Eksposisi
Wahyu kepada Yohanes
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Ay 18: “Dan
tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Tiatira: Inilah firman Anak Allah, yang
mataNya bagaikan nyala api dan kakiNya bagaikan tembaga”.
1) Kota Tiatira.
a)
Letak dan ukuran kota Tiatira.
Herman
Hoeksema: “Thyatira was a city in
Asia Minor southeast from Pergamos, on the road to Sardis” (= Tiatira
adalah sebuah kota di Asia Kecil di sebelah tenggara dari Pergamus, pada jalan
menuju Sardis) - hal 95-96.
Herman
Hoeksema: “It was not a large city,
like Pergamos” (= Itu bukanlah sebuah kota yang besar, seperti Pergamus)
- hal 96.
b)
Kota Tiatira terkenal karena pewarnaan kain.
Herman
Hoeksema: “It was known for the art
of dyeing” [= Kota itu dikenal karena seni pewarnaan (kain)] - hal 96.
Bandingkan ini
dengan Lidia, petobat pertama di kota Filipi (Kis 16:14-15), yang adalah ‘seorang
penjual kain ungu dari kota Tiatira’. Kain ungu yang ia jual adalah
produksi utama kota Tiatira.
c)
Kota Tiatira mempunyai banyak serikat kerja yang berhubungan dengan penyembahan
berhala.
Kota Tiatira
adalah kota perdagangan, dan di kota ini ada banyak serikat kerja. Ada serikat
kerja untuk pekerja wol, ada serikat kerja untuk pekerja kain, ada serikat kerja
untuk pekerja kulit, dsb. Dan setiap serikat kerja ini mempunyai dewa pelindung
/ penjaganya sendiri-sendiri, dan karena itu setiap serikat kerja berhubungan
dengan penyembahan terhadap dewa pelindung / penjaga tersebut. Ini menjadi
problem bagi orang kristen di Tiatira.
William
Hendriksen: “The situation,
therefore, was somewhat as follows: if you wish to get ahead in this world, you
must belong to a guild; if you belong to a guild, your very membership implies
that you worship its god. You will be expected to attend the guild-festivals and
to eat food part of which is offered to the tutelary deity and which you receive
on your table as a gift from the god. And then, when the feast ends, and the
real - grossly immoral - fun begins, you must not walk out unless you desire to
become the object of ridicule and persecution!” (= Karena itu, situasinya
kira-kira adalah sebagai berikut: jika engkau ingin maju di dunia ini, engkau
harus termasuk dalam suatu serikat kerja; jika engkau termasuk dalam suatu
serikat kerja, maka keanggotaanmu itu sendiri secara tidak langsung menunjukkan
bahwa engkau menyembah dewa dari serikat kerja itu. Engkau akan diharapkan untuk
menghadiri pesta / perayaan dari serikat kerja itu dan makan makanan yang
merupakan bagian dari apa yang dipersembahkan kepada dewa pelindung, dan yang
engkau terima di mejamu sebagai suatu pemberian dari dewa itu. Dan lalu, pada
saat pesta / perayaan berakhir, dan kesenangan yang sebenarnya, yang sangat
tidak bermoral, dimulai, janganlah engkau meninggalkan tempat itu kecuali engkau
ingin menjadi obyek dari ejekan dan penganiayaan) - hal 71.
Steve Gregg:
“the Christians in Thyatira may have been hard pressed to support
themselves and their families without resorting themselves to some measure of
compromise with idolatry” (= orang-orang Kristen di Tiatira mungkin telah
sangat tertekan untuk menghidupi diri mereka sendiri dengan keluarga mereka
tanpa mengambil jalan kompromi sampai pada tingkat tertentu dengan penyembahan
berhala) - hal 71.
Bdk. 1Kor
10:21-22 - “Kamu tidak dapat minum dari cawan Tuhan dan juga dari cawan
roh-roh jahat. Kamu tidak dapat mendapat bagian dalam perjamuan Tuhan dan juga
dalam perjamuan roh-roh jahat. Atau maukah kita membangkitkan cemburu Tuhan?
Apakah kita lebih kuat dari pada Dia?”.
Penerapan:
Situasi di
Tiatira mirip dengan situasi di Indonesia, dimana orang kristen sering diundang
untuk ikut slametan, dan kalau tidak pernah mau datang, mungkin sekali akan
dianggap sombong, dan lalu dikucilkan.
2) Surat kepada gereja
/ jemaat Tiatira.
a)
Ini adalah surat yang terpanjang dari 7 surat dalam Wah 2-3.
Steve Gregg,
William Barclay, Leon Morris, dan banyak penafsir lain mengatakan bahwa dari ke
7 kota yang mendapatkan surat dalam Wah 2-3, kota Tiatira adalah kota yang
paling tidak penting, tetapi kota ini mendapatkan surat yang paling panjang.
Leon Morris
(Tyndale): “The longest of the
seven letters is written to the church in the smallest and least important town!
The values of God are not the values of men” (= Surat yang terpanjang dari
tujuh surat ditulis kepada gereja di kota yang paling kecil dan paling tidak
penting! Nilai / penilaian dari Allah bukanlah nilai / penilaian dari manusia)
- hal 69.
Penerapan:
Dalam melakukan
pelayanan, jangan menganggap gereja besar lebih penting dari gereja kecil, orang
kaya / orang yang mempunyai kedudukan tinggi lebih penting dari orang miskin /
orang yang berkedudukan rendah, orang dewasa / jemaat dewasa lebih penting dari
anak kecil / sekolah minggu jemaat kebaktian remaja, dsb.
b)
Robert Mounce (NICNT) mengutip kata-kata Hemer yang mengatakan bahwa surat ini
bukan hanya paling panjang tetapi juga paling sukar.
Robert
Mounce (NICNT): “The difficulty in
interpreting the letter grows out of its numerous references to the details of
daily life which have become obscured with the passing of time and the lack of
archaeological evidence which would reveal its past” (= Kesukaran dalam
menafsirkan surat ini timbul dari banyaknya hubungan dengan hal-hal terperinci
dari kehidupan sehari-hari pada saat itu, yang telah menjadi kabur dengan
berlalunya waktu dan kurang / tidak adanya bukti arkheologi yang menyingkapkan
masa lalu tempat itu) - hal 101.
Saya sendiri
agak meragukan bahwa ini adalah surat yang paling sukar dari ke tujuh surat
dalam Wah 2-3.
3) Ada 3 hal yang
dinyatakan oleh Yesus tentang diriNya dalam ay 18 ini, yaitu:
a)
Ia adalah ‘Anak Allah’.
Ini adalah
satu-satunya kali dimana gelar ‘Anak Allah’ muncul dalam ke 7 surat, bahkan
dalam seluruh kitab Wahyu.
Barnes’ Notes
(hal 1562) mengatakan bahwa kerasnya teguran dalam surat ini menyebabkan
otoritas dari si Pembicara dibuat lebih mengesan-kan dengan memberi gelar
‘Anak Allah’.
Robert Mounce
(NICNT) mengatakan bahwa karena ay 27 mengutip Maz 2:9, maka mungkin sekali
istilah ‘Anak Allah’ di sini diambil dari Maz 2:7.
b) ‘mataNya
bagaikan nyala api’.
Ini menunjukkan
kemahatahuan. Ia tahu akan dosa-dosa mereka.
c) ‘kakiNya
bagaikan tembaga’.
Ini menunjukkan
penghakiman / penghukuman. Ia akan menginjak-injak mereka yang tidak mau
bertobat. Gregg mengatakan bahwa kaki ini akan menginjak-injak orang jahat dalam
kilangan anggur dari murka Allah (bdk. 14:19-20 19:15 Yes 63:3-4).
Ay 19: “Aku
tahu segala pekerjaanmu: baik kasihmu maupun imanmu, baik pelayananmu maupun
ketekunanmu. Aku tahu, bahwa pekerjaanmu yang terakhir lebih banyak dari pada
yang pertama”.
Ayat ini menunjukkan suatu pujian
terhadap hal-hal yang baik dalam gereja Tiatira.
1) Hal-hal yang baik
ialah: kasih, iman, pelayanan dan ketekunan mereka.
a)
Hoeksema (hal 99) berkata bahwa ‘kasih’
disebutkan sebagai yang pertama, tetapi itu tidak berarti bahwa kasih merupakan
sumber dari hal-hal yang disebutkan berikutnya. ‘Kasih’ disebutkan sebagai
yang pertama karena itu merupakan yang paling menonjol dalam gereja Tiatira ini.
b)
Kata ‘ketekunan’ diterjemahkan dari kata
Yunani HUPOMONE.
Kata bahasa
Yunani HUPOMONE berarti ‘kemampuan bertahan dalam kesukaran, bukan dengan
sikap sekedar bertahan (diam / pasif), tetapi dengan sikap sedemikian rupa
sehingga mampu untuk menjadikan situasi / hal yang tidak menyenangkan itu
menjadi sesuatu yang memuliakan Tuhan’.
2)
‘Aku tahu, bahwa pekerjaanmu yang terakhir lebih banyak dari pada yang
pertama’.
Ini sesuatu
yang baik dari gereja Tiatira, yaitu mereka maju dalam pekerjaan / pelayanan.
Jadi, kontras dengan jemaat Efesus yang mundur karena kehilangan kasih yang
semula, maka jemaat Tiatira justru maju.
Adam Clarke:
“They not only retained what they had received at first, but grew in
grace, and in the knowledge and love of Jesus Christ. This is a rare thing in
most Christian Churches: they generally lose the power of religion, and rest in
the forms of worship; and it requires a powerful revival to bring them to such a
state that their last works shall be more than their first” (= Mereka
tidak hanya mempertahankan apa yang telah mereka terima pada mulanya, tetapi
bertumbuh dalam kasih karunia, dan dalam pengenalan dan kasih Yesus Kristus. Ini
merupakan hal yang langka dalam kebanyakan Gereja-gereja Kristen: mereka
biasanya kehilangan kekuatan agama, dan bersandar pada / berhenti dalam
bentuk-bentuk ibadah / ibadah yang bersifat lahiriah; dan membutuhkan kebangunan
rohani yang kuat untuk membawa mereka pada suatu keadaan dimana pekerjaan
terakhir mereka lebih banyak dari pekerjaan mereka pada mulanya) - hal 981.
Berusahalah
supaya saudara tidak seperti gereja pada umumnya, seperti kata-kata Clarke ini!
John Stott:
“Ephesus was backsliding; Thyatira was moving forward. The church of
Ephesus had abandoned the love it had at first; the church of Thyatira was
exceeding the works it did at first. Which of these two churches do we resemble
more? Alas! that of many Christians the solemn words could be used: ‘the last
state has become worse for them than the first’ (2Pet. 2:20; cf. Mt. 12:45)”
[= Efesus sedang merosot ke belakang; Tiatira sedang bergerak ke depan. Gereja
Efesus telah meninggalkan kasih yang mereka miliki pada mulanya; gereja Tiatira
sedang melampaui pekerjaan-pekerjaan yang mereka lakukan pada mulanya. Kita
lebih mirip yang mana dari dua gereja ini? Aduh / celaka! bahwa terhadap banyak
orang Kristen bisa digunakan kata-kata yang khidmat: ‘maka akhirnya keadaan
mereka lebih buruk dari pada yang semula’ (2Pet 2:20; bdk. Mat 12:45)]
- hal 70.
Ay 20: “Tetapi
Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut
dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hambaKu supaya berbuat zinah dan
makan persembahan-persembahan berhala”.
1)
‘Aku mencela engkau’.
Kalau ay 19
tadi menunjukkan hal-hal yang baik dalam gereja Tiatira yang menyebabkan mereka
layak dipuji, maka ay 20 ini menunjukkan hal yang jelek dalam gereja
Tiatira, yang menyebabkan mereka dikecam, yaitu suatu toleransi / kompromi
terhadap penyesatan dan dosa dalam gereja.
2) ‘wanita
Izebel’.
Ada
bermacam-macam pandangan tentang siapa yang dimaksud dengan ‘wanita Izebel’
ini:
· Ia
adalah istri dari bishop / pendeta dari gereja Tiatira.
Robert Mounce
(NICNT - hal 103) mengatakan bahwa kata Yunani GUNAI bisa diterjemahkan
‘perempuan’ maupun ‘istri’, dan dalam manuscript tertentu ada kata ‘mu’
sehingga terjemahannya bisa menjadi ‘istrimu Izebel’. Ini
menyebabkan ada yang menganggap bahwa yang dimaksud dengan Izebel adalah istri
dari bishop / pendeta kota Tiatira, karena surat ini ditujukan kepada bishop /
pendeta gereja itu. Tetapi manuscript itu sangat diragukan kebenarannya, dan
karena itu penafsiran ini juga harus diabaikan.
· Ia
adalah Lidia yang diceritakan pertobatannya dalam Kis 16:14-15.
Robert Mounce
juga mengatakan bahwa ada orang yang menganggap bahwa wanita Izebel ini adalah
Lidia dalam Kis 16:14-15. Ia menolak pandangan ini karena tidak mempunyai
dasar apapun.
· William
Barclay: “it is quite clear that
Jezebel was a member of the Church and her influence was being exerted from
within” [= adalah cukup jelas bahwa Izebel adalah anggota Gereja dan
pengaruhnya digunakan / dinyatakan dari dalam (gereja)] - hal 105.
· Baik
Stott maupun Hoeksema menganggap bahwa ‘wanita Izebel’ ini betul-betul
seorang wanita, tetapi namanya hanyalah nama simbolis.
· Steve
Gregg: “There arose in the church a
self-professed prophetess, symbolically called Jezebel (v. 20) due to similarity
of her influence upon the church to that of the original Jezebel upon Israel.
This woman apparently taught that idolatrous practices were permissible,
encouraged fornication, and indulged in the same herself with members of the
church” [= Dalam gereja itu muncul orang yang mengaku dirinya sendiri
sebagai nabiah, yang secara simbolis disebut Izebel (ay 20) disebabkan oleh
kemiripan dari pengaruhnya terhadap gereja dengan Izebel yang asli terhadap
Israel. Perempuan ini kelihatannya mengajarkan bahwa praktek-praktek penyembahan
berhala diijinkan, mendorong / menguatkan orang untuk melakukan percabulan, dan
memuaskan dirinya sendiri dengan cara yang sama dengan anggota-anggota gereja]
- hal 71.
· William
Hendriksen: “Her name is a synonym
for seduction to idolatry and immorality (1Ki. 16:31; 18:4,13,19: 19:1,2)”
[= Namanya merupakan sinonim untuk bujukan kepada penyembahan berhala dan
ketidak-bermoralan (1Raja 16:31; 18:4,13,19: 19:1,2)] - hal 72.
Catatan:
Dalam jaman Izebel dalam Perjanjian Lama, ada banyak penyembahan berhala (1Raja 16:31-33
1Raja 22:53-54), dan juga persundalan dan sihir (2Raja 9:22). Tetapi
ada yang mengatakan bahwa ‘sundal’ dalam 2Raja 9:22 ini menunjuk pada
‘perzinahan rohani’ yaitu penyembahan berhala.
3)
‘menyebut dirinya nabiah’.
Orang menjadi
nabi, rasul, pendeta tidak boleh karena kehendaknya sendiri, tetapi harus ada
panggilan Tuhan (1Kor 1:1 2Kor 1:1 Gal 1:1,15-17
Ef 1:1 Kol 1:1). Tetapi ‘wanita Izebel’ ini menjadikan /
menyebut dirinya sendiri nabiah.
4)
‘mengajar dan menyesatkan hamba-hambaKu supaya berbuat zinah dan makan
persembahan-persembahan berhala’.
a)
Arti dari ‘berbuat zinah’ dan ‘makan persembahan-persembahan berhala’.
Robert
Mounce (NICNT): “Since the eating
of ‘things sacrificed to idols’ is undoubtedly intended in a literal sense,
it is best to take ‘commit fornication’ in the same way. Pagan feasts often
led to sexual promiscuity” (= Karena tindakan makan ‘persembahan
berhala’ jelas dimaksudkan dalam arti hurufiah, maka hal yang terbaik adalah
menerima ‘berbuat zinah’ dengan cara yang sama. Pesta / perayaan kafir
sering membawa pada hubungan sex dengan seadanya orang) - hal 104.
b)
Ajaran wanita Izebel.
William
Barclay: “Jezebel of Thyatira was
an evil influence on the life and worship of the Christian Church. It must be
clearly understood that she had no wish to destroy the Church; but she wished to
bring into it new ways which were, in fact, destructive of the faith” (=
Izebel dari Tiatira merupakan pengaruh jahat terhadap kehidupan dan ibadah dari
Gereja Kristen. Harus dimengerti secara jelas bahwa ia tidak mempunyai keinginan
untuk menghancurkan Gereja; tetapi ia ingin membawa ke dalamnya cara-cara yang
baru, yang dalam faktanya merupakan hal yang bersifat menghancurkan iman) -
hal 106.
Kata-kata
Barclay ini perlu dicamkan. Seorang penyesat bisa saja mempunyai maksud yang
baik, tetapi apa yang ia ajarkan tetap sesat.
Mungkin ini
bisa disejajarkan dengan Bambang Noorsena, Yusuf Roni dan Abubakar (Gereja
Orthodox Syria), yang menggunakan solat 7 waktu, menggunakan kiblat pada waktu
doa, memakai jilbab, imam, dsb.
William
Hendriksen: “In this difficult
situation the prophetess Jezebel pretended to know the real solution of the
problem, the way out of the difficulty. She, apparently, argued thus: in order
to conquer Satan, you must know him. You will never be able to conquer sin
unless you have become thoroughly acquainted with it by experience. In
brief, a Christian should learn to know ‘the deep things of Satan’. By all
means attend the guild-feasts and commit fornication ... and still remain a
Christian; nay rather, become a better Christian!” (= Dalam situasi yang
sukar ini nabiah Izebel menganggap dirinya tahu pemecahan yang sebenarnya dari
problem itu, jalan keluar dari kesukaran. Kelihatannya ia berargumentasi
demikian: untuk mengalahkan Setan, engkau harus mengenal dia. Engkau tidak bisa
mengalahkan dosa kecuali engkau telah mengenalnya sepenuhnya dengan
mengalaminya. Singkatnya, seorang Kristen harus belajar untuk mengenal
‘hal-hal yang dalam dari Setan / seluk beluk Iblis’. Hadirilah selalu pesta
/ perayaan dari serikat kerja dan lakukanlah percabulan ... dan tetaplah sebagai
orang Kristen, bahkan jadilah orang Kristen yang lebih baik!) - hal 71-72.
c)
Persamaan kesalahan gereja Tiatira dengan gereja Pergamus.
James B.
Ramsey: “They are the same as those
charged upon the church of Pergamos, - fornication, and the eating of things
sacrificed unto idols. ... There the seducers were Balaamites; here it was a
Jezebel. There the cause was covetousness and the friendship of the world; here
it was heretical teaching, ... But the results upon the life are the same,
though reached by a somewhat different process. ... Whether apostacy begins in a
secret covetousness or in doctrinal error, it ends in the same horrid depths of
moral pollution” [= Itu adalah hal-hal yang sama seperti yang dituduhkan
kepada gereja Pergamus, - percabulan, dan makan hal-hal yang dipersembahkan
kepada berhala. ... Di sana (gereja Pergamus) para pembujuk itu adalah
penganut ajaran Bileam; di sini (gereja Tiatira) itu adalah seorang
Izebel. Di sana penyebabnya adalah ketamakan dan persahabatan dengan dunia; di
sini itu adalah ajaran sesat, ... Tetapi akibatnya terhadap kehidupan adalah
sama, sekalipun dicapai melalui proses yang agak berbeda. ... Apakah penyesatan
/ kemurtadan dimulai dengan ketamakan yang tersembunyi atau dengan kesalahan
doktrinal / pengajaran, itu berakhir pada kedalaman yang mengerikan dari polusi
moral yang sama] - hal 154.
d)
Gereja Tiatira merupakan simbol dari Gereja Roma Katolik?
William R.
Newell, yang menganggap bahwa gereja Tiatira merupakan simbol dari gereja Roma
Katolik, menggunakan ayat ini untuk menyerang penyembahan berhala /
patung-patung dalam gereja Roma Katolik. Sekalipun saya sangat menentang ajaran
Gereja Roma Katolik, tetapi saya tidak setuju dengan penafsiran yang mengatakan
bahwa gereja Tiatira menyimbolkan gereja Roma Katolik. Saya memasukkan komentar
dari William R. Newell di sini hanya untuk menunjukkan persoalan penyembahan
patung dalam Gereja Roma Katolik.
William R.
Newell: “The same arguments now
used by the Romanists to defend image worship were rejected by Christians of the
first three centuries when used in defense of image worship. The heathen said,
We do not worship the images themselves, but those whom they represent. To this
Lactantius (third century A. D.) answers, ‘You worship them; for, if
you believe them to be in heaven, why do you not raise your eyes up to heaven?
Why do you look at the images, and not up where you believe them to be?’”
[= Argumentasi yang sama yang sekarang digunakan oleh orang Roma Katolik untuk
mempertahankan penyembahan patung, ditolak oleh orang-orang Kristen dari tiga
abad yang pertama pada waktu digunakan untuk mempertahankan penyembahan patung.
Orang kafir berkata: Kami tidak menyembah patung itu sendiri, tetapi mereka yang
diwakili oleh patung-patung itu sendiri. Terhadap hal ini Lactantius (abad ke
tiga Masehi) menjawab: ‘Kamu menyembah mereka; karena, jika kamu
percaya bahwa mereka ada di surga, mengapa kamu tidak menaikkan pandangan matamu
ke surga? Mengapa kamu memandang pada patung-patung, dan tidak ke atas dimana
kamu percaya mereka berada?’] - hal 56.
William R.
Newell: “Thomas Aquinas, a Roman
Catholic (13th century), declared, ‘A picture, considered in itself, is worthy
of no veneration, but if we consider it as an image of Christ, it may be
allowable to make an internal distinction between the image and its subject, and
adoration and service are as well due to it as to Christ.’ Bonaventura the
Franciscan, said, ‘Since all veneration shown to the image of Christ is shown
to Christ himself, then the image of Christ is also entitled to be prayed to.’
Bellarmine, Rome’s principal authority in dogmatic theology (1542-1621),
writes, ‘The images of Christ and the saints are to be adored, not only in a
figurative manner, but quite positively, so that the prayers are directly
addressed to them, and not merely as representative of the original” [=
Thomas Aquinas, seorang Roma Katolik (abad ke 13), menyatakan: ‘Sebuah gambar,
dipertimbangkan dalam dirinya sendiri, tidak layak untuk pemujaan, tetapi jika
kita mempertimbangkannya sebagai gambar dari Kristus, bisa diijinkan untuk
membuat perbedaan internal / di dalam antara gambar / patung dan subyeknya, dan
pemujaan / penyembahan dan pelayanan / tindakan berbakti harus dilakukan
terhadapnya sama seperti terhadap Kristus’. Bonaventura dari golongan
Franciscan berkata: ‘Karena semua pemujaan yang ditunjukkan kepada gambar /
patung dari Kristus ditunjukkan kepada Kristus sendiri, maka gambar / patung
Kristus juga berhak untuk menerima doa’. Bellarmine, otoritas utama Roma
Katolik dalam theologia dogmatik (1542-1621), menulis: ‘Gambar / patung
Kristus dan orang-orang suci harus disembah / dipuja, bukan hanya dalam cara
simbolis / perlambang, tetapi secara cukup positif, sehingga doa-doa ditujukan
langsung kepada mereka, dan bukan hanya sebagai wakil dari aslinya’] - hal
56.
Ini jelas
merupakan ajaran sesat!
5) ‘Aku mencela
engkau, karena engkau membiarkan’.
a)
Membiarkan penyesatan / dosa adalah hal yang salah.
Homer Hailey:
“Not only must one have no fellowship with the unfruitful works of
darkness, but he must reprove them (Eph. 5:11)” [= Seseorang bukan hanya
tidak boleh mempunyai persekutuan dengan pekerjaan / perbuatan kegelapan yang
tidak berbuahkan apa-apa, tetapi bahkan harus memarahi mereka (Ef 5:11)] -
hal 138.
Pulpit
Commentary: “It is not said that
Jezebel receives sympathy or encouragement, but merely that she is let alone:
her wickedness is left unchecked, and that is sinful” (= Tidak dikatakan
bahwa Izebel menerima simpati atau dorongan / penguatan hati, tetapi semata-mata
bahwa ia dibiarkan: kejahatannya dibiarkan tanpa dicegah, dan itu merupakan
dosa) - hal 65.
Jemaat Tiatira
membiarkan wanita Izebel itu mengajarkan ajaran sesatnya, dan sekaligus
mempraktekkan perzinahannya dengan beberapa jemaat, dan hal ini dikecam oleh
Kristus. Ini menunjukkan bahwa kalau kita membiarkan nabi palsu, kita bersalah.
Kita harus menentangnya supaya ia tidak leluasa dalam mengajarkan ajaran
sesatnya. Karena itu saya ‘gegeran’ dengan Bambang Noorsena dan banyak orang
sesat lainnya! Kalau kita sudah mengusahakan pelurusan theologia tetapi tidak
berhasil, maka baru kita boleh membiarkan (Tit 3:10). Tetapi tentu saja
kalau orang yang melakukan penyesatan itu ada di bawah otoritas kita, kita harus
melakukan tindakan lebih keras, seperti pemecatan, pengucilan, dsb.
b)
Dari sini terlihat bahwa toleransi, sekalipun memang harus dilakukan dalam
banyak hal, tetapi tidak selalu merupakan hal yang baik!
Kita memang
tidak bisa hidup tanpa toleransi sama sekali. Tetapi toleransi (atau mungkin
lebih tepat disebut kompromi) terhadap dosa yang hebat atau penyesatan dalam
gereja, jelas merupakan hal yang salah. Tetapi jaman sekarang ini, dalam gereja
ada banyak toleransi yang salah, sama seperti dalam gereja Tiatira pada abad
pertama!
Theodore H.
Epp: “Kita dapat melihat adanya sikap
yang serupa dalam banyak gereja pada masa kini. Kita seolah-olah dibuat
‘toleran’ terhadap orang-orang yang tidak sepandangan dengan kita. Dan
‘mengasihi’ orang-orang semacam itu hanya berarti toleransi terhadap dosa”
- ‘Kristus Berkata-kata kepada GerejaNya’, hal 70-71.
Toleransi yang
salah yang dimaksudkan oleh Theodore H. Epp ini biasanya banyak dijumpai dalam
kalangan Liberal, yang sering berlagak sebagai orang yang bijaksana, toleran,
penuh kasih, dsb, tetapi sebetulnya tidak menghargai otoritas dari Kitab Suci.
Contoh:
· Komentar
William Barclay tentang kelahiran Yesus dari seorang perawan (Virgin Birth):
“...
the Virgin Birth. The Church does not insist that we believe in this doctrine”
(= ... kelahiran dari perawan. Gereja tidak
mendesak / memaksa supaya kita percaya pada doktrin ini) - ‘The Gospel of Luke’, hal 12.
Komentar
saya: hanya gereja sesat yang tidak
mendesak kepercayaan terhadap kelahiran Kristus dari perawan, karena kalau
Kristus tidak lahir dari perawan, maka Ia sepenuhnya adalah manusia biasa, sama
sekali bukan Allah, dan dengan demikian Ia tidak mungkin bisa menjadi
Juruselamat manusia. Mengapa? Karena keilahianNyalah yang menyebabkan penebusan
yang Ia lakukan bisa mempunyai nilai yang tidak terbatas.
· Dari
majalah ‘Penuntun’ terbitan GKI Jabar (Vol. 2. No. 6, Januari -
Maret 1996):
* Pengantar:
“Banyak orang sering semberono menilai dengan negatif agama-agama lain yang
mereka sendiri tidak hayati. Hal paling minimal yang diperlukan dalam rangka
mengenal orang-orang yang beragama lain, yaitu membaca dan memahami Kitab Suci
agama-agama lain, belum mereka lakukan. Apalagi menghayati hidup seperti yang
dihayati penganut agama lain itu sendiri. Sikap seperti ini, tidak terkecuali,
banyak ditemukan di dalam diri orang-orang Kristen. Yang berpendidikan tinggi
maupun yang tidak. Orang juga sering memakai petobat-petobat baru untuk
membuktikan betapa agama-agama semula yang sudah ditinggalkan petobat-petobat
baru itu adalah agama-agama yang kurang sempurna, yang di dalamnya tidak
terdapat kebenaran, atau, dalam ungkapan yang sangat menusuk perasaan, berisi
ajaran-ajaran sesat dari kuasa-kuasa kegelapan. Tindakan jahat yang tidak penuh
kasih semacam ini juga banyak ditemukan di antara orang-orang Kristen. ...
Pemahaman dan pendekatan yang simpatetik terhadap pelbagai pandangan
keselamatan, khususnya yang terdapat di dalam agama-agama lain, diharapkan akan
sedikit banyak mempengaruhi dengan positif sikap dan pandangan orang Kristen
terhadap agama-agama lain dan para penganutnya” (hal v).
Komentar
saya: kalau kata-kata di atas ini benar,
maka Paulus sendiri bisa dikatakan sebagai jahat / tidak kasih, karena pada
waktu ia sendiri telah bertobat dari agama lamanya yaitu agama Yahudi /
Yudaisme, ia lalu berkata tentang agama lamanya itu sebagai:
Þ
‘tidak benar’, ‘tanpa pengertian yang
benar’, ‘mendirikan kebenaran mereka sendiri’, dan ‘tidak takluk kepada
kebenaran Allah’ (Ro 9:30-10:3).
Þ
‘rugi’ dan bahkan ‘sampah’ (Fil 3:7-8).
Kata ‘sampah’ oleh KJV bahkan diterjemahkan ‘dung’ (= kotoran
hewan).
Dan bahkan
orang-orang Yahudi yang masih aktif dalam Yudaisme, ia sebut dengan istilah
‘anjing’, ‘penyunat palsu’, dan ‘pekerja jahat’.
* Tulisan
Pdt. Eka Darmaputera, Ph. D. yang berjudul ‘Boleh diperbandingkan, jangan
dipertandingkan’:
“Sebuah
dongeng Hindu. Ada seorang raja yang adil, arif lagi bijaksana. Tiga orang
puteranya, semua serba gagah, tampan dan perkasa. Konon menyadari usianya yang
kian uzur, sri baginda ingin mempersiapkan segala sesuatu sebaik-baiknya sebelum
ajal tiba. Demikianlah ia memutuskan untuk membagi semua harta di kerajaannya
menjadi tiga. Semua, tanpa boleh ada yang tersisa atau terlupa. Masing-masing
puteranya harus menerima persis sepertiga. Tak ada yang lebih atau kurang.
Supaya jangan ada yang bangga, dan ada yang kecewa. Titah ini segera
dilaksanakan tanpa masalah. Sampai sang raja sendiri menyadari, bahwa ternyata
masih ada satu yang tersisa. Yaitu cincin yang selama ini melingkar di jari
manisnya. Bagaimana membaginya? Namun bukan sri baginda namanya bila tidak
menemukan jalan keluar juga pada akhirnya. Dengan diam-diam dan amat rahasia,
pada suatu hari, dipanggilnya pandai mas yang paling ahli di seluruh
kerajaannya. Pandai mas itu dititahkannya membuat dua buah cincin lagi.
Syaratnya: sama persis dalam segala hal dengan cincin yang semula. Ringkas
cerita, persoalan teratasi. Namun sementara. Sebab akhirnya, lama setelah
baginda wafat, tiga pangeran itu toh mafhum juga bahwa tidak semua dari tiga
cincin yang ada itu ‘asli’. Mereka segera bertengkar hebat sekali,
masing-masing mengklaim bahwa cincin yang lain adalah ‘tiruan’, dan cuma
cincinnya sendiri yang ‘asli’. Pertengkaran itu pasti akan berkelanjutan,
bila mereka tidak segera menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu pasti
membuat hati mendiang ayah mereka terluka dan amat berduka. Terlebih lagi,
alangkah bodohnya yang mereka lakukan itu! Bertengkar menguras enerji dan emosi
untuk hal yang tak dapat mereka buktikan! Akhirnya kembali ke akal sehat mereka.
Mereka masing-masing bertekad merawat cincin mereka masing-masing. Tanpa
mempersoalkan, apalagi mempertengkarkan, mana yang ‘asli’ dan mana yang
‘palsu’. Sebab mengenai ini, hanya ayahanda tercinta saja yang
mengetahuinya. Untuk apa ‘dongeng’ tersebut? Untuk menolong kita memasuki
pembicaraan yang akan cukup rumit dan peka. Yaitu, ketika Redaksi Penuntun
meminta saya menunjukkan mana di antara ketiga ‘cincin’ itu yang ‘asli’.
Melalui dongeng di atas saya telah memberikan pratanda apa yang bakal menjadi
jawab saya nanti. Yang pertama-tama ingin saya katakan adalah, permintaan itu
aneh tetapi wajar. Bahkan, saya yakin, apa yang diminta itu, adalah pertanyaan
sebagian besar pembaca juga. Yaitu, setelah artikel-artikel mengenai ajaran
keselamatan dari pelbagai macam agama / kepercayaan itu, kita pasti bertanya:
manakah yang benar di antara ajaran yang berbeda-beda itu? Begitu lazimnya
pertanyaan itu, sehingga banyak orang tidak merasa perlu bertanya terlebih
dahulu: Tepatkah pertanyaan itu? Dan mungkinkah menjawab pertanyaan itu?
Ternyata cukup banyak juga yang menjawab: ‘Ya! Pertanyaan itu bukan cuma
tepat, tetapi juga perlu!’ Termasuk dalam kelompok ini, adalah sebagian besar
pemimpin serta penganut agama (Anda juga?). Yaitu ketika dengan keyakinan yang
tidak dibuat-buat, mereka berkata, ‘Anda mau tahu mana yang benar dari antara
ajaran yang bermacam-macam itu? Ya agama saya! Apa lagi?!’ Bila Anda
mendengar jawaban seperti itu, anjuran saya adalah jangan mendebatnya. Mengapa?
Sebab yang saya bayangkan adalah, Anda pasti akan bertanya: ‘Dari mana dan
bagaimana Anda tahu bahwa cuma agama Anda yang benar?’. Iya ‘kan?”
(hal 170,171).
“Orang-orang
ini (dalam ilmunya) ‘memperbandingkan’ agama-agama tapi tidak
‘mempertandingkan’nya. Mereka tidak berminat untuk mencari mana yang lebih
benar dan lebih unggul. Dan semua itu dilakukan dengan seilmiah serta seobyektif
mungkin. Sebab itu biasanya enak dan mengasyikkan berdiskusi dengan orang-orang
dari kelompok ini! Toleran, terbuka, dan simpatik! Berbeda dengan kelompok
pertama.” (hal 173).
“Dengan
tetap menghormati kekhasan masing-masing agama, kita harus tetap mengatakan
bahwa semua agama ada pada dataran yang sama. Ada perbedaan, namun (dalam bahasa
Inggris) ‘they are different in degree, but not in kind’. Berbeda dalam
banyak hal, tapi tidak dalam hakikat. Secara hakiki, semua adalah satu kategori.”
(hal 174).
“Dengan
membuat perbandingan itu, kita dipaksa dan dilatih untuk terbuka dan rendah
hati. Di samping itu, manfaat yang sering tidak kita sadari adalah: kita tidak
hanya dibuat lebih mengenal kepercayaan orang lain, tetapi juga kepercayaan kita
sendiri. Kita hanya dapat membuat perbandingan, apabila kita mengenal dengan
baik dan dengan benar ajaran sendiri maupun ajaran orang lain, bukan? Sayang
sekali, bagi banyak penganut agama polemik dan apologetik masih lebih digemari
ketimbang perbandingan dan dialog. Padahal, dengan polemik dan apologetik, tanpa
sadar kita terdorong untuk melebih-lebihkan diri sendiri dan mencari-cari atau
menekan-nekankan kelemahan orang lain. Sikap yang tidak kristiani, bukan? Tanpa
sadar kita tergiring untuk semakin menutup diri. Kehilangan kesempatan untuk
belajar dari kekurangan diri sendiri dan kelebihan orang lain. Kehilangan
kesempatan untuk diperkaya oleh orang lain dan sekaligus menjadi berkat bagi
orang lain! Sayang sekali! Tapi itu yang sering terdengar. ‘Orang Kristen
tidak perlu belajar apa-apa dari siapa-siapa! Kita sudah punya Yesus!’ Menarik
sekali kata-kata ini! Tetapi naif! Sebab justru bila Anda benar-benar sudah
punya Yesus maka, seperti Dia, Anda akan tahu apa artinya kerendahan hati dan
‘mengosongkan diri’, terbuka untuk belajar dari siapa saja! Justru bila Anda
benar-benar sudah punya Yesus, Anda akan dapat mendemonstrasikan iman yang
seperti kanak-kanak bukan iman Farisi yang penuh dengan keangkuhan hati!”
(hal 174-175).
Komentar
saya:
Þ
Cerita tentang raja, 3 anaknya dan cincin,
dikatakan oleh penulis ini sebagai pratanda terhadap jawabannya terhadap
pertanyaan: ‘mana agama yang benar?’. Ini secara implicit menunjukkan
bahwa penulis sesat ini beranggapan bahwa kita tidak bisa mengetahui mana agama
yang benar dan mana agama yang salah. Pandangan semacam ini jelas merupakan
pandangan sesat yang bukan hanya bertentangan dengan Alkitab, tetapi juga
merendahkan dan tidak mempercayai Alkitab. Alkitab sendiri menyatakan bahwa
Kitab Suci kita bermanfaat untuk menyatakan kesalahan dan mendidik orang dalam
kebenaran (2Tim 3:16). Dan Alkitab juga menyatakan bahwa Yesus mengclaim
diriNya sebagai ‘jalan, kebenaran dan hidup’ sehingga tanpa Dia tak
seorangpun sampai kepada Bapa (Yoh 14:6). Saya bertanya-tanya dalam hati
saya sendiri: apa makna ayat-ayat seperti itu bagi Eka Darmaputera?
Þ
Orang sesat ini mengatakan bahwa
‘berapologetik’ merupakan ‘sikap yang tidak kristiani’! Ada 2 hal yang
ingin saya persoalkan tentang hal ini.
Yang pertama:
mungkin karena ia terlalu banyak belajar dari orang agama lain, maka ia tidak
mempunyai waktu untuk membaca / mempelajari Kitab Sucinya sendiri, sehingga ia
belum pernah membaca atau menyelidiki 1Pet 3:15b yang berbunyi: “Dan
siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada
tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan
yang ada padamu”. Perlu diketahui bahwa kata ‘pertanggungan jawab’
dalam 1Pet 3:15b ini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani APOLOGIAN, dari
mana kata ‘Apologetik’ berasal! Ini berarti bahwa ayat ini justru
mengharuskan orang kristen untuk berapologetik! Juga kalau kita melihat
kehidupan dan pelayanan Paulus maupun Stefanus dalam Kisah Para Rasul, maka kita
akan melihat bahwa mereka sering berdebat / berapologetik (Kis 6:8-10 Kis
9:22,29 dsb).
Yang kedua:
sebetulnya dengan mengatakan bahwa berapolo-getik merupakan sikap yang tidak
kristiani, dan juga dengan memberikan cerita tentang raja dan ke 3 anaknya itu,
maka ia sendiri sudah berapologetik. Ia berapologetik bahwa orang kristen tidak
boleh berapologetik! Bukankah ini menggelikan dan bodoh? Tidak usah heran bahwa
ia bisa sampai pada kesimpulan bodoh seperti itu, karena apologetiknya tidak
menggunakan Kitab Suci tetapi hanya menggunakan sebuah dongeng Hindu!
Þ
Juga ‘berapologetik’ sama sekali tidak
berarti ‘melebih-lebihkan diri sendiri, ataupun mencari-cari dan
menekan-nekankan kelemahan orang lain’, tetapi ‘membela ajaran
kristen terhadap serangan pihak non kristen’, bukan hanya dengan tujuan
menguatkan orang-orang kristen terhadap serangan pihak luar, tetapi sekaligus
untuk memberitakan Injil terhadap si penyerang dan mempertobatkannya /
menyelamatkannya (ini jelas mempunyai motivasi kasih!). Dan dalam berapologetik
harus ada sikap jujur dan tulus, bukan ‘melebih-lebihkan diri sendiri, ataupun
mencari-cari dan menekan-nekankan kelemahan orang lain’, yang secara implicit
menunjukkan suatu sikap yang tidak jujur. Dengan memberi definisi seenaknya
tentang apologetik, penulis ini ingin orang mempercayainya bahwa berapologetik
itu tidak baik!
Þ
Orang sesat ini mengatakan bahwa ‘semua
agama ada pada dataran yang sama. ... Berbeda dalam banyak hal, tapi tidak
dalam hakikat. Secara hakiki, semua adalah satu kategori.’. Ini
menunjukkan bahwa ia tidak mengerti inti kekristenan maupun agama lain,
yang jelas bukan hanya berbeda tetapi bahkan bertolak belakang!
Þ
Hal lain yang perlu dibahas dari kata-kata di
atas adalah kata-kata “justru bila Anda benar-benar sudah punya Yesus maka,
seperti Dia, Anda akan tahu apa artinya kerendahan hati dan ‘mengosongkan
diri’, terbuka untuk belajar dari siapa saja!”. Lagi-lagi orang sesat
ini rupanya tidak pernah mempelajari kata-kata Yesus yang berkata kepada
murid-muridNya:
§
“Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang
datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah
serigala yang buas” (Mat 7:15).
§
“Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap
ragi orang Farisi dan Saduki” (Mat 16:6).
Bandingkan juga dengan Mat 16:12 yang menunjukkan bahwa kata ‘ragi’ di
sini menunjuk pada ‘ajaran’.
§
“Waspadalah supaya jangan ada orang yang
menyesatkan kamu!” (Mat 24:4).
Dari ayat-ayat
ini terlihat dengan jelas bahwa Yesus tidak pernah mengajarkan ‘kerendahan
hati / pengosongan diri’ dalam arti ‘terbuka untuk belajar dari siapa
saja’! Bdk. juga dengan 1Yoh 4:1-3.
Þ Mengatakan
bahwa kita perlu belajar dari orang beragama lain, sekalipun seolah-olah
merupakan sikap yang rendah hati tetapi sebetulnya merupakan sikap yang
merendahkan Kitab Suci kita sendiri. Kitab Suci kita adalah Firman Allah yang
sudah lengkap, dan juga merupakan satu-satunya Firman Allah. Karena itu, dalam
persoalan kebenaran rohani, kita tidak perlu belajar dari orang yang
beragama lain! Kita tentu harus terbuka dalam arti mau mengadakan diskusi /
dialog dengan orang beragama lain, tetapi tujuannya bukan untuk belajar
kebenaran rohani dari mereka, tetapi sebaliknya untuk mengajarkan kebenaran
rohani kepada mereka, atau dengan kata lain, untuk memberitakan Injil dan
mempertobatkan mereka!
c)
Kata ‘membiarkan’ ini lagi-lagi menunjukkan kontras antara gereja
Efesus dengan gereja Tiatira, tetapi di sini gereja Efesusnya yang baik
sedangkan gereja Tiatiranya yang jelek.
John Stott:
“It permitted one of its members to teach outrageous licence and
apparently made no attempt to restrain her. In this too the church of Thyatira
was the opposite of the church of Ephesus. Ephesus could not bear evil,
self-styled apostles but had no love (2:2,4); Thyatira had love but tolerated an
evil, self-styled prophetess” [= Gereja ini membiarkan salah seorang
anggotanya untuk mengajarkan kebebasan yang memalukan dan kelihatannya tidak
berusaha untuk mengekangnya. Dalam hal ini gereja Tiatira juga bertolak belakang
dengan gereja Efesus. Efesus tidak dapat sabar terhadap rasul-rasul gadungan
yang jahat, tetapi tidak mempunyai kasih (2:2,4); Tiatira mempunyai kasih tetapi
menoleransi seorang nabiah gadungan yang jahat] - hal 71.
John Stott:
“Ephesus ‘hated’ the works of the Nicolaitans and could not endure
them (vv. 2,6); Pergamum ‘had’ some who held the doctrine of Balaam and of
the Nicolaitans (vv. 14,15); but Thyatira actually ‘tolerated’ them (v. 20).
The Christians of Thyatira seem to have had either a very poor conscience or a
very feeble courage. They were as weak and spineless towards the new Jezebel as
Ahab had been towards the old” [= Efesus ‘membenci’ pekerjaan dari
para pengikut Nikolaus dan tidak dapat sabar terhadap mereka (ay 2,6);
Pergamus ‘mempunyai’ beberapa orang yang memegang ajaran Bileam dan Nikolaus
(ay 14,15); tetapi Tiatira betul-betul ‘menoleransi’ mereka (ay 20).
Orang-orang Kristen di Tiatira kelihatannya mempunyai hati nurani yang sangat
jelek atau keberanian yang sangat lemah. Mereka sama lemah dan tak bertulangnya
terhadap Izebel yang baru seperti Ahab terhadap Izebel yang lama / dulu] -
hal 74.
Catatan:
‘tak bertulang’ = lemah.
Steve Gregg:
“There is a striking contrast between this church and that in Ephesus,
for the church in Thyatira was not defective in love, whereas Ephesus had
abandoned its first love. But while Ephesus had no tolerance for error and false
messengers, Thyatira’s fault was a willingness to ‘allow that woman Jezebel
who calls herself a prophetess, to teach and seduce My servants to commit sexual
immorality and eat things sacrificed to idols’ (v. 20). This contrast points
up the difficulty of striking a balance between a generous and forgiving love
and a proper intolerance for heresy and sin in the church” [= Ada kontras
yang menyolok antara gereja ini dan gereja Efesus, karena gereja di Tiatira
tidak cacat dalam kasih, sedangkan Efesus telah meninggalkan kasih yang semula /
pertama. Tetapi sementara Efesus tidak mempunyai toleransi untuk kesalahan dan
utusan-utusan palsu, kesalahan Tiatira adalah kerelaan untuk ‘membiarkan
wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan
hamba-hambaKu supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala’
(ay 20). Kontras ini menunjukkan sukarnya menjaga keseimbangan antara kasih yang
murah hati dan mengampuni dan ketidak-toleransian yang benar terhadap kesesatan
dan dosa dalam gereja] - hal 71.
Pulpit
Commentary: “In Ephesus there is
much zeal for orthodoxy, but little love; in Thyatira there is much love, but a
carelessness about false doctrine” (= Di Efesus ada banyak semangat untuk
ke-orthodox-an, tetapi sedikit kasih; di Tiatira ada banyak kasih, tetapi
ceroboh tentang doktrin / ajaran sesat) - hal 65.
6)
James B. Ramsey menyoroti ay 19 dan ay 20 bersama-sama, dan lalu
memberikan komentar sebagai berikut:
“Does
not Thyatira thus set forth a type of church character, which, sad to say, has
been widely and fearfully realized? Have not intense activity, earnest zeal in
works of charity, in ministering to the wants and woes of suffering man, and
faith and patience in enduring all the toils and self-denials which this has
demanded, been found often in a church side by side with great charity to
soul-destroying error and its teachers? Let the churches remember that there is
no such system of compensations in the spiritual kingdom, as will allow zeal in
one thing to make up for neglect of another. Works of charity cannot compensate
for indifference to truth” (= Apakah
Tiatira tidak diajukan sebagai gambaran dari karakter gereja, yang dengan sedih
harus dikatakan, telah terjadi secara luas dan menakutkan? Bukankah aktivitas
yang hebat, semangat yang sungguh-sungguh dalam pekerjaan kasih, dalam melayani
kebutuhan dan kesengsaraan orang-orang yang menderita, dan iman dan kesabaran
dalam menanggung semua jerih payah dan penyangkalan diri yang dituntut oleh hal
ini, telah sering ditemukan dalam sebuah gereja di sisi kemurahan hati / kasih
yang besar terhadap kesalahan yang menghancurkan jiwa dan pengajar-pengajarnya?
Biarlah gereja-gereja mengingat bahwa tidak ada sistim kompensasi dalam kerajaan
rohani, yang mengijinkan semangat di satu hal untuk mengompensasi pengabaian
dalam hal lain. Pekerjaan kasih tidak bisa menggantikan ketidak-acuhan terhadap
kebenaran) - hal 158.
Ay 21: “Dan
Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari
zinahnya”.
1)
Adalah sesuatu yang luar biasa bahwa Kristus begitu sabar terhadap nabiah palsu
ini. Tetapi andaikata Ia tidak begitu sabar terhadap orang berdosa, apa yang
terjadi dengan diri kita sendiri?
Tetapi
kata-kata ‘Aku memberi dia waktu untuk bertobat’ juga menunjukkan bahwa
kesabaran Tuhan terhadap dosa kita ada batasnya, dan kalau waktu untuk bertobat
itu tidak digunakan dengan baik, maka ada saatnya Tuhan pasti menghukum (bdk. Ro
2:4-5 Luk 13:6-9).
2) Kata ‘zinah’ di
sini seharusnya adalah ‘percabulan’.
A. T.
Robertson: “PORNEIA (fornication)
here, but MOICHEUO (to commit adultery) in verse 22” [= PORNEIA
(percabulan) di sini, tetapi MOICHEUO (berzinah) dalam ayat 22] - hal 309.
3) ‘ia tidak mau
bertobat’.
KJV:
‘she repented not’ (= ia tidak bertobat).
Terjemahan
‘ia tidak bertobat’ ini kurang kuat. Seharusnya seperti terjemahan yang lain
yang mengatakan ‘ia tidak mau bertobat’.
Seringkali
seseorang tidak mau bertobat dari dosanya (termasuk perzinahan / percabulan),
karena ia menghibur dirinya sendiri dalam dosa itu, dengan memberi nama lain
terhadap dosa itu, sehingga tidak menunjukkan hal itu sebagai dosa.
Contoh:
Menyebut
‘telanjang’ dengan istilah ‘seni’ menunjukkan suatu penyebutan terhadap
dosa dengan nama lain sehingga tidak menunjukkan dosa.
Kalau kita mau
bertobat, kita harus belajar untuk menyebut dosa sebagai dosa!
Ay 22-23:
“Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas
ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke
dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan
perempuan itu. Dan anak-anaknya akan Kumatikan dan semua jemaat akan mengetahui,
bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan
kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya”.
1) ‘Aku akan
melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit’.
a)
Terjemahan bagian ini.
KJV:
‘I will cast her into a bed’ (= Aku akan melemparkan dia ke atas
ranjang).
NASB:
‘I will cast her upon a bed of sickness’ (= Aku akan
melemparkan dia ke atas ranjang kesakitan).
NIV:
‘I will cast her on a bed of suffering’ (= Aku akan
melemparkan dia ke atas ranjang penderitaan).
Sebetulnya
yang memberikan terjemahan hurufiah adalah KJV, karena kata ‘orang sakit’ /
‘kesakitan’ / ‘penderitaan’ sebetulnya tidak ada, dan hanya merupakan
penafsiran.
William
Hendriksen: “she is going to be
cast upon a bed, that is, stricken with sickness ” (= ia akan dilemparkan
ke atas ranjang, yaitu, dihajar dengan penyakit) - hal 72.
Tetapi
penafsiran ini mempunyai dasar, yaitu latar belakang Ibrani.
Beasley-Murray:
“To fall on a bed is a Hebraistic expression for becoming ill. To throw
on a bed is to inflict illness” (= ‘Jatuh ke atas ranjang’ merupakan
suatu ungkapan Ibrani untuk ‘menjadi sakit’. ‘Melemparkan ke atas
ranjang’ berarti ‘memberi penyakit’) - hal 91.
b)
Hukumannya berhubungan dengan dosanya.
Sesuatu yang
menarik dalam hal ini adalah bahwa dosa dan hukumannya itu berhubungan. Dosanya
adalah dimana ia melakukan perzinahan di atas ranjang, dan hukumannya adalah
dimana ia dilemparkan ke atas ranjang (menjadi sakit).
James B.
Ramsey: “Her sin becomes her
punishment. She is to find the bed of her pleasures the bed of helplesness and
wasting disease” (= Dosanya menjadi hukumannya. Ia akan menjumpai ranjang
kesenangannya sebagai ranjang ketidak-berdayaan dan penyakit yang menghancurkan)
- hal 157.
Geoffrey B.
Wilson: “Christ will turn
Jezebel’s bed of pleasure into a bed of suffering” (= Kristus akan
membalik ranjang kesenangan Izebel menjadi ranjang penderitaan) - hal 38.
Mungkin Tuhan
melakukan hal ini supaya di atas ranjang penderitaannya itu ‘wanita Izebel’
itu bisa menyadari / teringat akan dosa-dosanya / perzinahannya yang ia lakukan
di atas ranjang yang sama, dan bertobat.
2)
‘mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran
besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu’.
a)
Ini adalah perzinahan jasmani.
Ada yang
beranggapan bahwa ‘berbuat zinah’ di sini adalah penyembahan berhala, yang
memang sering disebut sebagai ‘perzinahan rohani’ (Yer 3:6-10 Yeh 16
Yeh 23 bdk. 2Kor 11:2). Tetapi mengingat bahwa dalam pesta / perayaan
kafir sering ada perzinahan jasmani, maka saya lebih condong untuk beranggapan
bahwa perzinahan di sini adalah perzinahan jasmani. Juga hukuman Tuhan dengan
melemparkan wanita Izebel itu ke atas ranjang orang sakit, kelihatannya
menunjukkan bahwa dosanya juga berhubungan dengan ranjang. Jadi itu menunjuk
pada perzinahan jasmani.
b)
Pada waktu terjadi perzinahan, maka kedua belah pihak dihukum.
Kalau tadi
terlihat bahwa ‘wanita Izebel’nya dihukum, maka sekarang ditunjukkan bahwa
orang-orang kristen yang berzinah dengannya juga akan dihukum / dihajar, kalau
mereka tidak bertobat.
Orang yang
menggoda orang kristen untuk berzinah memang adalah orang brengsek dan harus
dihukum, tetapi orang kristen yang menyerah pada godaan itu dan yang lalu jatuh
ke dalam perzinahan, akan sama-sama dihukum / dihajar.
c)
‘kesukaran besar’.
Ada yang
menafsirkan bahwa ini menunjuk kepada ‘masa kesukaran besar’ (‘The
Great Tribulation’) yang akan datang menjelang kedatangan Yesus yang
keduakalinya, dan lalu mengatakan bahwa orang-orang yang mengalami hukuman ini
jelas adalah orang yang tidak sungguh-sungguh kristen, karena orang kristen
sejati tidak akan mengalami masa kesukaran besar.
Theodore H.
Epp: “Mereka yang melakukan perzinahan
dengan Izebel itu akan dibuang ke dalam kesukaran besar kecuali kalau mereka
bertobat. Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang itu adalah mereka yang belum
dilahirkan kembali. Wahyu pasal 3 menulis tentang perjanjian orang-orang beriman
yang tidak melakukan hal di atas: ‘Maka oleh sebab engkau sudah memeliharakan
pengajaranKu dari hal sabar itu, Akupun akan memeliharakan engkau dari pada masa
pencobaan yang akan datang ke atas segala isi dunia, supaya mencoba segala orang
yang duduk di bumi’ (kutipan ini dari Alkitab terjemahan lama. Dalam
terjemahan baru hal ini tidak disebutkan secara lengkap). Hal ini akan membantu
memecahkan salah satu pertentangan yang kini sedang tersebar luas di antara
orang-orang yang percaya akan Alkitab. Dua ayat dari Alkitab ini mengatakan
dengan jelas kepada kita siapa yang akan masuk dalam kesukaran dan siapa yang
tidak akan mengalaminya. Mereka yang belum dilahirkan kembali, adalah
orang-orang yang akan dibuang ke dalam kesukaran yang akan datang itu.
Orang-orang yang sudah lahir baru, sesuai dengan perjanjian Juruselamat kita,
tidak akan melewati kesukaran besar yang akan datang itu” - ‘Kristus
Berkata-kata kepada GerejaNya’, hal 78.
Catatan:
· ayat
dari Wahyu 3 yang dimaksudkannya adalah Wah 3:10. Tetapi saya tidak
terlalu melihat perbedaan antara Terjemahan Lama dengan Terjemahan Baru.
· apa
yang dikatakan oleh Theodore H. Epp di atas merupakan ajaran Dispensationalisme,
yang menganggap bahwa orang kristen sejati akan mengalami ‘rapture’
(= pengangkatan) sebelum tibanya masa kesukaran besar, sehingga tidak mengalami
masa kesukaran besar itu.
Saya
berpendapat bahwa sedikitnya ada 2 kesalahan dalam kata-kata Theodore H. Epp
ini:
1.
Saya berpendapat bahwa ‘kesukaran besar’ di sini bukanlah ‘masa kesukaran
besar’ yang akan terjadi menjelang kedatangan Kristus yang keduakalinya,
tetapi kesukaran besar biasa. Saya juga tidak yakin bahwa Wah 3:10 menunjuk
pada masa kesukaran besar. Tentang apa arti dari Wah 3:10 ini kita akan
mempelajarinya nanti pada waktu membahas surat kepada gereja Filadelfia (Wah
3:7-13).
2.
Orang Kristen yang masih hidup pada saat terjadinya ‘masa kesukaran besar’
itu, akan mengalami masa kesukaran besar itu (bdk. Wah 7:14 - ‘Mereka
ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar’).
Saya
berpendapat bahwa ajaran Dispensationalisme, yang mengatakan bahwa orang kristen
akan diangkat / mengalami rapture sebelum masa kesukaran besar ini, bukan
saja salah, tetapi juga berbahaya. Mengapa? Karena ajaran ini menyebabkan orang
kristen tidak merasa perlu untuk bersiap sedia menghadapi masa kesukaran besar
tersebut, sehingga pada saat masa kesukaran besar itu terjadi, maka mereka tidak
akan bisa menghadapinya dengan baik / benar.
3) ‘Dan anak-anaknya
akan Kumatikan’.
a) Kata ‘nya’ menunjuk kepada ‘wanita Izebel’, karena
kata ‘nya’ itu ada dalam bentuk ‘feminine’ (= perempuan), dan
karenanya diterjemahkan ‘her’ dalam bahasa Inggris.
b)
Apa arti dari ‘anak-anak’?
Steve Gregg:
“Her ‘children’ may be her followers or her natural offspring”
(= ‘Anak-anak’nya mungkin adalah para pengikutnya atau betul-betul
keturunannya) - hal 71.
· Kalau
diartikan ‘keturunan jasmani’.
Pembunuhan anak
sebagai hukuman sering terjadi dalam Kitab Suci, seperti dalam kasus tulah ke 10
di Mesir (Kel 12:29-30), dalam kasus Daud (2Sam 12:14-23), dan dalam
kasus Yerobeam (1Raja 14:1-18). Mungkin karena Tuhan tahu itu adalah sangat
menyakitkan.
Tetapi awas,
kalau saudara menghadapi orang yang kematian anak, jangan menghakimi dengan
mengatakan itu pasti terjadi karena hukuman Tuhan atas dosa mereka. Kematian
anak juga bisa terjadi bukan sebagai hukuman Tuhan, tetapi sebagai serangan
setan, misalnya dalam kasus Ayub (Ayub 1:18-19).
· Kalau
diartikan ‘pengikut’.
James B. Ramsey
lebih memilih arti ‘pengikut’ dari pada ‘anak secara jasmani’. Kalau ini
memang menunjuk kepada orang kristen yang telah mengikuti Izebel itu, maka jelas
bahwa orang kristen itu adalah orang kristen KTP. Tuhan tidak akan pernah
menghukum anak-anakNya yang sejati dengan hukuman mati. Bahkan dalam arti yang
ketat, Tuhan tidak pernah bisa menghukum anak-anakNya yang sejati, karena semua
hukuman sudah ditanggung oleh Kristus (Ro 8:1). Tuhan memang masih bisa menghajar
anak-anakNya, tetapi karena hajaran ini ditujukan untuk memperbaiki
mereka (Ibr 12:5-11), maka tidak mungkin Ia memberikan hajaran dalam bentuk
kematian. Memang orang kristen yang sejati tentu akan mati, tetapi status
kematian itu bukan ‘hukuman’ ataupun ‘hajaran’ tetapi sekedar
‘pemanggilan pulang’.
4)
‘dan semua jemaat akan mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati
orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut
perbuatannya’.
a)
Allah menghukum supaya jemaat mengetahui kemahatahuan dan keadilanNya (bdk. Kel 14:4
Yeh 11:10-11). Tetapi kadang-kadang Allah melakukan sebaliknya, yaitu
mengampuni / tidak menghukum, supaya orang mengenal Dia (Yeh 20:44). Dengan
kadang-kadang melakukan yang pertama dan kadang-kadang melakukan yang kedua,
Allah menunjukkan kepada manusia akan kedaulatanNya (Ia berhak memilih Ia mau
melakukan yang mana, menghukum atau mengampuni), dan juga akan kasih dan
keadilanNya.
b)
Kata-kata “Akulah yang menguji (Lit: ‘menyelidiki’) batin dan hati
orang” di sini berhubungan dengan penggambaran tentang Yesus dalam ay 18:
‘mataNya bagaikan nyala api’.
William
Hendriksen: “His penetrating eyes
see the hidden motive that makes people follow Jezebel, namely, unwillingness to
suffer persecution for the sake of Christ” (= MataNya yang bisa menembus
melihat motivasi yang tersembunyi yang membuat orang-orang mengikuti Izebel,
yaitu, ketidak-relaan untuk mengalami penganiayaan demi Kristus) - hal 72.
Orang-orang itu
pasti mempunyai segala macam alasan untuk membenarkan tindakan mereka dalam
mengikuti ‘wanita Izebel’ itu. Alasan-alasan itu bisa saja mengelabui
manusia, tetapi tidak bisa mengelabui Tuhan. Tuhan tahu bahwa alasan sebenarnya
adalah: mereka tidak rela menderita bagi Dia.
Ay 24: “Tetapi
kepada kamu, yaitu orang-orang lain di Tiatira, yang tidak mengikuti ajaran itu
dan yang tidak menyelidiki apa yang mereka sebut seluk-beluk Iblis, kepada kamu
Aku berkata: Aku tidak mau menanggungkan beban lain kepadamu”.
1)
‘Tetapi kepada kamu, yaitu orang-orang lain di Tiatira, yang tidak
mengikuti ajaran itu’.
a)
Ini menunjukkan bahwa tidak semua jemaat Tiatira mengikuti penyesatan yang
dilakukan oleh ‘wanita Izebel’ itu. Dan ternyata orang-orang ini bisa hidup,
sekalipun mereka tidak mengikuti ajakan untuk berkompromi dengan penyembahan
berhala dan perzinahan yang ditawarkan oleh ‘wanita Izebel’ itu!
Penerapan:
Setan memang
sering menggoda dan berkata: ‘Kalau kamu tidak berkompromi dengan dunia /
dosa, kamu tidak bisa hidup’. Atau ia berkata: ‘Kalau kamu tidak bekerja
pada hari Minggu, penghasilanmu tidak akan cukup’. Atau ia berkata: ‘Kalau
kamu memberikan persembahan persepuluhan, penghasilanmu hanya akan cukup untuk
setengah bulan’. Tetapi kalau kita berani mentaati Tuhan dan tidak berkompromi
dengan dunia / dosa, ternyata Tuhan sanggup memelihara kita dalam keadaan yang
bagaimanapun sukarnya / berbahayanya.
b)
Kesalahan orang-orang ini hanyalah bahwa mereka tidak bertindak menentang
penyesatan yang dilakukan oleh ‘wanita Izebel’ tersebut.
2) ‘dan yang
tidak menyelidiki apa yang mereka sebut seluk-beluk Iblis’.
KJV:
‘the depths of Satan’ (= kedalaman dari Setan).
RSV/NASB:
‘the deep things of Satan’ (= hal-hal yang dalam dari Setan).
NIV:
‘Satan’s so-called deep secrets’ (= yang disebut rahasia-rahasia
yang dalam dari Setan).
Ada
2 kemungkinan penafsiran:
a) Ini menunjuk pada apa yang mereka kira dan katakan sebagai
‘the deep things of God’ / ‘hal-hal yang dalam dari Allah’ (bdk.
1Kor 2:10), padahal sebetulnya adalah ‘the deep things of Satan’ /
‘hal-hal yang dalam dari setan’.
1Kor 2:10
- “Karena
kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala
sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah”.
RSV/NASB:
‘the depths of God’ (= kedalaman dari Allah).
KJV/NIV:
‘the deep things of God’ (= hal-hal yang dalam dari Allah).
Beasley-Murray:
“Her teaching has its inspiration not in heaven but in hell” (=
Ajarannya mendapatkan pengilhamannya bukan di surga tetapi di neraka) - hal
91.
Banyak orang
sesat mengaku bahwa mereka menerima pengertian yang mendalam dari Tuhan, tetapi
sebetulnya ini adalah hal-hal yang mendalam dari Setan! Pada jaman Paulus
rupanya juga ada rasul-rasul palsu yang muncul di Korintus yang mengatakan bahwa
mereka lebih pandai dari Paulus dan mengajar lebih hebat / mendalam dari Paulus
(bdk. 2Kor 10:12 11:5,16,21 12:11). Juga jaman sekarang ada
orang-orang seperti itu, misalnya:
1. Orang Kharismatik yang
sedikit-sedikit berkata ‘lawatan Allah’, ‘pekerjaan Roh Kudus’,
‘Rhemanya turun’, ‘Tuhan bicara’, ‘Roh Kudus berkata’, dsb.
2.
Toronto Blessing yang dianggap sebagai
‘lawatan Allah’.
3.
Orang yang mengaku mendapat ‘Wahyu Tuhan
Yesus tentang neraka’.
4.
Drg. Yusak yang mengaku diajar Tuhan 40 hari
tentang arti Kitab Suci, dsb.
5.
Pdt. Yesaya Pariaji, dari G.B.I. Tiberias
Jakarta, yang berkata:
· “...
pada saat ini juga saya siap dilempar ke neraka, bila saya tidak berkali-kali
masuk alam roh berjumpa dengan Tuhan Yesus, dan langsung diajari Firman Allah
oleh Tuhan Yesus” (Majalah
‘Tiberias’, Edisi I, tahun I, hal 6).
Komentar
saya:
* Perlukah
bersumpah seperti ini? Bdk. Mat 5:33-37.
* Sumpah
ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia mengatakan kebenaran. Orang yang
sering bersumpah biasanya justru adalah pendusta.
* Kalaupun
ia tidak berdusta, bisa saja ia hanya mengira bahwa ia diajar oleh Yesus,
padahal yang mengajar dia adalah setan. Ingat bahwa setan bisa menyamar sebagai
malaikat terang (2Kor 11:14). Jika demikian tidakkah mungkin bahwa ia juga bisa
menyamar sebagai Yesus? Bdk. 2Tes 2:3-4,9-10.
· “Saya
berdoa bersama istri dengan suatu komitmen untuk membentuk suatu keluarga yang
kudus, berjanji saling setia sampai selama-lamanya, berjanji saling mengampuni
dan saling mengasihi, menjaga apa yang disebut kasih mula-mula. Dengan
disaksikan oleh anak-anak, dengan kertas bermeterai kami menulis surat kepada
Tuhan Yesus: Di dalam nama Tuhan Yesus, bila saya sebagai suami berzinah
sekali saja, saya tidak layak melewati pintu Sorga. Saya akan terlempar ke
neraka. Demikian juga komitmen istri saya. Bila salah satu dari kami dipanggil
Tuhan lebih dulu, kami tetap saling setia, kami ingin membentuk suatu keluarga
yang kudus, yang berkumpul di bumi dan berkumpul di Sorga”
(Majalah ‘Tiberias’, Edisi I, tahun I, hal 8). Dan dalam Majalah
‘Tiberias’ Edisi II tahun I, hal 38 dituliskan seluruh surat
pernyataan, yang dibuat oleh mereka sekeluarga. Di situ ada kata-kata: “Pariaji,
sebagai seorang suami, bila dipanggil Tuhan lebih dulu istri berjanji tidak akan
menikah kembali. Sebaliknya, bisa istri dipanggil Tuhan terlebih dahulu, Suami
juga tidak akan menikah kembali”.
Komentar
saya:
* Menulis
surat kepada Yesus di atas kertas bermeterai; ini suatu kelucuan atau kegilaan?
* Ini
merupakan suatu janji yang melebihi Firman Tuhan, karena Firman Tuhan tidak
pernah mengatakan bahwa kalau orang kristen berzinah satu kali saja harus masuk
neraka. Kita harus hati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat yang seolah-olah
mengajarkan demikian, seperti:
Þ
Gal 5:19-21 - “(19) Perbuatan daging
telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, (20) penyembahan berhala,
sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri,
percideraan, roh pemecah, (21) kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.
Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu - seperti yang telah kubuat dahulu -
bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan
mendapat bagian dalam Kerajaan Allah”.
Kata ‘melakukan’
dalam Gal 5:21b dalam bahasa Yunaninya merupakan suatu present
participle, dan KJV/RSV/NIV/NASB menterjemahkannya ke dalam present tense
biasa, yang menunjukkan suatu tindakan yang terus menerus. Disamping itu
kata-kata ‘hal-hal yang demikian’ dalam Gal 5:21b menunjuk pada
semua dosa dalam Gal 5:19-21a. Jadi ini menunjukkan bahwa orang itu secara
terus menerus hidup dalam semua dosa itu, sehingga jelas bahwa tidak ada
perubahan hidup ke arah yang positif dalam diri orang itu. Karena itu tidak
heran dikatakan bahwa ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (Gal
5:21c).
Þ
Ef 5:5 - “Karena ingatlah ini
baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya
penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah”.
Ini juga tidak
menunjuk kepada orang yang jatuh ke dalam dosa itu dan lalu bertobat, tetapi
sebaliknya terus ada dalam dosa tersebut.
Kedua text di
atas ini tidak bisa diterapkan kepada orang yang jatuh (sekali atau beberapa
kali) ke dalam perzinahan, tetapi yang lalu bertobat dengan sungguh-sungguh.
Melalui semua ini, saya tidak memaksudkan untuk berkata bahwa orang kristen
boleh berzinah, dan saya juga tidak bermaksud untuk meremehkan dosa perzinahan.
Ini tetap merupakan dosa yang hebat yang bisa mengakibatkan konsekwensi /
hajaran Tuhan yang hebat. Tetapi bagaimanapun juga saya berpendapat bahwa Kitab
Suci mengajar bahwa kalau orang kristen yang sejati jatuh ke dalam
perzinahan, darah Kristus tetap bisa mengampuni dan menyucikannya, dan ia tidak
perlu masuk neraka (bdk. Ro 8:1). Bandingkan juga dengan Daud, yang pernah
berzinah dengan Batsyeba, tetapi jelas tidak masuk neraka!
* Janji
untuk terus setia sekalipun pasangannya sudah meninggal juga merupakan suatu
‘kesetiaan’ yang tidak pernah dituntut oleh Firman Tuhan. Bandingkan dengan
Ro 7:2-3, yang jelas memberikan ijin untuk menikah lagi, bila pasangannya
telah meninggal. Juga kata-kata ‘membentuk suatu keluarga yang kudus, yang
berkumpul di bumi dan berkumpul di Sorga’ kelihatannya bertentangan dengan
kata-kata Tuhan Yesus dalam Mat 22:30 - “Karena pada waktu kebangkitan
orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di
sorga”.
· “Dalam
keadaan berbeban berat, saya mempersiapkan diri untuk mati, saya benar-benar
berjanji dan komitmen; yang artinya benar-benar hidup di dalam pertobatan, yaitu
yang yakin tidak akan jatuh di dalam dosa apapun, yang tidak berani berbuat dosa
apapun, yang benar-benar mau bertekad untuk hidup di dalam kekudusan dan
kesucian, ...” (Majalah ‘Tiberias’,
Edisi II, tahun I, hal 7).
Komentar
saya: kata-kata ‘yakin tidak akan jatuh
di dalam dosa apapun’ jelas bertentangan dengan 1Yoh 1:8,10, yang jelas
menunjukkan bahwa dalam hidup yang sekarang ini tidak ada orang bisa hidup suci!
Bandingkan juga dengan kata-kata Paulus dalam Ro 7:18-19.
· “Hanya
orang-orang yang suci dan orang-orang kudus, yang termeterai dan tercatat
sebagai warga Kerajaan Sorga. ... Untuk dimeteraikan sebagai warga Kerajaan
Sorga, kita harus melakukan baptisan yang benar, dan Sakramen-sakramen yang suci
dan kudus” (Majalah ‘Tiberias’, Edisi
II, tahun I, hal 8).
Komentar
saya: ini merupakan ajaran sesat ‘salvation
by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik). Kitab Suci mengajarkan
keselamatan hanya karena iman kepada Kristus (Ro 3:27-28 Gal
2:16,21 Ef 2:8-9 Fil 3:9).
· “saya
digandeng Tuhan Yesus dibawa ke pintu Sorga, saya diperlihatkan orang-orang yang
masuk neraka, begitu mengerikan orang-orang yang berdosa dicabik-cabik dan
diterkam setan-setan, dibawa ke neraka. ... orang-orang yang sangat menderita,
dijarah dan dikeroyok setan-setan, dibawa ke neraka”
(Majalah ‘Tiberias’, Edisi III, tahun I, hal 7).
Komentar
saya: ada banyak kesalahan dalam kata-kata
ini:
* saat
ini setan belum masuk neraka, tetapi mengembara di dunia untuk menggoda manusia
(Ayub 1:7 2:2 Mat 12:43-45). Setan baru masuk neraka pada
saat Yesus datang kedua-kalinya (Mat 8:29 Mat 25:31,41 Wah 20:10).
* Kalau
nanti setan masuk neraka, ia disiksa, bukan menyiksa! Bdk. Mat 8:29 Mat
25:41b Wah 20:10.
* Setan
menjarah, mengeroyok orang berdosa dan membawanya ke neraka? Mungkin ia
mendapatkan ‘penglihatan’ ini dalam film ‘Ghost’, yang dibintangi Demi
Moore! Kitab Suci mengatakan bahwa yang membawa / mencampakkan orang berdosa ke
dalam neraka bukanlah setan tetapi malaikat (Mat 13:39-42,49-50).
· hal
lain tentang Pdt. Yesaya Pariaji adalah: ia menggunakan air baptisan, roti dan
anggur Perjamuan Kudus, dan juga minyak urapan untuk melakukan mujijat /
kesembuhan ‘ilahi’. Saya tidak peduli berapa banyak kesembuhan yang ia
lakukan, tetapi penggunaan sakramen untuk melakukan kesembuhan jelas merupakan
sesuatu yang tidak alkitabiah, dan karena itu kesembuhannya pasti bukan dari
Tuhan, tetapi dari setan!
b) Mereka (orang-orang sesat) itu tahu bahwa itu memang
adalah ‘the deep things of Satan’ (= ‘hal-hal yang dalam dari
setan’), tetapi tetap mereka pelajari dan praktekkan, karena mereka menganggap
bahwa untuk lebih bisa mengenal kasih karunia Allah maka seseorang harus masuk
ke dalam ‘the deep things of Satan’ / ‘hal-hal yang dalam dari
setan’.
Robert
Mounce (NICNT): “On the other hand,
‘the deep things of Satan’ may be a reference to the view that in order to
appreciate fully the grace of God one must first plumb the depths of evil. Later
gnosticism boasted that it was precisely by entering into the stronghold of
Satan that believers could learn the limits of his power and emerge victorious.
On the basis that a believer’s spirituality is unaffected by what he does with
his body, Jezebel could argue that the Thyatiran Christians ought to take part
in the pagan guild-feasts (even if they were connected with the deep things of
Satan) and thus prove how powerless is evil to alter the nature of grace”
[= Di sisi yang lain, ‘hal-hal yang dalam dari setan’ bisa merupakan suatu
petunjuk pada pandangan yang mengatakan bahwa untuk bisa menghargai sepenuhnya
kasih karunia Allah, pertama-tama seseorang harus tenggelam kekedalaman
kejahatan. Para pengikut Gnosticisme yang belakangan membanggakan bahwa justru
dengan masuk ke dalam benteng dari setanlah yang menyebabkan orang-orang percaya
bisa mempelajari batas dari kuasanya dan muncul sebagai pemenang. Berdasarkan
pandangan bahwa kerohanian orang percaya tidak dipengaruhi oleh apa yang ia
lakukan dengan tubuhnya, Izebel bisa berargumentasi bahwa orang-orang Kristen
Tiatira harus ikut ambil bagian dalam pesta serikat kerja kafir (bahkan jika
mereka berhubungan dengan hal-hal yang dalam dari setan) dan dengan demikian
membuktikan betapa tak berdayanya kejahatan untuk mengubah sifat dari kasih
karunia] - hal 105-106.
Ada seorang
penginjil yang mengatakan bahwa Martin Luther kawin lagi / mempunyai 2 istri
untuk menunjukkan ‘salvation by faith alone’ (= keselamatan oleh iman
saja). Sebetulnya saya sama sekali tidak yakin akan hal ini, karena saya
tidak pernah menjumpainya dalam buku manapun. Bahkan dalam satu buku sejarah
dikatakan bahwa Martin Luther sangat menekankan monogamy. Tetapi seandainya hal
itu memang terjadi, atau kalau ada orang lain yang melakukan hal seperti ini,
maka ia melakukan kesalahan yang sama dengan apa yang dikatakan oleh Robert
Mounce di atas tentang gereja Tiatira.
Yang manapun
yang benar dari 2 pandangan di atas, tetap menunjukkan betapa hebatnya kesalahan
yang dilakukan oleh gereja Tiatira. Sekarang akan kita lihat bagaimana mungkin
gereja, yang mempunyai hal-hal baik yang digambarkan dalam ay 19, bisa melakukan
kesalahan sebesar itu?
Herman
Hoeksema: “How it is possible that
this ardent little congregation of Thyatira listens patiently to the dark
testimony of this instrument of hell? In but one way: this sweet and lovable
little church had gradually forgotten to apply the objective standard of God’s
revelation and had allowed personal experience to be the chief criterion
of the truth. If they had at all made an attempt to apply the test of the Word
of God to the speech and life of this woman Jezebel, they would have detected
her heresy immediately and would have cast her out if she did not repent. But
they are inclined to false mysticism. And Satan, aware of this tendency
in the congregation, employs a woman, who largely lives by intuition, is more
easily inclined to drift away on subjective feeling and experience, and is of a
stronger and more ardent emotional nature than man, to appeal to the mystic
tendency in the church of Thyatira, in order to seduce her from the truth. ...
In short, we discover in the congregation of Thyatira a church with a tendency
to false mysticism, a church which is strong in warm devotional life, but which
has enthroned personal experience as the criterion for the truth” (=
Bagaimana mungkin bahwa jemaat kecil Tiatira yang sangat rajin / bergairah ini
mendengar dengan sabar kepada kesaksian yang gelap dari alat neraka ini? Hanya
dalam satu jalan: gereja yang manis dan memikat ini secara bertahap telah lupa
untuk menerapkan standard yang obyektif dari wahyu Allah dan telah mengijinkan pengalaman
pribadi untuk menjadi kriteria utama dari kebenaran. Jika mereka melakukan
pengujian dengan Firman Allah terhadap ucapan dan kehidupan dari wanita Izebel
ini, mereka pasti telah mendeteksi kesesatannya dengan segera dan akan
membuangnya keluar jika ia tidak bertobat. Tetapi mereka condong pada mistisime
yang salah. Dan setan, yang menyadari kecenderungan dalam jemaat ini,
menggunakan seorang wanita, yang pada umumnya hidup berdasarkan intuisi /
gerakan hati, lebih condong untuk dihanyutkan oleh perasaan dan pengalaman yang
bersifat subyektif, dan yang secara alamiah emosinya lebih kuat dan lebih
bergairah dari pada laki-laki, untuk menarik kepada kecenderungan ajaran
mistisime dalam gereja Tiatira, supaya bisa memikatnya dari kebenaran. ...
Singkatnya, kami menemukan dalam jemaat Tiatira suatu gereja dengan
kecenderungan pada mistisisme yang salah, suatu gereja yang kuat dalam kehidupan
ibadah / doa, tetapi yang menobatkan pengalaman pribadi sebagai kriteria untuk
kebenaran) - hal 102-103.
Catatan:
Webster’s New World Dictionary mengatakan bahwa mysticism / mistisisme adalah
suatu ajaran yang mengatakan bahwa kita bisa mendapatkan:
· persekutuan
dengan Allah melalui perenungan dan kasih, tanpa penggunaan akal.
· pengetahuan
tentang kebenaran rohani melalui intuisi / gerakan hati yang didapatkan melalui
meditasi.
Herman Hoeksema
mengatakan bahwa dalam sejarah gereja sering terjadi saat-saat dimana ada banyak
orang kristen condong pada ‘cold intellectualism’ (= intelektualisme
yang dingin) atau ‘dead orthodoxy’ (= keorthodoxan yang mati), dan
pada saat seperti itu lalu muncul reaksi yang extrim ke arah yang berlawanan,
yaitu mysticism (= mistisisme).
Herman
Hoeksema: “The church, therefore,
should be on her guard against both extremes. She should watch against the
danger of cold intellectualism, but at the same time refuse to enthrone
subjective experience as supreme lord. Our personal experience must be subjected
constantly to the test of the Word of God. And if anyone would experience
anything not in harmony with that objective revelation, he should draw the
conclusion that it is of the Evil One. And again, if on the basis of
experience any member would spread a doctrine not in harmony with the
Scriptures, he should be corrected; and, if he will not repent, he should be
excommunicated without improper delay” (= Karena itu, gereja harus waspada
terhadap kedua extrim ini. Gereja harus berjaga-jaga terhadap bahaya dari
intelektualisme yang dingin, tetapi pada saat yang sama menolak untuk menobatkan
pengalaman subyektif sebagai tuan / penguasa yang tertinggi. Pengalaman
pribadi kita harus terus menerus diuji oleh Firman Allah. Dan jika seseorang
mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengan wahyu yang obyektif itu, ia harus
menyimpulkan bahwa pengalaman itu datang dari si jahat. Dan lagi, jika
seorang anggota gereja berdasarkan pengalaman menyebarkan suatu ajaran yang
tidak sesuai dengan Kitab Suci, ia harus dikoreksi; dan jika ia tidak mau
bertobat, ia harus dikucilkan tanpa penundaan yang tidak benar) - hal
103-104.
Contoh:
· Baru-baru
ini saya diberi makalah / buku dari suatu seminar yang diadakan oleh Ev. Yoachim
Huang, seorang lulusan SAAT Malang, yang menjadi seorang pengajar sesat, karena
ia mempercayai dan mengajarkan ajaran Andereas Samudera, yaitu penginjilan
terhadap orang yang sudah mati. Saya berbicara tentang dia dengan seorang hamba
Tuhan lain, dan hamba Tuhan ini mengatakan bahwa ia kenal Ev. Yoachim Huang itu.
Dikatakannya bahwa sebetulnya orangnya baik, tetapi ia dan istrinya mempunyai
problem keluarga yang parah. Suatu hari istrinya itu mengikuti suatu persekutuan
(yang mengajarkan / memprak-tekkan ajaran sesat tersebut), dan sejak itu si
istri berubah total (menjadi jauh lebih baik). Ev. Yoachim Huang, yang melihat
perubahan istrinya itu, lalu juga mengikuti persekutuan itu, sehingga juga
menjadi sesat. Ajaran yang ia ajarkan dan praktekkan jelas-jelas bertentangan
dengan Kitab Suci, tetapi tetap ia terima, karena ia menggunakan pengalaman
pribadi sebagai dasar.
· orang-orang
Kharismatik, kalau ajarannya / prakteknya (seperti Toronto Blessing, tumbang
dalam roh, bahasa roh, dsb) diserang menggunakan Kitab Suci, sering berkata:
‘Serangan seperti itu tidak usah ditanggapi. Itu merupakan serangan dari orang
yang belum mengalami, dan hal ini tak bisa dimengerti oleh orang yang belum
mengalaminya’. Betul-betul lucu! Kalau pengalaman pribadi mereka tidak bisa
dijelaskan berdasarkan Kitab Suci, dari mana mereka bisa yakin bahwa itu
merupakan pengalaman yang diberikan oleh Tuhan, dan bukan oleh setan? Tetapi
inilah orang yang menggunakan pengalaman pribadi, dan bukannya Kitab Suci,
sebagai standard.
Homer Hailey:
“It is probable, though not definite, that this was a sect of the
Gnostics, for ‘deep’ and ‘profound’ were favourite words with them”
(= Adalah mungkin, sekalipun tidak pasti, bahwa ini adalah suatu sekte dari para
Gnostic, karena ‘dalam’ dan ‘mendalam’ adalah kata-kata favorit bagi
mereka) - hal 140.
3)
‘kepada kamu Aku berkata: Aku tidak mau menanggungkan beban lain
kepadamu’.
Ada beberapa
penafsiran tentang bagian ini:
a)
Hoeksema mengatakan (hal 107) bahwa ada orang yang mengatakan bahwa ‘beban’
di sini adalah beban hukuman / penghakiman. Jadi maksudnya adalah: Tuhan hanya
akan menghukum sesuai dengan yang Ia katakan dalam surat ini, dan Ia tidak akan
menambahkan hukuman lain lagi.
b)
Hoeksema mengatakan beban ini adalah beban hukum.
Herman
Hoeksema: “More natural, it would
seem to be, that these words refer to a burden of law and precepts” [=
Kelihatannya lebih wajar (dibandingkan dengan penafsiran pertama di atas)
bahwa kata-kata ini menunjuk pada beban hukum dan perintah / peraturan] -
hal 107.
Hoeksema
mengatakan bahwa hukuman terhadap wanita Izebel dan orang-orang yang bersalah
bisa membuat orang kristen Tiatira lalu berpindah haluan dari extrim yang satu
(mengabaikan hukum) ke extrim yang lain (keselamatan karena mentaati hukum).
Untuk mencegah terjadinya hal ini, maka Tuhan memberikan kalimat ini. Maksudnya:
Aku hanya memberikan beban hukum dalam bentuk larangan mengikuti penyambahan
berhala, dan perzinahan. Dan Aku tidak memberikan beban lain lagi.
Kebanyakan
penafsir membandingkan bagian ini dengan Kis 15:28-29 yang berbunyi: “Sebab
adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan
ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini: kamu harus
menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah,
dari daging binatang yang mati lemas dan dari percabulan. Jikalau kamu
memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat!”.
Kontras dengan
ini adalah orang yang memberikan beban hukum yang terlalu berat, seperti orang
Farisi (Mat 23:4 Kis 15:10 bdk. juga dengan Mat 11:28-30).
Beban dari orang-orang Farisi ini sangat berat, bukan hanya karena mereka
menekankan keselamatan karena perbuatan baik, tetapi juga karena mereka
menambah-nambahi Firman Tuhan dengan peraturan buatan mereka sendiri (Mat 12:1-8
Mat 15:1-20).
Contoh lain
dari orang yang memberikan beban terlalu berat: seorang mahasiswa theologia
melarang kakaknya menikah lagi, padahal kakaknya sudah bercerai karena
pasangannya berzinah. Saya sudah menjelaskan kepadanya bahwa berdasarkan Mat 19:9,
orang yang bercerai seperti kakaknya itu (karena pasangannya berzinah) diijinkan
untuk menikah lagi. Tetapi ia tetap berkeras dan tetap melarang kakaknya untuk
menikah lagi. Ini adalah orang yang memberikan beban yang lebih berat
dibandingkan dengan tuntutan Firman Tuhan.
Kalau saudara
adalah orang yang sering memberikan beban yang lebih berat dari pada Firman
Tuhan, maka pikirkanlah: siapakah diri saudara itu, sehingga berani dan merasa
mempunyai hak untuk menambahi Kitab Suci / Firman Tuhan?
c)
Homer Hailey (hal 140) mengatakan bahwa Tuhan hanya menuntut mereka memelihara
iman yang benar dan moral yang baik, dan selain itu Tuhan tidak menuntut apa-apa
lagi.
Ay 25: “Tetapi
apa yang ada padamu, peganglah itu sampai Aku datang”.
1) ‘apa yang ada
padamu, peganglah itu’.
KJV/RSV/NASB:
‘hold fast’ (= peganglah erat-erat).
Ini menunjukan
secara implicit bahwa setan selalu berusaha supaya kita melepaskan hal-hal itu,
kadang-kadang dengan memberikan problem / penderitaan (bdk. Ibr 10:32-36),
dan kadang-kadang sebaliknya, yaitu dengan menggunakan daya tarik duniawi /
dosa, dan kadang-kadang dengan menggunakan ajaran sesat.
Camkan juga
bahwa ajaran sesat yang didengar terus-menerus bisa menyesatkan orang yang
betul-betul sudah mengerti kebenaran.
2) ‘sampai Aku
datang’.
Tidak jelas
apakah ini menunjuk pada kedatanganNya yang keduakalinya, atau kedatanganNya
untuk menghukum nabiah Izebel dan mereka yang berzinah dengannya. Homer Hailey
memilih arti kedua.
Ay 26-27:
“Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaanKu sampai kesudahannya,
kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan memerintah
mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang
periuk - sama seperti yang Kuterima dari BapaKu”.
1) ‘barangsiapa
menang dan melakukan pekerjaanKu sampai kesudahannya’.
a)
‘melakukan pekerjaanKu‘.
Kata
‘pekerjaanKu’ di sini dikontraskan dengan ‘perbuatan-perbuatan perempuan
itu’ (lit: ‘her works’) dalam ay 22. Jadi,
orang-orang yang melakukan perkerjaan-pekerjaan perempuan Izebel itu tentu tidak
bisa disebut sebagai pemenang; tetapi sebaliknya, orang yang melakukan pekerjaan
Kristus akan menjadi pemenang.
Penerapan:
Saudara bukan
hanya tidak boleh melakukan pekerjaan orang yang bersifat dosa, tetapi bahkan
dalam melakukan pelayanan, saudara harus memastikan bahwa saudara tidak
melakukan pekerjaan manusia, siapapun dia adanya, termasuk diri saudara
sendiri. Misalnya: melayani di sekolah minggu karena saudara senang dengan anak
kecil, melayani di paduan suara karena saudara senang menyanyi, dsb. Lakukanlah
pekerjaan yang Tuhan berikan kepada saudara / Tuhan kehendaki bagi
saudara!
b)
‘sampai kesudahannya’.
Tidak cukup
sekedar melakukan pekerjaan Kristus. Kita harus melakukannya dengan setia sampai
kita mati!
Robert
Mounce (NICNT): “It is by faithful
allegiance to the cause of Christ that believers overcome in the hostile
environment of pagan values and practices” (= Adalah dengan kesetiaan pada
perkara Kristus sehingga orang-orang percaya menang dalam lingkungan yang
bermusuhan dari nilai-nilai dan praktek-praktek kafir) - hal 106.
Penerapan:
Dalam melakukan
pelayanan, perlu ada suatu komitmen untuk setia pada pelayanan tersebut, kecuali
kalau suatu saat kita yakin bahwa Tuhan menghendaki kita melakukan pelayanan
yang lain.
c)
Sekalipun di sini dikatakan bahwa orang yang melakukan pekerjaan Kristus akan
menjadi pemenang, itu tidak berarti bahwa text ini mengajarkan keselamatan
karena perbuatan baik.
John Stott:
“Works are never the ground or means of our salvation, but they are the
evidence of it, and therefore they constitute an excellent basis for judgment”
(= Pekerjaan / perbuatan baik tidak pernah merupakan dasar atau jalan
keselamatan kita, tetapi itu merupakan bukti dari keselamatan, dan karenanya hal
itu merupakan dasar yang sangat bagus untuk penghakiman) - hal 80.
2)
‘kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan
memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar
tukang periuk - sama seperti yang Kuterima dari BapaKu -’.
a)
Bagian ini berhubungan dengan:
1.
Penggambaran tentang Yesus dalam ay 18: ‘kakiNya bagaikan tembaga’.
2.
Maz 2:8-9 - “Mintalah kepadaKu, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan
kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan
meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang
periuk”.
Tetapi kalau
Maz 2:8-9 ini ditujukan kepada Kristus, maka ay 26b-27 ini ditujukan
kepada orang kristen yang menang. Mengapa demikian? Karena memang orang kristen
yang menang akan memerintah bersama Kristus (bdk. Wah 3:21 Wah 4:4
Wah 20:4 Mat 19:28 Luk 22:28-30).
Catatan:
dalam Kitab Suci Indonesia, Wah 2:27 menggunakan istilah ‘tongkat
besi’, sedangkan Maz 2:8-9 menggunakan istilah ‘gada besi’. Tetapi
dalam NIV keduanya menggunakan istilah yang sama yaitu ‘iron scepter’
(= tongkat pemerintahan dari besi), dalam KJV/RSV/ NASB keduanya menggunakan
istilah ‘rod of iron’ (= tongkat besi).
b)
Ada beberapa penafsiran tentang bagian ini (Gregg hal 72):
1.
Ini menunjuk pada pemerintahan mereka bersama Kristus terhadap orang-orang yang
belum selamat dalam Kerajaan 1000 tahun yang akan datang (bdk. Wah 20:4).
Ini jelas
merupakan pandangan Premilenialisme (pandangan yang mengatakan bahwa kedatangan
Kristus yang keduakalinya mendahului kerajaan 1000 tahun). Saya tidak setuju
dengan Premilenialisme, dan karenanya juga tidak bisa menerima pandangan ini.
2.
Ini menunjuk pada pemerintahan mereka atas / terhadap orang-orang Kristen lain
di surga, dan dengan demikian menunjukkan adanya tingkat di surga (bdk. Mat 25:21,23
Luk 19:17,19 1Kor 14:41-dst).
Saya jelas
menolak pandangan ini karena ‘mereka’ dalam ay 27 itu dikatakan
‘diperintah dengan tongkat besi’, ‘diremukkan seperti tembikar’,
sehingga tidak memungkinkan untuk menunjuk kepada orang kristen.
3.
Ini menunjuk pada partisipasi mereka dalam pemerintahan bersama dengan Kristus
setelah kematian / di surga (ini cara lain untuk memandang Wah 20:4).
Saya setuju
dengan pandangan ini.
Ay
28: “dan
kepadanya akan Kukaruniakan bintang timur”.
1)
‘bintang
timur’.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘the morning star’ (= bintang pagi).
a)
Istilah ‘bintang timur / pagi’ menunjuk kepada Kristus dalam Wah 22:16
(‘bintang timur yang gilang gemilang’).
b)
Istilah ‘bintang timur’ yang di sini / Wah 22:16 digunakan untuk menunjuk
kepada Yesus, dalam Yes 14:12 diterjemahkan ‘Lucifer’ oleh KJV / NKJV/
Living Bible!
Catatan:
· Kata
/ nama ‘Lucifer’ hanya muncul satu kali dalam Kitab Suci, yaitu dalam Yes
14:12 ini, dan itupun hanya dalam versi-versi Kitab Suci tertentu, seperti KJV,
NKJV, Living Bible. Selain ketiga versi ini, saya tidak tahu apakah ada versi
lain lagi yang menterjemahkannya seperti itu.
· Kata
/ nama ‘Lucifer’, berarti ‘light-bearer’ (= pembawa terang), dan
merupakan nama bahasa Latin untuk planet Venus, benda yang paling terang di
langit selain matahari dan bulan, yang kelihatan sebagai suatu bintang,
kadang-kadang pada malam dan kadang-kadang pada pagi (‘The New Bible
Dictionary’).
Kata ‘bintang
timur’ / ‘Lucifer’ dalam Yes 14:12 ini lalu ditujukan kepada Iblis,
karena:
¨
kontex dari Yes 14:12, khususnya Yes 14:12-14
yang berbunyi: “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang
Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang
mengalahkan bangsa-bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak
naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah,
dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak
naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!”.
¨
dihubungkan dengan ayat-ayat seperti:
* Luk 10:18
- “Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat
dari langit.”.
* Wah 9:1
- “Lalu
malaikat yang kelima meniup sangkakalanya, dan aku melihat sebuah bintang yang
jatuh dari langit ke atas bumi, dan kepadanya diberikan anak kunci lobang jurang
maut”.
* Wah 12:9
- “Dan
naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan
seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan
malaikat-malaikatnya”.
Tetapi ini
adalah penafsiran yang salah (sekalipun sangat populer), karena jelas bahwa
dalam Yes 14 istilah ‘Bintang Timur’ / ‘Lucifer’ itu sebetulnya
menunjuk kepada raja Babel (Yes 14:4,22-23).
Tetapi
‘Unger’s Bible Dictionary’ berkata bahwa ‘raja Babel’ merupakan simbol
dari setan / Lucifer, dan demikian juga dengan ‘raja Tirus’ dalam Yeh 28:12-15
- “Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus
dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Gambar dari
kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah. Engkau di taman Eden,
yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah,
krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu
darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada
hari penciptaanmu. Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung
kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah-tengah batu-batu yang
bercahaya-cahaya. Engkau tidak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari
penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu”. Perhatikan juga Yeh 28:16b
- “Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah” dan Yeh 28:17b
- “Ke bumi engkau Kulempar”.
Unger’s
Bible Dictionary: “As a symbolical
representation of the king of Babylon in his pride, splendor and fall, the
passage goes beyond the Babylonian prince and invests Satan who, at the head of
this present world-system, is the real though invisible power behind the
successive world rulers of Tyre, Babylon, Persia, Greece and Rome. This
far-reaching passage goes beyond human history and marks the beginning of sin in
the universe and the fall of Satan and the pristine, sinless spheres before the
creation of man. Similarly Ezekiel (28:12-14), under the figure of the king of
Tyre, likewise traces the fall of Satan and the corruption of his power and
glory. In the Ezekiel passage Satan’s glorious and splendid unfallen state is
described. In Isa. 14:12-14 his fall is depicted” [= Sebagai wakil
simbolis dari raja Babel dalam kesombongan, kemegahan dan kejatuhannya, text ini
melampaui pangeran Babel dan menanamkan / menobatkan (?) Setan yang, sebagai
kepala dari sistim duniawi sekarang ini, adalah kuasa yang sebenarnya sekalipun
tak kelihatan dibalik pemerintah duniawi yang berturut-turut dari Tirus, Babel,
Persia, Yunani dan Roma. Text yang jangkauannya jauh ini melampaui sejarah
manusia dan menandai permulaan dosa dalam alam semesta dan kejatuhan setan dan
dunia yang murni dan tak berdosa sebelum penciptaan manusia. Mirip dengan itu
Yehezkiel (28:12-14), di bawah gambaran raja Tirus, juga menelusuri kejatuhan
setan dan perubahan ke arah jahat dari kuasa dan kemuliaannya. Dalam text
Yehezkiel, digambarkan keadaan setan yang mulia dan sangat bagus sebelum
kejatuhannya. Dalam Yes 14:12-14 digambarkan kejatuhannya] - hal 670.
Saya tidak bisa
menerima penafsiran ini karena kejatuhan raja Babel dalam Yes 14:12-14 dan
dan raja Tirus dalam Yeh 28:12-14 itu merupakan peristiwa sejarah. Dan
peristiwa sejarah tidak boleh dilambangkan / dialegorikan. Peristiwa sejarah
hanya bisa menjadi TYPE, tetapi kalau demikian, maka peristiwa itu akan menunjuk
ke masa depan, karena TYPE tidak pernah menunjuk ke masa lalu. Padahal kejatuhan
setan terjadi di masa lalu. Karena itu saya menganggap bahwa kedua text tersebut
(Yes 14 dan Yeh 28) itu sama sekali tidak berbicara tentang setan
maupun kejatuhannya. Kalau saudara merasa bahwa penggambaran tentang raja Babel
dan raja Tirus itu (perhatikan bagian-bagian yang saya garisbawahi dalam Yes 14:12-14
dan Yeh 28:12-17 itu) rasanya tidak menunjuk kepada seorang manusia, maka
ingatlah bahwa bagian ini berbentuk suatu puisi, dan karenanya menggunakan
bahasa puisi, yang tentunya tidak bisa diartikan secara hurufiah.
Untuk mendukung
pandangan saya ini, saya memberikan 2 kutipan di bawah ini, yang merupakan
komentar John Calvin dan Adam Clarke tentang Yes 14:12.
Calvin:
“The exposition of this passage, which some have given, as if it
referred to Satan, has arisen from ignorance; for the context plainly shows that
these statements must be understood in reference to the king of the Babylonians.
But when passages of Scripture are taken at random, and no attention is paid to
the context, we need not wonder that mistake of this kind frequently arise. Yet
it was an instance of very gross ignorance, to imagine that Lucifer was the king
of devils, and that the Prophet gave him this name. But as these inventions have
no probability whatever, let us pass by them as useless fables” (=
Exposisi yang diberikan oleh beberapa orang tentang text ini, seakan-akan text
ini menunjuk kepada setan / berkenaan dengan setan, muncul / timbul dari
ketidaktahuan; karena kontex secara jelas menunjukkan bahwa
pernyataan-pernyataan ini harus dimengerti dalam hubungannya dengan raja Babel.
Tetapi pada waktu bagian-bagian Kitab Suci diambil secara sembarangan, dan
kontex tidak diperhatikan, kita tidak perlu heran bahwa kesalahan seperti ini
muncul / timbul. Tetapi itu merupakan contoh dari ketidaktahuan yang sangat
hebat, untuk membayangkan bahwa Lucifer adalah raja dari setan-setan, dan bahwa
sang nabi memberikan dia nama ini. Tetapi karena penemuan-penemuan ini tidak
mempunyai kemungkinan apapun, marilah kita mengabaikan mereka sebagai dongeng /
cerita bohong yang tidak ada gunanya) - hal 442.
Adam Clarke:
“And although the context speaks explicitly concerning Nebuchadnezzar,
yet this has been, I know not why, applied to the chief of the fallen angels,
who is most incongruously denominated Lucifer, (the bringer of light!) an
epithet as common to him as those of Satan and Devil. That the Holy Spirit by
his prophets should call this arch-enemy of God and man the light-bringer, would
be strange indeed. But the truth is, the text speaks nothing at all concerning
Satan nor his fall, nor the occasion of that fall, which many divines have with
great confidence deduced from this text. O how necessary it is to understand the
literal meaning of Scripture, that preposterous comments may be prevented!”
[= Dan sekalipun kontexnya berbicara secara explicit tentang Nebukadnezar,
tetapi entah mengapa kontex ini telah diterapkan kepada kepala dari
malaikat-malaikat yang jatuh, yang secara sangat tidak pantas disebut /
dinamakan Lucifer (pembawa terang!), suatu julukan yang sama umumnya bagi dia,
seperti Iblis dan Setan. Bahwa Roh Kudus oleh nabiNya menyebut musuh utama dari
Allah dan manusia sebagai pembawa terang, betul-betul merupakan hal yang sangat
aneh. Tetapi kebenarannya adalah, text ini tidak berbicara sama sekali tentang
Setan maupun kejatuhannya, ataupun saat / alasan kejatuhan itu, yang dengan
keyakinan yang besar telah disimpulkan dari text ini oleh banyak ahli theologia.
O alangkah pentingnya untuk mengerti arti hurufiah dari Kitab Suci, supaya
komentar-komentar yang gila-gilaan / tidak masuk akal bisa dicegah!] - hal
82.
Saya juga
membaca beberapa buku tafsiran tentang Yeh 28 dan tidak ada dari para
penafsir dari buku-buku itu yang menyinggung tentang setan dan kejatuhannya.
Semuanya hanya membicarakan raja Tirus.
Kesimpulan
saya: kita tidak mempunyai dasar apapun untuk:
Þ
mengatakan bahwa Yes 14 dan Yeh 28
menunjuk kepada setan dan kejatuhannya.
Þ
menggunakan nama ‘bintang timur / pagi’ /
‘Lucifer’ bagi kepala dari para malaikat yang jatuh! Setan yang adalah
pangeran kegelapan itu (bdk. Ef 6:12), tentu sangat tidak cocok untuk disebut
sebagai ‘Lucifer’ [‘light-bearer’ (= ‘pembawa terang’)]. Ia
lebih cocok disebut sebagai ‘pembawa kegelapan’!
2) ‘kepadanya
akan Kukaruniakan bintang timur’.
Apa artinya
kalau kepada si pemenang dijanjikan untuk dikaruniai ‘bintang timur’, yang
dalam Wah 22:16 menunjuk kepada Kristus sendiri?
a)
Ada yang menganggap bahwa itu berarti bahwa si pemenang akan memerintah bersama
dengan Kristus.
William
Hendriksen: “As the morning star
rules the heavens, so believers will rule with Christ; they will share in His
royal splendour and dominion” (= Seperti bintang pagi memerintah /
menguasai langit, begitulah orang-orang percaya akan memerintah dengan Kristus;
mereka akan ikut ambil bagian dalam kemegahan dan pemerintahan kerajaanNya)
- hal 73.
b)
Ada yang menganggap bahwa si pemenang akan mengalami persekutuan dengan Kristus.
‘The New
Bible Commentary: Revised’: “The
morning star appears to be Christ Himself (as in 22:16); greater than the
privilege of ruling for Christ will be the unhindered enjoyment of His
fellowship” [= Bintang pagi kelihatannya adalah Kristus sendiri (seperti
dalam 22:16); lebih besar dari pada hak untuk memerintah bagi Kristus adalah
penikmatan tanpa halangan dari persekutuanNya] - hal 1285.
William
Barclay: “The promise of the
morning star is the promise of Christ himself. If the Christian is true, when
life comes to an end he will possess Christ, never to lose him any more”
(= Janji tentang bintang timur / pagi adalah janji tentang Kristus sendiri. Jika
orang Kristen itu benar, pada waktu hidup berakhir ia akan memiliki Kristus,
tidak pernah kehilangan Ia lagi) - hal 111.
Mengingat bahwa
ay 27 sudah menjanjikan pemerintahan bersama Kristus, maka saya berpendapat
bahwa ay 28 ini tidak menunjuk pada pemerintahan bersama Kristus (seperti
yang dikatakan Hendriksen), tetapi menunjuk pada persekutuan dengan Kristus
(seperti yang dikatakan oleh New Bible Commentary dan Barclay).
Ay 29: “Siapa
bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat”.
Kalimat ini sudah muncul dan sudah
dibahas dalam surat-surat terdahulu, dan karenanya tidak akan dibahas ulang.
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali