Pemahaman
Alkitab
(Puncak Marina,
Tower 2, Lantai 2)
Jumat, tanggal
29 Oktober 2010, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(7064-1331 /
6050-1331)
15)
“Suatu keluarga seharusnya menjalani proses pemuridan berdasarkan pola
yang alkitabiah, yaitu: gembala sidang
memuridkan kaum pria (ayah) dan para ayah memuridkan keluarganya. Namun,
selama dua generasi terakhir ini para gembala telah mengajar para ayah untuk
membawa keluarganya ke gereja dan gereja kemudian mengambil alih tanggung jawab
untuk memuridkan keluarga melalui sekolah Minggu, kegiatan remaja, pendalaman
Alkitab kaum wanita, dan berbagai kegiatan lainnya. Dengan demikian, gembala
menjadi ayah angkat bagi setiap anggota keluarga yang mengunjungi gereja. Beban
ini tentu saja terlalu berat untuk ditanggung oleh satu orang saja”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 112).
Tanggapan
saya:
a)
Mana dasar Alkitabnya? Tanpa dasar Alkitab, ia mengajar sedemikian rupa
sehingga memberikan penekanan yang extrim terhadap kaum pria! Dan Edwin Louis
Cole menyebutnya sebagai ‘pola yang Alkitabiah’!
b)
Saya tidak mengerti apa yang Edwin Louis Cole kehendaki dengan ajaran
sintingnya ini. Lalu menurut dia seharusnya bagaimana? Hanya para pria yang
boleh ke gereja? Lalu para pria mengajar istri dan anak-anaknya di rumah? Memang
tidak salah kalau suami / ayah mengajar istri dan anak-anaknya. Tetapi kalau
dikatakan bahwa istri dan anak-anak itu tidak boleh belajar langsung di gereja,
itu bertentangan dengan banyak ayat Alkitab seperti:
·
Neh 8:3-4 - “(3) Lalu
pada hari pertama bulan yang ketujuh itu imam Ezra membawa kitab Taurat itu ke
hadapan jemaah, yakni baik laki-laki maupun perempuan dan setiap orang
yang dapat mendengar dan mengerti. (4) Ia membacakan beberapa bagian dari
pada kitab itu di halaman di depan pintu gerbang Air dari pagi sampai tengah
hari di hadapan laki-laki dan perempuan dan semua orang yang dapat
mengerti. Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab
Taurat itu”.
·
Ezra 10:1 - “Sementara
Ezra berdoa dan mengaku dosa, sambil menangis dengan bersujud di depan rumah
Allah, berhimpunlah kepadanya jemaah orang Israel yang sangat besar jumlahnya,
laki-laki, perempuan dan anak-anak. Orang-orang itu menangis
keras-keras”.
·
Mat 14:21 - “Yang ikut
makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak”.
·
Mat 19:13-14 - “(13) Lalu orang
membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tanganNya atas
mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang
itu. (14) Tetapi Yesus berkata: ‘Biarkanlah anak-anak itu, janganlah
menghalang-halangi mereka datang kepadaKu; sebab orang-orang yang seperti
itulah yang empunya Kerajaan Sorga.’”.
·
1Tim 5:1-2 - “(1)
Janganlah engkau keras terhadap orang yang tua, melainkan tegorlah dia sebagai
bapa. Tegorlah orang-orang muda sebagai saudaramu, (2) perempuan-perempuan
tua sebagai ibu dan perempuan-perempuan muda sebagai adikmu dengan
penuh kemurnian”.
Catatan:
bukan para suami yang disuruh menegor perempuan-perempuan itu, tetapi Timotius.
Ini tidak mungkin kalau para perempuan itu tidak ke gereja.
·
2Tim 1:5 - “Sebab aku
teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di
dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin
hidup juga di dalam dirimu”.
Catatan:
dalam keluarga Timotius, yang kristen duluan justru adalah nenek dan ibunya.
Mungkinkah kakek dan ayahnya, yang adalah orang kafir, yang mengajarkan
kekristenan kepada Timotius?
·
Yesus pada usia 12 tahun belajar di
Bait Allah (Luk 2:41-47); apakah Yusuf tidak memuridkan keluarganya, dan
apakah Yesus salah karena tidak belajar dari Yusuf?
16) “Menggali sumur melambangkan bahwa
kedua keturunan Abraham tersebut perlu melakukan pekerjaan seperti yang
dilakukan ayah mereka agar mereka dapat memenuhi persyaratan seperti yang
dimiliki ayah mereka, yaitu persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi
pemimpin” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 127).
Tanggapan
saya:
Saya
bosan terhadap pengalegorian-pengalegorian tolol seperti ini. Kalau ‘menggali
sumur’ bisa ditafsirkan seperti ini, itu juga bisa ditafsirkan apa saja. Dan
kalau demikian, dari ayat manapun kita bisa mendapatkan ajaran yang
bagaimanapun!
17) “Adapun orang yang memiliki hak
untuk memberikan suaranya namun tidak menggunakan haknya itu sebenarnya sama
saja dengan berbuat kejahatan. Dalam perumpamaan tentang talenta, Yesus menyebut
hamba yang tidak melakukan apa-apa itu sebagai orang yang jahat, malas,
lamban, dan kurang ajar” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 129).
Tanggapan
saya:
a)
Pertama-tama mari kita baca perumpamaan tentang talenta itu.
Mat
25:26-30 - “(26) Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan
malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak
menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? (27) Karena itu
sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang,
supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya. (28) Sebab itu
ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai
sepuluh talenta itu. (29) Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan
diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun
juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. (30) Dan campakkanlah hamba
yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan
terdapat ratap dan kertak gigi.’”.
Hanya
menceritakan fakta-fakta Alkitab saja, Edwin Louis Cole, yang bergelar Doktor
ini, tidak becus! Yesus hanya mengatakan hamba itu sebagai ‘jahat,
malas, dan tidak berguna’; tidak pernah ada kata-kata ‘lamban’, apalagi ‘kurang
ajar’. Menurut saya istilah ‘hamba
yang kurang ajar’ itu lebih cocok untuk diterapkan terhadap diri Edwin
Louis Cole sendiri!
b) Yang ia maksudkan dengan ‘memberikan suaranya’ adalah
memberikan suara dalam pemilihan umum dalam kalangan politik. Jadi, ia
menggunakan text Alkitab itu untuk melarang / menyalahkan orang-orang yang masuk
‘golput’!
Dalam
perumpamaan itu, ‘talenta’ menunjuk pada segala sesuatu yang Tuhan berikan
kepada kita, yang bisa kita gunakan untuk kemuliaanNya. Kalau pemberian suara
yang kita lakukan memang bisa berguna untuk kemuliaan Tuhan, maka memang kita
harus memberikan suara kita. Tetapi bagaimana kalau calon-calon yang ada
semuanya tidak ada yang nggenah, atau semuanya tidak kita ketahui nggenah atau
tidaknya? Ini merupakan kasus yang banyak terjadi di negara kita! Apakah kita
harus secara membabi buta tetap memberikan suara kita untuk orang-orang yang
tidak kita ketahui?
18) “Allah secara langsung menugaskan
Adam untuk membimbing, mengawasi, dan memerintah bumi beserta proses
perkembang-biakannya. Ketika Hawa diciptakan dan kemudian terbentuk sebuah
keluarga, maka Adam pun bertugas mengurus seluruh keluarganya. Adapun tugas
tersebut juga mencakup tiga tanggung jawab serupa: membimbing, mengawasi,
memerintah” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 129).
Tangapan saya:
a) Dia membalik urut-urutannya, karena dalam Kej 1:26-27
Allah menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan / Adam dan Hawa), dan baru
dalam Kej 1:28 Allah menyuruh MEREKA berdua untuk berkembang biak dan memenuhi
dan menaklukkan bumi.
b) Jadi, tak bisa ditafsirkan bahwa Adam bertugas
membimbing, mengawasi, memerintah Hawa!
c) Kata-kata ‘membimbing,
mengawasi dan memerintah’ itu muncul dari mana?
19) “Dalam Efesus 5:28-29 ketiga
tanggung jawab itu disebut sebagai: mengasihi, mengasuh, merawat, mengarahkan,
melindungi, memperbaiki. Memelihara, menghargai, menegur” (‘Menjadi Pria
Sejati’, hal 129).
Tanggapan
saya:
Ef
5:28-29 - “(28) Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama
seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi
dirinya sendiri. (29) Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi
mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap
jemaat”.
Hanya
tiga kata pertama yang ada, lalu kata-kata ‘mengarahkan, melindungi,
memperbaiki, memelihara, menghargai, menegur’ muncul dari mana? Edwin Louis
Cole dengan seenaknya menambahi Alkitab. Mungkin ia perlu membaca ayat-ayat di
bawah ini:
·
Ul 4:2 - “Janganlah kamu menambahi apa yang kuperintahkan
kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan demikian kamu berpegang
pada perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu”.
·
Ul 12:32 - “Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu
lakukan dengan setia, janganlah engkau menambahinya ataupun
menguranginya”.
·
Amsal 30:6 - “Jangan menambahi firmanNya, supaya engkau tidak
ditegurNya dan dianggap pendusta”.
·
Wah 22:18-19 - “(18) Aku bersaksi kepada setiap orang yang
mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: ‘Jika seorang
menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan
kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. (19) Dan
jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat
ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota
kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.’”.
20)
“Sedangkan firman mengenai kuasa (Kisah Para Rasul 1:8) disampaikan
kepada gerakan Pentakosta. ... Dan firman tentang pembaruan (Roma 12:1-2)
diberikan kepada gerakan Kharismatik” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal
139).
Catatan:
sebelum bagian ini Edwin Louis Cole mengatakan bahwa Allah memberikan firman
kepada Martin Luther, dan lalu juga kepada John Wesley, lalu memberikan firman
yang menyulut gerakan Kekudusan (Holiness movement).
Tanggapan
saya:
a)
Ini omongan apa? Orang-orang / kelompok-kelompok yang ia bicarakan semua
berbeda, dan bahkan bertentangan, dalam ajaran theologianya. Misalnya, Luther
bisa dianggap mempunyai ajaran Reformed / Calvinist (sekalipun Luther memang ada
sebelum Calvin, tetapi maksud saya ajarannya dalam hal itu sama), sedangkan John
Wesley jelas adalah seorang Arminian. Dan keduanya berbeda lagi dengan
Pentakosta / Kharismatik. Mungkinkah semua ajaran yang berbeda / bertentangan
itu semuanya datang dari Tuhan? Omong kosong! Dua yang berbeda, apalagi yang
bertentangan, tidak mungkin keduanya datang dari Tuhan, kecuali Tuhan bicara
dengan lidah bercabang. Mengapa tidak sekalian saja mengatakan bahwa agama-agama
lain juga merupakan firman yang datang dari Tuhan?
b)
Dan perhatikan ayat-ayat yang ia gunakan; apa urusannya ayat-ayat itu
dengan omongannya?
1. Kis 1:8
- “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas
kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan
Samaria dan sampai ke ujung bumi.’”.
2. Ro 12:1-2
- “(1) Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan
kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang
kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. (2)
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan
budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik,
yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”.
Hanya
karena dalam Kis 1:8 ada kata ‘kuasa’,
maka ia menjadikan ayat ini sebagai dasar bahwa Tuhan memberikan firman mengenai
kuasa kepada golongan Pentakosta? Dan hanya karena dalam Ro 12:1-2 ada kata
‘pembaharuan’, ia mengatakan bahwa firman tentang pembaruan
diberikan kepada golongan Kharismatik? Ada 3 hal yang ingin saya berikan sebagai
komentar tentang bagian ini:
a. ‘Kuasa’
dalam Kis 1:8 itu diberikan kepada semua orang kristen yang sejati pada saat
itu dan selanjutnya. Bagaimana mungkin Edwin Louis Cole menerapkannya hanya
kepada golongan Pentakosta?
b. Berbeda
dengan Kis 1:8 dimana ‘kuasa’ itu
memang diberikan oleh Tuhan, maka dalam Ro 12:2 ‘pembaharuan’ itu diperintahkan oleh Allah untuk kita
usahakan! Dan ini lagi-lagi merupakan perintah Tuhan untuk semua orang
kristen yang sejati. Lalu bagaimana mungkin ini diartikan sebagai ‘firman
tentang pembaruan yang diberikan kepada gerakan Kharismatik’?
c. Lalu
bagaimana dengan Yoh 13:27b dimana Yesus berkata kepada Yudas Iskariot: “Apa
yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.”? Kalau mau mengikuti
jalan pikiran yang gila dari Edwin Louis Cole, ini pasti merupakan firman dari
Tuhan kepada golongan Anti Kristus atau Satanisme!
21) “Dalam hubungan antar manusia,
formalitas menjadi pertanda adanya jarak dalam hubungan tersebut, sebab dalam
hubungan yang intim tidak terdapat lagi bentuk-bentuk formalitas. Jadi, semakin
formal bentuk penyembahan yang dilakukan, semakin jauh pula jarak antara si
penyembah dengan wahyu yang mula-mula diterimanya” (‘Menjadi Pria
Sejati’, hal 141).
Tanggapan
saya:
a) Hubungan antar manusia, yang memang setingkat, tidak bisa
dianalogikan dengan hubungan antara manusia dengan Penciptanya!!!
b) Bahkan dalam hubungan antar manusiapun tidak bisa
dimutlakkan bahwa ‘formalitas menjadi
pertanda adanya jarak dalam hubungan tersebut’. Mengapa? Karena kalau
demikian, maka hubungan yang dekat akan membuang semua kesopanan. Anak boleh
saja kurang ajar terhadap orang tuanya, karena dekat dengan mereka!
c) Apa yang ia maksud dengan ‘jarak
antara si penyembah dengan wahyu yang mula-mula diterimanya’?
22)
“‘Percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai
(bahasa Inggris: setia) yang juga cakap mengajar orang lain’ (2 Timotius 2:2).
Ini adalah suatu prinsip pemuridan yang terdapat dalam Alkitab. Namun, manusia
secara salah telah memutarbalikkan prinsip itu menjadi: ‘Percayakanlah kepada
orang yang cakap yang nantinya akan setia.’ Padahal, yang diandalkan oleh
Allah adalah karakter, bukan talenta” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal
153).
Tanggapan
saya:
a)
Lagi-lagi ngawur! Memang karakter penting tetapi talenta (atau lebih
tepat ‘karunia’) juga penting. Kata-kata ‘cakap
mengajar orang lain’ dalam 2Tim 2:2b jelas menunjuk pada
‘karunia’!
Dan
Edwin Louis Cole mengatakan dalam buku yang sama (‘Menjadi Pria Sejati’, hal
213) sebagai berikut: “Beberapa tahun yang lalu saya berkesempatan untuk
bergabung dengan suatu kelompok pelayanan radio Kristen. Sewaktu pertama kali
dimulai, orang-orang yang berminat dan ikut bergabung dengan pelayanan itu
adalah orang-orang yang sungguh-sungguh mengasihi Allah, namun sangat kurang
keahliannya dalam bidang media komunikasi baik secara tehnis maupun
teoritis. Mereka adalah orang-orang rohani yang tekun berdoa, baik, penuh iman,
dan sangat bergairah untuk bekerja secara sukarela. Namun, ketika sudah semakin
berkembang, pelayanan itu membutuhkan ketrampilan dan kemampuan untuk
berproduksi, bukan hanya kemampuan untuk berdoa. Pada saat itulah timbul
suatu bahaya karena selama beberapa waktu, seiring dengan semakin berkembangnya
pelayanan itu, ketekunan berdoa tersebut belum juga digantikan dengan kemampuan
untuk berproduksi. Padahal sesungguhnya diperlukan suatu keseimbangan
dalam hal ini”.
Kata-kata
Edwin Louis Cole di sini jelas bertentangan dengan kata-katanya dalam kutipan
yang di atas.
b)
Edwin Louis Cole mengatakan ‘yang diandalkan oleh Allah
adalah karakter, bukan talenta’.
Allah
yang maha kuasa tidak mengandalkan siapapun juga! Kalau ia membutuhkan orang
yang mempunyai karakter tertentu, Ia membentuk orang itu sehingga cocok dengan
kemauannya. Memang ada ayat-ayat yang kelihatannya menunjukkan bahwa Allah
memilih orang-orang yang hidup sesuai kehendaknya, seperti misalnya Daud.
Bdk.
1Sam 16:6-7 - “(6) Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab,
lalu pikirnya: ‘Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapiNya.’
(7) Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: ‘Janganlah pandang parasnya atau
perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia
yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN
melihat hati.’”.
Tetapi
siapa yang membentuk Daud menjadi orang yang seperti? Jelas Tuhan sendiri,
bukan? Jadi, ayat ini hanya menceritakan dari sudut pandang manusia. Dari sudut
pandang Tuhan, Ia memilih orang itu sejak dunia belum dijadikan, lalu Ia
mempersiapkan orang-orang itu untuk menjadi orang-orang yang cocok yang
kehendakNya. Perhatikan 2 text di bawah ini dengan penafsiran Calvin tentangnya.
Yer 1:4-5
- “(4) Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: (5) ‘Sebelum Aku membentuk
engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar
dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau
menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.’”.
Kalau
Yeremia telah ditetapkan sebagai nabi sebelum ia dilahirkan, bagaimana mungkin
Tuhan memilihnya berdasarkan karakternya? Bandingkan dengan kata-kata / komentar
Calvin tentang ayat ini di bawah ini
Calvin (tentang Yer
1:5): “it was not in thy power
to bring with thee a qualification for the prophetic office, I formed thee not
only a man, but a prophet” (= bukanlah dalam
kuasamu untuk membawa bersamamu suatu kwalifikasi untuk jabatan nabi, Aku
membentuk engkau bukan hanya sebagai manusia, tetapi sebagai seorang nabi).
Gal
1:15-16 - “(15) Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak
kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya, (16) berkenan
menyatakan AnakNya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara
bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada
manusia”.
Catatan:
kata ‘memilih’ dalam Kitab Suci
bahasa Inggris diterjemahkan ‘separated’ / ‘set
apart’ (= memisahkan).
Calvin
(tentang Gal 1:15): “‘Who
had separated me.’ This separation
was the purpose of God, by which Paul was appointed to the apostolic office,
before he knew that he was born. The calling followed afterwards at the proper
time, when the Lord made known his will concerning him, and commanded him to
proceed to the work. God had, no doubt, decreed, before the foundation of the
world, what he would do with regard to every one of us, and had assigned to
every one, by his secret counsel, his respective place” (= ‘Yang
telah memisahkan aku’. Pemisahan ini merupakan tujuan / rencana dari Allah,
dengan mana Paulus ditetapkan pada jabatan rasul, sebelum ia tahu bahwa ia
dilahirkan. Panggilan menyusul belakangan pada waktu yang tepat, pada waktu
Tuhan menyatakan kehendakNya berkenaan dengan dia, dan memerintahkan dia untuk
memulai pekerjaan. Tak diragukan bahwa Allah menetapkan, sebelum dunia
dijadikan, apa yang akan Ia lakukan berkenaan dengan setiap orang dari kita, dan
telah menetapkan bagi setiap orang, oleh rencana rahasiaNya, tempatnya
masing-masing).
Calvin (tentang Gal
1:15): “The word of the Lord which came to Jeremiah, though expressed a little
differently from this passage, has entirely the same meaning. ... Before they
even existed, Jeremiah had been set apart to the office of a prophet, and Paul
to that of an apostle; but he is said to separate us from the womb, because the
design of our being sent into the world is, that he may accomplish, in us, what
he has decreed. The calling is delayed till its proper time, when God has
prepared us for the office which he commands us to undertake. ... he was
ordained an apostle, not because by his own industry he had fitted himself for
undertaking so high an office, or because God had accounted him worthy of having
it bestowed upon him, but because, before he was born, he had been set apart by
the secret purpose of God.” (= Firman
Tuhan yang datang kepada Yeremia, sekalipun dinyatakan secara agak berbeda dari
text ini, sepenuhnya mempunyai arti yang sama. ... Bahkan sebelum mereka ada,
Yeremia telah dipisahkan pada jabatan / tugas seorang nabi, dan Paulus pada
jabatan / tugas seorang rasul; tetapi Ia dikatakan memisahkan kita sejak dalam
kandungan, karena rancangan dari pengiriman kita ke dalam dunia adalah, supaya
Ia bisa mengerjakan di dalam kita apa yang telah Ia tetapkan. Panggilan
ditunda sampai waktunya yang tepat, pada waktu Allah mempersiapkan kita untuk
jabatan / tugas yang Ia perintahkan kepada kita untuk dikerjakan. ... ia
ditahbiskan sebagai seorang rasul, bukan karena oleh kerajinannya sendiri ia
telah membuat dirinya sendiri cocok untuk mengerjakan tugas / jabatan yang
begitu tinggi, atau karena Allah menganggapnya layak untuk memberikan tugas /
jabatan itu kepadanya, tetapi karena sebelum ia dilahirkan, ia telah dipisahkan
oleh rencana rahasia Allah).
23)
“Yesus juga mengatakan, ‘Dan jikalau
kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu
sendiri kepadamu?’ (Lukas 16:12)” (‘Menjadi Pria Sejati’,
hal 157).
Tanggapan saya:
Luk 16:12 - “Dan
jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan
menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?”.
Dalam ayat ini ada 2 istilah
yaitu ‘harta orang lain’ (yang menunjuk pada uang / harta yang ada
pada kita) dan ‘hartamu sendiri’ (yang menunjuk pada kekayaan rohani
/ harta surgawi).
Calvin:
“By the expression, ‘what
belongs to another,’ he means what is
not within man; for God does not bestow riches upon us on condition that we
shall be attached to them, but makes us stewards of
them in such a manner, that they may not bind us with their chains. And, indeed,
it is impossible that our minds should be free and disengaged for dwelling in
heaven, if we did not look upon every thing that is in the world as ‘belonging
to another.’ ‘Who shall entrust to you what is your own?’ Spiritual
riches, on the other hand, which relate to a future life, are pronounced by him
to be our own, because the
enjoyment of them is everlasting” (= Dengan ungkapan, ‘apa yang merupakan milik orang lain’,
Ia memaksudkan apa yang tidak ada di dalam manusia; karena Allah tidak
memberikan kekayaan kepada kita pada kondisi dimana kita terikat kepadanya,
tetapi membuat kita pengurus dari kekayaan dengan suatu cara, sehingga kekayaan
itu tidak mengikat kita dengan rantainya. Dan memang, adalah tidak mungkin bahwa
pikiran kita bebas dan lepas untuk tinggal di surga, jika kita tidak memandang
segala sesuatu dalam dunia sebagai ‘milik orang lain’. ‘Siapa yang
akan mempercayakan kepadamu apa yang merupakan milikmu sendiri?’ Kekayaan
rohani, di sisi lain, yang berhubungan dengan kehidupan yang akan datang,
diumumkan / dinyatakan olehNya sebagai milik kita sendiri, karena penikmatan
darinya adalah kekal).
Tetapi
penerapan yang diberikan oleh Edwin Louis Cole terhadap ayat ini dalam hal
157-160 betul-betul kacau balau. Karena terlalu panjang, maka contoh-contoh ini
akan saya ceritakan secara ringkas dengan kata-kata saya sendiri:
a)
Dalam contoh tentang orang bernama Stephen King (hal 157-158) ia
menghurufiahkan kata-kata ‘harta orang
lain’ maupun ‘hartamu sendiri’.
Jadi, keduanya menunjuk pada harta duniawi.
b)
Lalu dalam contoh tentang orang bernama Bill (hal 158-159) ia menafsirkan
‘setia dalam harta orang lain’
sebagai kesetiaan Bill terhadap gembalanya, dan ‘hartamu
sendiri’ sebagai kesuksesan Bill sebagai gembala sidang.
c)
Lalu dalam kasus seorang pria yang tak disebutkan namanya (hal 159) ia
menafsirkan ‘harta orang lain’
sebagai anak tiri orang tersebut yang ia perlakukan secara berbeda dengan anak
kandungnya sendiri, dan ini disebut sebagai ‘tidak
setia dengan harta orang lain’! Sikap ini menyebabkan hubungan orang itu
dengan dua anak kandungnya sendiri, yang ia anggap sebagai ‘hartamu sendiri’, menjadi berantakan.
d)
Dan dalam kasus seorang pria lain (hal 159-160), yang bekerja pada
bossnya, keinginannya untuk memiliki bisnis sendiri, dianggap sebagai ‘ketidak-setiaan
terhadap harta orang lain’, dan itu menyebabkan ia tidak bisa mempunyai
bisnis sendiri. Pria itu lalu memutuskan untuk berusaha menjadi karyawan terbaik
bagi bossnya, dan ia yakin bahwa dengan demikian, ia pasti akan mempunyai bisnis
sendiri!
24) “Pendurhakaan bukanlah
pekerjaan Iblis seperti anggapan sejumlah orang, melainkan perbuatan manusia
yang tabiatnya lepas dari kendali Roh Kudus” (‘Menjadi Pria Sejati’,
hal 164).
Tanggapan
saya:
a)
Lagi-lagi ajaran tanpa dasar Alkitab.
b) Sekarang bandingkan kata-katanya di atas dengan ceritanya
di bawah ini.
“Dalam
sebuah pertemuan hamba-hamba Tuhan di New York, saya berbicara tentang dosa
pendurhakaan ini serta sifat dan akibatnya yang mengerikan. Sewaktu pertemuan
itu berakhir, seorang pria datang mendekat, merangkul saya, lalu menangis sambil
berbisik, ‘Saya tidak mengetahuinya.’ Setelah tenang kembali, ia pun
menceritakan rahasianya. ‘Sekitar sepuluh bulan yang lalu, seorang saudara
seiman dari gereja yang biasa saya kunjungi dulu menelpon saya dan bertanya
apakah saya mau bekerja sama dengannya dalam gereja baru yang dirintisnya.’
‘Ia adalah seorang wakil gembala sewaktu saya pertama kali mengenalnya, dan
hubungan kami cukuplah akrab, maka saya pun mengatakan, saya akan datang dan
membantu. Sekitar empat bulan yang lalu saya melihat adanya perubahan dalam diri
anak-anak perempuan saya dan tiga bulan yang lalu saya merasakan mereka mulai
sering memberontak. Sebelumnya mereka tidak pernah bersikap seperti itu, dan
saya tidak bisa memperkirakan penyebabnya.’ ‘Kemudian, seminggu yang lalu
istri saya mulai menyinggung tentang perceraian, padahal selama ini saya sudah
berusaha semampu saya untuk menjadi suami, ayah, dan anggota gereja yang baik,
tetapi ternyata hidup saya malah hancur berantakan. Hari ini, sewaktu saya
mendengar Anda berbicara tentang pendurhakaan, saya benar-benar tertempelak.
Gembala yang saya bantu itu sebenarnya merintis jemaatnya dengan mengumpulkan
‘pecahan’ dari jemaat tempat ia semula menjadi wakil gembala.’ ‘Waktu
itu saya tidak memandangnya sebagai masalah yang penting karena kejadian seperti
itu seringkali kita jumpai. Namun, sekarang saya menyadari bahwa ia menyimpan roh
pendurhakaan sewaktu meninggalkan gerejanya yang semula itu. Maka, ketika
saya membawa keluarga saya ke dalam jemaat itu, mereka pun terpengaruh oleh
rohnya, dan sikap memberontaknya itu pun merasuk ke dalam hati keluarga
saya.’ Setelah saya menyampaikan kisah pria itu, ada orang lain yang
menulis, ‘Saya menulis kepada Anda karena selama empat tahun yang terasa amat
panjang ini saya telah mencari-cari jawaban atas suatu persoalan. Pada tahun
1987 saya berhenti dari tugas penggembalaan saya karena istri dan keluarga saya
tidak tahan lagi. Setelah kami pergi kami mendapati bahwa kami telah membawa
sekelompok orang, beserta dengan wakil gembala mereka yang memisahkan diri dari
jemaat lain.’ ‘Saya akhirnya bersedia menggembalakan mereka, namun berbagai
persoalan mulai muncul di rumah kami. Anak perempuan saya berpisah dengan
suaminya, anak lelaki tertua saya memiliki masalah dengan istrinya. Kehidupan
saya sedemikian merosotnya. Saya lalu meninggalkan gereja dan pelayanan
dengan perasaan gagal dan bertanya-tanya apa sebenarnya yang telah terjadi pada
diri saya.’ ‘Hari ini ketika saya mendengar Anda menceritakan tentang pria
di New York yang menderita akibat roh pendurhakaan dalam diri gembala
yang diikutinya itu, saya sadar bahwa saya juga mengalami hal yang sama. Saya
telah menghimpun orang-orang yang memberontak dan, bukannya saya berhasil
menolong mereka, justru mereka hampir menghancurkan saya.’ ‘Hari ini
saya bertobat, mengampuni mereka dan wakil gembala yang telah menjerumuskan saya
ke dalam kekacauan ini, dan berdoa bersama istri saya ... Sekarang saya tidak
sabar lagi untuk segera melayani anggota keluarga saya yang lain. Terima
kasih.’” (‘Menjadi
Pria Sejati’, hal 167-169).
Ada
2 hal yang ingin saya soroti:
1.
Sekarang ia mengatakan ‘roh
pendurhakaan’? Jadi setan ikut campur, bukan?
2. Tidakkah aneh kalau ayahnya yang bersalah, melakukan pendurhakaan,
dan anak-anaknya yang mengalami kekacauan dalam rumah tangga mereka?
Berkenaan
dengan kata-kata Edwin Louis Cole di sini, saya ingin bertanya kepada para
pendukung gerakan pria sejati / maximal, yang ‘memberontak’ terhadap
pendeta / gerejanya: anda setuju kata-kata Edwin Louis Cole di atas ini atau
tidak?
a.
Kalau anda tidak setuju, untuk apa anda mengikuti orang yang ajarannya
tidak anda setujui?
b.
Kalau anda setuju, maka itu berarti anda punya roh pendurhakaan yang
dikatakan oleh Edwin Louis Cole, bukan? Maukah anda bertobat?
c) Lalu dalam buku ‘Menjadi Pria Sejati’, hal 169,
Edwin Louis Cole mengatakan “Kalau Anda telah menjadi korban pendurhakaan,
terlibat di dalamnya, dan tercemari olehnya, maka dalam nama Allah, usirlah
roh itu dari kehidupan Anda!”.
Lagi-lagi
ada 2 hal yang ingin saya soroti dari kutipan ini:
1. Kalau ia menyuruh untuk mengusir roh itu, maka roh itu pasti menunjuk
kepada setan. Lagi-lagi bertentangan dengan apa yang ia katakan di atas bahwa ‘pendurhakaan
bukanlah pekerjaan Iblis’.
2. Usir dalam nama Allah? Dimana dalam Alkitab kita diajar untuk
mengusir setan dalam nama Allah? Dan nama Allah yang mana? YHWH / Yahweh? Kita
selalu mengusir ‘dalam / demi nama Yesus’ karena Alkitab mengajar demikian!
Luk
10:17 - “Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan
berkata: ‘Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi namaMu.’”.
Kis
16:18 - “Hal itu dilakukannya beberapa
hari lamanya. Tetapi ketika Paulus tidak tahan lagi akan gangguan itu, ia
berpaling dan berkata kepada roh itu: ‘Demi nama Yesus Kristus aku
menyuruh engkau keluar dari perempuan ini.’ Seketika itu juga keluarlah roh
itu”.
Kis 19:13
- “Juga beberapa tukang jampi Yahudi,
yang berjalan keliling di negeri itu, mencoba menyebut nama Tuhan Yesus atas
mereka yang kerasukan roh jahat dengan berseru, katanya: ‘Aku menyumpahi kamu demi
nama Yesus yang diberitakan oleh Paulus.’”.
Catatan:
dalam ayat terakhir ini memang yang mempraktekkan hal itu adalah orang-orang
yang tidak percaya, tetapi mereka melakukan itu karena mereka meniru Paulus.
Jadi, ini menunjukkan bahwa Paulus memang mempraktekkan pengusiran setan demi
nama Yesus.
3. Alkitab hanya mengajar kita mengusir setan yang merasuk seseorang
(Kis 16:18), atau yang memanifestasikan dirinya secara supranatural (Mat 4:10).
Kita tidak pernah diberi otoritas untuk mengusir / menengking setan yang
menggoda kita dengan cara biasa / bukan secara supranatural. Untuk yang ini apa
yang harus kita lakukan? Perhatikan 2 text Alkitab di bawah ini.
Yak
4:7 - “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis,
maka ia akan lari dari padamu!”.
1Pet
5:8-10 - “(8) Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan
keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat
ditelannya. (9) Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu,
bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. (10)
Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus
kepada kemuliaanNya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan
mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya”.
Kedua
text di atas tidak menyuruh kita menengking / mengusir setan pada saat ia
menggoda kita dengan cara biasa / bukan secara supranatural. Karena itu, saya
tidak setuju dengan praktek pengusiran setan pada waktu ia menggoda kita untuk
berzinah, marah, mencuri dan sebagainya. Bahkan saya juga tidak setuju praktek
mengusir setan dari ruangan kebaktian, yang banyak dilakukan bahkan oleh
orang-orang Protestan!
25)
“Peganglah kebenaran erat-erat, bukan sebagai milik Anda,
melainkan sebagai juruselamat, tuan, dan gembala Anda. Kebenaran adalah
perisai dan kekuatan Anda. Kebenaran adalah salah satu ‘perlengkapan senjata
Allah’ untuk melawan ‘bapa segala dusta’. Hanya kebenaran yang dapat
mengalahkan dusta. Kebenaran adalah alat untuk bertahan dan sekaligus menyerang
dalam setiap pertempuran yang harus kita hadapi. Kebenaran membela dirinya
sendiri, dan kebenaran itu kekal. Orang berusaha membunuh Kebenaran dengan
cara menyalibkanNya, namun Kebenaran bangkit kembali pada hari ketiga, dan
Kebenaran itu tetap hidup selamanya!” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal
185).
Tanggapan saya:
Kebenaran
= juruselamat, tuan, gembala? Ini betul-betul omongan yang sangat tolol!
Sekalipun Yesus adalah kebenaran (Yoh 14:6), dan Yesus juga adalah Juruselamat,
Tuan / Tuhan, dan Gembala, tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa Kebenaran
adalah Juruselamat, Tuan / Tuhan, ataupun Gembala!
Lebih-lebih
mengatakan bahwa ‘Orang berusaha membunuh Kebenaran dengan cara
menyalibkanNya, namun Kebenaran bangkit kembali pada hari ketiga, dan Kebenaran
itu tetap hidup selamanya!’.
Mengacau-balaukan
/ mencampur-adukkan ‘Yesus’ dan ‘kebenaran’ jelas merupakan sesuatu yang
salah. Semut itu binatang tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa binatang itu
semut. Demikian juga sekalipun Yesus adalah kebenaran, kita tidak bisa
mengatakan bahwa kebenaran adalah Yesus.
Kalau
kita mau mengikuti pencampur-adukkan yang dilakukan oleh Edwin Louis Cole
terhadap ‘Yesus’ dan ‘kebenaran’ ini maka bisa muncul ajaran sebagai
berikut: Yesus juga mengatakan bahwa Ia adalah jalan (Yoh 14:6), dan Ia
adalah pintu (Yoh 10:7), dan Ia adalah roti hidup (Yoh 6:35). Jadi,
jalan, pintu dan roti, juga adalah Juruselamat, Tuan / Tuhan, dan Gembala! Orang
juga berusaha membunuh jalan, pintu dan roti dengan menyalibkannya, namun jalan,
pintu dan roti itu bangkit kembali dan hidup selama-lamanya! Ini menjadi lelucon
yang konyol!
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali