(Jl. Dinoyo 19b, lantai 3)
Minggu, tgl 19 Juli 2009, pk 17.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP: 7064-1331 / 6050-1331)
Mark 9:43-48 - “(43) Dan jika
tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke
dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang
ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (44) [di
tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan
jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke
dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke
dalam neraka; (46) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya
tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah,
karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu
dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, (48) di mana
ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
I) Neraka.
1)
Neraka / Gehenna.
Dalam
bacaan kita ini kata ‘neraka’ muncul 3 x, yaitu dalam ay 43,45,47.
Kata ‘neraka’ di sini diterjemahkan dari kata Yunani GEHENNA.
Hendriksen (hal 365) mengatakan bahwa kata GEHENNA diturunkan dari kata bahasa
Ibrani Ge-Hinnom (Yos 15:8 18:16).
Yos 15:8
- “Kemudian batas itu naik ke lembah Ben-Hinom, di sebelah selatan
sepanjang lereng gunung Yebus, itulah Yerusalem; kemudian batas itu naik ke
puncak gunung yang di seberang lembah Hinom, di sebelah barat, di ujung utara
lembah orang Refaim”.
Yos 18:6
- “Selanjutnya batas itu turun ke ujung pegunungan yang di tentangan lebak Ben-Hinom,
di sebelah utara lembah orang Refaim; kemudian turun ke lebak Hinom, sepanjang
lereng gunung Yebus, ke selatan, kemudian turun ke En-Rogel”.
Kata
Ge-Hinnom ini merupakan singkatan dari Ge ben-Hinnom, yang berarti ‘the
valley of the son of Hinnom’ (= lembah dari anak Hinnom).
Ini
merupakan suatu tempat di sebelah selatan Yerusalem, dan di tempat itu Ahas
(ayah dari Hizkia) dan Manasye (anak dari Hizkia) mempersembahkan anak-anak
mereka sebagai korban kepada dewa Molokh (2Raja 16:3
21:6 2Taw 28:3
33:6).
2Raja 16:3
- “tetapi ia (Ahas) hidup
menurut kelakuan raja-raja Israel, bahkan dia mempersembahkan anaknya sebagai
korban dalam api, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau
TUHAN dari depan orang Israel”. Bdk. 2Taw 28:3.
2Raja 21:6
- “Bahkan, ia (Manasye)
mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api, melakukan ramal dan telaah,
dan menghubungi para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal. Ia
melakukan banyak yang jahat di mata TUHAN, sehingga ia menimbulkan sakit
hatiNya”. Bdk. 2Taw 33:6.
Raja
Yosia yang saleh (cucu dari Manasye) menyatakan tempat itu sebagai tempat yang
najis (2Raja 23:10), dan Yeremia juga memberikan kutukan terhadap tempat
itu, dan menjadikannya sebagai kuburan (Yer 7:32
19:6).
2Raja 23:10
- “Ia menajiskan juga Tofet yang ada di lembah Ben-Hinom, supaya
jangan orang mempersembahkan anak-anaknya sebagai korban dalam api untuk dewa
Molokh”.
Yer 7:32
- “Sebab itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN,
bahwa orang tidak akan mengatakan lagi ‘Tofet’ dan ‘Lembah Ben-Hinom’,
melainkan ‘Lembah Pembunuhan’; orang akan menguburkan mayat di Tofet
karena kekurangan tempat”.
Yer 19:6
- “Sebab itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN,
bahwa tempat ini tidak akan disebut lagi: Tofet dan Lembah Ben-Hinom,
melainkan Lembah Pembunuhan”.
Tentang
kata Gehenna, William Barclay berkata: “It
is a word with a history. It is a form of the word HINNOM. The valley of Hinnom
was a ravine outside Jerusalem. It had an evil past. It was the valley in which
Ahaz, in the old days, had instituted fire worship and the sacrifice of little
children in the fire. ‘He burned incense in the valley of the son of Hinnom,
and burned his sons as an offering.’ (2Chronicles 28:3). That terrible heathen
worship was also followed by Manasseh (2Chronicles 33:6). The valley of Hinnom,
Gehenna, therefore, was the scene of one of Israel’s most terrible lapses into
heathen customs. In his reformations Josiah declared it an unclean place. ‘He
defiled Topheth, which is in the valley of the sons of Hinnom, that no one might
burn his son or his daughter as an offering to Molech.’ (2Kings 23:10). When
the valley had been so declared unclean and had been so desecrated it was set
apart as the place where the refuse of Jerusalem was burned. The consequence was
that it was a foul, unclean place, where loathsome worms bred on the refuse, and
which smoked and smouldered at all times like some vast incinerator. ... Because
of all this Gehenna had become a kind of type or symbol of Hell, the place where
the souls of the wicked would be tortured and destroyed. It is so used in
the Talmud. ‘The sinner who desists from the words of the Law will in the end
inherit Gehenna.’ So then Gehenna stands as the place of punishment, and
the word roused in the mind of every Israelite the grimmest and most terrible
pictures” [= Ini merupakan sebuah kata yang mempunyai sejarah. Ini
merupakan suatu bentuk dari kata HINNOM. Lembah HINNOM merupakan suatu jurang di
luar kota Yerusalem. Tempat ini mempunyai masa lalu yang jahat. Ini adalah
lembah di mana Ahas pada masa yang lalu mendirikan penyembahan api dan
pengorbanan anak-anak kecil dalam api. ‘Ia membakar juga korban di Lebak
Ben-Hinom dan membakar anak-anaknya sebagai korban dalam api’ (2Taw 28:3).
Ibadah kafir yang mengerikan itu juga diikuti oleh Manasye (2Taw 33:6). Karena
itu, lembah HINNOM, GEHENNA, merupakan adegan dari salah satu kejatuhan yang
mengerikan dari Israel ke dalam kebiasaan-kebiasaan kafir. Dalam reformasinya
Yosia menyatakannya sebagai tempat yang najis. ‘Ia menajiskan juga Tofet yang
ada di lembah Ben-Hinom, supaya jangan orang mempersembahkan anak-anaknya
sebagai korban dalam api untuk dewa Molokh.’ (2Raja 23:10). Pada waktu lembah
itu telah dinyatakan sebagai najis dan telah diperlakukan sebagai najis, maka
tempat itu dikhususkan sebagai tempat di mana sampah dari kota Yerusalem
dibakar. Sebagai akibatnya adalah bahwa tempat itu menjadi tempat yang kotor dan
berbau busuk dimana ulat yang menjijikkan berkembang biak pada sampah itu, dan
yang berasap dan membara / menyala pada setiap saat seperti tempat pembakaran
sampah yang luas. ... Karena semua ini, GEHENNA menjadi suatu jenis dari type
atau simbol tentang neraka, tempat di mana jiwa-jiwa orang jahat akan disiksa
dan dihancurkan. Itu digunakan seperti itu dalam Talmud. ‘Orang berdosa
yang berhenti dari kata-kata hukum Taurat pada akhirnya akan mewarisi
GEHENNA.’ Demikianlah maka GEHENNA menjadi tempat penghukuman, dan dalam
pikiran setiap orang Israel kata itu menimbulkan gambaran yang paling
menyeramkan dan mengerikan] - hal 231-232.
2)
Api yang tidak terpadamkan dan ulat-ulat bangkainya yang tidak akan mati
(ay 44,46,48).
a)
Perlu diperhatikan bahwa sekalipun dalam Kitab Suci Indonesia ay 44,46
ada dalam tanda kurung tegak, yang menunjukkan bahwa bagian itu diragukan
keasliannya, tetapi ay 48 tidak ada dalam tanda kurung tegak, dan
betul-betul asli.
Mark
9:43-48 - “(43) Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena
lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan
utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan;
(44) [di tempat itu ulatnya tidak
akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika kakimu
menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup
dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka;
(46) [di tempat itu ulatnya tidak
akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu
menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan
Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam
neraka, (48) di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
b)
Istilah ini diambil dari Yes 66:24 - “Mereka
akan keluar dan akan memandangi bangkai orang-orang yang telah memberontak
kepadaKu. Di situ ulat-ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam,
maka semuanya akan menjadi kengerian bagi segala yang hidup”.
E.
J. Young (vol 3, hal 537) mengatakan bahwa jelas bahwa ini menunjuk pada
‘lembah anak HINNOM’ atau ‘GEHENNA’.
c)
Apa arti istilah ini?
1.
‘Api yang tidak terpadamkan’ dan ‘ulat yang
tidak akan mati’ menunjukkan bahwa hukuman / siksaan dalam neraka
berlangsung selama-lamanya.
William
G. T. Shedd: “Jesus Christ is the Person who is responsible for the doctrine of Eternal
Perdition. ... Had Christ intended to teach that future punishment is
remedial and temporary, he would have compared it to a dying worm, and not to an
undying worm; to a fire that is quenched, and not to an unquenchable fire”
(= Yesus Kristus adalah Pribadi yang bertanggung jawab untuk doktrin tentang Hukuman
kekal. ... Andaikata Kristus bermaksud untuk mengajar bahwa hukuman yang
akan datang itu bersifat memperbaiki dan sementara, Ia akan membandingkannya
dengan ulat yang bisa mati, dan bukannya dengan ulat yang tidak bisa mati;
dengan api yang bisa padam, dan bukannya dengan api yang tidak dapat dipadamkan)
- ‘Shedd’s Dogmatic Theology’,
vol II, hal 680-681.
Wiersbe’s
Expository Outlines (New Testament): “Hell
is a real place, and lost souls will suffer there forever” (=
Neraka adalah suatu tempat yang sungguh-sungguh / nyata, dan jiwa-jiwa yang
terhilang akan menderita di sana untuk selama-lamanya).
William
Hendriksen:
“...
it will never end. This teaching of Jesus should not be weakened by the
philosophical notion that in the universe on the other side of death or of the
final judgment there will be no time. Nowhere, not in Isa. 66:24, nor in Rev.
10:6, correctly translated, is there any ground for this assumption” (=
... itu tidak akan pernah berakhir. Ajaran Yesus ini tidak boleh
dilemahkan oleh gagasan / pikiran yang bersifat filsafat bahwa dalam dunia
setelah kematian atau penghakiman akhir, tidak ada lagi waktu. Tidak ada tempat
manapun, baik dalam Yes 66:24, ataupun Wah 10:6, yang diterjemahkan
secara benar, ada dasar apapun untuk anggapan ini) - hal 367.
Catatan: dalam Wah 10:6 versi KJV memang dikatakan ‘there
should be time no longer’ (= di sana tidak akan ada waktu lagi).
Tetapi artinya adalah ‘tidak ada penundaan lagi, dan nubuat ini akan
segera digenapi’ (Adam Clarke dan banyak penafsir lain). Karena itu RSV
menterjemahkan ‘there should be no more delay’ (= di sana tidak boleh
ada penundaan lagi. NIV: ‘there
will be no more delay’
(= di sana tidak akan ada penundaan lagi). NKJV menterjemahkan seperti RSV dan
NASB / ASV dan Kitab Suci Indonesia seperti NIV.
Wah
10:6 - “dan ia bersumpah demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya, yang
telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut
dan segala isinya, katanya: ‘Tidak akan ada penundaan lagi!”.
William
Hendriksen:
“One
hears the objection, ‘But does not the Scripture teach of the destruction of
the wicked’? Yes, indeed, but this destruction is not an instantaneous
annihilation, so that there would be nothing left of the wicked; so that, in
other words, they would cease to exist. The destruction of which the
Scripture speaks is an ‘everlasting destruction’ (2Thess. 1:9). Their
hopes, their joys, their opportunities, their riches, etc., have perished, and
they themselves are tormented by this, and that forevermore” [=
Seorang mendengar keberatan: ‘Tetapi bukankah Kitab Suci mengajar kebinasaan /
penghancuran orang jahat?’ Ya, memang, tetapi kebinasaan / penghancuran ini
bukan merupakan pemusnahan seketika, sehingga tidak ada apapun yang tersisa dari
orang jahat itu. Kebinasaan / penghancuran yang dibicarakan oleh Kitab Suci
merupakan suatu ‘kebinasaan / penghancuran kekal’ (2Tes 1:9).
Harapan mereka, sukacita mereka, kesempatan mereka, kekayaan mereka, dsb. telah
binasa, dan mereka sendiri disiksa oleh hal ini, dan itu berlangsung
selama-lamanya] - hal 367.
2Tes 1:9
- “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan
selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan
kekuatanNya”.
Matthew
Henry (tentang Mark 9:41-50): “Dr.
Whitby shows that the eternity of the torments of hell was not only the constant
faith of the Christian church, but had been so of the Jewish church. Josephus
saith, The Pharisees held that the souls of the wicked were to be punished with perpetual
punishment; and that there was appointed for them a perpetual prison. And
Philo saith, The punishment of the wicked is to live for ever dying, and
to be for ever in pains and griefs that never cease” (= Dr.
Whitby menunjukkan bahwa kekekalan dari siksaan neraka bukan hanya
merupakan iman yang tetap dari gereja Kristen, tetapi telah merupakan iman yang
tetap dari gereja Yahudi. Yosefus berkata, Orang-orang Farisi mempercayai bahwa
jiwa-jiwa dari orang-orang jahat harus dihukum dengan hukuman kekal; dan
bahwa di sana ditetapkan bagi mereka suatu penjara yang kekal. Dan Philo
berkata, Hukuman dari orang jahat adalah hidup sekarat selama-lamanya,
dan untuk selama-lamanya dalam kesakitan dan kesedihan yang tidak
pernah berhenti).
Catatan:
Yosefus adalah ahli sejarah Yahudi yang hidup pada abad pertama sedangkan Philo
adalah ahli filsafat Yahudi yang tinggal di Alexandria dan hidup sejaman dengan
Yesus dan rasul-rasul.
Adam
Clarke (tentang Mark 9:44): “‘The
fire is not quenched.’ The state of punishment is continual; there is
no respite, alleviation, nor end!” (= ‘Api yang tidak
dipadamkan’. Keadaan dari hukuman itu terus menerus; di sana tidak ada
istirahat / kelonggaran, pengurangan ataupun akhir!).
Bdk.
Wah 14:11 - “Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai
selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa,
yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang
telah menerima tanda namanya.’”.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘no rest’ (= tidak ada istirahat).
Wycliffe
Bible Commentary (tentang Mark 9:43-47):
“‘Hell’ is the translation of the Greek geenna,
which in turn is a transliteration of the Hebrew ge hinnom, meaning ‘valley of Hinnom.’ This was a valley
southwest of Jerusalem which was accursed because it had been the scene of
Moloch worship. Later it became the site of the city dump, where continual fires
burned, reducing the rubbish to ashes. The garbage and refuse deposited there
would also have been infested with many worms. In Jewish thought this valley
became a symbol of the place of eternal punishment” (= ‘Neraka’
adalah terjemahan dari kata Yunani GEENNA, yang merupakan terjemahan dari kata
Ibrani GE HINNOM, yang berarti ‘lembah Hinnom’. Ini adalah suatu lembah di
sebelah barat daya dari Yerusalem yang terkutuk karena itu merupakan tempat
penyembahan Molokh. Belakangan itu menjadi tempat pembuangan sampah kota, dimana
api membara terus menerus, menghancurkan sampah itu menjadi abu. Sampah yang
ditumpuk di sana juga dipenuhi dengan banyak ulat. Dalam pemikiran Yahudi
lembah ini menjadi simbol dari tempat hukuman kekal).
Wycliffe
Bible Commentary (tentang Mark 9:48):
“‘The worm that dieth not’ is a figure of speech drawn from the
actual valley of Hinnom, where worms were continually at work. It is a
picture of the unending torture and destruction of hell” (= ‘Ulat
yang tidak mati’ merupakan suatu gaya bahasa yang diambil dari lembah yang
betul-betul / sungguh-sungguh dari Hinnom, dimana ulat-ulat terus menerus
bekerja. Itu merupakan suatu gambaran dari siksaan dan penghancuran yang
tanpa akhir dari neraka).
Bible
Knowledge Commentary: “Where
the fire never goes out is probably Mark’s explanation of Gehenna for his
Roman readers. The worm (internal torment) and the unquenchable fire (external
torment) ... vividly portray the unending, conscious punishment that
awaits all who refuse God’s salvation. The essence of hell is unending
torment and eternal exclusion from His presence” [= ‘Dimana api
tidak pernah padam’ mungkin merupakan penjelasan Markus tentang Gehenna bagi
pembaca-pembaca Romawinya. Ulat (siksaan di dalam) dan api yang tidak bisa
dipadamkan (siksaan luar) ... menggambarkan dengan hidup hukuman tanpa akhir
dan sadar yang menanti semua orang yang menolak keselamatan Allah. Hakekat dari
neraka adalah siksaan tanpa akhir dan pengeluaran kekal dari
kehadiranNya].
Bdk.
2Tes 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya,
dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“Hell
is not temporary, it is forever (see Rev 20:10). How essential it
is for sinners to trust Jesus Christ and be delivered from eternal hell,
and how important it is for believers to get the message out to a lost world!”
[= Neraka bukan bersifat sementara, itu adalah selama-lamanya
(lihat Wah 20:10). Betapa penting bagi orang-orang berdosa untuk percaya kepada
Yesus Kristus dan dibebaskan dari neraka yang kekal, dan betapa penting
untuk orang-orang percaya untuk memberitakan berita ini keluar kepada dunia yang
terhilang!].
Wah
20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan
api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa
siang malam sampai selama-lamanya”.
2.
‘Api’ dan ‘ulat’ digunakan sebagai simbol untuk
menunjukkan betapa menyakitkan dan mengerikan hukuman di neraka itu.
‘Api’
merupakan simbol yang paling umum, dan penggunaan simbol api jelas menunjukkan
suatu siksaan yang sangat menyakitkan. Kalau saudara terkena api sekitar 1-2
detik, itu sudah sangat menyakitkan. Kalau 15-30 detik, itu sudah merupakan luka
bakar yang sangat parah dan menyakitkan. Bisakah saudara bayangkan bagaimana
rasanya kalau saudara dibakar secara kekal?
Untuk
menggambarkan betapa ngerinya ‘ulat’, saya ingin menceritakan tentang
suatu peristiwa yang dialami seorang keluarga saya. Ia mengalami kecelakaan
mobil, sehingga lumpuh total karena syarafnya terjepit pada tulang belakangnya.
Di rumah sakit ia terus terbaring pada punggungnya (tidak dibolak balik, karena
takut syarafnya yang terjepit itu akan bertambah parah dan membunuh dia), dan
akhirnya punggung itu membusuk dan ada zet / ulat bangkainya. Dalam keadaan
hidup orang itu merasakan penderitaan yang begitu hebat karena zet itu
menggerogoti tubuhnya! Akhirnya dia mati dan terbebas dari siksaan ulat bangkai
duniawi itu. Tetapi kalau seseorang masuk ke neraka, hal seperti ini akan
berlangsung selama-lamanya!
Kebanyakan
orang memang menganggap ini sebagai simbol.
Pulpit
Commentary:
“They
are the symbols of certain dreadful realities; too dreadful for human
language to describe or human thought to conceive” (= Itu adalah simbol-simbol
dari kenyataan-kenyataan menakutkan tertentu / yang pasti; terlalu menakutkan
untuk digambarkan oleh bahasa manusia ataupun untuk dimengerti / dibayangkan
oleh pikiran manusia) - hal 9.
Barnes’
Notes (tentang Mark 9:44-46): “It
is not to be supposed that there will be any ‘real’ worm in hell - perhaps
no material fire; nor can it be told what was particularly intended by the
undying worm. There is no authority for applying it, as is often done, to
remorse of conscience, anymore than to any other of the pains and reflections of
hell. It is a mere image of loathsome, dreadful, and ‘eternal’
suffering. In what that suffering will consist it is probably beyond the
power of any living mortal to imagine” (= Tidak boleh dianggap
bahwa di sana akan ada ulat ‘yang sungguh-sungguh’ dalam neraka - mungkin
juga tidak ada api yang bersifat materi; juga tidak bisa diceritakan apa
yang dimaksudkan secara khusus dengan ulat yang tidak mati. Tidak ada otoritas
untuk menerapkannya, seperti yang sering dilakukan, pada penyesalan yang dalam
dari hati nurani, ataupun pada rasa sakit yang lain dan perenungan dari neraka.
Itu merupakan semata-mata suatu gambar menjijikkan, menakutkan, dan
penderitaan ‘kekal’. Bagaimana bentuk penderitaan itu mungkin merupakan
sesuatu yang melampaui kuasa dari orang hidup manapun untuk membayangkan).
Calvin (tentang Mat 3:11):
“But we may conclude from many passages of Scripture, that it is a
metaphorical expression. For, if we must believe that it is real, or what they
call material fire, we must also believe that the brimstone and the fan are
material, both of them being mentioned by Isaiah. ‘For Tophet is ordained of
old; the pile thereof is fire and much wood; the breath of the Lord, like a
stream of brimstone, doth kindle it,’ (Isaiah 30:33.) We must explain the fire
in the same manner as the worm, (Mark 8:44,46,48:) and if it is universally
agreed that the worm is a metaphorical term, we must form the same opinion as to
the fire. Let us lay aside the speculations, by which foolish men weary
themselves to no purpose, and satisfy ourselves with believing, that these forms
of speech denote, in a manner suited to our feeble capacity, a dreadful torment,
which no man can now comprehend, and no language can express” [= Tetapi
kita bisa menyimpulkan dari banyak text dari Kitab Suci, bahwa itu (api) merupakan suatu ungkapan yang bersifat kiasan / simbol. Karena,
jika kita harus percaya bahwa itu sungguh-sungguh / hurufiah, atau apa yang
mereka sebut dengan api yang bersifat materi, kita juga harus percaya bahwa
‘sungai belerang’ dan ‘alat pengipas’ juga bersifat materi, karena
keduanya disebutkan oleh Yesaya. ‘Sebab dari dahulu sudah diatur tempat
pembakaran; ... pancakanya penuh api dan kayu; nafas TUHAN menghanguskannya
seperti sungai belerang’ (Yes 30:33). Kita harus menjelaskan api dengan cara
yang sama seperti ulat, (Mark 8:44,46,48): dan jika disetujui secara universal
bahwa ulat merupakan suatu istilah simbolis, kita harus membentuk pandangan yang
sama berkenaan dengan api. Hendaklah kita singkirkan spekulasi-spekulasi, dengan
mana orang-orang bodoh melelahkan diri mereka sendiri tanpa ada gunanya, dan
memuaskan diri kita dengan percaya, bahwa bentuk ucapan ini menunjukkan, dengan
cara yang sesuai dengan kapasitas kita yang lemah, suatu siksaan yang
menakutkan, yang tak bisa dimengerti manusia sekarang, dan tak bisa digambarkan
oleh bahasa manapun].
Catatan: Calvin tak mengutip seluruh Yes
30:33, dan terjemahan Yes 30:33 berbeda antara KJV dan Kitab Suci Indonesia.
Dalam KJV ada nama ‘Tophet’, yang merupakan nama dari suatu tempat di lembah
Hinnom. Yang Calvin maksudkan dengan ‘fan’
/ ‘alat pengipas’ mungkin adalah ‘nafas TUHAN’ itu.
Apa
alasannya untuk menganggap ini sebagai simbol?
a. Neraka
juga digambarkan sebagai kegelapan yang paling pekat (Mat 8:12
Mat 22:13b), dan sukar terbayangkan bagaimana ‘api’ dan ‘kegelapan’
bisa bersatu.
Mat
8:12 - “sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan
yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.’”.
Mat
22:13 - “Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan
tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap,
di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
b. Pada
waktu Kitab Suci menggambarkan surga digunakan simbol (Wah 21:11-21),
karena bahan-bahan di surga itu jelas tidak ada di dunia. Kalau sorga
digambarkan dengan simbol, saya juga percaya bahwa neraka juga digambarkan
dengan simbol.
Tetapi
satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan ialah: jangan sekali-sekali
hal ini membuat saudara menganggap bahwa kalau demikian neraka tidaklah
terlalu menakutkan. Pemikiran ‘Toh semua itu hanya simbol, jadi tidak
perlu terlalu kita takuti’ adalah pemikiran yang sangat bodoh dan keliru.
Perlu saudara ingat bahwa pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga dengan
simbol, Kitab Suci menggambarkannya dengan simbol yang indah. Kalau simbolnya
indah / mulia, maka aslinya tentu lebih indah / lebih mulia lagi. Sebaliknya
pada waktu Kitab Suci menggambarkan tentang neraka, maka Kitab Suci
menggunakan simbol-simbol yang mengerikan. Kalau simbolnya mengerikan, maka
aslinya tentu lebih mengerikan lagi!
3.
Ada yang menafsirkan bahwa ‘api’ dan ‘ulat’
menunjukkan bahwa hukuman itu bersifat external (luar) dan internal (dalam).
William
Hendriksen:
“The
torment, accordingly, will be both external, the fire; and internal, the worm”
(= Sesuai dengan itu, siksaan itu merupakan baik siksaan luar, api, maupun
siksaan dalam, ulat) - hal 367.
Saya
tidak tahu apakah penafsiran ini bisa dibenarkan.
3)
Ajaran tentang neraka yang begitu mengerikan ini, diajarkan oleh Yesus!
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“Some
people are shocked to hear from the lips of Jesus such frightening words about
hell (see Isa 66:24). Jesus believed in a place called hell, a place of eternal
torment and righteous punishment (see Luke 16:19ff). After an army chaplain told
his men that he did not believe in hell, some of them suggested that his
services were not needed. After A if there is no hell, then why worry about
death? But if there is a hell, then the chaplain was leading them astray! Either
way, they would be better off without him!” [= Sebagian orang kaget
mendengar dari bibir Yesus kata-kata yang begitu menakutkan tentang neraka
(lihat Yes 66:24). Yesus percaya pada suatu tempat yang disebut neraka, suatu
tempat penyiksaan kekal dan penghukuman yang benar (lihat Luk 16:19-dst).
Setelah seorang pendeta tentara memberitahu orang-orangnya bahwa ia tidak
percaya pada neraka, beberapa dari mereka mengusulkan bahwa pelayanannya tidak
dibutuhkan. Bagaimanapun, jika tidak ada neraka lalu mengapa kuatir tentang
kematian? Tetapi jika di sana ada suatu neraka, maka pendeta tentara itu sedang
menyesatkan mereka! Yang manapun, mereka lebih baik tanpa dia!].
Catatan: kata-kata ‘After A’ dalam kutipan itu pasti salah cetak; mungkin
seharusnya adalah ‘After all’.
The
Biblical Illustrator (New Testament): “Some
will say that this doctrine has no tendency to do good; it is idle to think of
frightening men into religion. It is my duty not to decide what doctrines are
likely to do good, but to preach such as I find in the Scriptures. I dare not
pretend to be either more wise or more compassionate than our Saviour; and He
thought it consistent, both with wisdom and compassion, to utter the words of
our text” (= Sebagian orang akan mengatakan bahwa doktrin ini tidak
mempunyai kecenderungan untuk melakukan / menghasilkan kebaikan; adalah sia-sia
untuk berpikir tentang menakut-nakuti orang ke dalam agama. Bukanlah
kewajibanku untuk menentukan doktrin-doktrin apa yang mungkin melakukan /
menghasilkan kebaikan, tetapi memberitakan apa yang saya temukan dalam Kitab
Suci. Saya tidak berani berpura-pura atau
lebih bijaksana atau lebih berbelas kasihan dari Juruselamat kita; dan Ia
menganggapnya sebagai konsisten, baik dengan kebijaksanaan dan belas kasihan,
untuk mengucapkan kata-kata dari text kita ini).
Alan
Cole (Tyndale):
“No
man ever spoke stronger words about hell than the loving Son of God” (=
Tidak ada orang yang pernah berbicara tentang neraka dengan kata-kata yang lebih
kuat / keras dari pada Anak Allah yang penuh kasih) - hal 153.
Bible
Knowledge Commentary: “Jesus
used the word geenna in 11 of its 12 New Testament occurrences
(the one exception is James 3:6)” [= Yesus menggunakan kata GEENNA dalam
11 dari 12 pemunculannya dalam Perjanjian Baru (satu-satunya perkecualian adalah
Yak 3:6)].
Setelah
mendengar bagaimana neraka itu, inginkah saudara masuk ke sana? Sebetulnya tidak
perlu ada seorangpun dari saudara yang masuk ke sana, karena Yesus sudah ‘turun
ke neraka’.
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali