PEMBAHASAN AJARAN YAKUB TRI HANDOKO,M.A,M.Th

TENTANG

“DUNIA ROH MENURUT PERSPEKTIF REFORMED”

 

OLEH:  PDT BUDI ASALI, MDIV.

 

Dunia Roh Menurut Perspektif Reformed

Bagian-5 : Pekerjaan Kuasa Kegelapan dalam Perjanjian Lama

 

Pendalaman Alkitab GKRI Exodus, Surabaya 20 November 2007

Yakub Tri Handoko, Th. M.

 

Doktrin tentang setan (satanologi) maupun roh-roh jahat (demonologi) sebaiknya memperhatikan progresivitas karya keselamatan yang dilakukan Allah di dunia. Kita perlu menyelidiki perbedaan situasi yang ada dalam dunia roh sebelum dan sesudah karya Kristus di dunia. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh melalui pendekatan seperti ini.

 

Pertama, kita dapat mengetahui apakah ada perubahan radikal yang terjadi dalam dunia roh berdasarkan apa yang Kristus telah lakukan di dunia. Apakah karya Kristus di dunia menyebabkan perubahan yang nyata dalam dunia roh, misalnya setan secara de facto menjadi lebih terikat dan tidak bebas seperti dulu lagi? Apakah karya tersebut hanya sekedar kemenangan secara de jure yang menjamin kekalahan setan di akhir jaman? Apakah karya tersebut membawa dua aspek kemenangan – kekinian dan futuris – di atas? Untuk mengetahui jawaban terhadap pertanyaan ini, kita perlu membandingkan pekerjaan kuasa kegelapan di Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB).

 

Kedua, kita dapat memahami progresivitas peperangan kosmik antara Allah dan setan. Alkitab mencatat peperangan supranatural ini, dari pencobaan di Taman Eden (Kej 3:1-5, 14-15) sampai kekalahan telak setan di akhir jaman (Why 20:7-10). Dengan perspektif seperti ini kita mampu melihat pekerjaan setan dalam skala yang lebih luas dan sistematis. Kita akan melihat bahwa setan memang memiliki strategi global untuk melawan pemerintahan Allah. Strategi ini dilakukan secara konsisten dari awal penciptaan sampai akhir jaman. Dengan membagi pekerjaan setan menjadi dua masa – sebelum dan sesudah Kristus – kita mampu melihat keterkaitan dan progresivitas peperangan tersebut.

 

Data Perjanjian Lama tentang pekerjaan kuasa kegelapan

Jika kita membaca PL secara sekilas, maka kita akan mendapatkan kesan bahwa pekerjaan kuasa kegelapan di masa PL tidak terlalu banyak dan serius seperti di PB. Kita jarang melihat setan muncul dalam kisah-kisah PL. Aktivitas roh-roh jahat pun tampaknya tidak sesering yang kita jumpai dalam PB, terutama selama pelayanan Yesus di dunia.

Apakah kesan di atas sesuai dengan data yang ada di PL? Jawabannya adalah “ya” dan “tidak”. Ya, jika kita melihatnya dari pemunculan eksplisit dari sebutan “setan” maupun “roh-roh jahat” atau jika kita membatasi pekerjaan mereka hanya pada konteks kerasukan. Tidak, jika kita menyadari bahwa mereka memiliki strategi global yang konsisten sepanjang PL dengan satu tujuan yang tidak berubah sejak dari awal. 

Rujukan eksplisit tentang setan dan pengikutnya memang jarang muncul dalam PL. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:

(1)   Setan.

Kata Ibrani satan (lit. “musuh” atau “penentang”) hanya muncul kurang dari 15 kali dalam PL. Dari pemunculan ini, sebagian bukan merujuk pada setan sebagai malaikat yang jatuh, misalnya Malaikat Tuhan yang menghadang Bileam (Bil 22:22, 32), para musuh Salomo (1Raj 11:14, 23, 25), Abisai (2Sam 19:22). Kata satan yang secara khusus merujuk pada iblis hanya muncul sebanyak 14 kali dalam PL (1Taw 21:1; Ay 1:6-12; 2:1-7; Zak 3:1-2). Frekwensi pemunculan ini kalah jauh dari PB: iblis (72x) dan setan (54x). 

(2)   Roh jahat.

PL menyebut para pengikut setan sebagai roh tertentu yang negatif, misalnya roh peramal (Im 20:27; Ul 18:11; 1Sam 28:3, 9; 2Raj 21:6; 23:24; 2Taw 33:6), roh jahat (1Sam 16:14-16, 23; 18:10; 19:9;1Raj 22:21-23), roh dusta (2Taw 18:20-22). Pemunculan ini relatif tidak terlalu banyak jika dibandingkan kata “roh-roh jahat” atau “roh-roh” yang muncul di PB sekitar 40 kali.   

(3)   Sebutan-sebutan lain.

Penerjemah Septuaginta (LXX) memakai kata daimonion (lit. “demon”) untuk beberapa istilah Ibrani: shedhim (“roh-roh jahat”, Ul 32:17; Mzm 106:37), seirim (“jin-jin”, Im 17:7; 2Taw 11:15), ‘elilim (LAI:TB “hampa”, versi Inggris “berhala-berhala”, Mzm 96:5//LXX 95:5), gad (LAI:TB “dewa Gad”, versi Inggris “Nasib”, Yes 65:11), qeter (LAI:TB “penyakit menular”, Mzm 91:6//LXX 90:6). Walaupun pilihan para penerjemah LXX ada yang masih dapat diperdebatkan – yaitu dalam kasus Mazmur 91:6 – namun data di atas menunjukkan bagaimana para penerjemah LXX meyakini adanya aktivitas roh-roh jahat dalam teks-teks di atas. Jumlah ini tergolong kecil dibandingkan jumlah pemunculan kata daimonion di PB yang mencapai 63 kali.     

Dari sisi manifestasi kuasa kegelapan dalam bentuk kerasukan, rujukan PL yang ada juga tidak terlalu banyak dan eksplisit seperti di PB. Ide tentang kerasukan dalam PL hanya muncul secara tersirat, itupun dalam manifestasi yang berbeda dengan di PB, misalnya orang dirasuk oleh arwah atau roh peramal, Saul yang dikuasai kebencian karena pengaruh roh jahat dalam dirinya dan nabi-nabi palsu. Teks-teks yang lain mengajarkan manifestasi pengaruh kuasa kegelapan dalam bentuk pencobaan dan ibadah yang salah.

Penjelasan di atas tidak berarti bahwa setan dan pengikutnya kurang aktif dalam PL. Penyelidikan PL yang teliti menunjukkan bahwa mereka terlibat dalam berbagai dosa dan kejahatan yang ada, sekalipun figur mereka tidak muncul secara eksplisit dalam kisah-kisah Alkitab. Mereka memiliki satu tujuan yang jelas dan konsisten, yaitu melawan pemerintahan Allah di dunia dengan cara menjatuhkan manusia sebagai wakil Allah di bumi. Ketika kita membahas strategi setan di atas, kita juga akan melihat intervensi Allah untuk menolong manusia kembali pada posisi mereka sebagai wakil-Nya di bumi. Peperangan inilah yang akan menjadi sorotan utama dalam makalah ini.

 

Manusia sebagai gambar Allah

Manusia memiliki kesamaan dan keunikan dibandingkan dengan ciptaan yang lain. Kesamaan antara manusia dan ciptaan lain terlihat dari asal mereka yang sama, yaitu tanah (Kej 2:7). Baik tumbuhan maupun binatang berasal dari tanah (Kej 1:11-12, 24-25). Beberapa binatang bahkan dibentuk sendiri oleh tangan Tuhan (Kej 2:19-20), sama seperti proses penciptaan manusia.

 

Tanggapan Budi Asali:

Kalau begitu, mengapa dlm tulisannya yg berjudul ‘Penciptaan Binatang di Kejadian 1 dan 2’, Yakub Tri berkata: “Mereka menganggap bahwa Kejadian 1:24 sebenarnya hanya menjelaskan asal materi binatang. Ayat ini tidak berarti bahwa darat secara tiba-tiba memunculkan  banyak binatang, karena ayat 25 selanjutnya menjelaskan bahwa Allahlah yang menciptakan semua itu (“Allah menjadikan...”). Bagaimana Allah menjadikan (yasar) binatang-binatang tersebut? Jawabannya terdapat di pasal 2:19 (“Lalu TUHAN Allah membentuk...”)”.

 

 

Baik manusia maupun binatang sama-sama disebut sebagai makhluk hidup (Kej 1:21, 24; 2:7, 19-20).

Pada saat yang sama manusia juga memiliki keunikan dibandingkan ciptaan lain. Penciptaan manusia bersifat lebih personal. Allah berkata “Baiklah Kita...” (Kej 1:26), bukan sekedar “jadilah...” (Kej 1:3, 6, 14). Hanya manusia yang dihembusi nafas Allah (Kej 2:7). Yang paling penting, manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:26-27), bukan sekedar “menurut jenisnya” (Kej 1:11, 12, 21, 24, 25; versi Inggris “according/after their/its kinds”).

 

Apakah maksud “gambar dan rupa Allah”? Jawaban terhadap pertanyaan ini ada dua. Pertama, manusia adalah wakil Allah di bumi. Dengan kata lain, manusia dipercaya sebagai pemimpin dalam kerajaan Allah di bumi.

(1)   Kejadian 1:26 “...menurut gambar dan rupa Kita supaya mereka berkuasa atas...”

(2)   Menurut budaya/agama kuno, gambar allah/dewa hanya dibatasi pada para penguasa saja.

(3)   Gambar atau patung para penguasa dipahami sebagai representasi mereka.

Tanggapan Budi Asali:

Point no 2,3 merupakan argumentasi yang menggelikan. Bagaimana mungkin menggunakan hal seperti itu sebagai dasar ajaran?

 

Kedua, manusia menyatakan kejamakan dalam ketunggalan Allah. Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menyatakan kejamakan dalam ketunggalan-Nya. Ia berkata “Marilah Kita (jamak) menjadikan (tunggal) manusia...” (Kej 1:26). Hasil penciptaan ini juga diungkapkan sebagai makhluk yang jamak tetapi tunggal. Kejadian 1:27 “maka Allah menciptakan manusia itu (tunggal) menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakannya dia (tunggal); laki-laki dan perempuan (jamak) diciptakannya mereka (jamak)”.

 

Tanggapan Budi Asali:

Yang Kej 1:26 tak menunjukkan bahwa ‘manusia’ menyatakan kejamakan dalam ketunggalan Allah, tetapi kata-kata Allah sendiri yang menyatakan hal itu.

Demikian juga dalam Kej 1:27, firman Allah sendiri, yang dituliskan oleh Musa, yang menyatakan hal itu, bukan manusia itu sendiri.

Kej 1:27 - “Maka Allah menciptakan manusia (Ibr: ADAM) itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia (Ibr: orang ke 3 tunggal laki-laki) ; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka”.

Jadi, kata ‘dia’ dalam Kej 1:27 mungkin menunjuk kepada Adam, dan kata ‘mereka’ menunjuk kepada Adam dan Hawa. Jadi, mula-mula diceritakan penciptaan Adam, lalu dilanjutkan secara lebih lengkap dengan menceritakan penciptaan Adam dan Hawa / laki-laki dan perempuan. Juga, kalau Adam dan Hawa, maka mereka betul-betul dua / jamak. Kalau Adam atau Hawa saja, maka dia betul-betul satu / tunggal.

Jadi, ini tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa manusia menunjukkan kejamakan dalam ketunggalan Allah!

Kalau cara penjelasan Yakub Tri ini mau diteruskan secara konsisten, kita bisa berkata bahwa manusia menunjukkan bahwa Allah itu dwitunggal, bukan tritunggal!

 

Apakah ‘gambar dan rupa Allah’ dalam diri manusia hanya itu saja artinya? Saya berpendapat ada lebih banyak lagi, seperti ‘original righteousness’, makhluk berakal, makhluk bermoral, makhluk rohani, dan immortality.

 

Dalam hal ini, manusia memiliki dua aspek relasi: dengan Allah dan sesama. Relasi dengan Allah terlihat dari kapasitas manusia representasi Allah. Cara penciptaan yang bersifat personal (“Baiklah Kita...”) turut mengajarkan keunikan relasi antara Allah dan manusia, apalagi hasil penciptaan tersebut menunjukkan ide tentang kejamakan dalam ketunggalan. Relasi antara sesama manusia dapat dilihat dari fakta bahwa di antara semua ciptaan, Alkitab hanya menyebut perbedaan jenis kelamin dalam kasus penciptaan manusia (Kej 1:27). Kesendirian Adam yang dianggap tidak baik oleh Allah (Kej 2:18) dan tujuan pemberian Hawa supaya dia dan Adam menjadi satu daging (Kej 2:24) mengajarkan bahwa sekalipun berbeda, namun manusia memiliki kesatuan yang intim.

 

Tanggapan Budi Asali:

Dari tiga point di atas ini saya hanya bisa menerima yang ketiga. Tetapi yang pertama, dimana Yakub Tri mengatakan bahwa kata-kata ‘Baiklah Kita ...’ menunjukkan keunikan relasi antara Allah dan manusia, menurut saya sama sekali tidak berdasar! Dari mana hubungannya kok tahu-tahu bisa menyimpulkan seperti itu? Juga yang kedua, yang menghubungkan perbedaan jenis kelamin yang hanya disebutkan dalam penciptaan manusia, dengan relasi antar manusia, saya tak setuju. Menurut saya itu sama sekali tidak menunjukkan apa-apa tentang relasi antar manusia. Dalam kedua hal ini Yakub Tri melakukan ‘jump to the conclusion’ yang tak berdasar.

 

Sebagai gambar Allah yang mewakili Allah di bumi dan yang menyatakan kejamakan dalam ketunggalan-Nya, manusia diberi kemampuan untuk beranakcucu, bertambah banyak, memenuhi bumi, menaklukkan bumi dan menguasai binatang-binatang (Kej 1:28 “Allah memberkati...berfirman...’beranakcuculah – bertambah banyak – penuhilah bumi – taklukkanlah itu – berkuasalah atas...’). Reproduksi bagi manusia bukan sekedar memperbanyak diri atau upaya mempertahankan eksistensi hidup di bumi. Reproduksi adalah alat untuk menggenapi peranan manusia sebagai gambar Allah.

 

Tanggapan Budi Asali:

Ini secara implicit menunjukkan bahwa tanpa reproduksi gambar dan rupa Allah dalam diri manusia itu belum genap. Begitukah? Saya tak setuju!

 

Reproduksi merupakan pelipatgandaan gambar Allah (band. Kej 5:3). Di samping reproduksi, manusia juga diberi kemampuan untuk menguasai (dominasi) atas alam semesta. Kemampuan ini bukan hasil usaha manusia, tetapi pemberian Allah.

Dari semua penjelasan dalam bagian ini, kita dapat melihat bahwa ungkapan “gambar Allah” dalam Alkitab memiliki tiga aspek penting: relasi (baik antara manusia dengan Allah maupun sesama mereka), reproduksi dan dominasi atas alam. Tiga aspek inilah yang menjadi topik yang sentral dan konsisten dalam seluruh tulisan Musa (Kejadian – Ulangan), bahkan seluruh Alkitab.

 

Tanggapan Budi Asali:

Reproduksi juga merupakan salah satu hal yang tercakup dalam istilah ‘gambar dan rupa Allah’? Kalau demikian, Allah harus juga berreproduksi, bukan?

Lalu kalimat terakhir, yang saya beri warna merah, betul-betul merupakan sesuatu yang saya tidak bisa mengerti. Bagaimana mungkin tiga hal itu (relasi, reproduksi, dan dominasi) oleh Yakub Tri dianggap sebagai topik sentral dan konsisten dalam tulisan Musa, bahkan dalam seluruh Alkitab? Dari mana kesimpulan ini??

 

 

Kejatuhan manusia sebagai gambar Allah

Pencobaan yang dialami manusia di Taman Eden sangat berkaitan dengan kapasitas manusia sebagai gambar Allah. Tindakan setan yang menggunakan ular sebagai juru bicara merupakan sesuatu yang cukup mengagetkan. Alkitab sebelumnya sudah menyatakan bahwa semua binatang – termasuk ular yang merayap di tanah - berada dalam dominasi manusia (Kej 1:26, 28). Mengapa setan mengintervensi dominasi ini? Ironisnya, mengapa manusia dapat diperdaya oleh binatang yang seharusnya berada di bawah dominasi mereka?

Strategi yang dipakai setan adalah sebagai berikut: ia mula-mula merampas kebanggaan manusia yang sah sebagai gambar Allah, setelah itu ia mendorong mereka menentang Pencipta-Nya (Richard Pratt, Dirancang Bagi Kemuliaan, 49).

 

Tanggapan Budi Asali:

Ular yang dipakai setan tak bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa ular menguasai / mengalahkan manusia. Setanlah, dan bukan ular, yang mengalahkan / menguasai manusia.

Juga, sekalipun kata-kata Yakub Tri pada bagian akhir itu menurut dia diambil dari Richard Pratt, saya tidak bisa menerimanya. Mengapa? Karena kalaupun / seandainya kejatuhan itu merusak dominasi manusia terhadap binatang, maka hal itu terjadi bersamaan dengan saat manusia itu menentang Allah. Jadi, tidak bisa dianggap berurutan seperti kata Yakub Tri (yang ia ambil dari Richard Pratt). Perhatikan kata-kata ‘mula-mula’ dan ‘setelah itu’ yang saya beri warna merah.

 

Yakub Tri mengatakan bahwa ia mengutip dari Rchard Pratt, ‘Dirancang bagi kemuliaan’, hal 49. Saya membaca buku itu, dan ternyata kutipannya berbeda.

Richard Pratt, Dirancang bagi kemuliaan, hal 49: “Adam dan Hawa menghadapi dua macam kebanggaan. Setan pertama-tama merampas kebanggaan mereka yang sah dan kemudian membuat mereka menentang Penciptanya”.

Tetapi Yakub Tri menuliskan “Strategi yang dipakai setan adalah sebagai berikut: ia mula-mula merampas kebanggaan manusia yang sah sebagai gambar Allah, setelah itu ia mendorong mereka menentang Pencipta-Nya”.

 

Jadi, jelas bahwa Yakub Tri menambahkan secara tak bertanggung jawab kata-kata ‘sebagai gambar Allah’, yang dalam buku Pratt sama sekali tidak ada!

 

Dalam buku Pratt itu, setelah mengucapkan kata tadi, ia lalu menjelaskan apa yang Allah berikan kepada manusia yang seharusnya membuat mereka bangga:

1.   Menjadi tukang kebun di Taman Eden (hal 50).

2.   Memberikan mereka kebebasan untuk makan kecuali buah pohon pengetahuan baik dan jahat (hal 50-51).

3.   Proses penciptaan Hawa (hal 51).

 

Jadi, jelas bahwa yang dimaksud oleh Pratt sebagai ‘kebanggaan’ bukanlah ‘kebanggaan sebagai gambar dan rupa Allah’ sebagaimana yang dikatakan Yakub Tri berasal dari Pratt! Ini betul-betul merupakan suatu pengutipan tak bertanggung jawab, pengutipan yang membelokkan, sehingga artinya jadi lain dari pada yang dimaksudkan oleh orang yang dikutip. Pengutipan seperti ini tidak berbeda dengan cara pengutipan yang dilakukan oleh Saksi-Saksi Yehuwa!

 

 

Setan mencoba membuat Hawa meragukan kebaikan Allah dalam menjadikan dia sebagai gambar Allah. Ia mengarahkan Hawa pada larangan Allah untuk memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat (Kej 3:1-3), padahal larangan ini sebenarnya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan kebebasan yang Allah berikan kepada manusia untuk makan semua pohon lain dalam Taman Eden (Kej 2:16). Setan seakan-akan ingin berkata kepada Hawa, “jika engkau memang gambar Allah di bumi, mengapa engkau tidak memiliki dominasi yang mutlak? Mengapa engkau tidak berhak atas satu jenis buah saja?”.

 

Tanggapan Budi Asali:

‘Seakan-akan’? Dari mana kesimpulan seperti itu? Menurut saya, pencobaan / godaan setan itu tak ada hubungannya dengan dominasi manusia, apalagi atas tanaman (pohon pengetahuan baik dan jahat). Ingat bahwa dominasi manusia adalah terhadap binatang dan bumi, dan tak pernah disebutkan atas tanaman.

Kej 1:26,28 - “(26) Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’ ... (28) Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ‘Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.’”.

Sedangkan Kej 1:29-30 mempersoalkan makanan manusia dan binatang, bukan soal dominasi.

Kej 1:29-30 - “(29) Berfirmanlah Allah: ‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. (30) Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya.’ Dan jadilah demikian”.

 

Setan selanjutnya membuat Hawa menentang Allah. Ia menjelaskan bahwa larangan Allah merupakan upaya-Nya untuk mencegah manusia menjadi seperti Dia (Kej 3:4-5). Jika manusia memang adalah gambar Allah, bukankah mereka layak untuk menjadi seperti Allah? Mengapa Allah mencegah hal ini? Pemikiran seperti inilah yang ditaburkan setan dalam hati Hawa, sehingga Hawa akhirnya tertarik untuk melampaui apa yang sudah ditetapkan Allah bagi dia: manusia hanyalah gambar Allah, bukan sama seperti Allah.

 

Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, gambar Allah dalam diri mereka mengalami kerusakan. Manusia memang tetap sebagai gambar Allah (Kej 9:6; Yak 3:9), tetapi gambar ini telah rusak secara serius. Semua aspek yang tercakup dalam “gambar Allah” – yaitu relasi, reproduksi dan dominasi – telah terdistorsi oleh dosa.

(1)  Manusia takut kepada dan bersembunyi dari Allah (Kej 3:7-10) --- relasi

(2)  Mereka menyalahkan orang lain dan Allah (Kej 3:11-13) --- relasi

(3)  Keturunan perempuan akan berperang melawan keturunan ular. Kalau sebelumnya pelipatgandaan gambar Allah hanyalah faktor biologis semata-mata (karena semua manusia menaati Allah), kini pelipatgandaan itu juga menuntut faktor spiritual (Pratt, Dirancang, 35) --- reproduksi

 

 

Tanggapan Budi Asali:

Saya sama sekali tak bisa mengerti ataupun menerima point ke 3 ini. Apanya yang rusak dari faktor reproduksi? Dan apa hubungan dengan perang antara keturunan Hawa dan keturunan ular? Dari mana disimpulkan bahwa tadinya reproduksi itu hanya faktor biologis, dan sekarang lalu juga mempunyai faktor spiritual?

 

Calvin (tentang Kej 4:1): “And Adam knew his wife Eve. Moses now begins to describe the propagation of mankind; in which history it is important to notice that this benediction of God, “Increase and multiply,” was not abolished by sin; and not only so, but that the heart of Adam was divinely confirmed so that he did not shrink with horror from the production of offspring”.

 

Tentang ‘reproduksi’ ini Yakub Tri mengatakan ‘diilhami’ oleh buku Pratt (hal 35). Tetapi setelah saya periksa buku Pratt itu, ternyata buku itu dalam hal ini juga ia selewengkan, atau ia mengerti secara salah!

 

Untuk menunjukkan ini saya akan mengutip beberapa kutipan dari buku Pratt itu:

 

“Musa menjelaskan gambar dan rupa Allah dengan menekankan tugas yang Allah berikan untuk kita jalankan di dunia ini. Segera setelah Allah menciptakan manusia, Allah memberi mereka suatu perintah khusus: “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ‘Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang berayap di bumi’” (Kej. 1:28). Lima perintah ini - beranakcucu, bertambah banyak, penuhilah, taklukkanlah, dan berkuasalah - mengungkapkan tanggung jawab kita yang paling mendasar” - hal 28.

 

“Pertama, Allah memerintahkan Adam dan Hawa untuk beranakcucu: ‘Beranakcuculah ... bertambah banyak .... penuhilah.’ Tugas mereka adalah untuk menghasilkan gambar Allah lain untuk menguasai bumi. ‘Penuhilah ... taklukkanlah ... berkuasalah.’ Adam dan Hawa harus menjalankan otoritas atas ciptaan, mengatur sumber-sumbernya yang banyak itu atas nama Allah.” - hal 29.

 

“Marilah kita mulai membongkar tugas kita ini dari tingkatan yang paling mendasar. Secara sederhana, Allah menempatkan Adam dan Hawa di dunia ini untuk beranak cucu. Untuk memenuhi tujuan Allah yang sudah ditentukan ini, orang tua pertama kita itu harus bereproduksi.” - hal 33.

 

“Pelipatgandaan bukan sekedar reproduksi biologis. Binatang diperintahkan untuk berkembang biak (Kej. 1:22), tetapi ada yang lebih signifikan yang Allah harapkan dari manusia. Adam dan Hawa bukan sekedar beranakcucu - mereka harus melipatgandakan gambar dan rupa Allah. Allah memerintahkan mereka untuk memenuhi bumi ini dengan orang-orang yang akan melayani sebagai representatifNya yang agung. Seandainya kejahatan tak ada dalam dunia ini, pekerjaan ini akan menjadi relatif mudah. Anak-anak pasti akan bertumbuh melayani Allah secara alami. Namun dengan datangnya dosa, anak-anak tidak dilahirkan dengan kecenderungan untuk mengikuti perintah Penciptanya. Orang tua harus menunjukkan kepada mereka jalan yang benar. Sekarang pelipatgandaan menjadi tugas fisik dan spiritual. Tugas ini mencakup dilahirkannya anak-anak, dan juga melibatkan pelatihan dan pengajaran kepada mereka untuk hidup sebagai gambar dan rupa Allah.” - hal 34-35.

 

Dari semua ini jelas bahwa sekalipun Pratt membicarakan tentang reproduksi, tetapi ia tidak pernah mengatakan bahwa reproduksi termasuk salah satu faktor dari gambar dan rupa Allah dalam diri manusia! Ia mengatakan bahwa itu merupakan tugas dari Allah kepada manusia. Manusia harus memenuhi dan menaklukkan bumi, dan untuk itu mereka harus melakukan reproduksi. Mereka harus memenuhi bumi dengan gambar dan rupa Allah, dan karena itu reproduksi secara biologis saja tidak cukup. Mereka juga harus mendidik anak-anak mereka untuk melayani Allah / menjadi orang-orang Kristen. Ini semua sangat berbeda dengan apa yang dikatakan Yakub Tri!

 

Saya ingin tanyakan kepada Yakub Tri: anda tak sengaja membelokkan, yang berarti anda salah mengerti maksud Pratt, atau anda membelokkan dengan sengaja kata-kata Pratt?

 

 

(4)  Perempuan akan mengalami kesakitan waktu melahirkan (Kej 3:16a), padahal reproduksi sebelumnya adalah berkat Allah yang sempurna (Kej 1:28) --- reproduksi

 

Tanggapan Budi Asali:

Ini penderitaan, tapi tak merusak reproduksi.

 

(5)  Hawa ingin menguasai Adam (Kej 3:16b; terjemahan modern “birahi” tidak tepat; kata Ibrani teshuqa artinya “mengingini”, dari pemakaian kata ini di pasal 4:7 teshuqa sangat mungkin bermakna “ingin menguasai”), begitu pula sebaliknya (Kej 3:16b), padahal mereka seharusnya menjadi pasangan yang sepadan (Kej 2:18) --- relasi

 

Tanggapan Budi Asali:

“Sangat mungkin bermakna ‘ingin menguasai’”? Rasanya tidak demikian. Kelihatannya di sini Yakub Tri sudah melakukan Eisegesis. Karena ia sudah punya pandangan bahwa gambar dan rupa Allah itu mencakup relasi, dan pada saat manusia jatuh, gambar dan rupa Allah itu rusak, ia berusaha memaksakan pemikiranya terhadap ayat ini.

Adam Clarke (tentang Kej 3:16b): “‘Thy desire shall be to thy husband’ - thou shalt not be able to shun the great pain and peril of child-bearing, for thy desire, thy appetite, shall be to thy husband”.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kej 3:16b): “‘And thy desire shall be to thy husband.’ Some connect this with the preceding clause, rendering it thus: ‘Although in sorrow thou shalt bring forth children, yet thy desire or longing shall be to thy husband.’ Others translate, ‘Unto thy husband shall be thy obedience;’ meaning that the desires of the woman shall be subjected to the authority and will of her husband”.

Barnes (tentang Kej 3:16b): “The third part of her sentence refers to her husband - ‘Thy desire shall be to thy husband, and he shall rule over thee.’ This is evidently a piece of that retributive justice which meets us constantly in the administration of God. The woman had taken the lead in the transgression. In the fallen state, she is to be subject to the will of her husband. ‘Desire’ does not refer to sexual desire in particular (Gen. 4:7). It means, in general, ‘turn,’ determination of the will. ‘The determination of thy will shall be yielded to thy husband, and, accordingly, he shall rule over thee.’ The second clause, according to the parallel structure of the sentence, is a climax or emphatic reiteration of the first, and therefore serves to determine its meaning. Under fallen man, woman has been more or less a slave. In fact, under the rule of selfishness, the weaker must serve the stronger. Only a spiritual resurrection will restore her to her true place, as the help-meet for man”.

Calvin (tentang Kej 3:16b): “When he says, ‘I will multiply thy pains,’ he comprises all the trouble women sustain during pregnancy. It is credible that the woman would have brought forth without pain, or at least without such great suffering, if she had stood in her original condition; but her revolt from God subjected her to inconveniences of this kind. The expression, ‘pains and conception,’ is to be taken by the figure hypallage, for the pains which they endure in consequence of conception. The second punishment which he exacts is subjection. For this form of speech, “Thy desire shall be unto thy husband,” is of the same force as if he had said that she should not be free and at her own command, but subject to the authority of her husband and dependent upon his will; or as if he had said, ‘Thou shalt desire nothing but what thy husband wishes.’ As it is declared afterwards, Unto thee shall be his desire, (Genesis 4:7.) Thus the woman, who had perversely exceeded her proper bounds, is forced back to her own position. She had, indeed, previously been subject to her husband, but that was a liberal and gentle subjection; now, however, she is cast into servitude”.

Sekalipun para penafsir di atas ini tidak seragam pandangannya, tetapi tak seorangpun yang menafsirkan seperti Yakub Tri menafsirkan. Tak ada yang mengartikan ‘berahi / menginginkan’ dalam Kej 3:16b itu sebagai ‘ingin menguasai’! Menurut saya kontext / flow dari kata-kata dalam Kej 3:16 itu sangat tidak mendukung penafsiran Yakub Tri.

 

(6)  Adam harus berjerih-lelah untuk mendapatkan sesuatu dari bumi (Kej 3:17-19), padahal sebelumnya bumi berada dalam kontrolnya (Kej 1:26, 28) --- dominasi

 

Tanggapan Budi Asali:

Ini hukuman berupa penderitaan, bukan rusaknya dominasi. Lagi-lagi, saya beranggapan (berdasarkan Kej 1:26,28) bahwa dominasi yang diberikan adalah atas binatang, bukan atas tumbuhan. Dari mana Yakub Tri menerapkan kepada tumbuh-tumbuhan?

 

Usaha setan dan intervensi Allah

Setelah berhasil menjatuhkan manusia pertama, setan tidak tinggal diam. Dia terus memusuhi keturunan perempuan. Walaupun figur setan tidak muncul secara eksplisit dalam kisah-kisah selanjutnya, tetapi karyanya masih dapat terlihat dengan jelas. Dosa sangat ingin menguasai Kain (Kej 4:7). Kain dipakai setan untuk memusnahkan Habel, orang benar dan salah satu keturunan perempuan di pasal 3:15. Lamekh – salah seorang keturunan Kain – malah membanggakan dosanya (Kej 4:23-24). Pemunculan Lamekh di akhir silsilah Kain bukanlah tanpa alasan. Silsilah ini dimulai dan diakhiri oleh orang yang melawan Allah. Dengan demikian, keturunan Kain ditampilkan sebagai keturunan setan yang memerangi keturunan perempuan (band. Kej 3:15). Ide ini didukung oleh 1Yohanes 3:12 yang menyatakan bahwa Kain berasal dari si jahat sehingga semua perbuatannya adalah jahat semata-mata (band. Yoh 8:44a “iblislah yang menjadi bapamu”). Ide ini juga sesuai dengan konteks Kejadian 4-5: silsilah Kain (4:1-24) dikontraskan dengan silsilah Set (4:25-5:32). Dalam Kejadian 4:25 Set secara khusus disebut sebagai pengganti Habel, padahal Adam dan Hawa juga kehilangan Kain (4:11, 14, 16), tetapi Set bukan pengganti Kain.

Upaya reformasi yang dilakukan oleh Set dan keturunannya (Kej 4:25-26; pasal 5, terutama ayat 22-24) sempat berjalan sukses, tetapi setan terus mengacaukan hal ini. Hasilnya, kejahatan manusia di bumi menjadi semakin besar (Kej 6:5-6). Setelah air bah, setan tetap bekerja. Keturunan Nuh selanjutnya menjadi rusak dan bahkan menolak peranan mereka sebagai gambar Allah. Mereka mendirikan menara yang sangat tinggi dengan maksud supaya mereka jangan terserak (Kej 11:4), padahal untuk menjalankan peran sebagai gambar Allah mereka harus memenuhi bumi (Kej 1:28).

 

Tanggapan Budi Asali:

Ini tak ada urusannya dengan gambar Allah. Mereka hanya sombong, dan tak mau mentaati perintah Tuhan untuk memenuhi bumi. Juga mereka mencari nama untuk diri mereka sendiri.

 

Pada jaman para patriakh (Abraham – 12 suku Israel), setan tidak berhenti bekerja. Ia berusaha menggagalkan janji Allah kepada para patriakh. Janji yang mencakup aspek relasi (penciptaan umat yang kudus), reproduksi (keturunan) dan dominasi (tanah) ini terus mengalami pertentangan. Kelaparan yang mengancam kelangsungan hidup para patriakh terjadi beberapa kali (Kej 12:10; 26:1; 41:54). Beberapa istri patriakh berada dalam bahaya (12:14-20; 20:1-18; 26:7). Abraham menuruti nasehat Sara untuk mengawini Hagar sehingga dia melahirkan anak secara daging yang menganiaya anak secara Roh (Gal 4:23, 29). Pertentangan antara keturunan daging dan Roh ini terus berlanjut (Kej 16:12). Esau ingin membunuh Yakub (Kej 27:41). Yusuf – yang akan dipakai untuk menjaga kelangsungan hidup umat Allah (Kej 45:5, 7) – mengalami percobaan pembunuhan dari saudara-saudaranya (Kej 37:20).

Setelah keturunan para patriakh menjadi sangat banyak seperti yang dijanjikan Allah (Kel 1:7), persoalan tidak berhenti sampai di situ. Setan terus bekerja. Kali ini dia memakai bangsa Mesir untuk menindas bangsa Israel supaya mereka tidak bertambah banyak (Kel 1-2). Mereka melenyapkan setiap bayi laki-laki dari bangsa Israel (Kel 2:16). Selama perjalanan menuju tanah perjanjian, setan tetap berusaha menggagalkan upaya restorasi gambar Allah melalui penyembahan berhala (Kel 32). Ia juga membuat bangsa Israel tidak terlalu tertarik dengan tanah perjanjian. Sebaliknya mereka beberapa kali ingin kembali di Mesir (Kel 14:12; Bil 14:3).

Kita masih dapat melanjutkan deretan aktivitas setan di atas secara detil. Bangsa-bangsa kafir yang masih tinggal di Kanaan membuat bangsa Israel membelakangi Tuhan berkali-kali (kitab Hakim-hakim). Daud – sebagai salah satu nenek moyang Mesias (Mat 1:1-18) - hendak dibunuh oleh Saul (1Sam 19). Penyembahan berhala menjadi bahaya terbesar sejak jaman Salomo sampai pembuangan ke Asyur dan Babel. Gaya hidup yang bertentangan dengan Taurat sebagai tanda perjanjian juga menjadi ciri khas kehidupan bangsa Israel dan Yehuda sebelum mereka akhirnya dibuang Tuhan dari tanah mereka. Bagaimanapun, apa yang sudah ditulis di atas sudah cukup jelas menggambarkan adanya permusuhan konsisten antara keturunan ular dan perempuan.

 

Di sisi yang lain, Allah tidak tinggal diam. Ia terus menjaga realisasi janji-Nya di Kejadian 3:15 bahwa keturunan perempuan akan mengalahkan setan. Ketika Habel dibunuh (Kej 4:1-16), Dia membangkitkan Set (Kej 4:25-26).

 

Tanggapan Budi Asali:

Ini secara implicit menunjukkan Allah mengubah rencana. Mula-mula rencanaNya berkenaan dengan Habel, lalu diubah menjadi berkenaan dengan Set. Ini bertentangan dengan ajaran Reformed maupun ayat-ayat Kitab Suci (seperti Ayub 42:2 dsb).

 

Ketika semua manusia berbuat kejahatan yang besar di bumi (Kej 6:5-6), Dia memberikan kasih karunia kepada Nuh (Kej 6:9). Dia memusnahkan bumi dan segala isinya (Kej 6-7) supaya Ia dapat memulai sesuatu yang baru lagi. Ia memberikan mandat untuk menguasai bumi lagi (Kej 9:1-7). Mandat ini sangat mirip dengan berkat dan perintah Allah di pasal 1:28. Melalui pembaruan total ini Allah ingin memulai segala sesuatu secara baru seperti sebelum kejatuhan manusia ke dalam dosa. Ketika keturunan Nuh mulai berdosa dan melawan Allah (Kej 11:1-9), Allah mempersiapkan sebuah keturunan yang lain (Kej 9:10-32) yang akan melahirkan Abraham (Kej 12:1-3).

 

Tanggapan Budi Asali:

Lagi-lagi terlihat ajaran seperti di atas. Kata-kata ‘pembaharuan total’, dan ‘Allah ingin memulai segala sesuatu secara baru’ secara sangat kuat menunjukkan perubahan rencana Allah. Ini bukan Reformed, tetapi disebut dengan thema ‘Dunia roh menurut perspektif Reformed’!

Juga kata-kata ‘Ketika keturunan Nuh mulai berdosa dan melawan Allah (Kej 11:1-9), Allah mempersiapkan sebuah keturunan yang lain (Kej 9:10-32) yang akan melahirkan Abraham (Kej 12:1-3) kelihatannya menunjukkan bahwa Abraham bukan keturunan Nuh!

 

 

Melalui janji kepada Abraham, Allah merestorasi tiga aspek penting dari gambar Allah: relasi, reproduksi dan dominasi. Tiga tema ini menjadi topik utama dalam seluruh kitab Musa (David J. A. Clines, The Theme of the Pentateuch, 2nd ed.). Allah akan membangun sebuah umat yang mengasihi dia dan dipakai untuk memberkati seluruh bumi (Kej 12:2-3; 17:1-11, 16-17; 26:2, 24; 28:13, 15; 35:9, 46:3; 48:21; Kel 3:6, 12, 15; 4:5, 23; 5:1; 6:6; 7:16; Im 26:12). Allah menjanjikan keturunan yang sangat banyak (Kej 12:2, 7; 13:15; 15:4, 13, 16; 15:18; 16:10; 17:2, 4-7, 16, 19; 21:12, 18; 22:16; 26:3; 26:24; 28:13; 35:11-12; 46:3). Allah juga menjanjikan tanah untuk didiami (Kej 12:1, 7; 13:14-15, 17; 15:7, 13, 16, 18; 17:8; 22:17; 26:2; 28:13, 15; 35:12; 46:3; Kel 3:8, 17; 6:6; 23:23-33; 34:24). Janji tentang keturunan muncul lebih dominan di Kejadian 12-50, janji tentang relasi di kitab Keluaran dan Imamat, sedangkan janji seputar tanah dominan di kitab Bilangan dan Ulangan (Clines, The Themes, 30).

 

Tanggapan Budi Asali:

Semua eisegesis! Sebanyak apapun ayat yang digunakan tak ada gunanya dan tak meyakinkan sama sekali! Memang kalau mau mencari ayat tentang relasi dan reproduksi akan ditemukan banyak sekali, bukan hanya dalam Kitab Suci, tetapi juga dalam Al-Quran dan sebagainya.

 

Dari penjelasan di atas kita dapat melihat bahwa Allah ingin merestorasi manusia sebagai gambar-Nya. Dia memang tidak melakukan hal ini secara langsung dalam skala makro (seluruh bumi). Dia memulai dari sebuah keturunan (band. Kej 3:15) yang akan memberkati seluruh bumi (band. Kej 12:3). Melalui umat inilah Allah akan merestorasi bumi secara global sehingga bumi akan penuh kemuliaan-Nya (Hab 2:14). Kerajaan Allah akan dinyatakan secara sempurna di bumi.

Dari kitab Kejadian pasal 12-50 kita dapat melihat bagaimana Allah menjaga keturunan yang Dia pilih. Dia membuat mujizat kelahiran Ishak, sekalipun Abraham sudah sangat tua dan rahim Sara sudah tertutup (Kej 18:11; 21:2; Rom 4:19). Dia membuka kandungan Ribka yang mandul (Kej 25:21). Dia juga membuat Rahel mampu melahirkan anak-anak (Kej 30:22-23).

Allah juga menjaga kemurnian keturunan para patriakh. Beberapa kali janji tentang keturunan mengalami masalah serius karena para istri patriakh diingini oleh para penguasa. Dari semua bahaya ini Allah selalu campur tangan untuk menyelamatkan mereka (12:14-20; 20:1-18; 26:7).

Allah menjaga kelangsungan hidup para patriakh dan keturunan mereka. Beberapa kali mereka mengalami kelaparan yang hebat, tetapi Allah terus menjaga mereka (Kej 12:10; 26:1; 41:54). Bahkan ketika kelaparan melanda seluruh dunia, Allah mengirim Yusuf ke Mesir dan memberi dia hikmat untuk

memelihara keturunan umat-Nya (Kej 45:7; 50:20). Mereka juga dijaga Allah dari upaya pembunuhan atau penindasan (Kej 16:4, 12; band. Gal 23, 29; Kej 27:41; 37:20). Ketika keturunan mereka hendak dilenyapkan bangsa Mesir, Allah tetap menjaga mereka, sehingga mereka tetap bertambah banyak (Kel 1:12).

Selama perjalanan di padang gurun dan selama mereka menempati tanah perjanjian, umat Allah memang berkali-kali melanggar perjanjian yang sudah dibuat (aspek relasi), Allah menghukum, bahkan menghalau mereka dari tanah yang Dia janjikan, tetapi Dia tetap menjaga kesetiaan-Nya. Mereka dibawa kembali ke Yudea dan mengalami restorasi Taurat pada jaman Ezra dan Nehemia. #