Eksposisi Injil Lukas
oleh:
Pdt. Budi Asali MDiv.
LUKAS
6:27-36
I) Kasihilah musuhmu (ay
27,35).
1) Dengan memberikan perintah ini Yesus bukannya menentang
Perjanjian Lama tetapi menentang penafsiran para ahli Taurat tentang Perjanjian
Lama.
Kalau
kita melihat bagian paralel dari Luk 6:27 ini, yaitu Mat 5:43-44, maka
kelihatannya Yesus menentang Perjanjian Lama. Mat 5:43-44 - "Kamu
telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang
menganiaya kamu". Penggunaan kata ‘firman’, yang selalu menunjuk pada
kata-kata Allah, menunjukkan bahwa seolah-olah Yesus menentang Perjanjian Lama.
Karena itu perlu diketahui bahwa kata ‘firman’ dalam Mat 5:43 adalah
terjemahan yang salah (demikian juga dengan kata ‘firman’ dalam Mat
5:21,27,31,33,38). Bandingkan dengan terjemahan NIV di bawah ini.
NIV: "You
have heard that it was said, ‘Love your neighbor and hate your
enemy’" (= Kamu telah mendengar bahwa
dikatakan: ‘Kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu’).
Di
sini diterjemahkan ‘dikatakan’, dan karenanya tidak harus menunjuk pada
kata-kata Allah dalam Perjanjian Lama, tetapi bisa menunjuk pada kata-kata /
penafsiran para ahli Taurat.
Memang
dalam Perjanjian Lama tidak ada firman yang menyuruh mengasihi sesama dan
membenci musuh. Itu merupakan pengajaran / penafsiran ahli-ahli Taurat. Jadi
Yesus bukannya menentang Perjanjian Lama tetapi menentang penafsiran /
pengajaran para ahli Taurat tentang Perjanjian Lama.
2)
Apakah perintah ini menunjukkan kesalahan kekristenan, atau sebaliknya justru
menunjukkan benarnya kekristenan?
Perintah
untuk mengasihi musuh ini sering menyebabkan kekristenan diserang oleh
orang-orang beragama lain, karena dianggap tidak masuk akal, dsb. Tetapi tentang
‘kasihilah musuhmu’ ini Adam Clarke justru berkata:
"This is the most sublime precept ever delivered to man: a false
religion durst not give a precept of this nature, because, without supernatural
influence, it must be for ever impracticable" (= Ini adalah perintah
yang paling mulia / luhur yang pernah diberikan kepada manusia: agama yang salah
/ palsu tidak berani memberikan perintah seperti ini, karena, tanpa pengaruh
supranatural, itu pasti tidak akan bisa dipraktekkan untuk selama-lamanya)
- hal 408.
II)
Perwujudan kasih terhadap musuh.
Kasih kepada musuh ini bukan hanya berupa kasih di dalam hati
kita, tetapi harus ada wujud lahiriahnya, yaitu:
1)
Berbuat baik kepada mereka (ay 27b).
Ingat
bahwa Yesus bukannya berkata: ‘Jangan membenci musuhmu’, tetapi ‘kasihilah
musuhmu’. Sejalan dengan itu, Yesus bukannya berkata: ‘janganlah berbuat
jahat kepada mereka’; tetapi Ia berkata ‘berbuatlah baik kepada mereka’.
Karena itu tidak cukup kalau kita sekedar tidak berbuat jahat terhadap musuh
kita; kita harus berbuat baik kepadanya!
Yesus
sendiri bukan hanya mengajarkan ajaran ini, tetapi Ia sendiri mempraktekkan
perintah untuk mengasihi musuh dan berbuat baik baginya, khususnya pada waktu Ia
mau menjadi manusia dan menderita dan mati di salib untuk dosa kita, yang adalah
musuhNya.
Leon
Morris (Tyndale): "It
is not enough to refrain from hostile acts. He is to do good to those who hate
him" (= Tidak cukup untuk menahan diri
dari tindakan-tindakan bermusuhan. Ia harus berbuat baik kepada mereka yang
membencinya) - hal 129.
William
Barclay: "...
the word used here is AGAPAN. ... AGAPAN describes an active feeling of
benevolence towards the other person; it means that no matter what that person
does to us we will never allow ourselves to desire anything but his highest
good; and we will deliberately and of set purpose go out of our way to be good
and kind to him. ... We cannot love our enemies as we love our nearest and
dearest. ... But we can see to it that, no matter what a man does to us, even if
he insults, ill-treats and injures us, we will seek nothing but his highest
good" (= ... kata yang digunakan di
sini adalah AGAPAN. ... AGAPAN menggambarkan perasaan baik yang aktif terhadap
orang lain; itu berarti bahwa tak peduli apa yang dilakukan oleh orang itu
terhadap kita, kita tidak pernah mengijinkan diri kita untuk menginginkan apapun
kecuali kebaikan yang tertinggi bagi dia; dan kita, secara sengaja dan dengan
tujuan / maksud yang tetap, akan berbuat baik kepadanya. ... Kita tidak bisa
mengasihi musuh kita seperti kita mengasihi orang yang terdekat dan terkasih.
... Tetapi kita dapat mengusahakan bahwa tak peduli apa yang seseorang lakukan
terhadap kita, bahkan jika ia menghina, menyakiti dan melukai kita, kita tidak
akan mengusahakan apapun kecuali kebaikan yang tertinggi baginya) - hal 78.
Adam
Clarke: "The
retaliation of those who hearken not to their own passion, but to Christ,
consists in doing more good than they receive evil"
(= Pembalasan dari mereka yang tidak mendengarkan pada nafsu / perasaan mereka
sendiri, tetapi kepada Kristus, terdiri dari melakukan lebih banyak kebaikan
dari pada kejahatan yang mereka terima)
- hal 408.
2)
Mendoakan mereka / memintakan berkat untuk mereka (ay 28).
a) Pada waktu mendoakan musuh ini, perlu dicamkan bahwa kita harus
berdoa demi dia, bukan demi diri kita sendiri. Kalau kita mempunyai teman
sekerja / sekolah yang menjengkelkan, kita mungkin akan berdoa supaya dia
bertobat. Tetapi kita bisa melakukan ini demi diri kita sendiri, yaitu dengan
pemikiran: ‘kalau dia bertobat, dia tidak lagi akan menjengkelkan saya’. Ini
doa yang dilandasi oleh egoisme, bukan oleh kasih. Tentu bukan doa seperti ini
yang Yesus maksudkan. Kita harus berdoa betul-betul demi musuh itu!
b) Ini
juga dipraktekkan oleh Yesus sendiri di kayu salib (Luk 23:34), oleh Stefanus
pada waktu dirajam (Kis 7:60), dan oleh Paulus (1Kor 4:12-13).
3) Tidak membalas kejahatan yang mereka lakukan terhadap kita (ay
29-30).
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang ay 29-30 ini:
a) Dalam bagian paralelnya dalam Mat 5:38-39 bagian ini didahului
dengan ‘mata ganti mata dan gigi ganti
gigi’.
Dalam
Hukum Turat memang ada hukum ini yaitu dalam Im 24:20 Kel 21:23-25 Ul 19:21,
tetapi semua ini diberikan dalam kontex hukum pengadilan (baca ketiga
ayat ini dan perhatikan kontexnya). Karena itu artinya adalah: pengadilan harus
memberikan hukuman yang setimpal dengan kesalahan orang yang diadili. Tujuan
dari hukum ini justru adalah supaya tidak terjadi balas dendam pribadi. Tetapi
para ahli Taurat menafsirkannya sebagai hukum pribadi (boleh membalas
dendam secara pribadi). Inilah yang dikoreksi oleh Yesus.
Barnes’
Notes: "In
these places it was given as a rule to regulate the decisions of judges. ...
But, instead of confining it to magistrates, the Jews had extended it to private
conduct, and made it the rule by which to take revenge"
[= Di tempat-tempat ini (maksudnya Kel 21:23-25 Im 24:20 Ul 19:21) itu
diberikan sebagai peraturan untuk mengatur keputusan dari hakim. ... Tetapi
orang-orang Yahudi bukannya membatasi hal itu bagi hakim, melainkan
memperluasnya untuk tingkah laku pribadi, dan membuatnya sebagai peraturan untuk
membalas dendam] - hal 26.
Calvin: "Here
another error is corrected. God had enjoined, by his law, (Lev. 24:20,) that
judges and magistrates should punish those who had done injuries, by making them
endure as much as they had inflicted. The consequence was, that every one seized
on this as a pretext for taking private revenge. They thought that they did no
wrong, provided they were not the first to make the attack, but only, when
injured, returned like for like. Christ informs them, on the contrary, that,
though judges were entrusted with the defence on the community, and were
invested with authority to restrain the wicked and repress their violence, yet
it is the duty of every man to bear patiently the injuries which he
receives" [= Di sini kesalahan yang
lain dikoreksi. Allah telah memerintahkan melalui hukumNya (Im 24:20), bahwa
hakim harus menghukum mereka yang telah melukai, dengan membuat mereka merasakan
sama banyaknya dengan apa yang mereka timbulkan. Akibatnya adalah, bahwa setiap
orang menggunakan ini sebagai alasan / dasar untuk melakukan pembalasan dendam
pribadi. Mereka mengira bahwa mereka tidak melakukan hal yang salah, asalkan
mereka tidak menyerang lebih dulu, tetapi hanya membalas secara sama pada waktu
mereka dilukai / disakiti. Sebaliknya Kristus memberi tahu mereka bahwa
sekalipun hakim dipercaya unutk membela masyarakat, dan diberi otoritas untuk
mengekang orang jahat dan menekan kekerasan / kekejaman mereka, tetapi merupakan
kewajiban dari setiap orang untuk menanggung dengan sabar tindakan menyakitkan
yang ia terima] - hal
297.
D. Martyn Lloyd-Jones: "the most important
thing is that this enactment was not given to the individual, but rather to the
judges who were responsible for law and order amongst the individuals"
(= hal yang terpenting adalah bahwa undang-undang ini tidak diberikan kepada
individu, tetapi kepada hakim-hakim yang bertanggung jawab untuk hukum dan tata
tertib di antara individu-individu)
- ‘Studies in the Sermon of the Mount’, hal 272.
b) Dalam bagian paralelnya dalam Mat 5:39 juga ada tambahan
kata-kata ‘jangan melawan orang yang
berbuat jahat kepadamu’.
Ini berlaku hanya dalam hubungan pribadi.
D.
Martyn Lloyd-Jones (hal 274-275) mengatakan tentang seseorang yang bernama Count
Tolstoy, yang menafsirkan ayat ini secara extrim dengan mengatakan bahwa suatu
negara tidak boleh mempunyai polisi, tentara, hakim, maupun pengadilan, karena
semua ini berarti ‘melawan kejahatan’, dan itu tidak kristiani. Kesalahan
orang ini adalah bahwa ia menerapkan ayat ini dalam hubungan antar bangsa /
negara, dan juga dalam hubungan pejabat pemerintah dengan warga negara.
D. Martyn Lloyd-Jones: "this teaching, which
concerns the Christian individual and nobody else, applies to him only in his
personal relationships and not in his relationships as a citizen of his
country" (= ajaran ini, yang
menyangkut individu Kristen dan tidak orang lain, berlaku baginya hanya dalam
hubungan pribadinya dan bukan dalam hubungannya sebagai seorang warga negara
dari negaranya) - ‘Studies
in the Sermon of the Mount’, hal 277.
D. Martyn Lloyd-Jones: "those who base their
pacifism upon this paragraph - whether pacifism is right or wrong I am not
concerned to say - are guilty of a kind of heresy"
(= mereka yang mendasarkan sikap cinta damai / anti perang pada text ini -
apakah sikap cinta damai / anti perang itu benar atau salah saya tidak
mempersoalkannya - bersalah tentang sejenis kesesatan)
- ‘Studies in the Sermon
of the Mount’, hal 278.
John
Stott membandingkan Ro 12:17-21 yang berbunyi: "Janganlah
membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian
dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri
menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada
tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan,
firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus,
berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas
kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan
dengan kebaikan!"
dengan
Ro 13:4 yang berbunyi: "Karena
pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat
jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang.
Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang
berbuat jahat"
dan ia
lalu berkata sebagai berikut:
"It is better, then, to see the end of Romans 12 and the beginning of
Romans 13 as complementary to one another. Members of God’s new community can
be both private individuals and state officials. In the former role we are never
to take personal revenge or repay evil for evil, but rather bless our
persecutors (12:14), serve our enemies (12:20), and seek to overcome evil with
good (12:21). In the latter role, however, if we are called by God to serve as
police or prison officers or judges, we are God’s agents in the punishments of
evildoers. True, ‘vengeance’ and ‘wrath’ belong to God, but one way in
which he executes his judgment on evildoers today is through the state. To
‘leave room for God’s wrath’ (12:19) means to allow the state to be ‘an
agent of wrath to bring punishment on the wrongdoer’ (13:4)." [=
Maka, adalah lebih baik untuk memandang bagian akhir dari Roma 12 dan bagian
awal dari Roma 13 sebagai saling melengkapi. Anggota-anggota dari masyarakat
yang baru dari Allah bisa merupakan pribadi maupun pejabat pemerintah. Dalam
peranan yang pertama kita tidak pernah boleh membalas dendam atau membalas
kejahatan dengan kejahatan, tetapi sebaliknya memberkati penganiaya kita
(12:14), melayani musuh kita (12:20), dan berusaha mengalahkan kejahatan dengan
kebaikan (12:21). Tetapi, dalam peranan yang terakhir, jika kita dipanggil oleh
Allah untuk melayani sebagai polisi atau pejabat penjara atau hakim, kita adalah
agen Allah dalam menghukum pelaku kejahatan. Memang benar ‘pembalasan’ dan
‘murka’ adalah milik Allah, tetapi salah satu cara yang Ia pakai untuk
melaksanakan penghakimanNya terhadap pelaku kejahatan sekarang ini adalah
melalui pemerintah. ‘Memberi tempat kepada murka Allah’ (12:19) berarti
mengijinkan pemerintah untuk menjadi ‘agen kemurkaan untuk membawa hukuman
kepada pelaku kejahatan’ (13:4)]
- ‘Involvement’, vol I, hal 127.
Jadi, ay 29 ini tidak berarti bahwa suatu negara tidak boleh
mempunyai polisi, hakim atau pengadilan. Konsekwensinya, sebagai orang kristen
kita boleh melaporkan orang yang menampar / memukul / menganiaya kita ke polisi
atau mengajukannya ke pengadilan, karena kalau tidak maka apa gunanya polisi,
hakim dan pengadilan itu? Melaporkan si pemukul ke polisi / mengajukannya ke
pengadilan dengan tujuan supaya keadilan ditegakkan, dan supaya ia tidak
melakukan hal itu kepada orang lain, dan supaya orang lain tidak meniru
tindakannya, boleh dilakukan. Jadi yang dilarang oleh ayat ini adalah balas
dendam pribadi.
c)
Kata-kata ‘berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain’ dalam ay 29a ini
tidak boleh diartikan secara hurufiah.
Perhatikanlah beberapa kutipan yang memberikan komentar tentang ay
29 ini:
Jadi, kalau suatu hari saudara ditampar orang, jangan betul-betul
memberikan pipi yang lain untuk ditampar lagi. Cukuplah kalau saudara tidak
membalas tamparan itu dan tetap mengasihi orang itu.
d)
Perlu diingat bahwa ‘menampar’ (ay 29) merupakan serangan yang tidak
membahayakan jiwa. Pada waktu mendapatkan serangan yang tidak membahayakan jiwa
kita tidak boleh membalas. Tetapi, kalau serangan itu membahayakan jiwa, orang
kristen boleh membela diri, karena kita juga harus mengasihi diri kita sendiri
(Mat 22:39), sehingga kita tidak boleh membiarkan begitu saja diri kita sendiri
dibunuh orang. Bdk. Ester 9.
Barnes’
Notes: "The
general principle which he laid down was, that we are not to resist evil; ...
But even this general direction is not to be pressed too strictly. Christ did
not intend to teach that we are to see our families murdered, or to be murdered
ourselves, rather than to make resistance. The law of nature, and all laws,
human and Divine, have justified self-defence, when life is in danger"
(= Prinsip umum yang Ia tetapkan adalah bahwa kita tidak boleh melawan
kejahatan; Tetapi bahkan pengarahan umum ini tidak boleh ditekankan secara
terlalu ketat. Kristus tidak bermaksud untuk mengajar bahwa kita harus
membiarkan keluarga kita atau diri kita dibunuh, dan bukannya melakukan
perlawanan. Hukum alam, dan semua hukum, baik hukum manusia maupun hukum ilahi,
membenarkan pembelaan diri, pada waktu jiwa ada dalam bahaya) - hal 26.
e) Larangan untuk melakukan balas dendam pribadi ini sejalan dengan
apa yang dikatakan oleh Paulus dalam Ro 12:17-21, yang berbunyi: "Janganlah
membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian
dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri
menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada
tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan,
firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus,
berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas
kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan
dengan kebaikan!".
Catatan:
kita tidak boleh membalas karena pembalasan adalah hak Tuhan. Tetapi awas, kita
bukannya tidak membalas supaya Tuhan yang membalas orang itu!
Leon
Morris (Tyndale): "He
who retaliates thinks that he is manfully resisting aggression; in fact, he is
making an unconditional surrender to evil"
(= Ia yang membalas, berpikir bahwa ia menahan serangan / agresi secara jantan;
tetapi sebenarnya ia sedang menyerah tanpa syarat kepada kejahatan) - hal 129.
Leon
Morris (Tyndale): "It
is possible to be outwardly forgiving without showing real love. But it is love
that Jesus looks for" (= Adalah
mungkin untuk mengampuni secara lahiriah tanpa menunjukkan kasih yang
sungguh-sungguh. Tetapi adalah kasih yang dicari oleh Yesus)
- hal 129.
f) Ay 29b: ‘jubah’ menunjuk pada ‘outer
garment’ (= pakaian luar);
sedangkan ‘baju’ menunjuk pada ‘tunic
/ under garment’ (= pakaian dalam).
g) Ay 30a: ‘berilah kepada
setiap orang yang meminta kepadamu’.
Yang
membingungkan dari bagian ini adalah: apakah si peminta ini seorang musuh yang
meminta secara paksa / setengah memaksa, atau ia adalah peminta biasa?
1. Kebanyakan penafsir mengartikan orang ini sebagai peminta biasa.
2.
Kontexnya menunjukkan bahwa peminta ini adalah musuh, dalam arti ia adalah orang
yang meminta secara paksa / setengah memaksa. Bagian paralelnya yaitu Mat 5:42
juga ada dalam kontex musuh.
Kalau ini memang adalah musuh, maka artinya adalah: dari pada
gegeran / berkelahi untuk mempertahankan hak, lebih baik memberikan apa yang ia
minta.
Yang manapun penafsiran yang kita terima dari 2 penafsiran di atas
ini, kita tetap harus mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:
a. Sekalipun ay 30a ini kelihatannya berlaku mutlak, tetapi tidak
boleh diartikan secara mutlak. Apa dasarnya?
o
pada waktu Yesus
melarang sumpah (Mat 5:33-37) kelihatannya juga berlaku mutlak, tetapi tidak
mungkin ditafsirkan seperti itu, karena:
§
Tuhan Yesus tidak
mungkin menentang Perjanjian Lama (bdk. Mat 5:17-19) yang bukan hanya
mengijinkan sumpah, tetapi bahkan dalam hal-hal tertentu mengharuskan sumpah (Ul
6:13 Kel 22:10-11).
§
Paulus sering
bersumpah (Ro 1:9 Ro 9:1 2Kor 1:23,12:19 Gal 1:20 Fil 1:8 1Tes 2:5,10).
§
Tuhan Yesus menghargai
sumpah (Mat 26:63).
o
Kitab Suci mengajar
bahwa hanya orang yang miskin dan yang berhak ditolong, yang perlu diberi (Ul
15:7-8 - perhatikan kata-kata ‘seorang miskin’; Amsal 3:27-28 - perhatikan
kata-kata ‘yang berhak menerimanya’). Kalau kita menafsirkan ay 30a ini
secara mutlak, maka kita akan bertentangan dengan Ul 15:7-8 dan Amsal 3:27-28
ini.
b. Sekalipun memberi itu merupakan kebiasaan yang baik, tetapi ada
hal-hal lain yang harus dipertimbangkan.
Barnes’
Notes: "It
is good to be in the habit of giving. At the same time, the rule must be
interpreted so as to be consistent with our duty to our families, (1Tim 5:8) and
with other objects of justice and charity. It is seldom, perhaps never, good to
give to a man that is able to work, 2Tes 3:10. To give to such is to encourage
laziness, and to support the idle at the expense of the industrious"
[= Adalah baik untuk terbiasa memberi. Pada saat yang sama, perintah ini harus
ditafsirkan sedemikian rupa sehingga konsisten dengan kewajiban kita terhadap
keluarga kita (1Tim 5:8), dan dengan obyek-obyek keadilan dan kasih yang lain.
Jarang, mungkin tidak pernah, merupakan hal yang baik untuk memberi kepada orang
yang bisa bekerja (2Tes 3:10). Memberi kepada orang seperti itu sama dengan
menganjurkan kemalasan, dan menyokong orang malas dengan mengorbankan orang
rajin] - hal 27.
Matthew Poole: "These precepts of
our Saviour must be interpreted, not according to the strict sense of the words,
as if every man were by them obliged, without regard to his own abilities, or
the circumstances of the persons begging or asking of him, to give to every one
that hath the confidence to ask of him; but as obliging us to liberality and
charity according to our abilities, and the true needs and circumstances of our
poor brethren, and in that order which God’s word hath directed us; first
providing for our own families, then doing good to the household of faith, then
also to others, as we are able, and see any of them true objects of our
charity" (= Perintah-perintah
Juruselamat kita ini harus ditafsirkan, bukan menurut arti kata yang ketat,
seakan-akan setiap orang diwajibkan oleh perintah-perintah ini untuk memberi
kepada setiap orang yang mempunyai keberanian untuk meminta kepadanya, tanpa
memandang kemampuannya sendiri, atau keadaan dari orang yang mengemis atau
meminta kepadanya; tetapi mewajibkan kita kepada kedermawanan dan kasih sesuai
dengan kemampuan kita, dan kebutuhan yang sungguh-sungguh dan keadaan dari
saudara-saudara kita yang miskin, dan dalam urut-urutan sesuai dengan pengarahan
Firman Allah; pertama-tama pemeliharaan terhadap keluarga kita sendiri, lalu
berbuat baik kepada saudara-saudara seiman, lalu juga kepada orang-orang lain,
sesuai dengan kemampuan kita, dan memastikan setiap dari mereka sebagai obyek
yang benar dari kasih kita)
- hal 213.
Jadi ada 3 hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:
o
kewajiban untuk
mencukupi kebutuhan keluarga. Kalau kita terus memberi kepada seadanya orang
yang meminta sehingga keluarga kita sendiri tidak tercukupi, maka ini salah.
Bdk. 1Tim 5:8.
o
adanya orang-orang
lain yang juga harus diberi. Kalau kita terus memberi kepada seseorang yang
tidak tahu diri dalam meminta, sehingga kita lalu tidak bisa memberi kepada
orang lain yang sebetulnya lebih berhak, maka ini salah.
o
apa pengaruh pemberian
ini bagi orang yang menerima? Kalau itu menjadikannya makin malas maka ini
justru tidak kasih.
Leon Morris (Tyndale): "it is the
spirit of the saying that is important. If Christians took this one absolutely
literally there would soon be a class of saintly paupers, owning nothing, and
another of prosperous idlers and thieves. It is not this that Jesus is seeking,
but a readiness among His followers to give and give and give. The Christian
should never refrain from giving out of a love for his possessions. Love
must be ready to be deprived of everything if need be. Of course, in a given
case it may not be the way of love to give. But it is love that must decide
whether we give or withhold, not a regard for our possessions"
(= arti dari kata-kata inilah yang penting. Jika orang kristen menerima /
menuruti perintah ini dalam arti hurufiah sepenuhnya, maka segera akan ada
segolongan orang kudus yang miskin, yang tidak mempunyai apa-apa, dan golongan
lain yang makmur yang terdiri dari orang-orang malas dan pencuri-pencuri. Bukan
ini yang dicari oleh Yesus, tetapi suatu kesediaan di antara para pengikutNya
untuk memberi dan memberi dan memberi. Orang kristen seharusnya tidak pernah
menahan diri dari memberi karena cinta kepada miliknya. Kasih harus siap
untuk kehilangan segala sesuatu jika itu diperlukan. Tentu saja, dalam kasus
tertentu, memberi bukanlah merupakan jalan kasih. Tetapi adalah kasih, dan
bukannya perhatian / penilaian terhadap milik kita, yang harus menentukan apakah
kita memberi atau menahan)
- hal 130.
h) Ay 30b: ‘janganlah meminta
kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu’.
Ada 2 pandangan tentang ayat ini:
1. Ini adalah orang miskin.
Jadi
seluruh ay 30 artinya: dalam urusan pribadi, kasih menuntut supaya apapun yang
dibutuhkan diberikan dengan cuma-cuma, tanpa mengharap dikembalikan.
2.
Ini adalah musuh.
Alasan:
a. Dalam bahasa Yunaninya kata-kata ‘from
the one who takes away’ (= dari orang
yang mengambil) muncul 2
x, yaitu ay 29b dan ay 30. Dalam ay 29b mereka ambil dengan paksa / secara tidak
benar, maka dalam ay 30 mesti juga demikian.
b.
kontex bicara tentang ‘musuh’.
Sama seperti ay 30a di atas, ay 30b ini juga tidak berlaku mutlak.
Matthew Poole:
"Nor must the second part of the
verse be interpreted, as if it were a restraint of Christians from pursuing of
thieves or oppressors, but as a precept prohibiting us private revenge, or too
great contending for little things, &c."
[= Juga bagian kedua dari ayat ini (ay 30) tidak boleh diartikan seakan-akan itu
merupakan pengekangan terhadap orang-orang kristen untuk tidak melakukan
pengejaran / penangkapan terhadap pencuri atau penindas, tetapi sebagai larangan
yang melarang kita untuk melakukan balas dendam pribadi, atau untuk bercekcok
untuk hal-hal kecil, dsb.] -
hal 213.
4) Melakukan kepada mereka apa yang kita inginkan mereka lakukan
terhadap kita (ay 31).
William Hendriksen: "It should be noted
that the Golden Rule does not read, ‘Treat others as they treat you,’ but
‘Treat others as you would have them treat you.’"
(= Harus diperhatikan bahwa Peraturan Emas ini tidak berbunyi: ‘Perlakukan
orang lain seperti mereka memperlakukan kamu’, tetapi ‘Perlakukan orang lain
seperti yang kamu inginkan mereka memperlakukanmu’)
- hal 352.
Dalam Apocrypha, yaitu dalam Tobit 4:15a, ada bentuk negatifnya,
yang berbunyi: ‘Apa yang tidak kausukai sendiri, janganlah kauperbuat kepada
siapapun’.
William Barclay: "The Christian ethics
is positive. It does not consist in not doing things but in doing them. Jesus
gave us the Golden Rule which bids us do to others as we would have them do to
us. That rule exists in many writers of many creeds in its negative form.
Hillel, ... ‘What is hateful to thee, do not to another’. ... Philo, ‘What
you hate to suffer, do not do to anyone else’. Isocrates, ... ‘What things
make you angry when you suffer them at the hands of others, do not you do to
other people’. The Stoics ..., ‘What you do not wish to be done to yourself,
do not you do to any other’. ... Confucius ... ‘... What you do not want
done to yourself, do not do to others’ Every one of these forms is negative.
... The very essence of Christian conduct is that it consists, not in refraining
from bad things, but in actively doing good things"
(= Etika Kristen itu positif. Itu tidak berarti tidak melakukan hal-hal
tertentu, tetapi melakukan hal-hal tertentu. Yesus memberikan kita Peraturan
Emas yang meminta kita untuk melakukan apa yang kita inginkan mereka lakukan
terhadap kita. Peraturan itu ada dalam banyak penulis dari banyak kepercayaan
dalam bentuk negatifnya. Hillel, ... ‘Apa yang menjengkelkan bagimu, jangan
lakukan itu kepada orang lain’. ... Philo, ‘Apa yang engkau tidak senang
mengalaminya, jangan lakukan itu kepada siapapun’. Isocrates, ... ‘Hal-hal
yang membuatmu marah pada waktu kamu mengalaminya dari orang lain, jangan engkau
lakukan kepada orang lain’. The Stoics ..., ‘Apa yang engkau tidak inginkan
untuk dilakukan kepadamu, jangan lakukan kepada siapapun’. ... Confucius ...
‘...Apa yang kamu tidak ingin dilakukan kepadamu, jangan lakukan kepada orang
lain’. Setiap bentuk-bentuk ini adalah negatif. ... Hakekat dari tingkah laku
Kristen adalah bahwa kita bukannya menahan diri dari hal-hal yang jelek, tetapi
secara aktif melakukan hal-hal yang baik)
- hal 79.
Untuk mentaati ajaran-ajaran yang bersifat negatif ini, kita hanya
perlu berpikir: ’Apakah aku senang orang lain melakukan hal ini terhadap
aku?’. Tetapi untuk melakukan ajaran Yesus dalam ay 31 ini membutuhkan
imaginasi / perenungan: ’Apa yang aku ingin orang lakukan terhadap aku dalam
situasi ini?’. Jadi pada waktu ada teman yang sakit, kita harus merenungkan:
‘Kalau aku sakit, apa yang aku ingin ia lakukan terhadapku?’. Pada waktu ada
seorang yang sangat kekurangan uang, kita harus merenungkan: ‘Kalau aku
kekurangan uang, apa yang aku inginkan ia lakukan terhadapku?’. Lalu
lakukanlah hal-hal itu!
5)
Meminjami mereka tanpa mengharapkan dibayar kembali (ay 34,35).
Ay 35:
‘pinjamkan dengan tidak mengharapkan
balasan’.
NIV: ‘lend
to them without expecting to get anything back’
(= pinjamilah mereka tanpa mengharapkan untuk mendapatkan apapun kembali).
RSV/NASB:
‘lend, expecting nothing in return’
(= pinjamilah, tanpa mengharapkan pengembalian apa-apa).
KJV: ‘lend,
hoping for nothing again’ (= pinjamilah,
tanpa mengharapkan apa-apa lagi).
Calvin
(hal 302) berkata bahwa adalah salah kalau ini diartikan hanya sebagai:
‘pinjamkanlah dengan tidak mengharapkan bunga’. Arti yang benar adalah:
‘pinjamkanlah dengan tidak mengharapkan pembayaran sama sekali’.
Barnes’ Notes:
"This deserves, however, some
limitation. It must be done in consistency with other duties. To lend to every
worthless man, would be to throw away our property, encourage laziness and
crime, and ruin our families. ... Perhaps our Saviour meant to teach that where
there was a deserving friend or brother in want, we should lend to him,
without usury, and without standing much about the security"
(= Tetapi ini harus dibatasi. Ini harus dilakukan secara konsisten dengan
kewajiban-kewajiban yang lain. Meminjamkan kepada setiap orang yang tak
berharga, sama dengan membuang milik kita, menganjurkan kemalasan dan kejahatan,
dan menghancurkan keluarga kita. ... Mungkin Juruselamat kita bermaksud untuk
mengajar bahwa dimana ada teman atau saudara yang kekurangan, yang layak
untuk dibantu, kita harus meminjaminya, tanpa bunga, dan tanpa terlalu
mempersoalkan keamanan) - hal 27.
Keberatan
saya terhadap kutipan ini adalah dalam bagian yang saya garisbawahi. Ay 34-35
ini terletak dalam kontex mengasihi musuh. Jadi perintah untuk meminjami
ini harus diterapkan bukan hanya kepada teman atau saudara kita, tetapi juga
kepada musuh / orang yang jahat terhadap kita. Biasanya kita hanya mau meminjami
orang yang baik kepada kita. Tetapi Tuhan menyuruh kita untuk mau meminjami
orang yang jahat kepada kita, bahkan tanpa mengharapkan untuk dibayar kembali.
III) Mengapa
harus mengasihi musuh.
1) Tuhan menghendaki kita lebih baik dari orang-orang brengsek.
Ay
32b,33b mengatakan: kalau kita mengasihi / berbuat baik kepada orang yang
mengasihi / berbuat baik kepada kita, apa jasa kita? Ay 34 mengatakan kalau kita
meminjami orang supaya dibayar kembali, apa jasa kita?
Kata
yang diterjemahkan ‘jasa’ dalam bahasa Yunaninya adalah KHARIS, yang
biasanya diartikan ‘grace’
(= kasih karunia). Jadi kita harus berbuat baik kepada orang yang jahat kepada kita,
karena Tuhan menghendaki kita menunjukkan kasih karunia / menunjukkan kebaikan
bagi orang yang tidak layak menerima kebaikan kita.
Sebaliknya
kalau kita hanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, maka
kita tidak lebih baik dari orang-orang berdosa (ay 32b,33b,34b). Orang berdosa
di sini harus diartikan sebagai orang yang sangat brengsek. Bdk. Mat 5:46 -
‘pemungut cukai’, dan Mat 5:47 - ‘orang yang tidak mengenal Allah’ [NIV:
‘pagans’
(= orang-orang kafir);
NASB/Lit: ‘Gentiles’
(= orang non Yahudi)].
Adam Clarke:
"A man should tremble who finds
nothing in his life besides the external part of religion, but what may be found
in the life of a Turk or a heathen" (=
Seseorang harus gemetar jika ia tidak mendapati apapun dalam hidupnya selain
bagian agama yang bersifat lahiriah, tetapi yang bisa didapatkan dalam kehidupan
seorang Turki atau seorang kafir)
- hal 408.
2)
Upahmu akan besar (ay 35b).
Yang
dimaksud dengan ‘upah’ adalah: dalam hidup ini ada damai dan sukacita dan di
surga ada pahala.
Tetapi jangan mengasihi orang jahat karena mengharapkan hal ini.
3)
Kamu akan menjadi anak-anak Allah (ay 35).
Ini
tidak boleh diartikan bahwa perbuatan baik kita itu menjadikan kita anak Allah,
karena kalau ditafsirkan seperti ini akan bertentangan dengan Yoh 1:12 yang
menunjukkan bahwa iman kepada Kristuslah yang menjadikan kita anak-anak Allah.
Jadi artinya adalah: perbuatan baik itu membuktikan bahwa kita adalah anak-anak
Allah, atau perbuatan baik itu sesuai dengan kedudukan kita sebagai anak-anak
Allah. Ini terlihat dari kata-kata selanjutnya yang menggambarkan bahwa Allah
baik kepada orang jahat (ay 35c).
William
Hendriksen: "Not
that unselfish love makes them sons, but it proves that they are sons"
(= Bukan bahwa kasih yang tidak egois membuat mereka menjadi anak-anak, tetapi
itu membuktikan bahwa mereka adalah anak-anak) - hal 354.
4)
Karena kita harus menyerupai Bapa, yaitu:
Penutup.
Perintah untuk mengasihi musuh
dalam bagian ini menunjukkan standard tuntutan Allah yang begitu tinggi,
sehingga tidak mungkin bisa dicapai oleh siapapun secara sempurna. Mungkin patut
dipertanyakan mengapa Tuhan memberi standard yang begitu tidak masuk akal?
Tuntutan yang
begitu tinggi ini tidak mungkin bisa dicapai secara sempurna oleh siapapun, dan
karenanya makin menunjukkan bahwa semua orang membutuhkan Kristus sebagai
Juruselamat / Penebus dosa. Dengan seseorang mau percaya kepada Kristus,
pertama-tama ia mendapatkan pengampunan dosa, dan kedua ia mendapatkan Roh Kudus
untuk membantunya mentaati standard Allah ini.
-AMIN-
e-mail us at [email protected]