Pemahaman
Alkitab
(Rungkut
Megah Raya, Blok D 16)
Jumat,
tanggal 12 Nopember 2010, pk 19.00
Pdt.
Budi Asali, M. Div.
(7064-1331
/ 6050-1331)
Pria sejati / maximal (7)
35) “Dia
mengakui bahwa Dia hanya melakukan apa yang dilihatNya dilakukan oleh Bapa,
dengan begitu Dia tidak merasa tertekan karena harus bertindak dengan
kekuatanNya sendiri. Dia ditopang oleh kekuatan sorgawi dalam segala hal yang
dilakukanNya (Yohanes 5:19-20)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 286).
“Dia mengatakan bahwa Dia hanya
melakukan hal-hal yang dilihatNya dilakukan oleh Bapa (Yohanes 5:19). Jadi, berdasarkan
prinsip itu kita juga harus melakukan hal-hal yang kita lihat telah dilaksanakan
oleh Kristus”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 71).
Tanggapan
saya:
a) Jadi Yesus cuma bisa meniru Bapa? Ini jelas merupakan
penafsiran sesat tentang Yoh 5:19.
Yoh 5:19
- “Maka Yesus menjawab mereka, kataNya:
‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu
dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia
melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang
dikerjakan Anak”.
Untuk
menunjukkan hal itu saya akan membahas ayat ini potong per potong.
1. ‘Anak
tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri’
(ay 19b bdk. ay 30a: ‘Aku
tidak dapat berbuat apa-apa dari diriKu sendiri’).
Ayat
ini dipakai oleh Arius / Arianisme (dan juga menjadi ayat dasar dari ajaran
Saksi Yehuwa / Unitarianisme) untuk mengatakan bahwa Yesus lebih rendah dari
Bapa, karena Ia tidak bisa melakukan apapun dari diriNya sendiri.
Tetapi
sebetulnya ayat ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan Yesus! Dalam
kontex dimana Yesus menunjukkan diriNya sebagai Anak Allah, dan menyetarakan
diriNya dengan Allah (ay 17-18), tidak mungkin tahu-tahu Ia justru
menunjukkan ketidak-mampuanNya.
Yoh 5:17-18
- “(17) Tetapi Ia berkata kepada
mereka: ‘BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.’ (18)
Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja
karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah
adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”.
Kata-kata
‘menyamakan
diriNya’ seharusnya
adalah ‘membuat
diriNya setara’.
Kalau
demikian, apa arti / maksud kata-kata Yesus dalam Yoh 5:19? Kata-kata
Yesus ini bertujuan untuk menekankan kesatuan yang tidak terpisahkan antara
Yesus dengan Bapa, yang menyebabkan Yesus tidak bisa melakukan apapun terpisah
dari Bapa. Dan jelas bahwa, kebalikannya juga berlaku, yaitu, Bapapun tidak
bisa melakukan apapun terpisah dari Yesus!
Jadi,
Yesus dan Bapa tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Sebaliknya, pekerjaan Yesus
adalah pekerjaan Bapa, dan pekerjaan Bapa adalah pekerjaan Yesus.
Dengan
demikian, kata-kata Yesus ini menjawab serangan mereka bahwa Yesus melanggar
Sabat dan menghujat Allah (ay 18). Kalau Yesus bisa melanggar Sabat dan
menghujat Allah, maka itu berarti Ia bisa melakukan sesuatu terpisah dari Bapa.
Tetapi Yesus tidak bisa melakukan sesuatu terpisah dari Bapa, dan karena itu
jelas bahwa Ia tidak bisa melanggar Sabat maupun menghujat Allah.
2. ‘Jikalau
Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga
yang dikerjakan Anak’
(ay 19c).
Bagian
ini tidak berarti seakan-akan Yesus itu cuma bisa meniru BapaNya! Tetapi
kelihatannya arti itu yang diambil oleh Edwin Louis Cole.
Kalau
Yoh 5:19 itu diartikan bahwa Yesus cuma bisa meniru apa yang Bapa lakukan,
bagaimana mungkin Yesus mencipta alam semesta? Kapan Yesus pernah melihat Bapa
melakukan hal itu, lalu menirunya? Lalu pada waktu Yesus berinkarnasi, lalu
menderita dan mati untuk menebus dosa kita, kapan Dia melihat Bapa melakukan hal
itu, lalu menirunya? Bapa bahkan tidak bisa mati, karena berbeda dengan Yesus /
Anak, Bapa tidak pernah berinkarnasi menjadi manusia.
Tentang
bagian ini, Leon Morris (NICNT) mengutip kata-kata seorang yang bernama
Westcott, yang memberikan komentar yang indah sebagai berikut:
“The
things that the Father does that the Son does, too, not in imitation, but
in virtue of His sameness of nature”
(= Hal-hal yang dilakukan oleh Bapa juga dilakukan oleh
Anak, bukan dalam peniruan, tetapi berdasarkan kesamaan hakekatNya)
- hal 313.
W.
G. T. Shedd: “In these passages the doctrine is
taught that while each person is so distinct from the others that he can speak
of himself as doing acts that are peculiar to himself and not to the others, yet
the distinctness is not so great as to make him another Being who does the acts a]f’
e]autou
(= of himself)
exclusively and apart from the others”
[= Dalam text-text ini doktrin diajarkan bahwa
sementara setiap pribadi berbeda (distinct) dari pribadi-pribadi yang
lain sehingga Ia bisa berbicara tentang diriNya sendiri sebagai melakukan
tindakan-tindakan yang khas bagi diriNya sendiri dan tidak bagi pribadi-pribadi
yang lain, tetapi perbedaan (distinctness) itu tidaklah begitu besar
sehingga membuatNya seorang Makhluk lain yang melakukan tindakan-tindakan itu a]f’ e]autou (= dari diriNya sendiri)
secara exklusif dan terpisah dari pribadi-pribadi yang lain]
- ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol III, hal
133.
b) Edwin Louis Cole mengatakan ‘berdasarkan
prinsip itu kita juga harus melakukan hal-hal yang kita lihat telah dilaksanakan
oleh Kristus’.
1.
Prinsipnya sudah salah, maka jelas pada waktu diterapkan, juga jadi
salah.
2. Seandainya Yesus memang meniru Bapa, apa alasannya sehingga hal itu
harus berlaku untuk kita, dan kita lalu harus meniru Yesus? Sekalipun Yesus
dikatakan merupakan teladan kita (Yoh 13:14-15), tetapi itu tidak berarti bahwa
apapun yang Yesus lakukan atau tidak lakukan, harus kita teladani. Ada yang
tidak perlu, ada yang tidak bisa, dan ada yang bahkan tidak boleh, kita
teladani!
Misalnya:
a.
Yesus disunat.
b.
Yesus berpuasa 40 hari 40 malam; Yesus tidak menikah.
c.
Yesus melakukan mujijat, membangkitkan orang mati dan sebagainya.
d.
Yesus mati disalib menebus dosa kita.
Kalau
mau mendapatkan ajaran / penafsiran yang benar, maka kita harus membandingkan
apa yang Yesus lakukan atau tidak lakukan dengan seluruh Alkitab, untuk
menentukan hal-hal mana yang harus kita teladani, dan hal-hal mana yang tidak
perlu / tidak boleh kita teladani.
c)
Sekarang mari kita perhatikan kutipan pertama di atas, yang untuk
jelasnya, saya kutip ulang di sini.
“Dia mengakui bahwa Dia
hanya melakukan apa yang dilihatNya dilakukan oleh Bapa, dengan begitu Dia
tidak merasa tertekan karena harus bertindak dengan kekuatanNya sendiri. Dia
ditopang oleh kekuatan sorgawi dalam segala hal yang dilakukanNya (Yohanes
5:19-20)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 286).
Ada
2 hal yang perlu diperhatikan:
1.
Apa hubungannya ‘peniruan’ dengan ‘kekuatan untuk melakukan
peniruan’ tersebut?
Boleh
dikatakan bahwa Edwin Louis Cole berkata: Karena Yesus hanya meniru Bapa, maka
Ia tak harus merasa tertekan karena harus bertindak dengan kekuatanNya sendiri.
Ia ditopang oleh kekuatan surgawi. Apa urusannya ‘meniru’ dengan ‘kekuatan
untuk melakukan’? Kelihatannya orang ini memang tidak punya logika!
2.
Yesus tertekan kalau harus bertindak dengan kekuatanNya sendiri? Kalau
demikian Ia pasti bukan Allah! Kalau Dia adalah Allah, Ia pasti maha kuasa. Lalu
bagaimana mungkin Ia tertekan karena harus bertindak dengan kekuatanNya sendiri?
36) Setelah mengutip Mat 7:29 - “sebab
Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat
mereka”, Edwin Louis
Cole lalu berkata: “Kuasa
ini muncul dari pengenalanNya akan diriNya sendiri, tujuanNya dalam hidup ini
dan dari identitas diri yang diterimaNya secara sempurna”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 286-287).
Tanggapan
saya:
Apa
dasarnya untuk mengatakan bahwa adanya kuasa dalam ajaran Yesus terjadi karena
pengenalanNya akan diriNya sendiri, dan dari identitas diri yang diterimaNya
dengan sempurna?? Lagi-lagi ajaran tanpa dasar Alkitab secuilpun!
37) “Elia
seharusnya belajar dari seorang nabi lain yang hidup berabad-abad kemudian. Nabi
ini mengajarkan bahwa Allah tidak akan menyangkal umat-Nya dalam kelemahan
mereka. ‘Tetapi sekalipun pada waktu kita ini demikian lemah sehingga tidak
beriman, Ia tetap setia dan menolong kita,
karena Ia tidak dapat menyangkal kita yang merupakan bagian dari diri-Nya
sendiri dan janji-janji-Nya kepada kita akan selalu dilaksanakan-Nya’ (2
Timotius 2:13, Alkitab versi Firman Allah yang Hidup)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 289).
Tanggapan
saya:
a)
Yang menuliskan 2Tim 2:13 adalah Paulus. Ia adalah rasul, bukan nabi.
b) 2Tim 2:13 - “jika
kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal
diriNya.’”.
Edwin
Louis Cole mengambil terjemahan dari FAYH / LB yang justru kacau. Alkitab bahasa
Inggris pada umumnya menggunakan kata ‘faithless’, yang menurut saya
di sini harus diartikan ‘tidak setia’, bukan ‘tidak beriman’, karena
dikontraskan dengan sikap Allah yang ‘setia / faithful’. Dan bagian
belakang dari ayat ini dalam FAYH / LB (bagian yang saya beri garis bawah ganda
dalam kutipan di atas), betul-betul kacau.
c) Kalau Allah setia kepada orang-orang yang tidak beriman,
maka bagaimana mungkin orang yang tidak beriman bisa dimasukkan neraka?
38) “Abraham
mengambil keputusan yang salah dan seluruh dunia harus menanggung akibatnya.
Ketika pada usia delapan puluh tahun ia masih juga belum dikaruniai anak,
akhirnya ia menyetujui usul Sarah untuk mendapatkan anak dari budak
perempuannya, Hagar. Ia lalu menghamili Hagar, dan lahirlah Ismael. Ketika
menyadari kesalahannya Abraham lalu memutuskan untuk melangkah secara benar
dengan percaya bahwa Allah akan membuat Sarah mengandung seorang anak. Allah
yang setia itu kemudian memberi mereka Ishak, si anak perjanjian (Kej 15:18).
Namun, penyelewengan iman Abraham yang dilakukannya dengan cara mengambil
keputusan menurut daging dan bukan menurut roh telah menimbulkan permusuhan yang
berlarut-larut hingga sekarang, antara keturunan Sarah dengan keturunan Hagar -
bangsa Yahudi dengan bangsa Arab (Kej 16:11-12)” (‘Menjadi
Pria Sejati’, hal 303).
Tanggapan
saya:
a) Edwin Louis Cole lagi-lagi sangat ceroboh dan tidak
akurat dalam data-data Alkitab. Ia mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada
saat Abraham berusia 80 tahun. Padahal Alkitab mengatakan bahwa Abraham mendapat
anak Ismael dari Hagar pada usia 86 tahun.
Kej
16:16 - “Abram
berumur delapan puluh enam tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael
baginya”.
Jadi,
waktu ia memperistri (menjadikan gundik) Hagar, usianya sekitar 85 tahun.
Juga
kalau dilihat dari ayat-ayat di bawah ini, jelas saat itu usia Abraham 85 tahun.
Kej 12:4
- “Lalu
pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lotpun ikut
bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia
berangkat dari Haran”.
Kej
16:3 - “Jadi
Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, -
yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan -, lalu memberikannya
kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya”.
Kelihatannya
ini hanya hal kecil, tetapi ini menunjukkan betapa cerobohnya Edwin Louis Cole
dalam menggunakan Alkitab. Kalau dalam hal seperti itu, yang jelas-jelas ada
dalam Alkitab, ia sudah salah, apalagi dalam penafsiran ayat-ayat!
b) Kata-kata “Ketika
menyadari kesalahannya Abraham lalu memutuskan untuk melangkah secara benar
dengan percaya bahwa Allah akan membuat Sarah mengandung seorang anak”
itu muncul dari Alkitab sebelah mana?
c) Edwin Louis Cole mengajar bahwa dosa Abraham juga
mempunyai akibat yang harus ditanggung oleh seluruh dunia. Apa dasar
Alkitabnya? Alkitab mengatakan hanya dosa Adam, yang adalah manusia pertama,
yang mempunyai akibat untuk seluruh dunia, dan itupun hanya dosa pertama Adam,
bukan dosa-dosanya yang lain setelah itu.
Ro
5:12-19 - “(12)
Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan
oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang,
karena semua orang telah berbuat dosa. (13) Sebab sebelum hukum Taurat ada,
telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada
hukum Taurat. (14) Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam
sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara
yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia
yang akan datang. (15) Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran
Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh
di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan
karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus
Kristus. (16) Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman
atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi
penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran.
(17) Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang
itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih
karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang
itu, yaitu Yesus Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran
semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran
semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh
ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian
pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
1Kor 15:21-22
- “(21) Sebab sama seperti maut
datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati
datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati
dalam persekutuan dengan Adam,
demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan
dengan Kristus”.
Disamping
itu dosa Adam dan akibatnya dikontraskan oleh Alkitab dengan perbuatan kebenaran
Yesus dan akibatnya, yang menetralisirnya. Kalau dosa Abraham juga punya akibat
universal, lalu apa kontrasnya dan apa yang menetralisirnya?
d) Kalau di bagian atas kutipan di atas Edwin Louis Cole
mengatakan bahwa dosa Abraham mempunyai akibat yang ditanggung oleh seluruh
dunia, adalah aneh, bahwa dalam memberi contoh di bawah ia hanya memberikan
contoh permusuhan antara bangsa Yahudi dan bangsa Arab. Ini bukan sesuatu yang
bersifat universal, tetapi lokal!
39) “Dalam
kedamaian ada perhentian yang berasal dari Allah (Ibrani 4:9). Perhentian ini
akan mengalahkan kekhawatiran yang ada”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 304).
Ibr
4:9 - “Jadi
masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah”.
Tanggapan
saya:
Edwin
Louis Cole menerapkan ayat ini untuk damai yang kita alami / dapatkan di
dunia ini, padahal ayat ini bicara tentang perhentian di surga!
Ibr
4:1-11 - “(1)
Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang
dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentianNya
masih berlaku. (2) Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama
seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka,
karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya.
(3) Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang
Ia katakan: ‘Sehingga Aku bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke
tempat perhentianKu,’ sekalipun pekerjaanNya sudah selesai sejak dunia
dijadikan. (4) Sebab tentang hari ketujuh pernah dikatakan di dalam suatu nas:
‘Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaanNya.’ (5)
Dan dalam nas itu kita baca: ‘Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu.’
(6) Jadi sudah jelas, bahwa ada sejumlah orang akan masuk ke tempat
perhentian itu, sedangkan mereka yang kepadanya lebih dahulu diberitakan
kabar kesukaan itu, tidak masuk karena ketidaktaatan mereka. (7) Sebab itu Ia
menetapkan pula suatu hari, yaitu ‘hari ini’, ketika Ia setelah sekian lama
berfirman dengan perantaraan Daud seperti dikatakan di atas: ‘Pada hari ini,
jika kamu mendengar suaraNya, janganlah keraskan hatimu!’ (8) Sebab, andaikata
Yosua telah membawa mereka masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak
akan berkata-kata kemudian tentang suatu hari lain. (9) Jadi masih tersedia
suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah. (10) Sebab
barangsiapa telah masuk ke tempat perhentianNya, ia sendiri telah
berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari
pekerjaanNya. (11) Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian
itu, supaya jangan seorangpun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu
juga”.
Dalam
text ini terlihat bahwa baik hari ke 7 (Sabat), yang disebut hari perhentian,
maupun Kanaan (yang disebut tempat perhentian), merupakan type dari surga /
istirahat di surga (bdk. Wah 14:13). Tetapi Edwin Louis Cole menerapkan Ibr 4:9
untuk kehidupan di dunia.
Wah 14:13
- “Dan aku mendengar suara dari sorga
berkata: Tuliskan: ‘Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan,
sejak sekarang ini.’ ‘Sungguh,’ kata Roh, ‘supaya mereka boleh
beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai
mereka.’”.
40) “Dalam
kedamaian ada perasaan telah menemukan sesuatu melalui Allah (Lukas 17:21). Ini
akan mengakhiri pengembaraan jiwa kita” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 304).
Tanggapan
saya:
Luk 17:20-21
- “(20) Atas pertanyaan orang-orang
Farisi, apabila (kapan)
Kerajaan Allah akan datang, Yesus menjawab, kataNya: ‘Kerajaan Allah datang
tanpa tanda-tanda lahiriah, (21) juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia
ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara
kamu.’”.
Betul-betul
gila menggunakan text seperti ini untuk pernyataannya! Sama sekali tidak ada
hubungannya. Calvin mengatakan bahwa text ini menekankan bahwa kita tidak boleh
mencari kerajaan Allah dengan mata lahiriah kita, karena kerajaan Allah ini
bukanlah bersifat daging atau duniawi, dan yang disebut kerajaan Allah bukan
lain adalah pembaharuan di dalam dan bersifat rohani dari jiwa kita. Karena itu
hal itu harus dicari di dalam diri kita.
Calvin
(tentang Luk 17:20-21):
“He
means, that they are greatly mistaken who seek with the eyes of the flesh the kingdom of God, which
is in no respect carnal or earthly, for it is nothing else than the inward and
spiritual renewal of the soul.
From the nature of the kingdom itself he shows that they are altogether in the
wrong, who look around here
or there,
in order to observe visible marks. ‘That restoration of the
Church,’ he tells us, ‘which God has promised, must be looked for within; for,
by quickening his elect into a heavenly newness of life, he establishes his
kingdom within
them.’
And
thus he indirectly reproves the stupidity of the Pharisees, because they aimed
at nothing but what was earthly and fading”.
Catatan:
saya tak memberi terjemahannya, karena intinya sudah saya berikan di atas.
41) “Allah
tidak menciptakan kekacauan (1 Korintus 14:33). Dia justru menyediakan damai
sejahtera melalui Yesus Kristus”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 304).
Tanggapan
saya:
1Kor 14:33
berbicara tentang kekacauan dalam kebaktian / pertemuan ibadah, bukan
kekacauan yang dimaksudkan oleh Edwin Louis Cole!
1Kor 14:26-40
- “(26) Jadi bagaimana sekarang,
saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul,
hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang
lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia
untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk
membangun. (27) Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau
sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain
untuk menafsirkannya. (28) Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya,
hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan
Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah.
(29) Tentang nabi-nabi - baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata
dan yang lain menanggapi apa yang mereka katakan. (30) Tetapi jika seorang lain
yang duduk di situ mendapat penyataan, maka yang pertama itu harus berdiam diri.
(31) Sebab kamu semua boleh bernubuat seorang demi seorang, sehingga kamu semua
dapat belajar dan beroleh kekuatan. (32) Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi.
(33) Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera.
(34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan
harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan
Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus
menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. (35) Jika
mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di
rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat. (36) Atau adakah firman Allah mulai dari kamu?
Atau hanya kepada kamu sajakah firman itu telah datang? (37) Jika seorang
menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia rohani, ia harus sadar,
bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan. (38) Tetapi jika ia
tidak mengindahkannya, janganlah kamu mengindahkan dia. (39) Karena itu,
saudara-saudaraku, usahakanlah dirimu untuk memperoleh karunia untuk bernubuat
dan janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh. (40) Tetapi segala
sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur”.
Dalam
hal-hal ini Edwin Louis Cole tak terlalu berbeda dengan para Saksi Yehuwa yang
menggunakan text ini untuk menyerang doktrin Allah Tritunggal yang mereka anggap
sebagai suatu kekacauan, dan juga dengan Pdt. Jusuf B. S. yang menggunakan text
ini untuk menyerang doktrin tentang predestinasi, yang ia anggap sebagai suatu
kekacauan. Semua orang-orang ini tidak mengerti bagaimana menafsirkan ayat itu
sesuai dengan kontextnya. Kontextnya tidak membicarakan kekacauan dalam hati
orang berdosa, ataupun kekacauan suatu ajaran, tetapi kekacauan dalam suatu
ibadah!
42) Setelah menceritakan tentang raja Asa
yang tidak menghancurkan ‘bukit-bukit pengorbanan’ / tempat-tempat tinggi,
yang akhirnya menimbulkan kembali penyembahan berhala,
Edwin Louis Cole lalu berkata sebagai berikut:
“‘Tempat-tempat tinggi’ dalam
pikiran kaum pria adalah pikiran-pikiran yang tersembunyi, berupa
benteng-benteng nostalgia, sentimen pribadi, dan khayalan-khayalan yang
kadang-kadang dijadikan tempat menyepi untuk memuaskan hawa nafsu manusia
mereka.” (‘Menjadi
Pria Sejati’, hal 317).
Tanggapan
saya:
Ini
lagi-lagi merupakan pengalegorian / perohanian yang tidak pada tempatnya. Kalau
hal ini diterapkan pada raja Asa sendiri, lalu artinya jadi bagaimana? Jadi,
raja Asa punya khayalan-khayalan untuk memuaskan nafsunya?
43) “Biasakanlah
membasuh pikiran Anda dengan air firman Allah (Efesus 5:26)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 318).
Tanggapan
saya:
a) Mengapa diterjemahkan ‘air firman Allah’?
Dari terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris yang mana?
Ef 5:26
- “untuk
menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan
firman”.
Ini jelas salah terjemahan.
KJV:
‘the washing of water by the word’ (= pembasuhan
air oleh firman).
RSV/NASB:
‘the washing of water with the word’ (= pembasuhan air dengan firman).
NIV:
‘the washing with water through the word’ (= pembasuhan dengan air melalui firman).
Catatan: kata Yunani yang digunakan adalah EN, yang
memang bisa diterjemahkan macam-macam, tetapi tidak ada yang menterjemahkan
bagian ini menjadi ‘air
firman Allah’, dan rasanya memang tidak mungkin diterjemahkan seperti
itu.
b)
Apa arti Ef 5:26 ini?
Saya sendiri mengikuti pandangan Calvin yang menganggap ‘air’ di sini berbeda dengan ‘firman’.
‘Air’ menunjuk pada baptisan. Ini tidak berarti bahwa Calvin mempercayai kalau
baptisan bisa mengampuni dosa. Calvin sendiri mengingatkan bahwa ayat di atas
itu menunjukkan bahwa yang menyucikan dan memandikan / membasuh adalah Allah
sendiri (perhatikan kata ‘Ia’
dalam ayat itu), bukan baptisannya / airnya. Sedangkan kata ‘firman’
ditambahkan karena firman merupakan meterai dari sakramen, dan tanpa firman maka
sakramen tidak ada gunanya.
Calvin
(tentang Ef 5:26): “‘Washing it with the washing
of water.’ Having mentioned the inward
and hidden sanctification, he now adds the outward symbol, by which it is
visibly confirmed; as if he had said, that a pledge of that sanctification is
held out to us by baptism. Here it is necessary to guard against
unsound interpretation, lest the wicked superstition of men, as has frequently
happened, change a sacrament into an idol. When Paul says that we are washed
by baptism, his meaning is, that God employs it for declaring to us that we
are washed, and at the same time performs what it represents. If the truth
- or, which is the same thing, the exhibition of the truth - were not
connected with baptism, it would be improper to say that baptism is the
washing of the soul. At the same time, we must beware of ascribing to the
sign, or to the minister, what belongs to God alone. We must not imagine that
washing is performed by the minister, or that water cleanses the pollutions of
the soul, which nothing but the blood of Christ can accomplish. In short,
we must beware of giving any portion of our confidence to the element or to
man; for the true and proper use of the sacrament is to lead us directly to
Christ, and to place all our dependence upon him. Others again suppose that
too much importance is given to the sign, by saying that baptism is the
washing of the soul. Under the influence of this fear, they labor exceedingly
to lessen the force of the eulogium which is here pronounced on baptism. But
they are manifestly wrong; for, in the first place, the apostle does not
say that it is the sign which washes, but declares it to be exclusively the
work of God. It is God who washes, and the honor of performing it cannot
lawfully be taken from its Author and given to the sign. But there is no
absurdity in saying that God employs a sign as the outward means. Not that the
power of God is limited by the sign, but this assistance is accommodated to
the weakness of our capacity. Some are offended at this view, imagining that
it takes from the Holy Spirit a work which is peculiarly his own, and which is
everywhere ascribed to him in Scripture. But they are mistaken; for God
acts by the sign in such a manner, that its whole efficacy depends upon his
Spirit. Nothing more is attributed to the sign than to be an inferior
organ, utterly useless in itself, except so far as it derives its power from
another source. ... ‘In the word.’ This
is very far from being a superfluous addition; for, if the word is
taken away, the whole power of the sacraments is gone. What else are the
sacraments but seals of the word?
This single consideration will drive away superstition. How comes it that
superstitious men are confounded by signs, but because their minds are not
directed to the ‘Word,’ which
would lead them to God? Certainly, when we look to anything else than to
the word, there is nothing sound, nothing pure; but one absurdity springs out
of another, till at length the signs, which were appointed by God for the
salvation of men, become profane, and degenerate into gross idolatry. The
only difference, therefore, between the sacraments of the godly and the
contrivances of unbelievers, is found in the Word. By the ‘Word’ is
here meant the promise, which explains the value and use of the signs.
Hence it appears, that the Papists do not at all observe the signs in a proper
manner. They boast indeed, of having ‘the Word,’ but appear to regard it
as a sort of enchantment; for they mutter it in an unknown tongue; as if it
were addressed to dead matter, and not to men. No explanation of the mystery
is made to the people; and in this respect, were there no other, the sacrament
begins to be nothing more than the dead element of water. ‘In the word’ is
equivalent to ‘By the word.’” (= ).
Catatan:
lagi-lagi saya tidak menterjemahkan, karena intinya sudah saya berikan di
atas.
c) Untuk kata ‘menyucikannya’
dalam Ef 5:26 itu, KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV menterjemahkan ‘cleanse’
(= membersihkan). Dari kata yang digunakan, maupun dari kontextnya, jelas bahwa
Ef 5:26 itu berbicara tentang penyucian diri kita dari dosa. Tetapi
Edwin Louis Cole menerapkan Ef 5:26 dalam arti pengudusan pikiran. Ini
lagi-lagi tidak cocok!
KJV:
‘That he might sanctify and cleanse it with the washing of water by
the word’.
RSV:
‘that he might sanctify her, having cleansed her by the washing of
water with the word’.
NIV:
‘to make her holy, cleansing her by the washing with water through
the word’.
NASB:
‘so that He might sanctify her, having cleansed her by the washing
of water with the word’.
ASV:
‘that he might sanctify it, having cleansed it by the washing of
water with the word’.
NKJV:
‘that He might sanctify and cleanse her with the washing of water by
the word’.
Tuhan
memakai firmanNya untuk membersihkan kita, dalam arti menguduskan kita. Tetapi
untuk membersihkan kita dari dosa yang sudah kita lakukan, Ia tidak pernah
menggunakan firman. Untuk itu darah Kristuslah yang Ia gunakan (Mat 26:28
Ef 1:7 Ibr 9:12,14
Ibr 9:22-25 1Pet 1:18-19
1Yoh 1:7 Wah 1:5
Wah 7:14).
d) Dari pada menggunakan ayat seperti Ef 5:26, bukankah jauh
lebih baik menggunakan ayat-ayat seperti Yoh 15:3
Yoh 17:17?
Yoh 15:3
- “Kamu
memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu”.
Yoh
17:17 - “Kuduskanlah
mereka dalam kebenaran; firmanMu adalah kebenaran”.
44) “Raja
Daud adalah ayah yang buruk bagi Adonia, namun merupakan ayah yang menakjubkan
bagi Salomo. Alkitab mencatat, ‘Selama hidup Adonia ayahnya belum pernah
menegur dia’ (1Raja-raja 1:6). Tidak ada koreksi dan teguran dari ayahnya
telah menghancurkan Adonia”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 342).
Tanggapan
saya:
a) Ini merupakan pengutipan sebagian ayat yang
menyebabkan artinya menjadi lain dari yang seharusnya.
1Raja
1:5-6 - “(5)
Lalu Adonia, anak Hagit, meninggikan diri dengan berkata: ‘Aku ini mau menjadi
raja.’ Ia melengkapi dirinya dengan kereta-kereta dan orang-orang berkuda
serta lima puluh orang yang berlari di depannya. (6) Selama hidup Adonia
ayahnya belum pernah menegor dia dengan ucapan: ‘Mengapa engkau berbuat
begitu?’ Iapun sangat elok perawakannya dan dia adalah anak pertama
sesudah Absalom”.
Kalau
dilihat dari text ini, Daud hanya dinyatakan tidak pernah menegur Adonia dalam
hal ia meninggikan diri dengan mengatakan ‘Aku ini mau menjadi raja’.
Sama sekali tidak berarti Daud tak pernah menegur Adonia dalam segala hal.
b) Dari pada menggunakan ayat yang dikutip sebagian seperti
itu, jauh lebih baik kalau ia menggunakan ayat-ayat seperti:
·
Amsal 29:15 - “Tongkat
dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan
ibunya”.
·
Amsal 29:17 - “Didiklah
anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita
kepadamu”.
·
Amsal 22:6 - “Didiklah
orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak
akan menyimpang dari pada jalan itu”.
Catatan:
‘mendidik’ pasti mencakup ‘menegur’.
45) “Manusia
terlahir dari daging dan tidak memiliki kodrat ilahi melalui kelahiran alami.
Itulah sebabnya Yesus mengatakan kepada Nikodemus bahwa ia harus dilahirkan
kembali (Yohanes 3:3). Dia mengajarkan bahwa Allah
adalah Roh, dan oleh karena itu untuk dapat menerima kodrat Allah, kita
harus dilahirkan dari RohNya sebagaimana kita dilahirkan dari daging. Ketika Roh
Kristus masuk ke dalam kehidupan seorang manusia, terjadilah suatu
‘kelahiran’, karena dengan cara itu manusia dibuat hidup di dalam Roh”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal
72).
“Dalam kemanusiaanNya, Dia mengambil
bagian dalam kedagingan kita; dan oleh RohNya kita mengambil bagian dalam
keilahianNya, sehingga kita menjadi kebenaran Allah di dalam Kristus Yesus
(2Petrus 1:4)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 73).
Tanggapan
saya:
Untuk
dapat menerima kodrat Allah? Mengambil bagian dalam keilahianNya? Ini mustahil
bisa terjadi. Tetapi lalu bagaimana dengan 2Pet 1:4 yang digunakan oleh
Edwin Louis Cole? Mari kita membaca dan membahas ayat itu.
2Pet
1:4 - “Dengan
jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan
yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat
ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang
membinasakan dunia”.
Kitab
Suci Indonesia: ‘kodrat
ilahi’.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘divine nature’
(= hakekat / sifat ilahi).
Calvin:
“But the word ‘nature’
is not here essence but quality. The Manicheans formerly dreamt
that we are a part of God, and that after having run the race of life we shall
at length revert to our original. There are also at this day fanatics who
imagine that we thus pass over into the nature of God, so that his swallows up
our nature. Thus they explain what Paul says, that God will be all in all (1
Corinthians 15:28,) and in the same sense they take this passage. But such a
delirium as this never entered the minds of the holy Apostles; they only
intended to say that when divested of all the vices of the flesh, we shall be
partakers of divine and blessed immortality and glory, so as to be as it were
one with God as far as our capacities will allow” [= Tetapi
kata ‘nature’ di sini bukanlah ‘hakekat’ tetapi ‘kwalitet’.
Para Manichean dahulu bermimpi bahwa kita adalah sebagian dari Allah, dan bahwa
setelah menyelesaikan kehidupan kita akhirnya kembali pada keadaan orisinil
kita. Pada saat ini juga ada orang-orang fanatik yang membayangkan /
mengkhayalkan bahwa kita akan melewati / melampaui ke dalam hakekat / sifat dari
Allah, sehingga sifat / hakekatNya menelan sifat / hakekat kita. Maka mereka
menjelaskan apa yang Paulus katakan, bahwa Allah akan menjadi semua dalam semua
(1Kor 15:28), dan dalam arti yang sama mereka mengartikan text ini. Tetapi
kegilaan seperti ini tidak pernah memasuki pikiran-pikiran dari Rasul-rasul yang
kudus; mereka hanya bermaksud untuk mengatakan bahwa pada waktu dibebaskan /
dilepaskan dari semua sifat buruk / jahat dari daging, kita akan menjadi
pengambil bagian dari ketidak-bisa-binasaan dan kemuliaan yang ilahi dan
diberkati, sehingga seakan-akan menjadi satu dengan Allah sejauh
diijinkan oleh kapasitas kita].
Catatan:
Webster’s
New World Dictionary mengatakan bahwa Manicheism
merupakan suatu filsafat yang bersifat agama yang diajarkan pada abad ke 3-7 M.
oleh seorang Persia bernama Manes atau Manicheus dan murid-muridnya.
1Kor 15:28
- “Tetapi kalau segala sesuatu telah
ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan
diriNya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahNya, supaya
Allah menjadi semua di dalam semua”.
Calvin:
“we,
disregarding empty speculations, ought to be satisfied with this one thing, -
that the image of God in holiness and righteousness is restored to us for this
end, that we may at length be partakers of eternal life and glory as far as it
will be necessary for our complete felicity”
(= kita, mengabaikan spekulasi yang kosong, harus puas
dengan satu hal ini, - bahwa gambar Allah dalam kekudusan dan kebenaran
dipulihkan bagi kita untuk tujuan ini, supaya kita akhirnya bisa menjadi
pengambil bagian dari kehidupan dan kemuliaan kekal sejauh itu perlu untuk
kebahagiaan lengkap / sempurna kita).
Barnes’ Notes: “it cannot be
taken in so literal a sense as to mean that we can ever partake of the divine
‘essence,’ or that we shall be ‘absorbed’ into the divine nature so as
to lose our individuality. ... It is in the nature of the case impossible. There
must be forever an essential difference between a created and an uncreated mind.
... The reference then, in this place, must be to the ‘moral’ nature of God;
and the meaning is, that they who are renewed become participants of the same
‘moral’ nature; that is, of the same views, feelings, thoughts, purposes,
principles of action. Their nature as they are born, is sinful, and prone to
evil (Eph. 2:3), their nature as they are born again, becomes like that of God.
They are made LIKE God; and this resemblance will increase more and more
forever, until in a much higher sense than can be true in this world, they may
be said to have become ‘partakers of the divine nature.’” [= ini tidak bisa diambil dalam arti begitu
hurufiah sehingga berarti bahwa kita bisa mengambil bagian dari ‘hakekat’
ilahi, atau bahwa kita akan ‘dihisap’ ke dalam hakekat ilahi sehingga
kehilangan keindividuan kita. ... Kasus itu merupakan sesuatu yang mustahil.
Pasti akan ada untuk selama-lamanya perbedaan antara pikiran yang dicipta dan
yang tidak dicipta. ... Jadi, kata-kata di tempat ini harus menunjuk pada sifat
‘moral’ dari Allah; dan artinya adalah bahwa mereka yang diperbaharui
menjadi pengambil bagian dari sifat ‘moral’ yang sama; yaitu, dari
pandangan, perasaan, pemikiran, tujuan, prinsip tindakan yang sama. Sifat mereka
pada waktu dilahirkan adalah berdosa dan condong pada dosa (Ef 2:3), sifat
mereka pada waktu dilahirkan kembali, menjadi serupa dengan sifat Allah. Mereka
dibuat menjadi SEPERTI Allah; dan kemiripan ini akan makin meningkat
selama-lamanya, sampai dalam arti yang jauh lebih tinggi dari yang ada dalam
dunia ini, mereka dikatakan telah menjadi ‘pengambil bagian dari sifat
ilahi’].
46) “Campbell
berbicara dari Surat Paulus yang Pertama kepada jemaat di Korintus, pasal
kesepuluh, mulai dari ayat keenam sampai ayat kesepuluh. ... Inilah kelima
alasan yang sudah tercatat di dalam firman Tuhan perihal mengapa bangsa Israel
gagal mencapai Tanah Perjanjian.
Berbuat jahat
Menyembah berhala
Berbuat cabul / berzina
Mencobai Tuhan
Bersungut-sungut
Ketika saya mencoba untuk memperhatikan
daftar kelima alasan yang dikemukakan oleh Campbell tersebut, saya
kira dosa yang paling menonjol adalah berbuat cabul”
(‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 3).
Tanggapan
saya:
Apa
alasannya Edwin Louis Cole mengatakan seperti itu? Perhatikan hal-hal ini:
a) Dalam Perjanjian Lama, kelihatannya dosa yang
paling Tuhan benci adalah penyembahan berhala. Dosa itu sangat sering, bahkan
paling sering, menyebabkan Tuhan murka kepada mereka. Baca cerita-cerita dalam
kitab Hakim-hakim, dan juga Raja-raja, maka saudara akan dengan segera melihat
hal itu. Dosa itu juga yang menyebabkan bangsa Israel dan Yehuda masuk ke dalam
pembuangan. Sebaliknya dosa percabulan hanya sangat sedikit dibicarakan. Bahkan
polygamy, yang jelas juga termasuk dalam perzinahan, kelihatannya agak
ditoleransi, karena sama seperti perbudakan, itu merupakan dosa yang sangat
membudaya pada saat itu.
b) Text yang menceritakan dosa Israel yang menyebabkan
banyak dari mereka dilarang untuk masuk ke Kanaan adalah text di bawah ini.
Bil 14:1-35
- “(1) Lalu segenap umat itu
mengeluarkan suara nyaring dan bangsa itu menangis pada malam itu. (2) Bersungut-sungutlah
semua orang Israel kepada Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada
mereka: ‘Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! (3)
Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan
isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke
Mesir?’ (4) Dan mereka berkata seorang kepada yang lain: ‘Baiklah kita
mengangkat seorang pemimpin, lalu pulang ke Mesir.’ (5) Lalu sujudlah Musa
dan Harun di depan mata seluruh jemaah Israel yang berkumpul di situ. (6) Tetapi
Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune, yang termasuk orang-orang yang telah
mengintai negeri itu, mengoyakkan pakaiannya, (7) dan berkata kepada segenap
umat Israel: ‘Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa
baiknya. (8) Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke
negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang
berlimpah-limpah susu dan madunya. (9) Hanya, janganlah memberontak kepada
TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita
telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN
menyertai kita; janganlah takut kepada mereka.’ (10) Lalu segenap umat itu
mengancam hendak melontari kedua orang itu dengan batu. Tetapi tampaklah
kemuliaan TUHAN di Kemah Pertemuan kepada semua orang Israel. (11) TUHAN
berfirman kepada Musa: ‘Berapa lama lagi bangsa ini menista Aku, dan
berapa lama lagi mereka tidak mau percaya kepadaKu, sekalipun sudah ada
segala tanda mujizat yang Kulakukan di tengah-tengah mereka! (12) Aku akan
memukul mereka dengan penyakit sampar dan melenyapkan mereka, tetapi engkau akan
Kubuat menjadi bangsa yang lebih besar dan lebih kuat dari pada mereka.’ (13)
Lalu berkatalah Musa kepada TUHAN: ‘Jikalau hal itu kedengaran kepada orang
Mesir, padahal Engkau telah menuntun bangsa ini dengan kekuatanMu dari
tengah-tengah mereka, (14) mereka akan berceritera kepada penduduk negeri ini,
yang telah mendengar bahwa Engkau, TUHAN, ada di tengah-tengah bangsa ini, dan
bahwa Engkau, TUHAN, menampakkan diriMu kepada mereka dengan berhadapan muka,
waktu awanMu berdiri di atas mereka dan waktu Engkau berjalan mendahului mereka
di dalam tiang awan pada waktu siang dan di dalam tiang api pada waktu malam.
(15) Jadi jikalau Engkau membunuh bangsa ini sampai habis, maka bangsa-bangsa
yang mendengar kabar tentang Engkau itu nanti berkata: (16) Oleh karena TUHAN
tidak berkuasa membawa bangsa ini masuk ke negeri yang dijanjikanNya dengan
bersumpah kepada mereka, maka Ia menyembelih mereka di padang gurun. (17) Jadi
sekarang, biarlah kiranya kekuatan TUHAN itu nyata kebesarannya, seperti yang
Kaufirmankan: (18) TUHAN itu berpanjangan sabar dan kasih setiaNya
berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran, tetapi sekali-kali
tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, bahkan Ia membalaskan
kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.
(19) Ampunilah kiranya kesalahan bangsa ini sesuai dengan kebesaran kasih
setiaMu, seperti Engkau telah mengampuni bangsa ini mulai dari Mesir sampai ke
mari.’ (20) Berfirmanlah TUHAN: ‘Aku mengampuninya sesuai dengan
permintaanmu. (21) Hanya, demi Aku yang hidup dan kemuliaan TUHAN memenuhi
seluruh bumi: (22) Semua orang yang telah melihat kemuliaanKu dan tanda-tanda
mujizat yang Kuperbuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai
Aku dan tidak mau mendengarkan suaraKu, (23) pastilah tidak akan melihat
negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka! Semua yang menista
Aku ini tidak akan melihatnya. (24) Tetapi hambaKu Kaleb, karena lain jiwa
yang ada padanya dan ia mengikut Aku dengan sepenuhnya, akan Kubawa masuk ke
negeri yang telah dimasukinya itu, dan keturunannya akan memilikinya. (25) Orang
Amalek dan orang Kanaan diam di lembah. Sebab itu berpalinglah besok dan
berangkatlah ke padang gurun, ke arah Laut Teberau.’ (26) Lagi berfirmanlah
TUHAN kepada Musa dan Harun: (27) ‘Berapa lama lagi umat yang jahat ini akan bersungut-sungut
kepadaKu? Segala sesuatu yang disungut-sungutkan orang Israel kepadaKu
telah Kudengar. (28) Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah
firman TUHAN, bahwasanya seperti yang kamu katakan di hadapanKu, demikianlah
akan Kulakukan kepadamu. (29) Di padang gurun ini bangkai-bangkaimu akan
berhantaran, yakni semua orang di antara kamu yang dicatat, semua tanpa
terkecuali yang berumur dua puluh tahun ke atas, karena kamu telah bersungut-sungut
kepadaKu. (30) Bahwasanya kamu ini tidak akan masuk ke negeri yang dengan
mengangkat sumpah telah Kujanjikan akan Kuberi kamu diami, kecuali Kaleb bin
Yefune dan Yosua bin Nun! (31) Tentang anak-anakmu yang telah kamu katakan:
Mereka akan menjadi tawanan, merekalah yang akan Kubawa masuk, supaya mereka
mengenal negeri yang telah kamu hinakan itu. (32) Tetapi mengenai kamu,
bangkai-bangkaimu akan berhantaran di padang gurun ini, (33) dan anak-anakmu
akan mengembara sebagai penggembala di padang gurun empat puluh tahun lamanya
dan akan menanggung akibat ketidaksetiaan, sampai bangkai-bangkaimu habis
di padang gurun. (34) Sesuai dengan jumlah hari yang kamu mengintai negeri itu,
yakni empat puluh hari, satu hari dihitung satu tahun, jadi empat puluh tahun
lamanya kamu harus menanggung akibat kesalahanmu, supaya kamu tahu rasanya, jika
Aku berbalik dari padamu: (35) Aku, TUHAN, yang berkata demikian. Sesungguhnya
Aku akan melakukan semuanya itu kepada segenap umat yang jahat ini yang telah
bersepakat melawan Aku. Di padang gurun ini mereka akan habis dan di sinilah
mereka akan mati.’”.
Ini
adalah satu-satunya kejadian / peristiwa yang menyebabkan bangsa Israel dilarang
masuk Kanaan, kecuali Kaleb dan Yosua dan orang-orang yang saat itu berusia
dibawah 20 tahun. Dan di sini sama sekali tidak ada dosa percabulan / perzinahan
ataupun menyembah berhala.
Dari
text ini terlihat bahwa dosa-dosa yang menyebabkan banyak orang dari bangsa
Israel gagal mencapai tanah Kanaan adalah ketidak-percayaan / bersungut-sungut,
mencobai Tuhan, menista Tuhan, tidak setia, dan memberontak / melawan Tuhan.
Kata
‘menista’
(ay 14,23) bisa diartikan ‘membuat
marah’ (KJV: ‘provoke’),
atau ‘memandang
rendah’ (RSV: ‘despise’).
47) “Ketika
saya melihat kelima dosa yang mendasar ini, terlihat dengan jelas dan mencolok
bahwa kelima dosa dasar ini masih menjadi akar penyebab manusia hidup dengan
potensi yang tidak maksimal. Kelima dosa inilah yang menjadi dasar bagi
kegagalan seluruh umat manusia. Allah ingin kita memasuki Tanah Kanaan,
tempat perhentian, berkat, keberhasilan, kemampuan, dan otoritas - Allah ingin
kita berada di sana.”
(‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 13).
Tanggapan
saya:
a) Saya tidak percaya bahwa kelima dosa yang disebutkan
Edwin Louis Cole di atas, sebagai penyebab gagalnya bangsa Israel masuk ke
Kanaan, ‘masih
tetap menjadi akar penyebab manusia hidup dengan potensi yang tidak maksimal’,
dan juga ‘menjadi
dasar bagi kegagalan seluruh umat manusia’. Apa dasarnya mengatakan seperti itu? Dalam daftar dosa itu tak ada
dosa-dosa tertentu yang juga sangat hebat seperti cinta uang, dan juga
kemunafikan / merasa diri sendiri benar (self-righteous), yang boleh dikatakan
merupakan dosa yang paling dikecam dalam Perjanjian Baru (dosa-dosa para tokoh
agama pada jaman Yesus).
b) Cole mengatakan bahwa Kanaan merupakan simbol dari tempat
perhentian, berkat, keberhasilan, kemampuan, dan otoritas. Kelihatannya yang
dimaksudkan dengan hal-hal ini adalah dalam persoalan jasmani, setidaknya dalam
hidup sekarang ini. Ini jelas salah. Kanaan adalah type dari surga (ini sudah
saya bahas dalam pelajaran di depan, dan tidak akan saya ulang di sini).
c) Ajaran Edwin Louis Cole pada bagian akhir kutipan di atas
(bagian yang saya garis-bawahi), berbau kharismatik, yang mengajar kalau taat
semua baik / sukses (Theologia kemakmuran / sukses).
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali