kebaktian

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)

 

Minggu, tgl 14 April 2019, pk 08.00 & 17.00

 

Pdt. Budi Asali, M. Div.

 

Yesaya 52:13-53:12 (6)

 

YESAYA 53:6

 

Yes 53:6 - Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.”.

 

1)   ‘Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri,’.

 

a)   ‘Kita sekalian.

KJV/RSV: ‘All we’ [= Semua kita].

NIV: ‘We all’ [= Kita semua].

NASB: ‘All of us’ [= Semua dari kita].

Jadi terjemahan LAI yang tak mengandung kata ‘semua’ kurang tepat.

 

Calvin: “We see that here none are excepted, for the Prophet includes ‘all.’ The whole human race would have perished, if Christ had not brought relief.” [= Kita lihat di sini bahwa tidak ada yang terkecuali, karena sang Nabi mencakup ‘semua’. Seluruh umat manusia akan harus binasa, andaikata Kristus tidak membawa pertolongan.] - hal 117.

 

J. A. Alexander: “‘All we’ does not mean ‘all the Jews’ or ‘all the heathen’, but ‘all men without exception.’” [= ‘Kita sekalian / semua’ tidak berarti ‘semua orang Yahudi’ atau ‘semua orang kafir’, tetapi ‘semua manusia tanpa kecuali’.] - hal 290.

 

Saya agak meragukan kebenaran penafsiran ini. Alasannya akan kita lihat nanti, pada pembahasan kata-kata ‘kita sekalian’ yang kedua, yaitu pada Yes 53:6b.

 

b)   ‘sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri’.

 

Charles Haddon Spurgeon: “The very gist of sin lies in our setting up our own way in opposition to the way and will of God.” [= Intisari / pokok dari dosa terletak pada penetapan kita tentang jalan kita sendiri dalam pertentangan dengan jalan dan kehendak Allah.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the life and work of our Lord’, vol I, ‘Christ in the Old Testament’, hal 601.

 

Barnes’ Notes: “The condition of the race without a Redeemer is here elegantly compared to a flock without a shepherd, which wanders where it chooses, and which is exposed to all dangers.” [= Keadaan / kondisi dari umat manusia tanpa Penebus di sini dibandingkan secara bagus sekali dengan sekelompok domba tanpa gembala, yang mengembara kemana mereka mau, dan yang terbuka terhadap semua bahaya.] - hal 270.

 

Barnes’ Notes: “Nothing could more strikingly represent the condition of men. They had wandered from God. They were following their own paths, and pursuing their own pleasures. They were without a protector, and they were exposed on every hand to danger.” [= Tidak ada yang bisa menggambarkan dengan cara lebih menyolok keadaan / kondisi dari manusia. Mereka menyimpang dari Allah. Mereka mengikuti jalan mereka sendiri, dan mengejar kesenangan mereka sendiri. Mereka tidak mempunyai pelindung dan mereka terbuka terhadap bahaya di setiap sisi.] - hal 270.

 

J. A. Alexander: “The figure of wandering or lost sheep is common in Scripture to denote alienation from God and the misery which is its necessary consequence. (See Ezek. 34:5; Matt. 9:36). The entire comparison is probably that of sheep without a shepherd (1Kings 22:17  Zech. 10:2).” [= Gambaran tentang domba yang menyimpang atau hilang merupakan sesuatu yang lazim dalam Kitab Suci untuk menunjuk perpisahan dari Allah dan kesengsaraan yang merupakan konsekwensi yang harus terjadi. (Lihat Yeh 34:5  Mat 9:36). Seluruh perbandingan mungkin adalah tentang domba tanpa gembala (1Raja 22:17  Zakh 10:2).] - hal 290.

 

Di sini saya menunjukkan sederetan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa domba yang tanpa gembala / tersesat selalu digambarkan dalam keadaan berbahaya dan menyedihkan:

1.   Bil 27:15-17 - “(15) Lalu berkatalah Musa kepada TUHAN: (16) ‘Biarlah TUHAN, Allah dari roh segala makhluk, mengangkat atas umat ini seorang (17) yang mengepalai mereka waktu keluar dan masuk, dan membawa mereka keluar dan masuk, supaya umat TUHAN jangan hendaknya seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala.’”.

2.   1Raja 22:17 - “Lalu jawabnya: ‘Telah kulihat seluruh Israel bercerai-berai di gunung-gunung seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala, sebab itu TUHAN berfirman: Mereka ini tidak punya tuan; baiklah masing-masing pulang ke rumahnya dengan selamat.’”.

3.   Maz 119:176 - “Aku sesat seperti domba yang hilang, carilah hambaMu ini, sebab perintah-perintahMu tidak kulupakan.”.

4.   Yeh 34:5-6 - “(5) Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan bagi segala binatang di hutan. (6) Domba-dombaKu berserak dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi; ya, di seluruh tanah itu domba-dombaKu berserak, tanpa seorangpun yang memperhatikan atau yang mencarinya.”.

5.   Zakh 10:2 - “Sebab apa yang dikatakan oleh terafim adalah jahat, dan yang dilihat oleh juru-juru tenung adalah dusta, dan mimpi-mimpi yang disebutkan mereka adalah hampa, serta hiburan yang diberikan mereka adalah kesia-siaan. Oleh sebab itu bangsa itu berkeliaran seperti kawanan domba dan menderita sengsara sebab tidak ada gembala.”.

6.   Mat 9:36 - “Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.”.

7.   1Pet 2:25 - “Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.”.

 

Semua orang yang belum datang kepada Kristus adalah seperti domba yang sesat!

 

c)   Bagian ini dituliskan sebagai alasan mengapa Kristus harus menderita.

Jadi, gara-gara kita hidup semau kita sendiri (‘masing-masing kita mengambil jalannya sendiri’), maka Allah menimpakan kepada Kristus kejahatan kita sekalian.

 

2)         ‘tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian’.

 

a)   Tuhan sendiri yang menimpakan kesalahan kita kepada Kristus!

Bdk. Yoh 18:11 - ‘cawan yang diberikan Bapa kepadaKu’.

 

Bdk. Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.

 

b)   Bagian ini lagi-lagi menunjukkan Kristus sebagai pengganti kita dalam memikul / menanggung hukuman Tuhan.

 

E. J. Young: “The iniquity of which we are guilty does not come back to us to meet and strike us as we might rightly expect, but rather strikes him in our stead.” [= Kesalahan / kejahatan tentang mana kita bersalah tidak kembali kepada kita untuk menemui kita dan memukul kita seperti yang secara benar boleh kita harapkan, tetapi sebaliknya memukul Dia di tempat kita.] - ‘The Book of Isaiah’, vol 3, hal 350.

 

Calvin: “Here we have a beautiful contrast. In ourselves we are scattered; in Christ we are gathered together. By nature we go astray, and are driven headlong to destruction; in Christ we find the course by which we are conducted to the harbour of salvation. Our sins are a heavy load; but they are laid on Christ, by whom we are freed from the load. Thus, when we were ruined, and, being estranged from God, were hastening to hell, Christ took upon him the filthiness of our iniquities, in order to rescue us from everlasting destruction. ... Let every one, therefore, diligently consider his own iniquities, that he may have a true relish of that grace, and may obtain the benefit of the death of Christ.” [= Di sini kita mempunyai kontras yang indah. Dalam diri kita sendiri kita tersebar / tercerai berai; dalam Kristus kita dikumpulkan bersama-sama. Secara alamiah kita tersesat, dan digiring langsung kepada kehancuran; dalam Kristus kita menemukan jalan oleh mana kita dipimpin ke pelabuhan keselamatan. Dosa-dosa kita merupakan beban yang berat; tetapi itu diletakkan pada Kristus, oleh siapa kita dibebaskan dari beban tersebut. Demikianlah, pada saat kita hancur, dan dijauhkan dari Allah, cepat-cepat menuju neraka, Kristus mengambil kepadaNya kekotoran kejahatan-kejahatan / kesalahan-kesalahan kita, untuk menolong / menyelamatkan kita dari kehancuran kekal. ... Karena itu, hendaklah setiap orang memikirkan dengan sungguh-sungguh kejahatan-kejahatannya / kesalahan-kesalahannya sendiri, sehingga ia boleh mengecap / menikmati kasih karunia itu, dan boleh mendapatkan manfaat dari kematian Kristus.] - hal 118-119.

 

Kata-kata Calvin ini menunjukkan pentingnya perenungan akan dosa-dosa kita sendiri. Apakah saudara sering merenungkan dosa-dosa saudara sendiri? Tanpa kesadaran akan dosa-dosa kita sendiri, kita tidak akan merasa bahwa kita membutuhkan seorang Juruselamat / Penebus!

 

Charles Hodge: “Vicarious suffering is suffering endured by one person in the stead of another, i.e., in his place. It necessarily supposes the exemption of the party in whose place the suffering is endured. A vicar is a substitute, one who takes the place of another, and acts in his stead. ... What a substitute does for the person whose place he fills, is vicarious, and absolves that person from the necessity of doing or suffering the same thing.” [= Penderitaan yang bersifat pengganti / menggantikan adalah penderitaan yang ditanggung oleh seseorang sebagai pengganti orang lain, yaitu di tempatnya. Itu harus mensyaratkan pembebasan pihak bagi siapa penderitaan itu ditanggung. Seorang vicar / wakil adalah seorang pengganti, seseorang yang menempati tempat orang lain, dan bertindak sebagai penggantinya. ... Apa yang dilakukan oleh seorang pengganti untuk orang yang tempatnya digantikannya, merupakan sesuatu yang bersifat mewakili / menggantikan, dan membebaskan orang itu dari keharusan untuk melakukan atau menderita hal yang sama.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 475.

 

Kata-kata Hodge ini jelas bertentangan dengan ajaran tentang Yesus bersikap solider dan menderita bersama kita yang sudah kita pelajari dalam pelajaran yang lalu!

 

Charles Haddon Spurgeon: “The principle of representation wrecked us, the principle of representation rescues us.” [= Prinsip perwakilan menghancurkan / mencelakakan kita, prinsip perwakilan menolong / menyelamatkan kita.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the life and work of our Lord’, vol I, ‘Christ in the Old Testament’, hal 603.

 

Bandingkan kata-kata Spurgeon ini dengan 2 text Kitab Suci di bawah ini.

1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati dalam (persekutuan dengan) Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam (persekutuan dengan) Kristus.”.

 

Ro 5:15-19 - “(15) Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.”.

 

c)   Sekarang saya akan membahas apakah yang diberikan kepada Kristus adalah dosa-dosa kita dan hukumannya, atau hanya hukumannya saja.

 

1.         Pandangan Keil & Delitzsch.

Keil & Delitzsch mengatakan bahwa kata yang diterjemahkan ‘iniquity’ / ‘kejahatan’ dalam bahasa Ibraninya adalah עֲוֹ֥ןa (AON), dan tentang kata ini Keil & Delitzsch memberi komentar sebagai berikut:

 

“But  עֲוֹ֥ן is used to denote not only the transgression itself, but also the guilt incurred thereby, and the punishment to which it gives rise. All this great multitude of sins, and mass of guilt, and weight of punishment, came upon the Servant of Jehovah according to the appointment of the God of salvation,” [= Tetapi  עֲוֹ֥ן (AON) digunakan untuk menunjuk bukan hanya pada pelanggaran itu sendiri, tetapi juga guilt / kesalahan yang diakibatkan olehnya, dan penghukuman yang ditimbulkannya. Seluruh kumpulan besar dosa-dosa ini, dan sejumlah besar kesalahan, dan beban penghukuman, datang kepada Hamba Yehovah sesuai dengan penetapan dari Allah dari keselamatan,] - hal 322.

 

Jadi, kelihatannya Keil & Delitzsch menganggap bahwa bukan hanya hukumannya tetapi juga dosa-dosa manusia ditimpakan kepada Yesus.

 

2.         Pandangan mayoritas penafsir yang lain:

 

a.   Barnes’ Notes: “This cannot mean that he became a sinner, or was guilty in the sight of God; for God always regarded him an innocent being. It can only mean that he suffered as if he had been a sinner; or, that he suffered that which, if he had been a sinner, would have been a proper expression of the evil of sin.” [= Ini tidak bisa berarti bahwa Ia menjadi seorang berdosa, atau bersalah dalam pandangan Allah; karena Allah selalu menganggapNya sebagai makhluk yang suci / tak bersalah. Itu hanya bisa berarti bahwa Ia menderita seakan-akan Ia adalah seorang berdosa; atau, bahwa Ia menderita hal-hal yang, seandainya Ia adalah orang berdosa, merupakan pernyataan yang benar dari bencana / kejahatan dari dosa.] - hal 271.

 

b.   Charles Haddon Spurgeon: “The text does not say that our sins were laid on Christ Jesus by accident, but ‘the Lord hath laid on him the iniquity of us all.’ ... apart from the Lord’s doing it our sins could never have been transferred to the Redeemer.” [= Textnya tidak berkata bahwa dosa-dosa kita diletakkan pada Kristus Yesus secara kebetulan, tetapi ‘Tuhan telah menimpakan kepadaNya kejahatan / kesalahan kita sekalian’. ... terpisah dari pekerjaan / perbuatan Tuhan ini dosa-dosa kita tidak pernah bisa ditransfer kepada Sang Penebus.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the life and work of our Lord’, vol I, ‘Christ in the Old Testament’, hal 603-604.

 

Dari kata-kata ini kelihatannya Spurgeon berpendapat bahwa dosa kita yang ditimpakan kepada Yesus. Tetapi dari kata-katanya selanjutnya terlihat dengan jelas bahwa ia tidak berpendapat demikian.

 

Charles Haddon Spurgeon: “Jesus was regarded as if all these sins were his sins, was punished as if these were his sins, was put to shame, forsaken of God, and delivered to death as if he had been a sinner; and thus through divine grace those who actually committed the sins are permitted to go free. They have satisfied justice through the sufferings of their substitute.” [= Yesus dianggap seakan-akan semua dosa-dosa ini adalah dosa-dosaNya, dihukum seakan-akan dosa-dosa itu adalah dosa-dosaNya, dipermalukan, ditinggal oleh Allah, dan diserahkan pada kematian seakan-akan Ia adalah seorang berdosa, dan demikianlah melalui kasih karunia ilahi mereka yang betul-betul melakukan dosa-dosa itu diijinkan untuk pergi dengan bebas. Mereka telah memuaskan keadilan melalui penderitaan-penderitaan dari pengganti mereka.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the life and work of our Lord’, vol I, ‘Christ in the Old Testament’, hal 604.

 

Kata-kata ‘as if’ [= seakan-akan] digunakan berulang-ulang, dan menunjukkan bahwa Spurgeon tidak menganggap bahwa dosa kita yang ditimpakan kepada Yesus.

 

c.   Louis Berkhof: “On the basis of Scripture we can, therefore, say that our sins are imputed to Christ. This does not mean that our sinfulness was transferred to Him - something that is in itself utterly impossible - but that the guilt of our sin was imputed to Him. ... Strictly speaking, then, the guilt of sin as liability to punishment was imputed to Christ;” [= Karena itu, berdasarkan Kitab Suci kita bisa mengatakan bahwa dosa-dosa kita diperhitungkan kepada Kristus. Ini tidak berarti bahwa keberdosaan kita ditransfer / dipindahkan kepadaNya - sesuatu yang dalam dirinya sendiri sama sekali mustahil - tetapi bahwa guilt / kesalahan dari dosa kita diperhitungkan kepadaNya. ... Maka, berbicara secara ketat, guilt / kesalahan dari dosa sebagai pertanggung-jawaban pada penghukuman, diperhitungkan kepada Kristus;] - ‘Systematic Theology’, hal 377.

 

Catatan: dalam hal ini penggunaan kata tidak bisa sembarangan. Salah permilihan kata memberikan arti yang sangat berbeda.

 

d.   Penjelasan tentang 2Kor 5:21 yang seakan-akan menunjukkan bahwa dosa-dosa manusia ditimpakan kepada Yesus.

 

2Kor 5:21 - “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”.

 

Charles Hodge: “the sense in which he was made sin, is that he was regarded and treated as a sinner. ... In Gal. 3:13, the apostle says that ‘Christ was made a curse for us,’ which is equivalent to saying that he was made sin for us. In both cases the idea is that he bore the punishment of our sins.” [= arti dari kata-kata bahwa Ia dibuat (menjadi) dosa, adalah bahwa Ia dianggap dan diperlakukan sebagai seorang berdosa. ... Dalam Gal 3:13, sang rasul berkata bahwa ‘Kristus menjadi kutuk karena kita’, yang sama dengan berkata bahwa Ia dibuat (menjadi) dosa untuk kita. Dalam kedua kasus gagasannya adalah bahwa Ia memikul / menanggung hukuman dosa-dosa kita.] - ‘I & II Corinthians’, hal 524-525.

 

Hodge melanjutkan: “Our sins were imputed to Christ, and his righteousness is imputed to us. He bore our sins; we are clothed in his righteousness. Imputation conveys neither pollution nor holiness. Christ’s bearing our sins did not make him morally a sinner, ... nor does Christ’s righteousness become subjectively ours, it is not the moral quality of our souls. ... his righteousness is the judicial ground of our acceptance with God, so that our pardon is an act of justice. It is a justification; or, a declaration that justice is satisfied.” [= Dosa-dosa kita diperhitungkan kepada Kristus, dan kebenaranNya diperhitungkan kepada kita. Ia memikul / menanggung dosa-dosa kita; kita dipakaiani dalam kebenaranNya. Tindakan memperhitungkan tidak menyampaikan polusi atau kekudusan. Pemikulan Kristus terhadap dosa-dosa kita tidak membuat Dia menjadi seorang berdosa secara moral, ... juga kebenaran Kristus tidak menjadi milik kita secara subyektif, itu bukan kwalitet moral dari jiwa kita. ... kebenaranNya merupakan dasar pengadilan dari penerimaan kita oleh Allah, sehingga pengampunan kita merupakan tindakan keadilan. Itu merupakan suatu pembenaran; atau, suatu pernyataan bahwa keadilan telah dipuaskan.] - ‘I & II Corinthians’, hal 526-527.

 

e.   Tambahan penjelasan dari Charles Hodge.

Charles Hodge: “The word ‘guilt’, as has been repeatedly remarked, expresses the relation which sin bears to justice, or, as the older theologians said, to the penalty of the law. This relation, however, is twofold. First, that which is expressed by the words ‘criminality’ and ‘ill-desert’, or ‘demerit’. This is inseparable from sin. It can belong to no one who is not personally a sinner, and it permanently attached to all who have sinned. It cannot be transferred from one person to the other. But secondly, ‘guilt’ means ‘the obligation to satisfy justice’. This may be removed by the satisfaction of justice personally or vicariously. It may be transferred from one person to another, or assumed by one person for another. When a man steals or commits any other offence to which a specific penalty is attached by the law of the land, if he submit to the penalty, his guilt in this latter sense is removed. It is not only proper that he should remain without further molestation by the state for that offence, but justice demands his exemption from any other punishment. It is in this sense that it is said that the guilt of Adam’s sin is imputed to us; that Christ assumed the guilt of our sins; and that his blood cleanses from guilt. This is very different from demerit or personal ill-desert.” [= Kata ‘guilt / kesalahan’, seperti telah dikatakan berulangkali, menyatakan hubungan yang dimiliki oleh dosa terhadap keadilan, atau, seperti dikatakan oleh para ahli theologia yang lebih kuno, terhadap hukuman dari hukum. Tetapi hubungan ini terdiri dari 2 bagian. Pertama, apa yang dinyatakan oleh kata-kata ‘kekriminilan’ dan ‘kwalitet jelek’ atau ‘cacat / cela / kekurangan’. Ini tidak bisa terpisahkan dari dosa. Itu bisa menjadi milik hanya dari orang yang secara pribadi adalah seorang berdosa, dan itu secara permanen melekat kepada semua yang telah berdosa. Itu tidak bisa ditransfer / dipindahkan dari satu pribadi kepada pribadi yang lain. Tetapi yang kedua, ‘guilt / kesalahan’ berarti kewajiban untuk memuaskan keadilan. Ini bisa dihilangkan oleh pemuasan keadilan secara pribadi atau melalui seorang wakil / pengganti. Itu bisa ditransfer / dipindahkan dari satu pribadi kepada pribadi yang lain, atau dipikul / ditanggung oleh seorang pribadi bagi pribadi yang lain. Pada waktu seseorang mencuri atau melakukan sembarang pelanggaran lain, terhadap mana suatu hukuman tertentu dilekatkan oleh hukum negara, jika ia tunduk pada hukuman itu, maka ‘guilt / kesalahan’ dalam arti kedua ini disingkirkan. Bukan hanya benar bahwa ia tidak diganggu lebih jauh oleh pemerintah untuk pelanggaran tersebut, tetapi keadilan menuntut pembebasannya dari hukuman lain apapun. Dalam arti inilah dikatakan bahwa ‘guilt / kesalahan’ dari dosa Adam diperhitungkan kepada kita; dan bahwa Kristus memikul / menanggung ‘guilt / kesalahan’ dari dosa-dosa kita; dan bahwa darahNya membersihkan dari ‘guilt / kesalahan’. Ini sangat berbeda dengan ‘cacat / cela’ atau ‘kwalitet jelek yang bersifat pribadi’.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 476.

 

Charles Hodge: “‘Guilt, as we know, can be removed only by punishment. Either the sinner himself must bear the punishment, or a substitute must be provided to assume the guilt, and bear the punishment, and thus freedom from guilt, or righteousness, be secured for the offender.’ ... this is the essential idea of the doctrine of the satisfaction of Christ as it is presented in the Scriptures from the beginning to the end.” [= ‘Guilt / kesalahan’, seperti yang kita ketahui, hanya bisa dihilangkan oleh penghukuman. Atau orang berdosa itu sendiri yang harus memikul hukumannya, atau seorang pengganti harus disediakan untuk memikul / menanggung guilt / kesalahan itu, dan memikul hukumannya, dan dengan demikian kebebasan dari guilt / kesalahan, atau kebenaran, dijamin untuk si pelanggar / orang yang bersalah’. ... ini merupakan gagasan yang hakiki / pokok dari doktrin pemuasan / pelunasan / penebusan Kristus seperti yang disajikan dalam Kitab Suci dari permulaan sampai akhir.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 477.

 

f.    Penjelasan tentang 1Pet 2:24 yang seakan-akan juga menunjukkan bahwa dosa kitalah yang dipikul oleh Yesus.

 

1Pet 2:24 - “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh.”.

 

Alexander Nisbet: “Jesus Christ our Mediator who was altogether free of any guiltiness inherent in Himself (as was cleared from verse 22) had all the sins of the elect upon Him by imputation and was handled by divine justice as if He had been guilty of them all, as is imported in this expression, ‘He bare our sins’, which frequently in Scripture signifies to bear the punishment of sin: see Lev. 20:17,20, Ezek. 23:49.” [= Yesus Kristus Pengantara kita yang sama sekali bebas dari kesalahan apapun yang melekat dalam diriNya sendiri (seperti dijelaskan dari ay 22) mendapatkan semua dosa-dosa dari orang pilihan padaNya oleh tindakan pemerhitungan, dan diperlakukan oleh keadilan ilahi seakan-akan Ia telah bersalah tentang semua dosa itu, seperti yang ditunjukkan dalam ungkapan ini ‘Ia memikul dosa-dosa kita’, yang dalam Kitab Suci sering diartikan ‘memikul hukuman dari dosa’: lihat Im 20:17,20, Yeh 23:49.] - ‘I & II Peter’, hal 109.

 

1Pet 2:22 - Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulutNya..

 

Im 20:17-20 - “(17) Bila seorang laki-laki mengambil saudaranya perempuan, anak ayahnya atau anak ibunya, dan mereka bersetubuh, maka itu suatu perbuatan sumbang, dan mereka harus dilenyapkan di depan orang-orang sebangsanya; orang itu telah menyingkapkan aurat saudaranya perempuan, maka ia harus menanggung kesalahannya sendiri. (18) Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang perempuan yang bercemar kain, jadi ia menyingkapkan aurat perempuan itu dan membuka tutup lelerannya sedang perempuan itupun membiarkan tutup leleran darahnya itu disingkapkan, keduanya harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya. (19) Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ibumu atau saudara perempuan ayahmu, karena aurat seorang kerabatnya sendirilah yang dibuka, dan mereka harus menanggung kesalahannya sendiri. (20) Bila seorang laki-laki tidur dengan isteri saudara ayahnya, jadi ia melanggar hak saudara ayahnya, mereka mendatangkan dosa kepada dirinya, dan mereka akan mati dengan tidak beranak.”.

 

Yeh 23:49 - “Orang akan membalaskan kemesumanmu atasmu dan kamu harus menanggung dosa-dosamu lantaran kamu menyembah berhala-berhala. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan ALLAH.’”.

 

Jelas bahwa kata-kata ‘menanggung kesalahan’ (Im 17:17,19) atau ‘menanggung dosa’ (Yeh 23:49) harus diartikan sebagai ‘menanggung hukuman dari kesalahan / dosa’. Juga kata-kata ‘mendatangkan dosa’ (Im 17:20) harus diartikan ‘mendatangkan hukuman karena dosa’.

 

Kalau dalam Im 20:17,19,20 dan Yeh 23:49 kata-kata ‘menanggung dosa / kesalahan’ bisa diartikan ‘menanggung hukuman dari kesalahan / dosa’, dan kata-kata ‘mendatangkan dosa’ (Im 17:20) bisa diartikan ‘mendatangkan hukuman karena dosa’, maka tentu hal yang sama bisa diterapkan pada 1Pet 2:24, Yes 53:4-6, dan juga Yes 53:12b (‘ia menanggung dosa banyak orang’).

 

3.         Pandangan John Murray.

John Murray menulis sebuah buku yang berjudul ‘The Imputation of Adam’s Sin’ [= Pemerhitungan Dosa Adam], dimana ia menolak bahwa yang diperhitungkan kepada Kristus hanyalah kewajiban menerima hukuman dosa. Salah satu alasannya adalah tidak mungkin ada kewajiban menerima hukuman kalau tidak ada dosanya. Tetapi ia juga tidak berpendapat bahwa Yesus betul-betul menjadi berdosa (hal 94).

 

John Murray: “the tendency to restrict his sin-bearing to the bare notion of penalty impoverishes our appreciation of what his vicarious sacrifice demanded and entailed. Suffice it to be reminded that the Scriptures do not describe his undertaking as consisting only in the endurance of our penalty; ‘he bore our sins’. ‘The Lord hath laid upon him the iniquity of us all.’ He stood in the closest relation to our sins that it was possible for him to sustain without becoming himself defiled thereby, and this is the mystery of humiliation, of grace, and of love that eternity will not exhaust.” [= kecenderungan untuk membatasi pemikulan dosa olehNya pada gagasan / pikiran tentang hukuman memiskinkan pengertian / pengetahuan kita tentang apa yang dituntut dan dicakup oleh pengorbananNya dimana Ia menggantikan kita. Cukup untuk diingatkan bahwa Kitab Suci tidak menggambarkan bahwa usahaNya terdiri dari hanya penanggungan hukuman kita; ‘Ia memikul dosa kita’. ‘Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian’. Ia berdiri dalam hubungan yang terdekat dengan dosa-dosa kita sehingga adalah mungkin bagiNya untuk memikul tanpa diriNya sendiri menjadi dikotori / dicemarkan oleh hal itu, dan inilah misteri dari perendahan, dari kasih karunia, dan dari kasih yang kekekalan tidak akan habis mempelajarinya.] - ‘The Imputation of Adam’s Sin’, hal 94.

 

Menurut saya pandangan ini tidak bisa dimengerti. Apa arti kata-kata ‘dalam hubungan terdekat’??

 

4.         Pandangan A. W. Pink.

Arthur W. Pink: “The sins of the believer - all of them - were transferred to the Saviour. As saith the Scripture, ‘The Lord hath laid on Him the iniquities of us all’ (Isa. 53:6). If then God laid my iniquities on Christ, they are no longer on me. Sin there is in me, for the old Adamic nature remains in the believer till death or till Christ’s Return, should He come before I die; but there is no sin on me. This distinction between sin IN and sin ON is a vital one.” [= Dosa-dosa orang percaya - semuanya - ditransfer / dipindahkan kepada sang Juruselamat. Seperti dikatakan Kitab Suci, ‘Tuhan telah meletakkan / menimpakan kepadaNya kejahatan kita sekalian’ (Yes 53:6). Jadi, jika Allah telah meletakkan / menimpakan kejahatanku pada Kristus, mereka tidak lagi ada padaku. Dosa ada di dalam aku, karena manusia lama tinggal dalam diri orang percaya sampai mati, atau sampai Kristus datang kembali, kalau Ia datang kembali sebelum saya mati; tetapi tidak ada dosa pada saya. Pembedaan antara ‘dosa di dalam’ dan ‘dosa pada’ ini merupakan suatu pembedaan yang vital.] - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 115.

 

Saya setuju dengan pandangan ke 2, dan saya berpendapat bahwa Charles Hodge dalam hal ini memberikan argumentasi-argumentasi dan contoh-contoh yang paling kuat, karena ia menghubungkan ‘pemerhitungan dosa kita kepada Kristus’, dengan ‘pemerhitungan dosa Adam kepada kita’.

 

c)   ‘kita sekalian’.

 

1.         Penafsiran Arminian.

Pulpit Commentary: “The redemption is as universal as the sin, at any rate potentially. Christ on the cross made ‘a full, perfect, and sufficient sacrifice ... for the sin of the whole world.’” [= Penebusan sama universalnya dengan dosa, setidaknya memungkinkan. Kristus pada kayu salib membuat ‘suatu korban yang penuh, sempurna, dan cukup ... untuk dosa dari seluruh dunia’.] - hal 296.

 

2.         Penafsiran Reformed.

E. J. Young: “In this phrase the prophet includes himself and all for whom he speaks. It is not warranted to draw from these words a doctrine of universal atonement.” [= Dalam ungkapan ini sang nabi mencakup dirinya sendiri dan semua kepada siapa ia berbicara. Tidak dibenarkan untuk mengambil dari kata-kata ini suatu doktrin tentang penebusan universal.] - ‘The Book of Isaiah’, vol 3, hal 350.

 

Bandingkan dengan Yes 53:8d - ‘karena pemberontakan umatKu ia kena tulah.’. Tidak dikatakan ‘pemberontakan dunia, tetapi ‘pemberontakan umatKu.

 

Tetapi kalau kata-kata ‘kita sekalian / semua’ di sini tidak bisa diartikan ‘semua orang di dunia’ tetapi ‘semua orang pilihan’, maka agak aneh kalau kata-kata ‘kita sekalian / semua’ pada awal Yes 53:6 diartikan ‘semua orang di dunia’ seperti yang telah kita bahas di atas (komentar Calvin dan J. A. Alexander). Jadi mungkin itu juga harus diartikan secara sama, yaitu menunjuk kepada ‘semua orang pilihan’.

 

Yes 53:6 - Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.”.

 

Dan kalau saudara memperhatikan kontexnya (Yes 53:4-6) maka semua kata ‘kita’ kelihatannya menunjuk pada orang pilihan.

 

Yes 53:4-6 - “(4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.”.

 

Jadi, saya berpendapat bahwa kata-kata ‘kita sekalian’, baik pada ay 6a maupun ay 6b menunjuk kepada ‘semua orang pilihan’.

 

Atau, alternatif yang lain adalah sebagai berikut: kata-kata ‘kita sekalian’ yang pertama diartikan ‘semua orang di dunia’, tetapi kata-kata ‘kita sekalian’ yang kedua diartikan ‘semua orang pilihan’. Ini bukannya tidak mungkin karena ada ayat-ayat yang juga seperti itu. Mari kita lihat ayat-ayat di bawah ini:

 

a.   Ro 5:15 - “Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus.”.

Catatan: dalam terjemahan-terjemahan Alkitab bahasa Inggris, kedua bagian yang saya garis-bawahi itu bukan diterjemahkan ‘semua orang’ tetapi ‘banyak orang’. Alkitab bahasa Inggris lebih sesuai dengan bahasa aslinya.

 

Ro 5:15 (NIV): ‘But the gift is not like the trespass. For if the many died by the trespass of the one man, how much more did God's grace and the gift that came by the grace of the one man, Jesus Christ, overflow to the many!’.

 

b.   Ro 5:18 - “Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup.”.

 

c.   1Kor 15:22 - “Karena sama seperti semua orang mati dalam (persekutuan dengan) Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam (persekutuan dengan) Kristus.”.

 

Dalam ayat-ayat di atas ini kalau kata-kata ‘semua orang’ diartikan secara sama, dan betul-betul menunjuk kepada semua manusia di dunia ini, maka yang muncul adalah ajaran Universalisme, yang mengatakan pada akhirnya semua orang akan masuk surga, yang jelas-jelas merupakan ajaran sesat!

 

Jadi memberikan arti yang berbeda untuk kata-kata yang sama dalam satu ayat, bukanlah hal yang tidak pernah boleh dilakukan!

 

 

 

-bersambung-

 

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

[email protected]

http://golgothaministry.org

Email : [email protected]

Khotbah2 di Youtube :

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ