Eksposisi Kitab Kejadian

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


KEJADIAN 34:1-31

I) Sikhem dan Hemor.

1)   Sikhem memperkosa Dina (ay 2).

a)   Ini bermula dari kesalahan Dina.

Kalau ini dikatakan sebagai ‘kesalahan’, maka maksudnya bukan suatu kesalahan secara moral, tetapi suatu kecerobohan atau ketidakhati-hatian. Dina berjalan-jalan / pergi sendirian, bahkan pergi sendirian ke tengah-tengah orang kafir / mengunjungi perempuan-perempuan kafir (ay 1). Dari Kej 12:15  20:2  26:7 dimana Sara / Ribka ‘disambar’ dan mau diperistri oleh Firaun / Abimelekh, sebetulnya sudah terli­hat bahwa pada jaman itu merupakan suatu hal yang berbahaya bagi seorang perempuan untuk berjalan-jalan sendirian. Dina seharusnya tahu akan hal itu, tetapi ia tetap melakukannya.

Calvin menambah kesalahan Dina ini dengan membandingkan dengan Tit 2:4-5, yang berbunyi: “mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang”.

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang perempuan seharusnya ada di rumah untuk mengurus rumah tangga / keluarga, dan bukannya keluyuran di jalanan!

Penerapan:

·        Jangan berpikir bahwa Tuhan tidak mungkin membiarkan anakNya diperkosa! Nyatanya di sini Tuhan membiarkan Dina diperkosa! Tidak ada dasar Kitab Suci apapun yang bisa dipertanggung-jawabkan yang menjamin bahwa seorang anak Tuhan tidak mungkin bisa diperkosa. Menyatakan hal seperti itu bisa memberi penderitaan tambahan bagi seorang gadis kristen yang diperkosa. Sudah diperkosa masih dianggap tidak kristen!

Dalam jaman perang dunia II, ada banyak gadis kristen diperkosa oleh Nazi Jerman, seperti terlihat dari film ‘Hiding Place’, yang merupakan suatu film berdasarkan fakta. Karena itu gadis-gadis kristen wajib berhati-hati, supaya tidak menjadi korban perkosaan! Hati-hati dalam hal apa saja?

*        tempat kemana saudara pergi (tempat sunyi / gelap, daerah rawan, kamar tidur, bahkan rumah orang yang tidak terlalu dikenal).

*        saat saudara pergi (malam hari, jamnya bubaran sepakbola).

*        pakaian yang saudara pakai untuk pergi (pakaian yang merang­sang).

*        makanan dan minuman yang disuguhkan kepada saudara oleh orang yang tidak terlalu dikenal (mengandung obat bius dsb).

*        cara duduk.

Biarpun saudara sebetulnya tidak memakai pakaian yang merangsang, tetapi kalau saudara duduk secara sembarangan, itu bisa mengundang kekurang-ajaran atau bahkan keinginan memperkosa.

*        sikap (sikap lembeng / genit, bicara dengan jarak terlalu dekat dengan seorang laki-laki dsb).

*        orang dengan siapa saudara pergi, baik laki-laki maupun perempuan. Kalau saudara pergi dengan orang yang tidak bermoral, orang akan beranggapan saudara juga tidak bermoral, dan itu lebih memungkinkan dia kurang ajar, memperkosa dsb.

Catatan:

¨      bagaimanapun salahnya seorang gadis (pergi malam-malam, pergi sendirian ke tempat sunyi / daerah rawan, mengenakan pakaian yang merangsang, dsb), tetapi kalau terjadi perkosaan, jangan pernah menyalahkan / memarahi gadis itu (bdk. ay 26 - Dina diambil kembali tetapi tidak dimarahi / dihukum). Seorang gadis yang diperkosa sudah cukup menderita, dan jangan sekali-kali menambah penderitaan itu dengan memarahi / menghukumnya.

¨      pembahasan kesalahan Dina sama sekali tidak bertujuan untuk mengurangi kesalahan dari Sikhem! Seorang mengatakan: tidak ada gadis dalam sikon apapun yang layak (deserve) untuk diperkosa!

·        Kehamilan karena perkosaan.

Karena sekarang ini banyak dibicarakan tentang kehamilan karena perkosaan yang terjadi pada tanggal 14 Mei 1998, dan boleh tidaknya melakukan pengguguran kandungan dalam kasus seperti itu, maka saya akan membahasnya di sini. Saya heran mendengar adanya hamba-hamba Tuhan yang ‘top’ yang mengijinkan pengguguran kandungan dalam kasus seperti itu! Saya berpendapat bahwa dalam kasus seperti itupun tetap dilarang melakukan abortus / pengguguran kandungan!

John Stott: “Or perhaps her pregnancy is due to adultery or incest or rape, and these tragedies are great enough in themselves without adding to them an unplanned, unwanted child. ... All these cases, and many more, cause great personal suffering, and arouse our sincere Christian compassion. It is easy to understand why some women in such situations opt for the abortion which seems to them the only escape, ... But Christians who confess Jesus as Lord, and who desire to live under the authority of his truth, justice, and compassion, can never be pure pragmatists. We have to ask ourselves what principles are involved. Our compassion needs both theological and moral guidelines. If it is expressed at the expense of truth or justice, it ceases to be genuine compassion” (= Atau mungkin kehamilannya disebabkan oleh perzinahan atau incest / perzinahan dalam keluarga atau pemerkosaan, dan tragedi ini sudah cukup besar tanpa ditambahi dengan anak yang tak direncanakan dan tak dikehendaki. ... Semua kasus ini, dan banyak lagi kasus lain, menyebabkan penderitaan pribadi yang hebat, dan membangkitkan belas kasihan Kristen kami. Mudah untuk dimengerti mengapa beberapa perempuan dalam situasi seperti itu memilih untuk melakukan abortus / pengguguran, yang bagi mereka merupakan satu-satunya jalan keluar, ... Tetapi orang Kristen yang mengakui Yesus sebagai Tuhan, dan yang ingin hidup di bawah otoritas kebenaran, keadilan dan belas kasihanNya, tidak pernah bisa menjadi pragmatis yang murni. Kita harus bertanya kepada diri kita sendiri prinsip-prinsip apa yang terlibat. Belas kasihan kita membutuhkan pedoman theologia maupun pedoman moral. Jika belas kasihan itu dinyatakan dengan mengorbankan kebenaran atau keadilan, maka itu bukan belas kasihan yang benar) - ‘Involvement vol II’, hal 192-193.

Catatan: ‘pragmatis’ adalah orang yang hanya mementingkan hasil akhir / tujuan. Asal tujuannya baik, ia menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan itu.

Bahwa saya mengatakan bahwa dalam kasus kehamilan karena perkosaanpun pengguguran tetap dilarang, tidak berarti bahwa saya tidak berbelas kasihan kepada gadis yang diperkosa dan lebih-lebih yang mengandung karena perkosaan itu! Tetapi bagaimanapun kita tidak boleh hanya memikirkan si gadis, kita juga harus memikirkan bayi dalam kandungannya itu! Bayi itu juga adalah manusia dan melakukan pengguguran terhadap bayi itu sama dengan melakukan pembunuhan! Si pemerkosa / ayah bayi itu memang orang bejat yang layak dihukum mati, tetapi bayi itu tidak salah, dan karenanya tidak boleh digugurkan.

John Stott: “we have to learn to think of mother and unborn child as two human beings at different stages of development. Doctors and nurses have to consider that they have two patients, not one, and must seek the well-being of both” (= kita harus belajar berpikir tentang ibu dan anak yang belum dilahirkan itu sebagai dua manusia / orang pada tingkat perkembangan yang berbeda. Dokter dan suster / perawat harus menganggap / mempertimbangkan bahwa mereka mempunyai dua pasien, bukan satu, dan harus mencari kesejahteraan / kesehatan dari keduanya) - ‘Involvement vol II’, hal 206.

Saya berpendapat bahwa si gadis itu harus tetap melahirkan anak itu, dan lalu ia bisa memelihara sendiri anak itu, atau kalau ia tidak mau memeliharanya, ia bisa memberikannya kepada panti asuhan / orang yang mau mengadopsinya. Ia memang akan tersiksa / menderita selama sedikitnya 9 bulan, tetapi kalau ia melakukannya dengan bersandar kepada Tuhan, Tuhan pasti akan memberinya kekuatan.

b)   Sikhem melihat Dina (ay 2a).

Betapa banyak dosa yang terjadi gara-gara mata! Bandingkan dengan Kej 3:6  2Sam 11:2.

Karena itu kita harus hati-hati dalam menggunakan mata, baik dalam memandang seorang gadis / wanita yang bukan istri kita, maupun dalam memandang hal-hal duniawi yang lain seperti uang, barang-barang lux, rumah, mobil, dsb. Itu bisa membawa saudara ke dalam perzinahan, kecintaan pada uang / dunia, dsb.

c)   Sikhem melarikan dan lalu memperkosa Dina (ay 2b).

2)   Sikhem jatuh cinta kepada Dina dan melamar Dina (ay 3b-4,6-12).

a)   Berbeda dengan Amnon, yang setelah memperkosa saudara tirinya, lalu membencinya (2Sam 13:1-17), Sikhem sebaliknya justru lalu jatuh cinta kepada Dina. Ia lalu berusaha menenangkan / menghibur Dina, dan meminta ayahnya untuk melamar Dina (ay 3-4).

Sekalipun ini lebih baik dari apa yang dilakukan oleh Amnon, tetapi ini tentu tetap tidak bisa membenarkan perkosaan yang ia lakukan!

b)   Kesalahan Hemor (ayah Sikhem) adalah: ia tidak memarahi / meng­hukum anaknya, tetapi menuruti saja kemauan anaknya dengan melamarkan Dina untuknya (ay 6-12).

Ada banyak anak yang menjadi rusak, gara-gara orang tua yang tidak berani memarahi / menghukum mereka, pada waktu mereka bersalah. Jangan menjadi orang tua seperti itu! Tirulah Bapa yang di sorga yang tidak segan-segan menghajar kita sebagai anak-anakNya pada waktu memang dibutuhkan (Ibr 12:5-11). Bandingkan dengan Amsal 13:24 yang berbunyi: “Siapa tidak mengguna­kan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anak­nya, menghajar dia pada waktunya”.

Bandingkan juga dengan Amsal 19:18  23:13-14  29:15.

c)   Kesalahan lain dari Hemor dan Sikhem adalah bahwa mereka tidak mengaku salah  ataupun meminta maaf kepada Dina dan keluarganya (ay 6-12).

Penerapan:

Setiap saudara sadar bahwa saudara bersalah kepada seseorang (termasuk kepada anak saudara, pegawai / pembantu saudara, dsb), maulah mengaku salah / meminta maaf.

Catatan: Ay 7: ‘di antara orang Israel’ [NIV: in Israel (= di Israel)].

Ini aneh, karena sekalipun nama Israel sudah diberikan kepada Yakub dalam Kej 32:28, tetapi nama Israel itu belum digunakan, baik bagi tempat itu maupun bagi keturunan Yakub, sampai lama sesudah peris­tiwa ini. Karena itu, ada yang menterjemahkan ‘against Israel’ (= terhadap Israel), dimana kata ‘Israel’ menunjuk kepada Yakub.

II) Sikap Yakub dan anak-anaknya.

1)   Pada waktu Yakub mendengar tentang peristiwa itu, anak-anaknya tidak di rumah sehingga Yakub mendiamkan saja persoalan itu sampai mereka pulang (ay 5).

Sudah pasti iapun sedih dan marah, tetapi ia bisa menguasai diri. Ini sesuatu yang harus dipuji dari diri Yakub.

Kalau kita bertindak pada saat marah, maka biasanya kita melaku­kan hal-hal yang bodoh. Adalah bijaksana kalau kita bisa menunda tindakan itu, dan baru bertindak setelah kemarahan itu reda.

Bandingkan dengan Amsal 12:16  14:29  17:27  20:3  25:28.

2)   Pada waktu anak-anak Yakub pulang, dan mendengar peristiwa itu, mereka menjadi sangat marah (ay 7).

Sampai di sini mereka sebetulnya tidak salah! Marah menghadapi hal seperti itu adalah wajar dan bahkan harus ada dalam diri orang percaya!

3)   Perwujudan kemarahan anak-anak Yakub, khususnya Simeon dan Lewi (ay 13-29):

a)   Mereka menjawab Sikhem dan Hemor dengan tipu muslihat (ay 13-17).

·        bahwa Sikhem dan Hemor adalah orang brengsek, tidak berarti bahwa anak-anak Yakub berhak / boleh melakukan tipu daya seperti ini.

Penerapan:

Pada waktu saudara menghadapi orang yang tidak layak mendapatkan kejujuran saudara, sadarilah bahwa Tuhan tetap layak mendapat kejujuran saudara itu! Jadi, tetaplah jujur, bukan demi orang itu tetapi demi Tuhan!

·        mereka berkata bahwa mereka tidak boleh kawin dengan orang yang tidak bersunat. Sebetulnya kata-kata ini benar kalau mereka tidak mengucapkannya sebagai tipu muslihat. Tetapi jelas bahwa di sini mereka mengucapkannya sebagai tipu muslihat, dan ini jelas salah, karena mereka menggunakan nama Tuhan / agama / sakramen sebagai tipu daya untuk membunuh orang.

Penerapan:

*        janganlah saudara menggunakan nama Tuhan, Firman Tuhan, agama, gereja, dsb sebagai tipu daya!

*        hati-hatilah supaya saudara tidak tertipu oleh orang yang menipu dengan menggunakan nama Tuhan, Firman Tuhan, gereja, agama dsb. Tidak semua orang yang ‘mulutnya rohani’ mempunyai ‘hati yang rohani’!

·        mereka berkata bahwa kalau Hemor, Sikhem dan semua rakyat mereka disunat, maka bolehlah Sikhem mengawini Dina. Ini salah, bukan hanya karena ini adalah tipu daya, tetapi juga karena kata-kata itu sendiri adalah salah! Mengapa? Karena sekedar disunat tidak menjadikan mereka umat Allah, sehingga tetap tidak menyebabkan mereka boleh mengawini umat Tuhan.

Ingat bahwa yang penting bukanlah sunat secara lahiriah, tetapi pertobatan mereka!

Penerapan:

Ada banyak orang kristen yang mempunyai pandangan demikian: ‘asal pacar saya mau dibaptis dan pergi ke gereja, saya boleh menikah dengan dia! Bertobat sungguh-sunguh atau tidak, tidak jadi soal!’

Ingat bahwa sekalipun pernikahan antar orang kristenpun tidak dijamin bahagia, tetapi pernikahan campuran dijamin tidak bahagia! Karena itu janganlah pacaran / menikah dengan orang yang tidak sungguh-sungguh percaya kepada Kristus (bdk. 2Kor 6:14).

·        ternyata Hemor dan Sikhem termakan oleh tipu muslihat itu, dan menyetujui usul itu, demikian juga semua rakyatnya (ay 18-24).

*        kebodohan Hemor dan Sikhem adalah: mau ‘pindah agama’ demi pernikahan. Ini adalah orang yang jelas tidak menghargai agama / kerohanian.

Penerapan:

Kalau ada orang yang demi menikahi saudara mau pindah agama, sadarilah bahwa ia adalah orang yang justru tidak menghargai agama / kerohanian. Pindah agama hanya sah / benar kalau orang itu pindah agama karena yakin bahwa agama yang baru lebih benar dari agama yang lama.

*        kata-kata Hemor dan Sikhem kepada rakyat (ay 20-23) adalah half truth (= setengah kebenaran) yang dicampur dengan dusta, karena mereka tidak menceritakan bahwa tujuan utama penyunatan itu sebetulnya adalah supaya Sikhem bisa mengawini Dina. Sebaliknya mereka berkata bahwa itu memberi keuntungan kepada rakyat (ay 21b,23a).

Penerapan:

Penggede sering memberi usul seakan-akan demi kepen­tingan orang banyak, tetapi menyembunyikan kepentingan diri sendiri yang sebetulnya merupakan tujuan utama. Kalau sauda­ra menjadi penggede, baik dalam pemerintahan, perusahaan, ataupun gereja, jangan bersikap seperti itu.

*        rakyat menyetujui usul tersebut karena:

Þ    yang mengusulkan orang gede (bdk. ay 2,19b).

Penerapan:

Jangan hanya ‘mbebek’ terhadap orang gede, khususnya di dalam gereja.

Þ    usul itu menguntungkan (ay 21b,23a).

Penerapan:

Banyak orang mau pindah agama demi keuntungan duniawi / kekayaan. Tidak heran Theologia Kemakmuran laris!

b)   Simeon dan Lewi membunuh mereka semua (ay 25-26a).

·        hari yang ketiga.

*        ini adalah saat dimana mereka paling merasa sakit dan betul-betul tidak berdaya karena penyunatan itu (ingat bahwa pada jaman itu tidak ada antibiotik, obat untuk mematikan rasa sakit, dsb).

*        Juga bandingkan ‘hari ke 3’ ini dengan Ef 4:26 yang menyuruh kita memadamkan amarah sebelum matahari terbenam (artinya jangan menyimpan dendam / kemarahan). Mereka ternyata tetap menyimpan dendam / kemarahan mereka, bahkan melampiaskannya pada hari ke 3.

·        Simeon dan Lewi disebut ‘kakak-kakak Dina’ (ay 25) karena sama seperti Dina mereka juga adalah anak-anak Lea, dan karenanya merupakan ‘saudara penuh’ dengan Dina (demikian juga Ruben, Yehuda, Isakhar dan Zebulon). Yang lain hanya setengah saudara dengan Dina.

·        kebanyakan penafsir beranggapan bahwa Simeon dan Lewi tidak hanya berdua saja membunuhi seluruh kota. Mereka pasti diban­tu oleh hamba-hamba mereka, dan / atau dibantu oleh anak-anak Yakub yang lain. Tetapi hanya nama mereka yang disebut, karena mereka pemimpinnya / penggeraknya.

·        kesalahan mereka bukan hanya karena mereka membalas dendam atau menjadi hakim terhadap Sikhem dan Hemor (bdk. Ro 12:14, 17,19-21), tetapi juga karena mereka membunuhi seluruh kota yang tak bersalah.

c)   Mereka mengambil Dina kembali (ay 26b).

Dari sini terlihat bahwa tadinya Dina ditahan oleh Sikhem.

d)   Anak-anak Yakub menjarah seluruh kota (ay 27-29).

Mereka marah, lalu membunuh Sikhem dan Hemor; itu masuk akal (Catatan: saya tidak berkata bahwa tindakan mereka itu benar / dapat dibenarkan; saya hanya mengatakan bahwa itu merupakan sesuatu yang masuk akal). Mereka membunuh seluruh rakyat yang laki-laki; itu juga masih masuk akal, karena kalau tidak maka rakyat itu akan membalas dendam atas kematian raja mereka. Mereka mengambil Dina kembali; itu tentu juga masuk akal.

Tetapi mereka merampok / menjarah seluruh kota, apa alasannya?

Di sini terlihat bahwa:

·        kemarahan sering membuat orang bertindak tidak rasionil.

·        dosa yang satu menarik pada dosa yang lain (marah ® benci / dendam ® berdusta / melakukan tipu daya ® membunuh ® merampok).

Penerapan:

Kalau setan membujuk saudara untuk melakukan suatu dosa ‘satu kali saja’, jangan menurut, karena dosa yang satu selalu menarik kepada dosa yang lain.

e)   Bandingkan perwujudan kemarahan mereka ini dengan Maz 37:1-11. Juga bandingkan dengan sikap Daud yang tidak mau membunuh Saul, tapi menyerahkannya kepada Tuhan (1Sam 24:1-16  26:7-12).

III) Sikap Yakub terhadap Simeon dan Lewi (ay 30).

Ada orang yang menyalahkan sikap Yakub ini karena ia memarahi anak-anaknya bukan karena menganggap bahwa tindakan itu menyakiti Tuhan / melanggar Firman Tuhan, tetapi karena tindakan itu memba­hayakan Yakub sekeluarga.

Tetapi kalau dilihat dalam Kej 49:5-7, maka terlihat bahwa Yakub mempunyai sikap yang keras terhadap kemarahan dan pembunuhan yang dilakukan oleh Simeon dan Lewi ini.

Kesimpulan:

Sekalipun anak-anak Yakub, khususnya Simeon dan Lewi, mempunyai alasan yang benar untuk marah, tetapi karena perwujudan kemarahan itu terlalu berlebihan, maka mereka dikecam. Seperti yang dikatakan oleh Pulpit Commentary: “A just cause for anger does not excuse its excess” (= penyebab yang benar dari suatu kemarahan, tidak memaafkan kemarahan yang berlebihan).

Karena itu hati-hatilah dengan perwujudan yang berlebihan dari kemarahan saudara, seperti:

·        memukul / berkelahi.

·        merusak barang-barang di rumah, membanting pintu.

·        mencaci maki / mengeluarkan kata-kata kotor.

·        mogok dalam pelayanan, sekolah, kerja, dsb.

·        menyebarkan fitnah tentang orang kepada siapa saudara sedang marah.

·        memikir-mikirkan bagaimana bisa membalas dendam.

·        dsb.

-AMIN-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali