Eksposisi
Kitab Imamat
oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
1)
Dari ay 3 kita bisa melihat bahwa yang dibicarakan di sini adalah apa
yang disebut sebagai korban bakaran (burnt offering).
Pulpit Commentary: “The
burnt offering, in which the whole of the victim was consumed in the fire on
God’s altar, signifies entire self-surrender on the part of the offerer”
(= Korban bakaran, dalam mana seluruh korban dibakar habis dalam api
pada mezbah Allah, menandakan penyerahan diri sendiri sepenuhnya dari si pemberi
korban)
- hal 1.
2)
Melihat detail-detail yang begitu banyak yang ditentukan oleh Tuhan dalam
ibadah, maka perhatikan kata-kata dari penafsir di bawah ini.
Pulpit Commentary: “The
light of reason, the voice of conscience, the prompting of emotion, - these can
inform us only to a slight extent of the worship and service likely to be
acceptable to God. Hence the surpassing worth of the full,
clear-toned, authoritative utterances of Scripture. ... Inspiration
removes our suspicions, reassures us with the words, ‘The eyes of the Lord are
over the righteous, and his ears are open unto their prayers.’”
(= Terang dari akal, suara dari hati nurani, dorongan dari perasaan, - ini bisa
memberi informasi kepada kita hanya sampai pada tingkat yang kecil tentang
penyembahan / ibadah dan kebaktian yang mungkin berkenan kepada Allah. Karena
itu, maka kata-kata Kitab Suci yang penuh, jelas nadanya, berotoritas, mempunyai
nilai yang melebihi yang lain. ... Pengilhaman membuang kecurigaan kita,
menenangkan kita dengan kata-kata, ‘mata Tuhan tertuju kepada orang-orang
benar, dan telingaNya kepada permohonan mereka yang minta tolong’) - hal 8.
Catatan: kutipan ayat dari 1Pet 3:12 atau dari Maz 34:16.
Memang,
dari diri kita sendiri, hanya sedikit informasi, yang bisa kita dapatkan tentang
penyembahan / ibadah.
Misalnya: bahwa Allah tak berkenan pada penyembahan berhala, seperti dikatakan
dalam Yes 44:14-20 yang berbunyi sebagai berikut: “Mungkin ia menebang pohon-pohon aras
atau ia memilih pohon saru atau pohon tarbantin, lalu membiarkannya tumbuh
menjadi besar di antara pohon-pohon di hutan, atau ia menanam pohon salam, lalu
hujan membuatnya besar. Dan kayunya menjadi kayu api
bagi manusia, yang memakainya untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya
untuk membakar roti. Tetapi juga ia membuatnya
menjadi allah lalu menyembah kepadanya; ia mengerjakannya menjadi patung lalu
sujud kepadanya. Setengahnya dibakarnya dalam api dan
di atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan
daging yang dipanggangnya itu sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata:
‘Ha, aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan kepanasan api.’ Dan sisa
kayu itu dikerjakannya menjadi allah, menjadi patung
sembahannya; ia sujud kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya,
katanya: ‘Tolonglah aku, sebab engkaulah allahku!’ Orang
seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, sebab matanya
melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat, dan hatinya tertutup juga,
sehingga tidak dapat memahami. Tidak ada yang mempertimbangkannya, tidak
ada cukup pengetahuan atau pengertian untuk mengatakan: ‘Setengahnya sudah
kubakar dalam api dan di atas baranya juga sudah kubakar roti, sudah kupanggang
daging, lalu kumakan. Masakan sisanya akan kubuat
menjadi dewa kekejian? Masakan aku akan menyembah kepada
kayu kering?’ Orang yang sibuk dengan abu belaka, disesatkan oleh
hatinya yang tertipu; ia tidak dapat menyelamatkan jiwanya atau mengatakan:
‘Bukankah dusta yang menjadi peganganku?’”.
Text
ini jelas menggunakan akal sehat untuk mendapatkan suatu prinsip dalam
penyembahan / ibadah, yang menunjukkan bahwa Allah tak berkenan dengan
penyembahan berhala.
Tetapi bahwa dalam Perjanjian Lama dibutuhkan korban / darah dan
imam, dan dalam Perjanjian Baru dibutuhkan Kristus sebagai Pengantara, itu tidak
mungkin bisa kita dapatkan dari diri kita sendiri. Kita harus mendapatkannya
dari penyataan / wahyu khusus, yaitu Firman Tuhan / Kitab Suci, dan disinilah
pentingnya Kitab Suci / Firman Tuhan, karena hanya dari Kitab Suci / Firman
Tuhanlah kita bisa mendapatkan prinsip-prinsip yang membuat Allah berkenan
dengan penyembahan / ibadah kita.
Ini juga menunjukkan bahwa kita tak boleh sembarangan memasukkan
hal-hal yang kita dapatkan dari pikiran / hati kita, atau dari praktek-praktek
orang-orang lain, dan bukan dari Kitab Suci / Firman Tuhan ke dalam ibadah,
seperti:
3)
Dari detail-detail yang begitu banyak itu, ada yang sudah tidak bisa
dimengerti, atau tidak bisa dipastikan apa artinya.
Calvin: “In
these seven chapters Moses will treat generally of the sacrifices. But since we
read of many things here, the use of which has passed away, and others, the
grounds of which I do not understand, I intend to content myself with a brief
summary, from whence, however, the reader may fully perceive that whatever has
been left to us relative to the legal sacrifices is even now profitable,
provided we are not too curious” (= Dalam 7 pasal ini Musa membicarakan secara umum
tentang korban-korban. Tetapi karena kita membaca begitu banyak hal di sini,
yang sudah tidak digunakan lagi, dan yang lain-lain, yang tidak saya mengerti
dasarnya, saya bermaksud untuk memuaskan diri saya dengan suatu ringkasan
pendek, dari mana pembaca bisa mengerti sepenuhnya bahwa apapun yang
ditinggalkan bagi kita berhubungan dengan korban-korban yang didasarkan pada
hukum Taurat tetap berguna bahkan sampai sekarang, asal kita tidak terlalu ingin
tahu) -
hal 323.
Catatan: memang Calvin memberikan penafsiran hanya secara gars besar,
tetapi banyak penafsir-penafsir lain yang memberikan arti secara lebih mendetail,
tetapi kadang-kadang tak bisa dipastikan apakah penafsiran itu benar atau tidak.
Ay 1: “TUHAN
memanggil Musa dan berfirman kepadanya dari dalam Kemah Pertemuan”.
1)
‘Kemah Pertemuan’.
KJV: ‘the tabernacle of the congregation’ (= kemah suci
dari jemaat).
RSV/NASB: ‘the tent of meeting’ (= kemah pertemuan).
NIV: ‘the Tent of Meeting’ (= Kemah Pertemuan).
Wycliffe Bible Commentary: “‘tent
of meeting,’ i. e., where God meets his people”
(= ‘kemah pertemuan’, yaitu, dimana Allah bertemu umatNya).
Penerapan:
· kalau
saudara pergi ke gereja, apakah saudara pergi untuk bertemu dengan Allah?
· kalau
saudara berbakti di gereja, apakah saudara menyadari kalau Allah hadir di
dalamnya?
Kalau saudara bisa menjawab kedua pertanyaan ini dengan ‘ya’,
maka pasti akan ada rasa hormat dalam diri saudara
dalam sepanjang kebaktian.
2)
Tuhan berbicara dari Kemah Suci.
Dalam kitab Keluaran kita melihat bahwa Kemah Suci sudah didirikan,
dan di sini di awal dari kitab selanjutnya, yaitu kitab Imamat, kita melihat
bahwa Allah memanggil Musa dan berfirman kepadanya dari dalam Kemah tersebut.
Bukan berarti bahwa Allah tak lagi bisa berfirman di luar Kemah itu, tetapi
setelah ada Kemah itu, pada umumnya Ia memilih untuk
berbicara dari Kemah tersebut.
Ini sama seperti sebelum adanya Kitab
Suci, Allah berbicara dengan bermacam-macam cara yang aneh-aneh, seperti melalui
mimpi, penglihatan, malaikat, nubuat, dsb. Tetapi setelah Kitab Suci selesai,
sekalipun Allah masih bisa dan kadang-kadang masih berbicara dengan cara-cara
yang aneh-aneh, tetapi pada umumnya Ia
berbicara kepada kita melalui Kitab Suci / Firman Tuhan.
3)
Perbedaan cara
Tuhan memberikan hukum moral dan hukum yang berhubungan dengan korban.
Matthew Henry: “God
spoke to him out of the tabernacle. ... God talked with Moses from the
mercy-seat, ... The moral law was given with terror from a burning mountain
in thunder and lightning; but the remedial law of sacrifice was given more
gently from a mercy-seat, because that was typical of the grace of the
gospel, which is the ministration of life and peace”
(= Allah berbicara kepadanya dari dalam Kemah Suci. ... Allah berbicara kepada
Musa dari tutup pendamaian, ... Hukum moral diberikan dengan kengerian
dari suatu gunung yang terbakar dalam guruh dan petir; tetapi hukum korban yang
memperbaiki diberikan dengan lebih lembut dari tutup pendamaian, karena
itu merupakan pertanda yang khas dari kasih karunia injil, yang adalah pelayanan
dari kehidupan dan damai).
Catatan: kalau dalam KJV digunakan istilah ‘mercy-seat’,
misalnya dalam Kel 25:17, maka Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘tutup pendamaian’. Terjemahan hurufiah
dari ‘mercy-seat’
adalah ‘tempat belas
kasihan’.
Ay 2a: “‘Berbicaralah
kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila seseorang di antaramu
hendak mempersembahkan persembahan kepada TUHAN”.
1)
Ay 2a: “‘Berbicaralah
kepada orang Israel dan katakan kepada mereka:”.
a) Musa menjadi utusan Allah untuk menyampaikan firman Allah
kepada bangsa Israel.
Pulpit Commentary: “here
we may remark that the utterances of the messenger must be received as coming
from the Most High. ... Preachers are ‘ambassadors for Christ.’ We would
give thanks without ceasing when hearers receive the truth from our lips, not as
the word of men, but the word of God (1Thess. 2:13)”
[= di sini kita bisa berkata bahwa ucapan-ucapan dari sang utusan harus diterima
sebagai datang dari Yang Maha Tinggi. ... Pengkhotbah-pengkhotbah
adalah ‘duta-duta besar dari Kristus’. Kita akan
bersyukur tanpa henti pada waktu pendengar-pendengar menerima kebenaran dari
bibir kita, bukan sebagai kata-kata manusia, tetapi sebagai firman Allah (1Tes
2:13)]
- hal 8.
1Tes 2:13 - “Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga
kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu,
bukan sebagai perkataan manusia, tetapi - dan memang sungguh-sungguh demikian -
sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya”.
b)
Tuhan berbicara kepada bangsa Israel dengan perantaraan Musa, dan ini mengajar
mereka bahwa mereka tidak bisa datang langsung kepada Allah, tetapi mereka
membutuhkan seorang pengantara.
Andrew Bonar: “When
the Lord said, ‘Speak to the children of Israel,’ instead of Himself
addressing them, it taught the people their need of a Mediator”
(= Pada waktu Tuhan berkata, ‘Berbicaralah kepada orang Israel’, dan
bukannya berbicara sendiri kepada mereka, itu mengajar bangsa / umat itu bahwa
mereka membutuhkan seorang Pengantara) - hal 11.
Bagi
kita yang hidup pada jaman Perjanjian Baru, kita tidak lagi membutuhkan seorang
pengantara manusia biasa.
Satu-satunya Pengantara adalah Yesus Kristus sendiri.
1Tim 2:5
- “Karena
Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia,
yaitu manusia Kristus Yesus”.
2)
‘Apabila seseorang di
antaramu hendak mempersembahkan persembahan kepada TUHAN’.
a)
Kata ‘persembahan’ dalam ay 2, dalam bahasa Inggris adalah ‘offering’.
Dalam bahasa Ibrani kata yang digunakan adalah KORBAN.
Kata ini berasal dari kata KARAB, yang berarti ‘mendekat’.
Adam Clarke: “‘Bring
an offering.’ The word KORBAN, from KARAB, ‘to approach or draw near,’
signifies an offering or gift by which a person had access unto God: and this
receives light from the universal custom that prevails in the east, no man being
permitted to approach the presence of a superior without a present or gift;
and the offering thus brought was called ‘korban,’ which properly means the
introduction-offering, or offering of access”
(= ‘Membawa suatu persembahan / korban’. Kata KORBAN, dari kata KARAB,
‘mendekat’, menunjukkan suatu korban atau pemberian dengan mana seseorang
mendapat jalan masuk kepada Allah: dan ini mendapatkan terang dari kebiasaan
universal yang berlaku di Timur, tak seorangpun diijinkan untuk mendekati
seorang yang lebih tinggi tanpa suatu hadiah atau pemberian; dan persembahan
yang dibawa itu disebut ‘korban’, yang secara benar berarti ‘korban yang
mempersiapkan jalan’ atau ‘korban jalan masuk’).
Catatan: saya tidak setuju dengan bagian yang saya garis bawahi itu. Ini
bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Victor P.
Hamilton di atas, yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip di sini diberikan oleh
Allah, bukan dari sistim agama lain, atau komisi liturgi manapun. Sekalipun
kebiasaan universal yang dikatakan Clarke itu mungkin memang ada, itu tidak
berarti bahwa peraturan-peraturan di sini mendapatkan terang dari kebiasaan
universal itu.
b)
Kata-kata ‘apabila
seseorang di antaramu hendak ...’
ini menunjukkan bahwa ini adalah persembahan sukarela.
Bandingkan dengan Im 4:3b - ‘haruslah ia mempersembahkan ...’,
yang menunjukkan adanya keharusan.
Pulpit Commentary: “The
offerings here spoken of were spontaneous free-will offerings. They indicate a
desire on the part of man to draw nigh to Jehovah, and they also manifested a
sense of disturbance wrought by sin in man’s relations with his Maker. ... The
consciousness of sin renders an offering necessary, under cover of which (‘to
make atonement for him’) we may venture to an audience with the Holy One. Thus
can fellowship be resumed. The Antitype of these
sacrifices, Jesus Christ, is now our peace”
[= Persembahan / korban yang dibicarakan di sini adalah korban sukarela yang
diberikan tanpa diminta / diperintahkan. Korban itu menunjukkan suatu keinginan
dari manusia untuk mendekat kepada Yehovah, dan korban itu juga menunjukkan
suatu perasaan terganggu yang disebabkan oleh dosa dalam hubungan manusia dengan
Penciptanya. ... Kesadaran akan dosa membuat
diperlukannya suatu korban, yang menutupi kita, atau membuat penebusan bagi
kita, sehingga kita bisa bertemu dengan Yang Maha Kudus. Demikianlah
persekutuan bisa dilanjutkan. Sekarang Anti Type dari korban-korban ini,
Yesus Kristus, adalah damai kita (yang mendamaikan kita dengan Allah)] - hal 9.
3)
Keil & Delitzsch mengatakan bahwa bukan pada jaman Musa baru ada persembahan
/ korban. Habel, Nuh, Abraham, Ishak, dan Yakub sudah menyembah Allah dengan
memberikan korban bakaran dan korban sembelihan (bdk. Kej 4:4 8:20
12:7-8 13:4,18 15:9-11,17 22:13 26:25 33:20
35:1,3,7).
Tetapi
sekalipun demikian, jelas bahwa peraturan-peraturan mendetail yang
diberikan dalam kitab Imamat ini, dulunya tidak pernah ada.
Adam Clarke: “The
animals mentioned in this chapter as proper for sacrifice are the very same
which God commanded Abraham to offer; see Gen. 15:9. And thus it is evident that
God delivered to the patriarchs an epitome of that law which was afterward given
in detail to Moses” (= Binatang-binatang yang disebutkan dalam pasal ini sebagai
binatang yang benar untuk korban adalah binatang-binatang yang persis sama
dengan yang Allah perintahkan kepada Abraham untuk dipersembahkan, Kej 15:9. Dan
dengan demikian jelas bahwa Allah memberikan kepada nenek moyang Israel suatu
ringkasan dari hukum itu yang belakangan Ia berikan
secara terperinci kepada Musa).
Kej 15:9 - “Firman TUHAN kepadanya: ‘Ambillah bagiKu seekor lembu
betina berumur tiga tahun, seekor kambing betina berumur tiga tahun,
seekor domba jantan berumur tiga tahun, seekor burung tekukur dan
seekor anak burung merpati.’”.
Catatan: tetapi dalam perintah Allah kepada Abraham ini yang diminta
adalah lembu dan kambing betina. Mengapa Ia meminta yang betina,
sedangkan dalam Im 1:3,10 Ia meminta yang jantan,
saya tidak mengerti.
4)
Bahwa Tuhan memberikan peraturan dan jalan / cara
untuk manusia yang ingin mendekat kepadaNya merupakan suatu prinsip theologis
yang harus diperhatikan dan ditekankan. Ini menunjukkan
bahwa manusia tidak boleh menciptakan sendiri jalan untuk datang kepada Allah.
Pulpit Commentary: “Instructions
are consequently given relating to the minutest details; everything is
prescribed. God is pleased with the free-will offering, and it will be accepted
if the precepts are adhered to; but it must in no wise be supposed that the
sincere expression of affection can excuse wilful neglect of appointed rules”
(= Karena itu, instruksi-instruksi diberikan berhubungan dengan detail-detail
yang paling kecil; segala sesuatu ditetapkan. Allah berkenan dengan korban
sukarela, dan itu akan diterima jika
peraturan-peraturan ditaati; tetapi jangan sekali-kali dianggap bahwa
pernyataan kasih yang tulus bisa memaafkan pengabaian yang disengaja terhadap
peraturan-peraturan yang ditetapkan itu)
- hal
9-10.
Kata-kata yang saya garis bawahi itu sangat penting! Banyak orang
beranggapan bahwa asal mereka dengan tulus mendatangi Allah, dengan cara
/ jalan apapun, mereka pasti diterima. Ini sama
sekali salah!
Pulpit Commentary lalu menambahkan:
“Nor is it open to
man arrogantly to pronounce that a consecrated way of access through Jesus
Christ may be set aside as unnecessary. ... Christless worship, thanksgiving,
and prayer, must be shunned”
(= Juga manusia tidak boleh dengan sombong mengumumkan bahwa suatu jalan masuk
yang kudus melalui Yesus Kristus boleh dikesampingkan sebagai sesuatu yang tidak
perlu. ... Ibadah, ucapan syukur, dan doa,
yang tanpa Kristus, harus dihindari) -
hal 10.
Memang
dalam jaman Perjanjian Baru, Yesus adalah jalan yang ditentukan Allah itu, dan
kita tidak boleh mengubahnya.
Bandingkan dengan:
Catatan: kata ‘oleh’
dalam bahasa Yunani adalah DIA, sehingga seharusnya terjemahannya adalah ‘through’ (= melalui), seperti dalam NIV/NASB.
Jadi, jangan mengatakan atau mempercayai kata-kata ini: ‘Semua
agama sama saja, yang penting kita sungguh-sungguh mencari Allah’. Tidak ada kata-kata lebih bodoh dan lebih sesat dari kata-kata
ini! Tanpa Kristus, kita tidak mungkin sampai kepada Allah.
Ay 2b-3: “(2b)
haruslah persembahanmu yang kamu persembahkan itu dari ternak, yakni dari lembu
sapi atau dari kambing domba. (3) Jikalau persembahannya merupakan korban
bakaran dari lembu, haruslah ia mempersembahkan
seekor jantan yang tidak bercela. Ia harus membawanya ke pintu Kemah Pertemuan,
supaya TUHAN berkenan akan dia”.
1)
Persembahan yang dibicarakan di sini adalah ‘korban bakaran’ (= burnt sacrifice) - ay 3a.
2)
Hal-hal yang perlu diketahui tentang korban bakaran ini:
a)
Mengapa ini yang dijelaskan dulu? Karena menurut Wenham
(NICOT), ini adalah persembahan yang paling umum (hal 52).
b)
Menurut Clarke, ini adalah korban yang paling penting. Dan
menurut Jamieson, Fausset & Brown ini adalah korban yang paling kuno.
Adam Clarke: “The
most important of all the sacrifices offered to God”
(= Yang terpenting dari semua korban yang dipersembahkan kepada Allah).
Jamieson, Fausset & Brown: “This was the most ancient (cf. Gen. 8:20; 20:7-8,13;
Job 1:5), as well as the most conspicuous, mode of sacrifice”
[= Ini adalah korban yang paling kuno (bdk. Kej 8:20; 20:7-8,13;
Ayub 1:5), dan juga cara pemberian korban yang paling menyolok].
c)
Dalam memberikan persembahan ini, binatang yang dipersembahkan itu dibakar
seluruhnya.
Adam Clarke: “‘Burnt-sacrifice.’
... called by the Septuagint holokautooma,
because it was ‘wholly consumed,’ which was not the case in any other
offering.” (=
‘Korban bakaran’. ... disebut oleh Septuaginta dengan istilah HOLOKAUTOOMA,
karena korban itu ‘dibakar seluruhnya’, yang bukan merupakan kasusnya dalam
persembahan / korban yang lain).
d)
Orang asing / non Israel juga boleh memberikan persembahan ini.
Jamieson, Fausset & Brown: “The burnt offering was also distinguished from all the
sacrifices prescribed by the Hebrew ritual, that it might be offered by
foreigners as well as native Jews” (= Korban bakaran juga dibedakan dari semua korban-korban yang
ditetapkan dalam upacara-upacara Ibrani, dalam hal dimana itu boleh
dipersembahkan oleh orang-orang asing maupun oleh orang-orang Yahudi).
Catatan: Saya tidak tahu apakah kata-kata ini benar atau tidak.
3)
Syarat dari binatang yang dipersembahkan:
a) Jantan.
Ini disyaratkan karena:
· pada
umumnya binatang jantan lebih bagus dari pada betina.
· binatang
itu merupakan Type dari Kristus, yang adalah seorang laki-laki.
Barnes’ Notes: “Males
were required in most offerings, since the stronger sex which takes precedence
of the other. But females were allowed in peace-offerings (Lev. 3:1,6),
and were expressly prescribed in the sin-offerings of the common people (Lev.
4:28,32; 5:6)” [= ‘Jantan’ disyaratkan dalam kebanyakan korban,
karena jenis kelamin yang lebih kuat ini lebih superior dari yang lain. Tetapi
yang betina diijinkan dalam korban damai (Im 3:1,6),
dan ditetapkan secara jelas / explicit dalam korban penghapus dosa dari orang
biasa (Im 4:28,32; 5:6)].
Catatan: KJV/RSV/NASB menterjemahkan ‘peace-offering’ (= korban damai), tetapi NIV menterjemahkan ‘fellowship
offering’ (= korban
persekutuan),
dan Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘korban
keselamatan’.
Jamieson, Fausset & Brown: “The male was considered more perfect than the female (Isa. 1:11;
Mal. 1:14), and was more fully typical of Christ”
(= Jantan dianggap lebih sempurna dari pada betina (Yes 1:11; Mal 1:14), dan
dengan lebih penuh menyimbolkan Kristus).
b) Tidak bercela.
1.
Mengapa diberi syarat ‘tidak
bercela’?
Karena:
a. Binatang itu merupakan TYPE dari Kristus, yang suci.
b. Hanya yang terbaik yang boleh diberikan kepada Allah.
Wenham (NICOT): “only
perfect animals were acceptable in worship (Lev. 1:3,10;
22:18ff.) Only the best is good enough for God”
[= hanya binatang yang sempurna yang diterima dalam ibadah (Im 1:3,10;
22:18-dst). Hanya yang terbaiklah yang cukup baik bagi Allah] - hal 51.
Pulpit Commentary: “God
must have our best” (= Allah harus mendapat yang terbaik dari kita)
- hal 21.
Pulpit Commentary: “A
religion which costs us nothing cannot be real. The more of one’s self there
is in it, the more really offered it is. The mistake of all ritualism is that it
leads us to offer up another’s offering instead of our own”
(= Suatu agama untuk mana kita tidak mengeluarkan apa-apa tidak bisa merupakan
agama yang sejati. Makin banyak dari seseorang ada di dalam
persembahan itu, makin sungguh-sungguh itu dipersembahkan. Kesalahan dari
semua penekanan upacara keagamaan adalah bahwa itu membawa kita untuk
mempersembahkan persembahan orang lain dan bukannya persembahan kita sendiri) - hal 21.
c.
Allah tidak mau ibadah kepadaNya dikotori dengan ketidak-murnian manusia
(Calvin).
d.
Manusia, yang digambarkan oleh korban-korban itu, harus mengarahkan diri pada
kesempurnaan, dan pada suatu hari orang Kristen akan
mencapai kesempurnaan itu (di surga).
John Wesley: “ ‘Without blemish’ - To signify, ... That man, represented by
these sacrifices, should aim at all perfection of heart and life, and that
Christians should one day attain to it, Ephesians 5:27”
(= ‘Tidak bercela’ - Menandakan: ... Bahwa manusia, digambarkan oleh
korban-korban ini, harus mengarah pada seluruh kesempurnaan dari hati dan
kehidupan, dan bahwa orang-orang kristen akan
mencapainya pada suatu hari, Ef 5:27).
2.
Penguraian yang lebih terperinci tentang ‘tidak
bercela’
itu.
Im 22:18-25 - “(18) ‘Berbicaralah kepada Harun serta anak-anaknya dan kepada
semua orang Israel dan katakan kepada mereka: Siapapun dari umat Israel dan dari
orang asing di antara orang Israel yang mempersembahkan persembahannya, baik
berupa sesuatu persembahan nazar maupun berupa sesuatu persembahan sukarela,
yang hendak dipersembahkan mereka kepada TUHAN sebagai korban bakaran, (19) maka
supaya TUHAN berkenan akan kamu, haruslah persembahan itu tidak bercela
dari lembu jantan, domba atau kambing. (20) Segala yang bercacat badannya
janganlah kamu persembahkan, karena dengan itu TUHAN tidak berkenan akan
kamu. (21) Juga apabila seseorang mempersembahkan kepada TUHAN korban
keselamatan sebagai pembayar nazar khusus atau sebagai korban sukarela dari
lembu atau kambing domba, maka korban itu haruslah yang tidak bercela,
supaya TUHAN berkenan akan dia, janganlah badannya bercacat sedikitpun.
(22) Binatang yang buta atau yang patah tulang, yang luka atau yang berbisul,
yang berkedal atau yang berkurap, semuanya itu janganlah kamu persembahkan
kepada TUHAN dan binatang yang demikian janganlah kamu taruh sebagai korban
api-apian bagi TUHAN ke atas mezbah. (23) Tetapi seekor lembu atau domba yang
terlalu panjang atau terlalu pendek anggotanya bolehlah kaupersembahkan sebagai
korban sukarela, tetapi sebagai korban nazar TUHAN tidak akan
berkenan akan binatang itu. (24) Tetapi binatang yang buah pelirnya terjepit,
ditumbuk, direnggut atau dikerat, janganlah kamu persembahkan kepada TUHAN;
janganlah kamu berbuat demikian di negerimu. (25) Juga dari
tangan orang asing janganlah kamu persembahkan sesuatu dari semuanya itu sebagai
santapan Allahmu, karena semuanya itu telah rusak dan bercacat badannya; TUHAN
tidak akan berkenan akan kamu karena persembahan-persembahan itu.’”.
3.
Pada jaman Maleakhi, terjadi pelanggaran terhadap syarat ini yang membuat Allah
murka.
Mal 1:8,13b,14 - “(8)
Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu
jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat?
Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia
berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? firman
TUHAN semesta alam. ... (13b) Kamu membawa binatang yang
dirampas, binatang yang timpang dan binatang yang sakit, kamu membawanya
sebagai persembahan. Akan berkenankah Aku menerimanya
dari tanganmu? firman TUHAN. (14) Terkutuklah
penipu, yang mempunyai seekor binatang jantan di antara kawanan ternaknya, yang
dinazarkannya, tetapi ia mempersembahkan binatang
yang cacat kepada Tuhan. Sebab Aku ini Raja yang besar, firman TUHAN semesta
alam, dan namaKu ditakuti di antara bangsa-bangsa”.
Catatan:
Istilah
‘binatang
yang dirampas’ dalam ay 13 diterjemahkan secara bervariasi.
RSV: what has been taken by violence (= yang diambil dengan
kekerasan).
NASB: what was taken by robery (= yang diambil dengan merampok).
NIV: injured (= terluka).
KJV: that which was torn (= yang dicabik-cabik).
Para
penafsir berpendapat bahwa istilah ini menunjuk pada domba / kambing yang
dirampas kembali oleh gembalanya dari binatang buas yang menerkamnya. Daripada dibuang,
binatang yang sudah dicabik-cabik ini lalu dipersembahkan kepada Tuhan.
Bdk. Kel 22:31 - “Haruslah kamu menjadi orang-orang kudus
bagiKu: daging ternak yang diterkam di padang oleh binatang buas, janganlah kamu
makan, tetapi haruslah kamu lemparkan kepada anjing.’”.
Jadi,
dalam Kel 22:31 ini dikatakan bahwa ‘binatang yang dirampas’
itu tidak boleh dimakan, tetapi harus diberikan kepada anjing.
Tetapi ternyata mereka memberikannya kepada Tuhan!
c) Binatang yang tidak haram (clean).
Dalam
ay 2 dikatakan ‘dari
ternak’,
yaitu ‘lembu sapi’
(bdk ay 3) atau ‘kambing domba’
(bdk. ay 10).
Lalu kemungkinan lain adalah dari ‘burung’,
dimana burungnya adalah ‘burung
tekukur’
atau ‘anak burung
merpati’
(ay 14).
1.
Semua ini merupakan binatang / burung yang ‘clean’ / ‘tidak haram’ (bdk. Im 11).
Adam Clarke: “those
sacrifices were of clean animals, the most perfect, useful, and healthy, of all
that are brought under the immediate government and influence of man.
Gross-feeding and ferocious animals were all excluded, as were also all birds of
prey. In the pagan worship it was widely different; for although the ox was
esteemed among them, ... yet obscene fowls and
ravenous beasts, according to the nature of their deities, were frequently
offered in sacrifice. Thus, they sacrificed horses to the SUN, wolves to MARS,
asses to PRIAPUS, swine to CERES, dogs to HECATE, etc., etc. But in the worship
of God all these were declared unclean, and only the three following kinds of
QUADRUPEDS were commanded to be sacrificed”
(= Korban-korban itu adalah binatang-binatang yang tidak haram, paling sempurna,
berguna, dan sehat, dari semua yang dibawa ke bawah pemerintahan langsung dan
pengaruh dari manusia. Binatang yang memakan makanan kotor dan binatang buas /
galak semuanya dikeluarkan, seperti juga semua burung pemangsa. Dalam ibadah
kafir itu sangat berbeda; karena sekalipun sapi jantan dihargai di antara
mereka, tetapi unggas yang kotor / menjijikkan dan binatang-binatang yang rakus,
sesuai dengan sifat dari dewa-dewa mereka, sering dipersembahkan sebagai korban.
Demikianlah mereka mengorbankan kuda kepada MATAHARI, serigala kepada MARS,
keledai kepada PRIAPUS, babi kepada CERES, anjing kepada HECATE, dsb, dsb. Tetapi
dalam penyembahan Allah semua binatang-binatang ini dinyatakan sebagai haram,
dan hanya tiga jenis berikut dari binatang
berkaki empat yang diperintahkan untuk dipersembahkan).
2.
Ini juga merupakan binatang domestic / peliharaan, bukan binatang liar.
Ini
mungkin untuk memudahkan binatang-binatang itu dibawa ke pembantaian.
Disamping itu, ini juga merupakan TYPE dari Kristus yang
penurut.
Bdk.
Yes 53:7 - “Dia
dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti
anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan
orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak
membuka mulutnya”.
3.
Binatang-binatang / burung-burung ini mudah didapat.
Andrew Bonar mengatakan bahwa kalau ditanyakan: mengapa Allah
memilih binatang-binatang ini sebagai persembahan? Maka jawabnya: selain
kedaulatan Allah, yang menyebabkan Ia berhak memilih
binatang apapun, Ia juga memilih binatang yang mudah didapat.
Andrew Bonar: “He
did not wish to make them go in pursuit of beasts for offering, for salvation is
brought to our hand by our God” (= Ia tidak ingin membuat
mereka pergi mencari / mengejar binatang-binatang untuk korban, karena
keselamatan dibawa kepada tangan kita oleh Allah kita)
- hal 12.
Bayangkan kalau ia minta jerapah, atau
kangguru, atau jenis ular yang sukar didapat, itu pasti memusingkan orang
Israel.
4)
Tempat mempersembahkan korban.
Ay 3b: “Ia harus membawanya ke pintu Kemah Pertemuan”.
Jamieson, Fausset & Brown: “‘At the door of the tabernacle.’ - where stood the altar of
burnt offering (Exo. 40:6), and every other place was forbidden; under the
highest penalty (Lev. 17:4)” [= ‘Pada pintu dari Kemah Suci’. - dimana terdapat mezbah
korban bakaran (Kel 40:6), dan setiap tempat lain dilarang; dibawah hukuman yang
terberat (Im 17:4)].
Kel 40:6 - “Kautaruhlah mezbah korban bakaran di depan
pintu Kemah Suci, yakni Kemah Pertemuan itu”.
Im 17:3-5 - “(3) Setiap orang dari kaum Israel yang menyembelih lembu atau
domba atau kambing di dalam perkemahan atau di luarnya, (4) tetapi
tidak membawanya ke pintu Kemah Pertemuan, untuk dipersembahkan sebagai
persembahan kepada TUHAN di depan Kemah Suci TUHAN, hal
itu harus dihitungkan kepada orang itu sebagai hutang darah, karena ia telah
menumpahkan darah, dan orang itu haruslah dilenyapkan dari tengah-tengah
bangsanya. (5) Maksudnya supaya orang Israel membawa korban sembelihan
mereka, yang biasa dipersembahkan mereka di padang, kepada TUHAN ke pintu
Kemah Pertemuan dengan menyerahkannya kepada imam, untuk dipersembahkan
kepada TUHAN sebagai korban keselamatan”.
Pulpit Commentary: “The
Jewish sacrifices were never resumed after the destruction of their city and
temple, for they hold it unlawful to sacrifice anywhere our
of Jerusalem. Yet they will not see that the antitypes have come, and
that the types are therefore no longer necessary”
(= Korban-korban Yahudi tidak pernah dimulai lagi / dilanjutkan setelah
penghancuran kota dan Bait Suci mereka, karena mereka
menganggap sebagai tidak sah / tidak benar untuk mengorbankan dimanapun di luar
Yerusalem. Tetapi mereka tidak mau melihat bahwa Anti-Typenya sudah datang, dan
karena itu type-typenya tidak lagi diperlukan)
- hal 14.
Jadi
orang-orang Yahudi sekarang tidak lagi mempersembahkan korban, tetapi itu bukan
karena alasan yang benar.
Mereka tidak mempersembahkan korban, karena Bait Suci tidak
ada lagi, sehingga mereka tidak bisa mentaati ayat ini yang menyuruh
mempersembahkan korban di pintu Kemah / Bait Suci. Alasan
yang benar untuk tidak lagi memberikan korban adalah karena type-type itu sudah
digenapi dengan kematian Kristus, dan karena itu harus dihapuskan
pelaksanaannya.
5)
Tujuan dari korban bakaran.
Ay 3: “Jikalau persembahannya merupakan korban bakaran dari lembu,
haruslah ia mempersembahkan seekor jantan yang tidak bercela. Ia harus
membawanya ke pintu Kemah Pertemuan, supaya TUHAN berkenan akan dia”.
a) Terjemahan dari bagian ini.
KJV: ‘If his offering be a burnt sacrifice of the herd, let
him offer a male without blemish: he shall offer it of his own voluntary will
at the door of the tabernacle of the congregation before the LORD’ (= Jika
persembahannya adalah suatu korban bakaran dari ternak, hendaklah ia
mempersembahkan seekor jantan yang tidak bercela: ia harus mempersembahkannya dari
kehendak sukarelanya di pintu dari Kemah Suci dari jemaat di hadapan TUHAN).
Ini salah baik terjemahannya maupun susunan pengalimatannya.
RSV: ‘‘If his offering is a burnt offering from the herd, he
shall offer a male without blemish; he shall offer it at the door of the tent of
meeting, that he may be accepted before the LORD’ (= Jika
persembahannya adalah suatu korban bakaran dari ternak, ia harus mempersembahkan
seekor jantan yang tidak bercela; ia harus mempersembahkannya di pintu dari
kemah pertemuan, supaya ia bisa diterima di hadapan TUHAN).
NIV: ‘so that it will be acceptable to the LORD’
(= supaya korban itu akan diterima TUHAN).
Bagian yang digaris-bawahi itu diberi Footnote oleh NIV: ‘he’
(= ia).
NASB: ‘that he may be accepted before the LORD’ (=
supaya ia bisa diterima di hadapan TUHAN).
Adam Clarke: “‘His
own voluntary will.’ Lirtsono,
‘to gain himself acceptance’ before the Lord. In this way all the
versions appear to have understood the original words, and the connection in
which they stand obviously requires this meaning”
(= ‘Kehendak sukarelanya sendiri’. LIRTSONO, ‘untuk
mendapatkan baginya sendiri penerimaan’ di hadapan Tuhan. Kelihatannya
dengan cara ini semua versi memahami kata-kata
orisinilnya, dan hubungan dalam mana kata-kata itu berada, jelas menuntut arti
ini).
b) Ini merupakan tujuan dari korban bakaran ini.
Wenham (NICOT): “Peace
with God is the goal of sacrifice” (= Damai dengan Allah merupakan tujuan dari korban ini)
- hal 55.
Tetapi ada penafsir-penafsir yang memberikan tujuan-tujuan lain
sebagai berikut:
· Jamieson,
Fausset & Brown:
“The burnt
offering expressed those general sentiments of acknowledgment to God as Creator
and Benefactor, as well as that propitiation to Him as an offended Sovereign,
which nature instinctively awakens in the breasts of all, and which rendered it
therefore proper to be rendered by all” (= Korban bakaran menyatakan perasaan umum tentang pengakuan
kepada Allah sebagai Pencipta dan Penolong / Dermawan, maupun pendamaian dengan
Dia sebagai Raja yang disakiti / disalahi, yang ditimbulkan secara naluri dalam
dada semua orang, dan yang membuatnya benar untuk diberikan oleh semua orang).
· Jamieson,
Fausset & Brown: “no part of it was eaten either by the priests or
the offerer. ... and its entire combustion indicated the self-dedication of the
offerer - his whole nature - his body and soul - as necessary to form sacrifice
acceptable to God (Rom. 12:1; Phil. 1:20)” [= Tidak ada bagian yang
dimakan baik oleh imam-imam ataupun si pemberi persembahan. ... dan pembakaran
seluruhnya menunjukkan penyerahan diri dari si pemberi persembahan - seluruh
hakekatnya - tubuh dan jiwanya - sebagai sesuatu yang perlu untuk membentuk
suatu korban yang berkenan kepada Allah (Ro 12:1; Fil 1:20)].
Ro 12:1 -
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu,
supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus
dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati”.
Fil 1:20
- “Sebab
yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak
akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus
dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh
matiku”.
· Wesley:
“burnt-offerings
were commonly offered by way of thanksgiving; yet they were sometimes offered by
way of atonement for sin, that is, for sins in general, as appears from Job 1:5,
but for particular sins there were special sacrifices” (= korban bakaran pada umumnya dipersembahkan sebagai
suatu bentuk pengucapan syukur; tetapi kadang-kadang dipersembahkan sebagai
suatu cara penebusan dosa, yaitu, untuk dosa-dosa secara umum, seperti terlihat
dari Ayub 1:5, tetapi untuk dosa-dosa khusus ada korban-korban khusus).
Jadi, korban bakaran ini diberikan sebagai:
¨
pengakuan
kepada Allah sebagai Pencipta dan Penolong / Pemberi berkat.
¨
suatu
tindakan pengucapan syukur.
¨
sesuatu
yang menunjukkan penyerahan diri sepenuhnya dari si pemberi persembahan.
¨
pendamaian
dengan Dia sebagai Raja yang disakiti hatinya, atau dengan kata lain, sebagai
cara penebusan dosa.
Kelihatannya semua ini tidak sesuai satu dengan yang lain. Tetapi
mungkin bisa disatukan sebagai berikut: orang-orang itu memberikan korban
bakaran ini karena ia menyadari dan mengakui bahwa
Allah adalah Penciptanya, Penolong / Pemberi berkat baginya. Karena itu, ia
mengucap syukur kepadaNya, dan menyerahkan seluruh dirinya kepadaNya. Tetapi
karena ia adalah manusia berdosa, ia membutuhkan
pendamaian dengan Allah yang telah ia sakiti hatiNya itu.
Ay 4: “Lalu
ia harus meletakkan tangannya ke atas kepala korban bakaran itu, sehingga
baginya persembahan itu diperkenan untuk mengadakan pendamaian baginya”.
1)
Korban bakaran juga ada dalam dunia kafir.
Adam Clarke: “It
has been sufficiently remarked by learned men that almost all the people of the
earth had their burnt-offerings, on which also they placed the greatest
dependence. It was a general maxim through the pagan world, that there was no
other way to appease the incensed gods and they sometimes even offered human
sacrifices, from the supposition as Caesar expresses it, that life was
necessary to redeem life, and that the gods would be satisfied with nothing
less” (= Telah
dikatakan secara cukup oleh orang-orang terpelajar bahwa hampir semua orang /
bangsa di bumi mempunyai korban bakaran mereka, pada mana mereka juga meletakkan
ketergantungan yang terbesar. Merupakan suatu pepatah umum di seluruh dunia
kafir, bahwa tidak ada jalan lain untuk menenangkan / memenuhi tuntutan
dewa-dewa yang marah dan mereka kadang-kadang mempersembahkan korban-korban
manusia, dari anggapan seperti dinyatakan oleh Kaisar, bahwa nyawa diperlukan
untuk menebus nyawa dan bahwa dewa-dewa tidak akan dipuaskan dengan apapun
yang kurang dari itu).
Ini
tidak berarti Yudaisme / Kristen mendapatkan hal ini dari agama kafir.
Yudaisme dan Kristen mendapatkan dari Tuhan / Firman Tuhan.
Lalu bagaimana mungkin ada semacam keseragaman dalam hal ini
di seluruh dunia? Mungkin pada waktu Tuhan memberikan pakaian dari kulit
binatang kepada Adam dan Hawa, Ia sudah mengajarkan
prinsip ini kepada mereka, secara explicit atau implicit. Juga
pada penolakan persembahan Kain dan penerimaan persembahan Habel. Pengajaran
awal ini diteruskan dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi, sehingga
menjadi ajaran umum di seluruh dunia.
2)
Apa arti
dari tindakan meletakkan tangan pada kepala dari korban itu?
Ini
merupakan simbol pentransferan / pemindahan dosa dan hukumannya dari orang yang
memberikan korban, kepada korban binatang itu, sehingga nanti binatang itu mati
sebagai substitute / penggantinya.
a) Ini bisa terlihat dari penggunaan kata kerja yang sama
dalam Im 1:4 dan Maz 88:8.
Andrew Bonar: “It
is yet more forcible in the Hebrew - ‘He shall lean his hand’ ..., the very
word used in Psalm 88:7, ‘Thy wrath leaneth hard upon me.’”
(= Ini lebih kuat dalam bahasa Ibrani - ‘Ia akan menyandarkan tangannya’
..., kata yang sama digunakan dalam Maz 88:8,
‘MurkaMu bersandar / menekan dengan keras padaku’)
- hal 15.
Maz 88:8a - “Aku tertekan oleh panas murkaMu”.
KJV: ‘Thy wrath lieth hard upon me’ (= MurkaMu terletak
dengan keras padaku).
Catatan: memang dalam bahasa Ibrani Im 1:4 dan Maz 88:8a menggunakan kata
dasar yang sama.
Matthew Henry: “The
offerer must put his hand upon the head of his offering, v. 4. ‘He must put
both his hands,’ say the Jewish doctors, ‘with all his might, between the
horns of the beast,’ signifying thereby, ... a dependence upon the sacrifice,
as an instituted type of the great sacrifice on which the iniquity of us all was
to be laid” (= Si
pemberi persembahan harus meletakkan tangannya pada kepala dari korbannya, ay 4.
‘Ia harus meletakkan kedua tangannya,’ kata seorang doktor Yahudi, ‘dengan
seluruh kekuatannya, di antara tanduk-tanduk dari binatang itu’, dan dengan
ini menunjukkan ... suatu ketergantungan pada korban, sebagai suatu TYPE dari
suatu korban besar / agung pada mana kesalahan kita semua akan
diletakkan).
Jadi,
sebagaimana murka Allah itu menekan orang yang berdosa itu, maka pada saat
memberikan korban bakaran, orang itu menekan kepala binatang yang dijadikan
korban, seakan-akan memindahkan murka Allah itu kepada binatang korban tersebut.
b)
Dengan pentransferan / pemindahan dosa dan hukumannya kepada binatang itu, maka
pada waktu binatang korban itu disembelih, ia mati
sebagai substitute / pengganti orang yang berdosa itu.
Jamieson, Fausset & Brown: “This was a significant act, which implied not only that the
offerer devoted the animal to God, but that he confessed his consciousness of
sin, and prayed that his guilt and its punishment might be transferred to the
victim; in other words, the sacrifice was vicarious”
(= Ini merupakan suatu tindakan yang mempunyai arti, yang secara implicit
menunjukkan bukan hanya bahwa si pemberi korban mempersembahkan binatang itu
kepada Allah, tetapi ia juga mengakui kesadarannya akan dosa, dan berdoa supaya
kesalahannya dan hukumannya bisa ditransferkan / dipindahkan kepada korban;
dengan kata lain, korban itu menjadi pengganti).
Perhatikan bahwa sejak jaman Perjanjian Lama ini
Allah sudah memberikan jalan untuk mendapatkan pengampunan dosa melalui substitute
/ pengganti. Ini bertentangan dengan 2 teori yang lain,
yang merupakan teori / ajaran yang sesat, yaitu:
1.
Manusia harus membuang dosa dan berbuat baik untuk bisa diampuni dosanya. Ini
merupakan prinsip dari semua agama lain dan juga dari banyak sekte sesat dalam kristen.
2.
Yesus menderita dan mati sebagai tindakan solidaritas dengan manusia yang
berdosa. Jadi, Ia menderita bersama kita,
bukan sebagai ganti bagi kita. Mengapa ini salah?
Karena binatang korban dalam ay 4 ini adalah TYPE dari
Kristus. Di sini binatang itu jelas bukan mati bersama dengan si
pemberi korban, tetapi menggantikan si pemberi korban! Jadi, Kristus,
yang adalah Anti Typenya, pasti juga adalah pengganti. Dia bukan menderita dan
mati sebagai tindakan solidaritas, supaya menderita bersama kita, tetapi Ia
menderita dan mati sebagai pengganti kita, supaya kita bebas dari
hukuman!
Ajaran
bahwa Kristus menderita dan mati sebagai tindakan solidaritas terhadap manusia
ini banyak terdapat dalam gereja-gereja Protestan yang liberal.
Contoh: dalam buku sesatnya yang berjudul, ‘Tuhan,
ajarlah aku’
yang disusun oleh Pdt. Yohanes Bambang Mulyono S.Th. dari GKI, dikatakan sebagai
berikut:
· “Bila
Yesus Kristus mau menderita sengsara, itu adalah karena Dia mau solider
dengan manusia yang berada di bawah kuasa dosa. Sikap solider (senasib)
inilah yang menyebabkan Anak Allah mau ikut menanggung hukuman dan
kematian” (hal 111).
· “Di
dalam Yesus Kristus, Allah menyatakan solidaritasNya dengan kehidupan dan
penderitaan manusia. ... Sampai saat ini Allah ikut solider dalam
penderitaan orang-orang yang sedang ditimpa oleh malapetaka, ketidakadilan,
kesewenang-wenangan, korban peperangan, korban bencana alam, dan sebagainya.
Dalam sejarah kehidupan umat manusia, Allah kita adalah Allah yang menderita
sebab ikut menanggung tragedi dan kegagalan manusia” (hal
274).
· “Anugerah
Allah secara utuh dan sempurna dinyatakan di dalam Yesus Kristus, sebab Dialah
Allah yang menjadi manusia untuk solider dengan menebus dosa manusia”
(hal 280).
Kalau Yesus menderita dan mati hanya sebagai tindakan
solidaritas dengan manusia yang berdosa, dan Ia
menderita bersama kita, itu tidak ada gunanya bagi kita, karena kita
tetap akan menerima dan memikul hukuman Allah. Tetapi kalau
Yesus menjadi substitute / pengganti, maka kita bebas dari
hukuman Allah.
Bdk.
Ro 8:1 - “Demikianlah
sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.
c)
Orang yang berdosa itu tidak boleh melakukan semua ini hanya secara lahiriah.
Wesley: “‘He
shall put his hand’ ... Whereby he signified, 1. that he willingly gave it to
the Lord. 2. That he judged himself worthy of that death which it suffered in
his stead; and that he laid his sins upon it with an eye to him upon whom God
would lay the iniquity of us all, Isaiah 53:6, and that together with it he did
freely offer up himself to God” (= ‘ia harus meletakkan tangannya’ ... Dengan mana ia
menandakan, 1. bahwa ia dengan sukarela memberikan binatang itu kepada Tuhan. 2.
Bahwa ia menilai dirinya sendiri layak untuk mengalami kematian yang dialami
binatang itu sebagai penggantinya; dan bahwa ia meletakkan dosa-dosanya pada
binatang itu dengan mata yang diarahkan kepada Dia kepada siapa Allah akan
meletakkan kesalahan kita semua, Yesaya 53:6, dan bahwa bersama-sama dengan
binatang itu, ia dengan sukarela mempersembahkan dirinya sendiri kepada Allah).
Yes 53:4-6 - “(4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya,
dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah,
dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan
kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan
keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi
sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing
kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya
kejahatan kita sekalian”.
Jadi,
orang yang memberi korban itu tidak boleh hanya sekedar mempersembahkan korban,
meletakkan tangannya pada kepala korban dan sebagainya. Ia harus meletakkan tangannya pada
kepala korban dengan mata / hati / pikiran yang diarahkan kepada Yesus / Mesias,
kepada siapa korban binatang itu menunjuk.
Pulpit Commentary: “The
offerer’s faith is truly needful as the
victim he brings. ‘Without faith it is impossible to please God’”
(= Iman dari si pemberi korban sama perlunya seperti
korban yang ia bawa. ‘Tanpa iman tidak mungkin orang
berkenan kepada Allah’)
- hal 22.
Ibr
11:6 - “Tetapi
tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah”.
Dalam
ibadah / kebaktian, kita juga tidak boleh melakukannya hanya secara lahiriah.
Hati / pikiran harus terlibat.
d)
Jadi, adanya substitute / pengganti, dan adanya iman, merupakan syarat
dan jalan / cara dari pengampunan dosa.
Andrew Bonar: “When
the worshipper had thus simply left his sins, conveyed by the laying on of his
hand, upon the sacrifice, he stands aside. This is all his part. ... Faith in
the Lord’s testimony was the ground of an Israelite’s peace and conscience,
- nothing of it rested on his own frame of mind, character, or conduct”
(= Pada waktu orang yang beribadah / menyembah itu telah meninggalkan
dosa-dosanya dengan cara sederhana ini, memindahkannya dengan penumpangan
tangannya pada korban, ia meminggir / berdiri ke pinggir. Ini
adalah semua bagiannya. ... Iman kepada kesaksian Tuhan adalah dasar dari
damai dan hati nurani dari seorang Israel, - tidak ada darinya yang dilandaskan
pada kerangka pikiran, karakter, atau tingkah lakunya sendiri) - hal 15.
Pulpit Commentary: “God
forgives because he chooses to forgive, yet he forgives by the method which he
proclaims” (= Allah
mengampuni karena Ia memilih untuk mengampuni, tetapi
Ia mengampuni dengan metode / cara yang Ia nyatakan)
- hal 21.
2)
Tujuan dari persembahan korban dan upacara ini diberikan pada bagian akhir dari
ay 4 ini: “sehingga
baginya persembahan itu diperkenan untuk mengadakan pendamaian baginya”.
a)
Ini adalah untuk dosa-dosa secara umum, dan berbeda dengan korban
penghapus dosa yang digunakan untuk mendapatkan pengampunan bagi dosa-dosa yang
tertentu (Im 4:1-dst).
Matthew Henry: “The
offerer’s putting his hand on the head of the offering was to signify his
desire and hope that it might be accepted from him to make atonement for him.
Though the burnt-offerings had not respect to any particular sin, as the sin-offering had, yet they were
to make atonement for sin in general;
and he that laid his hand on the head of a burnt-offering was to confess that he
had left undone what he ought to have done and had done that which he ought not
to have done, and to pray that, though he deserved to die himself, the death of
his sacrifice might be accepted for the expiating of his guilt”
(= Peletakan tangan dari orang yang memberikan korban pada kepala dari korban
adalah untuk menunjukkan keinginan dan pengharapannya bahwa binatang itu bisa
diterima dari dia untuk membuat penebusan untuk dia. Sekalipun korban bakaran
tidak berkenaan dengan dosa TERTENTU manapun, seperti dalam kasus korban
penghapus dosa, tetapi korban-korban itu adalah untuk membuat penebusan untuk
dosa secara umum; dan ia yang
meletakkan tangannya pada kepala dari korban bakaran harus mengakui bahwa ia
telah tidak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, dan telah melakukan apa
yang tidak seharusnya ia lakukan, dan berdoa supaya, sekalipun ia sendiri layak
untuk mati, kematian dari korban itu bisa diterima sebagai penebusan untuk
kesalahannya).
b)
Ini tidak berarti bahwa binatang / korban itu, dalam dirinya sendiri, bisa
berfaedah dalam memberikan pengampunan dosa kepada si pemberi korban.
Calvin: “they
transferred their guilt and whatever penalties they had deserved to the victims,
in order that they might be reconciled to God. ... not as though these brute
animals availed in themselves unto expiation, except in so far as they were
testimonies of the grace to be manifested by Christ”
(= mereka mentransfer / memindahkan kesalahan mereka dan hukuman apapun yang
layak mereka dapatkan kepada korban supaya mereka bisa diperdamaikan dengan
Allah. ... bukan seakan-akan binatang-binatang yang tak berakal ini berfaedah
dalam dirinya sendiri untuk penebusan, kecuali sejauh mereka adalah kesaksian
tentang kasih karunia yang akan dinyatakan oleh Kristus) - hal 324.
Bdk. Ibr 10:1,4 - “(1)
Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan
datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan korban
yang sama, yang setiap tahun terus-menerus
dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin menyempurnakan mereka yang datang
mengambil bagian di dalamnya. ... (4) Sebab tidak mungkin
darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa”.
Jadi, seandainya tidak ada pengorbanan Kristus di kayu salib, maka
semua korban binatang ini akan sia-sia.
c) Ini merupakan dasar dari adanya doa
pengakuan dosa dalam ibadah / kebaktian.
Wenham (NICOT): “The
burnt-offering was the first offering of the day in normal worship. This reminds
us that forgiveness of sins is the prerequisite of true worship. Only those
whose sins are forgiven can enjoy God’s fellowship and praise him from their
hearts. The pattern of OT sacrifices may thus provide a pattern of truly
Christian worship. Worship should begin with confession of sins, a claiming of
Christ’s forgiveness, and a total rededication to God’s service, before
going on to praise and petition” (= Korban bakaran adalah korban pertama dari hari itu dalam ibadah
/ penyembahan normal. Ini mengingatkan kita bahwa
pengampunan dosa-dosa merupakan suatu prasyarat dari ibadah / penyembahan yang
benar. Hanya mereka yang dosa-dosanya diampuni bisa
menikmati persekutuan dengan Allah dan memuji Dia dari hati mereka. Jadi,
pola dari korban PL bisa menyediakan suatu pola dari ibadah / penyembahan
Kristen yang benar. Ibadah / penyembahan harus dimulai dengan pengakuan
dosa-dosa, suatu pengclaiman terhadap pengampunan dari Kristus, dan suatu
pembaktian ulang secara total kepada pelayanan Allah, sebelum melanjutkan pada
pujian dan permohonan)
- hal 65-66.
Jadi,
upacara ini merupakan simbol pentransferan dosa / kesalahan dan hukuman dari si
pemberi persembahan kepada binatang itu, sehingga ia
dibebaskan dari dosa dan hukuman itu dan diperdamaikan dengan Allah. Jadi,
binatang itu menjadi substitute / pengganti orang tersebut dalam memikul
hukuman dosa.
Perhatikan bahwa sejak awal Tuhan sudah menuntut
seorang pengganti (substitute) dalam membereskan dosa.
Bukan perbuatan baik / ketaatan yang bisa membereskan dosa,
tetapi harus ada pengganti (substitute). Memang
binatang pengganti ini tentu saja tak berguna kalau tidak ada Kristus. Binatang
ini hanya TYPE, sedangkan ANTI-TYPEnya adalah Kristus. Kristuslah
Pengganti (Substitute) yang sebenarnya, dan tanpa Dia, atau tanpa iman
kepada Dia, kita harus memikul dosa / kesalahan dan hukuman kita sendiri.
Ay 5-6: “(5)
Kemudian haruslah ia menyembelih lembu itu di hadapan TUHAN, dan anak-anak
Harun, imam-imam itu, harus mempersembahkan darah lembu itu dan menyiramkannya
pada sekeliling mezbah yang di depan pintu Kemah Pertemuan. (6)
Kemudian haruslah ia menguliti korban bakaran itu dan memotong-motongnya menurut
bagian-bagian tertentu”.
1)
“Kemudian haruslah ia
menyembelih lembu itu di hadapan TUHAN” (ay 5a).
a) ‘Ia’.
Kata
‘ia’
ini menunjuk kepada siapa?
Ada pro dan kontra tentang hal ini:
1.
Ada yang menganggap bahwa yang membunuh korban itu harus imam.
Calvin
beranggapan bahwa yang membunuh binatang itu adalah imamnya sendiri.
Memang
kalau dilihat ay 4-5, kelihatannya si pemberi korban itu sendiri yang
menyembelih korban.
Ay 4-5: “(4)
Lalu ia harus meletakkan tangannya ke atas kepala korban bakaran itu,
sehingga baginya persembahan itu diperkenan untuk mengadakan pendamaian baginya.
(5) Kemudian haruslah ia menyembelih lembu itu di hadapan TUHAN, dan
anak-anak Harun, imam-imam itu, harus mempersembahkan darah lembu itu dan
menyiramkannya pada sekeliling mezbah yang di depan pintu Kemah Pertemuan”.
Kata
‘ia’
baik dalam ay 4 maupun dalam ay 5, jelas menunjuk kepada si pemberi korban.
Tetapi Calvin mengatakan bahwa sekalipun disebutkan ‘ia’, yang menunjuk kepada si pemberi korban,
tetapi sebetulnya imamlah yang melakukan hal itu, atas nama
orang itu.
Calvin: “it
was not allowable for the private person to kill the victim with his own hands,
but what the priest did in their name was transferred to them”
(= tidak diijinkan untuk orang biasa yang tidak mempunyai jabatan untuk membunuh
korban dengan tangannya sendiri, tetapi apa yang
dilakukan imam dalam namanya ditransfer kepada mereka) - hal 325.
Calvin: “this
is worth remarking, that although they brought the pledge of reconciliation from
their home, yet that the ministers of expiation were to be sought elsewhere,
since no one was competent for so illustrious an office, save he who was graced
by the holy unction of God. ... all mortals are unworthy of coming near God to
propitiate Him, and the hands of all are in a manner polluted or profane except
those which God himself has purged”
(= ini berharga untuk diperhatikan, bahwa sekalipun mereka membawa tanda /
jaminan pendamaian dari rumah mereka, tetapi bahwa pelayan-pelayan pendamaian
harus dicari di tempat lain, karena tidak ada yang mampu untuk tugas yang begitu
menyolok, kecuali ia yang diberi kasih karunia oleh pengurapan kudus dari Allah.
... semua orang-orang yang fana tidak layak untuk mendekat kepada Allah untuk
mendamaikan / menenangkan Dia, dan tangan-tangan dari semua orang, dalam suatu
arti tertentu, kotor atau cemar, kecuali mereka yang telah dibersihkan oleh
Allah sendiri)
- hal 325.
Editor
dari Calvin’s Commentary
(hal 325, footnote) juga setuju dengan Calvin bahwa hanya imam yang boleh
melakukan hal itu.
Kata-kata Calvin ini bukan tak beralasan, karena kalau seseorang
menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu, itu sama
saja dengan kalau ia melakukannya sendiri. Misalnya: kalau saya menyuruh
tukang-tukang untuk merenovasi rumah saya, saya boleh saja mengatakan ‘Saya
merenovasi rumah saya’. Demikian juga kalau imam
menyembelih binatang itu atas perintah si pemberi korban, maka bisa dikatakan
bahwa si pemberi korban itulah yang menyembelih binatang tersebut.
2.
Ada yang menganggap bahwa yang membunuh korban bukan imam, tetapi orang Lewi,
atau bahkan si pemberi korban itu sendiri.
Wenham (NICOT): “the
worshipper had to kill the animal himself”
(= orang yang beribadah harus membunuh sendiri binatang itu) -
hal 53.
Jamieson, Fausset & Brown: “‘And he shall kill ...’ - meaning not the priest, because it
was not his official duty in case of voluntary sacrifices, but the offerer; in
later times, however, the office was generally performed by Levites (cf. 2 Chr.
29:24; Ezra 6:24).” [= ‘Dan ia akan membunuh /
menyembelih ...’ - tidak berarti imamnya, karena bukanlah merupakan tugas
resminya dalam kasus korban sukarela, tetapi si pemberi persembahan; tetapi
belakangan, tugas itu biasanya dilakukan oleh orang-orang Lewi (bdk. 2Taw 29:24;
Ezra 6:24)].
2Taw 29:24
- “Dan
para imam menyembelihnya
dan mempersembahkan darahnya di atas mezbah sebagai korban penghapus dosa untuk
mengadakan pendamaian bagi seluruh Israel.
Sebab raja telah memerintahkan untuk mempersembahkan korban
bakaran dan korban penghapus dosa itu bagi seluruh Israel”.
Ezra 6:24
pasti salah cetak, karena ayat itu tidak ada. Mungkin seharusnya Ezra 6:20 - “Karena
para imam dan orang-orang Lewi bersama-sama mentahirkan diri,
sehingga tahirlah mereka sekalian. Demikianlah mereka menyembelih anak domba Paskah bagi semua orang yang
pulang dari pembuangan, dan bagi saudara-saudara mereka, yakni para imam, dan
bagi dirinya sendiri”.
Catatan: tetapi kasus-kasus yang diberikan sebagai contoh, bukan kasus
pemberian korban bakaran, tetapi korban penghapus dosa dan penyembelihan anak
domba Paskah.
Victor
P. Hamilton (hal 255) juga menganggap bahwa yang menyembelih binatang itu bukan
imam tetapi orang yang memberi korban itu.
Andrew Bonar juga mengatakan bahwa seadanya orang boleh menyembelih
binatang itu, dan ia membandingkan dengan tindakan
pemercikan darah, yang hanya boleh dilakukan oleh imam.
Andrew Bonar: “Any
one (2Chron. 30:17) might kill the animal - any common Levite, or even the
offerer himself - for there may be many executioners of God’s wrath: ... But
there is only one appointed way for dispensing mercy; and therefore only priests
must engage in the act that signified the bestowal pardon”
[= Siapapun (2Taw 30:17) boleh membunuh binatang itu - seadanya orang Lewi
biasa, atau bahkan si pemberi persembahan sendiri - karena bisa ada banyak
algojo dari murka Allah: ... Tetapi hanya ada satu jalan yang ditetapkan untuk
menyalurkan / membagikan belas kasihan; dan karena itu hanya imam yang harus
dipekerjakan dalam tindakan yang menandakan pemberian pengampunan] - hal 16.
Catatan:
· memang
pemercikan darah ke mezbah hanya dilakukan oleh imam (ay 5).
· 2Taw 30:17
- “Sebab ada banyak
di antara jemaah yang tidak menguduskan dirinya, sehingga menjadi
tugas orang Lewi untuk menyembelih domba-domba Paskah bagi setiap
orang yang tidak dapat menguduskannya bagi TUHAN karena ia tidak tahir”.
Ayat
ini kelihatannya menunjukkan bahwa orang Lewi menyembelih korban untuk
orang-orang yang tidak dapat menguduskan dirinya. Jadi orang yang dapat menguduskan dirinya,
boleh menyembelih sendiri korban itu.
b) ‘menyembelih’.
KJV/RSV: ‘kill’ (= membunuh).
NIV: ‘slaughter’ (= membunuh / menyembelih).
NASB: ‘slay’ (= membunuh).
Saya
berpendapat, arti yang benar dari kata bahasa Ibraninya adalah ‘menyembelih’
(William L. Holladay, hal 365).
Ini sebabnya, untuk Anti-Typenya, yaitu Kristus, juga digunakan
kata ‘menyembelih’,
sekalipun dalam arti sebenarnya Kristus mati disalib, bukan disembelih.
1Kor 5:7
- “Buanglah
ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang
tidak beragi.
Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”.
Wah 5:6 - “Maka aku melihat di tengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu
dan di tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah
disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang
diutus ke seluruh bumi”.
Adam Clarke: “‘As
it had been slain.’ As if now in the act of being
offered. This is very remarkable; so important is the sacrificial
offering of Christ in the sight of God that he is still represented as being in
the very act of pouring out his blood for the offences of man. This gives great
advantage to faith; when any soul comes to the throne of grace, he finds a
sacrifice there provided for him to offer to God. Thus all succeeding
generations find they have the continual sacrifice ready, and the newly-shed
blood to offer” (= ).
Jamieson, Fausset & Brown: “‘As it had been slain.’ - bearing
marks of His past death-wounds: standing, though bearing the marks of one
slain. In the midst of heavenly glory, Christ crucified is still
prominent” (=
).
Barnes’ Notes: “‘As
it had been slain.’ That is, in some way having the appearance of having
been slain; having some marks or indications about it that it had been
slain. What those were the writer does not specify. If it were
covered with blood, or there were marks of mortal wounds, it would be all that
the representation demands. The great work which the Redeemer performed - that
of making an atonement for sin - was thus represented to John in such a way that
he at once recognized him, and saw the reason why the office of breaking the
seals was entrusted to him. It should be remarked that this representation is
merely symbolic, and we are not to suppose that the Redeemer really assumed this
form, or that he appears in this form in heaven. We should no more suppose
that the Redeemer appear: literally as a lamb in heaven with numerous eyes and
horns, than that there is a literal throne and a sea of glass there; that there
are ‘seats’ there, and ‘elders,’ and ‘crowns of gold.’”
(= ).
Wah 5:9 - “Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: ‘Engkau
layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena
Engkau telah disembelih dan dengan darahMu Engkau telah membeli mereka bagi
Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa”.
Wah 5:12 - “katanya dengan suara nyaring: ‘Anak Domba yang disembelih
itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan
hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!’”.
Wah 13:8
- “Dan
semua orang yang diam di atas bumi akan menyembahnya, yaitu setiap orang yang
namanya tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan dari Anak
Domba, yang telah disembelih”.
Bdk.
Yes 53:7 - “Dia
dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti
anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di
depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak
membuka mulutnya”.
2)
“dan
anak-anak Harun, imam-imam itu, harus mempersembahkan darah lembu itu dan
menyiramkannya pada sekeliling mezbah yang di depan pintu Kemah Pertemuan”
(ay 5b).
a) ‘menyiramkannya’
(ay 5b).
KJV/NIV/NASB: ‘sprinkle’ (= memercikkan).
RSV: ‘throw’ (= melemparkan / menyiramkan).
Andrew Bonar (hal 16, footnote) mengatakan bahwa kata Ibraninya
berarti ‘to
scatter in large quantities’ (= menyebarkan dalam jumlah yang besar).
Barnes’ Notes: “‘Sprinkle
the blood.’ Rather, throw the blood, so as to make the liquid cover a
considerable surface” (= ‘Memercikkan darah’. Lebih baik,
‘melemparkan / menyiramkan darah, sehingga membuat cairan itu menutupi
suatu permukaan yang luas).
Apakah
‘pemercikan’
atau ‘penyiraman’
tidak terlalu jadi soal; yang jelas tidak dikatakan ‘perendaman’
/ ‘pencelupan’.
Kalau ini merupakan simbol dari pengampunan dosa, lalu
mengapa dalam Perjanjian Baru, ada gereja-gereja yang mengharuskan baptisan
selam? Ini tidak cocok.
b) ‘darah’.
Di sini tak dijelaskan apa arti dari
darah ini. Penjelasannya ada dalam Im 17:11 - “Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku
telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian
bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa”.
Jamieson, Fausset & Brown: “‘Sprinkle the blood.’ This was to be done by the priests,
... The blood being considered the life, the effusion of it was the essential
part of the sacrifice, and the sprinkling of it, the application of the
atonement - which made the person and services of the offerer acceptable to
God” (= ‘Percikkan
darah’. Ini harus dilakukan oleh imam, ... Darah dianggap nyawa, pencurahannya
merupakan bagian yang penting dari korban, dan pemercikannya, penerapan dari
penebusan - yang membuat orang dan ibadah dari si pemberi persembahan diterima
oleh Allah).
Adam Clarke: “The
blood was to be sprinkled round about upon the altar, ver. 5, as by the
sprinkling of blood the atonement was made; for the blood was the life of the
beast, and it was always supposed that life went to redeem life”
(= Darah harus dipercikkan di sekitar mezbah, ay 5, karena oleh pemercikan
darah, penebusan dibuat / dilakukan; karena darah adalah nyawa dari binatang,
dan selalu dianggap bahwa nyawa pergi / hilang untuk menebus nyawa).
Darah
dari binatang korban ini jelas merupakan Type dari darah Kristus. Bandingkan dengan:
· Mat 26:28
- “Sebab inilah
darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan
dosa”.
· Ro 3:25
- “Kristus Yesus
telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal
ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan
dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya”.
· Ef 1:7
- “Sebab di dalam Dia
dan oleh darahNya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut
kekayaan kasih karuniaNya”.
· Kol 1:20
- “dan oleh Dialah
Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diriNya,
baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan
pendamaian oleh darah salib Kristus”.
· Ibr 9:12-14
- “(12) dan Ia
telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan
dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa
darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat
kelepasan yang kekal. (13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan
dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka
disucikan secara lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh
Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai
persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari
perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang
hidup”.
· Ibr 13:12
- “Itu jugalah
sebabnya Yesus telah menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan
umatNya dengan darahNya sendiri”.
· 1Pet 1:18-19
- “(18) Sebab kamu
tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara
hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan
barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan dengan darah
yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak
bernoda dan tak bercacat”.
c) ‘Mezbah’.
Mezbah untuk korban bakaran ini dijelaskan ukuran dan bentuknya
dalam Kel 27:1-8 - “(1)
‘Haruslah engkau membuat mezbah dari kayu penaga, lima hasta panjangnya dan
lima hasta lebarnya, sehingga mezbah itu empat persegi, tetapi tiga hasta
tingginya. (2) Haruslah engkau membuat tanduk-tanduknya pada keempat
sudutnya; tanduk-tanduknya itu haruslah seiras dengan mezbah itu dan haruslah
engkau menyalutnya dengan tembaga. (3) Juga harus engkau membuat kuali-kualinya
tempat menaruh abunya, dan sodok-sodoknya dan bokor-bokor penyiramannya,
garpu-garpunya dan perbaraan-perbaraannya; semua perkakasnya itu harus kaubuat
dari tembaga. (4) Haruslah engkau membuat untuk itu kisi-kisi, yakni jala-jala
tembaga, dan pada jala-jala itu haruslah kaubuat empat gelang tembaga pada
keempat ujungnya. (5) Haruslah engkau memasang jala-jala itu di bawah jalur
mezbah itu; mulai dari sebelah bawah, sehingga jala-jala itu sampai setengah
tinggi mezbah itu. (6) Haruslah engkau membuat kayu-kayu pengusung untuk mezbah
itu, kayu-kayu pengusung dari kayu penaga dan menyalutnya dengan tembaga. (7)
Kayu-kayu pengusungnya itu haruslah dimasukkan ke dalam gelang-gelang itu dan
kayu-kayu pengusung itu haruslah ada pada kedua rusuk mezbah itu waktu mezbah
itu diangkut. (8) Mezbah itu harus kaubuat berongga dan dari
papan, seperti yang ditunjukkan kepadamu di atas gunung itu, demikianlah harus
dibuat mezbah itu.’”.
3)
“Kemudian haruslah ia
menguliti korban bakaran itu dan memotong-motongnya menurut bagian-bagian
tertentu” (ay 6).
a) “Kemudian
haruslah ia menguliti korban bakaran itu”.
Seorang
penafsir mengatakan bahwa belakangan yang menguliti binatang korban itu adalah
imam / orang Lewi.
b) “dan
memotong-motongnya menurut bagian-bagian tertentu”.
Andrew Bonar: “The
‘cutting it into pieces’ would at last leave the sacrifice a mangled mass of
flesh and bones. ... By this the excruciating torment due to the sinner seems
signified. God’s sword ... spares not the sacrifice; but uses its sharpness
and strength to pierce and destroy to the uttermost. ... Such, too, were the
Saviour’s sufferings. Every part and pore of His frame was thus mangled; every
member of His body, every feeling of His soul”
(= ‘Pemotong-motongan ke dalam bagian-bagian’ setidaknya akan membuat korban
itu menjadi daging yang koyak-koyak dan tulang. ... Dengan
ini kelihatannya ditunjukkan penyiksaan yang sangat menyakitkan yang disebabkan
karena orang berdosa. Pedang Allah ... tidak
menyayangkan korban; tetapi menggunakan ketajaman dan kekuatannya untuk menusuk
dan menghancurkan sampai sepenuhnya. ... Seperti itu jugalah penderitaan
dari sang Juruselamat. Setiap bagian dan pori dari
badanNya dikoyak seperti itu; setiap anggota dari tubuhNya, setiap perasaan dari
jiwaNya)
- hal 17-18.
Catatan: saya tidak tahu apakah bagian ini artinya memang demikian.
Ay 7: “Anak-anak
imam Harun haruslah menaruh api di atas mezbah dan menyusun kayu di atas api
itu”.
1)
Untuk membakar korban bakaran ini tidak boleh digunakan sembarang api.
Adam Clarke: “‘Put
fire.’ The fire that came out of the tabernacle
from before the Lord, and which was kept perpetually burning, see Lev. 9:24. Nor
was it lawful to use any other fire in the service of God. See the case of Nadab
and Abihu, Lev. 10” (= ‘Menaruh api’. Api yang datang dari kemah suci dari hadapan
Tuhan, dan yang dijaga supaya menyala terus, lihat Im 9:24. Tidak sah untuk
menggunakan api lain dalam pelayanan / ibadah kepada
Allah. Lihat kasus Nadab dan Abihu, Im 10).
Im 9:24-10:2 - “(9:24) Dan keluarlah api dari hadapan
TUHAN, lalu menghanguskan korban bakaran dan segala lemak di atas mezbah.
Tatkala seluruh bangsa itu melihatnya, bersorak-sorailah mereka, lalu sujud
menyembah. (10:1) Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing
mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya
serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke
hadapan TUHAN api yang asing yang tidak
diperintahkanNya kepada mereka. (10:2) Maka keluarlah
api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan
TUHAN”.
Im 9:24 hanya menunjukkan bahwa Tuhan memberikan api
itu. Perintah untuk menjaga api itu supaya jangan mati diberikan sebelumnya,
yaitu dalam Im 6:9,12-13 - “(9)
‘Perintahkanlah kepada Harun dan anak-anaknya: Inilah hukum tentang korban
bakaran. Korban bakaran itu haruslah tinggal di atas perapian di atas mezbah
semalam-malaman sampai pagi, dan api mezbah
haruslah dipelihara menyala di atasnya. ... (12) Api
yang di atas mezbah itu harus dijaga supaya terus menyala, jangan dibiarkan
padam. Tiap-tiap pagi imam harus menaruh kayu di atas mezbah, mengatur
korban bakaran di atasnya dan membakar segala lemak korban keselamatan di sana.
(13) Harus dijaga supaya api tetap menyala di atas
mezbah, janganlah dibiarkan padam.’”.
Kelihatannya
ini merupakan perintah yang aneh. Apa sih bedanya api itu dengan api
lain? Tetapi Tuhan memerintahkan demikian, dan itu harus
ditaati. Pada waktu Nadab dan Abihu melanggarnya, dengan menggunakan ‘api
yang asing’,
maka mereka dihukum mati!
Penerapan:
Ini mengajar kita untuk tidak menyepelekan perintah / larangan
Tuhan!
2)
Api / pembakaran ini menyimbolkan apa?
a)
Api /
pembakaran menunjukkan murka / hukuman Allah yang seharusnya dialami oleh
manusia berdosa, tetapi yang lalu dipikul oleh Kristus bagi kita.
Andrew Bonar: “It
was ... divinely intended to shew ‘the wrath of God revealed from heaven’
against all ungodliness of men. Indeed, fire upon the sacrifice from the bosom
of that cloud was no less than a type of wrath from the bosom of God against Him
who lay in His bosom” (= Itu ... dimaksudkan secara ilahi untuk
menunjukkan ‘murka Allah yang dinyatakan dari surga’ terhadap semua
kejahatan manusia. Memang, api di atas korban yang
datang dari dada dari awan itu, bukan lain dari suatu Type dari murka dari dada
Allah terhadap Dia yang terletak di dadaNya) - hal 19.
Jadi, pertama-tama api itu menunjukkan
murka Allah atas kejahatan manusia. Tetapi karena Kristus menggantikan kita
untuk memikul murka / hukuman Allah itu, maka api itu juga menunjukkan murka
Allah kepada Kristus pada saat Ia memikul hukuman dosa kita, atau menunjuk
kepada penderitaan Kristus pada waktu Ia memikul hukuman dosa kita.
Matthew Henry: “The
burning of the sacrifice signified the sharp sufferings of Christ”
(= Pembakaran korban menandakan penderitaan yang hebat dari Kristus).
b) Ada yang menganggap api sebagai
Roh Kudus / pekerjaan Roh Kudus.
Andrew Bonar menghubungkan ay 7 ini dengan Ibr 9:14 - “betapa
lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan
diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan
menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita
dapat beribadah kepada Allah yang hidup”.
Rupanya Calvin juga menghubungkan ay 7 ini dengan Ibr 9:14,
karena ia lalu memberi komentar sebagai berikut: “by
the fire the efficacy of the Spirit is represented, on which all the profit of
the sacrifices depends; for unless Christ had suffered in the Spirit, He would
not have been a propitiatory sacrifice. Fire, then, was as the condiment which
gave their true savour to the sacrifices, because the blood of Christ was to be
consecrated by the Spirit, that it might cleanse us from all the stains of our
sins” (= dengan
api digambarkan kemujaraban dari Roh, pada mana tergantung semua manfaat
dari korban; karena kecuali Kristus telah menderita dalam Roh, Ia tidak akan
menjadi korban pendamaian. Maka, api merupakan
seperti bumbu yang memberikan rasa / bau yang benar pada korban, karena darah
Kristus harus dikuduskan oleh Roh, supaya itu bisa membersihkan kita dari semua
noda-noda dari dosa-dosa kita) -
hal 326.
Tentang Ibr 9:14, Adam Clarke memberi komentar sebagai berikut: “his
death or final offering was made through or by the eternal Spirit” (= kematianNya atau persembahan yang terakhir dibuat
melalui atau oleh Roh yang kekal).
Ay 8-9: “(8) Dan mereka harus mengatur potongan-potongan korban itu dan
kepala serta lemaknya di atas kayu yang sedang menyala di atas mezbah. (9)
Tetapi isi perutnya dan betisnya haruslah dibasuh dengan air dan seluruhnya itu
harus dibakar oleh imam di atas mezbah sebagai korban bakaran, sebagai korban
api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN”.
1)
“kepala
serta lemaknya”
(ay 8).
Andrew Bonar: “The
head and this fat are two pieces - one outward, the other inward; thus
representing the whole inner and outer man. Christ’s whole manhood, body and
soul, was placed on the altar, in the fire, and endured the wrath of God”
(= Kepala dan lemak ini adalah 2 bagian - satu di luar, yang lain di dalam;
dengan demikian menggambarkan seluruh manusia lahir dan batin. Seluruh
kemanusiaan Kristus, tubuh dan jiwa, diletakkan pada mezbah, dalam api,
dan menanggung murka Allah) -
hal 20.
2)
“Tetapi isi perutnya
dan betisnya haruslah dibasuh dengan air”
(ay 9a).
a) Isi perut dan betis, dan pencucian hal-hal ini, menunjuk
pada apa?
Jamieson, Fausset & Brown: “This part of the ceremony was symbolical of the inward purity
and the holy walk that became acceptable worshippers”
(= Bagian upacara ini merupakan suatu simbol dari kemurnian di dalam, dan
kehidupan yang kudus, yang menjadi penyembah-penyembah yang diterima).
Andrew Bonar: “The
legs and intestines may be supposed to be selected to mark outward and inward
defilement - man’s polluted nature needing to be washed in water. But why wash
these in water, if they are to be burnt? Because here is a sacrifice for others
- ‘the just for the unjust’ - Christ taking our place. Now, lest anything
should seem to indicate personal defilement in Him, these portions are washed in
water, and then presented. Christ’s body and soul, all His person, and all His
acts, were holy. His walk was holy, and His inmost affections holy”
(= Kaki / betis dan usus / isi perutnya bisa dianggap dipilih untuk menandakan
pengotoran / pencemaran lahiriah dan batiniah - hakekat manusia yang tercemar
yang perlu untuk dicuci dalam air. Tetapi mengapa mencuci ini dalam air, jika
mereka akan dibakar? Karena
ini adalah suatu korban untuk orang-orang lain - ‘orang benar untuk
orang yang tidak benar’ - Kristus mengambil tempat kita / menggantikan kita.
Supaya jangan ada apapun yang kelihatannya menunjukkan pencemaran pribadi dalam
Dia, bagian-bagian ini dicuci dalam air, dan lalu dipersembahkan. Tubuh dan jiwa
Kristus, seluruh pribadiNya, dan semua tindakan-tindakanNya, adalah kudus.
KehidupanNya kudus, dan perasaanNya yang di dalam kudus)
- hal 20.
b)
Apakah mencuci isi perut dan betis ini tidak merupakan pelayanan yang berlebihan
/ sia-sia, mengingat isi perut dan betis ini akan
segera dibakar?
Jelas
tidak, karena hal-hal itu ada artinya seperti telah dijelaskan di atas.
Perhatikan komentar Pulpit Commentary di bawah ini.
Pulpit Commentary: “One
might deem this a superfluous proceeding, since they were to be so soon burnt
upon the altar. But this would mean an extremely erroneous view of the solemnity
of a sacrifice. Those who have not time to serve God properly had better not try
it at all” (= Orang bisa menganggap bahwa ini merupakan cara
kerja yang berlebihan, karena bagian-bagian itu akan segera dibakar pada mezbah.
Tetapi ini berarti suatu pandangan yang salah tentang
kekhidmatan dari korban. Mereka yang tidak mempunyai waktu untuk melayani
Allah dengan benar lebih baik tidak mencobanya sama
sekali) -
hal 10.
3)
Korban bakaran itu dibakar seluruhnya.
Ay 9b: “dan seluruhnya itu harus dibakar oleh imam di atas mezbah
sebagai korban bakaran”.
Calvin: “nothing
was to be left except the skin” (= tidak ada yang tersisa kecuali kulit)
- hal 326.
a) Jangan menganggap ini sebagai suatu pemborosan.
Matthew Henry: “‘But
to what purpose,’ would some say, ‘was this waste? Why should all this good
meat, which might have been given to the poor, and have served their hungry
families for food a great while, be burnt together to ashes?’ So was the
will of God; and it is not for us to object or to find fault with it. When
it was burnt for the honour of God, in obedience to his command, and to signify
spiritual blessings, it was really better bestowed, and better answered the end
of its creation, than when it was used as food for man. We must never reckon
that lost which is laid out for God”
(= ‘Tetapi untuk apa’, seseorang akan berkata’
semua pemborosan ini? Mengapa semua daging yang baik ini, yang bisa diberikan
kepada orang-orang miskin, dan melayani makanan keluarga-keluarga mereka yang
lapar untuk waktu yang lama, dibakar bersama-sama menjadi abu?’ Demikianlah
kehendak Allah; dan bukan hak kita untuk keberatan atau mencari kesalahan
padanya. Pada waktu itu dibakar untuk kehormatan Allah, dalam
ketaatan pada perintahNya, dan untuk menunjukkan berkat rohani, itu betul-betul
diberikan dengan lebih baik, dan dengan lebih baik memenuhi tujuan dari
penciptaan binatang itu, dari pada jika itu digunakan sebagai makanan untuk
manusia. Kita tidak pernah boleh menganggap hilang apa
yang dikeluarkan untuk Allah).
b)
Sebagaimana api menunjuk kepada murka Allah, maka
pembakaran korban sampai habis menunjuk kepada tindakan melepaskan murka
seluruhnya.
Andrew Bonar: “The
offering first spoken of are those that are to be wholly consumed - types of
complete exhaustion of wrath” (= Persembahan yang pertama dibicarakan adalah mereka yang dibakar
seluruhnya - Type dari tindakan melepaskan murka sepenuhnya)
- hal 11.
Jadi, kalau binatang yang dibakar seluruhnya ini merupakan Type
dari Kristus, kita boleh percaya bahwa pada waktu Kristus menderita dan mati di
kayu salib, murka / hukuman Allah sudah dilepaskan seluruhnya kepada Dia (ingat
kata-kata ‘Sudah
selesai’
- Yoh 19:30), sehingga sekarang bagi kita yang percaya tidak ada lagi
hukuman sama sekali.
Ro 8:1
- “Demikianlah
sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.
c)
Pembakaran seluruh korban menunjukkan apa yang
sebetulnya layak kita terima, dan juga menunjukkan bahwa kita harus menyerahkan
diri sepenuhnya untuk melayani Tuhan.
John Wesley: “The
sacrifices signified that the whole man, in whose stead the sacrifice was
offered, was to be entirely offered or devoted to God’s service; and that
the whole man did deserve to be utterly consumed, if God should deal severely
with him; and directed us to serve the Lord with all singleness of heart, and to
be ready to offer to God even such sacrifices or services wherein we ourselves
should have no part or benefit”
(= Korban menunjukkan bahwa seluruh manusia, sebagai ganti siapa korban itu
dipersembahkan, harus dipersembahkan atau dibaktikan seluruhnya kepada pelayanan
Allah; dan bahwa seluruh manusia layak untuk dibakar sampai habis, jika Allah
menangani dia dengan keras; dan mengarahkan kita untuk melayani Tuhan dengan
seluruh kesatuan hati (kontrasnya adalah pelayanan dengan hati yang bercabang),
dan siap untuk mempersembahkan kepada Allah korban atau pelayanan seperti itu, dalam mana kita sendiri tidak mendapat bagian atau manfaat (kontrasnya
adalah pelayanan yang egois)].
Jadi
sebetulnya hukuman bagi kita itu begitu hebat, tetapi karena sudah digantikan
oleh Kristus, maka kita bebas.
Kita bebas bukan untuk hidup semau kita, tetapi supaya kita
membaktikan hidup kita bagi Allah.
2Kor 5:15
- “Dan
Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi
hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah
dibangkitkan untuk mereka”.
4)
Bau yang menyenangkan bagi Tuhan.
Ay 9c: “sebagai
korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN”.
a) Jangan mengartikan bagian ini seolah-olah Allah harus
diberi makan, seperti dewa-dewa kafir.
b) Perbandingan ay 9c ini dengan Ef 5:2.
Ay 9c: “sebagai korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN”.
Bdk.
Ef 5:2 - “dan
hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu
dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang
harum bagi Allah”.
Clarke mengatakan (hal 510) bahwa dalam Septuaginta, bagian
kata-kata ‘korban
api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN’
dari ay 9 itu sama dengan kata-kata yang digunakan dalam Ef 5:2 bagian
akhir.
Jadi,
dari persamaan / analogi ‘bau
yang menyenangkan / harum’
ini, kita lagi-lagi melihat secara sangat jelas bahwa korban binatang itu
merupakan Type dari korban Kristus di kayu salib.
Adam Clarke: “Hence,
we find that the holocaust, or burnt-offering, typified the sacrifice and death
of Christ for the sins of the world” (= Dari hal ini, kita mendapati bahwa pembakaran
seluruhnya, atau korban bakaran, yang adalah Type dari korban dan kematian
Kristus untuk dosa-dosa dunia).
c)
Kalau dikatakan berbau harum / menyenangkan bagi Allah, tak berarti pembakaran
korban itu sendiri betul-betul mengeluarkan bau harum. Pasti
baunya yang sebenarnya tidak enak (bau gosong). Tetapi
bagi Allah itu harum / menyenangkan, karena dilakukan sebagai ketaatan pada
perintahNya, dan merupakan Type dari Kristus.
Matthew Henry: “The
burning of flesh is unsavoury in itself; but this, as an act of obedience to a
divine command, and a type of Christ, was well pleasing to God: he was
reconciled to the offerer, and did himself take a
complacency in that reconciliation. ... Christ’s offering of himself to
God is said to be of a sweet-smelling savour (Eph. 5:2)” [= Pembakaran daging sebetulnya baunya tidak enak; tetapi
ini, sebagai suatu tindakan ketaatan kepada suatu perintah ilahi, dan suatu Type
dari Kristus, baunya menyenangkan bagi Allah: Ia diperdamaikan dengan si pemberi
persembahan, dan Ia sendiri mengalami kepuasan dalam perdamaian itu.
... Persembahan diri sendiri dari Kristus bagi Allah
dikatakan sebagai berbau harum (Ef 5:2)].
5)
Tidak semua korban baunya harum / menyenangkan bagi Tuhan; ada persembahan
korban yang baunya menjijikkan bagi Tuhan.
Sebagai
kontras dengan korban yang baunya menyenangkan Tuhan, ada korban yang baunya
menjijikkan bagi Tuhan atau tidak disenangi oleh Tuhan, yaitu kalau orang yang
mempersembahkan korban itu hidup dalam dosa / kejahatan.
· Yes 1:11-15
- “(11) ‘Untuk apa
itu korbanmu yang banyak-banyak?’ firman TUHAN; ‘Aku sudah jemu akan
korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu
gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai.
(12) Apabila kamu datang untuk menghadap di hadiratKu, siapakah yang menuntut
itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait SuciKu? (13) Jangan
lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan
bagiKu. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan
pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu
penuh kejahatan. (14) Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu
yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagiKu,
Aku telah payah menanggungnya. (15) Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk
berdoa, Aku akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa,
Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah”.
· Yer 6:20
- “Apakah gunanya
bagiKu kamu bawa kemenyan dari Syeba dan tebu yang baik dari negeri yang jauh?
Aku tidak berkenan kepada korban-korban bakaranmu dan korban-korban sembelihanmu
tidak menyenangkan hatiKu”.
· Amos 5:21-24
- “(21) ‘Aku
membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang
kepada perkumpulan rayamu. (22) Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepadaKu
korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan
korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang.
(23) Jauhkanlah dari padaKu keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak
mau Aku dengar. (24) Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air
dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir.’”.
Penerapan:
Jangan
anggap Tuhan selalu senang dengan ibadah saudara, persembahan saudara, pelayanan
saudara, dan sebagainya.
Kalau saudara melakukan hal-hal itu dengan hidup dalam dosa,
itu merupakan sesuatu yang menjijikkan bagi Allah.
Ay 10-13: “(10)
Jikalau persembahannya untuk korban bakaran adalah dari kambing domba, baik dari
domba, maupun dari kambing, haruslah ia
mempersembahkan seekor jantan yang tidak bercela. (11) Haruslah ia
menyembelihnya pada sisi mezbah sebelah utara di hadapan TUHAN, lalu
haruslah anak-anak Harun, imam-imam itu, menyiramkan darahnya pada mezbah
sekelilingnya. (12) Kemudian haruslah ia
memotong-motongnya menurut bagian-bagian tertentu, dan bersama-sama kepalanya
dan lemaknya diaturlah semuanya itu oleh imam di atas kayu yang sedang menyala
di atas mezbah. (13) Isi perut dan betisnya haruslah dibasuhnya dengan air, dan
seluruhnya itu haruslah dipersembahkan oleh imam dan dibakar di atas mezbah:
itulah korban bakaran, suatu korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi
TUHAN”.
1)
Orang yang tak mampu menyediakan sapi, boleh menggunakan domba / kambing, yang
harganya tentu lebih murah.
2)
Boleh dikatakan seluruh bagian ini sama dengan korban
sapi jantan, tetapi ada satu perkecualian, yaitu tentang tempat membakar korban
ini, yang dikatakan ‘pada
sisi mezbah sebelah utara’
(ay 11), atau di sebelah utara dari mezbah.
Matthew
Henry mengatakan bahwa sekalipun bagian ini tidak ada dalam pembicaraan tentang
korban sapi jantan atau burung, tetapi mungkin semua korban juga dibakar di
tempat ini.
Jadi, ini mungkin hanya merupakan penggambaran yang lebih spesifik dari ‘di
depan Kemah Pertemuan’
(ay 3). Matthew Henry menduga bahwa alasan digunakannya
tempat itu hanyalah alasan praktis saja, karena itu adalah tempat yang paling
luas.
Keil
& Delitzsch mengatakan bahwa tempat ini dipilih karena meja roti sajian ada
di bagian Utara dari Ruang Suci (Kel 25:23-30), dimana secara terus menerus
dipersembahkan roti sajian itu.
Lebih lagi, di bagian Timur dari mezbah di halaman Kemah
Suci itu merupakan tempat dari sampah, atau tumpukan abu (ay 16). Jalan
menuju mezbah ada di sebelah Selatan, dan di sebelah Barat, adalah tempat antara
mezbah dan pintu masuk ke Ruang Suci, yang jelas merupakan tempat yang paling
tidak cocok untuk penyembelihan.
Matthew Henry: “The
method of managing these is much the same with that of the bullocks; only it is
ordered here that the sacrifice should be killed on the side of the altar
northward, which, though mentioned here only, was probably to be observed
concerning the former, and other sacrifices. Perhaps on that side of the altar
there was the largest vacant space, and room for the
priests to turn them in”.
Keil & Delitzsch: “The
northern side of the altar was appointed as the place of slaughtering,
... probably because the table of shew-bread, with the continual
meat-offering, stood on the north side in the holy place. Moreover, the eastern
side of the altar in the court was the place for the refuse, or heap of ashes
(v. 16); the ascent to the altar was probably on the south side, as Josephus
affirms that it was in the second temple (J. de bell. jud. v. 5, 6); and the
western side, or the space between the altar and the entrance to the holy place,
would unquestionably have been the most unsuitable of all for the
slaughtering”.
Catatan: kedua kutipan ini tidak saya terjemahkan, karena intinya sudah
saya berikan di atas.
Ay 14:
“Jikalau persembahannya kepada TUHAN merupakan korban bakaran
dari burung, haruslah ia mempersembahkan korbannya itu dari burung tekukur
atau dari anak burung merpati”.
KJV/RSV:
‘of turtledoves or of young pigeons’ (= dari burung tekukur atau dari
burung merpati muda).
NIV:
‘a dove or a young pigeon’ (= seekor burung dara atau seekor burung
merpati muda).
NASB:
‘from the turtledoves or from the young pigeons’ (= dari burung
tekukur atau dari burung merpati muda).
Catatan:
· Turtledove
= burung tekukur.
· Pigeon
/ dove = burung merpati.
1)
Jadi, korban yang dipersembahkan bisa sapi jantan (ay 3), domba / kambing
jantan (ay 10), atau burung tekukur / anak merpati (ay 14).
a)
Mengapa Kristus selalu disebut sebagai ‘Anak
Domba Allah’,
tidak pernah sebagai ‘Sapi
Jantan Allah’,
atau ‘Burung Allah’?
1.
Berbeda dengan sapi jantan dan burung, domba merupakan korban harian / setiap
hari, sehingga lebih cocok untuk menunjuk kepada darah Kristus yang selalu siap
untuk digunakan.
Andrew Bonar: “An
old writer asks why Christ is called so often ‘the Lamb of God,’ and not
‘the ox, or the ram, of God.’ The reply is, because these were not offered
‘every day,’ whereas the lamb was a daily offering, and therefore better
fitted to proclaim Christ’s blood as always ready for use”
(= Seorang penulis kuno menanyakan mengapa Kristus disebut begitu sering ‘Anak
Domba Allah’, dan tidak ‘sapi jantan, atau domba jantan Allah’. Jawabannya
adalah, karena binatang-binatang ini tidak dipersembahkan ‘setiap hari’,
sedangkan anak domba merupakan suatu persembahan harian, dan karena itu lebih
cocok untuk memproklamirkan darah Kristus sebagai selalu siap untuk digunakan)
- hal 23 (footnote).
Bahwa Kristus memang sering disebut sebagai ‘Anak
Domba’ bisa saudara lihat dalam ayat-ayat sebagai berikut: Yoh 1:29
1Pet 1:18-19 Yes 53:7 Wah 5:6,7,8,12,13 Wah
6:1,3,5,7,9,12,16 Wah 7:9 dimana Yesus disebut sebagai ‘Anak
Domba’ atau
‘Anak Domba Allah’,
atau ‘Anak Domba yang
telah disembelih’.
Bahwa domba memang merupakan korban harian / setiap hari, bisa kita
lihat dalam Kel 29:38-42 - “(38) ‘Inilah
yang harus kauolah di atas mezbah itu: dua anak domba berumur setahun, tetap
tiap-tiap hari. (39) Domba yang satu haruslah kauolah pada waktu pagi dan
domba yang lain kauolah pada waktu senja. (40)
Dan beserta domba yang satu kauolah sepersepuluh efa tepung yang terbaik dengan
minyak tumbuk seperempat hin, dan korban curahan dari seperempat hin anggur.
(41) Domba yang lain haruslah kauolah pada waktu senja; sama
seperti korban sajian dan korban curahannya pada waktu pagi harus engkau
mengolahnya sebagai persembahan yang harum, suatu korban api-apian bagi TUHAN,
(42) suatu korban bakaran yang tetap
di antara kamu turun-temurun, di depan pintu Kemah Pertemuan di hadapan
TUHAN. Sebab di sana Aku akan bertemu dengan kamu,
untuk berfirman kepadamu”.
2.
Dalam perayaan Paskah, juga digunakan anak domba, yang merupakan Type dari
Kristus.
Pada
perayaan Paskah, binatang yang disembelih harus ‘anak
domba’
(tidak pernah sapi jantan atau burung merpati). Memang boleh juga ‘anak kambing’, tetapi istilah yang digunakan selalu adalah ‘anak
domba Paskah’
(Kel 12:21 Ezra 6:20). Anak
domba Paskah ini jelas merupakan TYPE / bayangan dari Kristus; sedangkan Kristus
merupakan Anti-Type dari anak domba Paskah itu.
1Kor 5:7
- “Buanglah
ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang
tidak beragi.
Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”.
b)
Burung tekukur atau anak burung merpati ini adalah persembahan dari orang
miskin.
Barnes’ Notes: “The
offering of a bird was permitted to one who was too poor to offer a quadruped”
(= Persembahan / korban dari burung diijinkan bagi seseorang yang terlalu miskin
untuk mempersembahkan binatang berkaki empat).
Nelson’s Bible Dictionary, ‘Animals of the Bible’, ‘Dove’:
“Even a poor man
could provide a pigeon or two for worship, as Joseph and Mary did at Jesus’
circumcision (Luke 2:21-24; Lev. 12:8)”
[= Bahkan seorang yang miskin bisa menyediakan seekor atau 2 ekor burung merpati
untuk ibadah, seperti yang dilakukan oleh Yusuf dan Maria pada penyunatan Yesus
(Luk 2:21-24; Im 12:8)].
1.
Hanya orang miskin, yang memang tidak mampu mempersembahkan sapi jantan atau
kambing / domba, yang boleh mempersembahkan burung tekukur / anak burung
merpati.
Sapi,
domba / kambing, dan burung tekukur / anak burung merpati ini bukannya boleh
dipilih sembarangan.
Kalau boleh memilih sembarangan, mungkin 99 % dari korban bakaran akan
berupa burung! Orang yang mampu harus menyediakan korban
bakaran yang lebih besar / mahal, dan yang tidak mampu menyediakan korban
bakaran yang lebih kecil / murah. Jadi, persembahan
berupa burung tekukur atau anak burung merpati ini, adalah persembahan untuk
orang miskin, yang tidak mampu mengusahakan sapi atau domba / kambing.
Pulpit Commentary: “If
poor, a turtle-dove would not be rejected, but for a rich man to offer the same
would be treated as an insult to God. ... We ought to ask, not what is there
can be easily spared, but how much can possibly be laid upon the altar. Let
us not mock him by indulging in our own pleasures, and then giving to him the
petty remains of our poverty!” (= Jika miskin, seekor burung tekukur tidak akan
ditolak, tetapi untuk seorang kaya yang mempersembahkan hal yang sama akan
dianggap sebagai suatu penghinaan kepada Allah.
... Kita harus bertanya, bukan apa yang dengan
mudah bisa dihemat, tetapi berapa banyak yang mungkin diletakkan di atas mezbah.
Hendaklah kita jangan mempermainkan Dia dengan memuaskan
diri dalam kesenangan-kesenangan kita sendiri, dan lalu memberikan kepadaNya
sisa-sisa yang kecil dari kemiskinan kita!)
- hal 10.
2.
Dari sini terlihat bahwa baik dalam Injil maupun dalam hukum Taurat, Allah
memperhatikan orang miskin.
Matthew Henry: “Here
we have the laws concerning the burnt-offerings, which were of the flock or of
the fowls. Those of the middle rank, that could not well afford to offer a
bullock, would bring a sheep or a goat; and those that were not able to do that
should be accepted of God if they brought a turtle-dove or a pigeon. For God,
in his law and in his gospel, as well as in his providence, considers the poor”
(= Di sini kita mempunyai hukum-hukum mengenai korban bakaran, yang adalah dari
ternak atau dari unggas. Mereka yang dari tingkat menengah, yang tidak bisa
dengan baik mengusahakan untuk mempersembahkan seekor sapi, akan membawa seekor
domba atau kambing; dan mereka yang tidak bisa melakukan hal itu, diterima oleh
Allah jika mereka membawa burung tekukur atau burung merpati. Karena
Allah, dalam hukum TauratNya dan dalam injilNya, maupun dalam providensiaNya,
mempertimbangkan orang miskin).
Adam Clarke: “The
RICH were to bring the most costly; the POOR, those of least price. Even in this
requisition of justice how much mercy was mingled! If a man could not bring a
bullock or a heifer, a goat or a sheep let him bring a calf, a kid, or a lamb.
If he could not bring any of these because of his poverty, let him bring a
turtle-dove, or a young pigeon (see Lev. 5:7); and it appears that in cases of
extreme poverty, even a little meal or fine flour was accepted by the bountiful
Lord as a sufficient oblation; see Lev. 5:11. This brought down the benefits of
the sacrificial service within the reach of the poorest of the poor; as we may
take for granted that every person, however low in his circumstances, might be
able to provide the tenth part of an ephah, about three quarts of meal, to make
an offering for his soul unto the Lord. But every man must bring something;
the law stooped to the lowest circumstances of the poorest of the people, but
every man must sacrifice, because every man had sinned. ... God’s justice
requires a measure of that which His mercy has bestowed. But remember that as
thou hast sinned, thou needest a Saviour. Jesus is that lamb without spot
which has been offered to God for the sin of the world, and which thou must
offer to him for thy sin; and it is only through Him that thou canst be
accepted, ... Thanks be to God, the rich and the poor have equal access unto Him
through the Son of his love, and equal right to claim the benefits of the great
sacrifice!” (= Orang
kaya harus membawa yang paling mahal; orang miskin membawa yang berharga paling
rendah. Bahkan dalam daftar tuntutan keadilan ini, betapa banyak belas kasihan
yang dicampurkan! Jika seseorang tidak bisa membawa seekor sapi jantan atau sapi
dewasa, seekor kambing atau seekor domba, hendaklah ia
membawa seekor anak sapi, anak kambing, atau anak domba. Jika ia tidak bisa
membawa yang manapun dari ini karena kemiskinannya, hendaklah ia membawa seekor
burung tekukur, atau anak burung merpati (lihat Im 5:7); dan kelihatannya bahwa
dalam kasus-kasus kemiskinan yang sangat, bahkan sedikit tepung yang baik
diterima oleh Tuhan yang murah hati sebagai suatu persembahan / korban yang
cukup; lihat Im 5:11. Ini membawa turun manfaat dari ibadah korban ke dalam
jangkauan dari yang paling miskin dari orang miskin; karena bisa kita anggap
bahwa setiap orang, betapapun rendahnya keadaannya, mampu menyediakan 1/10 efa,
sekitar 3 quarts tepung, untuk membuat suatu persembahan bagi jiwanya
kepada Tuhan. Tetapi setiap orang harus membawa sesuatu; hukum membungkuk
kepada keadaan yang paling rendah dari yang termiskin dari orang miskin, tetapi
setiap orang harus berkorban, karena setiap orang telah berdosa. ...
Keadilan Allah mengharuskan suatu ukuran / kadar dari
apa yang telah diberikan oleh belas kasihanNya. Tetapi ingat bahwa karena
engkau telah berdosa, engkau membutuhkan seorang Juruselamat. Yesus adalah
anak domba tak bercela itu yang telah dipersembahkan kepada Allah untuk dosa
dunia ini, dan yang harus kaupersembahkan bagiNya untuk dosamu; dan hanya
melalui Dia engkau bisa diterima. ... Syukur kepada Allah, orang kaya dan orang
miskin mempunyai jalan masuk yang sama kepada Dia melalui Anak dari kasihNya,
dan hak yang sama untuk mengclaim manfaat dari korban yang besar / agung
itu!].
Catatan:
· Webster’s
New World Dictionary mengatakan bahwa kata ‘quart’ menunjuk pada
satuan volume.
* untuk
benda cair, ini menunjuk pada ¼ gallon (= 57,75 inci3 atau 0.95
liter).
* untuk
benda kering, seperti tepung, ini menunjuk pada 1/8 peck. Sedangkan Kamus
Inggris - Indonesia, John M. Echols & Hasan Shadily, mengatakan bahwa 1 peck
/ takar = 7,5 liter. Tepung yang harus dibawa oleh
orang miskin itu 3 quarts, atau 3/8 pecks, atau 3/8 x 7,5
liter = 2,8 liter.
* tetapi
Unger’s Bible Dictionary dengan topik ‘Metrology’ mengatakan sebagai
berikut:
“Ephah.
... A measure of Egyptian origin and in very common use
among the Hebrews. It contained ten omers (Exo. 16:36), about three pecks
and three pints” [= Efa.
... Suatu ukuran yang berasal usul dari Mesir dan
sangat umum digunakan di antara orang-orang Ibrani. Itu berisi 10 gomer
(Kel 16:36), sekitar 3 pecks dan 3 pints].
Kamus Inggris - Indonesia, John M. Echols & Hasan Shadily,
mengatakan bahwa ‘pint’ adalah satuan Inggris yang volumenya 0,568
liter.
Jadi 1 efa = (3 x 7,5 liter) + (3 x
0,568 liter) = 24,2 lter.
Yang harus dibawa orang miskin itu 1/10 efa, atau hampir 2,5
liter.
· Im 5:7,11
- “(7) Tetapi jikalau
ia tidak mampu untuk menyediakan kambing atau domba, maka sebagai tebusan
salah karena dosa yang telah diperbuatnya itu, haruslah ia mempersembahkan
kepada TUHAN dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, yang
seekor menjadi korban penghapus dosa dan yang seekor lagi menjadi korban
bakaran. ... (11) Tetapi jikalau ia tidak mampu
menyediakan dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, maka haruslah
ia membawa sebagai persembahannya karena dosanya itu sepersepuluh efa tepung
yang terbaik menjadi korban penghapus dosa. Tidak boleh ditaruhnya minyak
dan dibubuhnya kemenyan di atasnya, karena itulah korban penghapus dosa”.
Catatan: saya tidak mengerti mengapa di sini diijinkan korban yang tidak
berdarah. Ini rasanya tidak cocok dengan Anti-Typenya, yaitu
Kristus. Tetapi ini akan kita pelajari
belakangan, pada saat membahas Im 5.
3.
Bagi imam, prosedur untuk mempersembahkan korban burung ini cukup sukar untuk
dilakukan.
Perhatikan ay 15-17 - “(15) Imam harus membawanya
ke mezbah, lalu memulas kepalanya dan membakarnya di atas mezbah. Darahnya
harus ditekan ke luar pada dinding mezbah. (16) Temboloknya serta dengan
bulunya haruslah disisihkan dan dibuang ke samping mezbah sebelah timur, ke
tempat abu. (17) Dan ia harus mencabik burung itu pada pangkal sayapnya, tetapi
tidak sampai terpisah; lalu imam harus membakarnya di atas mezbah, di atas kayu
yang sedang terbakar; itulah korban bakaran, suatu korban api-apian yang baunya
menyenangkan bagi TUHAN.’”.
Matthew Henry: “the
body was to be opened, sprinkled with salt, and then burnt upon the altar.
‘This sacrifice of birds,’ the Jews say, ‘was one of the most difficult
services the priests had to do,’ to teach those that minister in holy things
to be as solicitous for the salvation of the poor as for that of the rich”
(= tubuh / badannya harus dibuka, diperciki dengan garam, dan lalu
dibakar di atas mezbah. ‘Korban burung’, kata orang-orang Yahudi, ‘adalah
salah satu pelayanan yang tersukar yang harus dilakukan imam-imam’, untuk
mengajar mereka yang melayani dalam hal-hal yang kudus
untuk berusaha secara sama bagi keselamatan dari orang miskin seperti bagi orang
kaya).
Catatan: mungkin Matthew Henry mendapatkan kata-kata ‘diperciki
dengan garam’
itu dari Im 2:13 - “Dan
tiap-tiap persembahanmu yang berupa korban sajian haruslah kaububuhi garam,
janganlah kaulalaikan garam perjanjian Allahmu dari korban sajianmu; beserta
segala persembahanmu haruslah kaupersembahkan garam”.
4.
Kata-kata ‘itulah
korban bakaran, suatu korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN’
pada ay 17b, untuk korban burung dari orang miskin, sama dengan kata-kata
pada ay 9b (tentang korban sapi jantan, persembahan orang kaya), dan ay 13b
(tentang korban domba / kambing, persembahan kelas menengah), dan ini
menunjukkan bahwa Tuhan memberikan penghargaan yang sama untuk korban yang
diberikan oleh orang miskin, asal ia memberikan dengan hati yang benar.
Pulpit Commentary: “The
offering of the poor is pronounced equally acceptable. Note the repetition of
‘it is a sacrifice, of a sweet savour unto the Lord’ after the 17th
verse. It is rather the spirit than the action itself which God regards. Not the
results of labour so much as its motives and the proportion of ability to
accomplishment” [=
Persembahan dari orang miskin dinyatakan diterima secara setara. Perhatikan
pengulangan dari kata-kata ‘itu adalah suatu korban yang berbau harum bagi
Tuhan’ setelah ay 17. Roh / semangatnya, dan bukan tindakannya sendiri
yang diperhatikan oleh Allah. (Yang
penting) bukan hasil
dari jerih payah tetapi motivasinya dan perbandingan dari kemampuan dengan
pencapaiannya] - hal 9.
Pulpit Commentary: “He
knows little of God who imagines that he will be put off with scanty service,
mean oblations” (=
Ia, yang membayangkan bahwa ia akan ditolak dengan pelayanan yang sedikit,
persembahan / korban yang bernilai rendah, hanya tahu sedikit tentang Allah)
- hal 10.
5.
Karena itu, orang miskin tak boleh takut untuk mempersembahkan sesuatu yang
kelihatannya tak berarti (bdk. Luk 21:1-4 - persembahan
janda miskin). Tuhan sama tidak senangnya
melihat orang miskin yang tidak mau mempersembahkan uang recehnya dengan melihat
orang kaya yang tidak mau mempersembahkan emasnya.
Pulpit Commentary: “Notice
is taken of the poor, and appropriate offerings permitted. ... God expects every
man to come and testify his respect and affection. The poor may bring ‘turtle
doves or young pigeons.’ ... It is to be feared
that many withhold a contribution because it seems so insignificant. But the
Lord is as sorry to see the mite retained in the pocket as the gold which the
wealthy refuse to part with” (= Orang miskin diperhatikan, dan persembahan yang sesuai
diijinkan. ... Allah mengharapkan
setiap orang untuk datang dan menyaksikan hormat dan kasihnya. Orang
miskin boleh membawa ‘burung tekukur atau anak burung merpati’. ... Ditakutkan
bahwa banyak orang menahan suatu kontribusi / sumbangsih karena itu kelihatan
begitu tidak berarti. Tetapi Tuhan sama
menyesalnya melihat uang receh / koin yang ditahan dalam kantong (dari orang miskin),
seperti emas yang tak mau dilepaskan / diberikan oleh orang yang kaya) - hal 9.
c)
Burung tekukur / burung merpati menyimbolkan damai, kelembutan, dan sifat tak
melawan.
Matthew Henry: “It
is observable that those creatures were chosen for sacrifice which were most
mild and gentle, harmless and inoffensive, to typify the innocence and meekness
that were in Christ, and to teach the innocence and meekness that should be in
Christians” (=
Terlihat bahwa makhluk-makhluk yang dipilih untuk korban itu adalah yang paling
baik, lembut, tak berbahaya dan tidak mengganggu, untuk menjadi Type dari
ketidak-bersalahan dan kelembutan yang ada dalam Kristus, dan untuk mengajar
ketidak-bersalahan dan kelembutan yang harus ada dalam diri orang-orang Kristen).
Nelson’s Bible Dictionary, ‘Animals of the Bible’, ‘Dove’:
“They are gentle
birds that never resist attack or retaliate against their enemies. Even when her
young are attacked, a dove will give only a pitiful call of distress. Because of
its innocence and gentle nature, the dove is a common religious symbol. The Holy
Spirit took the form of a dove at Jesus’ baptism (Matt. 3:16; Mark 1:10; Luke
3:22). The dove also symbolizes peace, love, forgiveness, and the church”
[= Mereka adalah burung-burung yang lembut yang tidak pernah menahan serangan
atau membalas terhadap musuh-musuh mereka. Bahkan pada saat anak-anaknya
diserang, seekor burung merpati hanya akan memberikan
jeritan kesedihan yang membangkitkan belas kasihan. Karena
ketidak-bersalahan dan sifat lembutnya, burung merpati merupakan suatu simbol
agamawi yang umum. Roh Kudus mengambil bentuk dari
seekor burung merpati pada pembaptisan Yesus (Mat 3:16; Mark 1:10; Luk 3:22).
Burung merpati juga menyimbolkan damai, kasih, pengampunan, dan gereja].
d)
Mengapa ada pilihan antara burung tekukur dan anak burung merpati, dan mengapa
untuk burung merpati diberi kata ‘anak’
[KJV/RSV/NIV/NASB: ‘young’ (= muda)], sedangkan untuk burung tekukur
tidak?
Jamieson, Fausset & Brown: “The fowls were always offered in pairs; and the reason why Moses
ordered two turtle-doves, or two young pigeons, was not merely to suit the
convenience of the offerer, but according as the latter was in season; because pigeons
are sometimes quite hard and unfit for eating, at which time turtle-doves
are very good in Egypt and Palestine. The turtle-doves are not restricted to
any age, because they are always good when they appear in those countries,
being birds of passage; but the age of the pigeons is particularly marked,
that they might not be offered to God at times when they are rejected by men
(Harmer). It is obvious, from the varying scale of these voluntary sacrifices,
that the disposition of the offerer was the thing looked to - not the costliness
of his offering” [= Unggas selalu dipersembahkan dalam pasangan; dan alasan mengapa
Musa memerintahkan 2 burung tekukur, atau 2 anak burung merpati, bukan
semata-mata untuk menyesuaikan dengan kesenangan dari si pemberi persembahan,
tetapi sesuai dengan yang terakhir pada musimnya; karena burung merpati
kadang-kadang cukup keras / alot dan tidak cocok untuk dimakan, pada saat
mana burung tekukur sangat baik di Mesir dan Palestina. Burung tekukur tidak
dibatasi pada usia berapapun, karena mereka selalu
baik (enak
untuk dimakan)
pada waktu muncul di negara-negara itu, karena merupakan burung pindahan dari tempat lain
(migrasi); tetapi umur dari burung merpati ditandai / diperhatikan secara
khusus (‘anak
burung merpati’),
supaya mereka tidak dipersembahkan kepada Allah pada saat dimana mereka ditolak
oleh manusia (Harmer).
Jelaslah, dari skala yang bervariasi dari korban-korban
sukarela ini, bahwa kecondongan hati dari si pemberi persembahan adalah hal yang
diperhatikan - bukan mahalnya persembahannya].
Catatan: saya tidak mengerti mengapa penafsir ini mengatakan 2 ekor
burung. Itu benar dalam kasus dalam Im 5:7, tetapi tidak di sini.
Dari
kata-kata penafsir di atas ini terlihat jelas bahwa Tuhan tidak mau barang
jelek, bahkan dari orang miskin.
Kalau burung merpati itu sudah tua, sehingga kita sendiri
tidak mau memakannya, masakan kita memberikannya sebagai persembahan bagi Tuhan?
Karena itu hati-hatilah dalam:
· memberi
persembahan.
· melayani
Tuhan.
· beribadah
kepada Tuhan.
Berusahalah
memberikan yang terbaik, dari harta, waktu, tenaga, pikiran, dan sebagainya.
e)
Burung tekukur dan burung merpati ada yang merupakan binatang domestik /
peliharaan, tetapi ada yang liar. Tetapi yang liarpun mudah
didapatkan.
Barnes’ Notes: “The
turtles come in the early part of April, but as the season advances they wholly
disappear. The pigeons, on the contrary, do not leave the country; and their
nests, with young ones in them, may be easily found at any season of the year.
Hence, it would appear, that when turtledoves could not be obtained, nestling
pigeons were accepted as a substitute” (= Burung tekukur datang pada awal April, tetapi setelah
musim itu maju lebih jauh mereka menghilang sama
sekali. Burung merpati, sebaliknya, tidak meninggalkan
negeri itu; dan sarang-sarang mereka, dengan anak-anak mereka di dalamnya, bisa
dengan mudah didapatkan pada musim manapun dalam sepanjang tahun. Karena
itu, terlihat bahwa pada waktu burung tekukur tidak bisa didapatkan, burung
merpati yang ada di sarang, diterima sebagai pengganti).
Nelson’s Bible Dictionary, ‘Animals of the Bible’, ‘Dove’:
“Pigeons were
probably the first domesticated bird. When people realized doves could travel
long distances and always find their way home, they used them to carry
messages” (= Burung
merpati mungkin merupakan burung peliharaan pertama. Pada
waktu orang-orang menyadari bahwa burung merpati bisa terbang jarak jauh dan
selalu menemukan jalan untuk pulang, mereka menggunakannya untuk membawa pesan).
Keil & Delitzsch: “The
Israelites have reared pigeons and kept dovecots from time immemorial (Isa.
60:8, cf. 2 Kings 6:25); and the rearing of pigeons continued to be a favourite
pursuit with the later Jews (Josephus, de bell. jud.
v. 4, 4), so that they might very well be reckoned among the domesticated
animals. There are also turtle-doves and wild pigeons in Palestine in such
abundance, that they could easily furnish the ordinary animal food of the poorer
classes, and serve as sacrifices in the place of the larger animals”
[= Orang-orang Israel telah membiakkan burung merpati dan memelihara rumah
burung sejak waktu yang sudah lama sekali (Yes 60:8, bdk. 2Raja 6:25); dan
pembiakan burung merpati terus menjadi pekerjaan / mata pencaharian yang
disenangi orang-orang Yahudi belakangan (Josephus, de bell, jud. v. 4, 4),
sehingga burung-burung itu bisa dianggap sebagai binatang-binatang domestik /
peliharaan. Ada juga burung tekukur dan burung merpati liar yang sangat banyak
di Palestina, sehingga burung-burung itu dengan mudah menyediakan makanan
binatang yang biasa dari golongan-golongan yang miskin, dan berfungsi sebagai
korban-korban menggantikan binatang-binatang yang lebih besar].
Lagi-lagi
kita melihat bahwa Tuhan tidak menuntut binatang yang sukar didapatkan.
Bayangkan kalau Dia meminta burung kasuari, yang tidak bisa didapatkan di
Israel! Tuhan memang tidak mempersulit manusia untuk mendapatkan pengampunan
dosa / keselamatan! Tetapi seringkali manusia sendiri yang mempersulitnya!
f)
Apakah untuk persembahan / korban burung, burungnya juga harus jantan, seperti
sapi dan kambing / domba (ay 3,10)?
Andrew Bonar: “The dove or pigeon was
to be a male; for the Hebrew word for ‘young pigeons’ is hnAOy
yneb., ‘sons
of the dove.’ Thus it was fitter to represent Christ”
[= Burung dara atau merpati itu harus laki-laki; karena kata Ibrani untuk
‘anak burung merpati’ adalah hnAOy
yneb. (BENEY YONAH),
‘anak laki-laki dari burung merpati’.
Dengan demikian itu lebih cocok untuk menggambarkan Kristus]
- hal 25.
Catatan: sepanjang yang saya ketahui Bonar adalah satu-satunya penafsir
yang menekankan jenis kelamin jantan dari burung ini. Tetapi saya sendiri
meragukan apakah ia bisa dibenarkan, karena:
· untuk
burung merpati memang ada kata ‘anak’
yang seharusnya adalah ‘son’ (= anak laki-laki), tetapi untuk burung
tekukur tidak ada. Jadi jenis kelamin burung tekukur pasti tidak ditentukan.
Kalau burung tekukurnya tidak ditentukan jenis kelaminnya, agak aneh kalau untuk
burung merpatinya ditentukan.
· istilah
BENEY (sons of / anak laki-laki dari) sering berlaku umum, untuk
laki-laki maupun perempuan. Seperti dalam istilah ‘sons
of Israel’,
yang menunjuk kepada seluruh bangsa / umat Israel, baik laki-laki maupun
perempuan.
Ay 15: “Imam
harus membawanya ke mezbah, lalu memulas kepalanya
dan membakarnya di atas mezbah. Darahnya harus ditekan ke
luar pada dinding mezbah”.
Mengapa burung tekukur / anak burung merpati yang
begitu lembut harus diperlakukan dengan begitu kejam? Bayangkan, kepalanya dipulas / diputar
sampai putus! Mengapa? Karena ini menunjuk kepada
kekejaman yang dilakukan kepada Kristus, pada waktu Ia
memikul hukuman dosa kita.
Matthew
Henry:
“The head must be
wrung off, ‘quite off,’ say some; others think only pinched, so as to kill
the bird, and yet leave the head hanging to the body. But it seems more likely
that it was to be quite separated, for it was to be burnt first”
(= Kepalanya harus dipulas, ‘sampai putus’ kata beberapa orang; orang-orang
lain beranggapan hanya menjepit, sehingga membunuh burung itu, tetapi membiarkan
kepalanya tergantung pada tubuhnya. Tetapi kelihatannya
lebih memungkinkan bahwa kepalanya betul-betul terpisah, karena kepalanya
dibakar pertama).
Andrew
Bonar:
“this arrangement
is the better fitted to exhibit another feature in the death of Jesus, viz., the
awful violence done to one so pure, so tender, and so lovely. We shrink back
from the terrible harshness of the act, whether it be plunging the knife into
the neck of the innocent lamb, or wringing off the head of the tender dove. But,
on this very account, the circumstances are the better figure of the death of
Jesus. ‘He had done no violence, neither was any deceit in His mouth; yet it
pleased the Lord to bruise Him.’ ... It was the
priest who performed this apparently harsh and cruel act, for the Father bruised
Jesus, and the priest acts in His name” [= pengaturan ini makin cocok untuk menunjukkan ciri yang lain
dalam kematian Yesus, yaitu, kekerasan yang mengerikan dilakukan kepada
seseorang yang begitu murni, begitu lembut, dan begitu elok / bagus. Kita
mengkerut mundur dari kekerasan yang mengerikan dari tindakan tersebut, apakah
itu menghunjamkan pisau ke dalam tengkuk dari anak domba yang tak bersalah, atau
memutar sampai putus kepala dari burung merpati yang lembut. Tetapi,
karena ini keadaannya merupakan gambaran yang lebih baik dari kematian Yesus.
‘Sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada
dalam mulutnya. Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan
kesakitan’ (Yes 53:9b-10a).
... Imamlah yang melakukan tindakan yang jelas kelihatan sebagai keras / kasar
dan kejam ini, karena Bapa melukai / meremukkan Yesus, dan imam bertindak dalam
namaNya]
- hal 27.
Bdk.
Yoh 18:11 - “Kata
Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan
yang diberikan Bapa kepadaKu?’”.
Ay 16: “Temboloknya serta dengan bulunya haruslah disisihkan dan dibuang
ke samping mezbah sebelah timur, ke tempat abu”.
1)
Pembuangan tembolok dan bulu.
a) Tembolok.
Andrew Bonar: “‘The
crop,’ containing the food, seems to be considered unclean, because an emblem
of man’s appetites. Now, as there was nothing of man’s sinful appetites in
the Holy One, there must be nothing even in the type that might lead us to
suppose that He was otherwise than perfectly holy. Hence, ‘the crop’ is
removed” (=
‘Tembolok’, berisikan makanan, kelihatannya dianggap najis, karena merupakan
lambang dari nafsu manusia. Karena tidak ada dari nafsu manusia yang berdosa
dalam diri Yang Kudus, maka dalam Typenyapun tidak boleh ada hal yang bisa
menyebabkan kita menganggap bahwa Ia tidak kudus
secara sempurna. Karena itu, ‘tembolok’ dibuang) - hal 27-28.
b) Bulu.
Andrew Bonar: “‘The
feathers,’ also, are removed, because they are covering to the dove; and it
must be left quite unsheltered when the drops of the storm fall thick and heavy
upon it. These are to be cast to ‘the place of ashes,’ out of the sight of
God; and thus the dove is offered, in a state of purity and of unprotectedness,
on the altar” (=
‘Bulu’ juga dibuang, karena mereka merupakan penutup dari burung merpati;
dan burung merpati itu harus tanpa penutup pada waktu titik-titik dari badai
jatuh dengan tebal dan berat padanya. Ini harus dibuang ke ‘tempat abu’,
jauh dari pandangan Allah; dan demikianlah burung merpati itu dipersembahkan,
dalam keadaan kemurnian dan tanpa perlindungan, pada mezbah)
- hal 28.
Dalam kasus sapi jantan kulit juga tidak dibakar, mungkin dengan
alasan yang sama. Dan saya
memikirkan adanya kemungkinan pembuangan kulit / bulu ini sebagai Type dari
Kristus yang ditelanjangi pada waktu disalibkan.
2)
Tempat pembuangan adalah sebelah Timur dari mezbah, yang juga merupakan tempat
pembuangan abu pembakaran.
Wesley: “Here
the filth was cast, because this was the remotest place from the holy of holies,
which was in the west-end; to teach us, that impure things and persons should
not presume to approach to God, and that they should be banished from his
presence” (= Di sini
kotoran dibuang, karena ini adalah tempat yang terjauh dari Ruang Maha Suci,
yang ada di bagian Barat; untuk mengajar kita, bahwa hal-hal dan orang-orang
yang tidak murni tidak boleh dengan lancang mendekat kepada Allah, dan bahwa
mereka harus dibuang dari hadapanNya).
Ay 17: “Dan ia harus mencabik burung itu pada pangkal sayapnya, tetapi
tidak sampai terpisah; lalu imam harus membakarnya di atas mezbah, di atas kayu
yang sedang terbakar; itulah korban bakaran, suatu korban api-apian yang baunya
menyenangkan bagi TUHAN.’”.
1)
“Dan ia harus
mencabik burung itu pada pangkal sayapnya, tetapi tidak sampai terpisah”.
a) Mencabik tetapi tak sampai terpisah / putus.
Andrew Bonar: “‘The
cleaving’ (fs;wi) implies such a separation as is not complete. It is only
dislocation but not disruption of the parts; as is also explained in the clause,
‘but shall not divide it asunder.’ In this we see another typical
circumstance. It is like the case of the paschal lamb - ‘
A bone of him shall not be broken.’ At the same time, this type gives
us in addition a reference to the Saviour’s racked frame on the cross, when He
said, ‘All my bones are out of joint’ (Ps. 22:14). All this seems intended
to intimate that Jesus, in His death, was whole, though broken”
[= ‘Pencabikan’ (fs;wi)
secara implicit menunjuk pada pemisahan yang tidak sempurna. Itu
hanya merupakan sendi yang terlepas dan bukan pemutusan dari bagian-bagian;
seperti juga dijelaskan dalam anak kalimat ‘tetapi tidak sampai terpisah’.
Dalam hal ini kita melihat keadaan lain yang
merupakan Type. Ini seperti dalam kasus anak domba Paskah -
‘Tidak ada satu tulangnya yang akan dipatahkan’. Pada saat yang sama,
Type ini memberi kita tambahan referensi kepada kerangka yang tersiksa dari
Juruselamat pada kayu salib, pada waktu Ia berkata, ‘Segala tulangku
terlepas dari sendinya’ (Maz 22:15). Semua ini kelihatannya dimaksudkan untuk
menunjukkan bahwa Yesus, dalam kematianNya, tetap utuh, sekalipun hancur]
- hal 28.
Catatan: itu bukan kata-kata Yesus di atas kayu salib, tetapi hanya nubuat
tentang Yesus, dalam Maz 22!
Saya tidak tahu apakah penafsiran ini bisa dibenarkan, mengingat
bahwa dalam kasus sapi jantan dan domba / kambing, tubuhnya memang
dipotong-potong (ay 6,8,9,12,13).
b) Pada pangkal sayapnya.
Andrew Bonar: “‘With
the wings thereof,’ to show nothing left whatsoever that could be means of
escape - total weakness. Jesus said, as He suffered, ‘I am poured out like
water’ (Ps. 22:14)” [= ‘Dengan sayapnya darinya’, untuk menunjukkan bahwa tidak
ada apapun yang tertinggal yang bisa menjadi cara /
jalan untuk lolos - kelemahan total. Yesus berkata, pada saat Ia
menderita, ‘Aku dicurahkan seperti air’ (Maz 22:14)]
- hal 28.
Catatan: lagi-lagi itu bukan kata-kata Yesus di atas kayu salib, tetapi
hanya nubuat tentang Yesus, dalam Maz 22!
2)
“lalu
imam harus membakarnya di atas mezbah, di atas kayu yang sedang terbakar; itulah
korban bakaran, suatu korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi
TUHAN.’”.
Andrew Bonar: “‘And
this sacrifice is ‘a sweet savour to the Lord.’ It satisfies the Father well
- so much so, that we find His redeemed ones called by the name that refers us
back to the sacrifice.” (= Dan korban ini merupakan ‘bau yang menyenangkan bagi
Tuhan’. Itu memuaskan Bapa dengan baik - sedemikian rupa, sehingga kita
mendapati orang-orang yang ditebusNya disebut dengan nama
yang menunjukkan kita kembali pada korban) - hal 29.
Ia
lalu memberi contoh:
· Dalam
Kidung 2:14 Gereja juga disebut ‘the dove’ (= merpati).
Kidung 2:14
- “Merpatiku
di celah-celah batu, di persembunyian lereng-lereng gunung, perlihatkanlah
wajahmu, perdengarkanlah suaramu! Sebab merdu suaramu dan elok
wajahmu!’”.
· Dalam
Maz 74:19 versi KJV, Gereja disebut ‘turtledove’ (= burung tekukur /
merpati).
Maz 74:19
- “Janganlah
berikan nyawa merpatiMu kepada binatang liar!
Janganlah lupakan terus-menerus nyawa orang-orangMu yang tertindas!”.
Juga dalam banyak bagian, Kristus disebut dengan sebutan yang sama
seperti sebutan terhadap orang-orang percaya / gereja.
¨
Baik
Kristus maupun Gereja disebut ‘lily’ (= bunga bakung) dalam Kidung
2:1-2.
Kidung 2:1-2 - “(1) Bunga mawar dari Saron aku, bunga bakung di
lembah-lembah. (2) - Seperti bunga bakung di antara
duri-duri, demikianlah manisku di antara gadis-gadis”.
¨
Baik suara
Kristus maupun suara Gereja dikatakan ‘like the voice of many waters’
(= seperti suara dari banyak air / air bah) dalam kitab Wahyu (Wah 1:15
14:2 19:6).
Wah 1:15
- “Dan
kakiNya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian; suaraNya
bagaikan desau air bah”.
Wah 14:2 - “Dan aku mendengar suatu suara dari langit bagaikan desau air
bah dan bagaikan deru guruh yang dahsyat. Dan suara yang
kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain kecapi yang memetik kecapinya”.
Wah 19:6 - “Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti
desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: ‘Haleluya!
Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja”.
¨
Jika
Gereja berkata: ‘Lihatlah,
tampan engkau kekasihku, sungguh menarik’
(Kidung
1:16), itu adalah jawaban / tanggapan terhadap kata-kata Kristus, yang berkata: ‘Lihatlah,
cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau’
(Kidung
1:15).
Kidung
1:15-16 - “(15)
- Lihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau, bagaikan
merpati matamu.
(16) - Lihatlah, tampan engkau, kekasihku, sungguh
menarik; sungguh sejuk petiduran kita”.
Catatan: orang-orang jaman kuno pada umumnya menganggap kitab Kidung Agung
sebagai kitab yang membicarakan percintaan Kristus dengan gereja / orang
percaya, tetapi orang-orang sekarang pada umumnya tidak menganggap demikian. Saya
sendiri belum menentukan posisi dalam persoalan ini.
Andrew Bonar lalu menambahkan: “So truly one is Christ and His people, they are in a manner
identified! ‘Lord, thou art my righteousness, and I am thy sin; thou hast
taken from me what was mine, and given me what was thine.’
... ‘Oh, sweet exchange! Oh, unsearchable
device! Oh, benefits beyond all expectations!’” (= Begitu sungguh-sungguh satu Kristus dan umatNya,
sehingga mereka dengan suatu cara disatukan /
dianggap sama! ‘Tuhan, Engaku adalah kebenaranku, dan aku adalah dosaMu;
Engkau telah mengambil dari aku apa yang adalah
milikku, dan memberikan kepadaku apa yang adalah milikMu’. ... ‘Oh,
pertukaran yang manis! Oh, pemikiran yang tak
terselami! Oh, manfaat yang melampaui pengharapan!’) - hal 29.
Wenham (NICOT): “With
the death of Christ the only sufficient ‘burnt offering’ was offered once
and for all, and therefore the animal sacrifices which foreshadowed Christ’s
sacrifice were made obsolete. Christians therefore have no need to offer
burnt-offerings for the atonement of their sins. The shedding of Christ’s
blood was the payment of the perfect ransom price. He has borne the Father’s
wrath for us, just as the bulls and lambs in the OT did, so that sinful men can,
despite their sin, enjoy the presence of God and have their prayers answered”
(= Dengan kematian Kristus, satu-satunya ‘korban bakaran’ yang cukup telah
dipersembahkan sekali untuk selama-lamanya, dan karena itu korban-korban
binatang yang membayangkan lebih dulu korban Kristus menjadi usang / kuno.
Karena itu orang-orang kristen tidak perlu
mempersembahkan korban bakaran untuk penebusan dosa-dosa mereka. Pencurahan
darah Kristus merupakan pembayaran harga tebusan yang sempurna. Ia telah
memikul murka Bapa untuk kita, sama seperti sapi jantan dan anak domba dalam PL
melakukannya, sehingga manusia yang berdosa bisa, sekalipun mereka berdosa,
menikmati kehadiran Allah dan mendapatkan jawaban untuk doa-doa mereka)
- hal 65.
-AMIN-
e-mail us at [email protected]