(Jl. Dinoyo 19b, lantai 3)
Jum’at, tgl 1 Oktober 2010, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP: 7064-1331 / 6050-1331)
Pria
sejati / maximal (1)
Pendahuluan:
Saya
berulangkali diminta untuk membahas ajaran / praktek pria sejati, tetapi selalu
saya tolak, karena saya tidak tahu ajaran / prakteknya. Lalu beberapa orang
membiayai saya untuk ikut camp pria sejati di Tretes tanggal 15-17 Juli 2010,
supaya setelah itu saya bisa membahasnya. Camp ini disebut camp pria maximal,
istilahnya dibedakan karena yang ini adalah untuk kalangan protestan, dan para
pembicaranya juga dalam kalangan protestan.
Para
pembicara dalam camp itu:
1)
Pdt. Johan Gopur dari Singapura. Dia memimpin kira-kira setengah dari
seluruh acara camp.
2)
Pdt. Kaleb Kiantoro.
3)
Pdt. Hengky Setiawan dari Jakarta.
4)
Pdt. Susana, istri dari Pdt. Hengky Setiawan.
Ada beberapa hal yang perlu saya
jelaskan:
a)
Ada hal-hal yang tidak saya catat, karena atau pengkhotbahnya berbicara
secara tak terarah, atau karena saya tidak mendengar kata-katanya. Juga
kadang-kadang karena saya tak keburu menulis apa yang diucapkan pengkhotbah.
b)
Sekalipun dalam camp ada hal-hal yang baik, itu bukan yang saya bahas.
Saya membahas kesalahan / kesesatannya! Makanan yang baik / bergizi, kalau
dicampur dengan sedikit racun akan membunuh orang yang memakannya!
c)
Dalam Seminar / Pemahaman Alkitab berseri ini, saya mula-mula membahas
apa yang saya dengar dalam camp, lalu setelah itu baru saya membahas apa yang
saya baca dalam buku-buku mereka (ada buku-buku yang diberikan dalam camp itu,
dan ada yang saya beli sendiri dalam camp itu).
1.
Yang saya maksudkan dengan bahan di camp, hanyalah camp yang saya ikuti
di Tretes, tgl 15-17 Juli 2010. Tentang camp-camp yang lain, baik pria sejati
maupun pria maximal, saya tidak tahu!
2.
Dalam pembahasan ini, saya mula-mula akan membahas bahan yang diajarkan
dalam camp yang saya ikuti, dan setelah itu baru saya akan membahas bahan dari
buku-buku mereka. Tetapi supaya pembahasan tidak bertele-tele, kalau bahan camp
yang saya bahas juga ada di bukunya, saya akan membahasnya sekaligus dalam
pembahasan bahan camp.
3.
Dalam camp saya hanya menemukan hal-hal yang salah, dan konyol, tetapi
tidak ada yang kesesatan yang fatal. Tetapi kalau dari buku-bukunya saya bukan
hanya menemukan kesalahan, tetapi juga kekonyolan dan kesesatan!
Catatan:
khotbah-khotbah dalam camp, bahannya dan garis besarnya diambil dari buku (dari
buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’).
Jadi, pengkhotbah dalam camp hanya menambahkan ayat-ayat sendiri, contoh-contoh
dan kesaksian pribadi.
4.
Buku-buku yang saya baca adalah:
a.
‘Hikmat Bagi Pria’. Buku
ini Editornya adalah Ir. Eddy Leo M. Th. dan penulisnya adalah 4 orang petinggi
dari kalangan pria sejati (kelihatannya semua dari golongan Kharismatik).
b.
‘Kesempurnaan Seorang Pria’.
Buku ini ditulis oleh Edwin Louis Cole. Banyak bahan yang diajarkan dalam camp
yang berasal dari buku ini.
c.
‘Menjadi Pria Sejati’ (Edisi
Revisi). Buku ini ditulis oleh Edwin Louis Cole.
Catatan:
Edwin Louis Cole adalah pendiri dari CMN (Christian Men’s Network) pada tahun
1979, dan jaringan yang ia dirikan mempunyai beban untuk melayani kaum pria,
supaya bisa mengalami perubahan hidup, dipulihkan pernikahannya, pelayanannya,
dan sebagainya. Di Indonesia, pelayanan ini lahir pada tahun 1997 dan baru pada
tahun 1999 diresmikan secara internasional di Texas, Amerika Serikat, dengan Ir.
Eddy Leo, M. Th. sebagai ketuanya.
d)
Saya berusaha mengelompokkan bahan-bahan yang saya bahas, tetapi untuk
membuat sistimatika yang baik boleh dikatakan mustahil, karena baik camp maupun
buku-buku itu kacau balau sistimatikanya.
I)
Pembahasan tentang bahan camp.
1)
Sekalipun katanya camp pria maximal ini adalah dari dan untuk kalangan
protestan, tetapi menurut saya bau dan ajaran Kharismatik tetap cukup kuat.
Contoh:
a)
Pdt. Johan Gopur dari gereja Baptis, tetapi bau kharismatik dalam ajarannya kuat, seperti:
penggunaan istilah ‘inner healing’
(= penyembuhan batin), ‘Tuhan bicara kepada saya’, ‘saya merasa Roh Kudus
bekerja’, ‘godaan ditolak dengan nama Yesus’, ‘semua sampah dosa dibuang
dalam nama Yesus’, ‘tolak dalam nama Yesus’, ‘tutup pintu belakang dalam
nama Yesus’, ‘adakah roh yang mau mengampuni’, ‘pokok kita benar semua
jadi baik, sukses, dsb’.
b)
Pengkhotbah berdoa dengan berjalan-jalan dan mengangkat tangan dan
menggerak-gerakkan tangan seperti sedang khotbah (Saya buka mata waktu doa!).
Sekalipun yang seperti ini juga ada dalam kalangan Protestan, tetapi biasanya
ini merupakan gaya dari orang-orang Kharismatik.
c)
Chairman
/ pemimpin pujian juga berbau kharismatik, menyuruh menyanyi dengan njoget /
menari, gerak dan lagu, diselingi teriakan yes, yes, yes dsb. Juga diperintahkan
untuk berteriak ‘Yes!’ kalau ada yang mengatakan ‘One, two, three!’. Ini
dilakukan bahkan dalam acara pemberitaan Firman Tuhan! Bagi saya, ini bukan
hanya terasa kampungan, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap Firman Tuhan /
pengacauan terhadap pemberitaan Firman Tuhan!
d)
Pdt. Johan Gopur memberi cerita: Ada calon kemanten mendustai pendeta dengan mengatakan
bahwa mereka tidak pernah berhubungan sex. Lalu mereka mendapat banyak
persoalan. Setelah bertobat, masalah demi masalah hilang, dan Tuhan memberkati
mereka. Ini merupakan typical ajaran Kharismatik.
e)
Pdt. Johan Gopur mengajar bahwa 3-4 keturunan bisa dikutuk
karena zinah yang kita lakukan!!! Ini lagi-lagi merupakan typical ajaran
Kharismatik. Saya tidak tahu dari mana ajaran seperti itu bisa muncul. Yang
jelas Salomo tidak dikutuk karena perzinahan Daud. Ishak juga tidak dikutuk
karena perzinahan Abraham (polygamy), dsb. Mungkin ia menggunakan Kel 20:4-6
sebagai dasar, tetapi text itu berbicara tentang penyembahan berhala, bukan
zinah. Juga yg menurun sampai keturunan ketiga dan keempat itu bukan hukuman
/ kutukan, tetapi akibat dari dosa.
f)
Jemaat /
peserta camp juga banyak yang berbau Kharismatik!! Mereka mengucapkan
‘amin’, dan bahkan bersorak-sorak dsb, pada saat khotbah sedang disampaikan.
Bagi saya, ini juga kampungan dan merupakan penghinaan terhadap Firman Tuhan /
pengacauan terhadap pemberitaan Firman Tuhan.
g)
Pada saat Altar
Call, banyak yang maju, dan lalu didoakan oleh fasilitator masing-masing, sambil
dirangkul. Mengapa dan untuk apa? Untuk membangkitkan emosi?
h)
Juga banyak doa dan khotbah yang dilakukan sambil menangis / setengah
menangis. Dalam pandangan saya, ada yang kelihatannya tulus, tetapi ada yang
terlihat dibuat-buat.
Memang
dalam camp pria maximal ini tidak ada bahasa roh, nggeblak, orang bernubuat,
kesembuhan ilahi, dsb. Tetapi menurut saya bau Kharismatiknya sudah cukup kuat. Kalau
camp yang untuk Protestan seperti ini, bagaimana yang untuk Kharismatik?
Apa
yang membahayakan dari camp yang berbau Kharismatik ini adalah: ini merupakan
batu loncatan ke gereja Kharismatik bagi orang-orang Protestan ini. Bagi orang
Protestan murni, yang terbiasa dengan gaya Protestan, maka akan terasa aneh
dan risih, kalau masuk dalam kebaktian Kharismatik, dan melihat / mendengar
hal-hal seperti di atas. Tetapi kalau ia sudah terbiasa dengan bau dan gaya
Kharismatik seperti di atas, maka akan lebih mudah untuk betul-betul masuk ke
dalam gereja Kharismatik.
Kalau
Camp Pria Maximal itu sudah punya bau Kharismatik yang kuat, apalagi
buku-bukunya. Perhatikan beberapa kutipan di bawah ini dari buku-buku mereka:
1.
Dari buku ‘Menjadi Pria Sejati’:
“Selain
ada kematian, ada pula ‘roh kematian’. Roh kematian itu mirip
dengan gejala penyakit. Orang yang baru mengalami gejala suatu penyakit belum
tentu benar-benar menderita penyakit tersebut, karena sering kali gejala-gejala
tersebut hanya mendorong orang merasa bahwa dirinya sakit, padahal sesungguhnya
ia tidak sakit. Kalau gejala-gejala tersebut ditolak, disangkal, dan ditengking,
maka gejala-gejala itu tidak akan mendatangkan pengaruh apa pun. ‘Roh
kematian’ sering kali hanya berusaha menekan agar manusia tunduk dan
menyerah kepada kematian, namun kalau roh itu diusir dalam nama Yesus,
kematian itu pun tidak akan dapat menelan mangsanya”
(hal 82-83).
“Allah
tidak membiarkan Elia mati, tetapi membantunya untuk bangkit kembali. Allah
membuat roh kematian menyingkir dari diri Elia, lalu memulihkan keadaan
Elia sehingga ...”
(hal 83-84).
Tadi
katanya ‘roh kematian’ itu harus ditengking kematian itu tidak menelan
mangsanya. Tetapi dalam kasus Elia tanpa penengkingan kok ‘roh kematian’ itu
bisa menyingkir???
2.
Dari buku ‘Menjadi Pria Sejati’:
“Dalam
hubungan antar manusia, formalitas menjadi pertanda adanya jarak dalam hubungan
tersebut, sebab dalam hubungan yang intim tidak terdapat lagi bentuk-bentuk
formalitas. Jadi, semakin formal bentuk penyembahan yang dilakukan, semakin jauh
pula jarak antara si penyembah dengan wahyu yang mula-mula diterimanya”
(hal 141).
Kelihatannya
ia menyerang liturgi kebaktian dari protestan yang memang lebih formil dari
dalam gereja Kharismatik, tetapi saya menganggap kata-kata ini sebagai sesuatu
yang sinting! Kalau Allah sendiri memberi peraturan-peraturan tentang
penyembahan, dan itu kita turuti, maka itu bukan formalitas. Justru dalam
kebaktian-kebaktian Kharismatik, yang boleh dikatakan tidak punya liturgi, dan
pada umumnya doa pengakuan dosa saja tidak ada, menurut saya itu merupakan
sesuatu yang tidak alkitabiah!
3.
Dari buku ‘Menjadi Pria Sejati’:
“Yesus
mengatakan, ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup’ (Yohanes 14:6). Kebenaran
merupakan titik tumpu bagi jalan dan juga kehidupan. ‘Jalan’ adalah arah
kita dalam kehidupan ini, ‘kebenaran’ adalah dasar moral dan intelektual
untuk kehidupan, sedangkan ‘kehidupan’ adalah buah hubungan kita dengan
Yesus. Semakin banyak kita mendasarkan kehidupan ini kepada kebenaran, akan
semakin baik jalan kita dan semakin luar biasa pula kehidupan kita”
(hal 172).
Rasanya
bau ajaran Kharismatik / theologia kemakmuran.
4.
Dari buku ‘Menjadi Pria Sejati’:
“Selanjutnya
hikmat Allah itu akan menjadi kunci untuk meraih kemenangan dalam hampir setiap
bidang kehidupan ini” (hal 240).
Lagi-lagi
bau theologia kemakmuran / Kharismatik.
5.
Dari buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’:
“Bagi
beberapa hamba Tuhan, kadang-kadang pelayanan mereka bisa menjadi berhala bagi
mereka. Mereka begitu bertekun terhadapnya, sehingga mereka tidak mempunyai
waktu untuk menyembah Tuhan, berdiam diri di dalam hadirat-Nya,
dan menghabiskan waktu untuk melayani-Nya secara pribadi”
(hal 10).
Ini
bahasa Kharismatik.
6.
Dari buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’:
“Ketika
saya melihat kelima dosa yang mendasar ini, terlihat dengan jelas dan mencolok
bahwa kelima dosa dasar ini masih menjadi akar penyebab manusia hidup dengan
potensi yang tidak maksimal. Kelima dosa inilah yang menjadi dasar bagi
kegagalan seluruh umat manusia. Allah ingin kita memasuki Tanah Kanaan, tempat
perhentian, berkat, keberhasilan, kemampuan, dan otoritas - Allah ingin kita
berada di sana.” (hal 13).
Penafsiran
salah, dan bau kharismatik, yang mengajar kalau taat semua baik / sukses.
7.
Dari buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’:
“Perkataan
yang Allah berikan kepada saya ketika saya masih berada di dalam pesawat menuju
retret di Oregon secara spesifik dan langsung tertuju kepada salah satu dari
dosa-dosa tersebut: berbuat cabul. Hal ini sungguh memiliki kekuatan dan dampak
yang fenomenal. Dua ratus enam puluh lima orang berlari menuju ke depan panggung
dan ingin bertobat di hadapan Allah. Malam itu, kuasa Allah begitu kuat,
tak seorang pun di antara mereka yang pulang tanpa dijamah atau
diubahkan” (hal 14).
Lagi-lagi
bau Kharismatik.
Juga
ada banyak kesaksian Edwin Louis Cole bahwa Tuhan memberi wahyu kepadanya, Tuhan
bicara / berbisik kepadanya, dan sebagainya. Ini semua juga berbau Kharismatik,
tetapi ini akan saya bahas secara terpisah belakangan.
2)
Ajaran: Pdt. Kaleb Kiantoro mengajar bahwa kita harus tegas tetapi
lembut.
Dalam
Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Baru, kata ‘lembut’ atau ‘lemah
lembut’ sama sekali tidak berarti seperti kalau kita menggunakan kata-kata itu
dalam percakapan sehari-hari, tetapi Pdt. Kaleb menggunakan kata itu dalam arti
seperti itu.
Dalam
buku ‘Hikmat Bagi Pria’, dikatakan sebagai berikut:
“Lemah
lembut adalah power under control yang berarti mempunyai kekuatan tetapi tidak
mau membalas dengan kekuatannya”
(hal 38).
“Lembut
artinya hati yang tidak mudah terluka. Kelembutan adalah kekuatan seorang
pria. Bagaimana menjadi pria yang lembut? Belajarlah pada Yesus, Dia berkata:
‘Belajarlah padaKu sebab Aku lemah lembut.’ Datanglah pada salibNya ketika
saudara mengalami tekanan. Taatilah FirmanNya dalam kehidupan saudara
sehari-hari. Niscaya saudara akan mempunyai hati yang lembut”
(hal 102).
Dan
dalam buku ‘Menjadi Pria Sejati’, Edwin Louis Cole berkata sebagai berikut:
“Kelemahlembutan
adalah salah satu buah Roh, yang juga merupakan tanda kekuatan sejati seorang
pria, dan sama sekali bukan tanda kelemahan. Seorang pria yang mengenal
kekuatannya akan mampu bersikap lemah lembut. Semakin kuat seorang pria,
semakin lemah lembutlah ia. Pria yang merasa tidak aman akan menutupi
kekurangan mereka itu dengan bertindak kasar dan menyakiti orang lain”
(hal 328).
Menurut
saya kedua kutipan di atas memberikan definisi yang salah tentang ‘lembut’
atau ‘lemah lembut’.
Kata ‘lemah lembut’ dalam bahasa
Yunaninya adalah PRAUS, yang merupakan suatu kata yang sukar sekali, atau bahkan
mustahil, untuk diterjemahkan, karena baik dalam bahasa Inggris maupun Indonesia
tidak ada kata yang sama artinya dengan PRAUS.
William Barclay memberikan 3 hal untuk
menjelaskan arti dari kata Yunani PRAUS ini:
a)
Ia mengatakan bahwa Aristotle sering mendefinisikan suatu sifat di antara
dua sifat yang extrim. Misalnya: murah hati terletak di antara pelit / kikir dan
boros.
PRAUS terletak diantara ‘marah yang
berlebih-lebihan’ dan ‘tidak pernah marah’. Jadi, orang yang
PRAUS bukannya tidak pernah marah, juga bukannya marah yang berlebihan, tetapi
selalu marah pada saat yang tepat. Perlu diingat bahwa marah belum tentu
merupakan dosa. Musa disebut sebagai orang yang lemah lembut (Bil 12:3),
tetapi ia pernah marah (Kel 32:19).
Bil 12:3 - “Adapun Musa ialah
seorang yang sangat lembut (LXX:
PRAUS) hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi”.
Kel 32:19 - “Dan ketika ia dekat
ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka
bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan
dipecahkannya pada kaki gunung itu”.
Demikian juga dengan Tuhan Yesus. Ia
menyebut diriNya lemah lembut (Mat 11:29), tetapi berulang-ulang Ia marah
(Mat 23:13-36 Yoh 2:13-17
Mark 3:5).
Mat 11:29 - “Pikullah kuk yang
Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati
dan jiwamu akan mendapat ketenangan”.
Mark 3:5 - “Ia berdukacita karena
kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekelilingNya kepada
mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia
mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu”.
Yoh 2:13-17 - “(13) Ketika hari
raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. (14) Dalam
Bait Suci didapatiNya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan
penukar-penukar uang duduk di situ. (15) Ia membuat cambuk dari tali lalu
mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu
mereka; uang penukar-penukar dihamburkanNya ke tanah dan meja-meja mereka
dibalikkanNya. (16) Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: ‘Ambil
semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah BapaKu menjadi tempat
berjualan.’ (17) Maka teringatlah murid-muridNya, bahwa ada tertulis: ‘Cinta
untuk rumahMu menghanguskan Aku.’”.
Kemarahan yang bersifat egois / selfish
anger (misalnya kalau kita marah karena ada orang berbuat salah kepada
kita), jelas adalah kemarahan yang salah. Tetapi kemarahan yang terjadi pada
waktu kita melihat orang lain ditindas (bdk. 1Sam 11:6), atau pada saat
kita melihat suatu dosa, atau pada saat kita melihat adanya ajaran sesat (Wah 2:2
2Kor 11:4), jelas merupakan kemarahan yang benar.
1Sam 11:6 - “Ketika Saul mendengar
kabar itu, maka berkuasalah Roh Allah atas dia, dan menyala-nyalalah
amarahnya dengan sangat”.
Perhatikan bahwa Roh Allah berkuasa atas
Saul, tetapi ia menjadi sangat marah, karena ada penindasan terhadap orang-orang
Yabesy-Gilead.
Wah 2:2 - “Aku tahu segala
pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak
dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang
menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau
telah mendapati mereka pendusta”.
Jemaat gereja Efesus ini dipuji oleh Tuhan,
karena mereka tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat / rasul-rasul palsu.
2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar
saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah
kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah
kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.
Sebaliknya, jemaat Korintus dikecam oleh
Paulus karena mereka sabar saja pada waktu ada pengajar-pengajar sesat.
b)
Kata PRAUS juga digunakan terhadap binatang yang sudah dijinakkan /
dikuasai sehingga tunduk sepenuhnya kepada pemilik / majikannya. Jadi dalam arti
yang kedua ini orang yang PRAUS adalah orang dikuasai / tunduk sepenuhnya kepada
Tuhan.
c)
Dalam bahasa Yunani, PRAUS sering dikontraskan dengan sombong. Jadi PRAUS
mengandung arti ‘rendah hati’.
Bdk. Maz 37:11 - “Tetapi orang-orang
yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena
kesejahteraan yang berlimpah-limpah”.
Mungkin sekali kata ‘lemah lembut’ dalam Yak 1:21 harus diartikan dalam arti ini.
Yak
1:21 - “Sebab itu buanglah segala
sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah
lembut (PRAOTES) firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan
jiwamu”.
Catatan:
yang jelas, kata PRAOTES (ini kata benda, kata sifatnya adalah PRAUS) di sini
tidak mungkin diartikan ‘lemah lembut’ dalam arti yang biasa kita gunakan
dalam percakapan sehari-hari!
Mungkin
untuk menunjukkan bahwa ia mempraktekkan kelemah-lembutan dalam keluarganya, Pdt.
Kaleb mengatakan bahwa ia tidak pernah satu kalipun memukul anaknya!
Sebetulnya ini bertentangan dengan ajarannya sendiri pada saat itu tentang ketegasan
dan kelembutan. Kalau tidak pernah memukul anak, dimana ketegasannya?
Juga
ini bertentangan dengan cara yang diberikan dalam Alkitab tentang pendidikan
anak. Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:
Amsal 13:24 - “Siapa
tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya,
menghajar dia pada waktunya”.
Amsal 19:18
- “Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan
kematiannya”.
Amsal 22:15
- “Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan
mengusir itu dari padanya”.
Amsal 23:13-14
- “(13) Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau
engkau memukulnya dengan rotan. (14) Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi
engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati”.
Amsal 29:15
- “Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan
mempermalukan ibunya”.
Ibr 12:5-11
- “(5) Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu
seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan,
dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; (6) karena Tuhan
menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai
anak.’ (7) Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan
kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?
(8) Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap
orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. (9) Selanjutnya:
dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati;
kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya
kita boleh hidup? (10) Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai
dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan
kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya. (11) Memang tiap-tiap
ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita.
Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada
mereka yang dilatih olehnya”.
3)
Ajaran: Kesempurnaan seorang pria dan keserupaan dengan Kristus adalah
hal yang sama.
Ini
dituliskan di salah satu spanduk dalam camp. Kalau tidak salah juga ada
pengkhotbah yang mengatakan kata-kata ini dalam camp tetapi saya tak
mencatatnya, dan kurang ingat, sehingga tidak bisa memastikannya. Tetapi dalam
buku-bukunya ini dikutip berulang-ulang / sering sekali.
Dalam
buku ‘Hikmat Bagi Pria’ (Editor Eddy Leo), pada cover buku tertulis
kata-kata: “Manhood
and Christlikeness are synonymous”.
Artinya:
“Ke-pria-an dan keserupaan dengan
Kristus adalah sama” (ini terjemahan saya sendiri).
Dalam
buku ‘Hikmat Bagi Pria’ (Editor Eddy Leo), pada bagian Introduction, dikutip
kata-kata dari Edwin Louis Cole sebagai berikut:
“Dia
(Allah) telah menetapkan saya dengan pelayanan
yang berfokus kepada pria, untuk membawa mereka kepada keserupaan
dengan Kristus dan menjamah mereka dengan kenyataan bahwa ‘Menjadi pria
sejati dan keserupaan dengan Kristus adalah hal yang sama’ (DR Edwin L
Cole)”.
Kalau
demikian, lalu bagaimana dengan wanita / perempuan? Apakah mereka tak bisa
menyerupai Kristus? Tetapi dalam buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’ (Edwin
Louis Cole) mengatakan sebagai berikut: “Kesempurnaan seorang pria dan
keserupaan dengan Kristus adalah hal yang sama. Begitu juga dengan kata
menyerupai Kristus dan wanita yang sempurna.” (hal 52).
Kalau
begitu, maka wanita yang sempurna sama dengan pria yang sempurna????
Anehnya,
dalam buku yang sama Edwin Louis Cole berkata sebagai berikut:
“Kita
bisa saja memperoleh kerohanian dari kaum wanita, tetapi kekuatan selalu datang
dari kaum pria. Gereja, keluarga, dan bangsa akan menjadi kuat bila kaum prianya
juga kuat” (hal 59).
Tadi,
di hal 52 ia mengatakan pria yang sempurna = keserupaan dengan Kristus = wanita
yang sempurna. Sekarang di hal 59 kok jadi lain???
Tanggapan
saya:
Memang
setiap orang Kristen, apakah ia laki-laki atau perempuan, harus meneladani
Kristus. Tetapi tidak setiap apa yang Kristus lakukan, harus kita teladani.
Misalnya, Kristus berpuasa 40 hari 40 malam, Kristus tidak pernah berpacaran,
menikah ataupun mendapatkan keturunan secara jasmani, ini merupakan hal-hal yang
tidak harus ditiru. Apalagi kalau Kristus mati di salib menebus dosa kita, itu
tentu tidak bisa dan tidak boleh ditiru.
Jadi,
bukan semua yang Kristus lakukan atau tidak lakukan harus diteladani. Apapun
yang Kristus lakukan atau tidak lakukan, harus dibandingkan dulu dengan seluruh
ajaran Alkitab, baru kita memutuskan apakah itu harus diteladani atau tidak.
Calvin
(tentang Yoh 13:14-15): “It
deserves our attention that Christ says that he gave an example; for we are not
at liberty to take all his actions, without reserve, as subjects of imitation”
(= Harus kita perhatikan bahwa Kristus berkata bahwa Ia
memberi suatu teladan / contoh; karena kita tidak boleh menjadikan semua
tindakanNya, tanpa kecuali, untuk ditiru).
Charles
Hodge, dalam komentarnya tentang 1Kor 11:23 (tentang Perjamuan Kudus),
berkata: “Protestants, however, do not
hold that the church in all ages is bound to do whatever Christ and the apostles
did, but only what they designed should be afterwards done. It is not apostolic
example which is obligatory, but apostolic precept, whether expressed in words
or in examples declared or evinced to be preceptive. The example of Christ in
celebrating the Lord’s supper is binding as to everything which enters into
the nature and significancy of the institution; for those are the very things
which we are commended to do” (= Tetapi orang
Protestan, tidak mempercayai bahwa gereja dalam sepanjang jaman harus melakukan
apapun yang diperbuat oleh Kristus dan rasul-rasul, tetapi hanya apa yang mereka
maksudkan untuk harus dilakukan setelah itu. Bukanlah teladan / kehidupan rasul
yang merupakan kewajiban, tetapi perintah rasul, baik yang dinyatakan dalam
kata-kata atau di dalam contoh / teladan yang dinyatakan atau ditunjukkan secara
jelas bahwa itu merupakan perintah. Teladan Kristus dalam merayakan Perjamuan
Kudus, mengikat / merupakan keharusan berkenaan dengan semua hal yang termasuk
dalam inti / sifat dasar dan hal-hal yang mempunyai arti dari sakramen itu,
karena itu adalah hal-hal yang harus kita lakukan) - ‘I
& II Corinthians’, hal 223.
Jadi
dalam persoalan / urusan pernikahan, kita tidak bisa meneladani Kristus secara
langsung, karena Ia tidak pernah menikah. Yang harus kita taati adalah firman
Tuhan yang berkenaan dengan pernikahan seperti Ef 5:22-33
1Pet 3:17 dsb (ini sebetulnya termasuk meneladani Kristus, karena Ia
taat pada firman).
Masih
tentang keserupaan dengan Kristus, Edwin Louis Cole juga mengatakan dalam buku
‘Kesempurnaan Seorang Pria’ kata-kata sebagai berikut:
“Semakin
banyak firman yang ada di dalam hati Anda, Anda akan semakin menyerupai firman,
dengan kata lain semakin menyerupai Kristus” (hal 60).
Ada
beberapa hal yang perlu dikomentari tentang kata-kata ini:
a)
Orang Kristen yang mempunyai banyak firman belum tentu akan menyerupai
firman! Dia bisa saja hanya punya pengetahuan tetapi tidak melakukannya.
b)
Menyerupai firman = menyerupai Kristus? Ada 2 kemungkinan tentang apa
yang ia maksudkan dengan kata-kata ini:
1.
Orang yang mempunyai firman dan mentaatinya akan makin serupa dengan
Kristus. Kalau ia memaksudkan ini, saya setuju dengan dia.
2.
Firman = Kristus. Kalau dilihat dari ajaran-ajarannya di bagian lain
buku-bukunya (yang akan saya bahas belakangan), kelihatannya inilah yang ia
maksudkan. Juga dari kata-kata ‘menyerupai firman’ rasanya ini yang ia maksudkan, karena
kata-kata seperti ini tak lazim. Kalau ia memaksudkan seperti pada point 1. di
atas, ia seharusnya mengatakan ‘mentaati
firman’ atau ‘memelihara
firman’. Kalau memang ia memaksudkan seperti point 2. ini, maka ini jelas
salah / sesat! Firman (kata-kata Tuhan) tidak sama dengan Kristus! Memang ada
ayat yang seakan-akan mendukung hal ini, yaitu Yoh 1:1, tetapi maksudnya tidak
demikian. Ini juga akan saya bahas belakangan.
4)
Ajaran: Satu ons ketaatan lebih berharga dari satu ton doa!
Salah
satu spanduk di ruangan camp bertuliskan: “Satu
ons ketaatan lebih berharga dari pada satu ton doa”.
Pdt.
Johan Gopur mengajar: Pasir
kelihatan padat tetapi sebetulnya tidak. Mendengar tetapi tidak taat, seperti
orang yang membangun rumah di atas pasir. Dan ia lalu mengutip kata-kata “satu
ons ketaatan lebih berharga dari pada satu ton doa”.
Dan
ia menambahkan: Kita boleh beribu-ribu kali berdoa, tetapi 1 kali saja tidak
taat, maka itu tak ada gunanya. Taat 1 x lebih berharga dari pada doa ribuan
kali.
Catatan:
menurut saya ajaran ini sangat extrim. Tidak ada hari / saat dimana kita
tidak berbuat dosa. Kalau begitu, tidak perlu doa sama sekali saja, karena toh
tidak ada gunanya.
Dalam
buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’ (Edwin Louis Cole) bahkan dikatakan: “Satu
ton doa tidak akan pernah menghasilkan satu ons keinginan untuk hidup taat.
Setelah Anda mengucapkan semua doa Anda, bila Anda tidak taat, Anda sedang
menyangkal doa-doa Anda itu” (hal
86).
Tanggapan
saya:
Memang
kalau seseorang berdoa tetapi ia sama sekali tidak mau taat, doanya tidak akan
ada gunanya, karena Allah tidak akan mendengarkannya.
Yes 59:1-2 - “(1)
Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan
pendengaranNya tidak kurang tajam untuk mendengar; (2) tetapi yang merupakan
pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat
Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala
dosamu”.
Yes 1:15 - “Apabila
kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun
kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh
dengan darah”.
Maz
66:18 - “Seandainya ada niat jahat
dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar”.
Tetapi
saya yakin bahwa semua ini ditujukan bagi orang-orang yang berdosa tanpa mau
bertobat (bersikap tegar tengkuk), bukan untuk orang-orang yang jatuh ke
dalam dosa karena kelemahannya.
Jadi,
bagaimanapun kita tidak bisa / tidak boleh mengatakan bahwa ‘satu
ons ketaatan lebih berharga dari pada satu ton doa’! Kita lebih-lebih
tidak bisa mengatakan ‘Satu ton doa tidak akan pernah menghasilkan satu ons keinginan untuk hidup
taat’.
Menurut
saya, ini merupakan kegilaan dan merupakan suatu penghinaan terhadap doa! Justru
doa menyebabkan kita diberi kekuatan untuk taat, dan tanpa doa kita tidak akan
bisa taat! Kalau doa memang tidak memberi kita keinginan dan kemampuan untuk
taat, lalu untuk apa dalam Alkitab ada ayat-ayat di bawah ini?
Mat 6:13
- “dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah
kami dari pada yang jahat. [Karena
Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.
Amin.]”.
Mat 26:41
- “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam
pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.’”.
Luk 21:34-36
- “(34) ‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan
kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan
dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. (35) Sebab ia akan
menimpa semua penduduk bumi ini. (36) Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa,
supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu,
dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.’”.
Luk 22:40,46
- “(40) Setelah tiba di tempat itu Ia berkata kepada mereka: ‘Berdoalah
supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.’ ... (46) KataNya kepada
mereka: ‘Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan
jatuh ke dalam pencobaan.’”.
Kis 4:29-31 - “(29)
Dan sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah
kepada hamba-hambaMu keberanian untuk memberitakan firmanMu. (30) Ulurkanlah
tanganMu untuk menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat-mujizat
oleh nama Yesus, HambaMu yang kudus.’ (31) Dan ketika mereka sedang berdoa,
goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus,
lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani”.
Ef 6:18b-20 - “(18b)
Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu
dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus, (19) juga
untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan
yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, (20) yang
kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan keberanian
aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara”.
Fil 4:13
- “Segala
perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”.
KJV:
‘I can do all things through Christ
which strengtheneth me’ (= Aku dapat melakukan segala sesuatu melalui
Kristus yang menguatkan aku).
Juga
bandingkan dengan Yoh 15:1-7 yang menunjukkan bahwa persekutuan seseorang
Kristen dengan Tuhanlah yang membuatnya bisa berbuah!
Jadi,
menurut saya, yang benar adalah: harus ada keseimbangan antara doa dan
ketaatan. Dan kedua hal itu saling mendukung. Orang yang banyak berdoa akan
diberi kekuatan untuk taat, dan orang yang taat akan menyebabkan ia bisa
berdoa dengan lebih baik lagi.
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali