Pemahaman Alkitab
(Rungkut
Megah Raya, Blok D 16)
Jumat,
tanggal 3 Desember 2010, pk 19.00
Pdt.
Budi Asali, M. Div.
(7064-1331
/ 6050-1331)
Pria sejati / maximal (9)
C)
Hal-hal yang salah dalam hal-hal praktis, moral, etika.
1)
Ajaran yang berbau Theologia Kemakmuran / Sukses.
“Yesus mengatakan, ‘Akulah jalan
dan kebenaran dan hidup’ (Yohanes 14:6). Kebenaran merupakan titik tumpu bagi
jalan dan juga kehidupan. ‘Jalan’ adalah arah kita dalam kehidupan ini,
‘kebenaran’ adalah dasar moral dan intelektual untuk kehidupan, sedangkan
‘kehidupan’ adalah buah hubungan kita dengan Yesus. Semakin
banyak kita mendasarkan kehidupan ini kepada kebenaran, akan semakin baik jalan
kita dan semakin luar biasa pula kehidupan kita”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 172).
“Selanjutnya hikmat Allah itu akan
menjadi kunci untuk meraih kemenangan dalam hampir setiap bidang kehidupan
ini” (‘Menjadi
Pria Sejati’, hal 240).
“Jadi, apakah tujuan
hidup kita adalah menjadi serupa dengan Kristus atau sukses mencari kekayaan
semata? Apabila kita menjadi serupa dengan Kristus maka kekayaan sejati akan
mengikuti kita. Sebaliknya apabila kita mencari kekayaan tanpa keserupaan
dengan Kristus hal itu adalah kekayaan yang palsu. Di dalam kekayaan belum tentu
ada keserupaan dengan Kristus, tetapi di dalam keserupaan dengan Kristus
pasti ada kekayaan sejati. Untuk menjadi sukses kita harus terus-menerus
berjalan di dalam keserupaan dengan Kristus” (Eddy Leo, ‘Seri Penuntun Saat Teduh Pria’, hal 7).
Tanggapan
saya:
Ketiga
kutipan di atas ini berbau ajaran Kharismatik / theologia kemakmuran / theologia
sukses. Kata-kata ‘dalam
hampir setiap bidang kehidupan ini’
(kutipan kedua) tidak mungkin diartikan sukses secara rohani saja, tetapi pasti
mencakup hal-hal sekuler / duniawi. Ini tidak cocok dengan Alkitab.
2)
Harus percaya diri (PD)?
“Mereka semua, gembala
dan jemaat, secara jasmani mulai menuai hasil kerja mereka, yaitu rasa
percaya diri dan harga diri. Kedua hal tersebut merupakan hasil yang
mereka peroleh setelah mereka melakukan rencana Allah dengan cara menjadi
kreatif”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 263).
Tanggapan
saya:
a)
Tentang percaya diri.
Alkitab
justru mengecam PD!
Yak 4:13-16
- “(13) Jadi sekarang, hai kamu yang
berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami
akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, (14) sedang kamu
tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama
seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya kamu harus
berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan
itu.’ (16) Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua
kemegahan yang demikian adalah salah”.
Yer 9:23-24
- “(23) Beginilah firman TUHAN:
‘Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang
kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena
kekayaannya, (24) tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang
berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan
kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai,
demikianlah firman TUHAN.’”.
Yer 17:5,7
- “(5) Beginilah firman TUHAN:
‘Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya
sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! ... (7) Diberkatilah orang
yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!”.
1Kor 1:31
- “Karena
itu seperti ada tertulis: ‘Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di
dalam Tuhan.’”.
b)
Tentang harga diri.
Saya
tidak terlalu mengerti apa yang ia maksudkan dengan ‘harga diri’ dan saya
juga tak mengerti mengapa hal yang satu ini ditonjolkan sebagai sesuatu yang
positif. Tetapi yang jelas Alkitab / Yesus menyuruh kita untuk menyangkal diri!
Mat 16:24
- “Lalu Yesus berkata kepada
murid-muridNya: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku”.
Memang
orang yang tidak punya harga diri, misalnya yang kerjanya hutang lalu tidak
membayar, atau makan dari keringat orang lain, atau mengemis dsb, adalah salah.
Tetapi punya harga diri yang terlalu tinggi, sehingga sedikit-sedikit gengsi,
itu jelas adalah kesombongan! Rendah hati, yang merupakan sikap yang benar /
saleh, terletak di antara kedua extrim ini, yaitu ‘tak punya harga diri’ dan
‘kesombongan’.
3)
Sikap tidak bertanggung jawab dari Edwin Louis Cole.
a)
Dalam memberikan persembahan.
“Sejak saat itu saya tidak pernah
mengkhawatirkan segala sumbangan yang saya berikan. Saya tidak mempersoalkan apa
yang dilakukan orang dengan pemberian saya. Kadang-kadang berdasarkan dorongan
yang paling lemah sekalipun saya bahkan memberi juga kepada orang-orang yang
saya rasa tidak akan memperlakukan pemberian saya secara benar. Tetapi,
bukankah mereka sendiri kelak yang harus bertanggung jawab kepada Allah atas
sikap mereka terhadap uang itu, dan bukan saya?”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 271).
Menurut
saya, kata-kata ini:
1. Bertentangan dengan Amsal 3:27-28 - “(27)
Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya,
padahal engkau mampu melakukannya. (28) Janganlah engkau berkata kepada
sesamamu: ‘Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,’ sedangkan yang
diminta ada padamu”.
2. Juga menunjukkan suatu sikap tidak bertanggung jawab, dan melemparkan
tanggung jawab kepada orang lain! Ini juga merupakan pemberian yang merusak
orang, dan karena itu bukan tindakan kasih!
Anehnya,
selanjutnya Edwin Louis Cole berkata:
“Penggelapan uang yang dilakukan
beberapa pegawai bank tidak membuat saya berhenti menabung di bank. Sebagian
uang pajak yang saya bayar mungkin menyelinap ke saku seseorang, namun demikian
saya tetap membayar pajak. Dan, meskipun ada hamba Tuhan yang menggunakan
pemberian umat Tuhan secara egois, untuk memuaskan hawa nafsu dan kepentingan
mereka sendiri, saya tetap tidak akan berhenti memberi untuk Tuhan. Tanggung
jawab saya kepada Allah tidak berdasarkan kepada hubungan orang lain dengan Dia.
Meskipun demikian, bukan berarti saya sengaja memberi dengan tidak
bertanggung jawab, tidak teratur, atau sembrono. Saya berusaha semaksimal
mungkin untuk selalu memberi dengan penuh tanggung jawab dan dengan murah hati
agar menyenangkan hati Allah”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 271).
Ini
kok bertentangan dengan kata-katanya di atas???
Juga
Edwin Louis Cole menyalahkan orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam
pemilu dengan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak bertanggung
jawab.
“Orang yang tidak memberi
persepuluhan sama dengan orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam
pemilihan umum. Keduanya sama-sama tidak bertanggung jawab” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 272).
Anehnya,
mengapa dalam memberikan persembahan kita tidak perlu memilih orang / gereja
yang benar yang memang berhak mendapatkan persembahan kita?
b)
Dalam mempersiapkan khotbah.
“Berkhotbah dan mengajar merupakan
kerja keras yang mulia. Ringkasan rencana khotbah sering harus saya persiapkan
di antara deretan kursi-kursi di dalam pesawat. Kebanyakan persiapan pelayanan
saya di ruangan yang sempit itu, yakni di atas meja sandaran kursi yang ada di
dalam pesawat terbang”
(‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 1).
“Mesin jet menderu di belakang badan
pesawat. Alkitab dan buku catatan saya terbuka di atas meja lipat yang ada di
hadapan saya. Tetapi, di dalam perenungan ini, saya seperti kehilangan kesadaran
akan keadaan di sekitar saya. Sesuatu sedang bergejolak di dalam roh saya. Saya
sadar, hadirat Allah hadir”
(‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 2).
Apakah
ini pelayanan yang bertanggung jawab? Tidak heran khotbahnya tak karuan,
persiapannya pasti tanpa buku tafsiran / theologia, mungkin karena ia
‘mendapat wahyu’!
c)
Dalam persoalan mengundurkan diri dari jabatan gembala sidang.
“Selama tiga bulan pertama tahun
1981, saya sibuk luar biasa. Saya melayani di dua jaringan televisi, menjadi
rektor sekolah Alkitab, menjadi pendeta senior di sebuah gereja, ditambah lagi
sebagai pemimpin pertemuan-pertemuan kaum pria. Semua ini sudah lebih dari cukup
bagi saya. ... George Otis mengatakan bahwa ia punya ‘pesan’ untuk kami, ...
Sekarang saya dipanggil untuk melayani seluruh dunia. ... Dalam dua puluh empat
jam, saya menulis surat-surat pengunduran diri dari posisi-posisi yang sedang
saya jabat, membebaskan diri saya dari komitmen-komitmen saya yang lain.
Sekarang waktunya untuk mengutamakan kaum pria”
(‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 173).
“Dalam waktu dua puluh empat jam
kemudian saya segera mengundurkan diri dari tugas penggembalaan di gereja dan
dari semua jabatan organisasi yang saya pegang. Empat puluh delapan jam
kemudian, di garasi rumah saya, saya memulai tugas pelayanan saya yang baru.
Mulai saat itu saya menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu yang khusus melayani kaum
pria” (‘Menjadi Pria
Sejati’, hal 135).
Apakah
ini pria yang bertanggung jawab? Meninggalkan pelayanan gembala sidang dalam 24
jam pasti mengacaukan gereja! Dan itu datang dari Tuhan?
Dalam
buku ‘Hikmat Bagi Pria’ dikatakan sebagai berikut: “Kedewasaan
seorang pria tidak diukur dari umur tetapi dari penerimaan akan tanggung jawab.
... Apabila pria tidak mau menerima dan melakukan tanggung jawab yang Tuhan
taruh dalam kehidupannya, dan jika pria tidak mau bertanggung jawab sebagai
kepala di dalam keluarganya, maka keluarganya akan mengalami kehancuran”
(‘Hikmat Bagi Pria’, hal 67,68).
Kalau
begitu menurut buku ini, big boss-nya sendiri orang yang tidak dewasa, karena
bukan hanya tidak tanggung jawab, tetapi juga melemparkan tanggung jawab itu
kepada orang lain, sama seperti Adam dan Hawa.
4)
Dalam persoalan persembahan persepuluhan.
a)
Persembahan persepuluhan disamakan dengan buah sulung.
“Persepuluhan adalah ‘buah
sulung’ dari penghasilan atau kekayaan seseorang, ...”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 271).
Buah
sulung (first fruits) berbeda dengan persembahan persepuluhan!
International
Standard Bible Encyclopedia (Revised Edition) dengan topik ‘Tithe’:
“The relationship of the first fruits
to the tithe is unclear. A. S. Peake distinguished between them (HDB, IV, 780),
but Guthrie maintained that they had a common origin. The tithe is not mentioned
in the book of the covenant, though the two are mentioned together in Deut
26:1-15. Deut 18:4 complicates the issue by demanding that the first fruits be
given to the priests; no such command is asserted about the tithe (McConville,
pp. 68-123)” [= Hubungan
buah sulung dengan persembahan persepuluhan tidak jelas. A. S. Peake membedakan
mereka (HDB, IV, 780), tetapi Guthrie mempertahankan / menyatakan bahwa mereka
mempunyai asal usul yang sama. Persembahan persepuluhan tidak disebutkan dalam
kitab perjanjian, sekalipun keduanya disebutkan bersama-sama dalam Ul 26:1-15.
Ul 18:4 memperumit persoalan dengan menuntut bahwa buah sulung diberikan kepada
imam-imam; tak ada perintah seperti itu ditegaskan tentang persembahan
persepuluhan (McConville, hal 68-123)].
Ul
26:1-15 - “(1)
‘Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu
menjadi milik pusakamu, dan engkau telah mendudukinya dan diam di sana, (2) maka
haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan
dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan haruslah engkau
menaruhnya dalam bakul, kemudian pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN,
Allahmu, untuk membuat namaNya diam di sana. (3) Dan sesampainya kepada imam
yang ada pada waktu itu, haruslah engkau berkata kepadanya: Aku
memberitahukan pada hari ini kepada TUHAN, Allahmu, bahwa aku telah masuk ke
negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyang kita untuk
memberikannya kepada kita. (4) Maka imam harus menerima bakul itu dari
tanganmu dan meletakkannya di depan mezbah TUHAN, Allahmu. (5) Kemudian
engkau harus menyatakan di hadapan TUHAN, Allahmu, demikian: Bapaku dahulu
seorang Aram, seorang pengembara. Ia pergi ke Mesir dengan sedikit orang saja
dan tinggal di sana sebagai orang asing, tetapi di sana ia menjadi suatu bangsa
yang besar, kuat dan banyak jumlahnya. (6) Ketika orang Mesir menganiaya dan
menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan yang berat, (7) maka kami
berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu TUHAN mendengar suara kami
dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami dan penindasan terhadap kami. (8)
Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan
yang teracung, dengan kedahsyatan yang besar dan dengan tanda-tanda serta
mujizat-mujizat. (9) Ia membawa kami ke tempat ini, dan memberikan kepada kami
negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. (10) Oleh sebab
itu, di sini aku membawa hasil pertama dari bumi yang telah Kauberikan
kepadaku, ya TUHAN. Kemudian engkau harus meletakkannya di hadapan TUHAN,
Allahmu; engkau harus sujud di hadapan TUHAN, Allahmu, (11) dan haruslah engkau,
orang Lewi dan orang asing yang ada di tengah-tengahmu bersukaria karena segala
yang baik yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu dan kepada seisi rumahmu.’
(12) ‘Apabila dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan
persepuluhan, engkau sudah selesai mengambil segala persembahan
persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah engkau memberikannya kepada
orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan
di dalam tempatmu dan menjadi kenyang. (13) Dan haruslah engkau berkata di
hadapan TUHAN, Allahmu: Telah kupindahkan persembahan
kudus itu dari rumahku, juga telah kuberikan kepada orang Lewi, dan kepada
orang asing, anak yatim dan kepada janda, tepat seperti perintah yang telah
Kauberikan kepadaku. Tidak kulangkahi atau kulupakan sesuatu dari perintahMu
itu. (14) Pada waktu aku berkabung sesuatu tidak kumakan dari persembahan
kudus itu, pada waktu aku najis sesuatu tidak kujauhkan dari padanya, juga
sesuatu tidak kupersembahkan dari padanya kepada orang mati, tetapi aku
mendengarkan suara TUHAN, Allahku, aku berbuat sesuai dengan segala yang
Kauperintahkan kepadaku. (15) Jenguklah dari tempat kediamanMu yang kudus, dari
dalam sorga, dan berkatilah umatMu Israel, dan tanah yang telah Kauberikan
kepada kami, seperti yang telah Kaujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang
kami - suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.’”.
Ul 18:3-4
- “(3) Inilah hak imam terhadap
kaum awam, terhadap mereka yang mempersembahkan korban sembelihan, baik lembu
maupun domba: kepada imam haruslah diberikan paha depan, kedua rahang dan perut
besar. (4) Hasil pertama dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, dan bulu
guntingan pertama dari dombamu haruslah kauberikan kepadanya”.
Saya
berpendapat bahwa buah sulung / pertama jelas berbeda dengan persembahan
persepuluhan.
b) Tidak memberi persembahan persepuluhan disamakan dengan
tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu.
“Orang yang tidak memberi
persepuluhan sama dengan orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam
pemilihan umum. Keduanya sama-sama tidak bertanggung jawab” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 272).
Menurut
saya, kedua hal ini tidak bisa disamakan. Tidak memberikan persembahan
persepuluhan jelas merupakan dosa yang dikecam di banyak tempat dalam Alkitab,
sedangkan tidak memberikan suara dalam pemilu sama sekali tidak pernah
dibicarakan!
5) Ajarannya
tentang stres.
Dari
buku ‘Menjadi Pria Sejati’:
“Stres merupakan hal yang
normal dan bahkan diperlukan dalam kehidupan ini”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 287).
Lalu
ia menceritakan tentang seseorang yang mengalami beberapa hal positif dari
stress, dan inilah beberapa hal itu.
a)
“Stres diperlukan untuk
terjadinya pertumbuhan rohani (Yakobus 1:2-4)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 287).
Yak
1:2-4 - “(2) Saudara-saudaraku,
anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai
pencobaan, (3) sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan
ketekunan. (4) Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya
kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun”.
Apakah
pencobaan sama dengan stres???
b)
“Stres membuahkan kasih
yang semakin besar dalam diri orang-orang yang setia (Roma 5:3-5)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 287).
Ro
5:3-5 - “(3) Dan bukan hanya itu
saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa
kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, (4) dan ketekunan menimbulkan tahan uji
dan tahan uji menimbulkan pengharapan. (5) Dan pengharapan tidak mengecewakan,
karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah
dikaruniakan kepada kita”.
Apa
urusan text ini dengan stres? Apakah kesengsaraan sama dengan stres?
c)
“Stres menghasilkan
kehidupan yang semakin kudus (1 Petrus 4:1)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).
1Pet
4:1 - “Jadi, karena Kristus
telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu
dengan pikiran yang demikian, - karena barangsiapa telah menderita penderitaan
badani, ia telah berhenti berbuat dosa -,”.
Stres
tidak = penderitaan badani!
d)
“Ujian mempersiapkan Anda
untuk menghadapi pekerjaan yang lebih besar (Wahyu 3:12)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).
Wah
3:12 - “Barangsiapa menang, ia
akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci AllahKu, dan ia tidak akan keluar
lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama AllahKu, nama kota AllahKu,
yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari AllahKu, dan namaKu yang
baru”.
Ayat
ini tentang sorga, dan tak ada urusannya dengan stres. Tetapi Edwin Louis Cole
menghapuskan kata ‘stres’ dalam kalimat ini, padahal di awal ia membicarakan
‘aspek
positif dari stres’ (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 287).
e)
“Stres memperbesar
kebutuhan akan doa (Filipi 4:6)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).
Fil 4:6
- “Janganlah hendaknya kamu
kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu
kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”.
Ini
juga tak bicara tentang stres.
f)
“Stres timbul pada saat
kita melawan iblis (1 Petrus 5:9)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).
1Pet
5:9 - “Lawanlah dia dengan iman
yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung
penderitaan yang sama”.
Apa
urusan ayat ini dengan stres? Dan apa aspek positif dari stres dari kalimat ini?
g)
“Ujian harus dijalani
untuk seperti memperoleh kemenangan (Yakobus 1:12; Roma 8:35-37)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).
Yak
1:12 - “Berbahagialah orang yang
bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima
mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia”.
Ro
8:35-37 - “(35) Siapakah yang akan
memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan,
atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? (36) Seperti ada
tertulis: ‘Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami
telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.’ (37) Tetapi dalam semuanya itu
kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi
kita”.
Lagi-lagi
ia tidak bicara tentang stres tetapi tentang ujian / pencobaan. Ini 2 hal yang
berbeda.
h)
“Stres mendorong kita
mencari Allah, dan dengan cara itu kita akan memuliakan Dia (1 Petrus
4:12-13)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 288).
1Pet
4:12-13 - “(12) Saudara-saudara
yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu
sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. (13)
Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam
penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada
waktu Ia menyatakan kemuliaanNya”.
Apa
urusannya text ini dengan apa yang ia katakan?
6)
Penekanan keluarga (istri dan anak-anak) yang kelewat batas.
“Perkara terbesar yang bisa
dilakukan oleh seorang ayah bagi anak-anaknya adalah dengan mengasihi ibu
mereka”
(‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 113).
“Hal yang terbesar
yang bisa dilakukan seorang ayah bagi
anak-anaknya adalah mencintai ibu mereka”
(‘Hikmat Bagi Pria’, hal 21).
“Istri dan keluarga harus lebih
didahulukan daripada bisnis, pelayanan, atau karier. Sedangkan Allah harus
didahulukan daripada istri dan keluarga”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 184).
Tanggapan
saya:
Menurut
saya ini merupakan suatu peng-extrim-an kasih kepada istri / keluarga! Hal yang
terbesar bukan mengasihi Tuhan, bukan memberitakan Injil kepada anak-anak itu,
tetapi mengasihi ibu mereka???
Memang
Allah dan pelayanan tidak bisa diidentikkan, tetapi kalau pelayanan itu memang
diperintahkan oleh Allah, maka pelayanan itu harus diutamakan dari keluarga!
Kej 12:1
- “Berfirmanlah
TUHAN kepada Abram: ‘Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari
rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu”.
Kej 22:1-12
- “(1) Setelah semuanya itu Allah
mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: ‘Abraham,’ lalu sahutnya: ‘Ya,
Tuhan.’ (2) FirmanNya: ‘Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau
kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana
sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.’
(3) Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya
dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu
untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang
dikatakan Allah kepadanya. (4) Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan
pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh. (5) Kata Abraham kepada
kedua bujangnya itu: ‘Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta
anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali
kepadamu.’ (6) Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan
memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan
pisau. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama. (7) Lalu berkatalah Ishak
kepada Abraham, ayahnya: ‘Bapa.’ Sahut Abraham: ‘Ya, anakku.’
Bertanyalah ia: ‘Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba
untuk korban bakaran itu?’ (8) Sahut Abraham: ‘Allah yang akan menyediakan
anak domba untuk korban bakaran bagiNya, anakku.’ Demikianlah keduanya
berjalan bersama-sama. (9) Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah
kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya
Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api. (10)
Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk
menyembelih anaknya. (11) Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit
kepadanya: ‘Abraham, Abraham.’ Sahutnya: ‘Ya, Tuhan.’ (12) Lalu Ia
berfirman: ‘Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah
Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan
untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepadaKu.’”.
Mat
22:37-39 - “(37)
Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
Mat 10:34-37
- “(34) ‘Jangan kamu menyangka, bahwa
Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa
damai, melainkan pedang. (35) Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari
ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, (36)
dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. (37) Barangsiapa mengasihi
bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa
mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak
bagiKu”.
Luk 14:26
- “‘Jikalau seorang datang kepadaKu
dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya,
saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak
dapat menjadi muridKu”.
Mark
10:28-30 - “(28)
Berkatalah Petrus kepada Yesus: ‘Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu
dan mengikut Engkau!’ (29) Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya,
saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya,
anak-anaknya atau ladangnya, (30) orang itu sekarang pada masa ini juga akan
menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara
perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan
pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal”.
Luk 18:28-30
- “(28) Petrus berkata: ‘Kami ini
telah meninggalkan segala kepunyaan kami dan mengikut Engkau.’ (29) Kata Yesus
kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena
Kerajaan Allah meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya,
orang tuanya atau anak-anaknya, (30) akan menerima kembali lipat ganda pada masa
ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang
kekal.’”.
Jamieson,
Fausset & Brown (tentang Luk 18:29):
“Observe
how our Lord identifies the interests of the kingdom of God with the Gospel’s
and with His own - saying alternatively, ‘For the kingdom of God’s sake,’
and ‘for My sake and the Gospel’s.’” (= Perhatikan
bagaimana Tuhan kita mengidentikkan kepentingan dari kerajaan Allah dengan
kepentingan dari Injil dan dengan diriNya sendiri - dengan mengatakan secara
bergantian, ‘Karena Kerajaan Allah’, dan ‘karena Aku dan karena Injil’).
D)
Pernyataan-pernyataan yang ngawur / tanpa dipikir / konyol.
1) “Kedewasaan
seorang pria tidak diukur dari umur tetapi dari penerimaan akan tanggung jawab.
... Apabila pria tidak mau menerima dan melakukan tanggung jawab yang Tuhan
taruh dalam kehidupannya, dan jika pria tidak mau bertanggung jawab sebagai
kepala di dalam keluarganya, maka keluarganya akan mengalami kehancuran”
(‘Hikmat Bagi Pria’, hal 67,68).
“Itulah Yesus sang pria sejati”
(‘Hikmat Bagi Pria’, hal 70).
Tanggapan
saya:
Yesus
tidak menikah. Lalu tanggung jawab sebagai kepala keluarga dimana?
2)
Mirip dengan no 1) tadi, Edwin Louis Cole berkata:
“Kristus tidak
hanya memiliki ketiga ciri yang dinamis ini, namun juga keenam syarat yang
ditetapkan Allah bagi pemimpin sejati. Dalam suratnya kepada Timotius, Paulus
berdasarkan ilham Roh Kudus memberikan persyaratan bagi penilik jemaat yang
sesungguhnya berlaku juga bagi setiap pemimpin di muka bumi ini. Dalam
persyaratan itu disebutkan bahwa seorang pemimpin harus tidak bercacat (tidak
tercela), suami dari satu istri, dapat menahan diri, ....”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 309).
Tanggapan
saya:
Bagaimana
Yesus bisa memiliki syarat ‘suami dari satu istri’???
3) “Satu-satunya
yang tidak pernah berubah di dalam kehidupan adalah perubahan itu sendiri”
(‘Hikmat Bagi Pria’, hal 80).
Tanggapan
saya:
Hanya
Allah yang tidak berubah! ‘Perubahan’ bisa berubah, yaitu menjadi makin
cepat atau makin lambat, menjadi makin baik atau makin buruk!
4)
“Yesus adalah kebenaran! Karena itu, Yesus adalah juga
kesejatian!”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 27).
Tanggapan
saya:
Apa
maksudnya??
5) “Tuhan
Yesus adalah imam besar (Mediator kita) atas perkataan-perkataan kita”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 42).
Tanggapan
saya:
Ini
omongan apa? Tuhan Yesus adalah mediator antara kita dengan Allah (1Tim 2:5),
bukan mediator atas perkataan-perkataan kita! Mediator / pengantara, harus ada
di antara dua pihak! Mana pihak ke 2? Antara perkataan-perkataan kita dengan apa
/ siapa?
6) “Sebelum
manusia sepakat dengan penilaian Allah atas kesalahan mereka dan dengan persediaanNya bagi kepentingan kekal mereka, maka manusia akan berada
di luar wewenang dan kemampuan Allah”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 78).
Tanggapan
saya:
Lucu
sekali!!!! Bagaimana dengan Yunus??? Pada waktu ia menolak perintah Allah, dan
pergi ke tempat yang lain, apakah ia berada di luar wewenang Allah?
Bdk.
Maz 139:5-12 - “(5) Dari belakang dan dari depan
Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tanganMu ke atasku. (6) Terlalu ajaib
bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya. (7) Ke
mana aku dapat pergi menjauhi rohMu, ke mana aku dapat lari dari hadapanMu? (8)
Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di
dunia orang mati, di situpun Engkau. (9) Jika aku terbang dengan sayap fajar,
dan membuat kediaman di ujung laut, (10) juga di sana tanganMu akan menuntun
aku, dan tangan kananMu memegang aku. (11) Jika aku berkata: ‘Biarlah
kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam,’ (12)
maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagiMu, dan malam menjadi terang seperti
siang; kegelapan sama seperti terang”.
7) “Anugerah
keselamatan dari Allah telah memungkinkan Roh Allah bersaksi kepada roh manusia,
sehingga kita dapat mengatakan, ‘Ya Abba, ya Bapa’. ... Roh kita
selanjutnya juga akan bersaksi kepada Allah dan kepada orang lain”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 137).
Tanggapan
saya:
Kata-kata
pada bagian awal dari kutipan di atas berasal dari Ro 8:15-16 - “(15)
Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi,
tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu
kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’ (16) Roh itu bersaksi bersama-sama dengan
roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah”.
Calvin
menafsirkan bahwa arti dari ay 16nya adalah bahwa Roh Kudus itu meyakinkan kita
bahwa kita adalah anak-anak Allah.
Tetapi
kata-kata Cole pada bagian akhir dari kutipan di atas itu didapatkan dari mana,
dan artinya apa? Bagaimana roh kita bersaksi kepada Allah? Ini merupakan suatu
ajaran asing / liar!
8)
“nasihat Gamaliel yang berasal
dari Allah ...”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 137).
Tanggapan
saya:
Kis
5:26-40 - “(26)
Maka pergilah kepala pengawal serta orang-orangnya ke Bait Allah, lalu mengambil
kedua rasul itu, tetapi tidak dengan kekerasan, karena mereka takut, kalau-kalau
orang banyak melempari mereka. (27) Mereka membawa keduanya dan menghadapkan
mereka kepada Mahkamah Agama. Imam Besar mulai menanyai mereka, (28) katanya:
‘Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam Nama itu. Namun ternyata, kamu
telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu dan kamu hendak menanggungkan darah
Orang itu kepada kami.’ (29) Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab,
katanya: ‘Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. (30)
Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada
kayu salib dan kamu bunuh. (31) Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri
dengan tangan kananNya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat
bertobat dan menerima pengampunan dosa. (32) Dan kami adalah saksi dari segala
sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang
mentaati Dia.’ (33) Mendengar perkataan itu sangatlah tertusuk hati mereka dan
mereka bermaksud membunuh rasul-rasul itu. (34)
Tetapi seorang Farisi dalam Mahkamah Agama itu, yang bernama Gamaliel, seorang
ahli Taurat yang sangat dihormati seluruh orang banyak, bangkit dan meminta,
supaya orang-orang itu disuruh keluar sebentar. (35) Sesudah itu ia berkata
kepada sidang: ‘Hai orang-orang Israel, pertimbangkanlah baik-baik, apa yang
hendak kamu perbuat terhadap orang-orang ini! (36) Sebab dahulu telah muncul si
Teudas, yang mengaku dirinya seorang istimewa dan ia mempunyai kira-kira empat
ratus orang pengikut; tetapi ia dibunuh dan cerai-berailah seluruh pengikutnya
dan lenyap. (37) Sesudah dia, pada waktu pendaftaran penduduk, muncullah si
Yudas, seorang Galilea. Ia menyeret banyak orang dalam pemberontakannya, tetapi
ia juga tewas dan cerai-berailah seluruh pengikutnya. (38) Karena itu aku
berkata kepadamu: Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah
mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan
lenyap, (39) tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan
orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah.’
Nasihat itu diterima. (40) Mereka memanggil rasul-rasul itu, lalu menyesah
mereka dan melarang mereka mengajar dalam nama Yesus. Sesudah itu mereka
dilepaskan”.
Paling-paling
kita bisa memuji kebijaksanaan Gamaliel, yang dengan nasehatnya itu bisa meredam
kemarahan dari Mahkamah Agama Yahudi, sehingga tidak membunuh Paulus. Tetapi
kalau kita menilai kata-kata Gamaliel itu sendiri, kata-kata itu jelas salah.
Mengapa? Karena kalau kata-kata itu kita turuti, itu berarti kita harus
membiarkan kejahatan / kesalahan, dan ‘menyerahkannya’ ke tangan Tuhan saja.
Barnes’
Notes (tentang Kis 5:38):
“It
will be remembered that this is the mere advice of Gamaliel, who was not
inspired, and that this opinion should not be adduced to guide us, except as it
was an instance of great shrewdness and prudence. It is doubtless right to
oppose error in the proper way and with the proper temper, not with arms, or
vituperation, or with the civil power, but with argument and kind entreaty”
(= Akan diingat bahwa ini adalah semata-mata nasehat
dari Gamaliel, yang tidak diilhami, dan bahwa pandangan ini tidak boleh
dikemukakan untuk membimbing kita, kecuali itu merupakan suatu contoh dari
kelicinan dan kebijaksanaan yang besar. Tak diragukan bahwa adalah benar untuk
menentang kesalahan dengan cara yang benar dan dengan watak / temperamen yang
benar, bukan dengan kekuasaan, atau makian / kata-kata kasar, atau dengan
kekuasaan sipil, tetapi dengan argumentasi dan doa yang baik).
Calvin
(tentang Kis 5:34): “if
we consider all things well, this judgment and opinion is unmeet for a wise man.
I know that many count it as an oracle, but it appeareth sufficiently hereby
that they judge amiss, because by this means men should abstain from all
punishments, neither were any wicked fact any longer to be corrected”
(= jika kita mempertimbangkan segala sesuatu dengan
baik, penilaian dan pandangan ini tidak cocok bagi seorang yang bijaksana. Saya
tahu bahwa banyak orang menganggapnya sebagai suatu sabda / firman, tetapi
terlihat secara cukup dengan ini bahwa mereka salah menilai, karena dengan cara
ini manusia akan menjauhkan diri dari semua hukuman, dan juga tidak ada fakta
kejahatan apapun yang akan dibetulkan).
Calvin
lalu menambahkan bahwa karena itu Tuhan memberikan pemerintah hak untuk
menggunakan pedang, dan juga memberikan penatua-penatua untuk menertibkan
orang-orang yang tegar tengkuk.
Juga
kata-kata Gamaliel dalam Kis 5:38b - “jika
maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap”,
menurut saya adalah salah. Ada banyak agama / sekte yang jelas salah / sesat dan
tidak berasal dari Allah, tetapi bertahan ratusan / ribuan tahun sampai saat
ini!
9) Setelah menceritakan hal-hal yang bagus
tentang Winston Churchill, Edwin Louis Cole lalu berkata:
“Ketiga ciri di atas sebenarnya
diteladani dari Yesus Kristus”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 308).
Tanggapan
saya:
Winston
Churchill memang adalah negarawan yang sangat hebat, pejuang yang berani,
pemimpin yang luar biasa. Tetapi semua ini hanya dalam hal sekuler. Boleh
dikatakan ia sama sekali tak pernah dibicarakan orang dalam urusan rohani. Saya
sama sekali tidak yakin bahwa tokoh ini adalah orang kristen yang sejati! Dan
karena itu, adalah mustahil bahwa ia meneladani Kristus!
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali