(Rungkut
Megah Raya, blok D no 16)
Minggu,
tgl 25 Januari 2015, pk 17.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
V) Penyesalan Yudas Iskariot.
Mat
27:3-10 - “(3)
Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi
hukuman mati, menyesallah ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak
itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua, (4) dan berkata: ‘Aku telah berdosa
karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah.’ Tetapi jawab mereka: ‘Apa
urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!’ (5) Maka iapun melemparkan uang
perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri. (6)
Imam-imam kepala mengambil uang perak itu dan berkata: ‘Tidak diperbolehkan
memasukkan uang ini ke dalam peti persembahan, sebab ini uang darah.’ (7)
Sesudah berunding mereka membeli dengan uang itu tanah yang disebut Tanah Tukang
Periuk untuk dijadikan tempat pekuburan orang asing. (8) Itulah sebabnya tanah
itu sampai pada hari ini disebut Tanah Darah. (9) Dengan demikian genaplah
firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: ‘Mereka menerima tiga puluh uang
perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku
di antara orang Israel, (10) dan mereka memberikan uang itu untuk tanah tukang
periuk, seperti yang dipesankan Tuhan kepadaku.’”.
1)
Yudas Iskariot menyesal.
Mat
27:3-4a - “(3)
Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat,
bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah
ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala
dan tua-tua, (4a) dan berkata: ‘Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang
yang tak bersalah.’”.
Ada
beberapa hal yang perlu dibahas berkenaan dengan penyesalan Yudas Iskariot.
a)
Penyesalan Yudas Iskariot.
Mat 27:3a
- “Pada
waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman
mati, menyesallah ia.”.
KJV/RSV/ASV:
‘repented’ [= menyesal / bertobat].
NIV: ‘was
seized with remorse’ [= dicekam oleh
penyesalam yang dalam].
NASB: ‘felt
remorse’ [= merasakan penyesalan yang dalam].
Pulpit
Commentary (tentang Mat 27:3):
“‘Repented
himself’ (μεταμεληθεις).
This word (differing from μετανοέω,
which expresses change of heart) denotes only a change of feeling, a desire that
what has been done could be undone; this is not repentance in the Scripture
sense; it springs not from love of God, it has not that character which calls
for pardon.” [= ‘Bertobat / menyesal’ (METAMELETHEIS). Kata
ini (berbeda dari METANOEO), yang menyatakan perubahan hati) hanya menunjukkan
suatu perubahan perasaan, suatu keinginan bahwa apa yang telah dilakukan bisa
dibatalkan / dibalikkan; ini bukanlah pertobatan dalam arti Kitab Suci; itu
tidak muncul dari kasih Allah, itu tidak mempunyai karakter yang meminta ampun.].
Matthew
Henry (tentang Mat 27:3): “See
here how Judas repented: not like Peter, who repented, believed, and was
pardoned: no, he repented, despaired, and was ruined. Now observe here, (1.)
What induced him to repent. It was ‘when he saw that he was condemned.’
Judas, it is probable, expected that either Christ would have made his escape
out of their hands, or would so have pleaded his own cause at their bar as to
have come off, and then Christ would have had the honour, the Jews the shame,
and he the money, and no harm done. This he had no reason to expect, because he
had so often heard his Master say that he must be crucified; yet it is probable
that he did expect it, and when the event did not answer his vain fancy, then he
fell into this horror, when he saw the stream strong against Christ, and him
yielding to it. Note, Those who measure actions by the consequences of them
rather than by the divine law, will find themselves mistaken in their measures.
The way of sin is down-hill; and if we cannot easily stop ourselves, much less
can we stop others whom we have set a going in a sinful way.” [= Lihat di sini
bagaimana Yudas bertobat / menyesal: bukan seperti Petrus, yang bertobat /
menyesal, percaya, dan diampuni: tidak, ia bertobat / menyesal, putus asa, dan
hancur / dihancurkan. Sekarang perhatikan di sini, (1.) Apa yang menyebabkan /
menggerakkan dia untuk bertobat / menyesal. Itu adalah ‘pada waktu ia melihat
bahwa Ia dijatuhi hukuman mati’. Yudas, adalah mungkin, mengharapkan bahwa
atau Kristus akan lolos dari tangan mereka, atau akan sedemikian rupa melakukan
pembelaan dalam kasusNya sendiri dalam pengadilan mereka sehingga lepas, dan
lalu Kristus akan mendapatkan kehormatan, orang-orang Yahudi mendapatkan rasa
malu, dan ia mendapatkan uangnya, dan tak ada kerusakan / kesakitan yang
terjadi. Ia tidak punya alasan untuk mengharapkan hal ini, karena ia telah
begitu sering mendengar Tuan / Gurunya berkata bahwa Ia harus disalibkan; tetapi
adalah mungkin bahwa ia tidak mengharapkannya, dan ketika peristiwanya tidak
sesuai dengan khayalan / bayangan sia-sianya, maka ia jatuh ke dalam rasa takut
/ kengerian ini, pada waktu ia melihat arus / aliran yang kuat menentang
Kristus, dan penyerahannya terhadapnya. Perhatikan, Mereka yang mengukur
tindakan-tindakan dengan konsekwensi-konsekwensinya dan bukannya dengan hukum
ilahi, akan mendapati diri mereka sendiri salah dalam pengukuran mereka. Jalan
dosa itu menurun; dan jika kita tidak bisa menghentikan diri kita sendiri dengan
mudah, lebih-lebih lagi kita tidak bisa menghentikan orang-orang lain yang telah
kita sebabkan untuk pergi ke dalam jalan yang berdosa.].
Matthew
Henry (tentang Mat 27:3): “He
‘repented himself;’ that is, he was filled with grief, anguish, and
indignation, at himself, when reflecting upon what he had done. When he was
tempted to betray his Master, the thirty pieces of silver looked very fine and
glittering, like the ‘wine, when it is red, and gives its colour in the
cup.’ But when the thing was done, and the money paid, the silver was become
dross, it ‘bit like a serpent, and stung like an adder.’ Now his conscience
flew in his face; ‘What have I done! What a fool, what a wretch, am I, to sell
my Master, and all my comfort and happiness in him, for such a trifle! All these
abuses and indignities done him are chargeable upon me; it is owing to me, that
he is bound and condemned, spit upon and buffeted. I little thought it would
have come to this, when I made that wicked bargain; so foolish was I, and
ignorant, and so like a beast.’ Now he curses the bag he carried, the money he
coveted, the priests he dealt with, and the day that he was born. The
remembrance of his Master’s goodness to him, which he had so basely requited,
the bowels of mercy he had spurned at, and the fair warnings he had slighted,
steeled his convictions, and made them the more piercing. Now he found his
Master’s words true; ‘It were better for that man, that he had never been
born.’ Note, Sin will soon change its taste. Though it be ‘rolled under the
tongue as a sweet morsel,’ in the bowels it will be turned into the ‘gall of
asps’ (Job 20:12-14), like John’s book, Rev 10:9.” [= ‘Ia menyesal’;
artinya, ia dipenuhi dengan kesedihan, penderitaan, dan kemarahan kepada dirinya
sendiri, pada waktu memikirkan apa yang telah ia lakukan. Pada waktu ia dicobai
untuk mengkhianati Tuan / GuruNya, 30 keping perak itu kelihatannya sangat bagus
dan berkilauan, seperti ‘anggur, pada waktu itu merah, dan memberi warnanya
dalam cawan’. Tetapi pada waktu hal itu sudah dilakukan, dan uang dibayarkan,
perak itu menjadi kotoran, itu ‘memagut seperti ular, dan menyengat seperti
ular beludak’. Sekarang hati nuraninya mengalir di wajahnya; ‘Apa yang telah
aku lakukan! Alangkah bodohnya, alangkah hinanya aku, menjual Tuanku, dan semua
penghiburan dan kebahagiaanku dalam Dia, untuk sesuatu yang remeh seperti itu!
Semua penyiksaan dan penghinaan / perendahan yang dilakukan kepadaNya bisa
dibebankan kepadaku; itu disebabkan oleh aku, sehingga Ia dibelenggu dan dihukum
mati, diludahi dan dipukuli. Aku tak memikirkan itu akan menjadi seperti ini,
pada waktu aku membuat tawaran yang jahat itu; begitu bodoh aku, dan tak punya
pengetahuan, dan begitu seperti binatang’. Sekarang ia mengutuk kantong
uang yang ia bawa, uang yang sangat ia inginkan, imam-imam dengan siapa ia
berurusan, dan hari pada waktu ia dilahirkan. Ingatan tentang kebaikan Tuannya
kepadanya, yang ia balas dengan begitu rendah / hina, pusat / kedudukan dari
belas kasihan yang telah ia tolak sambil menghina, dan peringatan-peringatan
yang adil yang telah ia remehkan, menunjukkan pembuktian kesalahannya, dan
membuat mereka makin menusuk. Sekarang ia mendapati kata-kata Tuannya benar,
‘Adalah lebih baik bagi orang itu, sekiranya ia tidak pernah dilahirkan’.
Perhatikan, Dosa akan segera mengubah rasanya. Sekalipun itu ‘bergulir di
bawah lidah seperti roti manis’, di dalam perut itu akan berubah menjadi
‘empedu dari ular’ (Ayub 20:12-14), seperti kitab Yohanes, Wah 10:9.].
Ayub
20:12-14 - “(12)
Sungguhpun kejahatan manis rasanya di dalam mulutnya, sekalipun ia
menyembunyikannya di bawah lidahnya, (13) menikmatinya serta tidak
melepaskannya, dan menahannya pada langit-langitnya, (14) namun berubah juga
makanannya di dalam perutnya, menjadi bisa ular tedung di dalamnya.”.
Amsal
23:31-32 - “(31)
Jangan melihat kepada anggur, kalau merah menarik warnanya, dan mengilau dalam
cawan, yang mengalir masuk dengan nikmat, (32) tetapi kemudian memagut seperti
ular, dan menyemburkan bisa seperti beludak.”.
Matthew
Henry (tentang Mat 27:1-10):
“To
his own shame, he confesses that he had sinned, in betraying this blood. He does
not lay the blame on any one else; does not say, ‘You have sinned, in hiring
me to do it;’ but takes it all to himself; ‘I have sinned, in doing it.’
Thus far Judas went toward his repentance, yet it was not to salvation. He
confessed, but not to God, did not go to him, and say, I have sinned, Father,
against heaven. He confessed the betraying of innocent blood, but did not
confess that wicked love of money, which was the root of this evil. There are
those who betray Christ, and yet justify themselves in it, and so come short of
Judas.”
[= Bagi rasa malunya sendiri, ia mengaku bahwa ia telah berdosa, dalam
mengkhianati darah ini. Ia tidak menyalahkan orang lain manapun, ia tidak
berkata, ‘Kamu telah berdosa, dalam menyewa aku untuk melakukannya’; tetapi
mengambil semua bagi dirinya sendiri; ‘Aku telah berdosa, dalam
melakukannya’. Sejauh ini Yudas pergi menuju pada pertobatannya, tetapi itu
bukan pada keselamatan. Ia mengaku, tetapi bukan
kepada Allah, tidak pergi kepadaNya, dan berkata, Aku telah berdosa,
Bapa, terhadap surga. Ia mengaku pengkhianatan dari darah yang tak bersalah,
tetapi tidak mengaku cinta uang yang jahat itu, yang merupakan akar dari
kejahatan ini. Ada orang-orang yang mengkhianati Kristus, tetapi membenarkan
diri mereka sendiri dalam hal itu, dan dengan demikian lebih buruk dari Yudas.].
William
Hendriksen (tentang Mat 27:3-4):
“Judas
was seized with remorse. He, in a sense, ‘was sorry afterward.’ ... He was
burdened with self-reproach. Not that he now, had the opportunity been given,
would have confessed his sin to the Savior and begged his forgiveness. A basic
change of heart and mind he did not experience. But the feeling of guilt and
fear of what might be the result for himself made it impossible for him to face
the future.” [= Yudas dicengkeram dengan
penyesalan. Ia, dalam satu arti, ‘menyesal belakangan’. ... Ia dibebani
dengan pencelaan diri sendiri. Bukan bahwa ia sekarang, mempunyai kesempatan
yang telah diberikan, mau mengaku dosanya kepada sang Juruselamat dan meminta /
mengemis pengampunanNya. Suatu perubahan dasari dari hati dan pikiran tidak ia
alami. Tetapi perasaan bersalah dan rasa takut tentang apa yang akan merupakan
hasil / akibat bagi dirinya sendiri membuat mustahil baginya untuk menghadapi
masa depan.].
Barnes’
Notes (tentang Mat 27:3):
“The
word rendered ‘repented himself,’ it has been observed, does not of
necessity denote a change ‘for the better,’ but ‘any’ change of views
and feelings. Here it evidently means no other change than that produced by the
horrors of a guilty conscience, and by deep remorse for crime at its unexpected
results. It was not saving repentance. That leads to a holy life this led to an
increase of crime in his own death. True repentence leads the sinner to the
Saviour. This led AWAY from the Saviour to the gallows. Judas, if he had been a
true penitent, would have come THEN to Jesus; would have confessed his crime at
his feet, and sought for pardon there. But, overwhelmed with remorse and the
conviction of vast guilt, he was not willing to come into his presence, and
added to the crime of TREASON that of SELF-MURDER. Assuredly such a man could
not be a true penitent.”
[= Kata yang diterjemahkan ‘menyesal / bertobat’, telah diperhatikan, tidak
harus menunjukkan suatu perubahan ‘menjadi yang lebih baik’, tetapi
perubahan ‘apapun’ tentang pandangan dan perasaan. Di sini itu jelas berarti
bukan perubahan lain dari pada yang dihasilkan oleh rasa takut dari suatu hati
nurani yang bersalah, dan oleh penyesalan yang dalam untuk kejahatan yang tak
menghasilkan apa yang diharapkan. Itu bukan pertobatan yang menyelamatkan. Itu
membimbing pada suatu kehidupan yang kudus, ini membimbing pada suatu
peningkatan dari kejahatan dalam kematiannya sendiri. Pertobatan yang sejati
membimbing orang berdosa itu kepada sang Juruselamat. Ini membimbing menjauhi
sang Juruselamat pada tiang gantungan. Yudas, seandainya ia adalah orang
bertobat yang sungguh-sungguh, akan sudah datang pada waktu itu kepada Yesus;
akan sudah mengakui kejahatannya di kakiNya, dan mencari pengampunan di sana.
Tetapi, diliputi oleh penyesalan dan keyakinan akan kesalahan yang sangat besar
/ banyak, ia tidak mau datang ke hadapanNya, dan menambahi kejahatan pengkhianatan
dengan kejahatan bunuh diri. Pasti
orang seperti itu tidak bisa adalah seorang petobat sejati.].
b)
Pengakuan dari Yudas Iskariot.
Mat 27:4a
- “dan
berkata: ‘Aku telah berdosa karena menyerahkan darah
orang yang tak bersalah.’”.
KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV:
‘innocent blood’ [= darah yang tak bersalah].
Matthew
Henry (tentang Mat 27:4): “Secondly,
He made confession (v. 4); ‘I have sinned, in that I have betrayed innocent
blood.’ 1. To the honour of Christ, he pronounces his blood innocent. If he
had been guilty of any sinful practices, Judas, as his disciple, would certainly
have known it, and, as his betrayer, would certainly have discovered it; but he,
freely and without being urged to it, pronounces him innocent, to the face of
those who had pronounced him guilty.” [= Kedua, Ia membuat pengakuan (ay 4); ‘Aku telah
berdosa karena telah mengkhianati darah yang tak bersalah’. 1. Bagi kehormatan
Kristus, ia menyatakan darahNya tak bersalah. Seandainya Ia telah bersalah
tentang praktek berdosa apapun, Yudas, sehingga muridNya, pasti sudah
mengetahuinya, dan, sebagai pengkhianatNya, pasti akan sudah menyingkapkannya;
tetapi ia, dengan bebas dan tanpa dipaksa untuk itu, menyatakan Dia tak
bersalah, ke hadapan mereka yang telah menyatakan Dia bersalah.].
Matthew
Henry (tentang Mat 27:1-10):
“The
chief priests and elders supported themselves with this, in prosecuting Christ,
that his own disciple betrayed him to them; but now, in the midst of the
prosecution, that string failed them, and even he is made to them a witness of
Christ’s innocency and a monument of God’s justice;”
[= Imam-imam kepala dan tua-tua mendukung diri mereka sendiri dengan hal ini,
dalam menuntut Kristus, bahwa muridNya sendiri mengkhianati Dia bagi mereka;
tetapi sekarang, di tengah-tengah tuntutan, rangkaian itu mengecewakan mereka,
dan bahkan ia dibuat bagi mereka seorang saksi tentang ketidak-bersalahan
Kristus dan suatu monumen dari keadilan Allah.].
Barnes’
Notes (tentang Kis 1:25):
“That
Christ may employ wicked men for important purposes in his kingdom. See the
notes on Acts 1:17. He does no violence to their freedom; he permits them to act
as they please, but brings important ends out of their conduct. One of the most
conclusive arguments for the pure character of Jesus Christ is drawn from the
silent testimony of Judas.”
[= Bahwa Kristus bisa menggunakan orang-orang jahat untuk tujuan-tujuan penting
dalam kerajaanNya. Lihat catatan tentang Kis 1:17. Ia tidak melanggar
kebebasan mereka; Ia mengijinkan mereka bertindak seperti yang mereka senangi,
tetapi menghasilkan tujuan-tujuan penting dari tingkah laku mereka. Salah
satu dari argumentasi-argumentasi yang paling meyakinkan bagi karakter yang
murni dari Yesus Kristus ditarik dari ‘kesaksian yang diam’ dari Yudas.].
Barnes’
Notes (tentang Kis 1:17):
“‘He
was numbered with us.’ He was chosen as an apostle by the Lord Jesus, Luke
6:13-16. This does not mean that he was a true Christian, but that he was
reckoned among the apostles. Long before he betrayed him, Jesus declared that he
was a devil, John 6:70. He knew his whole character when he chose him, John
2:25. If it be asked why he chose such a man to be an apostle; why he was made
the treasurer of the apostles, and was admitted to the fullest confidence; we
may reply, that a most important object was gained in having such a man - a spy
- among them. It might be pretended, when the apostles bore testimony to the
purity of life, of doctrine, and of purpose of the Lord Jesus, that they were
interested and partial friends; that they might be disposed to suppress some of
his real sentiments, and represent him in a light more favorable than the truth.
Hence, the testimony of such a man as Judas, if favorable, must be invaluable.
It would be free from the charge of partiality. If Judas knew anything
unfavorable to the character of Jesus, he would have communicated it to the
Sanhedrin. If he knew of any secret plot against the government, or seditious
purpose, he had every inducement to declare it. He had every opportunity to know
it; he was with him; heard him converse; was a member of his family, and
admitted to terms of familiarity. Yet even Judas could not be bought or bribed,
to testify against the moral character of the Saviour. If he had done it, or
could have done it, it would have preserved him from the charge of treason;
would have entitled him to the reputation of a public benefactor in discovering
secret sedition; and would have saved him from the pangs of remorse, and from
self-murder. Judas would have done it if he could. But he alleged no such
charge; he did not even dare to lisp a word against the pure designs of the Lord
Jesus; and his own reproofs of conscience (Matt 27:4), and his voluntary death
(Matt 27:5), furnish the highest proof that can be desired of his conviction
that the betrayed Redeemer was innocent.”
[= ‘Dahulu
ia termasuk bilangan kami’. Ia dipilih sebagai seorang rasul oleh Tuhan Yesus,
Luk 6:13-16. Ini tidak berarti bahwa ia adalah seorang Kristen yang sejati,
tetapi bahwa ia terhitung di antara rasul-rasul. Jauh sebelum ia
mengkhianatiNya, Yesus menyatakan bahwa ia adalah Iblis, Yoh 6:70. Ia mengetahui
seluruh karakternya pada waktu Ia memilihnya, Yoh 2:25. Jika dipertanyakan
mengapa Ia memilih orang seperti itu sebagai seorang rasul; mengapa ia dijadikan
bendahara dari rasul-rasul, dan diterima dengan kepercayaan yang paling penuh;
kami bisa menjawab, bahwa suatu tujuan yang paling penting didapatkan dengan
mempunyai orang seperti itu - seorang mata-mata - di antara mereka. Bisa
dianggap, pada waktu rasul-rasul memberi kesaksian pada kemurnian kehidupan,
ajaran, dan tujuan dari Tuhan Yesus, bahwa mereka adalah sahabat-sahabat yang
berkepentingan dan memihak; bahwa mereka bisa condong untuk menekan sebagian
dari perasaan-perasaan yang sebenarnya, dan menggambarkan Dia dalam suatu terang
yang lebih menyenangkan / baik dari pada kebenarannya. Maka,
kesaksian dari orang seperti Yudas, jika baik / menyenangkan, pasti tidak
ternilai. Itu akan bebas dari tuduhan tentang sikap memihak.
Seandainya Yudas mengetahui apapun yang tidak baik / tidak menyenangkan tentang
karakter Yesus, ia akan sudah menyampaikannya kepada Sanhedrin. Seandainya ia
mengetahui tentang komplotan rahasia apapun terhadap / menentang pemerintahan,
atau rencana pemberontakan, ia mempunyai setiap dorongan untuk menyatakannya. Ia
mempunyai setiap kesempatan untuk mengetahuinya; ia ada bersama dengan Dia;
mendengarNya berbicara; adalah seorang anggota dari keluargaNya, dan diterima
pada hubungan keakraban. Tetapi bahkan Yudas tidak bisa dibeli atau disuap,
untuk bersaksi terhadap / menentang karakter moral dari sang Juruselamat.
Seandainya ia telah melakukan hal itu, atau bisa telah melakukannya, itu akan
menjaga dia dari tuduhan pengkhianatan; akan memberi dia hak tentang reputasi
tentang dermawan umum dalam menyingkapkan pemberontakan rahasia; dan akan sudah
menyelamatkan dia dari rasa sakit tentang penyesalan yang dalam, dan dari
tindakan bunuh diri. Yudas akan sudah
melakukannya seandainya ia bisa. Tetapi ia tidak menyatakan tuduhan seperti itu;
ia bahkan tidak berani untuk mengucapkan suatu kata terhadap / menentang
rancangan rahasia dari Tuhan Yesus; dan celaan-celaan dari hati nuraninya
sendiri (Mat 27:4), dan kematian sukarelanya (Mat 27:5), memberikan bukti yang
tertinggi yang bisa diinginkan tentang keyakinannya bahwa sang Penebus yang
dikhianati tidak bersalah.].
Yoh 2:24-25
- “(24) Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya
kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, (25) dan karena tidak
perlu seorangpun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu
apa yang ada di dalam hati manusia.”.
Mat
27:4-5 - “(4) dan berkata: ‘Aku telah berdosa karena
menyerahkan darah orang yang tak bersalah.’ Tetapi jawab mereka: ‘Apa
urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!’ (5) Maka iapun melemparkan uang
perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri.”.
2) Imam-imam dan tua-tua (tokoh-tokoh agama Yahudi) tak
peduli terhadap penyesalan Yudas Iskariot.
Mat 27:4
- “dan
berkata: ‘Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak
bersalah.’ Tetapi jawab mereka: ‘Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu
sendiri!’”.
Bukankah
mereka, apalagi imam-imam, seharusnya menangani orang berdosa yang telah
mengakui dosanya?
Im
5:5-6 - “(5)
Jadi apabila ia bersalah dalam salah satu perkara itu, haruslah ia mengakui dosa
yang telah diperbuatnya itu, (6) dan haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN
sebagai tebusan salah karena dosa itu seekor betina dari domba atau kambing,
menjadi korban penghapus dosa. Dengan demikian imam
mengadakan pendamaian bagi orang itu karena dosanya.”.
Tetapi
apa yang mereka katakan? Mereka berkata: ‘Apa
urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!’.
Pulpit
Commentary (tentang Mat 27:4):
“To
sympathize with repentance is the duty and the privilege of the Christian; to
deride and scoff at the returning sinner is devilish.”
[= Bersimpati dengan pertobatan merupakan kewajiban dan hak dari orang Kristen;
mengejek dan mencemoohkan orang berdosa yang kembali merupakan sesuatu yang
menyerupai setan.].
Matthew
Henry (tentang Mat 27:1-10):
“See
here how the chief priests and elders entertained Judas’s penitential
confession; they said, ‘What is that to us? See thou to that.’ He made them
his confessors, and that was the
absolution they gave him; more like the priests of devils than like the priests
of the holy living God.”
[= Lihatlah di sini bagaimana imam-imam kepala dan tua-tua mengejek /
mengentengkan penyesalan Yudas; mereka berkata, ‘Apa urusannya itu dengan
kami? Uruslah itu sendiri’. Ia membuat mereka pastor
yang menerima pengakuan dosa, dan itu adalah pengampunan yang mereka
berikan kepada dia; lebih seperti imam-imam dari setan dari pada seperti
imam-imam dari Allah yang hidup.].
3) Pengembalian
uang oleh Yudas Iskariot.
a)
Yudas Iskariot mengembalikan uang perak.
Mat
27:3b - “Lalu
ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan
tua-tua,”.
Matthew
Henry (tentang Mat 27:3): “What
were the indications of his repentance. First, He made restitution; ‘He
brought again the thirty pieces of silver to the chief priests,’ when they
were all together publicly. Now the money burned in his conscience, and he was
as sick of it as ever he had been fond of it. Note, That which is ill gotten,
will never do good to those that get it, Jer 13:10; Job 20:15.” [= Apa petunjuk dari pertobatannya. Pertama, Ia
membuat pemulihan / perbaikan; ‘Ia membawa kembali 30 keping perak itu kepada
imam-imam kepala’, pada waktu mereka semua berada bersama-sama secara umum /
terbuka. Sekarang uang itu membakar dalam hati nuraninya, dan ia sama muaknya
terhadapnya seperti ia pernah begitu mencintainya. Perhatikan, Itu yang
didapatkan dengan cara buruk, tidak akan pernah memberi kebaikan kepada mereka
yang mendapatkannya, Yer 13:10; Ayub 20:15.].
Catatan: Mungkin ‘Yer 13:10’ itu salah cetak,
karena tak cocok sama sekali.
Ayub
20:15-22,28 - “(15)
Harta benda ditelannya, tetapi dimuntahkannya lagi, Allah yang mengeluarkannya
dari dalam perutnya. (16) Bisa ular tedung akan diisapnya, ia akan dibunuh oleh
lidah ular. (17) Ia tidak boleh melihat batang-batang air dan sungai-sungai yang
mengalirkan madu dan dadih. (18) Ia harus mengembalikan apa yang diperolehnya
dan tidak mengecapnya; ia tidak menikmati kekayaan hasil dagangnya. (19) Karena
ia telah menghancurkan orang miskin, dan meninggalkan mereka terlantar; ia
merampas rumah yang tidak dibangunnya. (20) Sesungguhnya, ia tidak mengenal
ketenangan dalam batinnya, dan ia tidak akan terluput dengan membawa harta
bendanya. (21) Suatupun tidak luput dari pada lahapnya, itulah sebabnya
kemujurannya tidak kekal. (22) Dalam kemewahannya yang berlimpah-limpah ia
penuh kuatir; ia ditimpa kesusahan dengan sangat dahsyatnya. ... (28)
Hasil usahanya yang ada di rumahnya diangkut, semuanya habis pada hari
murkaNya.”.
Pulpit
Commentary (tentang Mat 27:3): “Brought
again (returned) the thirty pieces of silver. He had received the whole price
for which he had bargained, but he could not retain the money now; it was a
silent witness which he could not endure. He may have thought that he would
throw away the guilt of his crime as he deprived himself of its wages, or that
he could repair its consequences by this tardy restitution.”
[= Membawa kembali (mengembalikan) 30 keping perak. Ia telah menerima seluruh
harga yang telah ia tawarkan, tetapi sekarang ia tidak bisa mempertahankan uang
itu; itu adalah saksi diam yang tidak bisa ia tahan. Ia mungkin telah berpikir
bahwa ia akan membuang kesalahan dari kejahatannya pada saat ia menyingkirkan
upah itu dari dirinya sendiri, atau bahwa ia bisa memperbaiki konsekwensinya
dengan pemulihan / perbaikan yang terlambat ini.].
Pulpit
Commentary (tentang Mat 26:14-25):
“Doubtless
Judas did not clearly foresee the terrible guilt of giving up his Master to
death; but this does not imply that he did not intend to give him up to death. Before
we sin, it is the gain we see; after we sin, the guilt.”
[= Tak diragukan bahwa Yudas tidak melihat lebih dulu kesalahan yang hebat dari
penyerahan Tuannya pada kematian; tetapi ini tidak menunjukkan bahwa ia tidak
bermaksud untuk menyerahkanNya pada kematian. Sebelum kita berbuat dosa,
adalah keuntungan yang kita lihat; setelah kita berbuat dosa, kesalahannya (yang
kita lihat).]
- hal 557.
b)
Imam-imam menolak untuk menerima pengembalian uang.
Mat
27:6 - “Imam-imam kepala mengambil uang perak
itu dan berkata: ‘Tidak diperbolehkan memasukkan uang ini ke dalam peti
persembahan, sebab ini uang darah.’”.
Pulpit
Commentary (tentang Mat 27:6):
“‘The
price of blood.’ The wages of murder. It was inferred from Deut 23:18 that no
money unlawfully gained, or derived from an impure source, might be used in
purchasing things for God’s service.” [= ‘Harga / uang dari darah’. Upah
dari pembunuhan. Itu disimpulkan dari Ul 23:18 bahwa tak ada uang yang
didapatkan dengan cara yang tidak sah, atau diterima dari sumber yang tidak
murni, bisa / boleh digunakan dalam membeli hal-hal / barang-barang untuk
pelayanan Allah.].
Bdk.
Ul 23:18 - “Janganlah kaubawa upah sundal atau
uang semburit ke dalam rumah TUHAN, Allahmu, untuk menepati salah satu nazar,
sebab keduanya itu adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu.’”.
Adam
Clarke (tentang Mat 27:6):
“‘Because
it is the price of blood.’ ‘What hypocrites, as one justly exclaims, to
adjudge an innocent man to death, and break the eternal laws of justice and
mercy without scruple, and to be, at the same time, so very nice in their
attention to a ceremonial direction of the law of Moses! Thus it is that
the Devil often deludes many, even among the priests, by a false and
superstitious tenderness of conscience in things indifferent, while calumny,
envy, oppression of the innocent, and a conformity to the world, give them no
manner of trouble or disturbance.’”
[= ‘Karena ini adalah harga / uang dari darah’. ‘Alangkah munafiknya,
seperti seseorang katakan dengan benar, untuk menghukum mati seorang yang tak
bersalah, dan melanggar hukum yang kekal tentang keadilan dan belas kasihan
tanpa keraguan, dan pada saat yang sama menjadi begitu baik dalam perhatian
mereka terhadap suatu pengarahan yang bersifat upacara dari hukum Musa!
Demikianlah setan sering menyesatkan banyak orang, bahkan di antara imam-imam,
dengan suatu kelembutan hati nurani yang palsu dan bersifat takhyul dalam
hal-hal yang remeh, sedangkan fitnah, iri hati, penindasan terhadap orang yang
tak bersalah, dan suatu persetujuan / kesesuaian dengan dunia, tidak memberi
mereka problem atau gangguan’.].
Catatan:
apa iya Ul 23:18 itu termasuk ‘ceremonial law’ [= hukum yang bersifat
upacara]? Menurut saya Ul 23:18 itu merupakan hukum moral!
Barnes’
Notes (tentang Mat 27:6):
“‘It
is not lawful ...’ It was forbidden (Deut 23:18) to take what was esteemed as
an abomination and to offer it to God. The price of blood - that is, of the life
of a man - they justly considered as an improper and unlawful offering. ... It
is remarkable that they were so scrupulous now about so small a matter,
comparatively, as putting this money in the treasury, when they had no remorse
about ‘murdering an innocent’ man, and crucifying him who had given full
evidence that he was the Messiah. People are often very scrupulous in
‘small’ matters, who stick not at great crimes.” [= ‘Tidak diperbolehkan / tidak sah
...’. Itu dilarang (Ul 23:18) untuk membawa apa yang dinilai sebagai sesuatu
yang menjijikkan dan mempersembahkannya kepada Allah. Harga dari darah - yaitu
dari nyawa / hidup seorang manusia - mereka secara benar menganggap sebagai
suatu persembahan yang tidak benar dan tidak sah. ... Merupakan
sesuatu yang luar biasa bahwa mereka sekarang begitu teliti tentang hal yang,
dalam perbandingan, begitu kecil, seperti memasukkan uang ini ke dalam
perbendaharaan (dari Bait Allah), pada
waktu mereka tidak mempunyai penyesalan tentang ‘pembunuhan seorang yang tak
bersalah’, dan menyalibkan Dia yang telah memberikan bukti yang penuh bahwa Ia
adalah sang Mesias. Orang-orang sering sangat teliti
dalam persoalan-persoalan ‘kecil’, tetapi tidak segan-segan melakukan
kejahatan-kejahatan yang besar.].
Bdk.
Mat 23:23-24 - “(23)
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu
bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan
dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan
diabaikan. (24) Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam
minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan.”.
Contoh:
dalam kasus saya vs Pdt. Sutjipto Subeno, begitu banyak orang mengkritik saya
karena tulisan saya kasar dsb, tetapi mereka membiarkan pendeta brengsek itu
memfitnah saya!
c) Yudas melemparkan uang itu ke Bait
Allah.
Mat
27:5a - “Maka iapun melemparkan uang perak itu
ke dalam Bait Suci,”.
Barnes’
Notes (tentang Mat 27:5):
“‘And
he cast down ...’ This was an evidence of his remorse of conscience for his
crime. His ill-gotten gain now did him no good. It would not produce relief to
his agonized mind. He ‘attempted,’ therefore, to obtain relief by throwing
back the price of treason; but he attempted it in vain. The consciousness of
guilt was fastened to his soul; and Judas found, as all will find, that to cast
away or abandon ill-gotten wealth will not alleviate a guilty conscience.”
[= ‘Dan ia melemparkan ...’ Ini adalah suatu bukti penyesalan dari hati
nuraninya untuk kejahatannya. Keuntungan yang didapatkan dengan cara yang buruk
/ salah tidak memberi kebaikan kepadanya. Itu tidak menghasilkan kelegaan bagi
pikirannya yang menderita. Karena itu, ia berusaha untuk mendapatkan kelegaan
dengan melemparkan uang pengkhianatannya; tetapi ia mengusahakannya dengan
sia-sia. Kesadaran akan kesalahannya melekat pada jiwanya; dan Yudas
mendapati, seperti semua kita akan mendapati, bahwa membuang atau meninggalkan
kekayaan yang didapatkan dengan cara yang buruk / salah tidak akan meredakan /
meringankan suatu hati nurani yang bersalah.].
Ini
menunjukkan bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan penyesalan, atau usaha untuk
memulihkan kejahatan, atau dengan mengembalikan hasil dari kejahatan. Dosa
harus ditebus dengan darah Kristus. Dan tanpa iman kepada Kristus, maka semua
tindakan untuk menebus dosa diri sendiri adalah sia-sia!
Calvin
(tentang Mat 27:3): “But
if the Papists were right in what they teach in their schools about repentance,
we could find no defect in that of Judas, to which their definition
of repentance
fully applies; for we perceive in it contrition of heart, and
confession of the mouth, and satisfaction
of deed, as they talk. Hence we
infer, that they take nothing more than the bark; for they leave out what was
the chief point, the conversion of the man to God, when the sinner, broken down
by shame and fear, denies himself so as to render obedience to righteousness.” [= Tetapi seandainya para pengikut
Paus (orang Katolik) benar dalam apa yang mereka ajarkan dalam sekolah-sekolah
mereka tentang pertobatan, kita tidak bisa mendapatkan cacat dalam pertobatan
Yudas, pada hal mana definisi mereka tentang pertobatan berlaku sepenuhnya;
karena kita mengerti di dalamnya kesedihan / penyesalan dari hati, dan pengakuan
dari mulut, dan pembayaran / penebusan dari tindakan,
seperti mereka katakan. Jadi, kami menyimpulkan, bahwa mereka tidak melakukan
apapun lebih dari gonggongan; karena mereka menghilangkan / menghapuskan apa
yang merupakan hal yang utama, pertobatan dari manusia kepada Allah, pada waktu
orang berdosa itu, hancur oleh rasa malu dan takut, menyangkal dirinya sendiri
berkenaan sehingga memberikan ketaatan pada kebenaran.].
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali