Pemahaman Alkitab

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Rungkut Megah Raya, Blok D 16)

Jumat, tanggal 3 Desember 2010, pk 19.00

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(7064-1331 / 6050-1331)

[email protected]

Pria sejati / maximal (9)

C)  Hal-hal yang salah dalam hal-hal praktis, moral, etika.

1)            Ajaran yang berbau Theologia Kemakmuran / Sukses.

“Yesus mengatakan, ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup’ (Yohanes 14:6). Kebenaran merupakan titik tumpu bagi jalan dan juga kehidupan. ‘Jalan’ adalah arah kita dalam kehidupan ini, ‘kebenaran’ adalah dasar moral dan intelektual untuk kehidupan, sedangkan ‘kehidupan’ adalah buah hubungan kita dengan Yesus. Semakin banyak kita mendasarkan kehidupan ini kepada kebenaran, akan semakin baik jalan kita dan semakin luar biasa pula kehidupan kita (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 172).

 

“Selanjutnya hikmat Allah itu akan menjadi kunci untuk meraih kemenangan dalam hampir setiap bidang kehidupan ini (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 240).

 

“Jadi, apakah tujuan hidup kita adalah menjadi serupa dengan Kristus atau sukses mencari kekayaan semata? Apabila kita menjadi serupa dengan Kristus maka kekayaan sejati akan mengikuti kita. Sebaliknya apabila kita mencari kekayaan tanpa keserupaan dengan Kristus hal itu adalah kekayaan yang palsu. Di dalam kekayaan belum tentu ada keserupaan dengan Kristus, tetapi di dalam keserupaan dengan Kristus pasti ada kekayaan sejati. Untuk menjadi sukses kita harus terus-menerus berjalan di dalam keserupaan dengan Kristus (Eddy Leo, ‘Seri Penuntun Saat Teduh Pria’, hal 7).

 

Tanggapan saya:

Ketiga kutipan di atas ini berbau ajaran Kharismatik / theologia kemakmuran / theologia sukses. Kata-kata ‘dalam hampir setiap bidang kehidupan ini’ (kutipan kedua) tidak mungkin diartikan sukses secara rohani saja, tetapi pasti mencakup hal-hal sekuler / duniawi. Ini tidak cocok dengan Alkitab.

 

2)            Harus percaya diri (PD)?

“Mereka semua, gembala dan jemaat, secara jasmani mulai menuai hasil kerja mereka, yaitu rasa percaya diri dan harga diri. Kedua hal tersebut merupakan hasil yang mereka peroleh setelah mereka melakukan rencana Allah dengan cara menjadi kreatif” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 263).

 

Tanggapan saya:

 

a)      Tentang percaya diri.

Alkitab justru mengecam PD!

Yak 4:13-16 - “(13) Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, (14) sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.’ (16) Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah”.

Yer 9:23-24 - “(23) Beginilah firman TUHAN: ‘Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, (24) tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.’”.

Yer 17:5,7 - “(5) Beginilah firman TUHAN: ‘Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! ... (7) Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!”.

1Kor 1:31 - “Karena itu seperti ada tertulis: ‘Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.’”.

 

b)      Tentang harga diri.

Saya tidak terlalu mengerti apa yang ia maksudkan dengan ‘harga diri’ dan saya juga tak mengerti mengapa hal yang satu ini ditonjolkan sebagai sesuatu yang positif. Tetapi yang jelas Alkitab / Yesus menyuruh kita untuk menyangkal diri!

Mat 16:24 - “Lalu Yesus berkata kepada murid-muridNya: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku”.

 

Memang orang yang tidak punya harga diri, misalnya yang kerjanya hutang lalu tidak membayar, atau makan dari keringat orang lain, atau mengemis dsb, adalah salah. Tetapi punya harga diri yang terlalu tinggi, sehingga sedikit-sedikit gengsi, itu jelas adalah kesombongan! Rendah hati, yang merupakan sikap yang benar / saleh, terletak di antara kedua extrim ini, yaitu ‘tak punya harga diri’ dan ‘kesombongan’.

 

3)            Sikap tidak bertanggung jawab dari Edwin Louis Cole.

 

a)      Dalam memberikan persembahan.

“Sejak saat itu saya tidak pernah mengkhawatirkan segala sumbangan yang saya berikan. Saya tidak mempersoalkan apa yang dilakukan orang dengan pemberian saya. Kadang-kadang berdasarkan dorongan yang paling lemah sekalipun saya bahkan memberi juga kepada orang-orang yang saya rasa tidak akan memperlakukan pemberian saya secara benar. Tetapi, bukankah mereka sendiri kelak yang harus bertanggung jawab kepada Allah atas sikap mereka terhadap uang itu, dan bukan saya?” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 271).

 

Menurut saya, kata-kata ini:

1. Bertentangan dengan Amsal 3:27-28 - “(27) Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. (28) Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: ‘Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,’ sedangkan yang diminta ada padamu”.

2. Juga menunjukkan suatu sikap tidak bertanggung jawab, dan melemparkan tanggung jawab kepada orang lain! Ini juga merupakan pemberian yang merusak orang, dan karena itu bukan tindakan kasih!

 

Anehnya, selanjutnya Edwin Louis Cole berkata:

“Penggelapan uang yang dilakukan beberapa pegawai bank tidak membuat saya berhenti menabung di bank. Sebagian uang pajak yang saya bayar mungkin menyelinap ke saku seseorang, namun demikian saya tetap membayar pajak. Dan, meskipun ada hamba Tuhan yang menggunakan pemberian umat Tuhan secara egois, untuk memuaskan hawa nafsu dan kepentingan mereka sendiri, saya tetap tidak akan berhenti memberi untuk Tuhan. Tanggung jawab saya kepada Allah tidak berdasarkan kepada hubungan orang lain dengan Dia. Meskipun demikian, bukan berarti saya sengaja memberi dengan tidak bertanggung jawab, tidak teratur, atau sembrono. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk selalu memberi dengan penuh tanggung jawab dan dengan murah hati agar menyenangkan hati Allah (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 271).

Ini kok bertentangan dengan kata-katanya di atas???

 

Juga Edwin Louis Cole menyalahkan orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu dengan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

“Orang yang tidak memberi persepuluhan sama dengan orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Keduanya sama-sama tidak bertanggung jawab” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 272).

Anehnya, mengapa dalam memberikan persembahan kita tidak perlu memilih orang / gereja yang benar yang memang berhak mendapatkan persembahan kita?

 

b)      Dalam mempersiapkan khotbah.

“Berkhotbah dan mengajar merupakan kerja keras yang mulia. Ringkasan rencana khotbah sering harus saya persiapkan di antara deretan kursi-kursi di dalam pesawat. Kebanyakan persiapan pelayanan saya di ruangan yang sempit itu, yakni di atas meja sandaran kursi yang ada di dalam pesawat terbang” (‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 1).

 

“Mesin jet menderu di belakang badan pesawat. Alkitab dan buku catatan saya terbuka di atas meja lipat yang ada di hadapan saya. Tetapi, di dalam perenungan ini, saya seperti kehilangan kesadaran akan keadaan di sekitar saya. Sesuatu sedang bergejolak di dalam roh saya. Saya sadar, hadirat Allah hadir” (‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 2).

 

Apakah ini pelayanan yang bertanggung jawab? Tidak heran khotbahnya tak karuan, persiapannya pasti tanpa buku tafsiran / theologia, mungkin karena ia ‘mendapat wahyu’!

 

c)      Dalam persoalan mengundurkan diri dari jabatan gembala sidang.

“Selama tiga bulan pertama tahun 1981, saya sibuk luar biasa. Saya melayani di dua jaringan televisi, menjadi rektor sekolah Alkitab, menjadi pendeta senior di sebuah gereja, ditambah lagi sebagai pemimpin pertemuan-pertemuan kaum pria. Semua ini sudah lebih dari cukup bagi saya. ... George Otis mengatakan bahwa ia punya ‘pesan’ untuk kami, ... Sekarang saya dipanggil untuk melayani seluruh dunia. ... Dalam dua puluh empat jam, saya menulis surat-surat pengunduran diri dari posisi-posisi yang sedang saya jabat, membebaskan diri saya dari komitmen-komitmen saya yang lain. Sekarang waktunya untuk mengutamakan kaum pria” (‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 173).

 

“Dalam waktu dua puluh empat jam kemudian saya segera mengundurkan diri dari tugas penggembalaan di gereja dan dari semua jabatan organisasi yang saya pegang. Empat puluh delapan jam kemudian, di garasi rumah saya, saya memulai tugas pelayanan saya yang baru. Mulai saat itu saya menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu yang khusus melayani kaum pria” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 135).

 

Apakah ini pria yang bertanggung jawab? Meninggalkan pelayanan gembala sidang dalam 24 jam pasti mengacaukan gereja! Dan itu datang dari Tuhan?

 

Dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’ dikatakan sebagai berikut: “Kedewasaan seorang pria tidak diukur dari umur tetapi dari penerimaan akan tanggung jawab. ... Apabila pria tidak mau menerima dan melakukan tanggung jawab yang Tuhan taruh dalam kehidupannya, dan jika pria tidak mau bertanggung jawab sebagai kepala di dalam keluarganya, maka keluarganya akan mengalami kehancuran” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 67,68).

Kalau begitu menurut buku ini, big boss-nya sendiri orang yang tidak dewasa, karena bukan hanya tidak tanggung jawab, tetapi juga melemparkan tanggung jawab itu kepada orang lain, sama seperti Adam dan Hawa.

 

4)            Dalam persoalan persembahan persepuluhan.

 

a)      Persembahan persepuluhan disamakan dengan buah sulung.

 

“Persepuluhan adalah ‘buah sulung’ dari penghasilan atau kekayaan seseorang, ...” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 271).

 

Buah sulung (first fruits) berbeda dengan persembahan persepuluhan!

 

International Standard Bible Encyclopedia (Revised Edition) dengan topik ‘Tithe’: “The relationship of the first fruits to the tithe is unclear. A. S. Peake distinguished between them (HDB, IV, 780), but Guthrie maintained that they had a common origin. The tithe is not mentioned in the book of the covenant, though the two are mentioned together in Deut 26:1-15. Deut 18:4 complicates the issue by demanding that the first fruits be given to the priests; no such command is asserted about the tithe (McConville, pp. 68-123)” [= Hubungan buah sulung dengan persembahan persepuluhan tidak jelas. A. S. Peake membedakan mereka (HDB, IV, 780), tetapi Guthrie mempertahankan / menyatakan bahwa mereka mempunyai asal usul yang sama. Persembahan persepuluhan tidak disebutkan dalam kitab perjanjian, sekalipun keduanya disebutkan bersama-sama dalam Ul 26:1-15. Ul 18:4 memperumit persoalan dengan menuntut bahwa buah sulung diberikan kepada imam-imam; tak ada perintah seperti itu ditegaskan tentang persembahan persepuluhan (McConville, hal 68-123)].

 

Ul 26:1-15 - “(1) ‘Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, dan engkau telah mendudukinya dan diam di sana, (2) maka haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan haruslah engkau menaruhnya dalam bakul, kemudian pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat namaNya diam di sana. (3) Dan sesampainya kepada imam yang ada pada waktu itu, haruslah engkau berkata kepadanya: Aku memberitahukan pada hari ini kepada TUHAN, Allahmu, bahwa aku telah masuk ke negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyang kita untuk memberikannya kepada kita. (4) Maka imam harus menerima bakul itu dari tanganmu dan meletakkannya di depan mezbah TUHAN, Allahmu. (5) Kemudian engkau harus menyatakan di hadapan TUHAN, Allahmu, demikian: Bapaku dahulu seorang Aram, seorang pengembara. Ia pergi ke Mesir dengan sedikit orang saja dan tinggal di sana sebagai orang asing, tetapi di sana ia menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan banyak jumlahnya. (6) Ketika orang Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan yang berat, (7) maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami dan penindasan terhadap kami. (8) Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang besar dan dengan tanda-tanda serta mujizat-mujizat. (9) Ia membawa kami ke tempat ini, dan memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. (10) Oleh sebab itu, di sini aku membawa hasil pertama dari bumi yang telah Kauberikan kepadaku, ya TUHAN. Kemudian engkau harus meletakkannya di hadapan TUHAN, Allahmu; engkau harus sujud di hadapan TUHAN, Allahmu, (11) dan haruslah engkau, orang Lewi dan orang asing yang ada di tengah-tengahmu bersukaria karena segala yang baik yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu dan kepada seisi rumahmu.’ (12) ‘Apabila dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, engkau sudah selesai mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah engkau memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang. (13) Dan haruslah engkau berkata di hadapan TUHAN, Allahmu: Telah kupindahkan persembahan kudus itu dari rumahku, juga telah kuberikan kepada orang Lewi, dan kepada orang asing, anak yatim dan kepada janda, tepat seperti perintah yang telah Kauberikan kepadaku. Tidak kulangkahi atau kulupakan sesuatu dari perintahMu itu. (14) Pada waktu aku berkabung sesuatu tidak kumakan dari persembahan kudus itu, pada waktu aku najis sesuatu tidak kujauhkan dari padanya, juga sesuatu tidak kupersembahkan dari padanya kepada orang mati, tetapi aku mendengarkan suara TUHAN, Allahku, aku berbuat sesuai dengan segala yang Kauperintahkan kepadaku. (15) Jenguklah dari tempat kediamanMu yang kudus, dari dalam sorga, dan berkatilah umatMu Israel, dan tanah yang telah Kauberikan kepada kami, seperti yang telah Kaujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang kami - suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.’”.

 

Ul 18:3-4 - “(3) Inilah hak imam terhadap kaum awam, terhadap mereka yang mempersembahkan korban sembelihan, baik lembu maupun domba: kepada imam haruslah diberikan paha depan, kedua rahang dan perut besar. (4) Hasil pertama dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, dan bulu guntingan pertama dari dombamu haruslah kauberikan kepadanya.

 

Saya berpendapat bahwa buah sulung / pertama jelas berbeda dengan persembahan persepuluhan.

 

b)   Tidak memberi persembahan persepuluhan disamakan dengan tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu.

“Orang yang tidak memberi persepuluhan sama dengan orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Keduanya sama-sama tidak bertanggung jawab” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 272).

Menurut saya, kedua hal ini tidak bisa disamakan. Tidak memberikan persembahan persepuluhan jelas merupakan dosa yang dikecam di banyak tempat dalam Alkitab, sedangkan tidak memberikan suara dalam pemilu sama sekali tidak pernah dibicarakan!

 

5)            Ajarannya tentang stres.

Dari buku ‘Menjadi Pria Sejati’:

“Stres merupakan hal yang normal dan bahkan diperlukan dalam kehidupan ini” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 287).

Lalu ia menceritakan tentang seseorang yang mengalami beberapa hal positif dari stress, dan inilah beberapa hal itu.

 

a)   “Stres diperlukan untuk terjadinya pertumbuhan rohani (Yakobus 1:2-4)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 287).

Yak 1:2-4 - “(2) Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, (3) sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. (4) Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun”.

Apakah pencobaan sama dengan stres???

 

b)   “Stres membuahkan kasih yang semakin besar dalam diri orang-orang yang setia (Roma 5:3-5)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 287).

Ro 5:3-5 - “(3) Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, (4) dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. (5) Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita”.

Apa urusan text ini dengan stres? Apakah kesengsaraan sama dengan stres?

 

c)   “Stres menghasilkan kehidupan yang semakin kudus (1 Petrus 4:1)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).

1Pet 4:1 - “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, - karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa -,”.

Stres tidak = penderitaan badani!

 

d)   “Ujian mempersiapkan Anda untuk menghadapi pekerjaan yang lebih besar (Wahyu 3:12)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).

Wah 3:12 - “Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci AllahKu, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama AllahKu, nama kota AllahKu, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari AllahKu, dan namaKu yang baru”.

Ayat ini tentang sorga, dan tak ada urusannya dengan stres. Tetapi Edwin Louis Cole menghapuskan kata ‘stres’ dalam kalimat ini, padahal di awal ia membicarakan ‘aspek positif dari stres’ (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 287).

 

e)   “Stres memperbesar kebutuhan akan doa (Filipi 4:6)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).

Fil 4:6 - “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”.

Ini juga tak bicara tentang stres.

 

f)    “Stres timbul pada saat kita melawan iblis (1 Petrus 5:9)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).

1Pet 5:9 - “Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama”.

Apa urusan ayat ini dengan stres? Dan apa aspek positif dari stres dari kalimat ini?

 

g)   “Ujian harus dijalani untuk seperti memperoleh kemenangan (Yakobus 1:12; Roma 8:35-37)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).

Yak 1:12 - “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia”.

Ro 8:35-37 - “(35) Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? (36) Seperti ada tertulis: ‘Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.’ (37) Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita”.

Lagi-lagi ia tidak bicara tentang stres tetapi tentang ujian / pencobaan. Ini 2 hal yang berbeda.

 

h)   “Stres mendorong kita mencari Allah, dan dengan cara itu kita akan memuliakan Dia (1 Petrus 4:12-13)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).

1Pet 4:12-13 - “(12) Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. (13) Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaanNya”.

Apa urusannya text ini dengan apa yang ia katakan?

 

6)            Penekanan keluarga (istri dan anak-anak) yang kelewat batas.

“Perkara terbesar yang bisa dilakukan oleh seorang ayah bagi anak-anaknya adalah dengan mengasihi ibu mereka” (‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 113).

 

“Hal yang terbesar yang bisa dilakukan seorang ayah bagi anak-anaknya adalah mencintai ibu mereka” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 21).

 

“Istri dan keluarga harus lebih didahulukan daripada bisnis, pelayanan, atau karier. Sedangkan Allah harus didahulukan daripada istri dan keluarga” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 184).

 

Tanggapan saya:

 

Menurut saya ini merupakan suatu peng-extrim-an kasih kepada istri / keluarga! Hal yang terbesar bukan mengasihi Tuhan, bukan memberitakan Injil kepada anak-anak itu, tetapi mengasihi ibu mereka???

Memang Allah dan pelayanan tidak bisa diidentikkan, tetapi kalau pelayanan itu memang diperintahkan oleh Allah, maka pelayanan itu harus diutamakan dari keluarga!

 

Kej 12:1 - “Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: ‘Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu”.

 

Kej 22:1-12 - “(1) Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: ‘Abraham,’ lalu sahutnya: ‘Ya, Tuhan.’ (2) FirmanNya: ‘Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.’ (3) Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. (4) Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh. (5) Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: ‘Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.’ (6) Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. (7) Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: ‘Bapa.’ Sahut Abraham: ‘Ya, anakku.’ Bertanyalah ia: ‘Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?’ (8) Sahut Abraham: ‘Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagiNya, anakku.’ Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. (9) Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api. (10) Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. (11) Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: ‘Abraham, Abraham.’ Sahutnya: ‘Ya, Tuhan.’ (12) Lalu Ia berfirman: ‘Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepadaKu.’”.

 

Mat 22:37-39 - “(37) Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.

 

Mat 10:34-37 - “(34) ‘Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. (35) Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, (36) dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. (37) Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.

Luk 14:26 - “‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu”.

 

Mark 10:28-30 - “(28) Berkatalah Petrus kepada Yesus: ‘Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!’ (29) Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, (30) orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal”.

 

Luk 18:28-30 - “(28) Petrus berkata: ‘Kami ini telah meninggalkan segala kepunyaan kami dan mengikut Engkau.’ (29) Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Kerajaan Allah meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya, orang tuanya atau anak-anaknya, (30) akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.’”.

 

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Luk 18:29): “Observe how our Lord identifies the interests of the kingdom of God with the Gospel’s and with His own - saying alternatively, ‘For the kingdom of God’s sake,’ and ‘for My sake and the Gospel’s.’” (= Perhatikan bagaimana Tuhan kita mengidentikkan kepentingan dari kerajaan Allah dengan kepentingan dari Injil dan dengan diriNya sendiri - dengan mengatakan secara bergantian, ‘Karena Kerajaan Allah’, dan ‘karena Aku dan karena Injil’).

 

D)      Pernyataan-pernyataan yang ngawur / tanpa dipikir / konyol.

 

1)      “Kedewasaan seorang pria tidak diukur dari umur tetapi dari penerimaan akan tanggung jawab. ... Apabila pria tidak mau menerima dan melakukan tanggung jawab yang Tuhan taruh dalam kehidupannya, dan jika pria tidak mau bertanggung jawab sebagai kepala di dalam keluarganya, maka keluarganya akan mengalami kehancuran” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 67,68).

 

“Itulah Yesus sang pria sejati” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 70).

 

Tanggapan saya:

Yesus tidak menikah. Lalu tanggung jawab sebagai kepala keluarga dimana?

 

2)      Mirip dengan no 1) tadi, Edwin Louis Cole berkata:

Kristus tidak hanya memiliki ketiga ciri yang dinamis ini, namun juga keenam syarat yang ditetapkan Allah bagi pemimpin sejati. Dalam suratnya kepada Timotius, Paulus berdasarkan ilham Roh Kudus memberikan persyaratan bagi penilik jemaat yang sesungguhnya berlaku juga bagi setiap pemimpin di muka bumi ini. Dalam persyaratan itu disebutkan bahwa seorang pemimpin harus tidak bercacat (tidak tercela), suami dari satu istri, dapat menahan diri, ....” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 309).

 

Tanggapan saya:

Bagaimana Yesus bisa memiliki syarat ‘suami dari satu istri’???

 

3)      “Satu-satunya yang tidak pernah berubah di dalam kehidupan adalah perubahan itu sendiri” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 80).

 

Tanggapan saya:

Hanya Allah yang tidak berubah! ‘Perubahan’ bisa berubah, yaitu menjadi makin cepat atau makin lambat, menjadi makin baik atau makin buruk!

 

4)      “Yesus adalah kebenaran! Karena itu, Yesus adalah juga kesejatian!” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 27).

 

Tanggapan saya:

Apa maksudnya??

 

5)      “Tuhan Yesus adalah imam besar (Mediator kita) atas perkataan-perkataan kita” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 42).

 

Tanggapan saya:

Ini omongan apa? Tuhan Yesus adalah mediator antara kita dengan Allah (1Tim 2:5), bukan mediator atas perkataan-perkataan kita! Mediator / pengantara, harus ada di antara dua pihak! Mana pihak ke 2? Antara perkataan-perkataan kita dengan apa / siapa?

 

6)      “Sebelum manusia sepakat dengan penilaian Allah atas kesalahan mereka dan dengan persediaanNya bagi kepentingan kekal mereka, maka manusia akan berada di luar wewenang dan kemampuan Allah (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 78).

 

Tanggapan saya:

Lucu sekali!!!! Bagaimana dengan Yunus??? Pada waktu ia menolak perintah Allah, dan pergi ke tempat yang lain, apakah ia berada di luar wewenang Allah?

 

Bdk. Maz 139:5-12 - “(5) Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tanganMu ke atasku. (6) Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya. (7) Ke mana aku dapat pergi menjauhi rohMu, ke mana aku dapat lari dari hadapanMu? (8) Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. (9) Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, (10) juga di sana tanganMu akan menuntun aku, dan tangan kananMu memegang aku. (11) Jika aku berkata: ‘Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam,’ (12) maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagiMu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang”.

 

7)      “Anugerah keselamatan dari Allah telah memungkinkan Roh Allah bersaksi kepada roh manusia, sehingga kita dapat mengatakan, ‘Ya Abba, ya Bapa’. ... Roh kita selanjutnya juga akan bersaksi kepada Allah dan kepada orang lain” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 137).

 

Tanggapan saya:

Kata-kata pada bagian awal dari kutipan di atas berasal dari Ro 8:15-16 - “(15) Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’ (16) Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah”.

Calvin menafsirkan bahwa arti dari ay 16nya adalah bahwa Roh Kudus itu meyakinkan kita bahwa kita adalah anak-anak Allah.

 

Tetapi kata-kata Cole pada bagian akhir dari kutipan di atas itu didapatkan dari mana, dan artinya apa? Bagaimana roh kita bersaksi kepada Allah? Ini merupakan suatu ajaran asing / liar!

 

8)            “nasihat Gamaliel yang berasal dari Allah ...” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 137).

 

Tanggapan saya:

 

Kis 5:26-40 - “(26) Maka pergilah kepala pengawal serta orang-orangnya ke Bait Allah, lalu mengambil kedua rasul itu, tetapi tidak dengan kekerasan, karena mereka takut, kalau-kalau orang banyak melempari mereka. (27) Mereka membawa keduanya dan menghadapkan mereka kepada Mahkamah Agama. Imam Besar mulai menanyai mereka, (28) katanya: ‘Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam Nama itu. Namun ternyata, kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu dan kamu hendak menanggungkan darah Orang itu kepada kami.’ (29) Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: ‘Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. (30) Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. (31) Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kananNya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa. (32) Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia.’ (33) Mendengar perkataan itu sangatlah tertusuk hati mereka dan mereka bermaksud membunuh rasul-rasul itu. (34) Tetapi seorang Farisi dalam Mahkamah Agama itu, yang bernama Gamaliel, seorang ahli Taurat yang sangat dihormati seluruh orang banyak, bangkit dan meminta, supaya orang-orang itu disuruh keluar sebentar. (35) Sesudah itu ia berkata kepada sidang: ‘Hai orang-orang Israel, pertimbangkanlah baik-baik, apa yang hendak kamu perbuat terhadap orang-orang ini! (36) Sebab dahulu telah muncul si Teudas, yang mengaku dirinya seorang istimewa dan ia mempunyai kira-kira empat ratus orang pengikut; tetapi ia dibunuh dan cerai-berailah seluruh pengikutnya dan lenyap. (37) Sesudah dia, pada waktu pendaftaran penduduk, muncullah si Yudas, seorang Galilea. Ia menyeret banyak orang dalam pemberontakannya, tetapi ia juga tewas dan cerai-berailah seluruh pengikutnya. (38) Karena itu aku berkata kepadamu: Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, (39) tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah.’ Nasihat itu diterima. (40) Mereka memanggil rasul-rasul itu, lalu menyesah mereka dan melarang mereka mengajar dalam nama Yesus. Sesudah itu mereka dilepaskan”.

 

Paling-paling kita bisa memuji kebijaksanaan Gamaliel, yang dengan nasehatnya itu bisa meredam kemarahan dari Mahkamah Agama Yahudi, sehingga tidak membunuh Paulus. Tetapi kalau kita menilai kata-kata Gamaliel itu sendiri, kata-kata itu jelas salah. Mengapa? Karena kalau kata-kata itu kita turuti, itu berarti kita harus membiarkan kejahatan / kesalahan, dan ‘menyerahkannya’ ke tangan Tuhan saja.

 

Barnes’ Notes (tentang Kis 5:38): “It will be remembered that this is the mere advice of Gamaliel, who was not inspired, and that this opinion should not be adduced to guide us, except as it was an instance of great shrewdness and prudence. It is doubtless right to oppose error in the proper way and with the proper temper, not with arms, or vituperation, or with the civil power, but with argument and kind entreaty” (= Akan diingat bahwa ini adalah semata-mata nasehat dari Gamaliel, yang tidak diilhami, dan bahwa pandangan ini tidak boleh dikemukakan untuk membimbing kita, kecuali itu merupakan suatu contoh dari kelicinan dan kebijaksanaan yang besar. Tak diragukan bahwa adalah benar untuk menentang kesalahan dengan cara yang benar dan dengan watak / temperamen yang benar, bukan dengan kekuasaan, atau makian / kata-kata kasar, atau dengan kekuasaan sipil, tetapi dengan argumentasi dan doa yang baik).

 

Calvin (tentang Kis 5:34): if we consider all things well, this judgment and opinion is unmeet for a wise man. I know that many count it as an oracle, but it appeareth sufficiently hereby that they judge amiss, because by this means men should abstain from all punishments, neither were any wicked fact any longer to be corrected (= jika kita mempertimbangkan segala sesuatu dengan baik, penilaian dan pandangan ini tidak cocok bagi seorang yang bijaksana. Saya tahu bahwa banyak orang menganggapnya sebagai suatu sabda / firman, tetapi terlihat secara cukup dengan ini bahwa mereka salah menilai, karena dengan cara ini manusia akan menjauhkan diri dari semua hukuman, dan juga tidak ada fakta kejahatan apapun yang akan dibetulkan).

 

Calvin lalu menambahkan bahwa karena itu Tuhan memberikan pemerintah hak untuk menggunakan pedang, dan juga memberikan penatua-penatua untuk menertibkan orang-orang yang tegar tengkuk.

 

Juga kata-kata Gamaliel dalam Kis 5:38b - jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, menurut saya adalah salah. Ada banyak agama / sekte yang jelas salah / sesat dan tidak berasal dari Allah, tetapi bertahan ratusan / ribuan tahun sampai saat ini!

 

9)      Setelah menceritakan hal-hal yang bagus tentang Winston Churchill, Edwin Louis Cole lalu berkata:

“Ketiga ciri di atas sebenarnya diteladani dari Yesus Kristus” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 308).

 

Tanggapan saya:

Winston Churchill memang adalah negarawan yang sangat hebat, pejuang yang berani, pemimpin yang luar biasa. Tetapi semua ini hanya dalam hal sekuler. Boleh dikatakan ia sama sekali tak pernah dibicarakan orang dalam urusan rohani. Saya sama sekali tidak yakin bahwa tokoh ini adalah orang kristen yang sejati! Dan karena itu, adalah mustahil bahwa ia meneladani Kristus!

   

-bersambung-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali