Khotbah Natal
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Ay 4: “Tetapi
setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang
perempuan dan takluk kepada hukum Taurat”.
Kata-kata ‘Tetapi
setelah genap waktunya’ menunjukkan bahwa kedatangan Kristus pada Natal
terjadi sesuai dengan saat yang ditetapkan oleh Allah, dan karena Allah pasti
merencanakan yang terbaik, maka kita harus percaya bahwa itu adalah saat yang
paling tepat.
Memang orang
bisa mempertanyakan: ‘Mengapa Kristus tidak datang sebelumnya? Dengan Ia
datang pada sekitar 4000 tahun setelah Adam, banyak orang harus masuk
neraka!’.
Calvin:
“Let no man presume to be dissatisfied with the secret purpose of God,
and raise a dispute why Christ did not appear sooner” (= Jangan ada orang
yang berani untuk tidak puas dengan rencana rahasia dari Allah, dan
memperdebatkan mengapa Kristus tidak muncul lebih cepat) - hal 118.
William
Hendriksen (hal 158) dan banyak penafsir lain berusaha memberikan alasan mengapa
Kristus datang pada saat itu, atau mengapa saat itu merupakan saat yang terbaik.
Alasan-alasan yang dikemukakan adalah:
Tetapi
Hendriksen secara benar mengakhiri kata-katanya dengan mengatakan bahwa hanya
Allahlah yang mengetahui mengapa Kristus harus datang pada saat itu.
1) ‘Allah
mengutus AnakNya’ (ay 4).
a)
Kata ‘mengutus’.
Hendriksen (hal 158)
mengatakan bahwa kata ‘mengutus’, yang dalam bahasa Yunaninya adalah
EXAPESTEILEN [EX (from / out of / dari) + APOSTELLO (I send
/ aku mengutus)], arti sebetulnya adalah ‘sent out of / from’ (=
dikirim dari).
Pulpit
Commentary mengatakan (hal 182) bahwa kata depan EX itu menunjukkan kedekatan
antara sang Pengutus dan sang Utusan.
b)
Ini menunjukkan kekekalan dan keilahian dari Anak, dan juga menunjukkan bahwa
Anak dan Bapa adalah 2 pribadi yang berbeda (distinct).
Calvin:
“The Son, who was sent, must have existed before he was sent; and this
proves his eternal Godhead” (= Anak, yang diutus, harus sudah ada sebelum
Ia diutus; dan ini membuktikan kekekalan keilahianNya) - hal 118.
Pulpit
Commentary: “‘God sent forth his
Son.’ These words imply the pre-existence as well as the Divine nature of
Christ. The Son existed as a Divine Person with God before he came to be made of
a woman. He was the eternal Son of God, as God the Father is the eternal Father.
They are two distinct Persons, else the one could not send the other” (=
‘Allah mengutus AnakNya’. Kata-kata ini secara tidak langsung menunjukkan
keberadaan sebelumnya maupun hakekat ilahi dari Kristus. Anak ada sebagai
Pribadi Ilahi dengan Allah sebelum Ia datang untuk dibuat dari seorang
perempuan. Ia adalah Anak yang kekal dari Allah, seperti Allah Bapa adalah Bapa
yang kekal. Mereka adalah 2 Pribadi yang berbeda, kalau tidak maka yang satu
tidak bisa mengutus yang lain) - hal 211.
C. H.
Spurgeon: “He existed before he was
born into this world; for God ‘sent’ his Son. He was already in being or he
could not have been ‘sent.’ And while he is one with the Father, yet he must
be distinct from the Father, and have a personality separate from that of the
Father, otherwise it could not be said that God sent his Son” (= Ia ada
sebelum Ia dilahirkan ke dalam dunia ini; karena Allah ‘mengutus’ AnakNya.
Ia sudah ada, karena kalau tidak maka Ia tidak bisa diutus. Dan sekalipun Ia
adalah satu dengan Bapa, tetapi Ia harus berbeda dari Bapa, dan mempunyai
kepribadian yang terpisah dari kepribadian Bapa, karena kalau tidak maka tidak
bisa dikatakan bahwa Allah mengutus AnakNya) - ‘Spurgeon’s Expository
Encyclopedia’, vol I, hal 99.
c)
Ini menunjukkan bahwa Allahlah yang mencari manusia, dan bukan sebaliknya.
C. H.
Spurgeon: “Observe, concerning the
first advent, that the Lord was moving in it towards man. ... We moved not
towards the Lord, but the Lord towards us. I do not find that the world in
repentance sought after its Maker. No; but the offended God himself in infinite
compassion broke the silence and came forth to bless his enemies. See how
spontaneous is the grace of God. All good things begin with him” (=
Perhatikan, mengenai kedatangan pertama, bahwa Tuhan bergerak di dalamnya ke
arah manusia. ... Kita tidak bergerak ke arah Tuhan, tetapi Tuhan ke arah kita.
Saya tidak mendapatkan bahwa dunia mencari Penciptanya dalam pertobatan. Tidak;
tetapi Allah yang disakiti, Ia sendiri, dalam belas kasihan yang tak terbatas,
memecahkan kesunyian dan datang untuk memberkati musuh-musuhNya. Lihatlah betapa
spontannya kasih karunia Allah. Semua hal-hal yang baik mulai dengan Dia) - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol I, hal 98.
Bdk. Luk 19:10
- “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang
hilang.’”.
2) ‘lahir
dari seorang perempuan’ (ay 4).
KJV: ‘made
of a woman’ (= dibuat dari perempuan).
RSV: ‘born
of woman’ (= dilahirkan dari perempuan).
NIV/NASB: ‘born
of a woman’ (= dilahirkan dari seorang perempuan).
a)
Kata ‘dibuat’ dalam KJV menunjukkan keberadaan sebelumnya, dan juga
menunjukkan adanya hakekat lain, yang sudah ada sebelum Yesus menjadi manusia.
Pulpit
Commentary: “The difference in
sense is appreciable and important: ‘made’ implies a previous state of
existence, which ‘born’ does not” (= Perbedaan artinya cukup besar dan
penting: ‘dibuat’ secara tidak langsung menunjukkan suatu keberadaan
sebelumnya, sedangkan ‘dilahirkan’ tidak demikian) - hal 183.
Pulpit
Commentary: “‘Made of a woman.’
This language implies the possession of a higher nature; for if the Son
possessed no other than mere humanity, where would have been the necessity of
saying that he was ‘made of a woman’?” (= ‘Dibuat dari seorang
perempuan’. Bahasa ini secara tidak langsung menunjukkan suatu hakekat yang
leih tinggi; karena jika Anak tidak memiliki hakekat lain selain semata-mata
manusia, apa perlunya mengatakan bahwa Ia ‘dibuat dari seorang perempuan’?)
- hal 211.
b)
Perbedaan kelahiran Yesus dibandingkan dengan anak yang lain.
William
Hendriksen: “We say that Jesus was
born in Bethlehem, and that is correct. But in some respects his birth was not
like that of any other child. Other children do not exist in any real sense
before they are conceived in the womb. It is by means of conception and birth
that they come into existence. But God’s Son existed already from eternity
with the Father (John 1:1; 8:58; 17:5; Rom. 8:3; 2Cor. 8:9; Phil. 2:6; Col.
1:15; Heb. 1:3). He existed and exists forevermore - as to his deity” [=
Kita mengatakan bahwa Yesus dilahirkan di Betlehem, dan itu benar. Tetapi dalam
hal tertentu kelahiranNya tidaklah seperti anak yang lain. Anak-anak lain dalam
arti yang sebenarnya tidak ada sebelum mereka dikandung dalam kandungan. Adalah
melalui kandungan dan kelahiran mereka menjadi ada. Tetapi Anak Allah sudah ada
dari kekekalan dengan Bapa (Yoh 1:1; 8:58; 17:5; Ro 8:3; 2Kor 8:9; Fil 2:6; Kol
1:15; Ibr 1:3). Ia ada selama-lamanya - berkenaan dengan ke-allah-annya] -
hal 158.
c)
Setelah inkarnasi, Yesus memiliki 2 hakekat, ilahi dan manusia, selama-lamanya.
William
Hendriksen: “the fact that he was
now sent forth must mean that he now assumed the human nature (John 1:14), which
was wondrously prepared in the womb of Mary by the Holy Spirit (Luke 1:35). Thus
he now became, and would forever remain, the possessor of two natures, the
divine and the human, united indissolubly in the one divine person” [=
fakta bahwa Ia sekarang diutus harus berarti bahwa sekarang Ia mengambil hakekat
manusia (Yoh 1:14), yang dipersiapkan secara ajaib / menakjubkan dalam kandungan
Maria oleh Roh Kudus (Luk 1:35). Karena itu sekarang Ia menjadi, dan akan tetap
seperti itu selama-lamanya, pemilik dari dua hakekat, ilahi dan manusiawi,
bersatu secara tak terpisahkan dalam satu pribadi ilahi] - hal 158.
d)
Perlunya kedua hakekat itu dalam penyelamatan / penebusan kita.
William
Hendriksen: “in order to save us
Jesus Christ had to be in one person both divine and human, divine in order to
give his sacrifice infinite value, ... and human because since it was man who
sinned it is also man who must bear the penalty for sin and render his life to
God in perfect obedience (Rom. 5:18; 1Cor. 15:21; Heb. 2:14-17)” [= untuk
menyelamatkan kita Yesus Kristus haruslah ilahi dan manusia dalam satu pribadi,
ilahi untuk memberikan pengorbananNya nilai yang tak terbatas, ... dan manusia
karena manusia yang berdosa sehingga manusia juga yang harus memikul hukuman
untuk dosa dan memberikan hidupnya kepada Allah dalam ketaatan yang sempurna (Ro
5:18; 1Kor 15:21; Ibr 2:14-17)] - hal 159.
Ro 5:18 - “Sebab
itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman,
demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk
hidup”.
1Kor 15:21 - “Sebab
sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan
orang mati datang karena satu orang manusia”.
Ibr 2:14-17 - “Karena
anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama
dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya
Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan
jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam
perhambaan oleh karena takutnya kepada maut. Sebab sesungguhnya, bukan
malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani.
Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan
saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan
yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa”.
3) ‘Takluk
kepada hukum Taurat’ (ay 4).
Terjemahan
hurufiahnya adalah ‘becoming under law’ (= menjadi di bawah hukum
Taurat).
Seorang
penafsir dari Pulpit Commentary (hal 183) menganggap bahwa ‘hukum Taurat’ di
sini menunjuk pada ‘ceremonial law’ (= hukum yang berhubungan dengan
upacara keagamaan), tetapi penafsir lain dari Pulpit Commentary (hal 233) tidak
setuju dengan hal itu, dan mengatakan bahwa ‘hukum Taurat’ di sini mencakup
seluruh hukum Taurat. Saya lebih setuju dengan pandangan yang terakhir ini.
Spurgeon (hal 100), dan Calvin (lihat kutipan di atas) jelas berpendapat bahwa
‘hukum Taurat’ di sini juga mencakup ‘moral law’ (= hukum moral).
C. H.
Spurgeon: “The Son of God has come
under the law. He was the Law-maker and the Law-giver, and he is both the Judge
of the law and the Executioner of the law, and yet he himself came under the
law” (= Anak Allah telah datang di bawah hukum Taurat. Ia adalah Pembuat
hukum Taurat dan Pemberi hukum Taurat, dan Ia adalah Hakim dari hukum Taurat
maupun Algojo dari hukum Taurat, tetapi Ia sendiri datang di bawah hukum Taurat)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 100.
1)
Untuk menebus kita, yang ada di bawah hukum Taurat.
Ay 5: “Ia
diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita
diterima menjadi anak”.
KJV: ‘To
redeem them that were under the law, that we might receive the adoption
of sons’ (= Untuk menebus mereka yang ada di bawah hukum Taurat,
supaya kita bisa menerima pengadopsian sebagai anak).
Tujuan utama
dari Natal adalah Jum’at Agung. Tujuan utama Yesus menjadi manusia adalah
supaya Ia bisa mati menebus dosa-dosa manusia.
Melalui
penebusan yang Kristus lakukan, kita dibebaskan dari hukum Taurat dan diterima
sebagai anak.
Ada 2 hal yang
perlu diperhatikan sehubungan dengan hal ini:
a)
Pembebasan dari hukum Taurat dan penerimaan sebagai anak tidak terjadi secara
otomatis, tetapi melalui iman kepada Kristus.
Gal 3:26 - “Sebab
kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus”.
Ingat bahwa
kita tidak diterima sebagai anak karena kita dibaptis, pergi ke gereja, membuang
dosa, melakukan perbuatan baik, dan sebagainya. Kita diterima sebagai anak
karena kita percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Sudahkah
saudara percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat?
b)
Pembebasan dari hukum Taurat tidak berarti bahwa kita tidak perlu lagi mentaati
hukum Taurat. Kita tetap harus mentaati hukum Taurat, tetapi bukan sebagai suatu
jalan keselamatan.
Alan Cole
(Tyndale): “We are redeemed from
the law itself, seen as a system of attempted self-justification” (= Kita
ditebus dari hukum Taurat itu sendiri, yang dilihat sebagai suatu sistim yang
mengusahakan pembenaran diri sendiri) - hal 116.
Calvin:
“Christ the Son of God, who might have claimed to be exempt from every
kind of subjection, became subject to the law. Why? He did so in our room, that
he might obtain freedom for us” (= Kristus Anak Allah, yang bisa / boleh
mengclaim / menuntut untuk bebas dari setiap jenis ketundukan, menjadi
tunduk kepada hukum Taurat. Mengapa? Ia melakukan itu di tempat kita, supaya Ia
mendapatkan kebebasan bagi kita) - hal 118-119.
Calvin:
“the exemption from the law which Christ has procured for us does not
imply that we no longer owe any obedience to the doctrine of the law, and may do
whatever we please; for the law is the everlasting rule of a good and holy
life” (= pembebasan dari hukum Taurat yang didapatkan oleh Kristus bagi
kita tidak berarti bahwa kita tidak lagi berhutang ketaatan kepada ajaran dari
hukum Taurat, dan boleh melakukan apapun yang kita senangi; karena hukum Taurat
merupakan peraturan kekal untuk suatu kehidupan yang baik dan kudus) - hal
119.
C. H.
Spurgeon: “Christ came, we are told
next, to redeem those who were under the law; that is to say, the birth of
Jesus, and his coming under the law, and his fulfilling the law, have set all
believers free from it as a yoke of bondage. None of us wish to be free from the
law as a rule of life; we delight in the commands of God, which are holy, and
just, and good. We wish that we could keep every precept of the law, without a
single omission or transgressions. Our dearest desire is for perfect holiness;
but we do not look in that direction for our justification before God” (=
Kita diberi tahu selanjutnya bahwa Kristus datang untuk menebus mereka yang
berada di bawah hukum Taurat; artinya, kelahiran Yesus, dan kedatanganNya di
bawah hukum Taurat, dan penggenapanNya terhadap hukum Taurat, telah membebaskan
semua orang percaya dari hukum Taurat sebagai kuk perhambaan. Tidak ada dari
kita yang ingin untuk bebas dari hukum Taurat sebagai peraturan kehidupan; kita
menyenangi perintah-perintah Allah, yang adalah kudus, dan benar / adil, dan
baik. Kita ingin untuk bisa mentaati setiap ajaran / perintah dari hukum Taurat,
tanpa satupun penghapusan atau pelanggaran. Kita sangat menginginkan kekudusan
yang sempurna; tetapi kita tidak melihat ke arah itu untuk pembenaran kita di
hadapan Allah) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I,
hal 102.
2)
Kalau kita sudah diselamatkan, bisakah kita terhilang / binasa?
C. H.
Spurgeon: “I have heard children of
God say sometimes, ‘Well, but don’t you think if we fall into sin we shall
cease to be in God’s love, and so shall perish?’ This is to cast a slur upon
the unchangeable love of God. I see that you make a mistake, and think a child
is a servant. Now, if you have a servant, and he misbehaves himself, you say,
‘I give you notice to quit. There is your wage; you must find another
master.’ Can you do that to your son? Can you do that to your daughter? ‘I
never thought such a thing,’ say you. Your child is yours for life. Your boy
behaved very badly to you: why did you not give him his wages and start him? You
answer, that he does nor serve you for wages, and that he is your son, and
cannot be otherwise. Just so. Then always know the difference between a servant
and a son, and the difference between the covenant of works and the covenant of
grace” (= Saya mendengar anak-anak Allah kadang-kadang berkata: ‘Ya,
tetapi tidakkah engkau berpendapat bahwa jika kita jatuh ke dalam dosa, kita
akan berhenti ada dalam kasih Allah, dan dengan demikian akan binasa?’ Ini
berarti menghina / menodai kasih yang tidak berubah dari Allah. Saya melihat
bahwa engkau melakukan suatu kesalahan, dan menganggap seorang anak sebagai
seorang pelayan. Jika engkau mempunyai seorang pelayan, dan ia berbuat jahat /
berlaku tidak pantas, engkau berkata: ‘Aku memecatmu. Inilah upahmu; engkau
harus mencari tuan / majikan yang lain’. Bisakah engkau melakukan itu terhadap
anak laki-lakimu? Bisakah engkau melakukan itu terhadap anak perempuanmu? ‘Aku
tidak pernah memikirkan hal seperti itu’, katamu. Anakmu adalah milikmu untuk
seumur hidupmu. Anakmu berkelakuan sangat buruk terhadapmu: mengapa engkau tidak
memberikan upahnya kepadanya dan mengusirnya? Engkau menjawab, bahwa ia tidak
melayanimu untuk upah, dan bahwa ia adalah anakmu, dan tidak bisa menjadi
sesuatu yang lain. Benar demikian. Maka selalulah mengetahui perbedaan antara
seorang pelayan dan seorang anak, dan perbedaan antara perjanjian perbuatan baik
dan perjanjian kasih karunia) - ‘Spurgeon’s Expository
Encyclopedia’, vol I, hal 103.
Orang Arminian
sering beranggapan bahwa ajaran mereka lebih menyebabkan orang untuk taat,
sedangkan ajaran Calvinisme mereka anggap menyebabkan orang berani berbuat dosa.
Untuk ini perhatikan komentar Spurgeon di bawah ini.
C. H.
Spurgeon: “I know how a base heart
can make mischief out of this; but I cannot help it; the truth is the truth.
Will a child rebel because he will always be a child? Far from it; it is this
which makes him feel love in return. The true child of God is kept from sin by
other and better forces than a slavish fear of being turned out of doors by his
Father. If you are under the covenant of works, then, mind you, if you do not
fulfil all righteousness you will perish: if you are under that covenant, unless
you are perfect you are lost; one sin will destroy you, one sinful thought will
ruin you. If you have not been perfect in your obedience, you must take your
wages and be gone. If God deals with you according to your works, there will be
nothing for you but, ‘Cast out this bondwoman and her son.’ But if you are
God’s child, that is a different matter; you will still be his child even when
he corrects you for your disobedience” (= Saya tahu bahwa suatu hati yang
hina bisa membuat kejahatan dari hal ini; tetapi aku tidak bisa berbuat lain;
kebenaran adalah kebenaran. Apakah seorang anak memberontak karena ia tahu bahwa
ia akan selalu merupakan seorang anak? Jauh dari itu; justru hal itulah yang
membuatnya merasa dikasihi. Seorang anak yang sejati dari Allah dijaga / dicegah
dari dosa oleh kekuatan-kekuatan lain dan lebih baik dari pada rasa takut
seorang budak tentang pengusiran oleh Bapanya. Jika engkau ada di bawah
perjanjian perbuatan baik, maka ingatlah bahwa jika engkau tidak menggenapi
seluruh kebenaran, engkau akan binasa: jika engkau ada di bawah perjanjian itu,
kecuali engkau sempurna, engkau akan terhilang; satu dosa akan membinasakan
engkau, satu pikiran berdosa akan menghancurkan engkau. Jika engkau tidak
sempurna dalam ketaatanmu, engkau harus mengambil upahmu dan pergi. Jika Allah
memperlakukanmu sesuai dengan perbuatan baikmu, maka tidak akan ada apapun
untukmu kecuali kata-kata ‘Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya’.
Tetapi jika engkau adalah anak Allah, maka itu merupakan persoalan yang lain;
engkau akan tetap merupakan anakNya bahkan pada saat Ia mengkoreksimu untuk
ketidak-taatanmu) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol
I, hal 103-104.
Catatan:
kutipan diambil dari kata-kata Sara dalam Kej 21:10, yang disetujui oleh Allah
(Kej 21:12).
C. H.
Spurgeon: “Love is a master force,
and he that feels its power will hate all evil. The more salvation is seen to be
all of grace, the deeper and more mighty is our love, and the more does it work
towards that which is pure and holy” (= Kasih adalah kekuatan utama, dan
ia yang merasakan kuasanya akan membenci semua kejahatan. Makin keselamatan
terlihat seluruhnya dari kasih karunia, makin hal itu bekerja ke arah apa yang
murni dan kudus) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I,
hal 104.
C. H.
Spurgeon: “Do not say, ‘The Lord
will cast me away unless I do this and that.’ Such talk is of the bondswoman
and her son; but it is very unseemly in the mouth of a true-born heir of heaven.
Get it out of your mouth. If you are a son you disgrace your Father when you
think that he will repudiate his own; you forget your spiritual heirship and
liberty when you dread a change in Jehovah’s love. It is all very well for a
mere babe to talk in that ignorant fashion, and I don’t wonder that many
professors know no better, for many ministers are only half-evangelical; but you
that have become men in Christ, and know that he has redeemed you from the law,
ought not to go back to such bondage” [= Jangan berkata: ‘Tuhan akan
membuang aku kecuali aku melakukan ini dan itu’. Kata-kata seperti itu adalah
kata-kata dari hamba perempuan dan anaknya; tetapi sangat tidak cocok dalam
mulut dari pewaris surga yang betul-betul dilahirkan (kembali). Buanglah
kata-kata itu dari mulutmu. Jika engkau adalah anak, engkau memalukan Bapamu
pada saat engkau berpikir bahwa Ia akan menolak untuk mengakui milikNya; engkau
melupakan ke-pewaris-an dan kebebasan rohanimu pada waktu engkau takut terhadap
suatu perubahan dalam kasih Yehovah. Boleh saja seorang bayi berbicara dengan
cara yang bodoh itu, dan aku tidak heran bahwa banyak profesor yang tidak lebih
tahu, karena banyak pendeta hanya setengah injili; tetapi engkau yang telah
menjadi orang-orang dalam Kristus, dan tahu bahwa Ia telah menebusmu dari hukum
Taurat, tidak seharusnya kembali pada perhambaan seperti itu] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol I, hal 104.
C. H.
Spurgeon: “My God is my Father, ...
I am not afraid of him, but I delight in him, for nothing can separate me from
him” (= Allahku adalah Bapaku, ... Aku tidak takut kepadaNya, tetapi
senang kepadaNya, karena tidak ada yang bisa memisahkan aku dari Dia) - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol I, hal 104.
Keselamatan memang tidak bisa
hilang. Tetapi sudahkan saudara diselamatkan? Kalau belum, datanglah kepada
Kristus dan terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!
-AMIN-
e-mail us at [email protected]