Pemahaman Alkitab

 

(online)

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

 

Selasa, tgl 23 Agustus 2022, pk 18.30

 

Pdt. Budi Asali, M. Div.

 

Intermediate state (4)

 

IV) Pandangan Reformed.

 

Reformed mempunyai pandangan yang seragam dalam hal ini, yaitu: orang mati langsung masuk surga atau neraka.

 

1) Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa surga dan neraka bukan sekedar merupakan suatu kondisi, tetapi juga merupakan suatu tempat / lokasi.

 

Bdk. Yoh 14:2-3 - “(2) Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. (3) Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKu, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.”.

 

Dalam Yoh 14:2-3 versi Kitab Suci Indonesia, kata ‘tempat’ muncul 5 x, dan ini menunjukkan bahwa surga betul-betul merupakan suatu tempat.

 

Untuk neraka, ada text lain yang juga menyatakan hal itu dengan sangat kuat, yaitu Luk 16:22,23,26,28 - “(22) Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. (23) Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. ... (26) Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. ... (28) sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini.”.

 

Karena itu, mengatakan bahwa surga dan neraka bukanlah ‘suatu lokasi’ tetapi hanya ‘suatu kondisi’ menunjukkan suatu kebodohan dan sikap tidak peduli pada Kitab Suci! Bahwa surga dan neraka merupakan suatu tempat, sebetulnya bukan pandangan khas dari orang-orang Reformed, tetapi merupakan pandangan dari semua orang Kristen yang waras otaknya!

 

Pulpit Commentary (tentang Yoh 14): “Heaven is a definite locality. Jesus is there in his glorified body.” [= Surga adalah suatu tempat tertentu. Yesus ada di sana dalam tubuhNya yang telah dimuliakan.] - hal 232.

 

Herman Hoeksema: “This ascension must be conceived as consisting definitely in a change of place. In His human nature Christ departed from the earth and went into heaven both in body and soul. After His ascension He is according to His human nature no longer on earth, but in heaven only.” [= Kenaikan ini harus dipahami sebagai perubahan tempat. Dalam hakekat manusiaNya, Kristus meninggalkan bumi dan pergi ke surga baik tubuh dan jiwaNya. Setelah kenaikanNya maka menurut hakekat manusiaNya Ia tidak lagi di bumi tetapi hanya di surga.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 420.

 

Herman Hoeksema: “Heaven is a definite place, and not merely a condition.” [= Surga adalah tempat yang tertentu, dan bukan semata-mata merupakan suatu kondisi / keadaan.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 422.

 

Tentang ‘ascension’ / ‘kenaikan Kristus ke surga’, Charles Hodge berkata sebagai berikut: “It was a local transfer of his person from one place to another; from earth to heaven. Heaven is therefore a place. ... If Christ has a true body, it must occupy a definite portion of space. And where Christ is, there is the Christian’s heaven.” [= Itu merupakan perpindahan tempat dari pribadiNya dari satu tempat ke tempat lain; dari bumi ke surga. Karena itu, surga adalah suatu tempat. ... Jika Kristus mempunyai tubuh yang sungguh-sungguh, tubuh itu harus menempati suatu ruangan / tempat tertentu. Dan dimana Kristus ada, di situlah surga orang kristen.] - ‘Systematic Theology’, Vol II, hal 630, 631.

 

2) Pandangan Reformed tentang intermediate state adalah: pada saat seseorang mati, jiwa / rohnya akan langsung masuk ke surga / neraka, tetapi tubuhnya harus menunggu kedatangan Yesus yang kedua-kalinya, pada saat mana tubuh itu akan dibangkitkan, dan dipersatukan kembali dengan jiwa / rohnya.

 

Westminster Confession of Faith Chapter XXXII, no 1: The bodies of men, after death, return to dust, and see corruption: but their souls, which neither die nor sleep, having an immortal subsistence, immediately return to God who gave them: the souls of the righteous, being then made perfect in holiness, are received into the highest heavens, where they behold the face of God, in light and glory, waiting for the full redemption of their bodies. And the souls of the wicked are cast into hell, where they remain in torments and utter darkness, reserved to the judgment of the great day. Beside these two places, for souls separated from their bodies, the Scripture acknowledgeth none.” [= Tubuh-tubuh manusia, setelah kematian, kembali menjadi debu, dan mengalami pembusukan: tetapi jiwa-jiwa mereka, yang tidak mati ataupun tidur, karena mempunyai keberadaan yang tidak bisa mati, langsung kembali kepada Allah yang memberikan jiwa-jiwa itu: jiwa-jiwa dari orang benar, pada saat itu disempurnakan dalam kekudusan, diterima ke dalam surga yang tertinggi, dimana mereka memandang wajah Allah, dalam terang dan kemuliaan, menunggu penebusan penuh dari tubuh-tubuh mereka. Dan jiwa-jiwa orang jahat dibuang ke dalam neraka, dimana mereka tinggal dalam penyiksaan dan kegelapan total, disimpan untuk penghakiman pada hari besar. Disamping kedua tempat ini, untuk jiwa-jiwa yang terpisah dari tubuh-tubuh mereka, Kitab Suci tidak mengakui adanya tempat yang lain.].

 

Calvin (tentang 2Kor 5:8): “nothing is better than to quit the body, that we may attain near intercourse with God, and may truly and openly enjoy his presence.” [= tidak ada yang lebih baik dari pada meninggalkan tubuh, supaya kita bisa mencapai hubungan yang dekat dengan Allah, dan bisa dengan sungguh-sungguh dan terbuka menikmati kehadiranNya.] - hal 222.

 

Louis Berkhof: “The usual position of the Reformed Churches is that the souls of believers immediately after death enter upon the glories of heaven. ... If the righteous enter upon their eternal state at once, the presumption is that this is true of the wicked as well.” [= Posisi yang umum dari Gereja Reformed adalah bahwa jiwa-jiwa dari orang-orang percaya setelah kematian segera / langsung masuk kepada kemuliaan dari surga. ... Jika orang benar segera masuk ke dalam keadaan kekal mereka, maka harus dianggap bahwa ini juga benar untuk orang jahat.] - ‘Systematic Theology’, hal 679,680.

 

R. L. Dabney: “We have asserted it, as the doctrine of the Bible, that the souls of believers do pass immediately into glory.” [= Kami telah menegaskan hal itu, sebagai doktrin dari Alkitab, bahwa jiwa-jiwa dari orang-orang percaya langsung masuk ke dalam kemuliaan.] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 823.

 

Charles Hodge: “The soul of the believer does not cease to exist at death. It does not sink into a state of unconsciousness. It does not go into purgatory; but, being made perfect in holiness, it does immediately pass into glory. As soon as it is absent from the body, it is present with the Lord.” [= Jiwa dari orang percaya tidak musnah / berhenti mempunyai keberadaan pada saat kematian. Jiwa itu tidak tenggelam / terbenam ke dalam keadaan tidak sadar. Jiwa itu tidak pergi ke api penyucian; tetapi, setelah disempurnakan dalam kekudusan, jiwa itu langsung masuk ke dalam kemuliaan. Begitu jiwa itu absen dari tubuh, jiwa itu hadir bersama Tuhan.] - ‘I & II Corinthians’, hal 488-489.

 

W. G. T. Shedd: “there is no essential difference between Paradise and Heaven. ... there is no essential difference between Hades and Hell.” [= tidak ada perbedaan yang hakiki antara Firdaus dan surga. ... tidak ada perbedaan yang hakiki antara Hades dan neraka.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 594.

 

W. G. T. Shedd: “The substance of the Reformed view, then, is, that the intermediate state for the saved is Heaven without the body, and the final state for the saved is Heaven with the body; that the intermediate state for the lost is Hell without the body, and the final state for the lost is Hell with the body. In the Reformed, or Calvinistic eschatology, there is no intermediate Hades between Heaven and Hell, which the good and evil inhabit in common. When this earthly existence is ended, the only specific places and states are Heaven and Hell. Paradise is a part of Heaven; Hades is a part of Hell.” [= Maka, hakekat dari pandangan Reformed adalah bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan untuk orang yang diselamatkan adalah Surga tanpa tubuh, dan keadaan akhir untuk orang yang diselamatkan adalah Surga dengan tubuh; bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan untuk orang yang terhilang adalah Neraka tanpa tubuh, dan keadaan akhir untuk orang yang terhilang adalah Neraka dengan tubuh. Dalam doktrin tentang akhir jaman Reformed atau Calvinisme, tidak ada Hades di antara Surga dan Neraka, dimana orang baik dan orang jahat tinggal bersama-sama. Pada waktu keberadaan duniawi ini berakhir, satu-satunya tempat dan keadaan adalah Surga dan Neraka. Firdaus adalah suatu bagian dari Surga; Hades adalah suatu bagian dari Neraka.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 594-595.

 

Herman Hoeksema: “immediately after death the state and condition of both the godly and the ungodly are decided forever, and that the former enter into a state of conscious glory, while the latter descend into the pit of hell.” [= segera setelah kematian keadaan dan kondisi dari baik orang saleh dan orang jahat ditentukan selama-lamanya, dan yang pertama masuk ke dalam keadaan kemuliaan yang disadari, sementara yang terakhir turun ke dalam neraka.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 771.

 

Louis Berkhof: “The Bible sheds very little direct light on this subject. The only passage that can really come into consideration here is the parable of the rich man and Lazarus in Luke 16, where HADES denotes hell, the place of eternal torment. In addition to this direct proof there is also an inferential proof. If the righteous enter upon their eternal state at once, the presumption is that this is true of the wicked as well.” [= Alkitab memberikan sangat sedikit terang langsung pada subyek ini. Satu-satunya text yang bisa betul-betul dipertimbangkan di sini adalah perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus dalam Luk 16, dimana HADES menunjuk kepada neraka, tempat penyiksaan kekal. Sebagai tambahan pada bukti langsung ini juga ada bukti tak langsung. Jika orang benar masuk ke dalam keadaan kekal mereka secara langsung / dengan segera, maka kita juga harus menganggap bahwa ini juga benar bagi orang jahat.] - ‘Systematic Theology’, hal 680.

 

R. L. Dabney: “It is the glory of the gospel, that it gives a victory over death. Over the true man, the being who feels, and hopes and fears, it has no dominion. The body alone falls under its stroke; but when it does so, it is unconscious of that stroke. Whatever there may be in the grave, with its gloom and worm, that is repulsive to man; with all that the true EGO has no part. While the worms destroy the unconscious flesh, the conscious spirit has soared away to the light and rest of its Saviour’s bosom.” [= Merupakan kemuliaan dari injil, bahwa injil itu memberikan kemenangan atas kematian. Atas / terhadap orang benar, makhluk yang mempunyai perasaan, dan yang berharap dan mempunyai rasa takut, kematian tidak berkuasa. Hanya tubuh yang jatuh ke bawah serangannya; tetapi ketika itu terjadi, tubuh itu tidak sadar akan serangan itu. Apapun yang ada dalam kubur, dengan kesuraman dan ulatnya, yang merupakan hal yang menjijikkan bagi manusia; dengan semua itu EGO / diri orang itu sendiri tidak mempunyai bagian. Sementara ulat-ulat menghancurkan daging yang tidak mempunyai kesadaran, roh yang sadar telah melayang kepada terang dan beristirahat di dada sang Juruselamatnya.] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 829.

 

Bdk. Pkh 12:7 - “dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.”.

 

3) Dasar dari pandangan Reformed ini.

 

a)      Paulus percaya bahwa begitu ia mati, ia langsung masuk surga.

 

1.  2Kor 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar (artinya: jika kita mati - bdk. Yes 38:12), Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.”.

NIV/NASB: ‘we have a building from God’.

 

Perhatikan kata ‘have’ yang ada dalam ‘present tense’ [= bentuk sekarang], bukan ‘future tense’ [= bentuk yang akan datang]. Ini menunjukkan bahwa begitu kita mati, kita langsung mendapatkan rumah itu.

 

Charles Hodge: “The present tense, EKHOMEN, is used because the one event immediately follows the other; there is no perceptible interval between the dissolution of the earthly tabernacle and entering on the heavenly house. As soon as the soul leaves the body it is in heaven. ... The soul therefore at death enters a house whose builder is God.” [= Present tense, EKHOMEN, digunakan karena peristiwa yang satu langsung mengikuti yang lain; di sana tidak ada selang waktu yang terlihat di antara hancurnya kemah duniawi dan masuknya ke rumah surgawi. Begitu jiwa meninggalkan tubuh, jiwa itu ada di surga. ... Karena itu pada saat mati, jiwa memasuki rumah yang pembangunnya adalah Allah.] - ‘I & II Corinthians’, hal 489.

 

2.  2Kor 5:8b: “terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan.”.

NASB: ‘to be at home with the Lord’ [= ada di rumah bersama Tuhan].

NIV: ‘at home with the Lord’ [= di rumah bersama Tuhan].

Interlinear: ‘to come home to the Lord’ [= pulang ke rumah kepada Tuhan].

 

Jadi ini menunjukkan bahwa bagi Paulus ‘mati’ sama dengan ‘pulang ke rumah Bapa’ dan ini menunjukkan bahwa begitu seorang kristen mati ia langsung masuk surga.

 

3.  Fil 1:23 - Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus - itu memang jauh lebih baik;”.

 

Kata ‘pergi’ di sini jelas menunjuk kepada ‘mati’. Jadi Paulus berkata kalau ia mati, ia diam bersama-sama dengan Kristus. Ini pasti sama dengan masuk surga.

 

b) Yesus menjanjikan bahwa penjahat yang bertobat di kayu salib akan masuk ke Firdaus [= surga] pada hari itu juga.

 

Luk 23:43 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.

 

Charles Hodge: “There can, therefore, be no doubt that paradise is heaven, and consequently when Christ promised the dying thief that he should that day be in paradise, he promised that he should be in heaven. ... The fathers made a distinction between paradise and heaven which is not found in the Scriptures.” [= Karena itu, tidak bisa ada keraguan bahwa firdaus adalah surga, dan karena itu pada waktu Kristus menjanjikan pencuri / penjahat yang sekarat itu bahwa hari itu ia akan berada di firdaus, Ia menjanjikan bahwa ia akan berada di surga. Bapa-bapa gereja membuat perbedaan antara firdaus dan surga, dan perbedaan ini merupakan sesuatu yang tidak ditemukan dalam Kitab Suci.] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 727-728.

 

Louis Berkhof: “In the light of 2Cor. 12:3,4 ‘paradise’ can only be a designation of heaven.” [= Dalam terang dari 2Kor 12:3,4 ‘Firdaus’ hanya bisa menunjuk pada surga.] - ‘Systematic Theology’, hal 679.

 

2Kor 12:2-4 - “(2) Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. (3) Aku juga tahu tentang orang itu, - entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - (4) ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.”.

 

c)  Doa Stefanus pada saat mau mati menunjukkan bahwa ia mempunyai kepercayaan bahwa pada saat mati, ia langsung masuk surga.

 

Kis 7:59 - “Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.’”.

 

d) Beberapa ayat dalam kitab Wahyu menunjukkan adanya orang-orang yang sudah masuk surga padahal itu terjadi sebelum kebangkitan orang mati (Dabney, hal 828,829).

 

Wah 4:4 - “Dan sekeliling takhta itu ada dua puluh empat takhta, dan di takhta-takhta itu duduk dua puluh empat tua-tua, yang memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala mereka.”.

 

Wah 5:8 - “(8) Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus.”.

 

Wah 6:9,11 - “(9) Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima, aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki. ... (11) Dan kepada mereka masing-masing diberikan sehelai jubah putih, dan kepada mereka dikatakan, bahwa mereka harus beristirahat sedikit waktu lagi hingga genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka, yang akan dibunuh sama seperti mereka.”.

 

e) Langsung masuk surga pada waktu mati ini tidak hanya berlaku untuk orang-orang percaya jaman Perjanjian Baru, tetapi juga untuk orang-orang percaya jaman Perjanjian Lama.

 

Louis Berkhof: “In connection with this clear representation of the New Testament, it has been suggested that the New Testament believers were privileged above those of the Old Testament by receiving immediate access to the bliss of heaven. But the question may well be asked, What basis is there for assuming such a distinction?” [= Sehubungan dengan penggambaran yang jelas dari Perjanjian Baru ini, telah diusulkan bahwa orang-orang percaya Perjanjian Baru diberi hak lebih dari orang-orang percaya Perjanjian Lama dengan langsung masuk ke dalam kebahagiaan surga. Tetapi bisa dipertanyakan: Apa dasarnya untuk menganggap adanya perbedaan seperti itu?] - ‘Systematic Theology’, hal 683.

 

Dari kutipan ini jelas bahwa Berkhof mempercayai bahwa bukan hanya orang percaya jaman Perjanjian Baru yang langsung masuk ke surga pada saat mati, tetapi juga orang percaya jaman Perjanjian Lama.

 

Dasar Kitab Suci untuk pandangan ini:

 

1.  Elia dan Henokh dikatakan naik ke surga / diangkat (2Raja 2:1,11  Kej 5:24  Ibr 11:5). Abraham dikatakan ada di surga (Luk 16:22). Tidak ada alasan untuk membedakan orang-orang ini dengan orang-orang percaya Perjanjian Lama yang lain. Disamping itu, Lazarus juga langsung masuk surga (Luk 16:22), dan perlu dicamkan bahwa sebetulnya secara teologis cerita ini masih termasuk dalam Perjanjian Lama, karena Yesus belum mati dan bangkit.

 

2.  Bil 23:10 - “Siapakah yang menghitung debu Yakub dan siapakah yang membilang bondongan-bondongan Israel? Sekiranya aku mati seperti matinya orang-orang jujur dan sekiranya ajalku seperti ajal mereka!.

 

Bahwa Bileam bisa menginginkan kematian orang jujur, itu menunjukkan bahwa orang jujur itu pasti langsung masuk surga pada saat mati.

 

3.  Maz 17:15 - “Tetapi aku, dalam kebenaran akan kupandang wajahMu, dan pada waktu bangun aku akan menjadi puas dengan rupaMu.”.

 

Banyak penafsir menafsirkan bahwa kata ‘bangun’ di sini menunjuk pada kematian, dimana orangnya akan ‘bangun di surga’ dan ia merasa puas dengan rupa / wajah Tuhan.

 

4.  Maz 49:14-16 - “(14) Inilah jalannya orang-orang yang percaya kepada dirinya sendiri, ajal orang-orang yang gemar akan perkataannya sendiri. Sela (15) Seperti domba mereka meluncur ke dalam dunia orang mati, digembalakan oleh maut; mereka turun langsung ke kubur, perawakan mereka hancur, dunia orang mati menjadi tempat kediaman mereka. (16) Tetapi Allah akan membebaskan nyawaku dari cengkeraman dunia orang mati, sebab Ia akan menarik aku. Sela”.

 

KJV: “But God will redeem my soul from the power of the grave: for he shall receive me.” [= Tetapi Allah akan menebus jiwaku dari kuasa kubur: karena Ia akan menerima aku.].

 

5.  Maz 73:24,26 - “(24) Dengan nasihatMu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan. ... (26) Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap [= pada saat aku mati], gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.”.

 

6.  Amsal 14:32 - Orang fasik dirobohkan karena kejahatannya, tetapi orang benar mendapat perlindungan karena ketulusannya.”.

KJV: “The wicked is driven away in his wickedness: but the righteous hath hope in his death [= Orang jahat diusir dalam kejahatannya: tetapi orang benar mempunyai pengharapan dalam kematiannya].

 

7.  Amsal 15:24 - Jalan kehidupan orang berakal budi menuju ke atas, supaya ia menjauhi dunia orang mati di bawah.”.

 

f)  Cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31), bukan hanya menunjukkan bahwa orang percaya langsung masuk surga pada saat mati, tetapi juga menunjukkan bahwa orang tidak percaya juga akan langsung masuk neraka pada saat mati.

 

Bacalah cerita ini dan saudara akan melihat bahwa sekalipun orang kaya itu masih mempunyai 5 saudara yang masih hidup, yang menandakan bahwa Yesus belum datang untuk keduakalinya, tetapi ia sendiri sudah masuk ke alam maut / Hades (ay 23), yang digambarkan sebagai tempat penderitaan dengan nyala api (ay 23-25), sehingga jelas menunjuk pada neraka. Sedangkan Lazarus ada ‘di pangkuan’ (seharusnya ‘di dada’) Abraham, yang jelas menunjuk pada surga.

 

William G. T. Shedd (vol II, hal 599) membuktikan bahwa ‘dada Abraham’ menunjuk pada surga dengan cara yang menarik. Ia menunjuk pada Mat 8:11 - “Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga,”.

 

Terjemahan hurufiah seharusnya adalah seperti dalam NASB.

 

NASB: ‘many shall come from east and west, and recline at the table with Abraham, and Isaac, and Jacob, in the kingdom of heaven’ [= banyak orang akan datang dari timur dan barat, dan bersandar / berbaring di meja dengan Abraham, dan Ishak, dan Yakub, di dalam Kerajaan sorga].

 

Memang ini cara orang-orang Yahudi makan, khususnya kalau mereka makan dalam Perjamuan Paskah. Mereka duduk miring ke kiri sehingga kepala bisa bersandar pada dada dari orang di sebelah kirinya. Karena itu, pada perjamuan terakhir yang dilakukan Yesus dan murid-muridNya, Yohanes yang berada di kanan Yesus bisa bertanya kepada Yesus (bdk. Yoh 13:23-25).

 

Semua ini menunjukkan bahwa keberadaan di dada Abraham menunjuk pada keberadaan di surga.

 

A. H. Strong: “Here many unanswerable questions may be asked: Had the rich man a body before the resurrection, or is this representation of a body only figuration? Did the soul still feel the body from which it was temporarily separated, or have souls in the intermediate state temporary bodies? However we may answer these questions, it is certain that the rich man suffers, while probation still lasts for his brethren on earth.” [= Di sini bisa ditanyakan banyak pertanyaan yang tak bisa dijawab: apakah orang kaya itu mempunyai suatu tubuh sebelum kebangkitan orang mati, atau apakah gambaran tentang suatu tubuh ini hanya merupakan suatu kiasan? Apakah jiwa tetap merasakan tubuhnya dari mana jiwa itu dipisahkan sementara, atau apakah jiwa dalam intermediate state mempunyai tubuh sementara? Bagaimanapun kita menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, adalah jelas bahwa orang kaya itu menderita, sementara masa percobaan masih berlangsung bagi saudara-saudaranya di bumi / dunia.] - ‘Systematic Theology’, hal 999-1000.

Catatan: Strong menyoroti kata-kata ‘lidah’ dan ‘ujung jari’ dalam Luk 16:24, yang seolah-olah menunjukkan bahwa baik Lazarus maupun orang kaya itu mempunyai tubuh. Juga istilah ‘dada Abraham’ dalam Luk 16:22,23 seolah-olah menunjukkan bahwa Abraham mempunyai tubuh.

 

Luk 16:22-24 - “(22) Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan (dada) Abraham. (23) Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuan (dada)nya. (24) Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.”.

 

Kata-kata Strong selanjutnya di bawah ini merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ia berikan di atas.

 

A. H. Strong: “In the parable of the rich man and Lazarus, the body is buried, yet still the torments of the souls are described as physical. Jesus here accommodates his teaching to the conceptions of his time, or, better still, uses material figures to express spiritual realities.” [= Dalam perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus, tubuh dikuburkan, tetapi tetap siksaan terhadap jiwa digambarkan sebagai bersifat fisik. Di sini Yesus menyesuaikan ajaranNya dengan konsep-konsep dari jamanNya, atau lebih tepat, menggunakan kiasan yang bersifat materi untuk menyatakan kenyataan / fakta rohani.] - ‘Systematic Theology’, hal 1000.

 

Catatan: ada pro dan kontra apakah cerita tentang Lazarus dan orang kaya itu merupakan suatu perumpamaan, atau cerita sungguh-sungguh. Saya menganggap itu bukan perumpamaan, tetapi cerita yang sungguh-sungguh.

 

g) Yudas 1:7 - “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang.”.

 

Perhatikan bahwa di sini digunakan kata-kata telah menanggung’ bukan akan menanggung’. Dalam bahasa Yunani digunakan kata HUPECHOUSAI, yang merupakan suatu ‘present participle’, sehingga bisa diartikan ‘sedang mengalami / menanggung’.

 

Vincent (tentang Yudas 7): The participle is present, indicating that they are suffering to this day the punishment which came upon them in Lot's time. [= Participle-nya ada dalam bentuk present, yang menunjukkan bahwa mereka sedang menderita sampai hari ini hukuman yang datang kepada mereka pada jaman Lot.].

 

Jadi, pada saat Yudas menulis surat ini (abad pertama Masehi), orang-orang Sodom dan Gomora itu sedang menanggung / mengalami siksaan api kekal, dan istilah ‘api kekal ini jelas bukan menunjuk pada hujan api dan belerang yang menghancurkan Sodom, tetapi menunjuk pada neraka. Dengan demikian jelaslah bahwa orang jahat bukannya baru akan dimasukkan ke neraka pada saat Yesus datang untuk keduakalinya, tetapi langsung pada saat mereka mati.

 

h)  Dalam Wah 20:10 dikatakan: “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya.”.

 

Bdk. Wah 19:20 - “Maka tertangkaplah binatang itu dan bersama-sama dengan dia nabi palsu, yang telah mengadakan tanda-tanda di depan matanya, dan dengan demikian ia menyesatkan mereka yang telah menerima tanda dari binatang itu dan yang telah menyembah patungnya. Keduanya dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh belerang.”.

 

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari ayat-ayat ini:

 

1.  Pada waktu Iblis dimasukkan ke neraka dalam Wah 20:10, ternyata neraka itu tidak kosong, tetapi binatang dan nabi palsu itu sudah ada di sana, karena mereka sudah dilemparkan ke sana dalam Wah 19:20. Saya tidak ingin mempersoalkan kata ‘binatang’ itu menunjuk kepada siapa, tetapi saya hanya ingin menekankan bahwa sudah ada manusia di neraka sebelum Iblis dibuang ke sana pada akhir jaman.

 

2.  Iblis baru akan masuk ke neraka pada akhir jaman / kedatangan Yesus yang keduakalinya!

Sekarang ini Iblis / setan tidak ada di neraka / Hades tetapi ada di dunia untuk menggoda manusia (bdk. Mat 8:29b - “Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?”).

 

Karena itu jangan percaya orang-orang yang mengatakan mengalami mujijat dibawa ke neraka, dan melihat setan ada di sana, menyiksa orang-orang yang masuk ke neraka. Kitab Suci jelas menyatakan bahwa pada saat ini setan belum masuk neraka, dan kalau nanti pada akhir jaman ia masuk ke neraka, maka ia akan disiksa, bukan menyiksa!

 

Ada ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa setan sekarang sudah di neraka, yaitu 2Pet 2:4 - Sebab jikalau Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman;.

 

Untuk menafsirkan ayat ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

 

a.  Kata ‘neraka’ di sini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani TARTARUS yang hanya digunakan 1 x ini saja dalam Kitab Suci. Karena itu sukar diketahui artinya secara pasti. Lihat Bible Works 8.

 

b.  Bagian ini tidak boleh ditafsirkan seakan-akan setan sudah masuk neraka, karena ini akan bertentangan dengan Mat 8:29  Mat 25:41  Wah 20:10 yang menunjukkan secara jelas bahwa saat ini setan belum waktunya masuk neraka. Itu baru akan terjadi pada kedatangan Yesus yang kedua-kalinya.

 

c.  Disamping itu, kalau ditafsirkan bahwa setan sudah masuk ke neraka, maka itu akan bertentangan dengan 2Pet 2:4 itu sendiri, yang pada bagian akhirnya berbunyi: ‘dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman;’.

 

d.  Ayat paralel dari 2Pet 2:4, yaitu Yudas 6, tidak menggunakan kata TARTARUS..

Yudas 6 - “Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar,”.

 

Jadi, mungkin 2Pet 2:4 ini hanya menunjukkan kepastian bahwa setan akan masuk neraka.

 

4) Setelah seseorang masuk ke surga / neraka, maka tidak bisa ada perubahan tempat.

Yang saya maksudkan dengan tidak bisa ada perubahan tempat, adalah bahwa orang yang masuk ke surga tidak bisa tahu-tahu pindah ke neraka, dan orang yang masuk ke neraka tidak bisa pindah ke surga.

Apa dasar dari pandangan ini?

 

a)  Luk 16:26 - “Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang.”.

 

Catatan: jelas tidak ada ‘trip to hell’ ataupun ‘trip to heaven’.

 

William Hendriksen: “it will become clear that the one great truth here emphasized is that once a person has died, his soul having been separated from his body, his condition, whether blessed or doomed, is fixed forever. There is no such thing as a ‘second’ chance.” [= akan menjadi jelas bahwa satu kebenaran besar / agung yang ditekankan di sini adalah bahwa sekali seseorang telah mati, setelah jiwanya terpisah dari tubuhnya, kondisinya, apakah diberkati atau dikutuk, tetap selama-lamanya. Tidak ada hal yang disebut kesempatan ‘kedua’.] - hal 785.

 

Louis Berkhof: “Scripture represents the state of the unbelievers after death as a fixed state. The most important passage that comes into consideration here is Luke 16:19-31.” [= Kitab Suci menggambarkan keadaan orang-orang yang tidak percaya setelah kematian sebagai suatu keadaan yang tetap. Text yang paling penting untuk dipertimbangkan dalam persoalan ini adalah Luk 16:19-31.] - ‘Systematic Theology’, hal 693.

 

b) Yudas 13 - “Mereka bagaikan ombak laut yang ganas, yang membuihkan keaiban mereka sendiri; mereka bagaikan bintang-bintang yang baginya telah tersedia tempat di dunia kekelaman untuk selama-lamanya.”.

 

c)  2Tes 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya,”.

 

d) Kitab Suci mengatakan bahwa orang yang percaya mendapatkan ‘hidup yang kekal, sedangkan orang yang tidak percaya mendapatkan ‘hukuman yang kekal. Kalau bisa pindah, tentu tidak akan disebutkan sebagai ‘kekal’.

Bahwa hukuman di neraka bersifat kekal / tidak ada akhirnya digambarkan oleh:

1.  ‘api yang tidak terpadamkan (Mat 3:12b  Mark 9:43b,48).

2.  ‘api yang kekal (Mat 25:41  Yudas 7).

3.  ‘siksaan yang kekal (Mat 25:46).

4.  ‘ulat-ulatnya tidak akan mati (Mark 9:44,46,48).

5.  ‘siang malam tidak henti-hentinya (Wah 14:11).

6.  ‘siang malam sampai selama-lamanya (Wah 20:10).

 

William G.T. Shedd: “Had Christ intended to teach that future punishment is remedial and temporary, he would have compared it to a dying worm, and not to an undying worm; to a fire that is quenched, and not to an unquenchable fire.” [= Andaikata Kristus bermak­sud untuk mengajar bahwa hukuman yang akan datang itu bersi­fat memperbaiki dan bersifat sementara, Ia akan membandingkannya dengan ulat yang bisa mati, dan bukannya dengan ulat yang tidak bisa mati; dengan api yang bisa padam, dan bukannya dengan api yang tidak dapat dipadamkan.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 681.

 

Saya ingin memberikan beberapa kutipan kata-kata Spurgeon dari khotbahnya tentang Luk 16:26 yang diberi judul ‘The Bridgeless Gulf’ [= Jurang pemisah yang tidak mempunyai jembatan].

 

Charles Haddon Spurgeon: “Human ingenuity has done very much to bridge great gulfs. Scarcely has the world afforded a river so wide that its floods could not be overleaped; or a torrent so furious that it could not be made to pass under the yoke. High above the foam of Columbia’s glorious cataract, man has hung aloft his slender but substantial road of iron, and the shriek of the locomotive is heard above the roar of Niagara. This very week I saw the first chains which span the deep rift through which the Bristol Avon finds its way at Clifton; man has thrown his suspension bridge across the chasm, and men will soon travel where only that which hath wings could a little while ago have found a way. There is, however, one gulf which no human skill or engineering ever shall be able to bridge; there is one chasm which no wing shall ever be able to cross; it is the gulf which divide the world of joy in which the righteous triumph, from that land of sorrow in which the wicked feel the smart of Jehovah’s sword. ... there is a great gulf fixed, so that there can be no passage from the one world to the other.” [= Kepandaian manusia telah menjembatani banyak jurang besar. Hampir tidak ada sungai yang begitu lebar yang tidak bisa diseberangi; atau aliran air yang deras yang tidak bisa dilalui. Di atas air terjun Kolumbia, manusia telah menggantung jalan dari besi, dan bunyi lokomotif terdengar di atas gemuruh Niagara. Minggu yang baru lalu ini saya melihat rantai pertama membentang antara Bristol Avon dan Clifton; manusia telah membuat jembatan menyeberangi jurang itu, sehingga manusia segera bisa menyeberangi jurang yang dulunya hanya bisa diseberangi oleh burung yang bersayap. Tetapi ada satu jurang yang tidak pernah bisa diseberangi oleh kepandaian dan teknologi manusia; ada satu jurang yang tidak pernah bisa diseberangi oleh sayap manapun; itu adalah jurang yang memisahkan dunia sukacita dalam mana orang-orang benar menang; dari tanah kesedihan dalam mana orang-orang jahat merasakan tajamnya pedang Yehovah. ... disana terbentang suatu jurang yang besar sehingga tidak bisa ada jalan dari satu dunia ke dunia yang lain.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 414.

 

Charles Haddon Spurgeon: “The lost spirits in hell are shut in for ever.” [= Roh-roh yang terhilang dalam neraka dikurung untuk selama-lamanya.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 418.

 

Charles Haddon Spurgeon: “You do not like the house of God; you shall be shut out of it. You do not love the Sabbath; you are shut out from the eternal Sabbath.” [= Engkau tidak menyukai rumah Allah; engkau akan dihalangi untuk memasukinya. Engkau tidak mencintai Sabat; engkau dihalangi untuk memasuki Sabat yang kekal.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 419-420.

Catatan:  kata-kata ini berhubungan dengan Ibr 4:1-11.

 

Charles Haddon Spurgeon: “As nothing can come from hell to heaven, so nothing heavenly can ever come to hell. ... Nay, Lazarus is not permitted to dip the tip of his finger in water to administer the cooling drop to the fire-tormented tongue. Not a drop of heavenly water can ever cross that chasm. See then, sinner, heaven is rest, perfect rest - but there is no rest in hell; it is labour in the fire, but no ease, no peace, no sleep, no calm, no quiet; everlasting storm; eternal hurricane; unceasing tempest. In the worst disease, there are some respites: spasms of agony, but then pauses of repose. There is no pause in hell’s torments.” [= Sebagaimana tidak ada apapun yang bisa datang dari neraka ke surga, demikian juga tidak ada apapun yang bisa datang dari surga ke neraka. ... Tidak, Lazarus tidak diijinkan untuk mencelupkan ujung jarinya dalam air untuk memberikan tetesan penyejuk kepada lidah yang disiksa oleh api. Tidak setetes air surgawipun bisa menyeberangi jurang itu. Maka, lihatlah orang berdosa, surga adalah istirahat, istirahat yang sempurna - tetapi tidak ada istirahat di neraka; itu merupakan pekerjaan berat dalam api, tetapi tidak ada kesenangan, tidak ada damai, tidak ada tidur, tidak ada ketenangan; yang ada adalah angin topan selama-lamanya, badai yang kekal, angin ribut yang tidak henti-hentinya. Dalam penyakit yang terburuk, ada istirahat, kekejangan dari penderitaan, tetapi lalu istirahat yang tenang. Tetapi tidak ada istirahat dalam siksaan neraka.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 421.

Catatan: karena itu jangan sembarangan mengatakan RIP!!!

 

Charles Haddon Spurgeon: “Heaven is the place of sweet communion with God ... There is no communion with God in hell. There are prayers, but they are unheard; there are tears, but they are unaccepted; there are cries for pity, but they are all an abomination unto the Lord.” [= Surga adalah tempat persekutuan yang manis dengan Allah ... Tidak ada persekutuan dengan Allah dalam neraka. Di sana ada doa-doa, tetapi mereka tidak dijawab; ada air mata, tetapi tidak diterima; ada jeritan untuk belas kasihan, tetapi semuanya merupakan sesuatu yang menjijikkan bagi Tuhan.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 421.

 

Charles Haddon Spurgeon: “heaven’s blessings cannot cross from the celestial regions to the infernal prison-house. No, it is sorrow without relief, misery without hope, and here is the pang of it - it is death without end.” [= berkat-berkat surgawi tidak bisa menyeberang dari daerah surgawi ke rumah penjara neraka. Tidak, itu adalah kesedihan tanpa keringanan, kesengsaraan tanpa pengharapan, dan inilah kepedihannya - itu adalah kematian tanpa akhir.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 422.

 

Charles Haddon Spurgeon: “There is only one thing that I know of in which heaven is like hell - it is eternal. ‘The wrath to come, the wrath to come, the wrath to come,’ for ever and for ever spending itself, and yet never being spent.” [= Hanya ada satu hal yang saya ketahui dimana surga itu seperti neraka, yaitu bahwa itu bersifat kekal. ‘Murka yang akan datang, murka yang akan datang, murka yang akan datang’ untuk selama-lamanya dan selama-lamanya menghabiskan dirinya sendiri, tetapi tidak pernah habis.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 422.

 

Kalau ada saudara yang belum sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, renungkanlah kata-kata Spurgeon yang mengerikan ini, dan cepatlah datang kepada Kristus sebelum terlambat!

 

5) Keberatan terhadap pandangan ini dan jawabannya.

Ada beberapa keberatan tentang pandangan Reformed bahwa orang akan langsung masuk surga / neraka pada saat mati.

 

a)  Ada satu ayat yang kelihatannya menunjukkan bahwa orang jahat tidak langsung masuk ke neraka pada saat mati, yaitu 2Pet 2:9 - maka nyata, bahwa Tuhan tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan dan tahu menyimpan orang-orang jahat untuk disiksa pada hari penghakiman,”.

 

Ayat ini kelihatannya menunjukkan bahwa orang-orang jahat itu tidak langsung dihukum, tetapi disimpan dulu, dan baru dihukum / disiksa pada hari penghakiman.

 

Jawaban saya:

 

Perhatikan komentar Calvin tentang 2Pet 2:9 ini.

 

Calvin: “By this clause he shews that God so regulates his judgments as to bear with the wicked for a time, but not to leave them unpunished. Thus he corrects too much haste, by which we are wont to be carried headlong, especially when the atrocity of wickedness grievously wounds us, for we then wish God to fulminate without delay; when he does not do so, he seems no longer to be the judge of the world. Lest, then, this temporary impunity of wickedness should disturb us, Peter reminds us that a day of judgment has been appointed by the Lord; and that, therefore, the wicked shall by no means escape punishment, though it be not immediately inflicted. There is an emphasis in the word ‘reserve,’ as though he had said, that they shall not escape the hand of God, but be held bound as it were by hidden chains, that they may at a certain time be drawn forth to judgment. ... he bids us to rely on the expectation of the last judgment, so that in hope and patience we may fight till the end of life.” [= Dengan kalimat ini (yang saya garis bawahi) ia menunjukkan bahwa Allah begitu mengatur penghakimanNya sehingga bersabar terhadap orang jahat untuk sementara waktu, tetapi tidak akan membiarkan mereka tidak dihukum. Demikianlah ia membetulkan ketergesa-gesaan, dengan mana kita biasa terbawa, khususnya pada waktu kekejaman / kekejian dari kejahatan melukai / menyakiti kita secara menyedihkan, karena pada saat itu kita berharap Allah mengguntur tanpa penundaan; dan pada waktu Ia tidak berbuat demikian, Ia kelihatannya bukan lagi Hakim dunia ini. Supaya kebebasan sementara dari hukuman kejahatan ini tidak mengganggu kita, Petrus mengingatkan kita bahwa suatu hari penghakiman telah ditetapkan oleh Tuhan; dan karena itu orang jahat tidak bakal akan lolos dari penghukuman, sekalipun penghukuman itu tidak langsung diberikan. Ada penekanan pada kata ‘menyimpan’, seolah-olah ia berkata bahwa mereka tidak akan lolos dari tangan Allah, tetapi seakan-akan diikat dengan rantai yang tersembunyi, sehingga pada saat tertentu mereka bisa ditarik kepada penghakiman. ... ia meminta kita untuk bersandar pada pengharapan tentang penghakiman akhir sehingga dalam pengharapan dan kesabaran kita bisa bertempur sampai mati.] - hal 400.

 

Dari kata-kata Calvin ini jelas ia memaksudkan bahwa Tuhan menyimpan orang-orang jahat itu bukan pada saat mereka mati atau setelah mereka mati, tetapi pada saat mereka hidup.

 

Perhatikan bahwa:

 

1.  Ayat itu tidak mengatakan bahwa orang-orang jahat itu sudah mati.

 

2.  Ay 9a membicarakan tentang orang-orang saleh itu dalam keadaan hidup (karena mereka dicobai), dan karena itu jelas bahwa ay 9b juga membicarakan orang-orang jahat itu dalam keadaan hidup.

 

Supaya bisa terlihat jelas, mari kita baca ulang ayat itu.

 

2Pet 2:9 - maka nyata, bahwa Tuhan tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan dan tahu menyimpan orang-orang jahat untuk disiksa pada hari penghakiman,”.

 

Apalagi kalau kita membaca 2Pet 2:9 beserta ayat selanjutnya, yaitu 2Pet 2:10, maka akan terlihat dengan lebih menyolok lagi, bahwa 2Pet 2:9b itu membicarakan orang-orang jahat dalam keadaan hidup.

 

2Pet 2:9-10 - “(9) maka nyata, bahwa Tuhan tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan dan tahu menyimpan orang-orang jahat untuk disiksa pada hari penghakiman, (10) terutama mereka yang menuruti hawa nafsunya karena ingin mencemarkan diri dan yang menghina pemerintahan Allah. Mereka begitu berani dan angkuh, sehingga tidak segan-segan menghujat kemuliaan,”.

 

Kesimpulan: 2Pet 2:9 tidak menentang pandangan bahwa orang jahat yang mati akan langsung masuk neraka.

 

b) Kalau orang langsung masuk ke surga / neraka pada saat mati, apa gunanya penghakiman akhir jaman?

 

Jawaban saya:

 

Pada saat seseorang mati, terjadi penghakiman pribadi terhadap dirinya, sedangkan pada akhir jaman / kedatangan Kristus yang kedua-kalinya tetap ada penghakiman yang bersifat umum di hadapan semua malaikat dan manusia.

 

Louis Berkhof: “It is sometimes represented as if man’s eternal destiny depends upon a trial at the last day, but this is evidently a mistake. The day of judgment is not necessary to reach a decision respecting the reward or punishment of each man, but only for the solemn announcement of the sentence, and for the revelation of the justice of God in the presence of men and angels.” [= Kadang-kadang digambarkan seakan-akan nasib kekal manusia tergantung pada penghakiman pada hari terakhir, tetapi ini jelas merupakan suatu kesalahan. Hari penghakiman tidak dibutuhkan untuk mencapai suatu keputusan mengenai pahala atau hukuman setiap orang, tetapi hanya untuk pengumuman keputusan yang khidmat, dan untuk menyatakan keadilan Allah di hadapan manusia dan malaikat.] - ‘Systematic Theology’, hal 689.

 

Louis Berkhof: “Some regard the final judgment as entirely unnecessary, because each man’s destiny is determined at the time of his death. ... the underlying assumption on which this argument proceeds, namely, that the final judgment is for the purpose of ascertaining what should be the future state of man, is entirely erroneous. It will serve the purpose rather of displaying before all rational creatures the declarative glory of God in a formal, forensic act, which magnifies on the one hand His holiness and righteousness, and on the other hand, His grace and mercy. Moreover, it should be borne in mind that the judgment at the last day will differ from that at the death of each individual in more than one respect. It will not be secret, but public; it will not pertain to the soul only, but also to the body; it will not have reference to a single individual, but to all men.” [= Sebagian orang menganggap bahwa penghakiman akhir sama sekali tidak perlu, karena nasib setiap orang ditentukan pada saat kematiannya. ... anggapan yang mendasari argumentasi ini, yaitu bahwa penghakiman akhir itu tujuannya untuk memastikan keadaan yang akan datang dari manusia, adalah sepenuhnya salah. Penghakiman akhir itu tujuannya adalah menunjukkan di hadapan semua makhluk rasionil kemuliaan yang dinyatakan dari Allah dalam suatu tindakan formil / resmi dan bersifat hukum / pengadilan, yang di satu sisi memuliakan kekudusan dan kebenaranNya, dan di sisi lain kasih karunia dan belas kasihanNya. Selain itu, harus dicamkan bahwa penghakiman pada hari terakhir berbeda dengan penghakiman pada kematian dari setiap individu dalam lebih dari satu hal. Itu tidak akan terjadi secara rahasia, tetapi bersifat umum; itu tidak berkenaan dengan jiwa saja, tetapi juga dengan tubuh; itu tidak berhubungan dengan satu individu saja, tetapi dengan semua manusia.] - ‘Systematic Theology’, hal 731.

 

R. L. Dabney: “It might seem that the purposes of God’s righteousness and government might, at first view, be sufficiently satisfied by a final distribution of rewards and punishment, to men, as they successively passed out of this life. But His declarative glory requires not only this, but a more formal, forensic act, by which His righteous, holy, and merciful dealing shall be collectively displayed before the Universe.” [= Pada pandangan pertama, bisa terlihat bahwa tujuan / rencana dari kebenaran dan pemerintahan Allah dipuaskan secara cukup oleh pembagian akhir dari pahala dan hukuman kepada manusia, pada saat mereka secara berturut-turut meninggalkan kehidupan ini. Tetapi kemuliaanNya yang bersifat menyatakan / menerangkan tidak hanya membutuhkan hal ini, tetapi suatu tindakan penghakiman / pengadilan yang lebih formil, dengan mana penangananNya yang benar, kudus, dan penuh belas kasihan akan ditunjukkan secara bersama-sama di hadapan alam semesta / semua umat manusia.] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 842.

 

Herman Hoeksema: “there is an individual, preliminary judgment immediately after death, that will be executed in the damnation of the wicked and in the intermediate glory of the saints with Christ. ... there will be a final judgment of all men and angels in the end of time.” [= di sana ada penghakiman individu dan bersifat pendahuluan segera setelah kematian, yang akan dilaksanakan dalam penghukuman orang jahat dan dalam ‘kemuliaan antara’ dari orang-orang kudus bersama dengan Kristus. ... akan ada penghakiman akhir dari semua manusia dan malaikat pada akhir jaman.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 855.

Catatan: istilah ‘the intermediate glory’ [= kemuliaan antara] ia gunakan dalam arti bahwa kemuliaan ini merupakan kemuliaan yang diterima orang-orang percaya di surga sebelum penghakiman akhir jaman.

 

William G. T. Shedd: “According to Scripture, there is a private judgment at death, and a public judgment at the last day.” [= Menurut Kitab Suci, akan ada suatu penghakiman pribadi pada saat kematian, dan suatu penghakiman umum pada hari terakhir.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 660.

 

Kelihatannya dasar Kitab Suci yang digunakan hanyalah bahwa orang-orang sudah masuk surga / neraka pada saat mereka mati, dan ini tidak mungkin kalau tidak ada penghakiman yang bersifat individuil. Tetapi Shedd memberikan beberapa ayat sebagai dasar, yaitu:

 

1.  Pkh 12:7 - “dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.”.

 

Ayat ini mengatakan bahwa pada saat mati, roh akan kembali kepada Allah. Untuk apa? Jelas untuk menerima penghakiman (pribadi).

 

2.  Ibr 9:27 - “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,”.

 

Ayat ini tidak menunjukkan adanya hal-hal lain yang terjadi di antara kematian dan penghakiman. Jadi, ini membicarakan penghakiman pribadi yang terjadi segera setelah kematian seseorang.

 

Dan Shedd menambahkan (hal 660) bahwa penghakiman pribadi itu hasilnya akan sama dengan penghakiman pada akhir jaman.

 

William G. T. Shedd: “The private judgment at death and the public judgment at the last day coincide, because in the intermediate state there is no alteration of moral character, and consequently no alteration of the sentence passed at death.” [= Penghakiman pribadi pada saat kematian dan penghakiman umum pada hari terakhir akan sama, karena dalam intermediate state tidak ada perubahan karakter moral, dan karena itu tidak ada perubahan dalam hal hukuman yang diberikan pada saat kematian.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 660.

 

Saya setuju dengan Shedd, tetapi berkenaan dengan alasannya saya ingin menambahkan sesuatu. Jelas bahwa hukuman yang diberikan dalam pengadilan pribadi pada saat kematian itu akan sama dengan hukuman yang diberikan pada akhir jaman dalam pengadilan umum, karena seperti yang telah kita pelajari dalam pelajaran yang lalu, apa yang dilakukan seseorang dalam intermediate state tidak diperhitungkan dalam pengadilan akhir jaman. Kita diadili hanya berdasarkan apa yang kita lakukan selama kita hidup di dunia ini (2Kor 5:10).

 

John Murray: “Scripture offers no evidence that there will be a reversal of moral and spiritual conditions during the intermediate state. Men are to be judged at the last according to the things done in the body” [= Kitab Suci tidak memberikan bukti bahwa akan ada perubahan kondisi moral dan rohani dalam intermediate state. Manusia dihakimi pada akhirnya menurut hal-hal yang dilakukan di dalam tubuh] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 2, hal 402.

 

c)  Kalau orang-orang sudah masuk surga / neraka langsung setelah mati, mengapa pada penghakiman akhir jaman ada orang-orang yang terkejut / merasakan suatu surprise terhadap penghakiman tersebut?

 

Mat 7:21-23 - “(21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.

 

Mat 25:37,39,44 - “(37) Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? ... (39) Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? ... (44) Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?.

 

Jawaban saya:

 

Louis Berkhof: “The surprise of which some of the passages give evidence pertains to the ground on which the judgment rests rather than to the judgment itself.” [= Surprise / kejutan yang ditunjukkan oleh beberapa text berkenaan dengan dasar pada mana penghakiman itu diberikan dan bukan dengan penghakiman itu sendiri.] - ‘Systematic Theology’, hal 689.

 

Jadi, pada penghakiman pribadi pada saat kematian itu hanya diberikan hukuman dan pahala, tetapi tidak diberikan dasarnya. Lalu pada penghakiman umum pada akhir jaman, baru diberikan dasar pemberian pahala dan hukuman itu. Ini memungkinkan, karena kalau kita melihat pada kitab Wahyu, dibukanya kitab-kitab terjadi pada penghakiman akhir jaman.

 

Wah 20:12 - “Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.”.

 

‘Kitab-kitab’ itu kelihatannya merupakan simbol dari pengetahuan Allah tentang kehidupan manusia, baik tentang perbuatan baik maupun dosa dari manusia.

 

d) Penghakiman kelihatannya diberikan pada akhir jaman.

 

Bandingkan dengan ayat-ayat ini:

 

1.  Yoh 5:28-29 - “(28) Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suaraNya, (29) dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.”.

 

2.  2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.”.

 

3.  Wah 20:12 - “Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.”.

 

Jawaban saya:

 

Ini memang membicarakan pengadilan pada akhir jaman, yang tetap kita akui keberadaannya, tetapi ini tidak berarti bahwa tidak ada pengadilan pribadi pada saat kematian. Jadi, pandangan Reformed yang mempercayai bahwa seseorang akan langsung masuk surga / neraka pada saat kematian tidak menolak adanya penghakiman pada akhir jaman.

 

 

-o0o-


 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali