Eksposisi
Wahyu kepada Yohanes
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Ay 8: “Dan
tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Smirna: Inilah firman dari Yang Awal dan
Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali”.
1) ‘Dan
tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Smirna’.
a)
Kota Smirna.
· dalam
hal ukuran ini adalah kota terbesar kedua, sedangkan dalam hal keindahan ia
menduduki tempat pertama.
Steve Gregg:
“Smyrna (modern Izmir) was the second largest and reputedly the most
beautiful city in Provincial Asia and is the only city of the seven that is
still in existence today” [= Smirna (Izmir modern) adalah kota terbesar
kedua dan dikatakan orang sebagai kota terindah di propinsi Asia, dan
satu-satunya kota dari tujuh kota yang tetap ada pada hari ini] - hal 66.
· kesetiaan
kepada Roma dan kesombongan kota Smirna.
Homer Hailey:
“Smyrna allied herself to Rome early in the period of Roman conquest,
and as a result enjoyed an almost unbroken career of prosperity. As an
expression of her fidelity to Rome, the city erected a shrine to Roma, the Roman
goddess, as early as 195 B.C.; and under the reign of Tiberius (A.D. 14-37)
Smyrna was chosen as the site for a temple to Tiberius” [= Smirna
menyekutukan dirinya dengan Roma pada masa yang sangat awal dari penaklukan
Romawi, dan akibatnya ia menikmati kemakmuran yang hampir tak ada putusnya.
Sebagai pernyataan dari kesetiaannya kepada Roma, kota ini mendirikan kuil bagi
Roma, dewi Romawi, pada tahun 195 S.M.; dan di bawah pemerintahan Tiberius
(14-37 M.) Smirna dipilih sebagai tempat untuk kuil bagi Tiberius] -
hal 125.
Homer Hailey:
“The city claimed to be first city in Asia: first in beauty, first in
literature, first in loyalty to Rome. ... Because Smyrna claimed to be first and
would brook no rival, Jesus introduces Himself with the designation, ‘these
things saith the first and the last, who was (became) dead, and lived again’
(cf. 1:17f). His primacy must be universally recognized; Smyrna would have to
revise all her ambitions claims” [= Kota ini mengclaim sebagai kota
pertama di Asia, yang pertama dalam keindahan, yang pertama dalam literatur,
yang pertama dalam kesetiaan kepada Roma. ... Karena Smirna mengclaim sebagai
yang pertama dan tidak membolehkan adanya saingan, Yesus memperkenalkan dirinya
dengan nama / gelar ini, ‘Inilah firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang
telah mati dan hidup kembali’ (bdk. 1:17-dst). KeunggulanNya harus diakui
secara universal; Smirna harus merevisi semua claimnya yang ambisius]
- hal 125.
Catatan:
saya agak meragukan kebenaran bagian akhir kata-kata ini, karena surat ini
ditujukan kepada orang kristen di Smirna bukan kepada orang kafirnya, sedangkan
yang mengclaim Smirna sebagai kota pertama rasa-rasanya adalah orang
kafirnya.
· toleransi
terhadap kekristenan di kota Smirna.
Pulpit
Commentary: “There are more
Christians in Smyrna than in any Turkish city in the world; and it is therefore
peculiarly unclean in the eyes of the strict Moslems, who calls it Giaour Izmir,
or infidel Smyrna. Religious toleration has always been more fully permitted in
Smyrna than in any other cities under Mohammedan control, and rarely has Turkish
fanaticism been directed against Europeans. It is a great centre of missionary
effort; and in Smyrna the light of Christianity has never been extinct from
apostolic times” (= Ada lebih banyak orang kristen di Smirna dari pada di
kota orang Turki manapun di dunia; dan karena itu kota ini secara khusus adalah
kota yang najis di mata orang Islam yang ketat, yang menyebutnya Giaour Izmir,
atau Smirna yang kafir. Toleransi agama selalu lebih diijinkan sepenuhnya di
Smirna dari pada di kota lain manapun juga yang ada di bawah kontrol orang
Islam, dan jarang sekali kefanatikan orang Turki ditujukan menentang orang-orang
Eropa. Smirna merupakan pusat yang besar bagi usaha misionaris; dan di Smirna
terang kekristenan tidak pernah padam sejak jaman rasul-rasul) - hal 98.
b)
Gereja Smirna.
John Stott:
“We do not know when it was founded. It is mentioned neither in the Acts
nor in the New Testament epistles, although an early tradition states that the
apostle Paul visited the town on his way to Ephesus at the beginning of his
third missionary tour” (= Kita tidak tahu kapan gereja Smirna didirikan.
Gereja Smirna tidak disebutkan baik dalam Kisah Rasul maupun dalam surat-surat
Perjanjian Baru, sekalipun tradisi yang mula-mula menyatakan bahwa rasul Paulus
mengunjungi kota ini dalam perjalanannya ke Efesus pada permulaan dari
perjalanan misionarisnya yang ketiga) - hal 36.
c) ‘malaikat
jemaat di Smirna’.
Ada yang
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘malaikat jemaat di Smirna’
adalah Polycarp, yang adalah bishop (= uskup) di Smirna.
Steve Gregg
tidak setuju terhadap hal ini dengan alasan bahwa ini akan mengharuskan
penulisan Kitab Wahyu terlalu mundur ke belakang Catatan: Gregg menganut ‘earlier
date’ (= saat yang lebih awal) tentang saat penulisan Kitab Wahyu.
Kalaupun pada
saat surat ini dikirimkan ke gereja Smirna Polycarp belum menjabat sebagai bishop
di Smirna, pasti di kemudian hari pada saat ia menjadi bishop di Smirna
ia membaca surat ini, dan surat ini menguatkannya sehingga berani mati syahid
bagi Kristus sesuai dengan kata-kata Kristus dalam ay 10b.
2)
‘Inilah firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup
kembali’.
a)
Kepada gereja Smirna yang menderita (ay 9), Yesus menyatakan diriNya
sebagai ‘Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali’.
Dan berdasarkan hal ini Ia juga berkata: ‘Hendaklah engkau setia sampai
mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan’.
b) ‘Yang
Awal’.
Pulpit
Commentary: “‘I am the First;’
i.e. ‘I am the head and beginning of all things; all were ordered and arranged
according to the counsel of my will; nothing comes by chance; nothing has been
left unprovided for’” (= ‘Aku adalah yang Awal / Pertama’; yaitu
‘Aku adalah kepala dan permulaan dari segala sesuatu; semua diperintah dan
diatur sesuai dengan kehendakKu; tidak ada sesuatu yang terjadi secara
kebetulan; tidak ada apapun yang tertinggal tanpa diurus’) - hal 85.
c) ‘dan
Yang Akhir’.
Pulpit
Commentary: “‘And the Last;’
i.e. ‘When men and Satan have done their all, and nothing is left more that
they can do, and they shall have gone to their own place, I shall remain, and of
my kingdom there shall be no end. Therefore, remember, the eternal God is thy
Refuge, and underneath thee are the everlasting arms’” (= ‘Dan Yang
Akhir’; yaitu ‘Pada waktu manusia dan Setan telah melakukan segala usaha
mereka, dan tidak ada apapun yang tersisa yang bisa mereka lakukan, dan mereka
akan pergi ke tempat mereka sendiri, Aku akan tetap tinggal, dan kerajaanKu
tidak akan berakhir. Karena itu, ingatlah, Allah yang kekal adalah
perlindunganmu, dan di bawahmu ada lengan yang kekal’) - hal 85-86.
d) ‘yang
telah mati dan hidup kembali’.
Pulpit
Commentary: “‘Which was dead;’
i.e. ‘I have entered into all that can by any possibility be before you. I, of
my own will, went down into the pain and darkness of death; I know all about it,
O my people, and I know how you feel, for I was in all points tried like as you
are. And I entered into death that I might be the better able to help you. And
see, I live! Sin and hell did their worst against me, but, behold, I am alive
for evermore’” (= ‘Yang telah mati’; yaitu ‘Aku telah masuk ke
dalam segala sesuatu yang mungkin ada di depanmu. Aku, oleh kehendakKu sendiri,
turun ke dalam kesakitan dan kegelapan kematian; Aku tahu segala sesuatu tentang
hal itu, hai umatKu, dan Aku tahu bagaimana perasaanmu, karena dalam segala hal
Aku dicobai seperti engkau. Dan Aku masuk ke dalam kematian supaya Aku bisa
menolongmu dengan lebih baik. Dan lihatlah, Aku hidup! Dosa dan neraka melakukan
yang terburuk terhadapKu, tetapi lihatlah, Aku hidup selama-lamanya’) -
hal 86.
Memang berita
tentang penderitaan, kematian, dan kebangkitan Kristus bukan hanya penting untuk
penginjilan, tetapi juga penting untuk penghiburan, khususnya bagi orang kristen
yang menderita / dianiaya karena Kristus.
Ay 9: “Aku
tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu - namun engkau kaya - dan fitnah mereka, yang
menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya
mereka adalah jemaah Iblis”.
1) ‘Aku tahu
kesusahanmu dan kemiskinanmu - namun engkau kaya’.
a)
Dalam KJV ada tambahan ‘works’ (= pekerjaan).
KJV:
‘I know thy works, and tribulation, and poverty’ (= Aku tahu pekerjaan,
dan kesusahan, dan kemiskinanmu).
KJV
melakukan hal yang sama dengan Wah 2:13. Tetapi ini salah. Baik untuk
gereja Smirna maupun gereja Pergamus, tidak ada kata-kata ‘thy works’
(= pekerjaanmu). Mungkin penderitaan dan penganiayaan yang mereka alami itu
begitu hebat sehingga tidak memungkinkan mereka bekerja bagi Tuhan / melayani
Tuhan.
Pulpit
Commentary: “Other epistles begin, ‘I know thy works.’ This
and the next begin, ‘I know thy tribulation.’ It is possible for a Church so
to be placed that activity is out of the question. Endurance may be the only
possible form of service” (= Surat-surat lain mulai dengan ‘Aku tahu
pekerjaanmu’. Surat ini dan yang berikutnya mulai dengan ‘Aku tahu
kesusahanmu’. Adalah mungkin bagi sebuah Gereja untuk ditempatkan sedemikian
rupa sehingga tidak mungkin melakukan aktivitas. Ketahanan / ketekunan mungkin
merupakan satu-satunya bentuk pelayanan yang dimungkinkan)
- hal 71.
Pulpit
Commentary: “Christ values his
Churches according to what they are, as well as according to what they do.
If their trials are such that all they can do is to bear them, and to wait
God’s own time - well. So, if in old age Christians find their powers of
active service fail them, though they may do less, they may be
more. It is not only needful for us to quicken sluggish Christians to activity,
it is also needful to show to believers that it is by being as well as by doing
that they can please, serve, and glorify their Lord. There may be much activity
with a very defective inner life. But if the ‘being’ is right, the right
‘doing’ is sure to follow” (= Kristus menilai Gereja-gerejaNya
berdasarkan keberadaan / apa adanya mereka, dan juga berdasarkan apa yang
mereka lakukan. Jika pencobaan mereka begitu rupa sehingga apa yang bisa
mereka lakukan hanyalah memikul / menahannya, dan menunggu waktu Allah sendiri -
baiklah. Jadi, jika pada usia lanjut orang Kristen mendapati bahwa mereka
kehilangan kekuatan mereka untuk melakukan pelayanan aktif, sekalipun mereka melakukan
lebih sedikit, keberadaan mereka mungkin dianggap lebih. Bukan hanya
perlu bagi kita untuk menggerakkan orang kristen yang malas kepada aktivitas,
tetapi juga perlu untuk menunjukkan kepada orang-orang percaya bahwa mereka bisa
menyenangkan, melayani, dan memuliakan Tuhan mereka melalui keberadaan mereka
dan juga melalui apa yang mereka lakukan. Bisa saja ada banyak aktivitas
dengan kehidupan di dalam yang banyak cacatnya. Tetapi jika ‘keberadaannya’
benar, ‘tindakan’ yang benar juga pasti akan mengikuti) - hal 71.
b)
‘kesusahanmu’.
Di
sini kembali digunakan kata Yunani THLIPSIS yang telah dibahas dalam Wah 1:9.
John
Stott: “If the first mark of a true and living church is
love, the second is suffering”
(= Jika tanda pertama dari gereja yang benar dan hidup adalah kasih, maka tanda
kedua adalah penderitaan)
- hal 35.
John
Stott menunjukkan banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa orang kristen /
gereja yang benar pasti mengalami banyak penderitaan, seperti Mat 5:10-12
Luk 6:26 Yoh 15:18,20 Yoh 16:33 2Tim 3:12
Fil 1:29 dsb. Lalu John Stott berkata:
“The
ugly truth is that we tend to avoid suffering by compromise. Our moral standards
are often not noticeably higher than the standards of the world. Our lives do
not challenge and rebuke unbelievers by their integrity or purity or love. The
world sees in us nothing to hate. ... We are seldom bold to rebuke vice. We mind
our own business lest anyone should be offended. We hold our tongue so that
nobody is embarrassed. ... The fear of man has ensnared us. We trim our sails to
the prevailing theological wind. We dilute the gospel so as to render it
supposedly more palatable. We love the praise of men more than the praise of
God. We escape suffering by compromise. ... Supposing we raised our standards
and stopped our compromises? Supposing we proclaimed our message and tightened
our discipline with love but without fear? I will tell you the result: the
Church would suffer” (= Kebenaran yang buruk adalah bahwa kita cenderung untuk menghindari
penderitaan dengan kompromi. Standard moral kita seringkali tak kelihatan lebih
tinggi dari standard duniawi. Kehidupan kita tidak menantang dan menegur
orang-orang yang tidak percaya melalui kejujuran / ketulusan atau kemurnian atau
kasih. Dunia tidak melihat apapun dalam diri kita untuk dibenci. ... Kita jarang
berani menegur kejahatan. Kita mengurus urusan kita sendiri supaya orang lain
tidak tersinggung. Kita mengekang lidah kita sendiri supaya tidak ada orang lain
yang merasa malu. ... Rasa takut kepada manusia telah menjerat kita. Kita
menyesuaikan layar kita kepada angin theologia yang kuat. Kita mengencerkan
injil supaya rasanya lebih enak. Kita mencintai pujian manusia lebih dari pujian
Allah. Kita terhindar dari penderitaan melalui kompromi. ... Seandainya kita
menaikkan standard kita dan menghentikan kompromi kita? Seandainya kita
memberitakan berita kita dan memperketat disiplin kita dengan kasih tetapi tanpa
takut? Aku memberitahumu apa akibatnya: Gereja akan menderita)
- hal 43,44,45.
John
Stott (hal 36-37) mengatakan bahwa penderitaan orang Kristen di Smirna adalah
penganiayaan. Sekalipun tidak diceritakan alasan penganiayaan itu, tetapi Stott
mengatakan bahwa alasannya mudah ditebak. Karena adanya kuil untuk Roma di
Smirna, maka penolakan penyembahan terhadap kaisar dsb menyebabkan orang kristen
Smirna dianiaya.
c)
‘Aku
tahu kesusahanmu’.
· John
Stott:
“This
is a great and sweet comfort. One of our greatest needs in trouble is someone
with whom to share it. We long to unburden ourselves to somebody who
understands. Now Jesus Christ is the world’s greatest comfort. ... However
deep our sorrow or great our suffering, He knows and cares”
(= Ini adalah penghiburan yang besar dan manis. Salah satu kebutuhan terbesar
kita dalam kesukaran adalah seseorang kepada siapa kita bisa menceritakan / mensharingkannya.
Kita ingin melepaskan beban kita kepada seseorang yang mengerti. Yesus Kristus
adalah penghiburan dunia yang terbesar. ... Betapapun dalamnya kesedihan kita
atau betapapun besarnya penderitaan kita, Ia tahu dan peduli)
- hal 47.
· Beasley-Murray:
“The
Lord knows about this situation, but he refrains from intervening. He does not
remove the poverty, he does not vindicate his followers in face of the Jewish
slanders, nor does he frustrate the Devil’s machinations which will bring
about the imprisonment and death of some. He simply encourages them to endure.
Why no more than this? The author of the book of Job wrestled with the problem,
and so have the saints of God ever since. John provides no answer, but his whole
book is written in the conviction that the Church of Christ has the vocation of
suffering with its Lord, that it may share his glory in the kingdom he has won
for mankind” (= Tuhan tahu tentang situasi ini, tetapi Ia tidak mau ikut campur. Ia
tidak membuang kemiskinan mereka, Ia tidak membela pengikut-pengikutNya
menghadapi fitnahan orang-orang Yahudi, juga Ia tidak menggagalkan rencana busuk
Setan yang akan menimbulkan pemenjaraan dan kematian bagi beberapa orang. Ia
hanya menguatkan hati mereka untuk bertahan. Mengapa tidak lebih dari ini?
Penulis Kitab Ayub bergumul dengan problem ini, dan begitu juga dengan
orang-orang kudus Allah sejak saat itu. Yohanes tidak memberikan jawaban, tetapi
seluruh kitabnya ditulis dalam keyakinan bahwa Gereja Kristus mempunyai
pekerjaan menderita dengan Tuhannya, supaya gereja itu bisa ikut menikmati
kemuliaanNya dalam kerajaan yang telah Ia menangkan untuk umat manusia)
- hal 81.
Catatan:
kata-kata ini khususnya harus direnungkan dan dihayati oleh orang-orang yang
menganut Theologia Kemakmuran atau ajaran yang mengatakan bahwa kalau ikut
Kristus semua problem pasti beres, semua penyakit pasti sembuh dan sebagainya.
d)
Miskin tetapi kaya.
· Miskin.
* Arti
dari kata ‘miskin’ di sini.
Kata bahasa
Yunani yang dipakai adalah PTOCHEIAN.
William
Barclay: “In Greek there are two
words for poverty. ... PENIA describes the state of the man who has nothing
superfluous; PTOCHEIA describes the state of the man who has nothing at all”
(= Dalam bahasa Yunani ada 2 kata untuk kemiskinan. ... PENIA menggambarkan
keadaan seseorang yang tidak mempunyai sesuatu yang berlebihan; PTOCHEIA
menggambarkan keadaan seseorang yang sama sekali tidak mempunyai apa-apa) -
hal 78.
William
Hendriksen: “Extreme poverty is
meant. These people were often thrown out of employment as a result of the very
fact of their conversion” (= Kemiskinan yang hebat yang dimaksudkan.
Orang-orang ini sering dikeluarkan dari pekerjaan sebagai akibat dari pertobatan
mereka) - hal 64.
Penerapan:
Kalau gara-gara
ikut Kristus saudara dipecat dari pekerjaan saudara, dan hal itu terjadi
berulang-ulang, apakah saudara tetap mau ikut Kristus?
* Mayoritas
orang kristen dalam Perjanjian Baru (abad I) adalah orang miskin (bdk. Kis 2:45
3:6 4:35 2Kor 8:2).
William
Barclay: “In the New Testament
poverty and Christianity are closely connected” (= Dalam Perjanjian Baru
kemiskinan dan kekristenan berhubungan sangat dekat) - hal 78.
Catatan:
bandingkan kata-kata William Barclay ini dengan ajaran dari Theologia
Kemakmuran, yang mengatakan bahwa orang kristen pasti / harus kaya. Saya
berpendapat bahwa ajaran ini merupakan penghinaan terhadap Perjanjian Baru
maupun kekristenan.
* Miskin
di tengah-tengah masyarakat yang kaya.
Sekalipun
miskin di tengah-tengah masyarakat yang miskin juga merupakan hal yang tidak
enak, tetapi itu tidak sejelek kalau kita mengalami kemiskinan di kota yang kaya
seperti Smirna.
Pulpit
Commentary: “In wealthy cities such
as Smyrna, ... poverty was not merely odious but even infamous” (= Dalam
kota-kota kaya seperti Smirna, ... kemiskinan bukan sekedar menjijikkan tetapi
bahkan dianggap buruk / memalukan) - hal 84.
Kalau orang
kaya yang kafir menganggap bahwa miskin adalah hal yang memalukan, itu bisa
dimengerti. Tetapi celakanya, jaman sekarang orang kristen yang menganut
Theologia Kemakmuran juga menganggap bahwa miskin itu memalukan Tuhan. Tetapi
apa dasar Kitab Suci pandangan ini? Dalam bacaan ini kita tidak melihat bahwa
Tuhan malu karena kemiskinan orang kristen di Smirna. Sebaliknya Tuhan memuji
gereja Smirna yang tetap setia kepadaNya dalam kemiskinan dan penderitaan!
* Tuhan
menghibur orang kristen di Smirna dengan mengatakan ‘Aku tahu
kemiskinanmu’. Kalau saudara adalah orang kristen yang miskin, maka
pengetahuan Tuhan akan kemiskinan saudara juga seharusnya menghibur saudara.
Tuhan bukannya melupakan saudara atau keadaan saudara. Sebaliknya Ia tahu akan
keadaan saudara, dan Ia tahu segala kebutuhan saudara (bdk. Mat 6:32b - “Akan
tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu membutuhkan semuanya itu”),
dan pasti akan memberikan kebutuhan saudara itu pada waktunya.
· Mengapa
orang-orang kristen di Smirna ini miskin? Ada beberapa kemungkinan:
* karena
memang mereka berasal dari masyarakat kelas bawah.
* karena
mereka suka menolong orang lain (bandingkan dg 2Kor 8:2).
* karena
mereka bekerja dengan jujur / menjalankan bisnis dengan jujur.
John Stott:
“But neither of these factors would explain why their poverty was part
of their ‘tribulation’. It is more probable that in their resolve to go
straight in business, they renounced shady methods and thereby missed some of
the easy profits which went to others less scrupulous than themselves. Or again,
no doubt many Jews and pagan would not trade with them when they knew they were
Christians” (= Tetapi tidak satupun dari faktor-faktor ini yang bisa
menjelaskan mengapa kemiskinan mereka merupakan sebagian dari ‘kesusahan’
mereka. Adalah lebih mungkin bahwa dalam keputusan mereka untuk berjalan lurus
dalam bisnis, mereka meninggalkan cara-cara yang curang dan dengan demikian
kehilangan sebagian dari keuntungan yang mudah, dan keuntungan yang mudah itu
lalu pergi / pindah kepada orang lain yang tidak terlalu cermat seperti mereka.
Atau, tak diragukan lagi bahwa banyak orang Yahudi dan kafir yang tidak mau
berdagang dengan mereka pada waktu mengetahui bahwa mereka adalah orang Kristen)
- hal 38.
* mungkin
karena sering terjadi perusakan terhadap rumah-rumah mereka dan penjarahan
terhadap barang-barang mereka.
William
Barclay: “There was another reason
for the poverty of the Christians. Sometimes they suffered from the spoiling of
their goods (Hebrews 10:4). There was times when the heathen mob would suddenly
attack the Christians and wreck their homes” [= Ada alasan lain untuk
kemiskinan dari orang-orang Kristen. Kadang-kadang mereka menderita karena
penjarahan terhadap harta benda / barang-barang mereka (Ibr 10:4). Ada saat-saat
dimana gerombolan orang kafir tiba-tiba menyerang orang-orang Kristen dan
merusak / menghancurkan rumah mereka] - hal 78-79.
Catatan:
Ibr 10:4 ini pasti salah cetak; seharusnya adalah Ibr 10:34 yang
berbunyi: “Memang kamu telah turut mengambil bagian dalam penderitaan
orang-orang hukuman dan ketika harta kamu dirampas, kamu menerima hal itu
dengan sukacita, sebab kamu tahu, bahwa kamu memiliki harta yang lebih baik
dan yang lebih menetap sifatnya”.
John Stott:
“Make
no mistake: it does not always pay to be a Christian”
(= Jangan salah: menjadi orang Kristen tidak selalu menguntungkan)
- hal 39.
· Kaya.
Kitab
Suci seringkali berbicara tentang kekayaan yang bukan dalam persoalan uang /
materi, misalnya ‘kaya di hadapan Allah’ (Luk 12:21), ‘kaya
dalam iman’
(Yak 2:5), ‘kaya dalam kebajikan’ (1Tim 6:18), ‘mempunyai
harta di surga’ (Mat 6:19,20 Mat 19:21). Bdk. juga
1Kor 1:5 Ef 3:8 2Kor 6:10.
Pulpit
Commentary: “It is all-important
that we should learn to see light in God’s light - to reckon silver and gold
as corruptible things, and to regard faith, love, and the good things through
grace as the only durable riches” (= Adalah sangat penting bahwa kita
melihat terang dalam terang Allah - memperhitungkan perak dan emas sebagai
hal-hal yang bisa binasa, dan menganggap iman, kasih, dan hal-hal baik melalui
kasih karunia sebagai satu-satunya kekayaan yang bertahan) - hal 71.
Renungkan:
kekayaan yang bagaimana yang saudara cari / kejar?
· Miskin
tetapi kaya (bdk. Yak 2:5 2Kor 6:10 2Kor 8:2).
* Jelas
bahwa kemiskinan tetap memungkinkan orang kristen untuk bisa dekat dengan Tuhan,
menyenangkan Tuhan, dan memuliakan Tuhan! Lebih dari itu, orang kristen Smirna
bukan hanya miskin tetapi juga mengalami banyak penderitaan / kesusahan /
penganiayaan. Tetapi mereka toh bisa menjadi orang-orang yang sangat rohani!
Karena itu jangan menjadikan problem uang ataupun penderitaan sebagai alasan
untuk tidak bisa bertumbuh dalam iman!
* Kemiskinan
memang mempersulit orang kristen dalam belajar Firman Tuhan (tak bisa beli buku,
dsb), berbakti kepada Tuhan (tak ada mobil / uang transportasi), melayani Tuhan
(karena harus terus bekerja), dsb. Karena itu kalau orang kristen bisa tetap
setia bagi kepada Tuhan di tengah-tengah kemiskinannya, maka itu merupakan hal
yang luar biasa. Jadi pada waktu orang kristen Smirna menghadapi kemiskinan
mereka dengan tetap setia kepada Tuhan, maka faktor kemiskinan itu memberikan
nilai tambah terhadap kesetiaan mereka, dan sekaligus memperkaya mereka secara
rohani. Sebaliknya orang kaya bisa lebih leluasa dalam belajar Firman Tuhan,
berbakti kepada Tuhan, melayani Tuhan, dsb. Dan karena itu, orang kaya harus
malu kalau, sekalipun mereka tidak mempunyai problem keuangan, mereka tidak bisa
mempunyai rohani sebaik orang yang miskin!
* Orang
kristen Smirna kontras dengan orang kaya yang bodoh (Luk 12:16-21,
khususnya perhatikan ay 21). Dan ini juga kontras dengan gereja Laodikia,
yang dalam Wah 3:17 mendapatkan kata-kata Yesus yang berbunyi: “Karena
engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak
kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat
(NIV/NASB:
wretched / buruk sekali), dan malang, miskin (Yunani:
PTOCHOS), buta dan telanjang”.
Saudara
seperti orang kristen Smirna, atau Laodikia / orang kaya yang bodoh?
Dari
perbandingan gereja Smirna dan gereja Laodikia, Herman Hoeksema berkata:
“It is
not only applicable to the church of Smyrna, but equally so to the church in
tribulation in all ages. It has even become proverbial that the blood of the
martyrs has become the seed of the church in history. Never does the church
offer a more pitiable aspect than in times of prosperity from a worldly point of
view, times of peace and abundance. Never is its condition more precarious than
when it caters to the good pleasure of the world and craves for wealth and glory
and honor after the measure of the world. The church of Laodikia is a warning
example. But, on the other hand, it is equally true that the church is never
more nearly perfect in this dispensation than when it is called upon to fight
the battle of faith, to suffer and endure affliction for the Word of God and the
testimony of Jesus” (= Ini tidak hanya
cocok / relevan untuk gereja Smirna, tetapi juga untuk gereja dalam kesusahan di
segala jaman. Bahkan telah menjadi pepatah bahwa darah para martir telah menjadi
benih dari gereja dalam sejarah. Tidak pernah gereja memberikan aspek yang lebih
menyedihkan dari pada pada waktu kemakmuran dari sudut pandang duniawi, saat
damai dan kelimpahan. Tidak pernah kondisi gereja lebih genting dari pada ketika
gereja itu melayani kesenangan duniawi dan haus akan kekayaan dan kemuliaan dan
kehormatan menurut ukuran dunia. Gereja Laodikia merupakan contoh yang
memberikan peringatan. Tetapi, di sisi yang lain, juga benar bahwa gereja tidak
pernah lebih mendekati kesempurnaan dari pada ketika ia dipanggil untuk
melakukan pertempuran iman, menderita dan menahan penderitaan / kesusahan demi
Firman Allah dan kesaksian Yesus) - hal 75.
Matthew
Poole: “the church of God keeps always its purity best in
the fire” (= gereja Allah selalu mempertahankan kemurniannya paling baik pada
waktu ada dalam api) - hal 954.
Apa
sebabnya gereja yang kaya, enak, tidak dianiaya justru cenderung jadi jelek, dan
sebaliknya gereja yang miskin dan dianiaya justru jadi kuat?
1.
Penderitaan menyebabkan kita makin berpegang
kepada Kristus.
Herman
Hoeksema: “It is when the storm
howls in the woods that the oak strikes its root more deeply and firmly into the
soil and is strengthened. So it is when the storm of persecution sweeps through
the church that the latter strikes the roots of its faith more deeply into
Christ and draws from Him more consciously the very strength in its life. And
therefore, it is especially in times of trouble that the church flourishes: for
at such times it is taught to cling to its powerful King, and seeks its all in
Him” (= Adalah pada saat badai menderu di hutan maka pohon oak / eik
menanamkan akarnya lebih dalam dan lebih teguh ke dalam tanah dan dikuatkan.
Begitu juga pada saat badai penganiayaan menyapu gereja maka gereja menancapkan
akar dari imannya lebih dalam ke dalam Kristus dan secara lebih sadar mengambil
kekuatan dari Dia dalam hidupnya. Dan karena itu, khususnya pada saat
kesukaranlah gereja tumbuh dengan subur: karena pada saat-saat seperti itu
gereja diajar untuk berpegang erat-erat pada Rajanya yang berkuasa, dan mencari
segala-galanya dalam Dia) - hal 76.
2.
Pada masa enak, gereja bisa dipenuhi oleh
orang-orang kristen KTP yang masuk ke gereja dengan motivasi yang salah, dan
mereka ini sangat membahayakan gereja. Tetapi penderitaan / penganiayaan
sebaliknya akan membersihkan gereja dari orang-orang kristen KTP ini.
Herman
Hoeksema: “In times of prosperity
and wealth and peace, when the church is honored rather than despised in the
world, there is a grave danger that many an Israelite who is not spiritually of
Israel becomes member of the church in the world from carnal motives and for
selfish reasons. It becomes a matter of honor, or even of common decency, to be
a church member. Hence, many join the church. These carnal members are a
veritable danger to the church of Christ. They often become dominant, and assume
the leadership in the church. They impose their carnal desires upon the church.
They lead her into the world, and, of course, to destruction. They are of the
world, and they would make the church a part of the world. In times of
persecution, however, when church membership and the reproach of Christ are
inseparable, this danger does not exist. On the contrary, when the faithful must
suffer persecution and reproach for Christ’s sake, the church is cleansed of
these hypocrites” (= Dalam masa kemakmuran dan kekayaan dan damai, pada
waktu gereja dihormati dan bukannya dihina dalam dunia, ada bahaya yang besar
dimana banyak orang Israel yang bukan orang Israel rohani menjadi anggota dari
gereja dalam dunia dengan motivasi daging dan alasan yang egois. Merupakan
persoalan kehormatan, atau bahkan kesopanan / kesusilaan umum untuk menjadi
anggota gereja. Jadi, banyak orang bergabung dengan gereja. Anggota-anggota yang
bersifat daging ini betul-betul merupakan bahaya bagi gereja Kristus. Mereka
seringkali menjadi dominan, dan menerima kepemimpinan / menjadi pemimpin dalam
gereja. Mereka memimpin gereja itu ke dalam dunia, dan, tentu saja, pada
kehancuran. Mereka adalah dari dunia, dan mereka akan membuat gereja menjadi
bagian dari dunia. Tetapi pada masa penganiayaan, pada waktu keanggotaan gereja
dan celaan Kristus tidak terpisahkan, bahaya ini tidak ada. Sebaliknya, pada
waktu orang percaya / setia harus menderita penganiayaan dan celaan demi
Kristus, gereja dibersihkan dari orang-orang munafik ini) - hal 76.
2)
‘dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang
sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis’.
a) ‘fitnah’.
RSV/NIV: ‘slander’
(= fitnah).
KJV/NASB: ‘blasphemy’
(= penghujatan).
Yunani:
BLASPHEMIAN.
George Eldon
Ladd: “However, its proper meaning
is not blasphemy of the name of God but slanderous accusations against men”
(= Bagaimanapun, artinya yang benar bukanlah penghujatan terhadap nama Allah
tetapi tuduhan yang bersifat memfitnah terhadap manusia) - hal 43.
Memang, karena
dalam ay 2 fakta bahwa Tuhan mengetahui BLASPHEMIAN ini kelihatannya
merupakan suatu penghiburan bagi gereja Smirna, maka rupa-rupanya yang dimaksud
dengan BLASPHEMIAN di sini bukanlah ‘penghujatan’ tetapi ‘fitnah’.
Tentu
saja ada banyak hal yang bisa difitnahkan tentang gereja Smirna, tetapi John
Stott berkata bahwa rupa-rupanya fitnah dari orang-orang Yahudi ini berhubungan
dengan penyembahan kepada kaisar.
John
Stott: “They were themselves exempt from all sacrificial
obligations and exploited their privilege to harry the hated Nazarenes. They
were no doubt suspect for their own refusal to sacrifice. So they curried favour
with the authorities and the people by urging the Christians to sacrifice and
vilifying them if they would not”
[= Mereka (orang-orang
Yahudi) sendiri dikecualikan dari semua kewajiban persembahan, dan mereka
memanfaatkan hak mereka untuk mengganggu / merusakkan orang Nasrani yang
dibenci. Tak diragukan lagi mereka sendiri dicurigai karena mereka menolak untuk
mempersembahkan korban. Jadi, mereka menjilat para penguasa dan rakyat dengan
mendesak orang-orang Kristen untuk mempersembahkan, dan mereka memfitnah
orang-orang Kristen itu kalau mereka tidak mau mempersembahkan]
- hal 37.
Ini
adalah tindakan yang luar biasa kurang ajarnya. Mereka sendiri menganggap bahwa
itu adalah dosa / penyembahan berhala, tetapi mereka memaksa orang kristen
melakukan hal itu.
Tuhan menghibur
gereja Smirna dengan mengatakan bahwa Ia tahu akan fitnahan itu. Kalau saudara
difitnah, dan semua orang mempercayai fitnahan itu, maka bagian ini juga
merupakan suatu penghiburan bagi saudara. Tuhan tahu bahwa itu adalah fitnah!
b) ‘yang
menyebut dirinya orang Yahudi’.
Steve Gregg:
“Smyrna had the largest Jewish population of any Asian city” (=
Smirna mempunyai penduduk Yahudi terbesar dari semua kota-kota Asia) - hal
67.
Pulpit
Commentary: “It is remarkable that, in the ‘Martyrdom of St.
Polycarp,’ the Jews are said to have been present in great numbers, and to
have been foremost in collecting wood with which to burn him alive”
(= Merupakan sesuatu yang luar biasa bahwa dalam ‘Kematian syahid dari
Polycarp’ dikatakan bahwa orang-orang Yahudi hadir dalam jumlah yang besar,
dan merupakan orang-orang pertama yang mengumpulkan kayu untuk membakarnya
hidup-hidup)
- hal 60.
John Stott:
“it was the voice of the Jews which cried loudest that he should be
thrown to the lions; and when the order was finally given for him to be burned
alive, the most diligent of the crowd to fetch faggots for the fatal wood-pile
were Jews” [= adalah suara dari orang-orang Yahudi yang berteriak paling
keras supaya ia (Polycarp) dilemparkan kepada singa-singa; dan pada waktu
akhirnya diberikan perintah supaya ia dibakar hidup-hidup, yang paling rajin
dari orang banyak itu yang mengambil kayu bakar untuk tumpukan kayu yang membawa
kematian itu adalah orang-orang Yahudi] - hal 38.
Catatan:
padahal hari itu adalah hari Sabat, dimana mengumpulkan kayu seperti itu
dilarang oleh hukum Sabat! (bdk. Kel 35:2-3 Bil 15:32-36). Tetapi
orang-orang munafik itu malah mengumpulkan kayu untuk membakar orang!
c) ‘tetapi
yang sebenarnya tidak demikian’.
· Bandingkan
dengan 2 text di bawah ini:
* Ro 2:28-29a
- “Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang
disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang
Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di
dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah”.
* Fil
3:3 - “karena
kitalah orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam
Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah”.
· George
Eldon Ladd: “We must conclude,
then, that John makes a real distinction between literal Israel - the Jews - and
spiritual Israel - the church” (= Jadi, kita harus menyimpulkan bahwa
Yohanes membuat pembedaan yang nyata antara Israel hurufiah - orang-orang Yahudi
- dan Israel rohani - gereja) - hal 44.
Karena itu
berhati-hatilah pada waktu menemukan istilah ‘Israel’ dalam Kitab Suci.
Kadang-kadang istilah itu memang menunjuk kepada bangsa Israel (misalnya Ro 11:25),
tetapi kadang-kadang menunjuk kepada gereja / Israel rohani (misalnya Ro 11:26).
· John
Stott: “They say they are Jews, but
they are not. They say you are poor, but you are not. In both their judgments
are mistaken. Then let us not be too greatly concerned by the opinions of the
unbeliever. Let us rather cultivate the mind of Christ. It is His perspective
which is true. Only He can see straight. All others are cross-eyed and squint”
(= Mereka berkata bahwa mereka adalah orang Yahudi, tetapi sebetulnya tidak
demikian. Mereka berkata bahwa kamu miskin, tetapi sebenarnya tidak. Dalam
keduanya penilaian mereka salah. Jadi marilah kita tidak terlalu peduli dengan
pandangan dari orang-orang yang tidak percaya. Sebaliknya marilah kita
mengusahakan pikiran Kristus. Adalah pemandanganNya yang benar. Hanya Dia yang
bisa melihat dengan lurus / benar. Semua yang lain adalah juling) - hal 48.
d) ‘sebaliknya
mereka adalah jemaah Iblis’ (bdk. Wah 3:9).
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘the synagogue of Satan’ (= sinagog Setan).
Dalam Bil 16:3
Bil 20:4 Bil 31:16 Israel disebut sebagai ‘jemaah / umat
TUHAN’. Kata ‘sinagog’ berasal dari kata Yunani SUNAGOGE, yang arti
hurufiahnya adalah ‘suatu kumpulan’ atau ‘jemaah’. Jadi dengan kata-kata
ini seakan-akan Yohanes berkata: Kamu menyebut dirimu sendiri ‘jemaah
TUHAN’, padahal sebetulnya kamu adalah ‘jemaah Iblis’.
Mereka ini sama
seperti orang-orang Yahudi dalam Yoh 8:37-44, yang sekalipun mengaku
sebagai keturunan Abraham dan anak-anak Allah, tetapi sebetulnya adalah
anak-anak setan.
George Eldon
Ladd: “because the Jews have
rejected their Messiah, they are no longer a synagogue of the Lord but in
reality a synagogue of Satan” (= karena orang-orang Yahudi telah menolak
Mesias mereka, mereka bukan lagi sinagog Tuhan tetapi dalam kenyataannya sinagog
Setan) - hal 44.
Sekalipun
Israel / bangsa Yahudi mengusahakan penyucian diri mereka menggunakan ‘lembu
merah’ (Bil 19), tetapi kalau mereka tidak mau percaya kepada Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka, mereka tidak akan pernah suci, dan mereka
akan tetap menjadi sinagog / jemaah Iblis!
Penerapan:
Ada banyak
orang kristen yang seperti orang-orang Yahudi ini. Secara lahiriah mereka adalah
orang kristen, tetapi karena hatinya tidak pernah betul-betul percaya kepada
Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, pada hakekatnya mereka adalah anak-anak
setan. Apakah saudara adalah salah satu di antara orang-orang ini? Kalau ya,
cepatlah bertobat dan percaya kepada Yesus, sebelum saudara mati dan pergi ke
neraka bersama bapa saudara!
Leon Morris
(Tyndale): “This unusual expression
means that their assembly for worship does not gather God’s people but
Satan’s” (= Istilah / ungkapan yang tidak lazim ini berarti bahwa
perkumpulan / persekutuan kebaktian mereka tidak mengumpulkan umat Allah tetapi
umat Setan) - hal 64.
Penerapan:
Jaman
sekarangpun tidak kurang gereja sesat yang setiap kebaktian bukannya
mengumpulkan umat Allah tetapi umat setan. Karena itu jangan asal berbakti di
gereja yang terdekat dengan rumah saudara. Juga jangan mempunyai motto ‘sekali
gereja ini tetap gereja ini’. Kalau gereja itu sesat, motto itu akan membawa
saudara ke neraka. Carilah gereja yang benar, dan maulah berbakti di sana
sekalipun letaknya jauh dari rumah saudara!
Thomas Becon:
“For commonly, wheresoever God buildeth a church, the devil will build a
chapel just by” (= Karena biasanya, dimanapun Allah membangun sebuah
gereja, setan akan membangun tempat ibadah di dekatnya) - ‘The
Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 118.
Daniel
Defoe, ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 119-120:
“Wherever
God erects a house of prayer, (= Dimanapun
Allah mendirikan rumah doa,)
The Devil
always builds a chapel there; (= Setan
selalu membangun tempat ibadah di sana;)
And
‘twill be found, upon examination, (= Dan
akan didapatkan, setelah diselidiki,)
The
latter has the largest congregation” (=
Yang terakhir mempunyai jemaat yang terbesar).
Ay 10:
“Jangan
takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan
beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan
beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan
Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.
1) ‘Jangan takut
terhadap apa yang harus engkau derita!’.
a)
Ini menunjukkan bahwa keadaan pada saat itu memang menakutkan.
Tetapi berbeda
dengan kasus ‘dukun santet’ di Indonesia yang saking takutnya bakal dibunuh
oleh ‘ninja’ sampai akhirnya bunuh diri, orang kristen di Smirna tidak ada
yang dilaporkan bunuh diri.
b)
Perhatikan bahwa Tuhan bukan berkata: ‘Jangan takut, karena Aku akan
melindungi sedemikian rupa sehingga engkau tidak akan menderita’! Tetapi
Ia berkata: ‘Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita!’.
Bdk. 1Pet 3:13-14
- “Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin
berbuat baik? Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu
akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan
janganlah gentar”.
c)
Artinya dari kata-kata ‘tidak takut’.
Steve Gregg:
“Fearlessness, however, may not necessarily mean the total absence of
dread, but rather the refusal succumb to intimidation, so that threats of harm
do not turn them back from their duty to Christ” (= Bagaimanapun, ‘tidak
takut’ tidak harus berarti absen totalnya rasa takut, tetapi penolakan untuk
menyerah / tunduk pada ancaman / intimidasi, sehingga ancaman untuk disakiti
tidak menyebabkan mereka meninggalkan kewajiban kepada Kristus) - hal 67.
d)
Apa yang tidak boleh ditakuti dan yang harus ditakuti.
H.
L. Ellison (Daily Bible Commentary): “Because
Christ was raised from the dead, physical death should have no terrors for us,
even if it can be very painful. The death to be feared is the second, spiritual
death (11, cf. Matt. 10:28)” [= Karena Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, kematian fisik
tidak boleh membuat kita takut, sekalipun itu bisa sangat menyakitkan. Kematian
yang harus ditakuti adalah kematian yang kedua, kematian rohani (ay 11,
bdk. Mat 10:28)] - hal 458.
2)
‘Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam
penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh
hari’.
a)
‘Iblis’.
· Di
sini digunakan kata Yunani DIABOLOS yang artinya ‘the accuser’ (=
pendakwa) atau ‘the slanderer’ (= pemfitnah).
· Mengingat
bahwa orang-orang Yahudi di dalam gereja Smirna disebut sebagai ‘jemaah
Iblis’ (ay 9b), maka Steve Gregg mengatakan bahwa mungkin Iblis
menggunakan mereka ini untuk melakukan penganiayaan ini.
· Karena
2Tim 3:12 berkata “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di
dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya”, maka James B. Ramsey berkata
sebagai berikut:
“If the
world does not persecute the church, it is either because it has corrupted her
so far that her testimony does not seriously interfere with its more refined
indulgences, or because it regards her as too powerless to be worthy of her
notice” (= Jika dunia tidak menganiaya
gereja, atau itu disebabkan dunia telah merusak gereja sedemikian jauhnya
sehingga kesaksiannya tidak secara serius mengganggu pemuasan hawa nafsu yang
diperhalus, atau karena dunia menganggap gereja sebagai terlalu tidak berdaya
untuk layak diperhatikan) - hal 138.
b) ‘penjara’
dan ‘kesusahan’.
William
Barclay: “To be a Christian was
against the law, but persecution was not continuous. The Christian might be left
in peace for a long time, but at any moment a governor might acquire a fit of
administrative energy or the mob might set up a shout to find the Christian -
and then the storm burst. The terror of being a Christian was the uncertainty”
[= Menjadi orang kristen adalah sesuatu yang bertentangan dengan hukum, tetapi
penganiayaan tidak terjadi terus-menerus. Orang Kristen bisa dibiarkan dalam
damai untuk waktu yang lama, tetapi pada setiap saat seorang gubernur bisa
tahu-tahu kumat, atau suatu gerombolan orang mengadakan / memulai suatu teriakan
untuk mencari orang Kristen - dan pada saat itu badai meledak. Ketakutan dari
orang Kristen adalah ketidakpastian itu] - hal 79.
James B.
Ramsey: “Of all the seven churches,
no one stands higher in the estimation of the Lord than this. Yet in outward
estate she is the worst of them all. Poverty and persecution are her present
lot, and prisons and death are awaiting her. Her record here is not one of
active labours and triumphs for Christ, but of poverty and tribulation for His
sake; and no record shines more brightly, or secures a higher reward” (=
Dari ketujuh gereja itu, tidak ada yang lebih tinggi dalam penilaian Tuhan dari
gereja ini. Tetapi tingkat kehidupan lahiriah gereja ini adalah yang terburuk
dari semua. Kemiskinan dan penganiayaan adalah bagiannya / nasibnya sekarang
ini, dan penjara dan kematian menantikannya. Catatannya di sini bukanlah tentang
pekerjaan aktif dan kemenangan bagi Kristus, tetapi tentang kemiskinan dan
kesusahan demi Dia; dan tidak ada catatan yang bersinar lebih terang, atau
menjamin / mendapatkan upah yang lebih tinggi) - hal 134.
Ia melanjutkan:
“The
great lesson, then, here taught in regard to the church, is that outward wealth
or power, or safety or success, is no mark of a true church. All these may be
wanting, and yet there be great spiritual riches, and the approving smiles of
her King” (= Maka, pelajaran yang besar
yang diajarkan di sini berkenaan dengan gereja adalah bahwa kekayaan lahiriah
atau kekuasaan / kekuatan, atau keamanan atau sukses, bukanlah tanda / ciri dari
gereja yang benar. Semua ini bisa saja tidak ada, tetapi di sana ada kekayaan
rohani yang besar, dan senyum puas / menyetujui dari sang Raja)
- hal 137.
Illustrasi:
ada 2 orang membawa halter, yang seorang bisa melakukannya sambil
berjalan-jalan, berlari-lari, dan bahkan sambil melompat-lompat, sedangkan yang
satunya sama sekali tidak bisa berjalan-jalan tetapi harus mengerahkan seluruh
tenaganya untuk menahan berat halter itu. Yang mana yang lebih kuat dari 2 orang
itu? Belum tentu orang pertama yang lebih kuat, karena tergantung berapa berat
halter yang dia bawa. Kalau dia membawa halter hanya seberat 2 kg, sedangkan
orang kedua membawa halter seberat 100 kg, maka mungkin sekali yang kedua yang
lebih kuat. Bahwa orang kedua tidak bisa berjalan-jalan atau melompat-lompat,
bukan karena ia kalah kuat, tetapi karena bebannya jauh lebih besar.
c)
‘sepuluh hari’.
A. T.
Robertson: “It is unwise to seek a
literal meaning for ten days” (= Adalah tidak bijaksana untuk mencari arti
hurufiah untuk ‘sepuluh hari’) - hal 302.
Lalu apa
artinya ‘10 hari’? Ada sangat banyak penafsiran tentang bagian ini:
· 10
gelombang penganiayaan.
· 10
tahun penganiayaan pada masa pemerintahan kaisar Trajan (99-109 M).
· 10
tahun penganiayaan pada masa pemerintahan kaisar Diocletian (303-313 M).
· 10
kaisar yang melakukan penganiayaan dalam 3 abad pertama dari gereja.
William R.
Newell: “The early Church did
indeed have just ten great persecutions under the Roman emperors, beginning with
Nero and ending with Diocletian, whose last persecution, and probably the most
terrible of all, was just ten years long! Nero, Domitian, Trajan, Marcus
Aurelius, Severus, Maximum, Decius, Valerian, Aurelian, and Diocletian, were the
ten principal Pagan persecutors. However, there was constant, though not always
general, trouble until Constantine’s edict of toleration” (= Gereja
mula-mula memang mendapatkan 10 penganiayaan besar di bawah kaisar-kaisar
Romawi, dimulai dengan Nero dan diakhiri dengan Diocletian, yang melakukan
penganiayaan terakhir, dan mungkin yang paling hebat, selama 10 tahun! Nero,
Domitian, Trajan, Marcus Aurelius, Severus, Maximum, Decius, Valerian, Aurelian,
dan Diocletian, adalah 10 penganiaya kafir yang utama. Akan tetapi, ada
kesukaran yang terus menerus, sekalipun tidak selalu bersifat umum, sampai pada
keputusan Constantine tentang kebebasan beragama) - hal 46.
· 10
hari = 240 jam, dan ini menunjuk pada 240 tahun penganiayaan, mulai tahun 85 M.
sampai 325 M. dimana penganiayaan itu berhenti.
Pertanyaannya:
mengapa mulai tahun 85 M.?
· Banyak
penganiayaan (Clarke hal 977-978).
Diartikan
seperti ini karena ada banyak ayat Kitab Suci yang menggunakan bilangan 10 untuk
menunjukkan ‘banyak / sering / berkali-kali’, misalnya: Kej 31:7,41
Bil 14:22 Neh 4:12 Ayub 19:3 Daniel 1:20.
· waktu
yang relatif singkat.
William
Hendriksen: “a definite, full, but
brief period. The fact that the trial is but for a ‘short season’ is often
given as an encouragement to endurance (Is. 26:20; 54:8; Mt. 24:22; 2Cor. 4:17;
1Pet. 1:6)” [= suatu periode tertentu yang penuh tetapi singkat. Fakta
bahwa pencobaan itu hanya untuk ‘waktu yang pendek’ sering diberikan sebagai
suatu penguatan hati untuk bertahan / bertekun (Yes 26:20; 54:8; Mat 24:22; 2Kor
4:17; 1Pet 1:6)] - hal 65.
· Homer
Hailey: “a full and complete
period, which may be long or short, that would come to an end” (= suatu
periode yang penuh dan lengkap, yang bisa lama atau singkat, yang akan berhenti)
- hal 127.
· James
B. Ramsey: “ten days, expressing a
complete but indefinite period” (= sepuluh hari, menyatakan suatu periode
yang lengkap tetapi tidak pasti) - hal 137.
· Ini
menunjukkan kedaulatan Allah yang membatasi pencobaan dan mengontrolnya.
H.
L. Ellison (Daily Bible Commentary):
“Probably
the significance of the ‘ten days’ (10) is that the Lord of the Church both
gives it over to persecution and so controls the persecutors, that He can
foretell the time of its ending before it begins”
[= Mungkin arti dari ‘10 hari’ (ay 10) adalah bahwa Tuhan dari Gereja
menyerahkan gereja kepada penganiayaan dan mengontrolnya sedemikian rupa,
sehingga Ia bisa meramalkan saat berakhirnya sebelum penganiayaan itu dimulai]
- hal 458.
John Stott (hal
49) juga mengatakan bahwa ‘beberapa orang dari antaramu’ dan ‘10
hari’ menunjukkan bahwa Allah membatasi penderitaan mereka, dan dengan ini
menunjukkan kontrol dan kedaulatan Allah atas segala sesuatu.
John Stott lalu
berkata:
“Christians
who know that God is on the throne and is controlling the affairs of men can
stand quiet and calm amid the evils and sorrows of the world”
(= Orang-orang Kristen yang tahu bahwa Allah itu bertakhta dan sedang mengontrol
urusan-urusan manusia, bisa berdiri diam dan tenang di tengah-tengah
kejahatan-kejahatan dan kesedihan-kesedihan dunia ini)
- hal 49.
d) ‘supaya
kamu dicobai’.
Apakah ini
merupakan tujuan Allah atau tujuan setan? Boleh dikatakan semua penafsir
menganggap bahwa ini menunjuk pada tujuan Allah. Jadi Allah membiarkan /
mengijinkan setan memasukkan beberapa dari mereka ke dalam penjara, supaya
mereka bisa dicobai / diuji. Dengan demikian, bukan hanya lamanya kesusahan /
pencobaan / pemenjaraan itu yang dibatasi oleh Allah, yaitu selama 10 hari,
tetapi juga penderitaan itu akan menghasilkan apa yang menjadi tujuan Allah.
Herman
Hoeksema: “The devil, therefore,
can never proceed beyond the limits set him by the Almighty; neither can he
reach any other end than the purpose of God in the affliction of His people in
the world. ... The devil possesses power to oppress the church, no doubt. He
will make life hard for the faithful in the world. He will rage against them in
all his fury. We must expect this. But the blessed comfort for the church
lies in the fact that the power of darkness is under the absolute control and
sovereignty of Him that walketh in the midst of the seven golden candlesticks.
... And when the full measure of his time and power has been meted out to him
according to the will of God, the Lord bids him to stop, and he can stir no more
against the church. What mighty comfort for the church in tribulation. The devil
can do her no harm, but must serve the purpose of God in Christ” [= Karena
itu, setan tidak pernah bisa berjalan / maju melampaui batas yang ditetapkan
baginya oleh Yang Mahakuasa; juga ia tidak bisa mencapai tujuan lain apapun
selain rencana / maksud Allah dalam penderitaan umatNya dalam dunia. ...
Tidak diragukan lagi, setan memiliki kuasa untuk menindas gereja. Ia akan
membuat hidup itu sukar / berat untuk orang percaya / setia dalam dunia. Ia akan
mengamuk terhadap mereka dalam seluruh kemarahannya. Kita harus mengharapkan hal
ini. Tetapi penghiburan bagi gereja terletak dalam fakta bahwa kuasa
kegelapan ada di bawah kontrol dan kedaulatan dari Dia yang berjalan di
tengah-tengah ketujuh kaki dian emas itu. ... Dan pada saat ukuran penuh
dari waktunya dan kuasanya telah diukurkan kepadanya (?) sesuai dengan kehendak
Allah, Tuhan memerintahnya untuk berhenti, dan ia tidak bisa menimbulkan
keributan lebih jauh terhadap gereja. Ini betul-betul merupakan penghiburan bagi
gereja yang ada dalam kesusahan. Setan tidak bisa menyakitinya / merugikannya,
tetapi harus melayani maksud / rencana Allah dalam Kristus] - hal 73.
3) ‘Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan
kepadamu mahkota kehidupan’ (bdk. Yak 1:12).
a) ‘Hendaklah
engkau setia sampai mati’.
· Yesus
tidak berjanji akan menjaga supaya mereka tidak mati dibunuh, tetapi sebaliknya
berkata bahwa mereka harus setia sampai mati. Ini menunjukkan bahwa bisa saja
Tuhan membiarkan seorang kristen dalam kemiskinan dan penganiayaan /
penderitaan, sampai mati! Bdk. Ibr 11:33-37; perhatikan khususnya ay
35b-37nya.
James B.
Ramsey: “The tender love of our
Lord is not shown here so much by removing external evils, as by sustaining His
people under them, and by making them occasions of larger spiritual attainments,
and means of working out a brighter reward” (= Kasih yang lembut dari
Tuhan kita tidak ditunjukkan di sini dengan menyingkirkan hal-hal jelek itu,
tetapi dengan menopang umatNya di bawah hal-hal itu, dan dengan membuat bagi
mereka kesempatan untuk pencapaian rohani yang lebih besar, dan cara / jalan
untuk mengerjakan upah yang lebih cemerlang) - hal 137.
William
Hendriksen: “Even though believers
may be put to death, namely, the first death, they are not going to be hurt by
the second death, that is, they will not be cast, body and soul, into the lake
of fire at Christ’s second coming (Rev. 20:14)” [= Sekalipun orang
percaya bisa dibunuh, yaitu kematian pertama, mereka tidak akan dirugikan oleh
kematian yang kedua, yaitu, mereka tidak akan dibuang, tubuh dan jiwa, ke dalam
lautan api pada kedatangan Kristus yang kedua kalinya (Wah 20:14)] - hal 66.
· Kata-kata
‘hendaklah
engkau setia sampai mati’ tidak sekedar berarti ‘setialah
sampai kamu mati’
tetapi ‘setialah
sekalipun itu harus dibayar dengan nyawamu’.
· John
Stott:
“Here
was an appeal to be faithful and not to be afraid. Now faith and fear are
opposites. ... True, here the call is to faithfulness rather than to faith, but
we need to remember that faith and faithfulness are the same word in Greek. This
is understandable because it is from faith that faithfulness springs. Trust in
Christ, and we shall ourselves be trustworthy. Rely on Christ, and we shall be
reliable. Depend on Christ, and we shall be dependable. Have faith in Christ,
and we shall be faithful - faithful if necessary even unto death. The way to
lose fear is to gain faith” (= Di sini ada seruan untuk setia dan tidak takut. Iman dan rasa takut
itu bertentangan. ... Memang benar bahwa di sini seruan itu adalah untuk setia
dan bukannya untuk beriman, tetapi kita perlu mengingat bahwa ‘iman’ dan
‘kesetiaan’ adalah kata yang sama dalam bahasa Yunani. Ini bisa dimengerti
karena kesetiaan muncul dari iman. Percayakanlah dirimu kepada Kristus, dan kita
sendiri akan bisa dipercaya. Bersandarlah kepada Kristus, dan kita akan bisa
diandalkan. Bergantunglah pada Kristus, dan kita akan bisa dipercayai.
Berimanlah kepada Kristus, dan kita akan setia - setia kalau perlu bahkan sampai
mati. Cara membuang rasa takut adalah dengan mendapatkan iman)
- hal 45-46.
· Pulpit
Commentary: “We are but imperfect
servants at the best, but we need not be unfaithful. Our position may not be one
of ease, but we can be faithful. It is not said, ‘Well done, good and rich
servant;’ nor ‘Well done, good and successful servant;’ but ‘Well
done, good and faithful servant’” (= Sebaik-baiknya kita, kita
adalah pelayan-pelayan yang tidak sempurna, tetapi kita tidak perlu menjadi
tidak setia. Posisi kita mungkin tidak enak, tetapi kita bisa setia. Tidak
dikatakan ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan kaya’;
juga tidak dikatakan ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan sukses’;
tetapi dikatakan ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia’)
- hal 72.
Bdk. Mat
25:21,23.
· Pulpit
Commentary: “‘He that is faithful
in that which is least, is faithful also in much.’ A daily fidelity in
cross-bearing, in small vexations, in little trials, amid the glare and glitter
of a deceptive world, and the incessant temptations to desert the standard, -
this is what the Master asks for from us. ‘Be faithful unto death’” (=
‘Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam
perkara-perkara besar’. Kesetiaan sehari-hari dalam memikul salib, dalam
hal-hal kecil yang menjengkelkan, dalam pencobaan-pencobaan kecil, di
tengah-tengah gemerlapan dan kemegahan dunia yang menipu, dan pencobaan yang tak
henti-hentinya untuk meninggalkan standard, - inilah yang diminta Tuan kita dari
kita. ‘Hendaklah engkau setia sampai mati’) - hal 72.
Bdk. Luk 16:10.
· Homer
Hailey: “As Lenski observed, it is
easy to write about such matters while sitting in a pleasant study, surrounded
by modern comforts and favorable circumstances of life, but it would be quite
another thing to practice this admonition in the face of suffering and the
threat of death” (= Seperti yang diperhatikan oleh Lenski, adalah mudah
untuk menulis tentang hal-hal seperti ini pada saat sedang duduk dalam ruangan
belajar yang menyenangkan, dikelilingi oleh kesenangan hidup modern dan keadaan
hidup yang menyenangkan, tetapi akan sangat berbeda untuk mempraktekkan nasehat
ini di depan penderitaan dan ancaman kematian) - hal 127.
Penerapan:
Karena itu
jangan terlalu PD (percaya diri) pada saat enak / aman, dan sesumbar bahwa
saudara berani mati syahid untuk Kristus. Petrus melakukan itu, dan ia justru
menyangkal Yesus sebanyak 3 x.
· Kematian
syahid dari Polycarp merupakan ketaatan terhadap kata-kata ini.
Di sini saya
memberikan beberapa kutipan dari beberapa buku tafsiran tentang cerita kematian
syahid dari Polycarp. Kutipan-kutipan ini saling melengkapi satu sama lain, dan
dengan menggabungkan semua ini kita bisa mendapatkan cerita yang lebih lengkap
tentang kematian syahid dari Polycarp.
William
Barclay: “Polycarp, Bishop of
Smyrna, was martyred on Saturday, 23rd February, A.D. 155. It was the time of
public games; the city was crowded; and the crowds were excited. Suddenly the
shout went up: ‘Away with the atheists; let Polycarp be searched for.’ No
doubt Polycarp could have escaped; but already he had had a dream vision in
which he saw the pillow under his head burning with fire and he had awakened to
tell his disciples: ‘I must be burnt alive.’” (= Polycarp, uskup dari
Smirna, mati syahid pada hari Sabtu, 23 Februari tahun 155 M. Itu adalah musim
permainan umum; kota itu penuh sesak; dan orang banyak sangat gembira. Tiba-tiba
ada teriakan: ‘Enyahkan orang-orang ateis; biarlah Polycarp dicari’. Tidak
diragukan bahwa Polycarp bisa lari, tetapi sebelumnya ia telah mendapatkan
penglihatan mimpi dalam mana ia melihat bantal di bawah kepalanya terbakar oleh
api dan ia bangun dan memberitahu murid-muridnya: ‘Aku akan / pasti dibakar
hidup-hidup’) - hal 76.
William
Hendriksen: “It is possible that
Polycarp was bishop of the church at Smyrna at this time. He was a pupil of
John. Faithful to death, this venerable leader was burned at the stake in the
year AD 155. He had been asked to say, ‘Caesar is Lord’, but refused.
Brought to the stadium, the proconsul urged him, saying, ‘Swear, and I will
set thee at liberty, reproach Christ.’ Polycarp answered, ‘Eighty and six
years have I served him, and he never did me any injury: how then can I
blaspheme my King and my Saviour?’ When the proconsul again pressed him, the
old man answered, ‘Since thou art vainly urgent that ... I should swear by the
fortune of Caesar, and pretendest not to know who and what I am, hear me declare
with boldness, I am a Christian ...’ A little later the proconsul answered,
‘I have wild beasts at hand; to these will I cast thee, except thou repent. I
will cause thee to be consumed by fire, seeing thou despisest the wild beasts,
if thou wilt not repent.’ Polycarp said, ‘Thou threatenest me with fire
which burneth for an hour, and after a little is extinguished, but art ignorant
of the fire of the coming judgment and of eternal punishment, reserved for the
ungodly. But why tarriest thou? Bring forth what thou wilt.’ Soon afterwards
the people began to gather wood and faggots; the Jews especially, according to
custom, eagerly assisting them. Thus Polycarp was burned at the stake” (=
Adalah mungkin bahwa Polycarp adalah uskup dari gereja Smirna pada saat itu. Ia
adalah murid dari Yohanes. Setia sampai mati, pemimpin yang layak dihormati ini
dibakar di tumpukan kayu pada tahun 155 M. Ia telah diminta untuk berkata:
‘Kaisar adalah Tuhan’, tetapi ia menolak. Pada saat dibawa ke gelanggang /
arena ia didesak oleh pejabat Romawi yang berkata: ‘Bersumpahlah / kutukilah,
dan aku akan membebaskan engkau, celalah Kristus’. Polycarp menjawab: ‘86
tahun aku telah melayani Dia, dan Ia tidak pernah melakukan hal yang melukai /
merugikan aku: lalu bagaimana mungkin aku bisa menghujat Rajaku dan
Juruselamatku?’. Pada saat sang pejabat menekannya lagi, orang tua ini
menjawab: ‘Karena engkau mendesak dengan sia-sia supaya ... aku bersumpah demi
nasib baik kaisar, dan berpura-pura untuk tidak tahu siapa dan apa aku ini,
dengarlah aku menyatakan dengan keberanian, aku adalah seorang kristen ...’.
Sebentar lagi si pejabat menjawab: ‘Aku mempunyai binatang-binatang buas;
kepada mereka aku akan melemparkanmu, kecuali engkau bertobat. Aku akan membuat
engkau dibakar oleh api, melihat bahwa engkau meremehkan binatang-binatang buas
itu, jika engkau tidak bertobat’. Tetapi Polycarp berkata: ‘Engkau mengancam
aku dengan api, yang menyala selama 1 jam dan sebentar lagi padam, tetapi engkau
tidak tahu tentang api dari penghakiman yang mendekat dan dari penghukuman
kekal, disediakan untuk orang-orang jahat. Tetapi mengapa engkau
berlambat-lambat? Wujudkanlah apa yang engkau inginkan’. Segera setelah itu
orang banyak mulai mengumpulkan kayu dan kayu bakar; khususnya orang Yahudi,
seperti biasa, menolong mereka dengan sungguh-sungguh. Demikianlah Polycarp
dibakar pada tumpukan kayu) - hal 64.
James B.
Ramsey: “‘Swear, curse Christ,
and I will set you free.’ ‘Eighty and six years have I served Him, and I
have received only good at His hands. Can I then curse Him, my King and my
Saviour?’ ‘I will cast you to the wild beasts, if you do not change your
mind,’ said the proconsul. ‘Bring the wild beasts hither,’ said Polycarp,
‘for change my mind from the better to the worse I will not.’ ‘Do you
despise the wild beasts? I will subdue your spirit by the flames.’ ‘The
flames which you menace endure but for a time, and are soon extinguished,’
calmly rejoined the martyr; ‘but there is a fire reserved for the wicked,
whereof you know not; the fire of a judgment to come, and of the punishment
everlasting.’ These flames soon did their work” (= ‘Bersumpahlah,
kutukilah Kristus, dan aku akan membebaskan engkau’. ‘86 tahun aku telah
melayani Dia, dan aku hanya menerima yang baik dari tanganNya. Lalu bisakah aku
mengutukNya, Rajaku dan Juruselamatku?’. ‘Aku akan melemparkan engkau kepada
binatang-binatang buas, jika engkau tidak mengubah pikiranmu’, kata sang
pejabat Romawi. ‘Bawalah binatang-binatang buas itu kemari’, kata Polycarp,
‘karena aku tidak akan mengubah pikiranku dari yang baik kepada yang lebih
jelek’. ‘Apakah engkau meremehkan / menghina binatang-binatang buas itu? Aku
akan menaklukkan rohmu / semangatmu dengan nyala api’. ‘Nyala api yang
engkau ancamkan hanya bertahan untuk sementara waktu, dan segera akan padam’,
jawab sang martir dengan tenang; ‘tetapi di sana ada api yang disediakan untuk
orang jahat, tentang apa engkau tidak tahu; api dari penghakiman yang akan
datang, dan dari penghukuman kekal’. Nyala api dengan segera melakukan
tugasnya) - hal 135.
Pulpit
Commentary: “That he was an
extremely old man when, in A.D. 167, he suffered martyrdom, we learn from the
interrogation of the proconsul, who, after asking him is he was Polycarp, added,
‘Have pity on thy own great age.’ When further urged to reproach Christ, and
his life would be spared, he said, ‘Eighty and six years have I served him,
and he hath never wronged me; and how can I blaspheme my King who hath saved
me?’ These eighty and six years cannot be the entire age of Polycarp, but the
period which elapsed from his conversion, which must have taken place, according
to this calculation, in A.D. 81, so that fifteen years must have passed from the
time he first knew Christ until the epistle to the Church at Smyrna was
written” (= Bahwa ia adalah seorang yang sangat tua ketika, pada tahun 167 M,
ia mengalami kematian syahid, kita pelajari dari interogasi pejabat Romawi, yang
setelah menanyakan apakah ia adalah Polycarp, menambahkan: ‘Kasihanilah usia
lanjutmu sendiri’. Ketika didesak lebih jauh untuk mencela Kristus, dan
jiwanya akan diselamatkan, ia berkata: ‘86 tahun aku telah melayani Dia, dan
Ia tidak pernah menyalahi aku / berbuat salah kepadaku; dan bagaimana aku bisa
menghujat Rajaku yang telah menyelamatkan aku?’. 86 tahun ini tidak mungkin
merupakan seluruh usia Polycarp, tetapi masa yang berlalu sejak pertobatannya,
yang pasti terjadi, sesuai dengan perhitungan ini, pada tahun 81 M,
sehingga 15 tahun telah lewat sejak ia pertama kali mengenal Kristus sampai
surat kepada gereja Smirna ini ditulis) - hal 99.
Pulpit
Commentary: “In the year of our
Lord 167 a cruel persecution broke out against the Christians of Asia Minor.
Polycarp would have awaited at his post the fate which threatened him, but his
people compelled him to shelter himself in a quiet retreat, where he might, it
was thought, safely hide. And for a while he remained undiscovered, and busied
himself, so we are told, in prayers and intercessions for the persecuted Church.
At last his enemies seized on a child, and, by torture, compelled him to make
known where he was. Satisfied now that his hour was come, he refused further
flight, saying, ‘The will of God be done.’ He came from the upper story of
the house to meet his captors, ordered them as much refreshment as they might
desire, and only asked of them this favour, that they would grant him yet one
hour of undisturbed prayer. The fulness of his heart carried him on for two
hours, and even the heathen, we are told, were touched by the sight of the old
man’s devotion. He was then conveyed back to the city, to Smyrna. The officer
before whom he was brought tried to persuade him to yield to the small demand
made upon him. ‘What harm,’ he asked, ‘can it do you to offer sacrifice to
the emperor?’ This was the test which was commonly applied to those accused of
Christianity. But not for one moment would the venerable Polycarp consent.
Rougher measures were then tried, and he was flung from the carriage in which he
was being conveyed. When he appeared in the amphitheatre, the magistrate said to
him, ‘Swear, curse Christ, and I will set thee free.’ But the old man
answered, ‘Eighty and six years have I served Christ, and he has never done me
wrong: how, then, can I curse him, my King and my Saviour?’ In vain was he
threatened with being thrown to the wild beasts or burned alive; and at last the
fatal proclamation was made, that ‘ Polycarp confessed himself a Christian.’
This was the death-warrant. He was condemned to be burnt alive. Jews and
Gentiles, the whole ‘synagogue of Satan,’ here described, alike, hastened in
rage and fury to collect wood from the baths and workshops for the funeral pile.
The old man laid aside his garments, and took his place in the midst of the
fuel. When they would have nailed him to the stake, he said to them, ‘Leave me
thus, I pray, unfastened; he who has enabled me to brave the fire will give me
strength also to endure its fierceness.’ He then uttered this brief prayer:
‘O Lord, Almighty God, The Father of thy beloved Son Jesus Christ, through
whom we have received knowledge of thee, God of the angels and of the whole
creation, of the whole race of man, and of the saints who live before thy
presence; I than thee that thou hast thought me worthy, this day and this hour,
to share the cup of thy Christ among the number of thy witnesses!’ The fire
was kindled; but a high wind drove the flame to one side, and prolonged his
sufferings; at last the executioner despatched him with a sword. So did one of
Christ’s poor saint at Smyrna die, ‘faithful unto death,’ and winner of
‘the crown of life,’ and never to ‘be hurt of the second death.’”
[= Pada tahun 167 M. suatu penganiayaan yang kejam meledak terhadap orang-orang
kristen di Asia Kecil. Polycarp mau menunggu di posnya / tempat tugasnya nasib
yang mengancamnya, tetapi umatnya memaksanya untuk menyembunyikan diri di suatu
tempat pengasingan yang sunyi dimana diperkirakan ia bisa bersembunyi dengan
aman. Dan untuk sementara waktu ia tidak ditemukan, dan ia menyibukkan dirinya
sendiri dalam doa dan doa syafaat untuk Gereja yang dianiaya. Akhirnya
musuh-musuhnya menangkap seorang anak, dan dengan penyiksaan memaksanya
menunjukkan dimana Polycarp berada. Yakin bahwa saatnya sudah tiba, ia menolak
untuk lari lebih jauh, dan ia berkata: ‘Jadilah kehendak Allah’. Ia turun
dari lantai atas dari rumah itu untuk menemui para penangkapnya, dan
memerintahkan untuk memberikan makanan dan minuman sebanyak yang mereka
inginkan, dan hanya meminta kepada mereka satu hal, yaitu supaya ia
diperbolehkan untuk berdoa tanpa diganggu selama 1 jam. Kepenuhan hatinya
membuat ia berdoa selama 2 jam, dan dikatakan bahwa bahkan orang-orang kafir itu
tersentuh oleh pemandangan akan kebaktian / penyembahan yang dilakukan oleh
orang tua itu. Lalu ia dibawa kembali ke kota, ke Smirna. Pejabat, di depan
siapa ia dibawa, mencoba untuk membujuknya supaya menyerah pada tuntutan kecil
terhadap dirinya. ‘Kerugian apa’, ia bertanya, ‘yang bisa terjadi padamu
untuk memper-sembahkan korban kepada kaisar?’. Ini adalah ujian yang biasa
digunakan terhadap mereka yang dituduh sebagai orang kristen. Tetapi tidak satu
saatpun Polycarp yang terhormat itu mau menyetujui. Lalu dicoba langkah-langkah
yang lebih kasar, dan ia dikeluarkan dari kereta yang membawanya. Ketika ia
muncul di arena, hakim berkata kepada-nya: ‘Bersumpahlah, kutukilah Kristus,
dan aku akan membebaskanmu’. Tetapi orang tua itu menjawab: ‘86 tahun aku
telah melayani Kristus, dan Ia tidak pernah berbuat salah kepadaku: lalu
bagaimana aku bisa mengutukNya, Rajaku dan Juruselamatku?’. Sia-sia ia diancam
akan dilemparkan kepada binatang buas atau dibakar hidup-hidup; dan akhirnya
dibuat pengumuman yang fatal, bahwa ‘Polycarp mengaku bahwa dirinya adalah
orang kristen’. Ini merupakan surat perintah kematian. Ia dijatuhi hukuman
dibakar hidup-hidup. Orang-orang Yahudi dan non Yahudi, seluruh ‘sinagog
setan’ yang digambarkan di sini, dalam kemarahan dan kemurkaan, tergesa-gesa
mengumpulkan kayu dari kamar mandi (?) dan bengkel untuk tumpukan pembakaran.
Orang tua itu melepaskan jubahnya, dan mengambil tempatnya di tengah-tengah
bahan bakar itu. Ketika mereka mau mengikatnya pada tonggak, ia berkata kepada
mereka: ‘Aku minta, biarkan aku seperti ini, tidak diikat; Ia yang memberikan
aku kemampuan untuk menantang api juga akan memberiku kekuatan untuk menahan
keganasannya’. Lalu ia mengucapkan doa singkat ini: ‘Ya Tuhan, Allah yang
mahakuasa, Bapa dari AnakMu yang kekasih Yesus Kristus, melalui siapa kami telah
menerima pengenalan terhadapMu, Allah dari malaikat dan dari seluruh ciptaan,
dari seluruh umat manusia, dan dari orang-orang kudus yang hidup di hadapanMu;
aku bersyukur kepadaMu bahwa Engkau telah menganggapku layak, hari ini dan jam /
saat ini, untuk ikut merasakan cawan dari KristusMu di antara banyak
saksi-saksiMu!’. Api dinyalakan; tetapi suatu angin yang kencang mendorong
nyala api ke satu sisi, dan memperpanjang penderitaannya; akhirnya algojo
membunuhnya dengan sebuah pedang. Begitulah salah satu dari orang-orang kudus
Kristus di Smirna mati, ‘setia sampai mati’, dan memenangkan ‘mahkota
kehidupan’, dan tidak pernah ‘menderita / dirugikan oleh kematian yang
kedua’] - hal 85.
William
Barclay, setelah menceritakan bahwa api dinyalakan, dan Polycarp menaikkan doa
syukur / pujian, lalu berkata:
“So
much is plain fact, but then the story drifts into legend, for it goes on to
tell that the flames made a kind on tent around Polycarp and left him untouched.
At length the executioner stabbed him to death to achieve what the flames could
not do. ‘And when he did this there came out a dove , and much blood, so that
the fire was quenched, and all the crowd marvelled that there was such a
difference between the unbelievers and the elect.’”
(= Sebanyak itulah fakta yang jelas, tetapi lalu ceritanya hanyut ke dalam
dongeng, karena ceritanya berlanjut dengan mengatakan bahwa nyala api itu
membuat semacam tenda di sekitar Polycarp dan membiarkan ia tidak tersentuh.
Akhirnya algojo menikamnya sampai mati untuk mendapatkan apa yang tidak dapat
dilakukan oleh nyala api itu. ‘Dan pada waktu ia melakukan hal itu keluarlah
seekor burung merpati, dan banyak darah, sehingga api itu padam, dan semua orang
banyak tercengang karena ada perbedaan seperti itu antara orang tidak percaya
dan orang pilihan’) - hal 77.
Philip
Schaff: “The persecution of the
church at Smyrna and the martyrdom of its venerable bishop, which was formerly
assigned to the year 167, under the reign of Marcus Aurelius, took place,
according to more recent research, under Antoninus in 155, when Statius
Quadratus was proconsul in Asia Minor. Polycarp was a personal friend and pupil
of the Apostle John, and chief presbyter of the church at Smyrna, ... He was the
teacher of Ireneaus of Lyons, ... As he died 155 at an age of eighty-six years
or more, he must have been born A.D. 69, a year before the destruction of
Jerusalem, and may have enjoyed the friendship of St. John for twenty years or
more” (= Penganiayaan terhadap gereja di Smirna dan kematian syahid dari
uskupnya yang terhormat, yang dulu ditetapkan / disebutkan pada tahun 167, di
bawah pemerintahan Marcus Aurelius, menurut penyelidikan yang lebih baru terjadi
di bawah Antoninus pada tahun 155, pada saat Statius Quadratus menjabat sebagai
prokonsul di Asia Kecil. Polycarp adalah teman pribadi dan murid dari Rasul
Yohanes, dan merupakan ketua penatua dari gereja di Smirna, ... Ia adalah guru
dari Ireneaus dari Lyons, ... Karena ia mati pada tahun 155 pada usia 86 tahun
atau lebih, ia pasti telah dilahirkan pada tahun 69 M, satu tahun sebelum
penghancuran Yerusalem, dan telah menikmati persahabatan dengan Yohanes selama
20 tahun atau lebih) - ‘History of the Christian Church’, vol II,
hal 51-52.
Catatan:
John Stott (hal 40) mengatakan bahwa kematian syahid Polycarp terjadi pada
tanggal 22 Februari tahun 156 M. Beberapa penafsir lain juga mengatakan
tahun 156 M.
b) ‘dan
Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan’.
· William
Barclay: “In this life it may be
that the Christian’s loyalty will bring him a crown of thorns, but in the life
to come it will surely bring him the crown of glory” (= Dalam hidup ini
adalah mungkin bahwa kesetiaan orang Kristen akan memberinya mahkota duri,
tetapi dalam hidup yang akan datang itu pasti akan memberinya mahkota kemuliaan)
- hal 84.
· John
Stott: “‘I will give’, He says.
It is not a merit award; it is a gift” (= ‘Aku akan memberi /
mengaruniakan’, kataNya. Itu bukan hadiah / pemberian karena kita berjasa /
layak; itu adalah suatu pemberian) - hal 49.
Memang
sebetulnya pahala bukanlah sesuatu yang layak kita dapatkan. Itu tetap merupakan
karunia Tuhan bagi kita. Mengapa? Karena kita bisa berbuat baik, setia dsb hanya
kalau Tuhan menolong / menguatkan kita! Bdk. Yoh 15:5 Fil 4:13.
Ay 11: “Siapa
bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian
yang kedua”.
1)
‘Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat’.
Jemaat Smirna
yang sedang menderita disuruh mendengarkan Firman Tuhan! Ini perlu diperhatikan
karena banyak orang justru tidak mau mendengar Firman Tuhan pada waktu sedang
menderita, seperti misalnya bangsa Israel dalam Kel 16:8. Padahal orang
yang menderita justru membutuhkan Firman Tuhan dan karenanya harus mau
mendengar!
Penerapan:
Pada waktu
sedang mengalami penderitaan yang berat, jangan lalu justru tidak pergi ke
Kebaktian dan Pemahaman Alkitab. Juga jangan lalu membuang Saat Teduh saudara.
Pada saat-saat seperti itu, Tuhan biasanya justru berbicara paling jelas dan
memberikan penghiburan yang paling manis!
2)
‘Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang
kedua’.
a) ‘Barangsiapa
menang’.
Ini sudah
dibahas dalam Wah 2:7, sehingga tidak akan diulang di sini.
b) ‘ia
tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua’.
· Kata
‘menderita’ menunjukkan bahwa kematian kedua ini tidak menunjuk pada
pemusnahan.
· Untuk
kata ‘tidak’ di sini, dalam bahasa Yunaninya digunakan ‘double
negatives’ (2 x kata ‘tidak’), yaitu OU ME, yang menunjukkan
penekanan, dan bisa diterjemahkan ‘sekali-kali tidak’.
· Istilah
‘kematian yang kedua’ hanya ada dalam Kitab Wahyu (bdk. Wah 20:6,14
21:8).
· Pulpit
Commentary: “He who is born twice
can die only once, but he who is born only once will die twice” (= Ia yang
dilahirkan dua kali hanya bisa mati satu kali, tetapi ia yang dilahirkan hanya
satu kali akan mati dua kali) - hal 72.
· Tentang
bagian ini William Barclay memberikan komentar sesatnya:
“The
Sadducees believed that after death there was absolutely nothing; the Epicureans
held the same doctrine. This belief finds its place even in the Old Testament
for that pessimistic book Ecclesiastes is the work of a Sadducee. ‘A living
dog is better than a dead lion; for the living know that they will die, but the
dead know nothing’ (Ecclesiastes 9:4,5)”
[= Orang-orang Saduki percaya bahwa setelah kematian sama sekali tidak ada
apa-apa; orang-orang Epikuros memegang / mempercayai doktrin yang sama.
Kepercayaan ini mendapat tempat bahkan dalam Perjanjian Lama karena kitab
Pengkhotbah yang bersifat pesimist adalah pekerjaan seorang Saduki. ‘Anjing
yang hidup lebih baik dari singa yang mati. Karena orang-orang yang hidup tahu
bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa’ (Pengkhotbah
9:4,5)] - hal 84.
Ini menunjukkan
rendahnya pandangan Barclay tentang Kitab Suci.
Kitab
Pengkhotbah, dilihat dari Pengkhotbah 11:9 dan 12:14, yang berbicara
tentang pengadilan Allah, tidak mungkin ditulis oleh seorang Saduki yang tidak
percaya akan adanya hidup setelah kematian.
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali