of Christ; but as that opinion is more ingenious than solid,
I leave it undetermined.” [= Itu merupakan suatu rancangan yang
masuk akal untuk menyediakan suatu tempat penguburan bagi orang-orang asing,
jika siapapun dari mereka yang datang ke Yerusalem dari negara-negara yang jauh,
untuk tujuan memberi korban, kebetulan mati di sana. Karena sebagian dari mereka
adalah orang-orang non Yahudi, saya tidak menolak pandangan dari beberapa
penulis kuno, bahwa simbol ini mengulurkan pengharapan keselamatan kepada
orang-orang non Yahudi, karena mereka dimasukkan dalam harga dari kematian
Kristus; tetapi karena pandangan itu lebih menunjukkan kecerdikan / banyak akal
dari pada sehat, saya membiarkannya tak ditentukan/ diputuskan.].
Matthew
Henry (tentang Mat 27:6-10): “They
think to atone for what they had done, by this public good act of providing a
burying-place for strangers, though not at their own charge. Thus in times of
ignorance people were made to believe that building churches and endowing
monasteries would make amends for immoralities.” [= Mereka berpikir untuk menebus apa yang telah
mereka lakukan, dengan tindakan baik umum ini yang menyediakan suatu tempat
penguburan bagi orang-orang asing, sekalipun bukan atas biaya mereka.
Demikianlah pada masa / jaman kebodohan orang-orang dibuat untuk percaya bahwa
membangun gereja-gereja dan menyumbang biara-biara akan membuat perbaikan untuk
tindakan-tindakan tak bermoral.].
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali