Pemahaman
Alkitab
(Jl. Dinoyo
19b, lantai 3)
Jumat, tanggal
8 Oktober 2010, pk 19.00
Base
URL: http://www.golgothaministry.org
Pria
sejati / maximal (2)
5)
Penggunaan ayat Alkitab yang salah / tidak cocok, atau penafsiran ayat
Alkitab yang ngawur, atau ajaran yang tidak ada dasar Alkitabnya.
a)
Ajaran: Pdt. Johan Gopur mengatakan bahwa kita harus membuka diri di
hadapan Allah dan manusia.
Text
Kitab Suci yang digunakan adalah Ibr
4:14-16 - “(14)
Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua
langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan
iman kita. (15) Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak
dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia
telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. (16) Sebab itu marilah kita dengan
penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat
dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya”.
Pdt.
Johan Gopur berkata: Saya membuka diri di hadapan Tuhan, sehingga bisa banyak
perubahan dalam diri saya. Akan terjadi pemulihan bagi yang mau membuka diri di
hadapan Tuhan. Dulu
problem keluarga saya tutup di depan jemaat. Setan senang, pelayanan tidak maju.
Ia menggunakan Ibr 4:16 di atas sebagai dasar ajarannya.
Tanggapan saya: Ibr 4:16 itu
merupakan suatu perintah untuk datang kepada Allah dalam doa dengan berani,
karena kita mempunyai Imam Besar, yaitu Yesus Kristus (ay 14-15).
Jadi,
ini tak ada hubungannya dengan keterbukaan, baik di hadapan Allah maupun di
hadapan manusia!
b)
Pdt. Johan Gopur melanjutkan ajarannya tentang ‘membuka diri’ dan
menggunakan cerita tentang perempuan
Samaria dalam Yoh 4. Perempuan Samaria itu tidak berani ketemu orang. Ia ke
sumur pada siang hari, tidak ada orang. Tetapi dia ketemu Yesus. Setelah itu
perempuan itu berani ketemu banyak orang, dan bicara tentang Yesus. Keterbukaan
kita kepada Tuhan merupakan kunci.
Tanggapan
saya:
Dalam cerita
tentang perempuan Samaria itu, Yesuslah yang membuka masalahnya / dosanya, bukan
ia yang membuka diri / menceritakan dosa-dosanya. Terhadap orang banyak ia juga
bukan membuka diri / menceritakan dosanya, tetapi mengarahkan mereka kepada
Yesus.
Yoh
4:16-19 - “(16) Kata Yesus kepadanya: ‘Pergilah, panggillah suamimu dan
datang ke sini.’ (17) Kata perempuan itu: ‘Aku tidak mempunyai suami.’
Kata Yesus kepadanya: ‘Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, (18)
sebab engkau sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah
suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar.’ (19) Kata perempuan itu
kepadaNya: ‘Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi”.
Di
sini Yesus membuka dosa-dosa perempuan itu.
Yoh
4:28-29,39,42 - “(28) Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ
lalu pergi ke kota dan berkata kepada orang-orang yang di situ: (29) ‘Mari,
lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah
kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?’ ... (39) Dan banyak orang Samaria dari
kota itu telah menjadi percaya kepadaNya karena perkataan perempuan itu, yang
bersaksi: ‘Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat.’ ...
(42) dan mereka berkata kepada perempuan itu: ‘Kami percaya, tetapi bukan lagi
karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami
tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.’”.
Di
sini perempuan itu memang menemui banyak orang, tetapi tujuannya adalah untuk
menceritakan tentang Yesus kepada orang-orang Samaria.
Tak
ada bagian manapun dalam text itu dimana perempuan itu membuka diri, baik kepada
Yesus maupun kepada orang banyak (Samaria).
c)
Pdt. Johan Gopur juga menggunakan Yes 55:1-2 - “(1)
Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang
tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah,
juga anggur dan susu tanpa bayaran! (2) Mengapakah kamu belanjakan uang untuk
sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak
mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan kamu akan
menikmati sajian yang paling lezat”.
Ia
mengatakan bahwa ini merupakan ajakan bagi orang yang haus, yang berdosa, maupun
yang sudah kenal Tuhan tetapi banyak dosa ditutupi.
Tanggapan
saya: Kalau
ayat itu dikatakan sebagai ajakan bagi orang yang haus, berdosa, untuk datang
kepada Tuhan, dan menerima pengampunan, maka itu benar. Tetapi kalau dikatakan
bahwa itu merupakan ajakan bagi orang yang SUDAH KENAL TUHAN, tetapi banyak
menutupi dosanya, saya menganggap ayatnya sama sekali tidak cocok. Ayat di atas
hanya cocok untuk orang yang belum percaya, dan ayat di atas tak ada hubungannya
dengan dosa yang ditutupi.
Kalau
mau menggunakan ayat yang berhubungan dengan orang percaya yang menutupi dosa
maka jauh lebih baik menggunakan Maz 32:1-5 - “(1) [Dari
Daud. Nyanyian pengajaran.] Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya,
yang dosanya ditutupi! (2) Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak
diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu! (3) Selama aku berdiam
diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari; (4) sebab
siang malam tanganMu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti
oleh teriknya musim panas. Sela (5) Dosaku kuberitahukan kepadaMu dan
kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: ‘Aku akan mengaku kepada
TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,’ dan Engkau mengampuni kesalahan karena
dosaku. Sela”.
Kata-kata
‘berdiam
diri’
dalam ay 3a jelas maksudnya adalah ‘tidak mengaku dosa’. Ini
menyebabkan tangan Tuhan menekan dia, sehingga dia sangat menderita (ay 3b-4).
Tetapi lalu dalam, ay 5a ia memberitahukan / mengaku dosa / pelanggarannya,
dan ini menyebabkan ia diampuni (ay 5b).
d)
Pdt. Johan Gopur mengajar: Kanaan bukan lambang dari surga tetapi hidup
orang Kristen yang maximal.
Ini
pasti ia dapatkan dari buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’, dimana Edwin Louis
Cole berkata sebagai berikut:
“Tanah
Kanaan selalu digunakan Allah sebagai simbol potensi maksimal dari umat manusia.
Tanah Kanaan adalah suatu tempat Allah menggenapi janji-janji-Nya di dalam
kehidupan kita - tempat Allah memaksimalkan potensi umat-Nya, baik secara
pribadi maupun bersama. ... Di dalam Perjanjian Lama, Tanah Kanaan adalah
tempat yang diinginkan Allah untuk ditempati oleh bangsa Israel setelah Ia
membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Mereka akan hidup dengan iman
mereka di sana. Dan, Allah akan menggenapi janji-janji-Nya atas mereka. Saya
ingin Anda mengerti bahwa Kanaan adalah Tanah Perjanjian, tempat di mana Allah
menginginkan Anda hidup dengan iman saat ini. Di tempat itu, Allah akan
menggenapi janji-janji-Nya atas kehidupan Anda. Di sana Anda dapat meraih
potensi maksimal Anda”
(hal 8).
Tanggapan
saya:
Perjalanan
bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan merupakan TYPE (bukan lambang) dari
perjalanan orang Kristen ke surga. Dan Kanaan memang merupakan TYPE dari surga,
bukan dari kehidupan orang Kristen yang maximal. Apa yang ia ajarkan, menurut
saya, tak punya dasar Alkitab. Tetapi apa yang saya ajarkan ada dasarnya, yaitu
2Pet 1:15 - “Tetapi
aku akan berusaha, supaya juga sesudah kepergianku itu kamu selalu
mengingat semuanya itu”.
Perhatikan
kata ‘kepergianku’.
KJV/ASV/NKJV:
‘my decease’ (= kematianku).
RSV/NIV/NASB:
‘my departure’ (= keberangkatanku).
Kata
‘kepergian’ ini diterjemahkan
dari kata Yunani EXODON, dari mana diturunkan kata EXODUS. Dan ini memang
berhubungan dengan keluarnya Israel dari Mesir (EXODUS).
Vincent
(tentang 2Pet 1:15): “‘Decease’
(exodon). ‘Exodus’ is a literal transcript of the
word, and is the term used by Luke in his account of the transfiguration.
‘They spake of his decease.’ It occurs only once elsewhere, Heb 11:22, in
the literal sense, the ‘departing or exodus’ of the children of Israel”
[= ‘Kematian’ (EXODON). ‘Exodus’ merupakan
suatu salinan hurufiah dari kata itu, dan merupakan istilah yang digunakan oleh
Lukas dalam cerita / laporannya tentang perubahan rupa / pemuliaan. ‘Mereka
berbicara tentang kematianNya’. Kata itu hanya muncul satu kali di tempat
lain, Ibr 11:22, dalam arti yang hurufiah, ‘pemberangkatan atau exodus’ dari
anak-anak Israel].
Catatan:
kata ‘transfiguration’ menunjuk
pada pemuliaan Yesus di atas gunung, dimana Ia berubah rupa. Kata ‘transfiguration’
itu sendiri berarti ‘perubahan rupa / bentuk’.
Ibr 11:22
- “Karena iman maka Yusuf menjelang matinya memberitakan tentang keluarnya
orang-orang Israel dan memberi pesan tentang tulang-belulangnya”.
KJV:
‘the departing’ (= keberangkatan).
RSV/NIV/NASB:
‘the exodus’ (= exodus).
ASV/NKJV:
‘the departure’ (= keberangkatan).
Jamieson,
Fausset & Brown (tentang 2Pet 1:15): “The
very word exodon used in the
transfiguration, Moses and Elias conversing about Christ’s decease (found
nowhere else in the New Testament, but Heb. 11:22, ‘the departing of Israel’
out of Egypt, to which the saints’ deliverance from the bondage of corruption
answers)” [= Kata
EXODON digunakan dalam perubahan rupa / pemuliaan, Musa dan Elia berbicara
tentang kematian Kristus (tidak ditemukan di tempat lain dalam Perjanjian Baru,
tetapi Ibr 11:22, ‘kepergian Israel’ keluar dari Mesir, yang cocok dengan
pembebasan orang-orang kudus dari perbudakan kejahatan)].
Barclay
(tentang 2Pet 1:15):
“The picture comes from the journeying of the patriarchs in the Old
Testament. They had no abiding residence but lived in tents because they were on
the way to the Promised Land. The Christian knows well that his life in this
world is not a permanent residence but a journey towards the world beyond. We
get the same idea in verse 15. There Peter speaks of his approaching death as
his EXODOS, his departure. EXODOS is, of course, the word which is used for the
departure of the children of Israel from Egypt, and their setting out to the
Promised Land. Peter sees death, not as the end but as the going out into the
Promised Land of God” (= Gambaran itu datang dari
perjalanan dari nenek moyang mereka dalam Perjanjian Lama. Mereka tidak
mempunyai tempat tinggal tetap tetapi hidup / tinggal di kemah karena mereka
sedang dalam perjalanan ke Negeri Perjanjian. Orang Kristen tahu dengan baik
bahwa kehidupannya dalam dunia ini bukanlah suatu tempat tinggal yang permanen
tetapi suatu perjalanan menuju dunia yang akan datang / alam baka. Kita
mendapatkan gagasan yang sama dalam ay 15. Di sana Petrus berbicara tentang
kematiannya yang mendekat sebagai EXODOS-nya, keberangkatannya. Tentu saja,
EXODOS adalah kata yang digunakan untuk keberangkatan dari anak-anak Israel dari
Mesir, dan keberangkatan mereka ke Negeri Perjanjian. Petrus melihat kematian,
bukan sebagai akhir tetapi sebagai keluar menuju Negeri Perjanjian dari Allah)
- hal 308.
Kesimpulan:
kata Yunani yang digunakan oleh Petrus untuk menunjuk pada kepergiannya ke surga
sama dengan kata Yunani yang digunakan dalam Ibr 11:22 untuk menunjuk pada
kepergian / perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan, dan ini merupakan
dasar untuk mengatakan bahwa perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan
merupakan TYPE dari perjalanan orang Kristen di dunia ini menunju ke surga. Dan
itu sekaligus juga menunjukkan bahwa Kanaan adalah TYPE dari surga!
e)
Pdt. Johan Gopur mengajar: Lazarus sudah mati 4
hari, dibangkitkan oleh Yesus. Lazarus keluar, masih terbungkus kain kapan.
Sudah hidup tetapi terbungkus kain kapan. Ini sama seperti orang Kristen yang
sudah hidup / diampuni, tetapi masih ada dosa-dosa yang masih mengikat kita.
Tanggapan
saya:
Ini merupakan suatu pengalegorian yang salah! Cerita sejarah tidak boleh
dialegorikan / diartikan sebagai lambang. Disamping, kalau kain kapan itu simbol
dosa, pada waktu kain kapan itu dilepaskan dari tubuh Lazarus, bagaimana kita
mengartikannya? Lazarus menjadi suci? Dan kalau kain kapan itu simbol dari dosa,
mengapa Yesus bukannya melepaskan sendiri kain kapan itu, tetapi menyuruh orang
lain untuk melepaskannya?
Yoh 11:43-44
- “(43) Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras:
‘Lazarus, marilah ke luar!’ (44) Orang yang telah mati itu datang ke luar,
kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan
kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: ‘Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia
pergi.’”.
Apakah
itu berarti bahwa orang / manusia bisa melepaskan orang lain dari dosa-dosa
mereka sampai orang itu menjadi suci?
f)
Pdt. Johan Gopur mengatakan bahwa suami adalah imam dalam keluarga, dan
sebagai imam ia harus berdoa untuk keluarga. Sebagai dasar Kitab Suci ia
memberikan 1Tim 2:8 - “Oleh karena itu aku ingin,
supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci,
tanpa marah dan tanpa perselisihan”.
Tanggapan
saya:
Saya tak setuju suami harus menjadi imam. Saya setuju suami harus berdoa untuk
keluarga, tetapi kalau 1Tim 2:8 dipakai sebagai dasar, itu tidak cocok, karena
kontext dari ayat itu sama sekali bukan keluarga. Baca sendiri
kontextnya, dan saudara akan melihat bahwa ayat ini sama sekali tidak
berhubungan dengan keluarga.
g)
Pdt. Johan Gopur menggunakan 1Pet 5:8 - “Sadarlah
dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa
yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya”.
Dan ia lalu berkata “Jadi,
ada yang tak bisa ditelan. Yang mana yang bisa ditelan? Yang menyimpan kepahitan
/ dendam”.
Tanggapan
saya:
Ini lagi-lagi merupakan penggunaan ayat Kitab Suci seenaknya sendiri, karena
ayat ini sama sekali tidak berurusan dengan kepahitan / dendam.
h)
Pdt. Kaleb Kiantoro menggunakan Luk 13:6-9 - “(6)
Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: ‘Seorang mempunyai pohon ara yang
tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu,
tetapi ia tidak menemukannya. (7) Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur
itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak
menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di
tanah ini dengan percuma! (8) Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun
ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,
(9) mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!’”.
Dan ia lalu mengatakan bahwa tukang kebun ini tegas tetapi lembut!
Tanggapan
saya:
Yang digunakan oleh Pdt. Kaleb Kiantoro adalah suatu perumpamaan, dan
perumpamaan hanya boleh ditafsirkan sesuai maksud / arah / tujuan dari
perumpamaan itu. Di sini maksud / arah / tujuannya jelas adalah bahwa Tuhan
menghendaki adanya buah dalam kehidupan anak-anakNya, dan yang tidak berbuah,
lambat atau cepat, akan ditebang. Pada waktu ditafsirkan bahwa tukang kebun itu
lembut tetapi tegas, atau sebaliknya, maka ini merupakan penggunaan ayat /
perumpamaan yang sama sekali tidak seharusnya.
6)
Ajaran: dalam ruangan Camp ada spanduk bertuliskan: “Katakanlah kepada istri anda setiap hari bahwa dia adalah hadiah
terindah dari Tuhan untuk anda dan bahwa anda mencintainya”.
Saya
kira ada pengkhotbah dalam camp yang juga mengatakan hal ini. Dan dalam
buku-buku mereka hal-hal seperti ini banyak sekali.
a)
Dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’:
1. “Ketika
istri anda bertanya, ‘Apakah kamu mencintaiku?’ Jawaban
yang benar adalah: ‘Apakah langit masih biru? Apakah air masih basah?
Apakah gunung masih tinggi? Begitulah cintaku padamu!!!’”
(hal 17).
Kata-kata
‘jawaban yang benar’ (yang saya
garis-bawahi) menunjukkan bahwa jawaban seperti itu mutlak diharuskan. Tetapi
bagaimana kalau ternyata pria itu sudah luntur cintanya? Apakah tetap harus
mengatakan kata-kata seperti itu? Saya merasa ajaran ini hanya bagus, kalau
bisa diucapkan dengan jujur dan tulus. Dan saya yakin hanya sangat sedikit,
kalau ada, pria / suami yang bisa mengucapkan kata-kata seperti ini dengan jujur
dan tulus, karena pria / suami bukanlah Tuhan yang tidak bisa berubah. Tuhan
tidak berubah, juga dalam cintaNya kepada kita, tetapi suami bukan Tuhan. Pria /
suami bisa berubah, juga dalam hal cintanya kepada istrinya! Sekarang, bagaimana
kalau sang suami sudah luntur cintanya? Apakah tetap harus mengatakan kata-kata
seperti itu?
Juga,
mengatakan bahwa cintanya kepada istrinya sama seperti warna biru dari langit
dan ketinggian gunung, mengharuskan suami itu menjadi seorang penyair!
2. “Katakan
kepada istri anda setiap hari, bahwa dia adalah hadiah dari Tuhan buat
anda, dan bahwa anda mencintainya”
(hal 19).
Dan
keharusan mengatakan hal seperti itu setiap hari, menyebabkan ia berdusta
setiap hari juga. Bolehkah berdusta untuk kebaikan (white lie / dusta putih)???
3. “Semakin
banyak kita menabur kata-kata cinta baginya, semakin banyak pula kita akan
menuai keindahan cinta darinya (2Kor 9:6)” (hal 20).
Sekalipun
kata-kata di atas ini tidak salah, tetapi dasar ayat yang digunakan salah. Ayat
ini berurusan dengan persembahan. Untuk mengetahui hal itu baca ayat ini
sekaligus dengan ayat selanjutnya.
2Kor
9:6-7 - “(6) Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit
juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. (7) Hendaklah
masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih
hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan
sukacita”.
Jadi,
penggunaan ayat seperti ini, merupakan penggunaan yang salah (out of context).
Yang dimaksud dengan ‘menabur’
sebetulnya adalah ‘menabur uang’ (memberi persembahan), bukan ‘menabur
kata-kata cinta’.
Hal
lain yang bisa ditekankan dari text itu adalah: apa yang kita tuai tak selalu
hal yang sama dengan apa yang kita tabur. Jadi, menabur uang, belum tentu menuai
uang. Tuhan bisa memberi berkat dalam hal yang lain.
4. “Kata-kata
positif dan membangun yang diberikan oleh suami bagi istrinya akan membuat sang
istri bertumbuh dan berbuahkan pula hal-hal yang positif dan baik pula
(Mat 12:33). (RS)”
(hal 20).
Catatan:
RS adalah Ronny Soedjak, Gembala GPDI Moria, Jatibening, Bekasi. Coordinator
House of Blessing (Pelayanan Keluarga). Pemimpin Christian Men’s Network di
Indonesia (lihat book cover di bagian depan buku ini).
a. Mari
pertama-tama kita melihat ayat yang ia gunakan sekaligus dengan kontextnya.
Mat 12:33-35
- “(33) Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya;
jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab
dari buahnya pohon itu dikenal. (34) Hai kamu keturunan ular beludak,
bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri
jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. (35) Orang yang baik
mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang
jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat”.
Menurut
saya text ini / ayat ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan ajaran Ronny
Soedjak di atas. Ini penggunaan ayat Kitab Suci yang ngawur!
b. Sekalipun
kata-kata positif dari suami merupakan sesuatu yang baik dan penting bagi
istrinya, tetapi untuk membuat istri itu bertumbuh dan berbuah, yang ia butuhkan
adalah kata-kata Tuhan / Firman Tuhan.
1Pet
2:2-3 - “(2) Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu
ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh
dan beroleh keselamatan, (3) jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan
Tuhan”.
Dan
ada satu pertanyaan: kalau ada istri yang mempunyai suami yang brengsek yang
tidak pernah memberikan kata-kata yang positif dan membangun, tetapi istri ini
rajin belajar Firman Tuhan, tidak bisakah ia bertumbuh dan berbuah?
b)
Dalam buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’, pada bagian ‘Dedikasi’ di
awal buku, DR Edwin Louis Cole juga mengatakan “Kepada
istriku, Nancy, ‘Wanita tercantik di bumi ini.’”.
Dalam
buku yang sama, pada bagian akhirnya, Edwin Louis Cole berkata sebagai berikut:
“Istri
saya, Nancy, masih menjadi ‘Wanita Tercantik di Bumi Ini’, dan tidak pernah
kehilangan kemampuannya untuk menolong saya. ... Kami telah menikah selama lebih
dari lima puluh tahun. Orang-orang bertanya kepada saya apakah saya telah
menikah dengan orang yang sama selama tahun-tahun itu. Jawaban saya selalu sama,
‘TIDAK! Dia adalah seorang yang penuh kasih, lebih ramah, setia, taat kepada
Allah, lebih tulus dibandingkan sebelumnya. Dia adalah seorang ibu yang luar
biasa, istri seorang pelayan, kekasih, dan orang Kristen terbaik yang pernah
saya temui sepanjang hidup saya.’”
(hal 176).
Tulus
/ jujurkah kata-kata ini? Terus terang, saya meragukan adanya pria / suami yang
bisa mengatakan hal ini setelah menikah lebih dari 50 tahun. Kalaupun ada,
mungkin itu hanya satu dari sejuta! Apalagi kalau pria / suami itu betul-betul
menganggap istri yang sudah usia 70an tahun sebagai wanita tercantik di dunia!
Ini sangat tidak masuk akal!
Juga
perhatikan kata-kata ‘orang Kristen terbaik yang pernah saya temui sepanjang hidup saya’.
Bisakah penilaian seperti ini diterima? Obyektifkah? Jujur / tuluskah?
Sekarang,
dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’ ada kata-kata sebagai berikut:
1. “Pria
yang sudah ditebus oleh darah Yesus adalah pria yang hidup dalam terang. Dan ciri dari
terang adalah hidup secara terang-terangan / keterbukaan. Pengakuan adalah kunci
pemulihan. Jangan takut mengaku kalau memang salah. Akui dan minta maaf”
(hal 8).
2. “Kunci
utama sebuah komunikasi yang berhasil adalah keterbukaan, sebaliknya
ketertutupan adalah hal yang menghancurkan komunikasi. Para pria, terbukalah di
hadapan Tuhan, keluarga, dan di hadapan orang lain”
(hal 36).
Kalau
kata-kata di atas ini saya hubungkan dengan keharusan menyatakan ‘cinta yang
tidak berubah’ kepada istri, apa yang terjadi? Kata-kata di atas ini
mengatakan kita harus terbuka. Kalau cinta kepada istri memang sudah berubah /
luntur, haruskah tetap menyatakan cintanya tak berubah (dan dengan demikian
bukan saja berdusta, tetapi juga bersikap tertutup / tidak terbuka), atau
mengakui terus terang kepada istri kalau cintanya sudah luntur?
7)
Pdt. Kaleb Kiantoro mengajar: “A
child is not likely to find a father in God unless he finds something of God in
his father” (= Seorang
anak tidak akan / kecil kemungkinannya untuk mendapatkan seorang bapa dalam
Allah kecuali ia mendapatkan sesuatu dari Allah dalam bapanya).
Tanggapan
saya:
Kalau
dikatakan seorang anak harus mendapatkan sesuatu dari Allah dalam bapa /
ayahnya, maka sebetulnya kalau kita bicara secara teologis, semua anak bisa
mendapatkan sesuatu dari Allah dalam diri bapa / ayahnya, karena bapa / ayahnya
adalah gambar dan rupa Allah (biarpun sudah rusak tetapi tidak musnah!).
Kalau
mau dikatakan bahwa anak yang memiliki bapa / ayah yang rusak / bejat itu tidak
menemukan sesuatu apapun dari Allah dalam diri bapa / ayahnya, dan itu
menyebabkan ia tidak bisa / kecil kemungkinannya untuk mendapatkan seorang bapa
dalam Allah, maka apakah itu berarti bahwa anak dari seorang bapa yang bejat
tidak akan / kecil kemungkinannya untuk percaya kepada Yesus? Menurut saya ini
sangat belum tentu! Dalam Alkitabpun sangat banyak orang yang adalah anak dari
orang yang bejat, tetapi bisa percaya dengan sungguh-sungguh. Sebaliknya, ada
banyak anak dari bapa yang beriman dan saleh, tetapi ternyata ia menjadi orang
yang tidak percaya / orang jahat sampai mati.
8)
Ajaran yang berbau kesesatan: orang laki-laki harus menjadi imam dalam
keluarga!
Pdt.
Johan Gopur mengatakan: “Sudahkah
kita jadi imam dalam keluarga? Fungsi imam salah satunya adalah berdoa untuk
keluarga. Tuhan pakai kita
sebagai saluran / sumber berkat. Tetapi kalau saluran itu rusak, bagaimana?
Keluarga kacau”.
Ia
lalu mengutip 1Tim 2:8 - “Oleh
karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan
menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan”.
Catatan:
ini kontextnya bukan doa untuk keluarga!
Ajaran
bahwa orang laki-laki harus menjadi imam dalam keluarga juga banyak tersebar
dalam buku-buku mereka.
Dalam
buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’, Edwin Louis Cole berkata:
“Di
dalam keluarga Anda haruslah ada seorang imam dan Allah sudah menentukan hal itu
untuk diperankan oleh kaum pria. Entah Anda seorang murid sekolah Alkitab atau
tidak, bila Anda seorang pria, Anda adalah seorang imam. Anda tetaplah
seorang imam, entah Anda mempercayainya, menerimanya, menghidupinya, atau tidak
menghiraukannya. Tugas seorang imam bukan hanya untuk melayani Tuhan, melainkan
juga orang-orang yang dipercayakan ke dalam pemeliharaannya. Artinya, seorang
pria harus melayani istri dan anak-anaknya. ... Banyak pria yang gagal memahami
bahwa mereka harus memenuhi tugas pelayanan mereka sebagai seorang imam di dalam
keluarga. ... Seorang imam di dalam keluarga harus mau berdoa bagi istrinya”
(hal 61,63).
Catatan:
Karena istri bukan imam, jadi istri tidak perlu berdoa untuk keluarganya?
Dan
dalam buku yang sama Edwin Louis Cole berkata:
“Karena
imam dalam Perjanjian Lama merupakan perantara antara Allah dan manusia, seorang
penengah, yaitu orang yang menyatakan anugerah Allah kepada umat dan disebut
‘bapak’, maka ayah di dalam rumah bertindak sebagai ‘imam’ bagi
keluarga” (hal 163).
Dalam
buku ‘Hikmat Bagi Pria’ dikatakan sebagai berikut:
“Dalam
Matius 7:24-27 dijelaskan ada 2 macam rumah yang dibangun diatas dasar yang
berbeda. Rumah berbicara tentang kehidupan dimana pria menjadi imamnya.
Pria yang bijaksana (pintar) adalah pria yang mendengar dan melakukan Firman
Tuhan. Pria tersebut membangun kehidupannya dengan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang kuat dari Firman Tuhan.”
(hal 2).
Catatan:
ini merupakan penafsiran yang ngawur. Perumpamaan ini tak ada hubungannya dengan
ajaran bahwa seorang laki-laki harus menjadi imam dalam keluarganya!
Lalu,
dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’ juga dikatakan sebagai berikut:
“Seorang
pria harus terlebih dahulu berfungsi sebagai imam, sebelum ia berfungsi sebagai
nabi” (hal 48).
Lalu,
lagi-lagi dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’ dikatakan sebagai berikut:
“Nabi,
imam dan raja: jadilah seorang pria sejati. Seorang pria adalah seorang: Imam:
Yaitu seorang mediator antara Allah dengan keluarganya. Anda tidak akan
pernah bisa membawa Allah kepada keluarga Anda sebelum Anda membawa keluarga
Anda kepada Allah. Nabi: Yaitu seorang yang menyampaikan suara Allah kepada
keluarga. Dia menetapkan standar hidup keluarganya berdasarkan firman Tuhan.
Raja: Yaitu seorang yang mempimpin (govern), melindungi (guard) dan menuntun
(guide) keluarganya. Jika anda melakukan ketiga fungsi ini, keluarga anda akan
menjadi keluarga yang diberkati Tuhan”
(hal 119-120).
Dan
dalam buku ‘Menjadi Pria Sejati’, Edwin Louis Cole berkata sebagai berikut:
“Ketika
Kristus datang ke dunia, Dia menyatakan diriNya sebagai nabi, imam, dan raja. Para
ayah juga dipanggil untuk menjadi nabi, imam, dan raja bagi keluarga mereka.
Nabi berbicara sebagai wakil Allah kepada umatNya; imam berbicara kepada
Allah mewakili umat Allah; dan raja memerintah atas dasar kerelaannya untuk
melayani. Para pria dituntut untuk menjalankan ketiga peranan ini. ... Jadi,
tanggung jawab seorang pria terhadap keluarganya adalah mengarahkan, melindungi,
dan memperbaiki; memelihara, menghargai, menegur; menjadi nabi, imam, dan
raja. ... Seorang pria bisa saja sukses dalam mengelola usahanya, namun
gagal menjadi perantara Allah bagi keluarganya”
(hal 130,131).
Lalu
dalam buku yang sama Edwin Louis Cole berkata sebagai berikut:
“Seorang
ayah harus menjadi kepala dalam keluarga sebagaimana halnya Kristus adalah
kepala bagi jemaatNya. Ia juga harus melayani keluarganya seperti Kristus
melayani jemaatNya, yaitu sebagai nabi, imam, dan raja. Sebagai nabi, ia
menyampaikan perkataan Allah kepada anak-anaknya. Sebagai imam, ia berbicara
mewakili anak-anaknya kepada Allah. Sebagai raja, ia memerintah dan memimpin
dengan suatu kerelaan untuk melayani mereka”
(hal 335).
Catatan:
tentang nabi, apakah Allah tak bisa bicara kepada anak-anak tanpa melalui
ayahnya?
Tanggapan
saya:
Dalam
Alkitab memang ada ayat-ayat yang seolah-olah bisa dipakai sebagai dasar ajaran
oleh ajaran ini. Perhatikan ayat-ayat di bawah ini.
1Pet 2:5,9
- “(5) Dan biarlah kamu juga
dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu
imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus
Kristus berkenan kepada Allah. .... (9) Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat
yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu
memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu
keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib”.
Wah 1:6
- “dan yang telah membuat kita menjadi
suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya, - bagi Dialah
kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin”.
Wah 5:10
- “Dan Engkau telah membuat mereka
menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka
akan memerintah sebagai raja di bumi.’”.
Wah 20:6
- “Berbahagia dan kuduslah ia, yang
mendapat bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian yang kedua tidak
berkuasa lagi atas mereka, tetapi mereka akan menjadi imam-imam Allah dan
Kristus, dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia,
seribu tahun lamanya”.
Hal
yang pertama dan terutama dalam menafsirkan ayat-ayat ini adalah: Kata ‘imam’
dalam semua ayat di atas berlaku untuk semua orang kristen, bukan yang
laki-laki / suami saja, dan karena itu jelas tidak bisa dijadikan dasar ajaran
mereka bahwa pria / suami harus menjadi imam dalam keluarga!
Semua
orang Kristen adalah imam, dalam arti bahwa orang Kristen bisa langsung datang
kepada Allah, dan tidak membutuhkan imam manusia.
Barclay (tentang 1Pet 2:9): “this means that every Christian has the right of access to God”
(= ini berarti bahwa setiap orang Kristen mempunyai hak
masuk kepada Allah) - hal 199.
Bahwa
dalam jaman Perjanjian Baru tidak ada lagi imam manusia biasa seperti dalam
Perjanjian Lama terlihat dari:
a)
Hanya Yesus yang adalah imam.
Ibr
4:14-15 - “(14)
Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua
langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan
iman kita. (15) Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak
dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia
telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa”.
Ibr 2:17
- “Itulah sebabnya, maka dalam segala
hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar
yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa
seluruh bangsa”.
1Tim
2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa
pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus
Yesus”.
b)
Tirai Bait Allah sobek pada saat Yesus mati (Mat 27:50-51).
Mat
27:50-51 - “(50) Yesus berseru pula
dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawaNya. (51) Dan lihatlah, tabir Bait
Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan
bukit-bukit batu terbelah,”.
Ini
merupakan suatu tanda bahwa seluruh Bait Allah dengan korban-korban,
upacara-upacara, dan imam-imamnya, harus dibuang!
c)
Jabatan Imam, Nabi dan Raja itu hanya untuk Yesus. Tak ada alasan untuk
mengatakan bahwa ketiga jabatan itu juga berlaku untuk semua orang Kristen,
apalagi untuk para pria / suami saja! Mengapa tidak sekalian mengharuskan para
pria / ayah / suami menjadi Juruselamat / Penebus dosa keluarga?
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali