(Rungkut
Megah Raya, blok D no 16)
Minggu,
tgl 4 Januari 2014, pk 17.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
c)
Yesus mengaku sebagai orang yang mereka cari (versi Yohanes).
Yoh
18:4-8a - “(4) Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa
diriNya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: ‘Siapakah yang kamu cari?’
(5) Jawab mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ KataNya kepada mereka: ‘Akulah
Dia.’ Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka.
(6) Ketika Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah Dia,’ mundurlah mereka dan
jatuh ke tanah. (7) Maka Ia bertanya pula: ‘Siapakah yang kamu cari?’ Kata
mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ (8a) Jawab Yesus: ‘Telah Kukatakan kepadamu,
Akulah Dia.”.
1.
Yesus tahu semua yang akan menimpa diriNya (ay 4).
Yoh 18:4 -
“Maka
Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diriNya, maju ke depan dan
berkata kepada mereka: ‘Siapakah yang kamu cari?’”.
William
Hendriksen (tentang Yoh 18:4):
“From
the mind of Jesus nothing was hid. For this knowledge of Jesus see on 1:42, 47,
48; 2:24, 25; 5:6; 6:64; 13:1, 3; 21:17.” [= Dari pikiran Yesus tak ada
apapun yang tersembunyi. Untuk pengetahuan dari Yesus ini lihat tentang
1:42,47,48; 2:24,25; 5:6; 6:64; 13:1,3; 21:17.].
Yoh
1:42,47-48 - “(42)
Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau Simon,
anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).’ ... (47) Kata
Filipus kepadanya: ‘Mari dan lihatlah!’ Yesus melihat Natanael datang
kepadaNya, lalu berkata tentang dia: ‘Lihat, inilah seorang Israel sejati,
tidak ada kepalsuan di dalamnya!’ (48) Kata Natanael kepadaNya: ‘Bagaimana
Engkau mengenal aku?’ Jawab Yesus kepadanya: ‘Sebelum Filipus
memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.’”.
Yoh
2:24-25 - “(24)
Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, karena Ia
mengenal mereka semua, (25) dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian
kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.”.
Yoh
5:6 - “Ketika
Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia
telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: ‘Maukah engkau
sembuh?’”.
Yoh
6:64 - “Tetapi
di antaramu ada yang tidak percaya.’ Sebab Yesus tahu dari semula,
siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia.”.
Yoh
13:1,3 - “(1)
Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa
saatNya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia
senantiasa mengasihi murid-muridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka
sampai kepada kesudahannya. ... (3) Yesus tahu, bahwa BapaNya telah
menyerahkan segala sesuatu kepadaNya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali
kepada Allah.”.
Yoh
21:17 - “Kata
Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: ‘Simon, anak Yohanes, apakah engkau
mengasihi Aku?’ Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga
kalinya: ‘Apakah engkau mengasihi Aku?’ Dan ia berkata kepadaNya: ‘Tuhan,
Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.’ Kata
Yesus kepadanya: ‘Gembalakanlah domba-dombaKu.’”.
Pulpit
Commentary: “he
foresaw all the events of the Passion as occurring, not through the mere malice
of men, but by the foreordination of God.”
[= Ia melihat lebih dulu semua peristiwa penderitaanNya sebagai terjadi bukan
semata-mata melalui kejahatan manusia, tetapi oleh penentuan lebih dulu dari
Allah.] - hal 399.
Memang
pengetahuan lebih dulu (foreknowledge) memastikan adanya penentuan lebih dulu
(foreordination).
Mat
26:24 - “Anak
Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada
tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak
Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak
dilahirkan.’”.
Luk
22:22 - “Sebab
Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah
ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia
diserahkan!’”.
Loraine
Boettner: “Yet
unless Arminianism denies the foreknowledge of God, it stands defenseless before
the logical consistency of Calvinism; for foreknowledge implies certainty and
certainty implies foreordination.” [= Kecuali Arminianisme
menyangkal / menolak pengetahuan lebih dulu dari Allah, ia tidak mempunyai
pertahanan di depan kekonsistenan yang logis dari Calvinisme; karena pengetahuan
lebih dulu secara tidak langsung menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara
tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih dulu.]
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.
Loraine
Boettner: “The
Arminian objection against foreordination bears with equal force against the
foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case,
be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent with
the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the events
certain, while foreknowledge presupposes that they are certain.”
[= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu mengandung / menghasilkan
kekuatan yang sama terhadap pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang
Allah ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang
ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan kebebasan
manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih dulu membuat
peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan lebih dulu
mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu.]
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.
Loraine
Boettner: “The Socinians and Unitarians, while not so evangelical as the Arminians, are
at this point more consistent; for after rejecting the foreordination of God,
they also deny that He can foreknow the acts of free agents. They hold that in
the very nature of the case it cannot be known how the person will act until the
time comes and the choice is made. This view of course reduces the prophecies of
Scripture to shrewd guesses at best, and destroys the historic Christian view of
the inspiration of the Scriptures. It is a view which has never been held by any
recognized Christian church. Some of the Socinians and Unitarians have been bold
enough and honest enough to acknowledge that the reason which led them to deny
God’s certain foreknowledge of the future acts of men, was, that if this be
admitted it would be impossible to disprove the Calvinistic doctrine of
Predestination.”
[= Para penganut Socinianisme dan Unitarianisme, sekalipun tidak injili seperti
Orang-orang Arminian, pada titik ini adalah lebih konsisten; karena setelah
menolak penentuan lebih dulu dari Allah, mereka juga menolak bahwa Ia bisa
mengetahui lebih dulu tindakan-tindakan dari agen-agen bebas. Mereka percaya
bahwa dalam sifat dasar / hakekat dari kasus itu hal itu tidak bisa diketahui
bagaimana orang itu akan bertindak sampai saatnya tiba dan pilihan dibuat.
Pandangan ini tentu saja merendahkan nubuat-nubuat dari Kitab Suci paling banter
sampai pada tebakan-tebakan, dan menghancurkan pandangan Kristen yang bersifat
historis tentang pengilhaman dari Kitab Suci. Itu adalah suatu pandangan yang
tidak pernah dipegang / dipercayai oleh gereja Kristen manapun yang diakui.
Sebagian dari para penganut Socinianisme dan Unitarianisme telah menjadi cukup
berani dan jujur untuk mengakui bahwa alasan yang membimbing mereka untuk
menyangkal pengetahuan lebih dulu dari Allah tentang tindakan-tindakan yang akan
datang dari manusia, adalah bahwa jika ini diakui maka akan menjadi mustahil
untuk membuktikan salah doktrin Calvinisme tentang Predestinasi.]
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.
Loraine
Boettner: “Many Arminians have felt the force of this argument, and while they have not
followed the Unitarians in denying God’s foreknowledge, they have made it
plain that they would very willingly deny it if they could, or dared. Some have
spoken disparagingly of the doctrine of foreknowledge and have intimated that,
in their opinion, it was not of much importance whether one believed it or not.
Some have gone so far as to tell us plainly that men had better reject
foreknowledge than admit Predestination. Others have suggested that God may
voluntarily neglect to know some of the acts of men in order to leave them free;
but this of course destroys the omniscience of God. Still others have suggested
that God’s omniscience may imply only that He can know all things, if He chooses, - just as His
omnipotence implies that He can do all things, if He
chooses. But the comparison will not hold, for these certain acts are not merely
possibilities but realities, although yet future; and to ascribe ignorance to
God concerning these is to deny Him the attribute of omniscience. This
explanation would give us the absurdity of an omniscience that is not
omniscient.”
[= Banyak orang Arminian telah merasakan kekuatan dari argumentasi ini, dan
sekalipun mereka tidak mengikuti para Unitarian dalam menyangkal pengetahuan
lebih dulu dari Allah, mereka telah membuatnya jelas bahwa mereka akan dengan
sangat sukarela menyangkalonya jika mereka bisa, atau berani. Sebagian dari
mereka telah berbicara secara meremehkan tentang doktrin pengetahuan lebih dulu
dari Allah dan telah menunjukkan secara implicit bahwa dalam pandangan mereka,
tidaklah begitu penting apakah seseorang mempercayainya atau tidak. Sebagian
telah pergi / lari begitu jauh sehingga memberitahu kita secara jelas bahwa
manusia lebih baik menolak pengetahuan lebih dulu dari pada mengakui / menerima
Predestinasi. Yang lain mengusulkan bahwa Allah bisa secara sukarela mengabaikan
untuk mengetahui sebagian / beberapa tindakan-tindakan dari manusia supaya
membiarkan mereka bebas; tetapi ini tentu saja menghancurkan kemahatahuan Allah.
Orang-orang lain lagi telah mengusulkan bahwa kemahatahuan Allah bisa berarti
hanya bahwa Ia bisa mengetahui segala sesuatu, jika Ia memilihnya, - sama
seperti kemahakuasaanNya berarti bahwa Ia bisa melakukan segala sesuatu, jika Ia
memilihnya. Tetapi perbandingan ini tidak akan bertahan, karena
tindakan-tindakan tertentu ini bukan hanya semata-mata kemungkinan-kemungkinan
tetapi realita-realita, sekalipun yang akan datang; dan menganggap ada
ketidaktahuan pada Allah berkenaan dengan hal-hal ini berarti menyangkalNya dari
sifat maha tahu. Penjelasan ini akan memberi kita kekonyolan dari suatu
kemahatahuan yang tidak maha tahu.]
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42-43.
Loraine
Boettner: “We conclude, then, that the Christian doctrine of the Foreknowledge of God
proves also His Predestination. Since these events are foreknown, they are fixed
and settled things; and nothing can have fixed and settled them except the good
pleasure of God, - the great first cause, - freely and unchangeably
foreordaining whatever comes to pass. The whole difficulty lies in the acts of
free agents being certain; yet certainty is required for foreknowledge as well
as for foreordination. The Arminian arguments, if valid, would disprove both
foreknowledge and foreordination. And since they prove too much we conclude that
they prove nothing at all.”
[= Maka kami menyimpulkan bahwa doktrin Kristen tentang Pengetahuan lebih dulu
dari Allah juga membuktikan PredestinasiNya. Karena peristiwa-peristiwa ini
diketahui lebih dulu, mereka merupakan hal-hal yang tertentu dan pasti; dan tak
ada apapun bisa membuat mereka tertentu dan pasti kecuali perkenan yang baik
dari Allah, - Penyebab pertama yang besar / agung, - secara bebas dan tak bisa
berubah menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi. Seluruh kesukaran
terletak dalam tindakan-tindakan yang pasti dari agen-agen bebas; tetapi
kepastian dibutuhkan bagi pengetahuan lebih dulu maupun bagi penentuan lebih
dulu. Argumentasi-argumentasi Arminian, jika itu sah / benar, akan membuktikan
salah baik pengetahuan lebih dulu maupun penentuan lebih dulu. Dan karena mereka
membuktikan terlalu banyak kami menyimpulkan bahwa mereka tidak membuktikan
apapun sama sekali.] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 46.
2.
Kapan terjadinya ciuman Yudas?
Kalau
Yudas sudah menunjukkan Yesus dengan menggunakan ciuman, mengapa mereka masih
tak tahu yang mana Yesus? Bagaimana urut-urutannya? Yohanes tidak menceritakan
ciuman Yudas. Kalau ciuman Yudas terjadi belakangan, aneh juga, karena Yesus
sudah memperkenalkan diriNya. Untuk apa Yudas masih menunjukkan Dia kepada
mereka? Para penafsir saling bertentangan tentang hal ini.
Adam
Clarke (tentang Yoh 18:5): “‘Jesus of
Nazareth.’ They did not say this until after Judas kissed Christ, which was
the sign which he had agreed with the soldiers, etc., to give them, that they
might know whom they were to seize: see Matt 26:48. Though some harmonists place
the kiss after what is spoken in the ninth verse.” [= ‘Yesus dari
Nazaret’. Mereka tidak mengatakan ini sampai setelah Yudas mencium Kristus,
yang merupakan tanda yang telah ia setujui dengan prajurit-prajurit, dsb., untuk
ia berikan kepada mereka, supaya mereka bisa tahu siapa yang harus mereka
tangkap: lihat Mat 26:48. Sekalipun beberapa pengharmonis menempatkan
ciuman setelah apa yang dikatakan dalam ayat yang kesembilan.].
Yoh
18:9 - “Demikian
hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakanNya: ‘Dari mereka yang
Engkau serahkan kepadaKu, tidak seorangpun yang Kubiarkan binasa.’”.
William
Hendriksen (tentang Yoh 18:4):
“Jesus
came out. Out of what? The answer is not given; hence, certainty is lacking.
Some say ‘out of the garden-gate’; ‘out of the grotto’; or ‘out of the
house.’ To others (and we are inclined to agree with them) the meaning is
‘out from among the trees in this grove’; that is, out of relative darkness
he stepped into the light, into the open, striding forward until he stood right
in front of the band. Just as he did this (or was it at some other juncture; but
if so, when?), Judas performed that act which has caused all later generations
to recoil with horror at the mere mention of his name. Embracing Jesus, he
kissed him repeatedly, while he said, ‘Hail, Rabbi!’ See Matt. 26:49 (the
original). That was the pre-arranged sign. How mean, how devilish! For the
foulest deed that was ever committed Judas selected the most sacred night (that
of the Passover), the most sacred place (the sanctuary of the Master’s
devotions), and the most sacred symbol, a kiss! And also, how utterly
ridiculous! As if Jesus would have failed to identify himself!”
[= Yesus keluar. Keluar dari apa? Jawabannya tak diberikan; jadi, tak ada
kepastian. Beberapa orang mengatakan ‘dari gerbang taman’; ‘dari gua’;
atau ‘dari rumah’. Bagi orang-orang lain (dan kami condong untuk setuju
dengan mereka) artinya adalah, ‘dari antara pohon-pohon dalam kumpulan
pohon-pohon ini’; artinya, dari tempat yang relatif gelap Ia melangkah ke
dalam terang, ke tempat yang terbuka, melangkah maju sampai Ia berdiri tepat di
depan gerombolan itu. Persis pada waktu Ia melakukan hal ini (atau apakah itu
pada saat yang berbeda; tetapi jika demikian, kapan?), Yudas melakukan tindakan
itu, yang telah menyebabkan semua generasi belakangan mengkerut dengan ngeri /
jijik pada semata-mata penyebutan namanya. Sambil memeluk Yesus, ia menciumNya
berulang-ulang, sambil berkata ‘Salam, Rabi!’. Lihat Mat 26:49 (bahasa
aslinya). Itu adalah tanda yang sudah diatur / disiapkan sebelumnya.
Alangkah hinanya, alangkah jahatnya / menyerupai setannya! Untuk tindakan yang
paling menjijikkan yang pernah dilakukan Yudas memilih malam yang paling keramat
/ kudus (malam Paskah), tempat yang paling keramat / kudus, (tempat kudus dari
pembaktian sang Tuan / Guru), dan simbol yang paling keramat / kudus, suatu
ciuman! Dan juga, betapa menggelikan sepenuhnya! Seakan-akan Yesus akan gagal
untuk memperkenalkan diriNya sendiri!].
Lenski
(tentang Yoh 18:4):
“Jesus
was made known to his captors in two ways: by the kissing of Judas and by his
own repeated declaration, ‘I am he.’ Which came first? Opinions are divided.
John helps us a little. He makes no reference to the kiss but he does say in v.
5 that, when Jesus made himself known by his own declaration, Judas was standing
μετʼ
αὑτῶν,
in the company of the captors. The kiss must have come first. When Judas stepped
back after giving it he was in the company of the armed crowd; and this means
that he did not step forward into the company of the eleven who were ranged
behind Jesus. Thus, where he stood was highly significant. It is too difficult
to assume that Jesus so positively identifies himself to his captors and that he
then allowed Judas to confirm this identification by the sign he had
prearranged, the traitorous kiss. Leading the crowd, Judas quickly stepped
forward the moment Jesus came through the entrance of the garden and, when he
had given the promised sign to his followers and had stepped back for them to
close in around Jesus, there took place what John alone describes in v.
4–9.”
[= Yesus dinyatakan kepada para penangkapNya dengan dua cara: dengan ciuman
Yudas dan dengan pernyataanNya sendiri yang berulang-ulang, ‘Akulah Dia’.
Yang mana terjadi dulu? Pandangan-pandangan terpecah / berbeda-beda. Yohanes
sedikit menolong kita. Ia tak menceritakan tentang ciuman tetapi ia mengatakan
dalam ay 5 bahwa pada waktu Yesus menyatakan diriNya dengan pernyataanNya
sendiri, Yudas sedang berdiri MET AUTON (‘with
them’ / ‘dengan mereka’), dalam kumpulan dari para penangkap itu. Ciuman
itu pasti harus terjadi dulu. Pada waktu Yudas melangkah mundur / kembali
setelah memberikannya, ia ada dalam kumpulan dari gerombolan bersenjata; dan ini
berarti bahwa ia melangkah maju ke dalam kumpulan dari 11 murid yang berjajar di
belakang Yesus. Jadi, dimana ia berdiri sangat penting / berarti. Adalah terlalu
sukar untuk menganggap bahwa Yesus dengan begitu jelas memperkenalkan diriNya
sendiri kepada para penangkapNya dan bahwa Ia lalu mengijinkan Yudas meneguhkan
pengidentifikasian ini dengan tanda yang sudah disiapkan sebelumnya, ciuman sang
pengkhianat. Setelah membimbing gerombolan itu, Yudas dengan cepat melangkah ke
depan pada saat Yesus datang melalui jalan masuk dari taman dan, pada waktu ia
telah memberikan tanda yang dijanjikan kepada para pengikutnya dan melangkah
mundur bagi mereka untuk mengelilingi Yesus, disana terjadi dimana hanya Yohanes
saja menggambarkan dalam ay 4-9.].
Jamieson,
Fausset & Brown (tentang Yoh 18:3):
“If the dialogue
between our Lord and His captors was before this, as some interpreters think it
was, the kiss of Judas was purely gratuitous, and probably to make good his
right to the money; our Lord having presented Himself unexpectedly before them,
and rendered it unnecessary for anyone to point him out. But a comparison of the
narratives seems to show that our Lord’s ‘coming forth’ to the band was
subsequent to the interview of Judas.”
[=
Jika dialog antara Tuhan kita dan para penangkapNya terjadi sebelum ini, seperti
yang dipikirkan oleh beberapa penafsir, maka ciuman Yudas sama sekali tak
diperlukan, dan mungkin mengesahkan haknya atas uang itu; Tuhan kita
secara tak terduga telah memperkenalkan diriNya sendiri di hadapan mereka, dan
menyebabkan tidak perlu bagi siapapun untuk menunjukkan Dia. Tetapi suatu
perbandingan dari cerita-cerita itu kelihatannya menunjukkan bahwa Tuhan kita
tampil ke depan kepada gerombolan itu segera sesudah pembicaraan dengan Yudas.].
3.
Yudas ada di pihak mereka (ay 5b).
Yoh 18:5 -
“Jawab
mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ KataNya kepada mereka: ‘Akulah Dia.’ Yudas
yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka.”.
Matthew
Henry (tentang Yoh 18:5b): “Particular
notice is taken, in a parenthesis, that ‘Judas stood with them.’ He that
used to stand with those that followed Christ now stood with those that fought
against him. This describes an apostate; he is one that changes sides. He herds
himself with those with whom his heart always was, and with whom he shall have
his lot in the judgment-day.” [= Diberikan perhatian khusus, dalam tanda kurung,
bahwa ‘Yudas berdiri bersama mereka’. Ia yang biasanya berdiri dengan mereka
yang mengikuti Kristus sekarang berdiri bersama mereka yang berperang terhadap
Dia. Ini menggambarkan suatu kemurtadan; ia adalah orang yang berpindah pihak.
Ia menempatkan dirinya sendiri bersama mereka dengan siapa hatinya selalu ada /
bersama, dan bersama siapa ia akan mendapatkan nasibnya pada hari penghakiman.].
4.
Yesus bertanya siapa yang mereka cari, dan lalu memperkenalkan diriNya
sebagai orang yang mereka cari (ay 4-8).
Yoh
18:4-8a - “(4) Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa
diriNya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: ‘Siapakah yang kamu cari?’
(5) Jawab mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ KataNya kepada mereka: ‘Akulah
Dia.’
Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka. (6) Ketika
Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah Dia,’ mundurlah mereka dan jatuh ke
tanah. (7) Maka Ia bertanya pula: ‘Siapakah yang kamu cari?’ Kata mereka:
‘Yesus dari Nazaret.’ (8a) Jawab Yesus: ‘Telah Kukatakan kepadamu, Akulah
Dia.”.
Catatan:
kata-kata ‘Akulah
Dia’ dalam ay 5,6,8
diterjemahkan ‘I am he’ oleh KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV. Tetapi dalam
bahasa Yunani kata-kata yang digunakan hanyalah EGO EIMI [= I AM / AKU ADALAH].
UBS
NT Handbook Series:
“‘I am he’ (so most translations)
appears as ‘I am Jesus’ in one important Greek manuscript.” [= ‘Akulah Dia’ (begitu kebanyakan terjemahan)
muncul sebagai ‘Aku adalah Yesus’ dalam satu manuscript Yunani yang
penting.].
Wiersbe:
“Christ,
the Last Adam (1 Cor 15:45), met the enemy in a garden and triumphed, while the
first Adam met the enemy in a garden and failed. Adam hid himself, but Christ
openly revealed Himself.” [= Kristus, Adam terakhir (1Kor
15:45), menemui musuh di suatu taman dan menang, sedangkan Adam pertama menemui
musuh di suatu taman dan gagal. Adam menyembunyikan dirinya sendiri, tetapi
Kristus secara terbuka menyatakan diriNya sendiri.].
Matthew
Henry (tentang Yoh 18:4): “When the people would have
forced him to a crown, and offered to make him a king in Galilee, but he
withdrew, and hid himself (ch. 6:15); but, when they came to force him to a
cross, he offered himself; for he came to this world to suffer and went to the
other world to reign. This will not warrant us needlessly to expose ourselves to
trouble, for we know not when our hour is come; but we are called to suffering
when we have no way to avoid it but by sin; and, when it comes to this, let none
of these things move us, for they cannot hurt us.”
[= Pada waktu orang banyak mau memaksa Dia pada suatu makhkota, dan menawarkan
untuk menjadikanNya seorang raja di Galilea, Ia mengundurkan diri, dan
menyembunyikan diriNya sendiri (psl 6:15); tetapi, pada waktu mereka datang
untuk memaksaNya kepada salib, Ia menawarkan diriNya sendiri; dan pergi ke dunia
yang lain untuk bertakhta. Ini tidak memberi otoritas kepada kita untuk membuka
diri kita sendiri pada kesukaran / bahaya secara tak perlu, karena kita tidak
tahu kapan saat kita datang; tetapi kita dipanggil pada penderitaan pada waktu
kita tidak mempunyai cara / jalan untuk menghindarinya kecuali dengan dosa; dan,
pada waktu sampai pada titik ini, hendaklah tak ada dari hal-hal ini yang
menggerakkan kita, karena hal-hal ini tidak bisa melukai / merugikan kita.].
Yoh
6:15 - “Karena
Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk
menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.”.
Leon
Morris (NICNT): “Jesus’ complete knowledge of the situation dictates his action (see on
2:24; 4:18). John omits any reference to the kiss Judas gave Jesus (Matt. 26:49;
Mark 14:45; Luke 22:47), which would have taken place at this juncture. He is
not concerned to tell us everything that happened, but rather to show Jesus’
complete control of the situation. Jesus knows all the things that are coming
upon him, and in the light of this knowledge goes out to meet the soldiers. He
is not ‘arrested’ at all. He has the initiative and he gives himself up.”
[= Pengetahuan yang lengkap dari Yesus tentang situasi ini mendikte tindakanNya
(lihat tentang 2:24; 4:18). Yohanes menghapus ciuman Yudas (Mat 26:49; Mark
14:45; Luk 22:47), yang seharusnya terjadi waktu ini. Ia tidak berminat untuk
menceritakan kepada kita segala sesuatu yang terjadi, tetapi menunjukkan
pengontrolan Yesus sepenuhnya atas situasi itu. Tuhan tahu segala sesuatu yang
mendatangiNya, dan dalam terang pengetahuan ini Ia keluar untuk menemui
tentara-tentara itu. Ia sama sekali tidak ‘ditangkap’. Ia yang melakukan
inisiatif dan Ia menyerahkan diriNya sendiri.].
5.
Pada waktu Yesus memperkenalkan diriNya, mereka jatuh ke tanah (ay 6).
Yoh 18:6 -
“Ketika
Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah Dia,’ mundurlah mereka dan jatuh ke
tanah.”.
Barnes’
Notes (tentang Yoh 18:6): “‘They
went backward ...’ The cause of their retiring in this manner is not
mentioned. Various things might have produced it. The frank, open, and fearless
manner in which Jesus addressed them may have convinced them of his innocence,
and deterred them from prosecuting their wicked attempt. His disclosure of
himself was sudden and unexpected; and while they perhaps anticipated that he
would make an effort to escape, they were amazed at his open and bold
profession. Their consciences reproved them for their crimes, and probably the
firm, decided, and yet mild manner in which Jesus addressed them, the expression
of his unequalled power in knowing how to find the way to the consciences of
men, made them feel that they were in the presence of more than mortal man. There
is no proof that there was here any miraculous power, any mere physical force,
and to suppose that there was, greatly detracts from the moral sublimity of the
scene.” [=
‘Mereka mundur ...’. Penyebab dari mundurnya mereka dengan cara ini tidak
disebutkan. Bermacam-macam hal bisa telah menyebabkannya. Cara yang jujur /
terus terang, terbuka, dan tanpa takut dengan mana Yesus berbicara kepada mereka
bisa telah meyakinkan mereka tentang ketidak-bersalahanNya, dan mencegah mereka
dari pelaksanaan usaha jahat mereka. PenyingkapanNya tentang diriNya sendiri
bersifat tiba-tiba dan tidak diharapkan; dan sementara mereka mungkin
mengantisipasi bahwa Ia akan melakukan suatu usaha untuk lolos, mereka heran
pada pengakuanNya yang terbuka dan berani. Hati nurani mereka mengecam mereka
untuk kejahatan mereka, dan mungkin cara yang tegas, pasti tetapi lembut, dengan
mana Yesus berbicara kepada mereka, pengungkapan dari kuasaNya yang tak ada
taranya dalam mengetahui bagaimana menemukan cara pada hati nurani dari manusia,
membuat mereka merasakan bahwa mereka ada dalam kehadiran dari lebih dari
seorang manusia yang fana. Disana tidak ada bukti bahwa ada kuasa mujijat
apapun, kekuatan fisik semata-mata apapun, dan menganggap bahwa disana ada
hal-hal itu, sangat mengurangi keagungan moral dari situasi itu.].
Catatan:
saya tak mengerti bagaimana Barnes bisa menafsir sebodoh ini!
Lenski
(tentang Yoh 18:6): “All
the ancients regard this as a miraculous effect, and to this day many follow
them. But others seek to explain what happened as a natural and a psychological
effect. They call to mind the miracles of Jesus, the belief of so many Jews in
the divinity of Jesus, his grand entry into Jerusalem, and his second cleansing
of the Temple. They adduce a few similar instances from ancient history. Then
they imagine that only a few men in the front ranks actually fell down. But when
all is said that can be said about the unexpectedness of Jesus’ demand and
answer and about the sudden panic this inspired, it fails to convince, granting
even that only some fell prostrate. Men might pause and hesitate in such a
situation; a few might take a step or two backward, but that would be all. If in
stepping backward any should stumble they would be held up by coming against
those standing behind them. Here, however, several hundred men fell down as
though struck by the word, ‘I am he.’ They were given no time to think -
they went backward, they went down completely. ... Something more happened than
a psychological and a natural effect. Trained soldiers of the Roman type,
standing in formation, do not go down so easily, including even their chief
commander.”
[= Semua orang-orang kuno menganggap ini sebagai suatu akibat yang bersifat
mujijat, dan sampai sekarang banyak orang mengikuti mereka. Tetapi
orang-orang lain berusaha menjelaskan apa yang terjadi sebagai suatu akibat yang
alamiah dan bersifat psikologis. Mereka mengingat lagi mujijat-mujijat Yesus,
kepercayaan dari begitu banyak orang-orang Yahudi pada keilahian Yesus, masuknya
Ia dengan agung ke Yerusalem, dan pembersihan yang kedua dari Bait Allah. Mereka
memberikan sebagai contoh beberapa kejadian yang serupa dalam sejarah kuno. Lalu
mereka mengkhayalkan bahwa hanya sedikit orang di barisan depan yang betul-betul
jatuh. Tetapi pada waktu semua yang bisa dikatakan telah dikatakan tentang
ketidah-terdugaan dari pertanyaan dan jawaban Yesus dan tentang kepanikan yang
mendadak yang ditimbulkan oleh hal ini, itu gagal untuk meyakinkan, sekalipun
dianggap benar bahwa hanya beberapa yang rebah. Orang-orang mungkin berhenti dan
ragu-ragu dalam situasi seperti itu; sedikit orang mungkin akan mundur satu atau
dua langkah, tetapi itulah semuanya yang bisa terjadi. Jika dalam melangkah
mundur siapapun tersandung mereka akan ditahan untuk tetap berdiri oleh mereka
yang berdiri di belakang mereka. Tetapi di sini beberapa ratus orang jatuh /
rebah seakan-akan dipukul oleh kata-kata ‘Akulah Dia’. Mereka tak diberi
waktu untuk berpikir - mereka mundur, mereka jatuh sama sekali. ... Sesuatu
yang lebih dari pada akibat psikologis dan alamiah terjadi.
Prajurit-prajurit terlatih dari jenis Romawi, berdiri dalam formasi, tidak akan
jatuh dengan begitu mudah, bahkan termasuk komandan tertinggi mereka.].
The
Biblical
Illustrator (tentang Yoh 18:1-dst): “Officers
of justice, and brave Roman soldiers, a simple
sentence uttered by the man they came to apprehend, strikes them all to the
ground. Now why this display of power? It is clear that there was
nothing vindictive in it - the men were not injured. Neither was it intended for
our Lord’s rescue - there He stands waiting for them to rise. 1. It
vindicated Christ’s greatness. He had just feared and trembled as a
man; but He was more than man: there was the infinite Godhead within Him, and for
an instant He discovers it; He lets the majesty of it beam forth. It
is a miracle of the same kind as that He wrought on the cross. There He brought
a hardened malefactor to repentance, working on His mind none could see how; here
He touches the minds of a whole multitude together, producing in them, not
repentance indeed, but confusion and terror; thus plainly showing us in both
instances, that He can do with the mind of man whatsoever He will.
And nothing manifests His greatness more forcibly than this. 2. It
provided for the safety of His disciples. The hour of His sufferings
was come, but not of theirs. At present, therefore,
He will not have one of them touched; and when Peter wounded one of
them they did not retaliate. And just as weak before Him are all the enemies of
His people. 3. It manifests the voluntariness of our
Redeemer’s sufferings. And whence did this willingness proceed?
From the love and pity of His heart; His own free, abounding, wonderful love to
a world of sinners.” [= Perwira-perwira keadilan, dan prajurit-prajurit
Romawi yang berani, suatu kalimat yang sederhana yang
diucapkan oleh orang yang mereka datang untuk tangkap, merebahkan mereka semua
ke tanah. Mengapa ada pertunjukan kuasa ini? Adalah jelas bahwa
disana tidak ada pembalasan di dalamnya - orang-orang itu tidak terluka. Juga
itu tidak dimaksudkan untuk menolong Tuhan kita - di sana Ia berdiri menunggu
mereka untuk bangun. 1. Itu meneguhkan kebesaran /
keagungan Kristus. Ia baru saja merasa takut dan gemetar sebagai
seorang manusia; tetapi Ia adalah lebih dari manusia: disana ada keAllahan yang
tak terbatas di dalam Dia, dan untuk seketika Ia
menyatakannya; Ia membiarkan keagungan dariNya bersinar. Itu adalah
mujijat dari jenis yang sama seperti yang Ia lakukan di salib. Di sana Ia
membawa seorang penjahat pada pertobatan, mengerjakan pikiranNya tanpa
seorangpun bisa melihat bagaimana caranya; di sini Ia
menyentuh pikiran dari seluruh orang banyak itu bersama-sama, menghasilkan dalam
mereka, memang bukan pertobatan, tetapi kekacauan dan rasa takut; dengan
demikian menunjukkan dengan jelas kepada kita dalam kedua kejadian, bahwa Ia
bisa berbuat apapun yang Ia inginkan dengan pikiran manusia. Dan tak
ada apapun yang menyatakan kebesaran / keagunganNya secara lebih kuat dari ini.
2. Itu memelihara / mengurus keamanan dari
murid-muridNya. Saat penderitaanNya sudah tiba, tetapi saat untuk
murid-muridNya belum. Karena itu, pada saat ini, Ia
tak mau satupun dari mereka disentuh; dan pada waktu Petrus melukai
satu dari mereka mereka tidak membalas. Dan sama lemahnya di hadapanNya semua
musuh dari umatNya. 3. Itu menyatakan kerelaan dari
penderitaan Penebus kita. Dan dari mana kerelaan ini keluar? Dari
kasih dan belas kasihan dari hatiNya; kasihNya sendiri yang cuma-cuma,
berlimpah-limpah, luar biasa kepada suatu dunia orang-orang berdosa.].
The
Biblical
Illustrator (tentang Yoh 18:1-dst): “He
went willingly, for since a single word made the captors fall to the ground,
another would have sent them into the tomb. There was no power on earth that
could have bound Him had He been unwilling. ... Let us take care, then, that our
service of Christ is a cheerful and a willing one. Let us never come up to the
place of worship merely because of custom, &c. Let us never contribute to
the Master’s cause as though a tax-gatherer were wringing from us what we
could ill afford. Let our duty be our delight. His willing sacrifice ought to
ensure ours.” [=
Ia pergi dengan sukarela, karena kalau satu kata membuat para penangkap jatuh
/ rebah ke tanah, satu kata yang lain akan sudah mengirim mereka ke dalam kubur.
Disana tidak ada kuasa di bumi yang bisa telah mengikatNya seandainya Ia tidak
mau diikat. ... Maka, marilah kita memperhatikan supaya pelayanan kita bagi
Kristus adalah suatu pelayanan yang sukacita dan sukarela. Jangan kita pernah
datang ke tempat ibadah semata-mata karena kebiasaan, dsb. Janganlah kita pernah
memberi pada perkara Tuan seakan-akan seorang pemungut pajak sedang memeras dari
kita apa yang bisa kita hasilkan / berikan. Hendaklah kewajiban kita merupakan
kesenangan kita. PengorbananNya yang sukarela seharusnya memastikan pengorbanan
sukarela kita.].
Calvin
(tentang Yoh 18:4-6): “The
Evangelist states more clearly with what readiness Christ went forward to death,
but, at the same time, describes the great power which he exercised by a single
word, in order to inform us that wicked men had no power over him, except so far
as he gave permission. ... He replies mildly that he is the person whom
they seek, and yet, as if they had
been struck down by a violent tempest, or rather by a thunderbolt, he lays them
prostrate on the ground. There was no want of power in him, therefore, to
restrain their hands, if he had thought proper; but he wished to obey his
Father, by whose decree he knew that he was called to die.” [= Sang penginjil menyatakan dengan
lebih jelas dengan kerelaan yang bagaimana Kristus maju pada kematian, tetapi
pada saat yang sama menggambarkan kuasa yang besar yang Ia gunakan dengan satu
kata, untuk memberi informasi kepada kita bahwa orang-orang jahat tak mempunyai
kuasa atas Dia, kecuali sejauh yang Ia ijinkan. ... Ia menjawab dengan lembut
bahwa Ia adalah orang yang mereka cari, tetapi seakan-akan mereka telah dipukul
jatuh oleh badai yang kuat, atau oleh petir, Ia membuat mereka rebah di tanah.
Karena itu, Ia tidak kekurangan kuasa, untuk menahan tangan mereka, jika Ia
anggap itu benar; tetapi Ia ingin mentaati BapaNya, oleh ketetapan siapa Ia tahu
bahwa Ia dipanggil untuk mati.].
Matthew
Henry (tentang Yoh 18:5): “This
word, ‘I am he,’ had revived his disciples, and raised them up (Matt 14:27);
but the same word strikes his enemies down. Hereby he showed plainly, (1.) What
he could have done with them. When he struck them down, he could have struck
them dead; when he spoke them to the ground, he could have spoken them to hell,
and have sent them, like Korah’s company, the next way thither; but he would
not do so, [1.] Because the hour of his suffering was come, and he would not put
it by; he would only show that his life was not forced from him, but he laid it
down of himself, as he had said.” [= Kata-kata ini, ‘Akulah Dia’, telah
membangunkan mereka (Mat 14:27); tetapi kata-kata yang sama memukul jatuh
musuh-musuhNya. Dengan ini Ia menunjukkan secara jelas, (1.) Apa yang bisa Ia
lakukan dengan mereka. Pada waktu Ia memukul jatuh mereka, Ia bisa telah memukul
mati mereka; pada waktu Ia berbicara kepada mereka sehingga mereka jatuh ke
tanah, Ia bisa telah berbicara dengan mereka sehingga mereka pergi ke neraka,
dan telah mengirim mereka, seperti kelompok Korah, selanjutnya ke tempat itu;
tetapi Ia tidak mau melakukan demikian, [1.] Karena saat penderitaanNya sudah
tiba, dan Ia tidak mau menolaknya; Ia hanya mau menunjukkan bahwa nyawa /
hidupNya tidak diambil secara paksa dari Dia, tetapi Ia meletakkannya dari
diriNya sendiri, seperti telah Ia katakan.].
Mat 14:27
- “Tetapi
segera Yesus berkata kepada mereka: ‘Tenanglah! Aku ini, jangan
takut!’”.
Catatan:
dalam bahasa Yunani kata-kata yang digunakan adalah sama seperti dalam Yoh 18:5,
yaitu EGO EIMI = I am = Aku adalah.
Bdk. Yoh
10:17-18 - “(17)
Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya
kembali. (18) Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku
memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan
berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu.’”.
Leon
Morris (NICNT): “First he asks whom they are seeking. When they say, ‘Jesus of Nazareth,’
he replies, ‘I am,’ which may well mean ‘I am Jesus of Nazareth.’ But
the answer is in the style of deity (see on 8:58; John repeats the words in vv.
6 and 8 and the threefold repetition is significant; cf. also 13:18–19).”
[= Pertama-tama Ia bertanya siapa yang sedang mereka cari. Ketika mereka
berkata: ‘Yesus dari Nazaret’, Ia menjawab: ‘Akulah Dia / Aku adalah’,
yang bisa berarti ‘Aku adalah Yesus dari Nazaret’. Tetapi jawaban ini ada
dalam gaya ilahi (lihat tentang 8:58). Ini pasti merupakan gerakan yang paling
tidak terduga dari Dia. Tentara-tentara datang secara diam-diam untuk menangkap
orang rendahan yang lari. Dalam kegelapan mereka menemukan diri mereka sendiri
dihadapkan pada seseorang yang memerintah, yang bukannya melarikan diri tetapi
datang menemui mereka dan berbicara kepada mereka dalam bahasa ilahi (lihat
tentang 8:58; Yohanes mengulangi kata-kata dalam ay 6 dan 8 dan 3 x pengulangan
adalah penting / perlu diperhatikan; bdk. juga 13:18-19).].
Calvin
(tentang Yoh 18:4-6): “We
may infer from this how dreadful and alarming to the wicked the voice of Christ
will be, when he shall ascend his throne to judge the world. At that time he
stood as a lamb ready to be sacrificed; his majesty, so far as outward
appearance was concerned, was utterly gone; and yet when he utters but a single
word, his armed and courageous enemies fall down. And what was the word? He
thunders no fearful excommunication against them, but only replies, ‘It
is I.’ What then will be the
result, when he shall come, not to be judged by a man, but to be the Judge of
the living and the dead; not in that mean and despicable appearance but shining
in heavenly glory, and accompanied by his angels?” [= Dari
sini kita bisa mengambil kesimpulan betapa mengerikan dan menakutkan bagi orang
jahat suara Kristus nanti, pada waktu Ia naik ke atas tahta untuk menghakimi
dunia. Pada saat itu (pada saat Ia ditangkap)
Ia berdiri sebagai Domba yang siap untuk dikorbankan, dan keagunganNya, sejauh
kita melihatnya secara lahiriah / dari luar, sama sekali hilang. Sekalipun
demikian, pada saat Ia mengucapkan sepatah kata, musuh-musuhNya yang bersenjata
dan berani itu jatuh ke tanah. Dan apa kata yang Ia ucapkan? Ia tidak mengguntur
dengan suatu pengucilan yang menakutkan terhadap mereka, tetapi hanya menjawab:
‘Akulah Dia’. Apa yang akan terjadi, pada saat Ia datang nanti, bukan untuk
dihakimi oleh manusia, tetapi untuk menjadi Hakim bagi orang yang hidup dan
orang yang mati; bukan dalam penampilan yang buruk dan hina, tetapi bersinar
dalam kemuliaan surgawi, dan diiringi malaikat-malaikatNya?].
Lenski
(tentang Yoh 18:7): “Jesus
pauses and allows the men to rise to their feet. Once more, therefore, he
requested of them, Whom are you seeking? And they said, Jesus, the Nazarene.
This time John uses the dignified verb ἐπερωτάω.
His captors had lost their dignity by tumbling over each other, not so Jesus.
With the same authority he repeats his question. Nothing is left for them but
also to repeat their answer. Luther is one of the very few who pause at this
answer: ‘Here we may learn what an abominable thing an obdurate heart is, in
order that we may learn to abide in the fear of God. They feel themselves
falling to the ground but they do not recede in their hearts from the intention
and evil purpose, thinking that their falling backward must be due to some
witchcraft. These are hearts of utter steel and adamant. And the rogue Judas,
the evangelist tells us, also stood with them, is so obdurate and hard and falls
to the ground with the rest; yet he is not moved that he should think: Man, quit
defying him who hurls us all back with one word. Even if heaven and earth were
created anew before the eyes of such people, and the greatest miracles were
wrought that could possibly be wrought, it would avail nothing.’”
[= Yesus berhenti dan mengijinkan orang-orang itu berdiri. Karena itu, sekali
lagi Ia bertanya kepada mereka, ‘Siapa yang kamu cari?’ Dan mereka berkata,
‘Yesus orang Nazaret’. Kali ini Yohanes menggunakan kata kerja yang
menghargai EPEROTAO. Para penangkapNya telah kehilangan martabat mereka dengan
jatuh bertabrakan satu sama lain, tidak demikian dengan Yesus. Dengan otoritas
yang sama Ia mengulangi pertanyaanNya. Tak ada yang bisa mereka lakukan kecuali
juga mengulangi jawaban mereka. Luther adalah salah satu dari sangat sedikit
orang yang berhenti pada jawaban ini: ‘Disini kita bisa belajar dalam takut
akan Allah. Mereka merasa diri mereka sendiri jatuh ke tanah tetapi mereka tidak
mundur / surut dalam hati mereka dari maksud dan tujuan jahat, karena berpikir
bahwa kejatuhan mereka ke belakang pasti disebabkan oleh semacam sihir. Ini
adalah hati dari baja dan batu yang sangat keras secara total. Dan si bajingan
Yudas, sang penginjil memberitahu kita, juga berdiri bersama mereka, adalah
begitu bandel dan keras dan jatuh ke tanah bersama orang-orang lain; tetapi ia
tidak tergerak untuk berpikir: Bung, berhentilah menantang Dia yang melempar
kita semua ke belakang dengan satu kata. Bahkan seandainya langit dan bumi
diciptakan ulang di depan mata dari orang-orang seperti itu, dan dilakukan
mujijat terbesar yang memungkinkan untuk dilakukan, itu tidak akan ada
gunanya’.].
Lenski
(tentang Yoh 18:8): “Luther
writes: ‘Christ can strike down his enemies and defend his disciples with one
word and did this when he was weak and willed to suffer; what may and can he do
now that he is exalted to the right hand of God? And what will he do at the last
day?’”
[= Luther menulis: ‘Kristus bisa memukul roboh musuh-musuhNya dan
mempertahankan murid-muridNya dengan satu kata dan melakukan ini pada waktu Ia
lemah dan mau menderita; apa yang mungkin dan bisa Ia lakukan sekarang pada saat
Ia ditinggikan di sebelah kanan Allah? Dan apa yang akan Ia lakukan pada hari
terakhir?’].
Calvin
(tentang Yoh 18:7): “Hence
it appears what is the powerful effect of that blindness with which God strikes
the minds of wicked men, and how dreadful is their stupidity, when, by a just
judgment of God, they have been bewitched by Satan. Oxen and asses, if they
fall, are touched with some kind of feeling; but those men, after having had an
open display of the divine power of Christ, proceed as fearlessly as if they had
not perceived in him even the shadow of a man; nay, Judas himself remains
unmoved. Let us learn, therefore, to fear the judgment of God, by which the
reprobate, delivered into the hands of Satan, become more stupid than brute
beasts.” [= Maka terlihat bagaimana pengaruh
yang kuat dari kebutaan dengan mana Allah memukul pikiran dari orang-orang
jahat, dan betapa menakutkan ketololan mereka, pada waktu, oleh suatu
penghakiman yang adil / benar dari Allah, mereka telah dipesonakan oleh Iblis.
Sapi-sapi dan keledai-keledai, jika mereka jatuh, tersentuh oleh sejenis
perasaan; tetapi orang-orang ini, setelah mendapatkan suatu pertunjukan terbuka
dari kuasa ilahi Kristus, melanjutkan dengan sama tak takutnya, seakan-akan
mereka tidak menyadari dalam Dia bahkan bayangan dari seorang manusia; bahkan
Yudas sendiri tetap tak tergerak. Karena itu, hendaklah kita belajar untuk takut
pada penghakiman Allah, dengan mana orang-orang reprobate / orang yang
ditentukan untuk binasa, diserahkan ke dalam tangan Iblis, menjadi lebih bodoh
dari binatang yang tak berakal.].
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali