Eksposisi
Wahyu kepada Yohanes
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Setelah
mempelajari 4 gereja dalam Wah 2, Herman Hoeksema menyimpulkan dan berkata
sebagai berikut:
“We may say indeed,
therefore, that there is a good deal of light in the picture of the church as we
have studied her thus far, but also much darkness. And one who expects the
church to be perfect in the world may well learn a lesson from the seven-fold
picture of the church which we find in the Book of Revelation”
(= Karena itu, kita memang bisa berkata bahwa ada banyak terang dalam gambaran
dari gereja yang telah kita pelajari sejauh ini, tetapi juga ada banyak
kegelapan. Dan seseorang yang mengharapkan gereja yang sempurna dalam dunia bisa
belajar dari gambar dengan 7 segi tentang gereja yang kita dapatkan dalam Kitab
Wahyu) - hal 111.
Catatan:
untuk gereja Smirna, yang tidak dicela apapun oleh Yesus, Hoeksema berkata
sebagai berikut:
“she receives no rebuke
from the Lord. She was spiritually rich. Her dark side consisted in this, that
she was the church in tribulation: she was poor and held in disrepute by the
world about her” (= ia tidak menerima
celaan dari Tuhan. Ia kaya secara rohani. Sisi gelapnya terdiri dari ini, bahwa
ia adalah gereja dalam kesukaran / kesengsaraan: ia miskin dan dianggap hina /
tidak dihormati oleh dunia di sekitarnya) -
hal 111.
Ia menambahkan lagi:
“We must call attention to
three more of the churches in Asia Minor to whom the Lord addressed letters. Nor
does the picture of the church in the world become brighter in these three
letters. If we would expect, perhaps, that the Lord so arranged the order of
these letters to the seven churches that the picture gradually becomes brighter,
we will certainly meet with disappointment”
(= Kita harus memperhatikan 3 gereja lagi di Asia Kecil kepada siapa Tuhan
menujukan suratNya. Gambaran gereja dalam dunia tidak menjadi lebih terang dalam
ketiga surat ini. Jika kita mengharapkan bahwa Tuhan mengatur urut-urutan dari
surat-surat kepada ke 7 gereja ini sedemikian rupa sehingga gambarannya menjadi
makin terang secara bertahap, kita pasti akan kecewa)
- hal 111.
Ay 1:
“Dan
tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki
ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau
dikatakan hidup, padahal engkau mati!”.
1)
‘Dan
tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis’.
a)
Kota Sardis.
Leon
Morris (Tyndale): “Sardis
was an active commercial city and very wealthy. ... The city’s easy wealth
seems to have made for slackness. It was captured by Cyrus the Persian (549 BC)
and by Antiochus (218 BC), both times because of its slackness. The city was
built on a hill so steep that its defences seemed impregnable. On both occasions
enemy troops scaled the precipice by night and found that the over-confident
Sardians had set no guard”
[= Sardis dulunya adalah kota perdagangan yang aktif dan sangat kaya. ...
Kemudahan utk mendapatkan kekayaan dari kota ini kelihatannya telah menimbulkan
kemalasan / kelalaian. Kota ini direbut oleh Koresy, raja Persia (549 S.M.), dan
oleh Antiochus (218 S.M.), dan keduanya terjadi karena kemalasan / kelalaian.
Kota ini dibangun di atas sebuah bukit yang begitu terjal sehingga pertahanannya
kelihatannya tak dapat dikalahkan. Dalam kedua peristiwa itu pasukan musuh
mendaki tebing yang curam pada malam hari dan menemukan bahwa orang-orang Sardis
yang terlalu percaya diri itu tidak menempatkan penjaga]
- hal 75.
Penerapan:
Kalau saudara
cepat mendapatkan kekayaan / nilai yang bagus di sekolah, atau kalau saudara
adalah anak orang kaya sehingga mudah untuk mendapatkan uang, atau kalau saudara
mempunyai karunia yang hebat sehingga mudah berhasil dalam pelayanan, janganlah
hal itu menyebabkan saudara menjadi malas! Ingat bahwa makin banyak yang saudara
miliki, makin banyak saudara dituntut (Luk 12:47-48 Mat 25:14-30).
b)
Gereja Sardis.
John Stott:
“Nothing is known of the origins of the church in Sardis, nor of its
early growth, except what may be gathered from this epistle” (= Tidak ada
yang diketahui tentang asal usul dari gereja di Sardis, ataupun tentang
pertumbuhannya yang mula-mula, kecuali apa yang bisa dikumpulkan dari surat ini)
- hal 84.
2)
‘Inilah
firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu’.
Istilah
‘7 roh’ menunjuk kepada Roh Kudus. Ini telah dibahas pada waktu membahas Wah 1:4,
dan karena itu tidak akan diulang di sini. Kalau dikatakan bahwa Yesus memiliki
Roh Kudus, itu bukan sebagai seseorang yang menerimaNya dari Bapa, tetapi
sebagai seseorang yang dapat memberikan Roh Kudus itu.
Pulpit
Commentary: “a Church sunk in spiritual deadness specially needs
such a gift” (= sebuah Gereja yang tenggelam dalam kematian rohani secara khusus
membutuhkan pemberian seperti ini) - hal 107.
3) ‘Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau
mati!’.
Ini
tak berarti mereka bukanlah gereja dalam pandangan Tuhan. Bahwa gereja ini tidak
betul-betul mati terlihat dari ay 2-3.
Ada
gereja mati / jelek yang betul-betul terlihat sebagai gereja yang mati / jelek.
Tetapi tidak demikian dengan gereja ini.
Pulpit
Commentary: “Laodicea deceived herself, thinking she was rich;
but it is not said she deceived others. This Church, Sardis, did deceive others;
she was reckoned by them to be really living, though in fact she was dead; and
very probably she had deceived herself also”
(= Laodikia menipu dirinya sendiri, mengira bahwa ia kaya; tetapi tidak
dikatakan bahwa ia menipu orang lain. Gereja ini, Sardis, menipu orang lain; ia
dianggap oleh mereka sebagai betul-betul hidup, sekalipun sesungguhnya ia mati;
dan sangat mungkin ia juga menipu dirinya sendiri) - hal 125.
William
Hendriksen: “Sardis enjoyed a good reputation but it did not
deserve this reputation” (= Sardis menikmati reputasi yang baik tetapi ia tidak
layak menerima reputasi ini) - hal 73.
Steve
Gregg: “this is one of the two churches (Laodicea being the
other) which receives no commendation from the Lord. The only thing good about
the church as a whole (not considering the remnant of overcomers, vv. 4-5) was
its reputation. The church had a name that it was alive, but in this respect was
greatly overrated” [= ini adalah satu dari dua gereja (yang satunya
adalah Laodikia) yang tidak menerima pujian dari Tuhan. Satu-satunya hal yang
baik tentang gereja ini secara keseluruhan (tanpa mempertimbangkan sisa yang
menang, ay 4-5) adalah reputasinya. Gereja ini terkenal hidup, tetapi dalam
hal ini dinilai sangat terlalu tinggi] - hal 73.
Penerapan:
Karena itu
jangan memandang suatu gereja hanya karena reputasinya. Apa gunanya mempunyai
reputasi yang baik di hadapan manusia, kalau Tuhan menganggapnya mati?
Bagaimana
kira-kira ciri-ciri gereja Sardis ini?
Herman
Hoeksema mengatakan bahwa pertama-tama pendeta gereja Sardis ini adalah
pendeta yang ‘mati’, yang tidak mempunyai penyerahan diri. Ia tidak belajar
Kitab Suci. Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar Kitab Suci /
mempersiapkan khotbah ia habiskan dengan keluarganya atau teman-temannya,
sehingga pada waktu ia naik ke mimbar pada hari Minggu, ia tidak mempunyai
berita dari Tuhan. Khotbahnya tidak ada isinya, dan diberitakannya tanpa
semangat yang muncul dari keyakinan. Pada waktu Ia mengakhiri khotbahnya dengan
kata ‘Amin’, ia merasa senang bahwa khotbah itu telah berakhir. Ia juga
tidak banyak berdoa. Ia tidak mempedulikan jemaatnya, tidak menghibur yang sedih
/ menderita, tidak mencari yang hilang. Ia tidak mempunyai semangat pelayanan,
tetapi malas dan acuh tak acuh. Ia mencintai keduniawian, kesenangan dan
kemewahan.
Kedua,
jemaat gereja Sardis sama ‘mati’nya seperti pendetanya. Daging mendominasi
gereja Sardis. Mereka tidak peduli dengan Kerajaan Allah, mereka tidak belajar
Kitab Suci dan tidak peduli dengan Kitab Suci maupun doktrin-doktrin, tidak
berdoa setiap hari. Banyak dari jemaat yang tidak hadir dalam kebaktian, dan
banyak jemaat yang hilang sama sekali. Mereka tidak mengaku dosa, tidak
memberitakan Injil sehingga dunia hampir-hampir tidak tahu kalau ada gereja di
Sardis, tidak mengajar anak-anak mereka supaya percaya kepada Kristus, tidak
mempunyai kesabaran dalam menderita bagi Kristus, dan tidak mengasihi Allah
maupun sesama saudara seiman.
Saya
berpendapat bahwa apa yang dikatakan oleh Herman Hoeksema ini keterlaluan. Kalau
gereja Sardis itu betul-betul begitu jeleknya, bagaimana mungkin mereka bisa
mempunyai reputasi yang baik?
Gereja
Sardis mempunyai reputasi sebagai gereja yang baik. Jadi, saya lebih condong
untuk berpendapat bahwa gereja ini adalah gereja yang besar, dan juga merupakan
gereja yang bertumbuh dalam hal jumlah, dan merupakan gereja yang aktif. Mungkin
sekali gereja itu mempunyai pendeta yang kelihatannya penuh kasih dan rajin,
penyanyi-penyanyi yang hebat, paduan suara yang besar dan hebat, alat musik yang
baik, dan pujian jemaat yang baik. Jemaat mau memberikan persembahan yang banyak
dan aktif dalam pelayanan, sehingga tidak ada kekurangan uang atau tenaga
pelayanan. Ditinjau dari sudut pengajaran dan iman, di gereja ini tidak ada
ajaran Bileam, Nikolaus maupun Izebel, seperti di gereja-gereja di Pergamus dan
Tiatira.
Lalu
apa yang menyebabkan gereja ini mati dalam pandangan Tuhan?
a) Dari ay 4 secara implicit terlihat bahwa sebagian
besar dari jemaat telah mencemarkan pakaiannya, yang menunjukkan bahwa dosa
sudah masuk ke gereja ini. Ada yang berpendapat bahwa dosa ini adalah dosa
perzinahan yang sangat umum di kota itu pada saat itu. Stott berkata bahwa dosa
ini pastilah tidak semenyolok dosa gereja Tiatira yang mengikuti bujukan Izebel,
karena kalau demikian maka mereka pasti tidak bisa mempertahankan reputasi baik
mereka.
John
Stott: “So this death was dirt. Sin has crept into the
church, less openly than in the case of Jezebel party in Thiatira, but
its defiling influence had not been missed by the holy eyes of Christ”
(= Jadi kematian ini adalah kotoran. Dosa telah masuk ke dalam gereja, tidak
secara terbuka seperti dalam kasus golongan Izebel di Tiatira, tetapi
pengaruh mengotorinya tidak luput dari mata yang kudus dari Kristus)
- hal 86.
b) Kemunafikan (Yes 29:13 Mat 23:5,27-28 2Tim
3:5).
Rasanya,
supaya suatu gereja yang tidak baik bisa mempunyai reputasi yang baik, harus ada
kemunafikan.
c) Hilangnya motivasi mula-mula.
Steve
Gregg: “Once a church has a good reputation in the public
eye, it is possible to mechanically continue in the same activities but lose the
original motivation that made it great. The incentive to good works can shift
from a desire to serve and please God to simply a desire to maintain the good
public face that the church has come to enjoy”
(= Sekali suatu gereja mendapatkan reputasi yang baik di mata umum, adalah
mungkin untuk secara mekanis meneruskan aktivitas yang sama tetapi kehilangan
motivasi mula-mula yang membuatnya besar. Dorongan / motivasi untuk perbuatan
baik bisa bergeser dari suatu keinginan untuk melayani dan menyenangkan Allah
kepada sekedar suatu keinginan untuk mempertahankan penampilan umum yang baik
yang telah dinikmati oleh gereja) - hal 73.
d) Ada yang berpendapat bahwa tidak adanya permusuhan dari
luar maupun perpecahan / penyesatan di dalam menyebabkan gereja ini menjadi
seperti ini.
Homer
Hailey: “Part
of the problem may have been that there was no strong opposition, for meeting
vigorous opposition develops character” (= Bagian dari problem bisa karena di sana tidak ada permusuhan yang
kuat, karena menghadapi permusuhan yang hebat mengembangkan / menghasilkan
karakter / moral yang kuat) - hal 145.
Pulpit
Commentary: “it is possible that this deadness was a result of
the absence of internal enemies”
(= adalah mungkin bahwa kematian ini merupakan akibat / hasil dari tidak adanya
musuh di dalam)
- hal 107.
Tetapi
ada yang tidak setuju dengan ini, karena mereka berpendapat sebaliknya. Karena
gereja ini adalah gereja yang begitu jelek, maka setan tidak merasa perlu
menyerangnya baik dari luar maupun dari dalam.
Pulpit
Commentary: “We do not read of any opposition or tribulation of
any kind that the Church at Sardis had to meet; - it was dead. And neither Satan
nor any of his hosts will care to disturb either a dead Church or a dead pastor.
Nothing would better please the powers of evil than to see a Church falling to
pieces because there was no spirit to keep the bodily framework together!” (= Kita tidak membaca tentang permusuhan atau kesengsaraan dari jenis
apapun yang harus dihadapi oleh gereja Sardis; gereja itu mati. Dan baik Setan
maupun pasukannya tidak mau mengganggu sebuah gereja yang mati atau seorang
pendeta yang mati. Tidak ada apapun yang lebih menyenangkan kuasa kejahatan dari
pada melihat sebuah gereja hancur berkeping-keping karena di sana tidak ada
semangat untuk menjaga kerangka tubuhnya untuk tetap bersatu!)
- hal 119.
Robert
H. Mounce (NICNT): “Like
the fig tree of Matthew 21:19 it had leaves but no fruit. Caird calls Sardis
‘a perfect model of inoffensive Christianity’” (= Seperti pohon ara dari Mat 21:19 Sardis mempunyai daun tetapi
tidak mempunyai buah. Caird menyebut Sardis ‘model yang sempurna tentang
kekristenan yang tidak menyerang / menyakitkan hati’)
- hal 109-110.
Catatan:
bagian yang dikutip oleh Mounce dari Caird ini mungkin menunjukkan bahwa
pemberitaan Firman dalam gereja ini tidak menegur dosa, dan gereja ini tidak
pernah memberitakan Injil, apalagi menyatakan Yesus sebagai satu-satunya jalan
keselamatan, karena hal-hal inilah yang biasanya dianggap ‘menyerang’ /
‘menyakitkan hati’. Tidak adanya hal ini menyebabkan setan merasa tidak
perlu menyerang mereka, dan gereja ini mengalami ‘damai’, tetapi itu adalah
damai seperti kuburan.
William
Hendriksen: “Neither the Jews nor the Gentiles seem greatly to
have troubled the people of Sardis. Sardis was a very ‘peaceful’ church. It
enjoyed peace, but it was the peace of the cemetery!”
(= Baik Yahudi maupun non Yahudi tidak kelihatan sangat mengganggu jemaat
Sardis. Sardis adalah gereja yang sangat ‘damai’. Ia menikmati damai, tetapi
itu adalah damai dari suatu pekuburan) - hal 73.
Geoffrey
B. Wilson: “No external opposition or internal heresy disturbed
the church, which was as peaceful as the grave”
(= Tidak ada permusuhan di luar atau penyesatan di dalam yang mengganggu gereja,
yang sama damainya seperti kuburan) - hal 41.
e) Seorang penafsir mengatakan bahwa kemakmuran lahiriah
sangat memungkinkan untuk menjadikan suatu gereja mengalami kondisi seperti
gereja Sardis ini. Perlu diingat bahwa kemakmuran lahiriah sering mengakibatkan
kecintaan pada uang dan hal-hal duniawi.
James
B. Ramsey: “This is a most sad and perilous condition for any
church to be found in; and yet it is a very frequent state of churches outwardly
prosperous” (= Ini adalah kondisi yang paling menyedihkan dan
membahayakan bagi gereja manapun yang ada di dalamnya; tetapi seringkali ini
merupakan keadaan dari gereja-gereja yang makmur secara lahiriah)
- hal 165.
James
B. Ramsey: “Let every church standing high in the estimation of
others, and prosperous in her external circumstances, remember that while men
are praising, Christ may be frowning, and His judgments impending, as a thief in
the night. Human eyes may detect no flaw, where the eye of Jesus sees only
death” (= Biarlah setiap gereja yang menonjol dalam penilaian orang lain, dan
makmur dalam keadaan lahiriahnya, mengingat bahwa sementara manusia sedang
memuji, Kristus bisa mengerutkan dahi, dan penghakimanNya sedang mendekat,
seperti seorang pencuri pada waktu malam. Mata manusia bisa tidak mendeteksi
adanya cacat, dimana mata Kristus hanya melihat kematian)
- hal 166.
f) Reputasi baiknya membuat gereja ini tidak mencurigai
penyakitnya, sehingga makin lama makin berat.
James
B. Ramsey: “Such a church is asleep, and all its fancied
prosperity is but the dreams of the spiritual sleeper. Such a soul never once
seriously suspects its real condition, or if at any time a fear arises, it is
quickly repelled by the thought of its unstained Christian reputation. This
insensibility is the most alarming feature of this condition”
(= Gereja seperti itu sedang tidur, dan semua kemakmuran yang dikhayalkan
hanyalah merupakan mimpi dari orang yang tidur secara rohani. Jiwa seperti itu
tidak pernah sekalipun mencurigai secara serius kondisinya yang sesungguhnya,
atau jika pada suatu saat ada rasa takut yang muncul, itu dengan cepat
ditolak oleh pikiran tentang reputasi kristennya yang tak bercacat.
Ketidakpekaan ini merupa-kan ciri yang paling menguatirkan dari kondisi ini)
- hal 167.
g) Saat Teduh saya tanggal 26 September yang lalu menunjukkan
bagaimana seseorang bisa kelihatannya hidup padahal mati.
John
Henry Jowett: “MY LORD AS MY BREAD. John 6:26-35. Our life’s
bread is a Person. We may have much to do with Christianity and nothing to do
with Christ. The other day I was in a great and wonderful bakery, but I never
ate or touched a morsel of bread. I touched the machinery. I was absorbingly
interested in the processes, but I ate no bread! And I may be deeply interested
in the means of grace, I may be familiar with all ‘the ins and outs’ of
ecclesiastical machinery, and I may never handle or taste ‘the bread of
God.’ Our religion is dead and burdensome until it becomes a personal
relation, and we have vital communion with Christ. ‘Thou, O Christ, art all I
want.’ We find everything in Him. Everything else is preliminary, preparatory,
subordinate, and to be in the long run dropped and forgotten. A ritual is only a
way to ‘the bread,’ and by no means essential, and very often undesirable.
The heart can find the Lord with a look, with a cry, and needs no obtrusion of
ritual or priest. But how pathetic! To be contented to potter about among the
ritual and never to find the Bread! To be in the house and never to see the
Host! ‘Ye search the Scriptures ... and ye will not come to Me.’”
[= TUHANKU SEBAGAI ROTIKU. Yoh 6:26-35. Roti dari kehidupan kita adalah seorang
Pribadi. Kita bisa mempunyai banyak urusan / hubungan dengan kekristenan tetapi
sama sekali tidak mempunyai urusan / hubungan dengan Kristus. Suatu hari saya
berada di toko / perusahaan roti yang besar dan hebat, tetapi saya tidak pernah
memakan atau menyentuh sepotong rotipun. Saya menyentuh mesin-mesinnya. Saya
sangat tertarik dengan proses pembuatan roti itu, tetapi saya tidak memakan
rotinya! Dan saya bisa sangat tertarik pada cara / jalan / alat dari kasih
karunia, saya bisa saja akrab dengan ‘seluk beluk’ dari mesin-mesin
kegerejaan, tetapi saya tak pernah memegang atau mencicipi / merasakan ‘roti
Allah’. Agama kita mati dan menjadi beban sampai / kecuali itu menjadi suatu
hubungan pribadi, dan kita mempunyai hubungan / persekutuan yang hidup dengan
Kristus. ‘Engkau, ya Kristus, adalah semua yang aku inginkan’. Kita
mendapatkan segala sesuatu di dalam Dia. Segala sesuatu yang lain adalah
pendahuluan, persiapan, lebih rendah tingkatnya, dan pada akhirnya dijatuhkan
dan dilupakan. Upacara hanyalah merupakan jalan kepada ‘roti’, dan sama
sekali tidak merupakan hal yang sangat penting, dan seringkali tidak diinginkan.
Hati bisa menemukan Tuhan dengan suatu pandangan, dengan suatu jeritan, dan
tidak membutuhkan penonjolan diri / pemunculan dari upacara atau imam. Tetapi
alangkah menyedihkannya! Puas / senang untuk berada (?) di antara upacara dan
tidak pernah menemukan roti. Ada di dalam rumah dan tidak pernah melihat Tuan
rumah! ‘Kamu menyelidiki Kitab Suci ... namun kamu tidak mau datang
kepadaKu’] - ‘Springs of Living Water’,
September 26.
Catatan:
bagian terakhir dikutip dari Yoh 5:39-40.
Jelas bahwa
jaman sekarang ada banyak gereja yang kondisinya seperti gereja Sardis. Apakah
gereja saudara sendiri juga seperti itu? Mungkin kutipan di bawah ini bisa
membantu saudara dalam menganalisa gereja saudara sendiri.
Theodore
H. Epp: “Ada seorang yang berkata bahwa kita dapat mengetahui
kepopuleran sebuah gereja dengan melihat berapa banyak orang yang hadir dalam
kebaktian pada hari Minggu pagi. Mereka yang hadir dalam kebaktian sore hari
menunjukkan kepopuleran si pengkhotbah di gereja itu. Dan kepopuleran Tuhan
dapat diketahui dari jumlah anggota yang hadir dalam kebaktian doa pada
pertengahan minggu” - hal 85-86.
Catatan:
Orang ini berbicara sesuai dengan kontex Amerika, dimana kebaktian pagi / siang
sajalah yang dianggap sebagai betul-betul suatu kebaktian. Kebaktian sore
biasanya sangat tidak formil (semacam persekutuan), dan yang hadir jauh lebih
sedikit dari kebaktian pagi.
Penerapan:
Bukan
hanya persekutuan doa hari Kamis yang perlu diperhatikan, tetapi juga acara doa
syafaat dalam Kebaktian Minggu. Saya mendengar ada chairman yang kalau
acara doa syafaat dalam kebaktian, tidak ikut doa dan bahkan ngobrol.
Bagaimana
membetulkan gereja seperti gereja Sardis ini?
William
Hendriksen: “Sardis was sinking into spiritual stupor. This
explains Christ’s self-description: ‘the One who has the seven - life-giving
- spirits.’ He also has in His right hand the seven stars. By means of the
ministers of the Word and their message the life-giving spirits are able to
revive a dead church” (= Sardis sedang tenggelam ke dalam keadaan pingsan
secara rohani. Ini menjelaskan penggambaran Kristus tentang diriNya sendiri:
‘yang memiliki ketujuh Roh, yang memberi hidup’. Di tanganNya Ia juga
mempunyai ketujuh bintang. Melalui para pelayan Firman dan pemberitaan mereka,
Roh pemberi hidup itu bisa menghidupkan gereja yang mati)
- hal 73.
Jadi,
Roh Kudus dan Pendeta yang memberitakan Firman Tuhan, ini merupakan 2 hal yang
dibutuhkan untuk membangunkan gereja yang mati / tidur!
Ay 2:
“Bangunlah,
dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak
satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan AllahKu”.
1)
‘Bangunlah,
dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati’.
a)
Terjemahan.
Kata
‘bangunlah’ oleh KJV diterjemahkan ‘berjaga-jagalah’. Kata Yunani yang
kata dasarnya sama dengan di sini, muncul lagi dalam ay 3, dimana Kitab
Suci Indonesia menterjemahkan ‘berjaga-jaga’. Mungkin dalam ay 2 ini
diterjemahkan ‘bangunlah’ (KS Indonesia, NIV, NASB, RSV), karena dihubungkan
dengan kata ‘mati’ pada akhir ay 1.
b)
Kata ‘bangunlah / berjaga-jagalah’ cocok untuk gereja yang ada di kota yang
sudah 2 x dikalahkan musuh karena tidak berjaga-jaga (secara jasmani).
Penerapan:
Memang
seringkali hal-hal jasmani / duniawi mempunyai persamaan dengan hal-hal rohani,
seperti:
· kalau
kita pernah tertipu dalam hal jasmani / duniawi, maka kita harus sadar bahwa itu
juga bisa terjadi dalam dunia rohani, dan karena itu kita harus berjaga-jaga
dalam hal-hal rohani.
· kalau
kita pernah mengalami kekurangan makanan secara jasmani, dan itu lalu
menimbulkan problem-problem kesehatan, maka kita harus sadar bahwa hal yang sama
bisa terjadi secara rohani, dan karena itu kita harus berusaha untuk mendapatkan
makanan rohani yang sehat dan cukup.
c)
Bagian ini menunjukkan bahwa Sardis tidak betul-betul mati.
James
B. Ramsey: “But bad as things were in Sardis, it was still a true
church. Though the deadness was real and pervasive and paralyzing, it was
not yet complete death. Some things remained, though even these were ready to
die”
(= Tetapi sekalipun hal-hal di Sardis begitu jelek, ia tetap merupakan gereja
yang benar. Sekalipun kematiannya adalah nyata dan meresap dan melumpuhkan,
tetapi itu belumlah kematian yang lengkap. Beberapa hal masih tertinggal,
sekalipun hal-hal inipun juga hampir mati) - hal 167.
Catatan:
istilah ‘true church’ (= gereja yang benar) bukan berarti gereja yang
bagus. Maksudnya gereja itu tetap masih merupakan gereja di hadapan Tuhan.
d)
Bagian ini menunjukkan bahwa jemaat gereja Sardis mempunyai tanggung jawab untuk
membetulkan hal-hal yang jelek dalam diri / gereja mereka. Memang dalam Yes 42:3a
dikatakan “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu
yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya”, yang menunjukkan bahwa
Kristus tidak akan membuang orang kristen yang sejati yang mundur, tetapi
sebaliknya menolongnya / mengangkatnya. Tetapi itu tidak berarti bahwa orang
kristen yang patah terkulai / pudar nyalanya itu boleh bersikap pasif.
Renungkanlah
hal-hal di bawah ini.
1.
Kebaktian.
· ketepatan
waktu / tidak terlambat.
· kerajinan
berbakti.
· kesungguhan
/ kekhidmatan dalam berbakti.
· kesungguhan
dalam menyanyi.
2.
Firman Tuhan.
· cara
mendengar Firman Tuhan.
· kehadiran
dalam Pemahaman Alkitab.
· Saat
Teduh.
· baca
makalah / dengar cassette.
3. Doa.
· doa
pribadi.
· persekutuan
doa.
· doa
syafaat dalam kebaktian.
4. Pelayanan.
· pemberitaan
Injil.
· mengajak
orang ke gereja.
· keseriusan,
beban, komitmen dalam pelayanan saudara.
· bezoek.
5. Kasih.
· kepada
Tuhan.
· kepada
sesama manusia (saudara seiman / orang kafir).
6. Iman.
· tidak
kuatir dalam menghadapi problem / bahaya.
· keyakinan
pada Ro 8:28.
7. Persembahan.
· persembahan
persepuluhan.
· persembahan
biasa.
· persembahan
untuk Pembangunan Gedung Gereja.
8. Bersyukur dan memuji Tuhan.
9. Damai dan sukacita dalam hidup.
10. Pengudusan.
Hal-hal
yang mana yang dulu saudara baik sekarang tidak, dan hal-hal yang mana yang dari
dulu sampai sekarang saudara tidak pernah baik. Maukah saudara memperbaiki
hal-hal itu?
2) ‘sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan
AllahKu’.
a)
Apa artinya kalau dikatakan bahwa pekerjaan mereka tidak sempurna?
James
B. Ramsey: “‘Perfect’ here cannot mean sinless perfection,
the want of which could not be evidence of spiritual death. It means, ‘filled
up,’ ‘completed;’ their works were wanting in some essential element to
make them what they professed to be” (= ‘Sempurna’ di sini tidak bisa berarti
kesempurnaan tanpa dosa, karena kekurangan dalam hal itu tidak bisa merupakan
bukti dari kematian rohani. Kata itu berarti ‘dipenuhi’, ‘lengkap’;
pekerjaan mereka kekurangan beberapa eleman yang hakiki / penting yang membuat
mereka sesuai dengan namanya) - hal 166.
Contoh:
· persembahan
tanpa kerelaan / kasih, namanya sebetulnya bukan lagi persembahan.
· pelayanan
yang dilakukan untuk menunjukkan betapa rohaninya dirinya sendiri, atau yang
dilakukan dengan terpaksa, atau yang dilakukan dengan asal-asalan, sama sekali
tidak bisa disebut sebagai pelayanan.
b)
Pekerjaan mereka tidak sempurna di hadapan Allah.
Theodore
H. Epp: “Allah tidak dapat ditipu atau dipengaruhi oleh
perbuatan lahiriah yang kita lakukan. Ia mengetahui hati kita dan Ia juga
mengetahui bahwa sejumlah besar aktivitas-aktivitas Kristen masa kini sebenarnya
kosong belaka dan tidak berarti sama sekali” -
hal 89.
Leon
Morris (Tyndale): “This
church may have pleased men, but it did not please God” (= Gereja ini mungkin telah menyenangkan orang, tetapi
ia tidak menyenangkan Allah) - hal 76.
Bandingkan
dengan kata-kata Paulus dalam 1Kor 4:3a,4b - “Bagiku sedikit sekali
artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu penghakiman manusia. ...
Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan”.
c) Bagian ini menunjukkan bahwa Yesus mencari sesuatu dalam
hidup kristen kita.
William
Barclay: “Christ is looking for something from us. We so often
regard him as the one to whom we look for things; for his strength, his help,
his support, his comfort. But we must never forget that he is looking for our
love, our loyalty and our service”
(= Kristus sedang mencari sesuatu dari kita. Kita begitu sering menganggap Dia
sebagai seseorang dari siapa kita mencari hal-hal; seperti kekuatanNya,
pertolonganNya, topanganNya, penghiburanNya. Tetapi kita tidak pernah boleh lupa
bahwa Ia sedang mencari kasih kita, kesetiaan kita dan pelayanan kita) - hal 119.
Bandingkan
dengan Mat 21:18-19 dimana Yesus mengutuk pohon ara yang tidak berbuah.
Juga dengan perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah dalam Luk 13:6-9.
Maukah saudara berusaha untuk menghasilkan buah, yang dicari oleh Kristus dari
kehidupan saudara itu?
Dari
ay 1-2 ini terlihat betapa brengseknya gereja Sardis ini. Karena itu saya
berpendapat bahwa adalah suatu kegilaan untuk mengatakan bahwa gereja Sardis ini
menyimbolkan gereja pada jaman Reformasi (Mulai Luther sampai Wesley), seperti
yang dikatakan oleh William R. Newell.
Ay 3:
“Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya;
turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku
akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku
tiba-tiba datang kepadamu”.
1)
‘Karena
itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya’.
a)
Apa / siapa yang dimaksudkan oleh bagian ini?
1. Kebanyakan orang mengatakan bahwa bagian ini menunjuk
kepada Injil. Jadi mereka harus mengingat saat pertama mereka mendengar dan
menerima Injil. Pada saat itu ada semangat dan sukacita dalam hati mereka, yang
menyebabkan mereka berkobar-kobar dalam memberitakan Injil tersebut kepada orang
lain.
2. Tetapi John Stott (hal 92) beranggapan bahwa ini
bukan menunjuk kepada Injil saja, tetapi menunjuk kepada Roh Kudus.
John
Stott: “Was it simply the word of God, the gospel? I think
not. Sound doctrine alone cannot reclaim a church from death. Orthodoxy can
sometimes itself be dead. They had received more than the gospel. They had
received the Holy Spirit” (= Apakah itu hanya sekedar firman Allah, Injil? Saya
kira tidak. Doktrin / ajaran yang sehat saja tidak bisa mendapatkan kembali
suatu gereja dari kematian. Keorthodoxan itu sendiri kadang-kadang bisa adalah
kematian. Mereka telah menerima lebih dari Injil. Mereka telah menerima Roh
Kudus) - hal 92.
John
Stott: “That this is the right interpretation is suggested
by the first verse of the epistle. Here Christ describes Himself as the One who
has the seven spirits of God and the seven stars (v. 1). In every epistle the
introductory description which He gives of Himself is suited to the condition of
the particular church addressed. There is no reason to suppose that the letter
to Sardis is an exception to this rule”
[= Bahwa ini merupakan penafsiran yang benar terlihat dari ayat pertama dari
surat ini. Di sini Kristus menggambarkan diriNya sendiri sebagai seseorang yang
mempunyai 7 Roh Allah dan 7 bintang (ay 1). Dalam setiap surat penggambaran
pendahuluan yang Ia berikan tentang diriNya sendiri disesuaikan dengan kondisi
dari gereja tertentu yang dituju. Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa surat
kepada Sardis ini merupakan perkecualian terhadap peraturan ini]
- hal 93.
John
Stott: “Now this Spirit of Christ is ‘the Spirit of
Life’ (Rom. 8:2). As the Nicene Creed declares, He is both ‘the Lord’ and
‘the Lifegiver’. What other message does a dead or moribund church need to
hear? It is the Holy Spirit who can breathe into our formal worship until it
comes alive and is real. It is He who can animate our dead works and make them
pulsate with life. He can rescue a dying church and make it a living force in
the community”
[= Roh Kristus ini adalah ‘Roh Kehidupan’ (Ro 8:2). Seperti dinyatakan oleh
Pengakuan Iman Nicea, Ia adalah ‘Tuhan’ dan ‘Pemberi hidup’. Berita lain
apa yang butuh didengarkan oleh gereja yang mati atau sekarat? Adalah Roh Kudus
yang bisa menghembuskan ke dalam ibadah formil / resmi kita sehingga itu menjadi
hidup dan nyata. Adalah Dia yang bisa menghidupkan pekerjaan mati kita dan
membuatnya berdenyut dengan kehidupan. Ia bisa menolong gereja yang sekarat dan
membuatnya sebagai kekuatan yang hidup dalam masyarakat] - hal 94.
John
Stott: “Perhaps then there is no more urgent message for
twentieth-century Christians than this: ‘Be filled with the Spirit’ (Eph.
5:18). He dwells within you; but does He fill you? You possess Him; but does He
possess you? If we would but submit to His sovereign will in daily obedience,
and claim His continuous fulness by faith, our Christian life would be lifted to
a higher plane and our church life revolutionized”
[= Maka mungkin tidak ada berita / pesan yang lebih mendesak untuk orang-orang
Kristen abad ke 20 dari pada ini: ‘Hendaklah kamu penuh dengan Roh’ (Ef
5:18). Ia tinggal di dalam kamu; tetapi apakah Ia memenuhi kamu? Kamu memiliki
Dia; tetapi apakah Ia memiliki kamu? Jika saja kita mau tunduk pada kehendakNya
yang berdaulat dalam ketaatan setiap hari, dan mengclaim kepenuhanNya
yang terus-menerus dengan iman, kehidupan Kristen kita akan diangkat ke taraf
yang lebih tinggi dan kehidupan gereja kita dirombak ke arah yang lebih baik
dengan cepat]
- hal 95.
John
Stott: “Every day we must renew our repentance and obedience
and by faith receive His filling, until we live continuously in an attitude of
humble, empty dependence on Him. Only so can Christ’s Church be a living
Church. We spend much time planning, but little time praying. We work for God,
but seldom wait on God. We think and scheme and organize. We administer great
projects and create impressive committees. But we often leave the Holy Spirit
out. He has rightly been called the forgotten member of the Trinity. Only when
the Church of Christ is filled with the Spirit of Christ can spiritual death be
banished and a name for life have any reality behind it”
(= Setiap hari kita harus memperbaharui pertobatan dan ketaatan kita dan dengan
iman menerima pemenuhanNya, sampai kita hidup terus-menerus dalam suatu sikap
ketergantungan yang rendah hati dan kosong kepadaNya. Hanya dengan cara demikian
maka Gereja Kristus bisa menjadi gereja yang hidup. Kita menghabiskan banyak
waktu untuk merencanakan, tetapi sedikit waktu untuk berdoa. Kita bekerja untuk
Allah, tetapi jarang menunggu Allah. Kita berpikir dan merencanakan dan
mengorganisir. Kita melakukan / mengurus proyek-proyek yang besar dan
menciptakan panitia yang mengesankan. Tetapi kita sering meninggalkan Roh Kudus
di luar. Ia secara benar disebut sebagai anggota yang terlupakan dari
Tritunggal. Hanya pada waktu Gereja Kristus dipenuhi dengan Roh Kristus maka
kematian rohani bisa dibuang dan sebutan hidup mempunyai realita di belakangnya)
- hal 95-96.
Dari
2 pandangan di atas saya lebih condong pada pandangan pertama. Alasannya: dalam
ay 3 ada kata ‘mendengarnya’, yang rasanya lebih cocok menunjuk pada
firman / Injil dari pada menunjuk kepada Roh Kudus. Demikian juga kata-kata
selanjutnya yaitu ‘turutilah itu dan bertobatlah’
[Lit: ‘keep and repent’ (= turutilah / peliharalah dan bertobatlah)]
rasanya menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah firman / Injil, bukan Roh Kudus.
Tetapi kalaupun penafsiran John Stott di atas salah, kata-katanya tentang
pentingnya Roh Kudus tetap perlu diperhatikan.
b) Kemiripan nasehat ini dengan nasehat kepada gereja Efesus
dalam Wah 2:5.
Nasehat
yang diberikan kepada gereja Efesus ini (‘Ingatlah
betapa dalamnya engkau telah jatuh’ - Wah 2:5) mirip dengan nasehat yang diberikan
kepada gereja Sardis (‘ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya’
- Wah 3:3), karena memang ada kemiripan antara kedua gereja ini.
Herman
Hoeksema: “In
principle there was, no doubt, a good deal of similarity between the two
churches. The one had lost her first love; the other had a name that she lived,
but was dead. The latter might be considered a further development of the
former: for the church which has lost its first love is about to die. ... Both
must remember something which they had possessed in the past and had now lost”
(= Tidak diragukan lagi bahwa dalam prinsipnya ada persamaan yang cukup besar
antara kedua gereja ini. Yang satu telah kehilangan kasih yang pertama; yang
lain mempunyai nama / reputasi bahwa ia hidup tetapi sebetulnya ia mati. Yang
terakhir bisa dianggap sebagai perkembangan lebih lanjut dari yang terdahulu;
karena gereja yang telah kehilangan kasihnya yang pertama akan mati. ...
Keduanya harus mengingat sesuatu yang mereka miliki di masa lampau tetapi telah
hilang sekarang)
- hal 117.
John
Stott: “The ascended Lord had told the church of Ephesus to
remember (2:5). The Sardian church is told to remember too. Memory is a precious
and blessed gift. Nothing can stab the conscience so wide awake as memories of
the past. The shortest road to repentance is remembrance. Let a man once recall
what he used to be and reflect on what by God’s grace he could be, and he will
be led to repent, turning back from his sin to his Saviour”
[= Tuhan yang telah naik ke surga memberitahu gereja Efesus untuk mengingat
(2:5). Gereja Sardis juga diberitahu untuk mengingat. Ingatan merupakan karunia
/ pemberian yang berharga dan merupakan berkat. Tidak ada apapun yang bisa
menusuk hati nurani sehingga bangun sepenuhnya seperti ingatan tentang masa
lalu. Jalan yang terpendek kepada pertobatan adalah ingatan. Biarlah seseorang
mengingat bagaimana ia dahulu dan merenungkan ia bisa menjadi apa oleh kasih
karunia Allah, dan ia akan bertobat, berbalik dari dosanya kepada
Juruselamatnya]
- hal 92.
John
Stott: “Moreover, what is true of the individual Christian
is true of the local church as a whole. Some churches which today are dead or
dying can look back on a long and glorious history. Their older members can call
to mind the former days when the congregation was a living fellowship of active
workers and souls were being regularly added to their number. Let past history
challenge us to present endeavour!”
(= Selanjutnya, apa yang benar tentang individu Kristen juga benar untuk gereja
lokal secara keseluruhan. Beberapa gereja yang sekarang ini mati atau sekarat
bisa melihat ke belakang pada sejarah yang panjang dan mulia. Anggota-anggota
yang tua dari gereja itu bisa mengingat masa yang lampau pada saat jemaat itu
merupakan persekutuan yang hidup dari pekerja-pekerja aktif dan jiwa-jiwa
ditambahkan secara teratur / tetap kepada jumlah mereka. Biarlah sejarah yang
lampau menantang kita kepada usaha masa kini) - hal 92.
2) ‘Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti
pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang
kepadamu’.
a) Ini tidak menunjuk pada kedatangan Yesus yang
keduakalinya.
Homer
Hailey: “The
coming in this instance, as other ‘comings’ in the seven letters, has no
reference to His final coming, but refers to His coming in judgment upon the
enemies, or for discipline of or aid to the particular church” (= KedatanganNya dalam hal ini, seperti
‘kedatangan-kedatangan’ yang lain dalam ke tujuh surat, tidak menunjuk
kepada kedatanganNya yang terakhir, tetapi menunjuk kepada kedatanganNya dalam
penghakiman terhadap musuh-musuhNya, atau untuk mendisiplin atau menolong gereja
tertentu) - hal 146.
b) Sama seperti kedatangan kedua nanti, kedatangan ini
bersifat mendadak / tiba-tiba.
Herman
Hoeksema: “The
condition here is just the reverse from that of Thyatira. That church is called
to attention in regard to the judgments the Lord will execute in her midst. But
to Sardis the Lord writes that He shall come as a thief. Entirely in harmony
with their deadness and spiritual slumber, He will come upon them without their
being aware of His coming. He shall execute His judgments before they know it”
(= Kondisi di sini persis kebalikan dari kondisi Tiatira. Gereja itu disuruh
memperhatikan penghakiman yang akan dilakukan oleh Tuhan di tengah-tengah
mereka. Tetapi kepada gereja Sardis Tuhan menuliskan bahwa Ia akan datang
sebagai seorang pencuri. Sesuai dengan kematian dan tidurnya rohani mereka, Ia
akan datang kepada mereka tanpa mereka sadari. Ia akan melaksanakan
penghakimannya sebelum mereka mengetahuinya) - hal 117.
James
B. Ramsey: “‘I will come as a thief.’ I will give no
previous warning. As His coming at the second advent, so will be His coming to
inflict judgment on every sleeping church and professor”
(= ‘Aku akan datang seperti pencuri’. Aku tidak akan memberikan peringatan
lebih dulu. Sebagaimana kedatanganNya pada kedatangan keduakalinya, demikianlah
Ia akan datang untuk memberikan penghakiman kepada setiap gereja dan profesor
yang tidur)
- hal 168.
Bdk.
Amsal 29:1 - “Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong
diremukkan tanpa dapat dipulihkan kembali”.
Ay 4:
“Tetapi
di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan
berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk
itu”.
1)
‘Di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya’.
a)
Arti dari ‘mencemarkan pakaian’.
Homer
Hailey: “To
defile one’s garments is to pollute the life that has been cleansed by the
blood of Christ”
(= Mencemari pakaian seseorang berarti mengotori kehidupan yang telah
dibersihkan oleh darah Kristus) - hal 146.
b) Secara implicit bagian ini menunjukkan bahwa mayoritas
orang kristen di Sardis mencemarkan pakaiannya.
Ramsey
(hal 166-167) mengatakan bahwa ‘pencemaran pakaian’ ini tidak menunjuk pada
dosa ke dalam mana mereka jatuh, tetapi dosa dimana mereka secara sengaja
dan terus menerus hidup di dalamnya. Beberapa penafsir lain mengatakan bahwa
‘pencemaran pakaian’ menunjuk pada dosa sex.
Homer
Hailey: “It
is implied that the garments of the church had been defiled with immorality, for
which the city was noted”
(= Secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa pakaian dari gereja telah
dicemari dengan ketidak-bermoralan, untuk mana kota itu terkenal)
- hal 144.
Barnes’
Notes: “The
inhabitants of Sardis bore an ill repute among the ancients for their voluptuous
modes of life. Perhaps there may be an allusion to this fact, in the words which
are used in the address to the church there, ‘Thou hast a few names even in
Sardis which have not defiled their garments.’” (= Penduduk Sardis mempunyai reputasi buruk di antara
orang kuno karena gaya hidup mereka yang bersifat memuaskan nafsu. Mungkin ada
sindiran terhadap fakta ini, dalam kata-kata yang digunakan terhadap gereja di
sana, ‘Di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya’)
- hal 1564.
c) Tetapi sebagian kecil orang Kristen di Sardis tidak
mencemarkan pakaiannya.
· Orang-orang
ini harus ditiru. Sekalipun sebagian besar orang Kristen di Sardis hidup dalam
dosa, tetapi mereka ini tidak ikut-ikutan!
· Kata-kata
‘tidak mencemarkan pakaiannya’ tentu tidak berarti bahwa orang-orang ini
hidup suci. Ini sekedar berarti bahwa mereka adalah orang-orang yang setia, baik
dalam pengakuan maupun dalam kehidupan.
Matthew
Poole: “There is a garment of Christ’s righteousness,
which, once put on, is never lost, nor can be defiled; but there are garments of
holiness also: hence the apostle calls to Christians to be clothed with
humility. As sin is expressed under the notion of nakedness, so holiness is
expressed under the notion of a garment, Ezek. 16:10; 1Pet. 5:5. Those who have
not defiled their garments, are those that have kept a pure conscience”
(= Ada pakaian kebenaran Kristus, yang sekali dipakai tidak pernah hilang, dan
juga tidak bisa dikotori; tetapi juga ada pakaian kekudusan: karena itu sang
rasul berseru kepada orang-orang Kristen untuk berpakaian dengan kerendahan
hati. Seperti dosa dinyatakan dengan ketelanjangan, demikian juga kekudusan
dinyatakan dengan pakaian, Yeh 16:10; 1Pet 5:5. Mereka yang tidak mencemarkan
pakaian mereka adalah mereka yang menjaga kemurnian hati nuraninya)
- hal 957.
Catatan:
1Pet 5:5a dalam Kitab Suci Indonesia berbunyi: “Demikian
jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan
kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain”.
Bagian
yang saya garisbawahi itu dalam KJV berbunyi: “Yea, all of you be subject
one to another, and be clothed with humility” (= Ya kamu semua,
tunduklah satu kepada yang lain, dan kenakanlah pakaian kerendahan hati).
2) ‘mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih karena mereka
adalah layak untuk itu’.
a)
‘Pakaian putih’.
Herman
Hoeksema: “In
Scripture, white garments are a symbol of righteousness and holiness and purity,
of perfect deliverance from sin and corruption” (= Dalam Kitab Suci pakaian putih merupakan simbol
dari kebenaran dan kekudusan dan kemurnian, dari pembebasan yang sempurna dari
dosa dan kejahatan) - hal 121.
George
Eldon Ladd: “this
is a promise of victory and purity in the messianic Kingdom when those who have
remained faithful in a pagan and corrupt society will experience the
consummation of fellowship with the Lord” (= ini adalah janji kemenangan dan kemurnian dalam Kerajaan Mesias pada
waktu mereka yang telah tetap setia dalam masyarakat yang kafir dan jahat akan
mengalami penyempurnaan persekutuan dengan Tuhan)
- hal 57.
b)
‘mereka adalah layak untuk itu’.
John
Stott: “they are worthy (v. 4). Not, however, that the
conquerors earns his reward by right, since his forgiveness and moral strength
are due to the free grace of Christ alone. No, His worthiness is borrowed from
Christ. The only way to be made fit for entry into God’s Kingdom is to be
cleansed by Christ who died for us, or, in the rich imagery of this book, to
wash our robes and make them white in the blood of the Lamb (7:14; cf. 22:14)”
[= mereka layak (ay 4). Tetapi bukan bahwa para pemenang itu mendapatkan pahala
berdasarkan hak, karena pengampunannya dan kekuatan moralnya disebabkan oleh
kasih karunia cuma-cuma dari Kristus saja. Tidak, kelayakannya dipinjam dari
Kristus. Satu-satunya jalan untuk layak / pantas untuk masuk ke dalam Kerajaan
Allah adalah dengan dibersihkan oleh Kristus yang telah mati bagi kita, atau,
dalam penggambaran yang kaya dari kitab ini, mencuci jubah kita dan membuatnya
putih dalam darah Anak Domba (7:14; bdk. 22:14)] - hal 96-97.
Ay 5:
“Barangsiapa
menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus
namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan
BapaKu dan di hadapan para malaikatNya”.
1)
‘Aku
tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan’.
Ayat-ayat
lain yang berbicara tentang penghapusan nama dari kitab kehidupan adalah: Kel 32:32-33
Maz 69:29. Bandingkan juga dengan Dan 12:1 Luk 10:20 Fil
4:3 Ibr 12:23 Wah 13:8 Wah 17:8 Wah 20:15
Wah 21:27.
B. B.
Warfield: “Book of life ..., which
is certainly a symbol of Divine appointment to eternal life revealed in
and realized through Christ” (= Kitab kehidupan ..., yang merupakan simbol
dari penetapan pada kehidupan kekal yang dinyatakan dalam Kristus dan diwujudkan
melalui Kristus) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 306.
Bdk. Wah 13:8 17:8.
John
Stott: “One day the books will be opened, and the dead will
be judged by what is written in the books, and everyone whose name is not found
written in the Book of Life will be ‘thrown into the lake of fire’ (Rev.
20:11-15). Is your name written in the Lamb’s book of life? You can have a
name among men for being alive (like the Church of Sardis) and still have no
entry in God’s book of the living. ... Jesus told His disciples to rejoice
that their names were ‘written in heaven’ (Lk. 10:20; cf. Heb. 12:23). Can
you rejoice like that today?” [= Suatu hari kitab-kitab ini akan dibuka, dan orang
mati akan dihakimi berdasarkan apa yang tertulis dalam kitab-kitab ini, dan
setiap orang yang namanya tidak ditemukan tertulis dalam Kitab Kehidupan akan
‘dilemparkan ke dalam lautan api’ (Wah 20:11-15). Apakah namamu
tertulis dalam kitab kehidupan Anak Domba? Kamu bisa terkenal hidup di antara
manusia (seperti Gereja Sardis) dan tetap tidak masuk dalam kitab orang hidup
dari Allah. ... Yesus menyuruh murid-muridNya untuk bersukacita bahwa nama
mereka ‘tertulis di surga’ (Luk 10:20; bdk. Ibr 12:23). Bisakah
engkau bersukacita seperti itu hari ini?] - hal 97.
Stott
(hal 97,98) juga mengatakan bahwa ‘tidak akan menghapus’ dalam bahasa
Yunaninya menggunakan ‘double negatives’ (2 x kata ‘tidak’),
dan ini menunjukkan suatu penekanan bahwa Kristus tidak akan menghapus nama
mereka dari kitab kehidupan.
Steve
Gregg: “This is a difficult statement to harmonize with the
concept of the believer’s inevitable perseverance. There are two classic ways
to remove the impression that this passage denies the doctrine of perseverance
of the saints. One is to suggest that the Book of Life is not the list of the
redeemed, but rather contains the names of all people living at a given time.
Removal of one’s name from the book would thus signify physical death but not
damnation (but cf. 20:15). A second suggestion is that the warning is merely
hypothetical - meaning that no one will ever have their name removed in
actuality, since it is not said that some will have their names removed, only
that some will not (but cf. 21:19)”
[= Ini adalah pernyataan yang sukar untuk diharmoniskan dengan konsep dari
ketekunan yang pasti terjadi dari orang percaya. Ada dua cara klasik untuk
menyingkirkan kesan bahwa text ini menyangkal doktrin ketekunan orang kudus.
Yang pertama adalah dengan mengatakan bahwa Kitab Kehidupan bukanlah daftar
orang yang ditebus, tetapi terdiri dari nama-nama semua orang yang hidup pada
saat tertentu. Jadi, penghapusan nama seseorang dari kitab itu menunjukkan
kematian jasmani, tetapi bukan penghukuman (tetapi bdk. 20:15). Usul kedua
adalah bahwa peringatan di sini semata-mata bersifat pengandaian, yang berarti
bahwa dalam kenyataannya tak seorangpun akan dihapus namanya, karena tidak
dikatakan bahwa beberapa orang akan dihapus namanya, tetapi hanya bahwa beberapa
tidak akan dihapus namanya (tetapi bdk. 21:19)]
- hal 74.
Catatan:
· pandangan
no 1 pasti salah karena bertentangan / tidak sesuai dengan Wah 20:15.
· 21:19
mungkin maksudnya 22:19.
Herman
Hoeksema: “...
the book of life. In that book, written before the foundation of the world, the
names are written of those who are chosen unto everlasting life and glory. The
names that are written in that book will, of course, never be blotted out. Nor
does the Lord say that this is possible. He merely assures the faithful in
Sardis that their names shall not be erased from the roll of God’s
elect. Fact is that once upon a time also the unfaithful ones in Sardis had
appeared as if they had been written in that book of life too: for their names
had appeared on the roll of the church. Now, however, their apostasy and their
walk in sin prove that their names had never been written in the book of life.
Hence, not to be blotted out from the book of life represents the assurance that
they had from all eternity been written in it and that the believers in Sardis
may be confident that they shall find their names are written therein in the day
of judgment”
(= ... kitab kehidupan. Dalam kitab itu, tertulis sebelum dunia dijadikan,
ditulis nama-nama mereka yang dipilih kepada hidup dan kemuliaan kekal. Tentu
saja nama-nama yang tertulis dalam kitab itu tidak pernah dihapuskan. Tuhan
tidak berkata bahwa itu mungkin terjadi. Ia hanya menjamin kepada orang-orang
setia di Sardis bahwa nama-nama mereka tidak akan dihapuskan dari daftar
orang-orang pilihan Allah. Faktanya adalah bahwa pada suatu saat juga
orang-orang yang tidak setia di Sardis terlihat seolah-olah dituliskan dalam
kitab kehidupan juga: karena nama-nama mereka terlihat dalam daftar gereja.
Tetapi sekarang, kemurtadan mereka dan kehidupan mereka dalam dosa membuktikan
bahwa nama mereka tidak pernah dituliskan dalam kitab kehidupan. Karena itu,
‘tidak dihapuskan dari kitab kehidupan’ menggambarkan keyakinan bahwa dari
kekekalan mereka telah ditulis dalam kitab itu, dan bahwa orang-orang percaya di
Sardis boleh yakin bahwa mereka akan mendapatkan nama mereka tertulis di
dalamnya pada hari penghakiman) - hal 122.
Jadi, yang
namanya dihapus dari kitab kehidupan hanyalah orang kristen KTP (inipun
peninjauan dari sudut manusia); karena orang pilihan pasti menang sehingga tidak
akan dihapus (Wah 3:5 bdk. Ro 8:37).
Calvin:
“John says (Rev 3:5, 22:18): Whoever has sinned, I shall delete him from
the book of life. If, says Georgius, you apply this to the reprobate, they never
were written in the book of life; if to the elect, the counsel of God is
unstable. He then concludes that there is no certain election. So babbles
this monk, as if God did not always accommodate Himself to our understanding”
[= Yohanes berkata (Wah 3:5, 22:18): Barangsiapa telah berdosa, Aku akan
menghapusnya dari kitab kehidupan. Georgius berkata, jika engkau menerapkan ini
kepada orang-orang yang ditentukan binasa, mereka tidak pernah ditulis dalam
kitab kehidupan; jika ini diterapkan kepada orang-orang pilihan, maka rencana
Allah tidak stabil. Lalu ia menyimpulkan bahwa tidak ada pemilihan tertentu.
Demikianlah rahib / biarawan ini mengoceh, seakan-akan Allah tidak selalu
menyesuaikan diriNya sendiri dengan pengertian kita] - ‘Concerning The
Eternal Predestination Of God’, chapter IX, no 5 / hal 151.
Catatan:
· kata-kata
yang saya garisbawahi itu dalam versi bahasa Inggris ditulis di footnote,
yang ditambahkan dari versi bahasa Perancisnya.
· Wah
22:18 mungkin lebih tepat kalau diganti Wah 22:19.
Dari bagian
terakhir dari kutipan di atas terlihat dengan jelas bahwa Calvin beranggapan
bahwa pada saat Allah berbicara tentang penghapusan nama dari kitab kehidupan,
maka Ia menyesuaikan kata-kataNya dengan pengertian kita. Memang dari
sudut pandang kita, kalau seseorang masuk ke gereja dan mengaku percaya
kepada Kristus, maka ia diselamatkan, dan namanya tercantum dalam kitab
kehidupan. Kalau orang itu murtad, maka ia tidak selamat, dan namanya dihapus
dari kitab kehidupan.
Dari
semua penafsiran tentang penghapusan nama dari kitab kehidupan, saya paling
setuju dengan penafsiran Calvin.
2) ‘melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan BapaKu dan di hadapan
para malaikatNya’.
Bdk. Mat 10:32-33
- “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan
mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di
depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga”.
Mark 8:38
- “Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataanKu di
tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan
malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan BapaNya, diiringi
malaikat-malaikat kudus”.
Pulpit
Commentary: “How strictly the Lord Jesus individualizes in the
treatment of souls! If there are living souls in a dead Church, or dead souls in
a living Church, they will be dealt with by him, not according to the state of
the Church, but according to their own. ‘Every one of us must give account of
himself to God.’” (= Betapa ketatnya Tuhan Yesus mengindividukan dalam
penanganan jiwa-jiwa! Jika di sana ada jiwa-jiwa yang hidup dalam suatu Gereja
yang mati, atau jiwa-jiwa yang mati dalam suatu gereja yang hidup, mereka akan
diperlakukan olehNya, bukan berdasarkan keadaan Gereja, tetapi berdasarkan
keadaan mereka sendiri. ‘Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi
pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah’)
- hal 120.
Catatan:
bagian terakhir itu dikutip dari Ro 14:12.
Penerapan:
Ay 6:
“Siapa
bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat”.
Kalimat ini ada pada akhir dari
setiap surat.
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali