oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
Ay 25-27: “Dan dekat salib
Yesus berdiri ibuNya dan saudara ibuNya, Maria, isteri Klopas dan Maria
Magdalena. Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya,
berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada
muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam
rumahnya.”.
1)
“Dan dekat salib Yesus”.
Mat 27:55 - “Dan ada di
situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan
yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia”.
Mark 15:40 - “Ada juga
beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria Magdalena,
Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome”.
Ini sama sekali bukan kontradiksi. Bisa saja mula-mula mereka
melihat dari jauh, tetapi lalu mendekat, atau sebaliknya.
Thomas Whitelaw: “the women, though afar
off at first, may have gradually approached, ... Or, they may have been at first
near the cross and afterwards withdrawn to a distance when John, with Jesus’s
mother, had departed” (=
perempuan-perempuan itu, sekalipun mula-mula ada di kejauhan, mungkin / bisa
telah mendekat secara perlahan-lahan, ... Atau, mungkin mereka mula-mula dekat
dengan salib dan setelah itu menarik diri pada suatu jarak, pada saat Yohanes
meninggalkan tempat itu dengan ibu Yesus) - hal 407.
2)
‘berdiri ibuNya dan saudara ibuNya,
Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena’.
Bandingkan dengan:
a) ‘saudara
ibuNya’.
· Tentang
kata ‘saudara’.
Calvin: “He
says, that she was the sister of the mother of Jesus, and, in saying so, he
adopts the phraseology of the Hebrew language, which includes cousins, and other
relatives, under the term ‘brothers’”
(= Ia berkata bahwa ia adalah saudara perempuan dari ibu Yesus, dan dengan
berkata demikian, ia mengadopsi suatu istilah dalam bahasa Ibrani, yang mencakup
saudara sepupu, dan anggota-anggota keluarga yang lain, dalam istilah
‘saudara-saudara’) - hal 232.
Penjelasan seperti ini juga sering dipakai oleh Gereja Roma Katolik
untuk menjelaskan tentang ‘saudara-saudara
Yesus’ (Mat 13:55-56).
Tetapi perlu diketahui bahwa dalam bahasa Yunani ada istilah ‘saudara
sepupu’, yaitu
ANEPSIOS, yang digunakan dalam Kol 4:10.
Kol 4:10 - “Salam kepada
kamu dari Aristarkhus, temanku sepenjara dan dari Markus, kemenakan
Barnabas - tentang dia kamu telah menerima pesan; terimalah dia, apabila dia
datang kepadamu”.
Kata ‘kemenakan’
salah terjemahan; seharusnya ‘saudara
sepupu’.
KJV: ‘sister’s son’ (= anak dari saudara perempuan).
Ini sama salahnya dengan Kitab Suci Indonesia.
RSV/NIV/NASB: ‘cousin’ (= saudara sepupu).
Barclay dan beberapa penafsir lain menganggap bahwa kata ‘saudara’ di sini betul-betul berarti ‘saudara’,
dan dengan demikian Yesus adalah saudara sepupu dari Yohanes dan Yakobus.
· Tentang
‘saudara ibuNya’,
Barclay mengatakan (hal 256) bahwa dengan membandingkan text ini dengan Mark 15:40
dan Mat 27:56 kita bisa tahu bahwa ia adalah Salome, ibu dari Yakobus dan
Yohanes. Barclay lalu mengatakan bahwa Yesus pernah menegurnya pada waktu ia
meminta supaya kedua anaknya duduk di kanan dan kiri Yesus (Mat 20:20),
tetapi Salome tetap menunjukkan kasihnya kepada Yesus. Salome adalah contoh
orang yang bisa menerima teguran dengan benar.
b)
Kata-kata ‘Maria, istri Klopas’
secara hurufiah adalah ‘Mary
of Clopas’. Jadi sebetulnya ia belum tentu adalah ‘istri dari Klopas’,
tetapi bisa ‘ibu dari Klopas’, atau ‘saudara perempuan dari Klopas’.
c) ‘Maria
Magdalena’.
· Entah
dari mana asal usulnya, tetapi ada banyak orang yang menganggap bahwa Maria
Magdalena adalah perempuan berdosa yang mengurapi Yesus, yang diceritakan dalam
Luk 7:36-50. William Hendriksen mengatakan bahwa Maria Magdalena bukanlah
perempuan yang diceritakan dalam Luk 7:36-50, karena Luk 7:36-50 tidak
paralel / tidak sama dengan Yoh 12:1-8! Yang mengurapi Yesus dalam Yoh 12:1-8
memang adalah Maria Magdalena, tetapi yang mengurapi Yesus dalam Luk 7:36-50
bukanlah Maria Magdalena.
Pdt. Yesaya Pariadji dari GBI Tiberias bahkan menganggap bahwa
pelacur yang dibawa kepada Yesus dalam Yoh 8:1-11 adalah Maria Magdalena
(Majalah ‘Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 18, kolom 2,3). Ini semua bukan
hanya ngawur, tetapi juga merupakan fitnahan yang sama sekali tidak berdasar
terhadap Maria Magdalena!
· Maria
Magdalena adalah seorang perempuan yang pernah dilepaskan oleh Yesus dari tujuh
setan (Mark 16:9 Luk 8:2).
Calvin: “We
see that it was not in vain that Mary Magdalene was delivered from seven devils,
(Mark 16:9; Luke 8:2;) since she showed herself, to the last, to be so faithful
a disciple to Christ” [= Kita melihat
bahwa tidaklah sia-sia bahwa Maria Magdalena dibebaskan dari tujuh setan (Mark 16:9;
Luk 8:2); karena ia menunjukkan dirinya sendiri, sampai akhir, sebagai
murid yang begitu setia dari Kristus]
- hal 232.
Penerapan:
Saudara mungkin tidak pernah dibebaskan dari 7 setan seperti Maria
Magdalena, tetapi kalau saudara betul-betul adalah orang kristen yang sejati,
maka saudara sudah dibebaskan dari neraka. Bukankah juga seharusnya saudara
mempunyai kesetiaan seperti Maria? Cobalah periksa / introspeksi bagaimana
kesetiaan saudara dalam hal:
* belajar
Firman Tuhan.
* bersaat
teduh.
* berdoa.
* menguduskan
diri / menahan diri dari dosa.
* melayani.
* memberitakan
Injil.
* memberi
persembahan persepuluhan.
* dsb.
d) Pujian bagi 4 perempuan di dekat salib.
Barclay mengatakan (hal 255) bahwa ada penafsir-penafsir yang
mengatakan bahwa pada jaman itu perempuan begitu tidak penting sehingga tidak
seorangpun akan mempedulikan kehadiran para perempuan ini di dekat salib, dan
dengan demikian tidak ada resiko terhadap kehadiran mereka di sana. Barclay
tidak setuju dengan penafsiran tersebut.
William Barclay: “It was always a
dangerous thing to be an associate of a man whom the Roman government believed
to be so dangerous that he deserved a Cross. It is always a dangerous thing to
demonstrate one’s love for someone whom the orthodox regard as a heretic. The
presence of these women at the Cross was not due to the fact that they were so
unimportant that no one would notice them; their presence was due to the fact
that perfect love casts out fear” (=
Selalu merupakan sesuatu yang berbahaya untuk menjadi teman / rekan dari
seseorang yang dipercaya oleh pemerintah Romawi sebagai begitu berbahaya
sehingga Ia layak mendapatkan salib. Selalu merupakan sesuatu yang berbahaya
untuk menunjukkan kasih seseorang untuk seseorang yang dianggap sebagai sesat
oleh orang-orang yang ortodox. Kehadiran dari perempuan-perempuan ini pada salib
bukanlah disebabkan karena fakta bahwa mereka adalah begitu tidak penting
sehingga tidak seorangpun akan memperhatikan mereka; kehadiran mereka disebabkan
oleh fakta bahwa kasih yang sempurna membuang ketakutan)
- ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 255.
Catatan:
kalimat terakhir kelihatannya dikutip dari 1Yoh 4:18, tetapi kelihatannya
digunakan secara ‘out of context’, karena rasa takut yang dibicarakan
dalam 1Yoh 4 itu adalah rasa takut terhadap penghakiman pada akhir jaman.
1Yoh 4:17-18 - “Dalam
hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian
percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di
dalam dunia ini. Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna
melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa
takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”.
Tentang perempuan-perempuan yang tetap mengikut Kristus sampai pada
kayu salib ini Calvin memberikan komentar sebagai berikut:
“How
shameful will it be, if the dread of the cross deters us from following Christ,
when the glory of his resurrection is placed before our eyes, whereas the women
beheld in it nothing but disgrace and cursing!”
(= Alangkah memalukannya jika rasa takut terhadap salib menahan kita dari
mengikuti Kristus, pada waktu kemuliaan dari kebangkitanNya diletakkan di depan
mata kita, sedangkan perempuan-perempuan itu tidak melihat apapun di dalamnya
selain aib dan kutuk!) - hal 232.
Penjelasan:
maksud Calvin adalah: pada saat itu perempuan-perempuan itu belum melihat
kebangkitan Kristus. Yang terlihat hanya aib dan kutuk pada diri Kristus. Tetapi
mereka toh menunjukkan kesetiaan dan keberanian yang luar biasa dalam mengikut
Kristus. Kalau dibandingkan dengan kita pada jaman ini, kita sudah melihat bahwa
setelah Kristus mati, Ia bangkit, naik ke surga dan sebagainya. Kalau kita
ternyata tidak mempunyai keberanian / kesetiaan dalam mengikut Kristus, maka itu
betul-betul memalukan!
Renungkan: dalam hal apa rasa takut menahan diri saudara dalam ikut
Kristus?
Pulpit Commentary: “It was one thing to
stand by him in his hour of joy and triumph, in the day of his power and the
exploits of his loving strength, when the heaven opened and streamed upon him
its glory; ... when at his bidding diseases fled, and demons quitted their dark
haunts; when the storm was hushed, and the waves crouched at his voice; when
food increased under his hands, and even Death gave up his prey when he spoke.
But it is another thing to stand by him on a cross, when hell besieged him with
its torments, heaven seemed closed to his breathing, and Divinity itself seemed
to have deserted him. ... It is one thing to stand by Jesus, one of many; but it
is another to stand by him, one of four. It is one thing to follow him with
faithful disciples and a jubilant crowd; but it is another to stand alone by his
cross” (= Berdiri di dekatNya pada saat
sukacita dan kemenangan, pada saat kuasaNya dan kekuatanNya yang penuh kasih
dimanfaatkan, pada waktu langit terbuka dan mengalirkan kemuliaannya kepadaNya;
... pada waktu atas permintaanNya penyakit hilang, dan setan-setan meninggalkan
tempat-tempat gelap yang sering mereka kunjungi; pada waktu badai ditenangkan,
dan gelombang meringkuk oleh suaraNya; pada waktu makanan bertambah banyak dalam
tanganNya, dan bahkan Kematian menyerahkan mangsanya pada waktu Ia berbicara,
sangat berbeda dengan berdiri di dekatNya pada salib, pada saat neraka
mengepungNya dengan siksaannya, langit kelihatannya tertutup terhadap
kata-kataNya, dan keIlahian sendiri kelihatannya meninggalkan Dia. .... Berdiri
di dekat Yesus, satu dari banyak orang; sangat berbeda dengan berdiri di
dekatNya, satu dari empat. Mengikut Dia bersama-sama dengan murid-murid yang
setia dan orang banyak yang bergembira, sangat berbeda dengan berdiri sendirian
pada salib) - hal 452.
Penerapan:
Mungkin saudara tetap setia, beriman, berani dalam keadaan enak dan
banyak teman. Tetapi bagaimana kalau keadaan menjadi tidak enak, membahayakan
dan saudara sendirian? Apakah saudara tetap mau setia, beriman dan berani dalam
mengikut Kristus?
e)
Kadang-kadang apa yang dilakukan oleh 4 perempuan ini merupakan hal maximal yang
bisa kita lakukan.
Pulpit Commentary: “They were helpless, and
could render no assistance. They could make no progress; still they stood their
ground, and manifested their undying and unconquerable attachment. They clung to
Jesus for his own sake apart from circumstances. Like them, let us do what we
can, and advance as far as possible, and, when we cannot go any further, let us
stand; and, indeed, in the hour of direst temptation the utmost we can do is to
stand our ground” (= Mereka tidak
berdaya, dan tidak bisa memberikan pertolongan. Mereka tidak bisa membuat
kemajuan; tetapi mereka tetap berdiri di tempat mereka / mempertahankan posisi
mereka, dan menyatakan kasih mereka yang tidak bisa mati dan tidak bisa
dikalahkan. Mereka berpegang erat-erat kepada Yesus demi Dia tak peduli
bagaimana keadaannya. Seperti mereka, marilah kita melakukan apa yang bisa kita
lakukan, dan maju sejauh mungkin, dan pada waktu kita tidak bisa maju lebih jauh
lagi, biarlah kita tetap berdiri, dan memang, pada saat pencobaan yang paling
menakutkan, hal terbesar yang bisa kita lakukan adalah berdiri di tempat kita /
mempertahankan posisi kita) - hal 453.
Penerapan:
Kalau saudara sedang terbelit problem-problem yang banyak dan
besar, sehingga rasanya sudah tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan tidak bisa
belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani dsb, maka yang bisa dilakukan hanyalah
berdiam diri, dan berpegang kepada Yesus. Maka lakukan itu, sampai Tuhan
berkenan menolong / memberikan kelegaan kepada saudara!
3)
“Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid
yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah,
anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat
itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya’”.
a)
Penafsiran salah dari Arthur Pink.
Arthur W. Pink: “She stood by the Cross.
And as she stood there the Saviour exclaimed, ‘Woman, behold thy Son!’
(John 19:26). There, summed up in a single word, is expressed the need of every
descendant of Adam - to turn the eye away from the world, off from self, and to
look by faith to the Saviour that died for sinners. ... salvation comes by
Beholding - ‘Behold the Lamb of God which takes away the sin of the world.’
... Reader, have you thus beheld that Divine Sufferer? Have you seen Him dying
on the Cross the just for the unjust, that He might bring us to God? Mary the
mother of Christ needed to ‘behold’ Him, and so do you. Then look, look unto
Christ and be ye saved” [= Ia berdiri di
dekat Salib. Dan pada waktu ia berdiri di sana sang Juruselamat berseru:
‘Perempuan, lihatlah Anakmu!’ (Yoh 19:26). Di sana, diringkas
dalam satu kata, dinyatakan kebutuhan dari setiap keturunan Adam - untuk
memalingkan mata dari dunia, dari diri sendiri, dan memandang dengan iman kepada
sang Juruselamat yang mati untuk orang-orang berdosa. ... keselamatan datang
oleh memandang - ‘Lihatlah anak domba Allah yang mengangkut dosa isi dunia’.
... Pembaca, sudahkah engkau memandang seperti itu kepada Penderita Ilahimu?
Sudahkah engkau melihat Dia mati pada kayu salib, orang benar untuk orang yang
tidak benar, supaya Ia bisa membawa kita kepada Allah? Maria, ibu Kristus, butuh
untuk ‘memandang’ Dia, dan demikian juga dengan kamu. Maka lihatlah,
lihatlah kepada Kristus dan biarlah engkau diselamatkan] - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the Cross’,
hal 60.
Ini salah, karena yang dimaksud oleh Yesus dengan ‘son’
/ ‘anak’ bukanlah diriNya sendiri, tetapi Yohanes. Jadi kata ‘Son’
/ ‘Anak’ tidak seharusnya dimulai dengan huruf besar.
b)
Penafsiran salah / sesat dari Gereja Roma Katolik.
Loraine Boettner mengatakan (‘Roman Catholicism’, hal
155) bahwa kata-kata Yesus kepada Yohanes ‘Inilah ibumu’, oleh Gereja Roma
Katolik diartikan menunjuk kepada semua manusia, pada saat itu maupun yang akan
datang, dan dengan demikian Yesus menyerahkan semua manusia kepada Maria sebagai
anak-anaknya!
Kesalahan penafsiran ini terlihat jelas dari ay 26-27: “Ketika
Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia
kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada
muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima
dia di dalam rumahnya”. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
· ayat
ini secara jelas mengatakan bahwa kata-kata itu ditujukan oleh Yesus kepada
Yohanes.
· kata
‘mu’
dalam ay 27 dalam bahasa Yunaninya menggunakan bentuk tunggal, dan demikian juga
dengan kata ‘anak’
dalam ay 26, sehingga tidak mungkin menunjuk kepada ‘semua
manusia’, tetapi pasti menunjuk kepada ‘Yohanes’.
· kalau
kata-kata itu memang ditujukan kepada semua manusia, lalu mengapa Yohanes
tahu-tahu membawa Maria ke rumahnya?
Hal lain yang perlu dicamkan, kita tidak pernah dikatakan oleh
Kitab Suci sebagai ‘anak-anak dari
Maria’. Semua orang
yang percaya kepada Yesus adalah ‘anak Allah’ (Yoh 1:12).
c)
Dengan kata-kataNya kepada Maria dan Yohanes, Yesus menyerahkan Maria ke dalam
pemeliharaan / penjagaan Yohanes.
Adam Clarke, dan banyak penafsir lain, mengatakan (hal 652) bahwa
mungkin sekali pada saat itu Yusuf sudah mati, sehingga Maria perlu diserahkan
dibawah penjagaan Yohanes.
Tetapi, kalau Yesus memang mempunyai saudara-saudara (Mat 13:55-56),
yang kita anggap sebagai anak-anak dari Yusuf dan Maria, mengapa Maria tidak
diserahkan kepada pemeliharaan dari anak-anak Maria yang lain? Mungkin karena
mereka tidak / belum beriman.
William Hendriksen: “The question might be
raised, ‘But why was not Mary committed to the care of one of her other
children?’ The answer is: probably because they as yet had not received him by
a living faith (see on 7:5). And besides, who could be expected to take better
care of Mary than the disciple whom Jesus loved?”
[= Ada pertanyaan yang bisa diajukan: ‘Mengapa Maria tidak diserahkan pada
pemeliharaan dari salah satu anak-anaknya yang lain?’. Jawabannya adalah:
mungkin karena pada saat itu mereka belum menerima Dia dengan iman yang hidup
(lihat tentang 7:5). Dan disamping itu, siapa yang bisa diharapkan untuk
memberikan pemeliharaan kepada Maria selain dari pada murid yang dikasihi
Yesus?] - hal 434.
William Barclay: “He could not commit her
to the care of his brothers, for they did not believe in him yet (John 7:5).
And, after all, John had a double qualification for the service Jesus entrusted
to him - he was Jesus’s cousin, being Salome’s son, and he was the disciple
whom Jesus loved” [= Ia tidak bisa
menyerahkan dia pada pemeliharaan dari saudara-saudaraNya, karena mereka belum
percaya kepadaNya (Yoh 7:5). Dan bagaimanapun juga, Yohanes mempunyai
persyaratan ganda untuk pelayanan yang dipercayakan oleh Yesus kepadanya - ia
adalah saudara sepupu dari Yesus, karena ia adalah anak Salome, dan ia adalah
murid yang dikasihi Yesus]
- ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 257.
d)
Tidak diketahui apakah Yohanes langsung membawa Maria pergi, sehingga tidak
melihat kematian Kristus, atau mereka tetap di sana sampai Kristus mati.
Leon Morris (NICNT): “This may mean that the
beloved disciple took Mary away immediately so that she did not witness the
death of her Son. This is supported by the fact that she is not mentioned in the
group of women who were there when Jesus died (Matt. 27:56; Mark 15:40). Against
it is the difficulty of seeing how the beloved disciple could have taken her
home and returned in time for the events of vv. 31-37 (most agree that he
witnessed them whether or no he is directly mentioned in v. 35). ‘From that
hour’ need not mean ‘from that moment’. When we consider the way in which
‘the hour’ is used in this Gospel it is clear that it need mean no more than
‘from the time of the crucifixion’. It is also urged that if Jesus’ mother
came to the place of execution it is most unlikely that she would have left
before the end, all the more so in that the other women remained”
[= Ini bisa berarti bahwa murid yang dikasihi itu membawa Maria pergi dengan
segera sehingga ia tidak menyaksikan kematian Anaknya. Ini didukung oleh fakta
bahwa ia tidak disebutkan dalam kelompok perempuan-perempuan yang ada di sana
pada saat Yesus mati (Mat 27:56; Mark 15:40). Terhadap hal ini ada problem untuk
melihat bagaimana murid yang dikasihi bisa membawanya pulang dan kembali pada
saatnya untuk peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam ay 31-37 (kebanyakan
setuju bahwa ia menyaksikan peristiwa-peristiwa itu, apakah ia disebutkan secara
langsung atau tidak dalam ay 35). ‘Sejak jam itu’ tidak perlu diartikan
‘sejak saat itu’. Kalau kita melihat cara dalam mana ‘jam’ digunakan
dalam Injil ini, adalah jelas bahwa itu tidak perlu diartikan lebih dari
‘sejak saat penyaliban’. Juga diargumentasikan bahwa jika ibu Yesus datang
ke tempat pelaksanaan hukuman mati, sangat besar kemungkinannya bahwa ia tidak
meninggalkan sebelum semua selesai / berakhir, lebih-lebih mengingat
perempuan-perempuan yang lain tetap tinggal]
- hal 812, footnote.
e)
Ada yang mengatakan bahwa Maria harus diserahkan ke dalam pemeliharaan Yohanes
karena Maria miskin dan tidak mempunyai rumah.
Barnes’ Notes:
“Mary was poor. It would even seem that
now she had no home” (= Maria miskin.
Kelihatannya sekarang ia tidak mempunyai rumah)
- hal 354.
f)
Calvin mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes mempunyai rumah
dan keluarga, karena kalau tidak demikian, ia tidak mungkin bisa membawa Maria
ke rumahnya.
Calvin: “Those
men, therefore, are fools, who think that the Apostles relinquished their
property, and came to Christ naked and empty; but they are worse than fools, who
make perfection to consist in beggary” (=
Karena itu, orang-orang itu adalah orang-orang tolol, yang berpikir bahwa
rasul-rasul melepaskan milik mereka; dan datang kepada Kristus dengan telanjang
dan kosong; tetapi mereka lebih dari tolol, yang menganggap bahwa kesempurnaan
terdiri dari pengemisan / kemiskinan)
- hal 233.
g)
Di sini Yesus melakukan tanggung jawabNya sebagai anak terhadap orang tua (ibu).
Calvin: “while
Christ obeyed God the Father, he did not fail to perform the duty which he owed,
as a son, towards his mother” (=
sementara Kristus mentaati Allah Bapa, Ia tidak gagal untuk melaksanakan
kewajiban yang ia punyai sebagai anak kepada ibuNya)
- hal 230-231.
William Barclay: “Jesus in the agony of
the Cross, when the salvation of the world hung in the balance, thought of the
loneliness of his mother in the days ahead. He never forgot the duties that lay
to his hand. He was Mary’s eldest son, and even in the moment of his cosmic
battle, he did not forget the simple things that lay near home”
[= Yesus dalam penderitaan pada kayu salib, pada waktu keselamatan dari dunia
tergantung dalam keseimbangan (?), memikirkan kesendirian dari ibuNya pada
hari-hari yang akan datang. Ia tidak pernah melupakan kewajiban yang terletak
dalam tanganNya. Ia adalah anak tertua dari Maria, dan bahkan pada saat dari
pertempuran kosmikNya, Ia tidak melupakan hal-hal sederhana yang terletak di
dekat rumah] - ‘The
Gospel of John’, vol 2, hal 257.
Bandingkan dengan kecaman Yesus terhadap orang-orang Farisi dan
ahli-ahli Taurat dalam Mat 15:5-6 - “Tetapi
kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang
ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk
persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau
ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat
istiadatmu sendiri”.
William Hendriksen: “That a lesson in the
responsibility of children (think of Jesus) toward their parents (think of Mary)
is implied here is true. But certainly that is not the main lesson. The
suffering of Jesus in seeing Mary suffer, and especially his wonderful love - a
Savior’s concern for one of his own, far more than a son’s concern for his
mother - these are the things on which the emphasis should be placed”
[= Merupakan sesuatu yang benar bahwa di sini secara implicit ada suatu
pelajaran tentang tanggung jawab dari anak-anak (pikirkan Yesus) kepada orang
tua mereka (pikirkan Maria). Tetapi jelas bahwa itu bukanlah pelajaran utama.
Penderitaan Yesus pada waktu melihat Maria menderita, dan khususnya kasihNya
yang luar biasa - kepedulian sang Juruselamat untuk salah satu milikNya, jauh
melebihi perhatian seorang Anak untuk ibuNya - ini adalah hal-hal dimana
penekanan harus diletakkan]
- hal 434.
Catatan:
saya di sini hanya memberikan pandangan Hendriksen, tetapi saya tidak tahu
apakah ini bisa dibenarkan atau tidak.
Sekalipun kita memang mempunyai tanggung jawab terhadap orang tua
tetapi kita harus tetap mengutamakan Tuhan di atas orang tua. Calvin mengatakan
(hal 231) bahwa pada waktu Allah menghendaki kita untuk melakukan sesuatu, maka
seringkali keluarga kita menarik kita ke arah yang berlawanan sehingga kita
tidak mungkin memuaskan mereka semua.
Calvin: “We
must, therefore, give the preference to the command, the worship, and the
service of God; after which, as far as we are able, we must give to men what is
their due” (= Karena itu, kita harus
mengutamakan perintah dari Allah, ibadah dan pelayanan kepada Allah; dan setelah
itu, sejauh kita mampu, kita harus memberikan kepada manusia apa yang menjadi
haknya) - hal 231.
Mat 10:37 - “Barangsiapa
mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan
barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia
tidak layak bagiKu”.
h)
Semua kata ‘ibu’ dalam Yoh 19:25-27 ini menggunakan kata METER yang
memang berarti ‘ibu / mama’, kecuali kata ‘ibu’ dalam kalimat yang
diucapkan Yesus kepada Maria. Di situ digunakan kata Yunani GUNAI, yang
sebetulnya berarti ‘perempuan’. Bandingkan dengan terjemahan KJV di bawah
ini.
KJV: ‘Now there stood by the cross of Jesus his mother, and
his mother’s sister, Mary the wife of Cleophas, and Mary Magdalene. When Jesus
therefore saw his mother, and the disciple standing by, whom he loved, he saith
unto his mother, Woman, behold thy son! Then saith he to the
disciple, Behold thy mother! And from that hour that disciple took her unto his
own home’ (= Di dekat salib Yesus berdiri ibuNya, dan saudara perempuan
ibuNya, Maria istri Kleopas / Klopas, dan Maria Magdalena. Pada waktu Yesus
melihat ibuNya, dan murid yang dikasihiNya berdiri di dekatnya, Ia berkata
kepada ibuNya: Perempuan, lihatlah anakmu! Lalu Ia berkata kepada murid
itu: Lihatlah ibumu! Dan sejak jam / saat itu murid itu membawanya ke rumahnya
sendiri).
Kitab Suci tidak pernah mencatat Yesus menyebut Maria dengan
sebutan ‘ibu / mama’. Juga dalam perjamuan di Kana, Yesus sudah menyebut
Maria dengan sebutan ‘perempuan’
(Yoh 2:4 - kata ‘ibu’
seharusnya adalah ‘perempuan’).
Mengapa Yesus tidak menyebut nama Maria ataupun memanggil ‘ibu’,
tetapi ‘woman’
(= perempuan)? Calvin berkata bahwa ada yang beranggapan bahwa pada saat ini
Yesus melakukan itu supaya tidak melukai hati Maria lebih dalam lagi. Calvin
mengatakan bahwa ia tidak menolak hal itu, tetapi ia beranggapan bahwa ada
dugaan lain yang juga memungkinkan.
Calvin: “Christ
intended to show that, after having completed the course of human life, he lays
down the condition in which he had lived, and enters into the heavenly kingdom,
where he will exercise dominion over angels and men; for we know that Christ was
always accustomed to guard believers against looking at the flesh, and it was
especially necessary that this should be done at his death”
(= Kristus bermaksud untuk menunjukkan bahwa setelah menyelesaikan perjalanan
hidupNya sebagai manusia, Ia meletakkan keadaan dalam mana Ia telah hidup, dan
masuk ke dalam kerajaan surga, dimana Ia akan berkuasa atas malaikat-malaikat
dan manusia; karena kita tahu bahwa Kristus selalu terbiasa untuk menjaga
orang-orang percaya terhadap pandangan kepada daging, dan merupakan sesuatu yang
perlu secara khusus bahwa hal ini dilakukan pada kematianNya)
- hal 233.
Jadi, maksudnya supaya manusia tidak memandang Kristus secara
daging, yaitu sekedar sebagai ‘anak dari Maria’.
William Hendriksen: “the use of the word
‘woman’ ... Mary must no longer think of him as being merely her son; ...
Mary must begin to look upon Jesus as her Lord”
(= penggunaan kata ‘perempuan’ ... Maria tidak boleh berpikir tentang Dia
sebagai semata-mata Anaknya; ... Maria harus mulai memandang kepada Yesus
sebagai Tuhannya) - hal
433.
i)
Saat melihat Anaknya menderita dan mati di salib, jelas merupakan saat
penderitaan yang hebat bagi Maria.
1.
Ini merupakan penggenapan nubuat.
Pulpit Commentary (hal 438) dan beberapa penafsir lain secara benar
mengatakan bahwa pada saat ini Maria mengalami penggenapan nubuat Simeon dalam
Luk 2:35 - “suatu pedang akan
menembus jiwamu sendiri”.
2.
Sekalipun Maria memang menderita pada saat itu, tetapi itu tidak boleh diartikan
bahwa dengan penderitaannya itu ia ikut menebus dosa manusia.
Jelas bahwa Maria memang sangat menderita pada saat itu. Ibu mana
yang tidak menderita melihat anaknya diperlakukan seperti itu? Tetapi dari sini
lalu muncul suatu ajaran sesat. Gereja Roma Katolik mengatakan bahwa penderitaan
Maria di sini (waktu melihat Yesus disalibkan) berfungsi juga untuk menebus dosa
kita.
Asal usul ajaran ini:
· Justin
Martyr (mati pada tahun 165 M) membandingkan Maria dengan Hawa, dan
Ireneaus (mati pada tahun 202 M) berkata bahwa ketidak-taatan perawan Hawa
ditebus oleh ketaatan perawan Maria (Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 136).
· Ajaran
Justin Martyr dan Ireneaus ini dikembangkan lagi, sehingga Gereja Roma
Katolik lalu berkata bahwa sebagaimana dosa pertama masuk ke dalam dunia melalui
seorang perempuan (yaitu Hawa), demikian juga keselamatan itu datang melalui
seorang perempuan (yaitu Maria).
· Paus
Benedict XV (1914-1922) & Paus Pius XI (1923) mengatakan bahwa pada waktu
Tuhan Yesus menderita dan mati, Maria juga menderita, dan karena itu,
bersama-sama dengan Tuhan Yesus, Maria adalah penebus dosa [Kalau Yesus
adalah Redeemer (= Penebus), maka Maria adalah Co-redeemer (=
Rekan penebus)] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 151.
Gereja Roma Katolik memang menganggap Maria sebagai
‘pengantara’ dan ‘mempunyai peranan dalam menyelamatkan kita’, dan ini
terlihat dari ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun
1992.
¨ No 968: “Her role in
relation to the Church and to all humanity goes still further. ‘In a wholly
singular way she cooperated by her obedience, faith, hope, and burning charity
in the Savior’s work of restoring supernatural life to souls. For this reason
she is a mother to us in the order of grace.’”
(= Peranannya berhubungan dengan Gereja dan dengan seluruh kemanusiaan masih
lebih jauh lagi. ‘Dengan cara yang sepenuhnya istimewa, ia bekerja sama
oleh ketaatannya, imannya, pengharapannya, dan kasihnya yang berkobar-kobar dalam
pekerjaan sang Juruselamat untuk memulihkan kehidupan dari jiwa-jiwa. Untuk
alasan ini ia adalah seorang ibu bagi kita dalam urutan kasih karunia).
¨ No 969: “This
motherhood of Mary in the order of grace continues uninterruptedly from the
consent which she loyally gave at the Annunciation and which she sustained
without wavering beneath the cross, until the eternal fulfilment of all the
elect. Taken up to heaven she did not lay aside this saving office but by her
manifold intercession continues to bring us the gifts of eternal salvation ....
Therefore the Blessed Virgin is invoked in the Church under the titles of
Advocate, Helper, Benefactress, and Mediatrix”
[= Keibuan dari Maria dalam urutan kasih karunia berlanjut secara tak terganggu
dari persetujuan yang dengan setia ia berikan pada saat pengumuman / pemberitaan (oleh
Gabriel) dan yang ia teruskan tanpa
ragu-ragu di bawah kayu salib, sampai penggenapan kekal dari semua orang-orang
pilihan. Pada waktu diangkat ke surga, ia tidak mengesampingkan tugas
penyelamatan ini tetapi oleh syafaatnya yang bermacam-macam ia melanjutkan untuk
membawa kepada kita karunia-karunia keselamatan yang kekal. ... Karena itu,
Perawan yang terpuji / diberkati disebut di dalam Gereja dengan gelar-gelar
Advokat, Penolong, Dermawan, dan Pengantara].
¨ No 970: “Mary’s
function as mother of men in no way obscures or diminishes this unique mediation
of Christ, but rather shows its power. But the Blessed Virgin’s salutary
influence on men . . . flows forth from the superabundance of the merits of
Christ, rests on his mediation, depends entirely on it, and draws all its power
from it. ‘No creature could ever be counted along with the Incarnate Word and
Redeemer; but just as the priesthood of Christ is shared in various ways both by
his ministers and the faithful, and as the one goodness of God is radiated in
different ways among his creatures, so also the unique mediation of the Redeemer
does not exclude but rather gives rise to a manifold cooperation which is but a
sharing in this one source.’” (= Fungsi
dari Maria sebagai ibu dari manusia sama sekali tidak mengaburkan atau
mengurangi pengantaraan yang unik dari Kristus, tetapi sebaliknya menunjukkan
kuasanya. Tetapi pengaruh yang bermanfaat dari Perawan yang terpuji / diberkati
pada manusia ... mengalir dari kelimpahan dari jasa Kristus, bersandar pada
pengantaraanNya, bergantung sepenuhnya padanya, dan mendapatkan semua kuasanya
darinya. ‘Tidak ada makhluk ciptaan pernah bisa diperhitungkan bersama dengan
Firman yang berinkarnasi dan Penebus; tetapi sama seperti keimaman Kristus juga
dimiliki dalam bermacam-macam cara di antara makhluk-makhluk ciptaanNya,
demikian pula pengantaraan yang unik dari sang Penebus tidak membuang tetapi
sebaliknya menyebabkan suatu kerja sama yang bermacam-macam yang hanya merupakan
suatu sharing dalam sumber yang satu ini’).
Karena itu Loraine Boettner berkata:
* “in
the Roman Church Mary has come to be looked upon the instrumental cause of
salvation” [= dalam Gereja Roma
(Katolik) Maria
telah dipandang sebagai alat yang menyebabkan keselamatan]
- ‘Roman Catholicism’, hal 150.
* “Roman
Catholics are taught that all grace necessarily flows through Mary”
(= Orang-orang Roma Katolik diajar bahwa semua kasih karunia harus mengalir
melalui Maria) - ‘Roman
Catholicism’, hal 151.
Tanggapan
terhadap ajaran Roma Katolik ini:
a.
Kitab Suci memang membandingkan Adam dan Kristus (Adam merupakan TYPE dari
Kristus).
· Ro 5:15-19
- “Tetapi karunia Allah tidaklah sama
dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua
orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah
dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus
Kristus. Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab
penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi
penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran.
Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang
itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia
dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu,
yaitu Yesus Kristus. Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran
semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran
semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh
ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian
pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
· 1Kor 15:21-22
- “Sebab sama seperti maut datang karena
satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu
orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam,
demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.
Jadi, dosa masuk ke dalam dunia melalui Adam (karena Adam adalah
wakil seluruh umat manusia), dan keselamatan datang melalui Kristus.
Tetapi Kitab Suci tidak pernah membandingkan Hawa dan Maria! Jadi
ajaran Roma Katolik ini sama sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci.
b.
Kitab Suci berkata bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus (Mat 1:21
Kis 4:12). Dialah satu-satunya Juruselamat / Penebus dosa!
c.
Sekalipun Maria memang pasti menderita waktu melihat Anaknya menderita di
atas kayu salib, tetapi Kitab Suci tidak pernah berkata bahwa dengan
penderitaannya itu, Maria juga menjadi penebus dosa.
Bahwa Maria, yang adalah manusia biasa dan berdosa, bisa menjadi
Penebus dosa, merupakan ajaran yang bertentangan dengan Maz 49:8-9. Karena
terjemahan Kitab Suci Indonesia dalam hal ini adalah salah, maka saya memberikan
terjemahan dari NIV.
Maz 49:8-9 (NIV - Ps 49:6-7): “No
man can redeem the life of another, or give to God a ransom for him; the ransom
for a life is costly, no payment is ever enough”
(= Tidak seorang manusiapun bisa menebus nyawa orang lain, atau memberikan
kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tidak
ada pembayaran yang bisa mencukupi).
j) Tradisi tentang kematian Maria.
1.
Dalam kalangan Protestan.
Pulpit Commentary: “Nothing is known of the
after-life of Mary. Tradition says she died eleven years after the Lord
at Jerusalem, in the fifty-ninth year of her age”
(= Tidak ada yang diketahui tentang kehidupan Maria selanjutnya. Tradisi
mengatakan bahwa ia mati 11 tahun setelah kematian Tuhan di Yerusalem, pada usia
yang ke 59) - hal 438.
Barnes’ Notes:
“Tradition says that she continued to
live with him in Judea till the time of her death, which occurred about fifteen
years after the death of Christ” [=
Tradisi mengatakan bahwa ia (Maria) terus hidup
dengan dia (Yohanes) di
Yudea sampai saat kematiannya, yang terjadi sekitar 15 tahun setelah kematian
Kristus] - hal 354.
Thomas Whitelaw: “One tradition says she
lived with John eleven years in Jerusalem, and died there; another that she
accompanied him to Ephesus, and was buried there”
[= Satu tradisi mengatakan bahwa ia hidup dengan Yohanes 11 tahun di Yerusalem,
dan mati di sana; tradisi yang lain mengatakan bahwa ia (Maria)
menemaninya (Yohanes) ke
Efesus, dan dikuburkan di sana]
- hal 408.
2.
Dalam kalangan Roma Katolik.
Dalam kalangan Roma Katolik dikatakan bahwa setelah mati, Maria
lalu bangkit dan naik ke surga dengan tubuh jasmaninya, seperti Kristus.
Doktrin tentang The Assumption of Mary (= Kenaikan Maria ke
surga secara jasmani) dikeluarkan pada tanggal 1 Nopember 1950, oleh Paus Pius
XII, dengan embel-embel ‘EX CATHEDRA’ (= dari kursinya), yang menunjukkan
bahwa kata-katanya infallible / tidak bisa salah (Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 162).
Kepercayaan mereka tentang hal ini:
a.
Tubuh Maria dibangkitkan sesaat setelah kematiannya, jiwa dan tubuhnya
dipersatukan kembali dan ia diangkat ke surga, dan menjadi Ratu Surga. Doktrin
tentang kebangkitan Maria ini merupakan kesimpulan logis: karena menurut mereka
Maria tidak berdosa, maka ia tidak dapat tetap ada dalam kebinasaan.
Tradisi mereka dalam hal ini berkata:
“On the
third day after Mary’s death, when the apostles gathered together around her
tomb, they found it empty. The sacred body had been carried up to the celestial
paradise. Jesus himself came to conduct her hither; the whole court of heaven
came to welcome with songs of triumph the mother of the divine Lord. What a
chorus of exaltation. Hark how they cry. Lift up your gates, o ye princes, and
be ye lifted up, o eternal gates, and the Queen of glory shall enter in”
(= Pada hari yang ketiga setelah kematian Maria, ketika rasul-rasul berkumpul di
sekitar kuburannya, mereka mendapati kubur itu kosong. Tubuh yang suci itu telah
diangkat ke surga. Yesus sendiri datang untuk memimpin Maria kesana; seluruh
surga datang untuk menyambut dengan nyanyian kemenangan ibu dari Tuhan yang
ilahi. Alangkah indahnya pujian pemuliaan itu. Dengarlah bagaimana mereka
berseru. Angkatlah pintu-pintu gerbangmu, ya kamu pangeran-pangeran, dan
terangkatlah, ya pintu-pintu gerbang yang kekal, dan Ratu Kemuliaan akan masuk)
- Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 162.
Catatan:
Bandingkan kemiripan bagian terakhir dari kutipan ini dengan Maz 24:7-10
yang berbunyi sebagai berikut: “Angkatlah
kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang
berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan! ‘Siapakah itu Raja Kemuliaan?’
‘TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN, perkasa dalam peperangan!’ Angkatlah
kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang
berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan! ‘Siapakah Dia itu Raja
Kemuliaan?’ ‘TUHAN semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!’ Sela”.
Hanya, ‘Raja Kemuliaan’,
yang menunjuk kepada Tuhan, mereka ganti dengan ‘Ratu
Kemuliaan’, yang
menunjuk kepada Maria!
Seorang yang bernama Gregory of Tours (Perancis) menulis buku yang
berjudul ‘In Gloriam Martyrum’. Dalam buku itu ada cerita sebagai
berikut:
“As
Mary lay dying with the apostles gathered around her bed, Jesus appeared with
His angels, committed her soul to the care of Gabriel, and her body was taken
away in a cloud” (= Ketika Maria
terbaring dalam keadaan sekarat / hampir mati dengan rasul-rasul berkumpul di
sekeliling tempat tidurnya, Yesus menampakkan diri dengan malaikat-malaikatNya,
menyerahkan jiwanya pada pemeliharaan / penjagaan Gabriel, dan tubuhnya
diangkat ke awan-awan) -
Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 163.
Catatan:
· Perhatikan bahwa cerita ini tidak sama dengan tradisi di
atas. Lalu yang mana yang benar?
· Seorang kristen yang bernama Edwards J. Tanis berkata:
“There
is no more evidence for the truth of this legend than for the ghost stories told
by our grandfathers” (= tak ada lebih
banyak bukti untuk kebenaran dari dongeng ini dari pada untuk dongeng-dongeng
tentang hantu yang diceritakan oleh kakek-kakek kita)
- Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 163.
Loraine Boettner sendiri berkata:
“In the
Roman Church so much of myth and legend has been added to Mary’s person that
the real Mary has been largely forgotten”
[= Dalam Gereja Roma begitu banyak mitos dan dongeng yang telah ditambahkan
kepada pribadi Maria sehingga sebagian besar dari Maria yang sesungguhnya / yang
asli telah dilupakan] - ‘Roman
Catholicism’, hal 165.
b.
Di surga Maria menduduki tempat yang lebih tinggi dari para orang suci atau
penghulu malaikat. Ia dinobatkan sebagai Ratu Surga oleh Allah Bapa
sendiri dan ia diberi takhta di sebelah kanan Anaknya.
Tanggapan terhadap ajaran Roma Katolik ini:
a.
Memang kalau Maria tidak berdosa ia tidak mungkin tetap ada dalam kebinasaan.
Tetapi perlu dipertanyakan: mengapa ia harus / perlu mati? Mengapa tidak
langsung naik ke surga tanpa mengalami kematian seperti Elia dan Henokh?
b.
Doktrin ini baru muncul tanggal 1 Nopember 1950. Mengapa dibutuhkan waktu 19
abad untuk menemukan doktrin ini? Jelas karena tidak pernah ada dalam Kitab
Suci!
c.
Perlu dipertanyakan pertanyaan ini: dengan tubuh apa Maria bangkit dan masuk ke
surga? Sampai saat ini hanya Kristus yang mempunyai tubuh kebangkitan. Semua
manusia baru menggunakan tubuh kebangkitan pada saat Kristus datang keduakalinya
(Yoh 5:28-29 1Kor 15:20-23,50-55 1Tes 4:13-17)!
d.
Kebangkitan dan kenaikan Maria ke surga secara jasmani tidak pernah ada dalam
Kitab Suci, dan karena itu harus kita tolak. Kita memang mempercayai bahwa Maria
adalah orang yang beriman, sehingga pada saat ia mati, ia pasti masuk surga.
Tetapi ini berbeda dengan mempercayai kebangkitan dan kenaikannya ke surga
secara jasmani, seperti yang dialami oleh Yesus!
-AMIN-
Bagi sdr yg telah
mendapat berkat dari artikel ini..mohon kiranya dapat membantu menyebarkan Pada
sdr2 kita yg lain, sehingga semakin banyak sdr kita yg juga bisa membaca artikel
ini dan mendapat berkat. Tuhan memberkati sdr.
Amin.
Joh 21:17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali