(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)
Minggu, tgl 27 Mei 2012, pk 08.00 & pk 17.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP: 7064-1331 / 6050-1331)
Maut /
kematian(5)
5)
Jadi, kalau terjadi kematian, pada ujung yang terakhir, Tuhanlah yang
menentukan dan mengatur terjadinya hal itu. Mati hidupnya semua makhluk
betul-betul secara mutlak tergantung kepada Tuhan.
a) Kis
17:28 - “Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak,
kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab
kita ini dari keturunan Allah juga”.
Calvin (tentang Kis
17:28): “we
have our being in him, inasmuch as by his Spirit he keepeth us in life, and
upholdeth us. For the power of the Spirit is spread abroad throughout all parts
of the world, that it may preserve them in their state; that he may minister
unto the heaven and earth that force and vigor which we see, and motion to all
living creatures. ... God doth, by the wonderful power and inspiration of his
Spirit, preserve those things which he hath created of nothing. ... We have not
only no life but in God, but not so much as moving; yea, no being, which is
inferior to both” (=
kita mempunyai keberadaan kita di dalam Dia, karena oleh RohNya Ia menjaga
kita dalam kehidupan, dan menegakkan / menguatkan kita. Karena kuasa dari
Roh tersebar dengan luas di semua bagian dari dunia / alam semesta, supaya itu
bisa memelihara mereka dalam keadaan mereka; supaya Ia bisa menyuplai langit dan
bumi dengan kekuatan / tenaga dan kegiatan yang kita lihat, dan gerakan kepada
semua makhluk hidup. ... Allah, oleh kuasa yang luar biasa dan ilham RohNya,
memang menjaga / memelihara hal-hal itu, yang telah Ia ciptakan dari tidak ada.
... Kita bukan hanya tidak mempunyai kehidupan kecuali di dalam Allah, tetapi
bahkan pergerakan; ya, tidak mempunyai keberadaan, yang merupakan sesuatu yang
lebih rendah dari keduanya).
Lenski:
“‘for
in him we live and move and are.’ ‘To
live’ is more than ‘to
move’, which even the inanimate creatures may do; ‘to move’ is more than merely ‘to be, to exist’. Here, then, is an anticlimax. Man should be
cognizant of God, for without him he could not live for a moment, could not move
hand or foot, could not in any way even exist” (= ‘karena di
dalam Dia kita hidup, dan kita bergerak, dan kita ada’. ‘Hidup’ adalah
lebih dari pada ‘bergerak’, yang bahkan makhluk-makhluk yang tak bernyawa
bisa melakukan; ‘bergerak’ adalah lebih dari pada semata-mata ‘ada’.
Maka di sini, ada suatu anti klimax. Manusia harus sadar / tahu tentang Allah,
karena tanpa Dia ia tidak bisa hidup sesaatpun, tidak bisa menggerakkan tangan
atau kaki, tidak bisa dengan cara apapun bahkan untuk tetap ada).
Catatan:
di sini orang Arminian ini jadi Reformed!
Matthew
Henry:
“‘That
in him we live, and move, and have our being,’ v. 28. We have a necessary and
constant dependence upon his providence, as the streams have upon the spring,
and the beams upon the sun. (1.) ‘In him we live;’ that is, the continuance
of our lives is owing to him and the constant influence of his providence; he is
our life, and the length of our days. It is not only owing to his patience and
pity that our forfeited lives are not cut off, but it is owing to his power, and
goodness, and fatherly care, that our frail lives are prolonged. There needs not
a positive act of his wrath to destroy us; if he suspend the positive acts of
his goodness, we die of ourselves. (2.) ‘In him we move;’ it is by the
uninterrupted concourse of his providence that our souls move in their outgoings
and operations, that our thoughts run to and fro about a thousand subjects, and
our affections run out towards their proper objects. It is likewise by him that
our souls move our bodies; we cannot stir a hand, or foot, or a tongue, but by
him, who, as he is the first cause, so he is the first mover. (3.) ‘In him we
have our being;’ not only from him we had it at first, but in him we have it
still; to his continued care and goodness we owe it, not only that we have a
being and are not sunk into nonentity, but that we have our being, have this
being, were and still are of such a noble rank of beings, capable of knowing and
enjoying God; and are not thrust into the meanness of brutes, nor the misery of
devils” [= ‘Sebab
di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada’, ay 28. Kita mempunyai suatu
ketergantungan yang perlu dan tetap pada ProvidensiaNya; Ia adalah kehidupan
kita, seperti sungai mempunyai ketergantungan pada sumber, dan sinar-sinar
mempunyai ketergantungan pada matahari. (1.)
‘Dalam Dia kita hidup’; artinya, kelanjutan dari hidup kita berhutang
budi kepadaNya dan pengaruh tetap dari ProvidensiaNya; Ia adalah kehidupan kita,
dan panjangnya hari-hari kita. Itu bukan hanya berhutang budi kepada
kesabaran dan belas kasihanNya sehingga kehidupan kita yang hilang tidak
dipotong, tetapi itu merupakan hutang budi pada kuasa, dan kebaikan, dan
pemeliharaan kebapaanNya, maka kehidupan kita yang lemah diperpanjang. Tidak
dibutuhkan suatu tindakan positif dari murkaNya untuk menghancurkan kita; jika
Ia menghentikan tindakan-tindakan positif dari kebaikanNya, kita mati dengan
sendirinya. (2.) ‘Dalam Dia kita bergerak’; adalah oleh gerakan terus
menerus dari ProvidensiaNya maka jiwa kita bergerak dalam kepergian dan operasi
mereka, sehingga pikiran kita pergi ke sana kemari tentang seribu subyek, dan
perasaan kita lari keluar kepada obyek-obyek yang benar. Juga olehNya bahwa jiwa
kita menggerakkan tubuh kita; kita tidak bisa mengerakkan tangan, kaki atau
lidah, kecuali oleh Dia, yang, sebagaimana Ia adalah penyebab pertama, demikian
juga Ia adalah penggerak pertama. (3.) ‘Dalam Dia kita mempunyai keberadaan
kita’; bukan hanya dari Dia kita mula-mula mempunyainya, tetapi dalam Dia kita
tetap mempunyainya; pada pemeliharaan dan kebaikanNya yang terus menerus kita
berhutang hal itu, bukan hanya bahwa kita mempunyai suatu keberadaan dan
tidak tenggelam dalam ketidak-adaan, tetapi bahwa kita mempunyai keberadaan
kita, mempunyai keberadaan ini, dulu adalah dan tetap adalah, suatu rangking
keberadaan yang mulia, mampu untuk mengenal dan menikmati Allah; dan tidak
didorong / dimasukkan ke dalam keburukan dari binatang-binatang, ataupun
kesengsaraan dari setan-setan].
b)
Ayub 12:7-25 - “(7)
Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran,
kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. (8) Atau
bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di
laut akan bercerita kepadamu. (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak
tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; (10) bahwa di dalam tanganNya
terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia? (11) Bukankah
telinga menguji kata-kata, seperti langit-langit mencecap makanan? (12) Konon
hikmat ada pada orang yang tua, dan pengertian pada orang yang lanjut umurnya.
(13) Tetapi pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai
pertimbangan dan pengertian. (14) Bila Ia membongkar, tidak ada yang dapat
membangun kembali; bila Ia menangkap seseorang, tidak ada yang dapat
melepaskannya. (15) Bila Ia membendung air, keringlah semuanya; bila Ia
melepaskannya mengalir, maka tanah dilandanya. (16) Pada Dialah kuasa dan
kemenangan, Dialah yang menguasai baik orang yang tersesat maupun orang yang
menyesatkan. (17) Dia yang menggiring menteri dengan telanjang, dan para hakim
dibodohkanNya. (18) Dia membuka belenggu yang dikenakan oleh raja-raja dan
mengikat pinggang mereka dengan tali pengikat. (19) Dia yang menggiring dan
menggeledah para imam, dan menggulingkan yang kokoh. (20) Dia yang membungkamkan
orang-orang yang dipercaya, menjadikan para tua-tua hilang akal. (21) Dia yang
mendatangkan penghinaan kepada para pemuka, dan melepaskan ikat pinggang orang
kuat. (22) Dia yang menyingkapkan rahasia kegelapan, dan mendatangkan kelam
pekat pada terang. (23) Dia yang membuat bangsa-bangsa bertumbuh, lalu
membinasakannya, dan memperbanyak bangsa-bangsa, lalu menghalau mereka. (24)
Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan akal, dan membuat mereka tersesat
di padang belantara yang tidak ada jalannya. (25) Mereka meraba-raba dalam
kegelapan yang tidak ada terangnya; dan Ia membuat mereka berjalan
terhuyung-huyung seperti orang mabuk.’”.
Ayub 12:16 (NIV):
‘To him belong strength and victory; both deceived
and deceiver are his’ (= Pada Dialah kekuatan dan kemenangan; baik penipu dan
yang ditipu adalah milikNya).
Matthew
Henry (tentang Ayub 12:12-25): “This
is a noble discourse of Job’s concerning the wisdom, power, and sovereignty of
God, in ordering and disposing of all the affairs of the children of men,
according to the counsel of his own will, which none dares gainsay or can resist” (= Ini merupakan suatu percakapan yang mulia
dari Ayub berkenaan dengan hikmat, kuasa dan kedaulatan dari Allah, dalam
mengatur dan menentukan semua urusan dari anak-anak manusia, sesuai dengan
rencana dari kehendakNya, yang tak seorangpun berani menyangkal atau bisa
menolak / menahannya).
c)
Ul 32:39 - “Lihatlah sekarang,
bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah yang mematikan dan
yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan,
dan seorangpun tidak ada yang dapat melepaskan dari tanganKu”.
Bdk.
1Sam 2:6 - “TUHAN mematikan dan
menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari
sana”.
Bandingkan
juga dengan ayat-ayat ini:
1.
Kej 38:7,10 - “(7) Tetapi Er,
anak sulung Yehuda itu, adalah jahat di mata TUHAN, maka TUHAN membunuh dia.
... (10) Tetapi yang dilakukannya itu adalah jahat di mata TUHAN, maka TUHAN
membunuh dia juga”.
2.
2Sam 6:7 - “Maka bangkitlah
murka TUHAN terhadap Uza, lalu Allah membunuh dia di sana karena
keteledorannya itu; ia mati di sana dekat tabut Allah itu”.
d)
Maz 90:3 - “Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata:
‘Kembalilah, hai anak-anak manusia!’”.
e)
Maz 73:18-19 - “(18)
Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan
mereka sehingga hancur. (19) Betapa binasa mereka dalam sekejap mata,
lenyap, habis oleh karena kedahsyatan!”.
f)
Yes 40:6-8 - “(6) Ada
suara yang berkata: ‘Berserulah!’ Jawabku: ‘Apakah yang harus
kuserukan?’ ‘Seluruh umat manusia adalah seperti rumput dan semua semaraknya
seperti bunga di padang. (7) Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, apabila
TUHAN menghembusnya dengan nafasNya. Sesungguhnyalah bangsa itu seperti
rumput. (8) Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita
tetap untuk selama-lamanya.’”.
E.
J. Young: “Men
of flesh are weak and mortal; their life is brief and soon comes to an end.
In this respect it is like the grass, for under the burning rays of the sun
the grass may soon dry up. ... There is a reason for these widely observed
facts, namely, that the breath of the
Lord blows upon the grass and the flower. ... Isaiah employs a picture
of someone blowing upon the grass and flowers with the result that all moisture
is taken from them and they become dried up and wither. ... Possibly it is
of this wind that the prophet is thinking when he speaks of the breath (RUACH)
of the Lord, for the wind is an elemental manifestation of the Lord’s
breath. A contemplation of the transitory and temporal character of the grass
and flowers leads the prophet to exclaim that what is true of them is also
true of the people”
(= Manusia dari daging
adalah lemah dan fana; kehidupan mereka singkat dan segera sampai pada akhirnya.
Dalam hal ini itu seperti rumput, karena di bawah sinar matahari yang
membakar rumput bisa segera kering. ... Disana ada suatu alasan untuk
fakta-fakta yang diperhatikan secara luas, yaitu bahwa nafas Tuhan menghembus
pada rumput dan bunga. ... Yesaya menggunakan suatu gambaran dari seseorang
yang menghembus / meniup pada rumput dan bunga-bunga dengan akibat bahwa semua
embun / air diambil dari mereka dan mereka menjadi kering dan layu. ...
Mungkin adalah tentang angin ini sang nabi sedang berpikir pada waktu ia
mengatakan tentang nafas (RUAKH) dari Tuhan, karena angin adalah suatu
manifestasi dasar dari nafas Tuhan. Suatu perenungan tentang karakter yang fana
dan sementara dari rumput dan bunga-bunga membimbing sang nabi untuk berseru
bahwa apa yang benar tentang mereka juga adalah benar tentang orang-orang).
Calvin:
“as soon as the Lord has
breathed upon them, all their strength and beauty perish and decay. But it
may be thought that he assigns to ‘the Spirit of God’ an office which is
greatly at variance with his nature; for it belongs to him ‘to renew by his
power the face of the earth.’ (Psalm 104:30.) On the other hand, if the
Lord withdraw his Spirit, all is reduced to nothing. Here Isaiah asserts
what is exceedingly different, and appears to contradict David. But there is no
absurdity in saying that all things are renewed by the power of the Spirit, and
again, that what formerly appeared to be something is reduced to nothing; for we
are nothing but in God, and, in order that we may begin to be something in him,
we must first be convinced, and made thoroughly to know, that we are vanity.
Therefore does the Lord breathe upon us, that we may know that of ourselves we
are nothing.” [=
begitu Tuhan menghembuskan nafas kepada mereka, semua kekuatan dan keindahan
mereka binasa dan membusuk. Tetapi bisa dipikirkan bahwa ia memberikan
kepada ‘Roh Allah’ suatu fungsi yang sangat berbeda dengan sifat dasarNya;
karena adalah milikNya ‘untuk memperbaharui oleh kuasaNya permukaan bumi’
(Maz 104:30). Di sisi lain, jika Tuhan menarik RohNya, semua dimusnahkan
menjadi nihil. Di sini Yesaya menegaskan apa yang sangat berbeda, dan
kelihatannya menentang Daud. Tetapi disana tidak ada yang menggelikan dalam
mengatakan bahwa segala sesuatu diperbaharui oleh kuasa Roh, dan lalu, bahwa apa
yang tadinya kelihatan sebagai sesuatu, dimusnahkan menjadi nihil; karena kita
adalah nihil kecuali di dalam Allah, dan, supaya kita bisa mulai menjadi sesuatu
di dalam Dia, kita harus pertama-tama diyakinkan, dan dibuat mengetahui secara
sepenuhnya, bahwa kita adalah kesia-siaan. Karena itu Tuhan menghembuskan
nafasNya kepada kita, supaya kita tahu bahwa dari diri kita sendiri kita adalah
nihil].
h)
Maz 104:1-30 - “(1)
Pujilah TUHAN, hai jiwaku! TUHAN, Allahku, Engkau sangat besar! Engkau yang
berpakaian keagungan dan semarak, (2) yang berselimutkan terang seperti kain,
yang membentangkan langit seperti tenda, (3) yang mendirikan kamar-kamar
lotengMu di air, yang menjadikan awan-awan sebagai kendaraanMu, yang bergerak di
atas sayap angin, (4) yang membuat angin sebagai suruhan-suruhanMu, dan api yang
menyala sebagai pelayan-pelayanMu, (5) yang telah mendasarkan bumi di atas
tumpuannya, sehingga takkan goyang untuk seterusnya dan selamanya. (6) Dengan
samudera raya Engkau telah menyelubunginya; air telah naik melampaui
gunung-gunung. (7) Terhadap hardikMu air itu melarikan diri, lari kebingungan
terhadap suara gunturMu, (8) naik gunung, turun lembah ke tempat yang
Kautetapkan bagi mereka. (9) Batas Kautentukan, takkan mereka lewati, takkan
kembali mereka menyelubungi bumi. (10) Engkau yang melepas mata-mata air ke
dalam lembah-lembah, mengalir di antara gunung-gunung, (11) memberi minum segala
binatang di padang, memuaskan haus keledai-keledai hutan; (12) di dekatnya diam
burung-burung di udara, bersiul dari antara daun-daunan. (13) Engkau yang
memberi minum gunung-gunung dari kamar-kamar lotengMu, bumi kenyang dari buah
pekerjaanMu. (14) Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan
untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah (15) dan
anggur yang menyukakan hati manusia, yang membuat muka berseri karena minyak,
dan makanan yang menyegarkan hati manusia. (16) Kenyang pohon-pohon TUHAN,
pohon-pohon aras di Libanon yang ditanamNya, (17) di mana burung-burung
bersarang, burung ranggung yang rumahnya di pohon-pohon sanobar; (18)
gunung-gunung tinggi adalah bagi kambing-kambing hutan, bukit-bukit batu adalah
tempat perlindungan bagi pelanduk. (19) Engkau yang telah membuat bulan menjadi
penentu waktu, matahari yang tahu akan saat terbenamnya. (20) Apabila Engkau
mendatangkan gelap, maka haripun malamlah; ketika itulah bergerak segala
binatang hutan. (21) Singa-singa muda mengaum-aum akan mangsa, dan menuntut
makanannya dari Allah. (22) Apabila matahari terbit, berkumpullah semuanya dan
berbaring di tempat perteduhannya; (23) manusiapun keluarlah ke pekerjaannya,
dan ke usahanya sampai petang. (24) Betapa banyak perbuatanMu, ya TUHAN,
sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaanMu. (25)
Lihatlah laut itu, besar dan luas wilayahnya, di situ bergerak, tidak terbilang
banyaknya, binatang-binatang yang kecil dan besar. (26) Di situ kapal-kapal
berlayar dan Lewiatan yang telah Kaubentuk untuk bermain dengannya. (27)
Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. (28) Apabila
Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu,
mereka kenyang oleh kebaikan. (29) Apabila Engkau menyembunyikan wajahMu,
mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan
kembali menjadi debu. (30) Apabila Engkau mengirim rohMu, mereka tercipta,
dan Engkau membaharui muka bumi”.
Seluruh Maz
104 ini secara kelewat jelas menunjukkan bahwa segala sesuatu yang terjadi
merupakan pekerjaan / pengaturan Tuhan, dan ay 29-nya secara khusus
menyebutkan bahwa kematian juga merupakan pekerjaan Tuhan!
Calvin
(tentang Maz 104:29): “In
these words, the Psalmist declares, that we stand or fall according to the
will of God. We continue to live, so long as he sustains us by his power; but no
sooner does he withdraw his life-giving spirit than we die. Even Plato knew
this, who so often teaches that, properly speaking, there is but one God, and
that all things subsist, or have their being only in him. Nor do I doubt, that
it was the will of God, by means of that heathen writer, to awaken all men to
the knowledge, that they derive their life from another source than from
themselves”
(= Dalam kata-kata ini, sang Pemazmur menyatakan, bahwa
kita berdiri atau jatuh menurut kehendak Allah. Kita terus hidup, selama Ia
menopang kita dengan kuasaNya; tetapi begitu Ia menarik roh pemberi-hidupNya
kita mati. Bahkan Plato tahu tentang hal ini, yang begitu sering mengajarkan
bahwa, berbicara secara tepat / benar, disana hanya ada satu Allah, dan bahwa
segala sesuatu ada / hidup, atau mempunyai keberadaan mereka, hanya dalam Dia.
Juga saya tidak meragukan bahwa adalah kehendak Allah, melalui penulis kafir
itu, untuk membangunkan semua manusia pada pengetahuan, bahwa mereka mendapatkan
kehidupan mereka dari sumber yang lain dari pada dari diri mereka sendiri).
Kesimpulan
dari semua ini: semua kematian terjadi karena penentuan dan pekerjaan Allah.
Sekalipun datangnya kematian bisa melalui bermacam-macam cara, dan dari sudut
pandang manusia seolah-olah datang dari setan, secara kebetulan, karena
kejahatan orang lain, bunuh diri, dan sebagainya, tetapi sebetulnya semuanya
telah ditentukan oleh Allah, dan lalu diatur olehNya supaya terjadi sesuai
dengan kehendak / rencanaNya!
Perhatikan
sekali lagi kedua kutipan di bawah ini yang tadi di atas sudah saya kutip.
John Owen (tentang
Ibr 9:27): “The death of all is equally
determined and certain in God’s constitution. It hath various ways of approach
unto all individuals, - hence is it generally looked on as an accident befalling
this or that man, - but the law concerning it is general and equal” (= Kematian
dari semua secara sama ditentukan dan pasti dalam undang-undang Allah. Kematian
mempunyai bermacam-macam jalan / cara pendekatan kepada semua individu, - karena
itu hal itu pada umumnya dipandang / dianggap sebagai suatu kecelakaan /
kebetulan yang menimpa orang ini atau orang itu, - tetapi hukum berkenaan
dengannya adalah umum dan sama).
Matthew
Henry (tentang Ayub 14:5): “It is certain that God’s providence has the ordering of the
period of our lives; our times are in his hand. The powers of nature depend upon
him, and act under him. In him we live and move. Diseases are his servants; he
kills and makes alive. Nothing comes to pass by chance, no, not the execution
done by a bow drawn at a venture. It is therefore certain that God’s
prescience has determined it before; for ‘known unto God are all his
works.’ Whatever he does he determined, yet with a regard partly to the
settled course of nature (the end and the means are determined together) and to
the settled rules of moral government, punishing evil and rewarding good in this
life. We are no more governed by the Stoic’s blind fate than by the
Epicurean’s blind fortune”
[= Adalah pasti bahwa Providensia Allah
mempunyai pengaturan dari masa hidup kita; waktu kita ada dalam tanganNya. Kuasa-kuasa dari alam
tergantung kepada Dia, dan bertindak di bawah Dia. Dalam Dia kita hidup dan
bergerak (Kis 17:28).
Penyakit-penyakit adalah pelayan-pelayanNya; ‘Ia mematikan dan menghidupkan’
(Ul 32:39 1Sam 2:6). Tak ada apapun terjadi secara kebetulan, tidak, bahkan tidak eksekusi
yang dilakukan oleh suatu busur yang ditarik secara sembarangan (1Raja
22:34). Karena itu adalah pasti bahwa
pra pengetahuan Allah telah menentukannya sebelumnya; karena ‘diketahui
oleh Allah semua pekerjaanNya’ (Kis 15:18). Apapun yang Ia lakukan Ia tentukan lebih dulu, tetapi sambil memberi
sebagian perhatian pada jalan alam yang ditentukan (tujuan / akhir dan cara /
jalannya ditentukan bersama-sama) dan pada peraturan-peraturan yang ditetapkan
dari pemerintahan moral, penghukuman kejahatan dan pemberian pahala bagi
kebaikan dalam hidup ini. Kita tidak diperintah oleh takdir buta dari golongan
Stoa maupun oleh keberuntungan buta dari golongan Epikuros].
Catatan:
Kis 15:18 diterjemahkan secara berbeda-beda. Yang digunakan oleh Matthew
Henry adalah terjemahan KJV.
V) Kewajiban manusia berkenaan dengan
kematian.
1)
Jangan takuti / kuatir tentang kematian, baik itu berkenaan dengan
kematian saudara sendiri atau kematian dari orang yang saudara cintai.
Kematian
memang harus dihindari selama hal itu memungkinkan, tetapi itu harus dilakukan
tanpa kekuatiran. Ingat bahwa kekuatiran tak akan menambah sehasta saja pada
jalan hidup kita (Mat 6:27)! Jadi, lakukan yang terbaik untuk tetap hidup,
seperti menjauhi bahaya, menjaga / meningkatkan kesehatan, mengobati penyakit
yang ada, dsb, tetapi lakukan itu tanpa takut ataupun kuatir.
2)
Menyiapkan diri menghadapi kematian.
a)
Bagi orang-orang yang belum percaya, persiapan yang pertama dan terutama
adalah dengan percaya kepada Kristus. Tanpa ini, semua persiapan lain tak ada
gunanya sama sekali, karena kalau seseorang mati tanpa Kristus, ia pasti masuk
neraka.
b)
Bagi orang-orang yang sudah percaya, kita harus mempersiapkan diri dengan
melakukan apapun yang terbaik sesuai dengan Firman Tuhan.
1.
Jangan utamakan uang / harta, karena itu tak berguna pada waktu kita
mati.
Amsal
11:4 - “Pada hari kemurkaan harta tidak
berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut”.
Pkh
2:8,11 - “(8) Aku mengumpulkan
bagiku juga perak dan emas, harta benda raja-raja dan daerah-daerah. Aku
mencari bagiku biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan
anak-anak manusia, yakni banyak gundik. ... (11) Ketika aku meneliti segala
pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan
untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan
usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari”.
Mat 6:19-24
- “(19) ‘Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi
ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. (20) Tetapi
kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak
merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. (21) Karena di mana
hartamu berada, di situ juga hatimu berada. (22) Mata adalah pelita tubuh. Jika
matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; (23) jika matamu jahat, gelaplah seluruh
tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.
(24) Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia
akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada
yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada
Allah dan kepada Mamon.’”.
Luk 12:15-21
- “(15) KataNya lagi kepada mereka: ‘Berjaga-jagalah dan waspadalah
terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya,
hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.’ (16) Kemudian Ia
mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kataNya: ‘Ada seorang kaya,
tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. (17) Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang
harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan
hasil tanahku. (18) Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan
merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan
menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. (19) Sesudah itu aku
akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk
bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan
bersenang-senanglah! (20) Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang
bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah
kausediakan, untuk siapakah itu nanti? (21) Demikianlah jadinya dengan orang
yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan
Allah.’”.
What
money cannot buy (= Apa yang
uang tidak bisa beli).
“Money
will buy a bed but not sleep; books but not brains; food but not appetite;
finery but not beauty; a house but not a home; medicine but not health; luxuries
but not culture; amusements but not happiness; religion but not salvation; a
passport to everywhere but heaven”
(= Uang bisa membeli ranjang tetapi tidak bisa membeli
tidur; buku-buku tetapi tidak otak; makanan tetapi tidak nafsu makan; pakaian
bagus / perhiasan tetapi tidak kecantikan; rumah tetapi tidak suasana rumah yang
menyenangkan; obat tetapi tidak kesehatan; barang-barang lux / kemewahan tetapi
tidak kebudayaan; hiburan tetapi tidak kebahagiaan; agama tetapi tidak
keselamatan; sebuah paspor kemana saja kecuali ke surga).
Pulpit
Commentary (tentang 2Raja 1:1-18): “Men
who sacrifice everything for money soon find that they have lost things which
money cannot buy” (= Orang-orang yang
mengorbankan segala sesuatu untuk uang akan segera mendapati bahwa mereka telah
kehilangan hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang)
- hal 9.
George
Horace Lorimer: “It’s
good to have money and the things that money can buy, but it’s good, too, to
check up once in a while and make sure that you haven’t lost the things that
money can’t buy” (= Adalah baik untuk mempunyai
uang dan hal-hal yang bisa dibeli dengan uang, tetapi juga baik untuk
kadang-kadang mengecheck dan memastikan bahwa engkau tidak kehilangan hal-hal
yang tidak bisa dibeli dengan uang) -
‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 463.
Benjamin
Franklin: “Money never made a man happy yet, nor will it. There is nothing in
its nature to produce happiness. The more a man has, the more he wants. Instead
of its filling a vacuum, it makes one. If it satisfies one want, it doubles and
trebles that want another way. That was a true proverb of a wise man, rely upon
it: ‘Better is little with the fear of the Lord, than great treasure, and
trouble therewith’” (= Uang tidak pernah dan
tidak akan membuat orang berbahagia. Dalam uang tidak ada apapun yang
menghasilkan kebahagiaan. Makin banyak yang dimiliki seseorang, makin banyak
yang ia inginkan. Bukannya mengisi kekosongan tetapi sebaliknya uang membuat
suatu kekosongan. Jika uang memuaskan suatu kebutuhan, maka uang lalu
melipatgandakan kebutuhan itu dengan cara lain. Ini adalah amsal yang benar dari
orang yang bijaksana: ‘Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan
TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan’) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 462-463.
Catatan:
bagian terakhir itu dikutip dari Amsal 15:16.
2.
Utamakan hal-hal rohani / kekal, seperti:
a.
Belajar Firman Tuhan.
b.
Berdoa.
c.
Menguduskan diri.
d.
Melayani sesuai kehendak Tuhan, memberitakan Injil, dan sebagainya.
Juga
lakukanlah tugas pelayanan saudara, pemberitaan Injil dsb, tanpa takut kepada
orang-orang yang hanya bisa membunuh tubuh, karena nyawa saudara tidaklah
terletak di tangan manusia manapun, tetapi di tangan Tuhan (bdk. Mat 10:27-31)!
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali