(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)
Minggu, tgl 15 September 2024, pk 09.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
Matius 7:15-23(5)
ciri-ciri nabi palsu(4)
Mat 7:15-23 - “(15) ‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. (19) Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. (20) Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. (21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
c. Mengajar tanpa Alkitab.
Contoh:
(1) Mengajar berdasarkan illustrasi, tanpa Kitab Suci.
Misalnya:
(a) Dalam mengajar seseorang untuk berbahasa Roh, pendeta-pendeta tertentu memerintahkan seseorang untuk mengucapkan apa saja yang tidak ia mengerti, nanti bisa berbahasa Roh. Ini diilustrasikan dengan pompa air yang harus dipancing dengan air dulu baru bisa mengeluarkan air.
(b) Bahasa Roh yang hanya mengeluarkan kata-kata yang sama terus menerus, diilustrasikan dengan telegram, yang sekalipun terus bunyinya sama, tetapi nanti pada si penerima menjadi suatu kalimat.
(2) Mengajar berdasarkan pengalaman.
Misalnya:
(a) Seseorang menyaksikan bahwa ia sembuh dari penyakit karena menggunakan minyak urapan! Padahal dalam Kitab Suci, minyak urapan hanya ada dalam Perjanjian Lama, dan sama sekali tidak digunakan untuk menyembuhkan.
Kel 30:22-33 - “(22) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (23) ‘Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal, (24) dan kayu teja lima ratus syikal, ditimbang menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. (25) Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus. (26) Haruslah engkau mengurapi dengan itu Kemah Pertemuan dan tabut hukum, (27) meja dengan segala perkakasnya, kandil dengan perkakasnya, dan mezbah pembakaran ukupan; (28) mezbah korban bakaran dengan segala perkakasnya, bejana pembasuhan dengan alasnya. (29) Haruslah kaukuduskan semuanya, sehingga menjadi maha kudus; setiap orang yang kena kepadanya akan menjadi kudus. (30) Engkau harus juga mengurapi dan menguduskan Harun dan anak-anaknya supaya mereka memegang jabatan imam bagiKu. (31) Dan kepada orang Israel haruslah kaukatakan demikian: Inilah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus bagiKu di antara kamu turun-temurun. (32) Kepada badan orang biasa janganlah minyak itu dicurahkan, dan janganlah kaubuat minyak yang semacam itu dengan memakai campuran itu juga: itulah minyak yang kudus, dan haruslah itu kudus bagimu. (33) Orang yang mencampur rempah-rempah menjadi minyak yang semacam itu atau yang membubuhnya pada badan orang awam, haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.’”.
Catatan: kata ‘nya’ dalam ay 29 (yang saya cetak dengan huruf besar) seharusnya adalah ‘them’ [= mereka]. Jadi ini bukan menunjuk pada minyak urapan tersebut, tetapi pada Kemah Suci dan perkakas-perkakasnya, yang telah dikuduskan oleh minyak urapan itu.
(b) Seseorang sembuh dari penyakit atau naik jabatannya karena ikut Perjamuan Kudus. Padahal dalam Kitab Suci Perjamuan Kudus diperintahkan sama sekali bukan dengan tujuan untuk menyembuhkan orang sakit / menaikkan kedudukan dan sebagainya.
1Kor 11:23-26 - “(23) Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti (24) dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: ‘Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!’ (25) Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darahKu; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!’ (26) Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.”.
(3) Mengajar berdasarkan ‘suara Tuhan’, penglihatan, mimpi, nubuat, dan sebagainya.
(a) Dalam Kitab Suci Tuhan memang sering menyampaikan firmanNya melalui hal-hal seperti itu. Tetapi apakah pada jaman sekarang Ia juga menggunakan cara-cara itu? Saya percaya, karena Allah itu maha kuasa, Ia bisa saja menggunakan cara-cara itu bahkan pada jaman sekarang. Yang saya tidak percaya adalah kalau Ia terus menerus menggunakan cara-cara tersebut. Mengapa? Karena ada perbedaan antara jaman dulu (jaman tokoh-tokoh Kitab Suci), dan jaman sekarang. Apa bedanya? Pada jaman itu, Kitab Suci belum ada atau belum lengkap. Pada jaman sekarang, Kitab Suci sudah ada dan sudah lengkap. Pada saat Kitab Suci, yang merupakan firman tertulis, itu belum ada / lengkap, maka Tuhan sering berbicara menggunakan cara-cara yang supranatural. Tetapi pada jaman sekarang, dimana Kitab Suci, yang adalah firman yang tertulis itu sudah ada dan sudah lengkap, maka Ia pada umumnya akan berbicara menggunakan Kitab Suci / Firman Tuhan yang tertulis itu. Pada saat seseorang membaca Kitab Suci, membaca buku Saat Teduh, mendengar khotbah / pelajaran, membaca buku-buku tafsiran / theologia, dan sebagainya, maka ia bisa mendengar Tuhan berbicara kepadanya. Syaratnya, apa yang dibaca / didengar itu betul-betul pelajaran yang Alkitabiah, bukan yang sesat!
Kalau pada jaman sekarang, dimana Kitab Suci sudah lengkap, Tuhan tetap terus menerus berbicara kepada manusia dengan menggunakan cara-cara yang supranatural, maka apa gunanya Ia memberikan Kitab Suci itu kepada kita? Dan apa akibatnya? Jelas bahwa Kitab Suci menjadi tidak ada gunanya, dan orang akan mempunyai kecenderungan untuk mengabaikan Kitab Suci, dan terus menerus mencari Firman Tuhan melalui hal-hal yang supranatural itu! Karena itulah, maka tidak mungkin Tuhan terus menerus berbicara dengan cara-cara itu pada jaman sekarang!
Karena itu, kalau ada orang / pendeta yang mengatakan bahwa Tuhan terus menerus berbicara kepadanya dengan menggunakan cara-cara itu, dan ia setiap kebaktian melihat Yesus menampakkan diri dan berbicara kepadanya, dsb, maka saya mempunyai kecenderungan sangat besar untuk mengatakan bahwa atau ia membual, atau ia mendapatkan hal-hal itu dari setan! Ingat, setan bisa saja menyamar sebagai Tuhan / malaikat dsb! 2Kor 11:14b - “Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang”.
(b) Kalau Tuhan berbicara kepada seseorang menggunakan cara-cara yang supranatural itu, maka ada satu hal yang pasti, yaitu: Ia tidak mungkin berbicara bertentangan dengan Kitab Suci, yang merupakan firmanNya yang tertulis. Karena itu, kalau ada orang bercerita bahwa Tuhan berbicara kepadanya dengan cara-cara seperti itu, kita perlu mengetahui semuanya secara mendetail / terperinci, supaya kita bisa membandingkannya dengan Kitab Suci. Kalau ada pertentangan sedikit saja, maka, atau orang itu membual, atau ia mendapatkan hal itu dari setan.
Contoh:
· Orang mendapat penglihatan tentang Maria, yang menyatakan diri sebagai perawan yang tidak bercela / berdosa. Ini jelas bertentangan dengan Ro 3:23 yang menyatakan semua manusia berdosa. Yang dikecualikan oleh Kitab Suci hanya Yesus (Ibr 4:15 2Kor 5:21).
· Orang yang dibawa oleh Tuhan untuk melihat neraka, dan di sana ia melihat setan menyiksa orang-orang yang masuk neraka. Ini bertentangan dengan Kitab Suci yang mengatakan bahwa setan baru akan masuk neraka pada akhir jaman (Wah 20:10), dan kalau mereka masuk neraka nanti, mereka akan disiksa, bukan menyiksa (Wah 20:10 Mat 8:29).
Wah 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya.”.
Mat 8:29 - “Dan mereka itupun berteriak, katanya: ‘Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’”.
d. Mengajar dengan Alkitab, tetapi menafsirkannya secara salah / sesat.
Karena itu pengertian tentang Hermeneutics dan kemampuan untuk menerapkannya, merupakan sesuatu yang sangat penting. Tanpa itu, sekalipun seseorang menggunakan Alkitab, ia tetap bisa mengajarkan ajaran yang salah / sesat.
Misalnya Saksi Yehuwa mungkin adalah sekte yang paling banyak menggunakan ayat-ayat Kitab Suci. Tetapi ayat-ayat itu mereka tafsirkan secara kacau balau, mereka putar-balikkan dan sebagainya. Misalnya Yoh 1:1 yang yang bagian akhirnya mereka terjemahkan ‘a god’ [= suatu allah], dengan alasan dalam bahasa Yunaninya kata itu tidak mempunyai definite article [= kata sandang tertentu]. Ini tafsiran bohong, karena itu tidak ada dalam gramatika bahasa Yunani, malah yang sebaliknya yang ada.
Kesalahan seperti ini sering dilakukan oleh pendeta-pendeta yang tidak sekolah theologia, atau yang sekolah di sekolah yang diajar oleh guru-guru / dosen-dosen yang tidak sekolah theologia. Jadi seperti orang buta membimbing orang buta.
Seringkali mereka berkata: tidak perlu sekolah theologia, karena rasul-rasul juga tidak pernah sekolah theologia. Ini salah, karena kita berbeda dengan rasul-rasul dalam hal-hal ini:
a. Rasul-rasul mengerti bahasa Ibrani (Aramaic) dan Yunani yang merupakan bahasa asli Kitab Suci, kita tidak.
b. Rasul-rasul hidup di sana pada jaman itu, sehingga mereka mengerti tradisi dan latar belakang jaman itu, kita tidak.
c. Rasul-rasul adalah orang-orang Yahudi, yang sejak kecil dididik Firman Tuhan (Perjanjian Lama) secara sangat keras, kita tidak.
d. Rasul-rasul ikut Yesus 3 ½ tahun, dan melihat kesucian hidup Yesus, mujijat-mujijat Yesus, dan mendengar ajaran-ajaran yang sempurna dari Yesus. Ini lebih hebat dari sekolah theologia manapun!
Karena itu, mengatakan bahwa karena rasul tidak pernah sekolah theologia, jadi kita juga tidak perlu sekolah theologia, merupakan suatu kata-kata yang sangat bodoh!
Sekarang, apakah kalau seseorang sudah sekolah theologia, maka ia pasti tidak sesat? Sama sekali belum tentu.
Menafsir Alkitab sama sekali bukan pekerjaan yang mudah. Yang harus dilakukan supaya tidak mengajarkan kesesatan adalah menggunakan banyak buku tafsiran yang bermutu!
Kalau ini kita lakukan, maka pada waktu kita menjumpai suatu kesesatan dalam salah satu buku tafsiran itu, maka buku-buku yang lain biasanya akan memberi pandangan yang berbeda, dan bahkan memberikan bantahan terhadap kesesatan dari buku yang pertama tadi. Kalau seseorang hanya menggunakan satu buku tafsiran, maka pada saat buku itu salah / sesat, maka tidak ada yang mencegah dia untuk terseret ajaran salah / sesat itu.
e. Nabi-nabi palsu bisa pura-pura mengerti bahasa asli Kitab Suci, dan lalu dengan menggunakan bahasa asli itu, mereka memutar-balikkan arti dari ayat-ayat Kitab Suci.
Contoh: Frans Donald (Unitarian).
Dalam bukunya yang berjudul ‘Allah dalam Alkitab dan Al-Quran’, hal 45-46, ia berkata sebagai berikut:
“Yohanes 1:1 ‘Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah.’ ... Ada perbedaan makna yang sangat fatal jika kita telah meneliti makna yang sebenarnya dari aspek tata bahasa. Perhatikan bahwa dalam ayat tersebut di atas kata THEOS ada yang dilekati kata sandang TON, sementara ada yang berdiri sendiri. Secara tata bahasa, dilekati kata sandang berarti kata THEOS mengacu kepada satu hal yang pasti. Sama seperti the dalam bahasa Inggris. Sementara, kata THEOS yang tidak memperoleh kata sandang cenderung dimaknai sebagai kata sifat. Jadi, TON THEOS (dengan kata sandang) berarti ‘Sang Allah’, sedangkan THEOS (tanpa kata sandang) berarti ‘sifat ilahi’. Seperti istilah si hitam tidak sama dengan hitam, begitu juga TON THEOS berbeda dari THEOS. Yang pertama adalah kata benda, yang kedua adalah kata sifat. Maka menurut Penulis, terjemahan yang tepat untuk Yohanes 1:1 yaitu: Pada mulanya adalah Firman, Sang Firman itu bersama-sama dengan Sang Allah (TON THEOS) dan Sang Firman bersifat ilahi (THEOS)”.
Dalam debat terbuka antara mereka dan Esra dan saya (kalau tidak salah debat ke 6 atau ke 7), saya pernah menyerang illustrasi yang mereka pakai ini, yang pada waktu itu dimunculkan dalam debat oleh Benny. Cuma ia menggunakan bukan hitam / si hitam, tetapi kecil dan si kecil. Saya katakan: saya tahu dimana kesalahan dari illustrasi itu. Ia memilih kata ‘hitam’ yang memang adalah kata sifat. Waktu ditambahi ‘si’ maka berubah menjadi kata benda (ini juga terjadi dalam bahasa Inggris, misalnya ‘dead’ dan ‘the dead’). Pada waktu kata ‘si’ itu dibuang, tentu kembali menjadi kata sifat. Tetapi ilustrasi itu tidak cocok sama sekali, karena kata THEOS yang dibicarakan dalam Yoh 1:1 itu bukanlah kata sifat tetapi kata benda. Jadi, kalau mau memberi ilustrasi yang benar, ilustrasinya harus kata benda juga. Misalnya kita gunakan kata ‘raja’, maka tak terlalu ada perbedaan antara ‘raja’ dan ‘sang raja’. Memakai kata sandang atau tidak, keduanya tetap kata benda.
Mereka sama sekali tidak bisa menjawab serangan ini, dan mengalihkan pembicaraan pada hal lain. Tetapi anehnya, lalu muncul buku baru dari Frans Donald, berjudul ‘Menjawab Doktrin Tritunggal’.
Dan dalam buku baru ‘Menjawab Doktrin Tritunggal’ itu, hal 4-6, tentang ayat yang sama ia berkata sebagai berikut:
“Di bahasa Yunaninya, untuk ‘allah’ pada frase b) dan frase c) tertulis berbeda: ‘TON THEOS’ dan ‘THEOS’. Yang pertama memakai kata sandang, sementara yang kedua tidak. Dengan kata sandang dan tanpa kata sandang tentu keduanya memiliki kandungan makna yang bisa berbeda. Tampaknya bahasa Yunani ‘THEOS’ bisa bermakna sebagai kata benda dan bisa juga sebagai kata sifat. ‘TON’ adalah kata sandang. Jadi ‘TON THEOS’ (di Yohanes 1:1b) berarti The God atau Sang Allah, mengacu pada Allah sejati. Akan tetapi, tanpa kata sandang ‘TON’ maka ‘THEOS’ (di Yohanes 1:1c) bisa berarti suatu allah atau keilahian atau ‘sifat ilahi’ (a god / divine). Sebagai perbandingan kata, sama halnya seperti ‘si manis’ tidak sama artinya dengan ‘manis’. Tambahan kata sandang ‘si’ membuat ‘si manis’ bermakna sebagai kata benda, tetapi tanpa ‘si’ maka ‘manis’ mengacu pada kata sifat”.
Beberapa hal yang ingin saya kemukakan:
a. Orang ini mengajar menggunakan bahasa Yunani, tetapi jelas sekali dia sama sekali tidak mengerti bahasa Yunani. Dari mana tahunya? Dari penggunaan kata Yunani TON THEOS yang ia gunakan berulang kali. Dalam bahasa Yunani tidak ada TON THEOS. Yang ada adalah HO THEOS atau TON THEON. Dalam bahasa Yunani kata benda berubah-ubah bentuknya tergantung tempatnya / posisinya dalam kalimat (case / kasusnya). Dan definite article / kata sandang tertentunya juga berubah mengikuti perubahan kata bendanya.
b. Illustrasi tentang si hitam / hitam, jelas tidak berbeda dengan ilustrasi tentang manis / si manis, yang sudah saya buktikan salah, dan tidak bisa dia / mereka jawab, tetapi ternyata tetap dipakai dalam buku yang baru. Itu berarti orang brengsek ini melakukan penyesatan secara sadar dan sengaja!
c. Dalam buku barunya ia menambahkan kata-kata yang sangat kurang ajar dan lagi-lagi membuktikan penyesatan secara sengaja. Yaitu kata-kata yang saya beri garis bawah ganda: “Tampaknya bahasa Yunani ‘THEOS’ bisa bermakna sebagai kata benda dan bisa juga sebagai kata sifat.”. Mengatakan bahwa kata THEOS bisa bermakna sebagai kata sifat merupakan omong kosong, dusta, penipuan, dan penyesatan secara sengaja! THEOS adalah kata benda, bukan kata sifat. Kata sifatnya adalah THEIOS [= divine / ilahi], yang muncul dalam 2Pet 1:3,4.
d. Kalau memang menjadi kata sifat, mengapa lalu ada kemungkinan diartikan sebagai ‘suatu allah’ atau ‘keilahian’? Bukankah keduanya adalah kata benda?
Jadi, hati-hati dengan pengkhotbah-pengkhotbah / pengajar-pengajar yang menggunakan bahasa asli Alkitab. Bukan berarti bahwa semua yang mengajar / berkhotbah menggunakan bahasa asli Alkitab adalah nabi palsu. Tetapi nabi-nabi palsu sering membohongi jemaat / pembaca dengan menggunakan bahasa asli, karena mereka tahu bahwa jemaat toh tidak akan tahu kalau dibohongi!
Sekarang dengan adanya Bible Works, orang awam bisa meng-install-nya ke komputer / laptop mereka, dan mengecek penggunaan bahasa asli oleh pengkhotbah-pengkhotbah / pendeta-pendeta!
d) Motivasi yang salah dalam pelayanan.
Kis 20:29-30 - “(29) Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. (30) Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka.”.
Adam Clarke: “By false prophets we are to understand teachers of erroneous doctrines, who come professing a commission from God, but whose aim is not to bring the heavenly treasure to the people, but rather to rob them of their earthly good. Teachers who preach for hire, having no motive to enter into the ministry but to get a living, as it is ominously called by some, however they may bear the garb and appearance of the innocent useful sheep, the true pastors commissioned by the Lord Jesus, or to whatever name, class, or party they may belong, are, in the sight of the heart-searching God, no other than ravenous wolves, whose design is to feed themselves with the fat, and clothe themselves with the fleece and thus ruin, instead of save, the flock.” [= Guru-guru yang berkhotbah untuk upah, tidak mempunyai motivasi untuk masuk ke dalam pelayanan kecuali untuk mendapatkan penghidupan / mata pencaharian, seperti disebutkan secara menakutkan / tak menyenangkan oleh beberapa orang, bagaimanapun mereka memakai pakaian dan penampilan dari domba berguna yang tidak bersalah, pendeta-pendeta yang benar yang diutus oleh Tuhan Yesus, atau pada nama, grup, atau kelompok apapun mereka termasuk, dalam pandangan dari Allah yang menyelidiki hati, adalah tidak lain dari pada serigala-serigala yang ganas / rakus, yang rancangannya adalah untuk memberi makan diri mereka sendiri dengan lemak, dan memakaiani diri mereka sendiri dengan bulu dan dengan demikian menghancurkan, alih-alih dari menyelamatkan, kawanan domba itu. Dengan nabi-nabi palsu kami harus mengartikan guru-guru dari doktrin-doktrin / ajaran-ajaran yang salah, yang datang dengan mengakui suatu pengutusan dari Allah, tetapi yang tujuannya bukanlah membawa harta surgawi kepada orang-orang, tetapi sebaliknya untuk merampok mereka dari harta duniawi mereka.].
Misalnya mencari kemuliaan diri sendiri, atau cari kekayaan / nafkah dari ‘pelayanan’ sebagai hamba Tuhan.
Yoh 7:18 - “Barangsiapa berkata-kata dari dirinya sendiri, ia mencari hormat bagi dirinya sendiri, tetapi barangsiapa mencari hormat bagi Dia yang mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran padanya.”.
Bdk. Yoh 3:30 - “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”.
Ini juga sukar terlihat tetapi kadang-kadang bisa terlihat dengan jelas! Misalnya: Pendeta yang melarang jemaatnya untuk berbakti di gereja lain atau memberi persembahan kepada gereja lain atau melayani di gereja lain, sekalipun gereja lain itu adalah gereja yang benar. Pendeta seperti ini hanya menginginkan jemaat itu untuk dirinya sendiri dan bukan untuk Tuhan.
Contoh lain: Pendeta yang sengaja pamer kepandaiannya pada waktu khotbah, dan menggunakan bahasa Yunani dan bahasa Ibrani tanpa ada gunanya.
William Barclay (tentang Mat 7:15-20): “They may teach solely for prestige. They may teach in order to help others, or they may teach to show how clever they are. The theologian James Denney once said a savage thing: ‘No man can at one and the same time prove that he is clever and that Christ is wonderful.’ Prestige is the last thing that the great teachers desire. J. P. Struthers was a saint of God. He spent all his life in the service of the little Reformed Presbyterian Church when he could have occupied any pulpit in Britain. People loved him, and the better they knew him the more they loved him. Two men were talking of him. One man knew all that Struthers had done, but did not know Struthers personally. Remembering Struthers’ saintly ministry, he said: ‘Struthers will have a front seat in the kingdom of heaven.’ The other had known Struthers personally, and his answer was: ‘Struthers would be miserable in a front seat anywhere.’ There are some teachers and preachers who use their message as a setting for themselves. False prophets are interested in self-display; true prophets desire self-obliteration.” [= Mereka bisa mengajar semata-mata untuk prestise / reputasi baik / penghormatan. Mereka bisa mengajar untuk menolong orang-orang lain, atau mereka bisa mengajar untuk menunjukkan betapa pandainya mereka. Ahli theologia James Denney pernah mengatakan suatu hal yang sangat kuat: ‘Tidak ada orang yang pada saat yang sama bisa membuktikan bahwa ia adalah orang yang pandai dan bahwa Kristus itu sangat indah / luar biasa.’ Prestise adalah hal yang terakhir yang diinginkan oleh guru-guru / pengajar-pengajar yang besar. J. P. Struthers adalah seorang kudus dari Allah. Ia menghabiskan seluruh hidupnya dalam pelayanan di Gereja Reformed Presbyterian yang kecil pada waktu ia bisa mengisi / menggunakan mimbar manapun di Inggris. Orang-orang mengasihi dia, dan makin baik mereka mengenalnya makin mereka mengasihinya. Dua orang sedang berbicara tentang dia. Satu orang mengetahui semua yang Struthers telah lakukan, tetapi tidak mengenal Struthers secara pribadi. Mengingat pelayanan Struthers yang cocok untuk seorang kudus, ia berkata: ‘Struthers akan mendapat suatu tempat duduk di depan dalam kerajaan surga’. Orang yang lain mengenal Struthers secara pribadi, dan jawabannya adalah: ‘Struthers akan merasa sangat tidak nyaman di suatu tempat duduk di depan dimanapun’. Disana ada sebagian pengajar-pengajar dan pengkhotbah-pengkhotbah yang menggunakan berita mereka sebagai suatu pengaturan (?) bagi diri mereka sendiri. Nabi-nabi palsu tertarik dalam pertunjukan diri sendiri; nabi-nabi asli menginginkan penghapusan diri sendiri.].
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali