Kata
‘Hermeneutics’ berasal dari kata bahasa Yunani HERMENEUO, yang berarti
‘menjelaskan’, ‘menafsirkan’, atau ‘menterjemahkan’.
Jadi,
Hermeneutics adalah ilmu yang mengajarkan prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan
metode-metode penafsiran Alkitab.
1) Karena
adanya Historical Gap.
Ini
timbul karena adanya perbedaan waktu. Penulis Kitab Suci hidup pada jaman dulu,
dan kejadian-kejadian yang ditulisnya juga terjadi pada jaman dulu, dan semua
ini tentu sangat berbeda dengan jaman sekarang.
Orang
tua sering berkata kepada anaknya: ‘Dulu saya ....’. Tetapi dulu memang
berbeda dengan sekarang!
Dulu
nabi-nabi berjalan kaki karena tidak ada mobil; haruskah pendeta jaman sekarang
juga demikian? Dulu puji-pujian menggunakan rebana, gambus, kecapi, dsb karena
belum ada piano, organ dsb; haruskah puji-pujian jaman sekarang meniru mereka?
Dulu anggur dan minyak sering dipakai sebagai obat (Mark 6:13
Luk 10:34 Yes 1:6), dan karenanya Paulus dan Yakobus
menganjurkannya (1Tim 5:23 Yak 5:14).
Haruskah kita sekarang, setelah ada obat-obatan modern yang lebih manjur, tetap
mengikuti anjuran mereka?
2) Karena
adanya Cultural Gap (perbedaan
kebudayaan).
Mereka
adalah bangsa yang berbeda, dan tinggal di tempat yang berbeda, dan mempunyai
kebiasaan-kebiasaan / tradisi yang berbeda pula dengan kita.
Kebiasaan
orang di Amerika dan Indonesia pada jaman yang sama sudah banyak berbeda,
misalnya:
·
tentang peluk cium.
·
tentang menyapa dengan kata-kata ‘How are you’.
·
pengucapan ‘I
love you’ antara suami dengan istri.
Tentu
kita di Indonesia tidak bisa begitu saja mengimport tradisi Amerika tersebut.
Demikian
juga kebiasaan / kebudayaan orang-orang jaman Kitab Suci tidak bisa begitu saja
ditiru, seperti:
¨
penggunaan tudung kepala bagi perempuan dalam
kebaktian (1Kor 11:5-6,13-15).
¨
Sarai menamai [NIV: called
(= menyebut / memanggil)] Abraham tuannya (1Pet 3:6).
¨
pertemuan di pintu gerbang kota (Rut 3:1).
¨
perendahan / pengabaian terhadap perempuan.
3) Karena
adanya Linguistic Gap (perbedaan
bahasa).
Kitab
Suci ditulis dalam bahasa Ibrani, Yunani dan Aramaic. Tidak mungkin bisa
menterjemahkan bahasa-bahasa itu dengan sempurna ke dalam bahasa kita, karena
adanya perbedaan dalam persoalan:
a)
Grammar (= Tata bahasa).
·
Adanya Tenses
(seperti: past tense, future
tense, perfect tense, dsb).
Mungkin
tidak ada bahasa dalam dunia ini yang lebih njlimet tensesnya dibandingkan dengan bahasa Yunani. Ini menyebabkan pada
waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, maka tenses bahasa Inggrisnya tidak mencukupi sehingga tidak bisa
menterjemahkan dengan tepat. Lebih-lebih kalau diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia yang boleh dikatakan tidak mengenal tenses.
·
Adanya gender
/ jenis kelamin dari kata.
Dalam bahasa Ibrani setiap kata benda dan kata sifat mempunyai jenis kelamin, atau laki-laki atau perempuan, sedangkan dalam bahasa Yunani bahkan ada 3 macam, yaitu laki-laki, perempuan dan netral. Pada waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau Indonesia, maka semua ini hilang, padahal jenis kelamin ini bisa mempengaruhi penafsiran.
b) Vocabulary
/ perbendaharaan kata yang tidak ada.
Kalau
kita menterjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain, kita akan sering mengalami
kesukaran dalam hal ini, yaitu tidak adanya kata yang cocok, yang artinya
betul-betul sama.
Sebagai
contoh, kata bahasa Yunani ‘PRAUS’ yang diterjemahkan ‘lemah lembut’ /
‘meek’ (Mat 5:5), padahal
‘lemah lembut’ / ‘meek’
mempunyai perbedaan arti dengan PRAUS. Kata PRAUS ini tidak mempunyai terjemahan
yang tepat, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
Illustrasi:
kalau mau menterjemahkan kata bahasa Jawa ‘ketlusupen’
ke dalam bahasa Indonesia, kita juga tidak akan menemukan kata yang tepat. Kita
harus menjelaskannya dengan beberapa kalimat.
c)
Ungkapan-ungkapan seperti pada:
·
Mat 26:25,64 - kata-kata ‘Engkau
telah mengatakannya’
artinya adalah ‘ya’.
·
Yos 7:19 dan Yoh 9:24 - istilah ‘give glory to the Lord / God’ (NIV) / ‘berilah
kemuliaan kepada Tuhan / Allah’ merupakan suatu desakan untuk bersumpah.
·
Luk 14:26 - ‘membenci’
berarti ‘kurang mengasihi / mengasihi lebih sedikit’.
·
Mat 16:16 dimana Petrus mengakui Yesus sebagai
‘Anak Allah’.
Orang-orang
Saksi Yehovah berpendapat bahwa
karena Yesus adalah Anak Allah, maka Ia bukan Allah.
Tetapi
ingat bahwa suatu istilah dalam Kitab Suci harus diartikan sesuai dengan
pengertian penulisnya / orang jaman itu tentang istilah tersebut, dan bukan
dengan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah tersebut.
Tentang
istilah ‘Anak Allah’ yang digunakan oleh Yesus terhadap diriNya sendiri,
banyak orang menyalahartikan istilah ini, dengan mengatakan bahwa istilah
‘Anak Allah’ menunjukkan bahwa dulu hanya ada Allah saja, yang lalu beranak,
dsb. Karena itu jelas bahwa Yesus tidak setua / sekekal BapaNya. Tetapi ini
adalah penafsiran yang menggunakan pengertian orang jaman sekarang tentang
istilah itu.
Kalau
kita melihat pada Yoh 10:33b dan Yoh 5:18b maka akan terlihat dengan
jelas bahwa pada jaman itu menyebut diri Anak Allah berarti menganggap diri
sehakekat dengan Allah, dan itu adalah sama dengan menyamakan diri dengan Allah
atau menganggap diri setara dengan Allah.
Yoh 5:18b
- “Ia mengatakan bahwa Allah
adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”.
[Catatan:
kata Yunani yang diterjemahkan ‘menyamakan’ dalam Yoh 5:18
adalah kata yang sama dengan kata Yunani yang diterjemahkan ‘setara’
dalam Fil 2:6].
Yoh 10:33b
- “karena Engkau menghujat Allah
dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu
dengan Allah”
(bdk. Yoh 10:36b).
Illustrasi:
kalau kita mendengar seseorang menceritakan / mengatakan sesuatu dan kita sama
sekali tidak bisa mempercayai kebenaran kata-katanya, maka kita mungkin akan
berkata: ‘Gombal’. Ini merupakan suatu ungkapan, yang artinya kira-kira
adalah ‘omong kosong’. Bagi kita ini bisa dimengerti, tetapi bagaimana
kiranya bagi orang asing yang baru belajar bahasa Indonesia? Apakah ia tidak
bingung mendengar ungkapan ini?
Ketiga
hal ini bisa ‘menghalangi’ kita untuk mengerti Kitab Suci. Dengan
Hermeneutics, sebagian halangan bisa diatasi. Tentu saja disamping itu kita juga
harus belajar tentang latar belakang jaman dahulu, bahasa asli Kitab Suci, dsb.
1) Kalau
seseorang tidak menerima Alkitab sebagai Firman Allah, maka tidak ada gunanya ia
belajar Hermeneutics. Orang yang mulai dari suatu kesesatan, tidak bisa
diharapkan akan mencapai suatu kebe-naran.
Sayangnya,
ada banyak orang / ‘hamba Tuhan’ yang tidak mem-percayai bahwa Alkitab
adalah Firman Allah.
2)
Macam-macam pandangan tentang Alkitab.
a)
Pandangan Liberal.
Golongan
Liberal beranggapan bahwa ‘Kitab
Suci bukanlah Firman Allah’, atau bahwa ‘Kitab
Suci mengandung Firman Allah’.
Kalau
dikatakan bahwa ‘cincin ini mengandung emas’, maka itu berarti bahwa cincin
ini tidak terbuat dari emas murni, tetapi ada campuran logam lain. Demikian juga
kalau dikatakan bahwa ‘Kitab Suci mengandung Firman Allah’, maka itu berarti
bahwa dalam Kitab Suci ada bagian-bagian yang adalah Firman Allah, dan ada juga
bagian-bagian yang bukan Firman Allah. Dan bagian-bagian yang bukan Firman Allah
itu tentu saja bisa salah.
Contoh:
1.
Dalam Majalah ‘PENUNTUN’ terbitan GKI Jawa Barat, vol 2, No 6,
Januari - Maret 1996, ada artikel yang berjudul ‘Keselamatan dalam pandangan
Yesus’, ditulis oleh Pdt. Jahja Sunarya, S. Th., dan dalam artikel itu ada
kata-kata sebagai berikut:
“Jelas,
betapa berartinya peranan penulis dalam menampilkan Yesus. Jika demikian, apakah
tidak mungkin penulis telah menambahi atau mengurangi, bahkan keliru dalam
menafsirkan / mengerti, pengajaran Yesus? Jawabnya tentu saja mungkin.
Sebab ternyata injil yang tertua, yaitu injil karangan Markus, ditulis sekitar
tahun 60. Itu berarti injil ini ditulis setelah sekitar tahun 30 (tigapuluh)
saat peristiwa Yesus terjadi. Kita dapat membayangkan kesulitan Markus ketika
menyusun Injilnya. Ia harus memilah-milah kisah-kisah lisan yang ada dan
ingatan-ingatan yang tidak beraturan untuk menyajikannya dalam wujud tulisan
yang memiliki alur logika yang jelas dan teratur” - hal 181.
2.
Dalam Majalah ‘Kairos’, bulan Mei 1994, ada surat pembaca dari Robert Setio
Ph. D. (yang sekarang menjadi pendeta GKI) yang mengatakan sebagai berikut:
“Liputan
Kairos tentang proses pembuatan Alkitab dalam edisi bulan Maret yang baru lalu
merupakan sumbangan yang berharga bagi umat Kristen di Indonesia (GKI) yang,
dalam bayangan saya, jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali mendengar
‘rahasia’ tersebut. Liputan tersebut sekaligus juga merupakan peringatan
bagi golongan tertentu yang begitu saja menyamakan Firman Allah dengan Alkitab.
Bukankah proses terjadinya Alkitab itu rumit dan melalui seleksi serta
penafsiran yang bisa jadi memiliki motif politik / ideologis?” - hal 5.
Golongan
Liberal memang mempunyai ciri khas merendahkan otoritas Kitab Suci, baik dalam
hidup, kepercayaan, maupun ajaran mereka. Karena itu kalau saudara bertemu
dengan orang (khu-susnya hamba Tuhan!) yang dengan gampang mengabaikan /
me-ngesampingkan / menyalahkan Kitab Suci, saudara perlu berhati-hati, karena
mungkin sekali itu adalah orang dari golongan Liberal.
Kalau
saudara bertemu dengan orang yang mengatakan bahwa ‘Kitab Suci hanya mengandung Firman Allah’, maka tanyakanlah
pertanyaan-pertanyaan ini:
·
Kalau memang ‘Alkitab hanya mengandung Firman
Allah’, lalu bagian mana yang adalah Firman Allah, dan bagian mana yang bukan
Firman Allah?
·
Apa kriteria yang engkau pakai untuk menentukan
bagian yang satu sebagai Firman Allah dan bagian yang lain sebagai bukan Firman
Allah? Dan dari mana engkau mendapatkan kriteria seperti itu?
·
Dengan otoritas apa / siapa engkau bisa menetapkan
bagian yang satu sebagai Firman Allah dan bagian yang lain sebagai bukan Firman
Allah? Bukankah seharusnya Kitab Suci yang adalah Firman Allah itulah yang
menghakimi manusia (Yoh 12:47-48), dan bukan manusia yang menghakimi Kitab
Suci?
b)
Pandangan Liberal yang terselubung.
Satu
hal lagi yang perlu diwaspadai adalah orang / gereja Liberal yang slogannya
tetap benar, yaitu ‘Alkitab / Kitab Suci adalah Firman Allah’,
tetapi:
1.
Penguraian slogan itu bertentangan dengan slogannya.
Dengan
kata lain, slogannya benar, yaitu bahwa ‘Alkitab adalah Firman
Allah’,
tetapi pada waktu slogan itu diuraikan / dijabar-kan, maka terlihat bahwa
maksudnya sama sekali bukanlah bahwa ‘Alkitab adalah Firman Allah’.
Contoh:
a. Dalam
Majalah ‘PENUNTUN’ yang dikeluarkan oleh GKI Jawa Barat, vol. 1, No. 2,
Januari - Maret 1995, hal 116, bagian ‘Pengantar Redaksi’, ada kata-kata
sebagai berikut: “Tulisan yang
menyoroti tema sajian ini disiapkan oleh Pdt. Eka Darmaputera, Ph.D. Sementara
ia menegaskan bahwa firman Allah itu senantiasa lebih luas dari Alkitab, ia
pun menekankan bahwa Alkitab itu betul-betul firman Allah yang sampai kepada
manusia dalam matra ganda, yang tidak tercampur tetapi juga tidak terpisah,
yaitu matra ilahi adikodrati dan matra insani kodrati. Dengan pendekatan
seperti ini, ia berusaha menem-patkan posisinya seimbang di antara kalangan yang
menekan-kan bahwa Alkitab adalah firman Allah dan kalangan yang menegaskan bahwa
Alkitab mengandung firman Allah”.
Selanjutnya
dalam artikel berjudul ‘Alkitab dan
Firman Allah’
yang ditulis oleh Pdt. Eka Darmaputera, Ph. D. dalam majalah tersebut di atas,
dikatakan sebagai berikut:
“Kalau Anda bertanya kepada saya:
‘Apakah saya percaya Alkitab adalah Firman Allah?’, maka dengan segera dan
tanpa ragu saya akan menjawab, ‘Ya, saya percaya dengan segenap hati!’. Saya
pun sungguh-sungguh berharap agar setiap warga jemaat dan setiap pendeta
(khususnya, seluruh anggota dan pendeta GKI) juga mengaminkannya. Apa sebab?
Sebab itu pula yang kita ‘amin’ kan sebelum kita menerima baptisan dan
pentahbisan kita !” (hal 121).
Dilihat
dari kata-kata ini, maka kelihatannya Pendeta. tersebut mempunyai pandangan /
slogan yang injili. Tetapi dalam bagian lain dari artikel yang sama ia berkata
sebagai berikut:
·
“Apakah sisi lain dari
kebenaran yang harus kita pahami? Yaitu ini: bahwa sekalipun kita mengamini
bahwa ‘Alkitab adalah firman
Allah’, itu samasekali tidak berarti bahwa Alkitab adalah identik
dengan firman Allah, atau bahwa firman Allah adalah identik
dengan Alkitab! TIDAK! ... Yang ingin saya kemukakan adalah, bahwa ‘Alkitab’
dan ‘Firman Allah’ adalah dua pengertian yang berbeda. Tidak identik. Saya
percaya dengan segenap hati bahwa ‘Alkitab adalah firman Allah’, namun itu tidak
berarti bahwa saya percaya ‘firman Allah identik dengan Alkitab’” (hal 122).
·
“Firman Allah, secara
teologis, adalah Yesus Kristus, bukan Alkitab!”
(hal 123).
·
“Dengan demikian, yang
ingin saya katakan adalah: Alkitab tetap mempunyai otoritas tertinggi bagi orang
kristen dalam pemahaman dan ajaran imannya, tanpa mengidentikkan Alkitab itu
dengan firman Allah sendiri”
(hal
123).
·
“Penulis-penulis Alkitab
adalah manusia-manusia seperti kita, yang di samping keterbatasan-keterbatasan
pribadi-nya, juga dibentuk oleh lingkungan sosio-kultural mereka dan oleh
tingkat perkembangan peradaban serta ilmu pengetahuan di zaman mereka.
Keterbatasan manusiawi ini memang dapat teratasi sekiranya Tuhan hanya memakai
mereka sebagai ‘benda-benda’ mati, seperti pena atau pensil yang kita pakai
untuk menuliskan kehendak kita. Namun jelas sekali, Tuhan tidak memakai mereka
dengan cara seperti itu. Sebab sekiranya cara itulah yang dipakai oleh Tuhan,
maka pastilah seluruh Alkitab paling sedikit akan mempunyai gaya bahasa dan
mempergunakan kosa kata yang sama. Ternyata tidak! Perhatikan betapa berbedanya
bentuk dan gaya kitab Kejadian dengan kitab Tawarikh, antara kitab Imamat dan
kitab Mazmur, antara kitab Yesaya dan kitab Kidung Agung, dan sebagainya.
Perhatikan pula gaya yang amat pribadi dari surat-surat Paulus. Itu berarti
Tuhan memakai para penulis itu dengan seluruh kepribadian mereka, dengan segala
kelebihan dan ... keterbatasan mereka! Benar bahwa Alkitab itu diwahyukan oleh
Allah. Namun wahyu itu disampaikan kepada kita melalui manusia. Manusia yang
dipakai oleh Allah bukan sebagai pena atau pensil, melainkan sebagai
pribadi-pribadi yang hidup. Keadaan-nya dapat Anda bayangkan demikian. Anda
ingin me-nyampaikan sebuah berita dukacita kepada seseorang yang mengalami
musibah ditinggalkan kekasihnya secara tiba-tiba oleh karena kecelakaan. Namun
Anda tidak menyam-paikan berita ini secara langsung kepada yang bersang-kutan.
Anda meminta pertolongan beberapa orang untuk menyampaikan berita itu. Apa yang
terjadi? Orang-orang itu akan menyampaikan berita yang sama. Tetapi sekali-gus,
berita yang sama itu akan disampaikan dalam bentuk dan cara yang amat
berbeda-beda. Saya bayangkan, pasti tidak ada seorangpun yang secara langsung
akan menga-takan: ‘Hei, Bung, kekasih Anda mati kecelakaan sore tadi!’. Masing-masing
akan menambahkan bumbu-bumbu dan bunga-bunga untuk berita yang satu itu, sesuai
dengan gaya mereka masing-masing. ... Kalau kita membaca Alki-tab, kita
harus menerima kedua-duanya. Disitu kita ber-hadapan dengan yang sepenuhnya
ilahi dan sekaligus yang sepenuhnya manusiawi, dan menghargai yang manusiawi sebagai
sarana untuk berjumpa dengan yang ilahi. Di dalam dan melalui yang
terbatas dan tidak sempurna, Allah mau menyatakan kehendakNya yang kudus,
kekal, mutlak dan universal. Itulah sebabnya Alkitab tidak hanya dibaca, apalagi
sekedar untuk dipajang! Alkitab adalah firman Allah yang harus senantiasa
kita gumuli, kita pela-jari, kita cermati. Supaya ketika kita membaca Alkitab,
kita berjumpa dengan Firman Allah!”
(hal 128-129).
b. Hal
yang serupa juga dilakukan oleh Pendeta Yohanes Bambang Mulyono, S. Th. dari GKI
yang menulis buku yang berjudul ‘Tuhan
ajarlah aku’.
Ada bagian-bagian dari buku itu yang seolah-olah menunjukkan bahwa ia percaya
bahwa ‘Alkitab adalah Firman Allah’, misalnya:
·
“kita
juga tidak setuju dengan paham liberalisme yang menolak Alkitab sebagai firman
Allah”
(hal 28).
·
“Oleh
karena itu penulisan Alkitab merupakan hasil inspirasi dan pengilhaman Roh Kudus
sendiri (bdk. 2Tim 3:16)”
(hal 131).
·
“Sebagai
jemaat Allah kita mengakui kewibawaan Alkitab sebagai Firman Allah yang
menuntun kepada keselamatan dan menjadi dasar normatif bagi kehidupan serta
tingkah laku kita”
(hal 211).
Tetapi
dalam bagian lain dari bukunya ia menunjukkan ‘warna asli’nya, karena ia
berkata:
¨
“Oleh
karena itu firman Allah sejati tidak pernah hanya merupakan suatu kumpulan
ayat-ayat dalam Kitab Suci. Pendewa-dewaan kumpulan ayat-ayat dalam Kitab
Suci sebenarnya sama saja dengan pemberhalaan. Iman kristen menyadari, bahwa
firman Allah sejati menjelma menjadi Yesus Kristus yang adalah Anak Allah. Artinya
firman Allah sejati tidak pernah menjelma menjadi sebuah ‘buku yang turun dari
sorga’”
(hal 77).
¨
“Atas
dasar pemikiran yang demikian, theologia Alkitab tidak pernah mendudukkan
Alkitab sejajar dengan Fir-man Allah sendiri. Alkitab adalah alat
yang dipakai oleh Allah untuk menyampaikan firmanNya. Sedangkan firman Allah
yang sejati (realitas obyektif-ilahi) menjelma menjadi manusia yang kelihatan
dan yang menyejarah. Sebab itu sikap penghargaan kita yang tinggi terhadap
Alkitab sebagai alat dari firman Allah tidak boleh melebihi peng-hargaan kita
kepada Yesus Kristus. Jadi Alkitab berada di bawah kuasa pribadi Yesus Kristus,
tidak boleh seba-liknya!” (hal 214).
Dari
kedua contoh di atas ini kita bisa melihat bahwa kalau dalam suatu khotbah /
tulisan seorang pendeta terdapat suatu kalimat / kata-kata yang benar / injili,
itu belum menjamin bahwa ia pasti bukan orang Liberal.
2.
Prakteknya berbeda dengan slogannya.
Dengan
kata lain, sekalipun slogannya benar, yaitu ‘Alkitab adalah Firman
Allah’,
tetapi ternyata prakteknya sama sekali tidak menunjukkan kepercayaan terhadap
Alkitab sebagai Firman Allah.
Contoh:
ada ‘hamba Tuhan’ / gereja yang menyebut Alkitab sebagai Firman Allah,
tetapi dalam prakteknya mereka tidak menekankan pengajaran Alkitab, dan
bahkan sering tidak menggubris Alkitab, dan bahkan menginjak-injak
Alkitab, misal-nya dengan mau melakukan pemberkatan nikah kristen dengan non
kristen, atau bahkan secara terang-terangan mengijinkan pelaksanaan hal ini
dalam tata gereja mereka, padahal hal ini jelas bertentangan dengan 2Kor 6:14
- “Janganlah kamu meru-pakan pasangan yang tidak seimbang dengan
orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran
dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”.
Karena itu,
kalau saudara bertemu dengan seorang pendeta / pengkhotbah / gereja yang
mempunyai slogan yang benar, jangan terlalu cepat percaya. Selidikilah lebih
jauh / teliti bagaimana pendeta / pengkhotbah / gereja itu menguraikan
slogannya, dan selidikilah juga apakah prakteknya sesuai dengan slogannya.
Mana yang lebih
berbahaya: ‘Liberalisme yang terang-terangan’ atau ‘Liberalisme yang
terselubung’? Jawabannya jelas adalah ‘Liberalisme yang terselubung’.
Sama seperti uang palsu yang makin mendekati aslinya tentu lebih membahayakan
dari pada uang palsu yang tidak terlalu mirip dengan uang aslinya, demikian
juga Liberalisme yang terselubung, yang lebih mirip dengan ajaran yang
Alkitabiah / Injili, tentu lebih berbahaya dari pada Liberalisme yang
terang-terangan, yang terlihat pertentangannya secara menyolok dengan ajaran
yang Alkitabiah / Injili.
c)
Pandangan Neo-Orthodox.
Tokoh
dari pandangan ini adalah Karl Barth, yang mengajar / beranggapan bahwa Kitab
Suci menjadi / adalah Firman Allah, kalau Allah memakainya untuk
berbicara kepada kita (atau, kalau kita merasakan Allah berbicara kepada kita
melalui FirmanNya). Tetapi kalau Allah tidak memakainya untuk berbicara
kepada kita (atau, kalau kita tidak merasakan bahwa Allah berbicara kepada kita
melalui FirmanNya), maka Kitab Suci bukanlah Firman Allah.
Jadi
Kitab Suci adalah Firman Allah secara subyektif, bukan secara obyektif.
Ini
jelas juga merupakan ajaran yang sesat, karena kalau demikian, Firman Allah
tidak bisa menghakimi manusia pada akhir jaman (bdk. Yoh 12:47-48
Ro 2:12), karena manusia yang tidak merasa bahwa Allah menegur
dosanya, sebetulnya tidak pernah menerima teguran dari Firman Allah.
Ada
ajaran populer dalam kalangan Kharismatik yang mirip dengan ajaran Neo-Orthodox
ini, yaitu ajaran tentang ‘RHEMA’. Orang-orang Kharismatik membedakan
kata-kata Yunani ‘RHEMA’ dan ‘LOGOS’ (yang sebetulnya keduanya berarti
‘kata’ / ‘firman’) dengan cara sebagai berikut:
1.
John F. MacArthur, Jr., seorang anti Kharismatik, dalam bukunya yang
berjudul ‘The Charismatics’, hal
69, berkata bahwa Charles Farah, seorang profesor di Oral Roberts University
mengatakan sebagai berikut: “LOGOS is the objective,
historic word and RHEMA is the personal, subjective word” (= LOGOS adalah
firman yang bersifat sejarah dan obyektif dan RHEMA adalah firman yang bersifat
pribadi dan subyektif).
Dan
dalam buku yang sama hal 70 John F. MacArthur, Jr. berkata bahwa Charles Farah
juga berkata bahwa:
·
“The
LOGOS becomes RHEMA when it speaks to you” (= LOGOS menjadi RHEMA kalau
itu berbicara kepadamu).
·
“The
LOGOS is legal while the RHEMA is experiential” [= LOGOS itu bersifat
hukum (?) sedangkan RHEMA adalah sesuatu yang dialami].
·
“The
LOGOS does not always become the RHEMA, God’s word to you’”(= LOGOS
tidak selalu menjadi RHEMA, firman Allah bagimu).
2.
Orang Kharismatik sering berkata: ‘Kalau
RHEMAnya turun ...’.
Ini
berarti bahwa ia mendapat suatu pimpinan / perintah secara pribadi dari Tuhan,
langsung kepada hati / pikirannya. Dan RHEMA yang turun itu bisa berupa ayat
Kitab Suci ataupun tidak.
Dasar
Kitab Suci yang dipakai oleh orang-orang Kharismatik:
·
Luk 3:2 - ‘datanglah
firman (RHEMA) Allah kepada Yohanes’.
·
Mark 14:72 dan Mat 26:75 (dua ayat ini
paralel) - Petrus teringat akan kata-kata (RHEMA) Tuhan Yesus.
·
Juga Luk 24:8 dan Kis 11:16 menggunakan kata RHEMA.
Kesalahan
ajaran ini:
a.
Mark 14:72 dan Mat 26:75 paralel dengan Luk 22:61, tetapi,
kalau Mark 14:72 dan Mat 26:75 menggunakan RHEMA, maka Luk 22:61 ternyata
menggunakan LOGOS!
Demikian
juga, kalau Luk 24:8 dan Kis 11:16 menggunakan kata RHEMA, maka Kis 20:35
menggunakan LOGOS, padahal ketiga ayat ini sama-sama berbicara tentang seseorang
yang teringat akan kata-kata Yesus!
Dari
contoh-contoh ini terlihat bahwa LOGOS dan RHEMA digunakan secara interchangeable
(= bisa dibolak-balik) dan tidak ada batasan yang terlalu jelas antara RHEMA dan
LOGOS!
Karena
itu membedakan RHEMA dan LOGOS seperti yang dilakukan oleh orang-orang
Kharismatik, adalah sesuatu yang tidak berdasar!
b.
Orang-orang Kharismatik berkata bahwa kalau firman itu berbicara kepada
kita, maka LOGOS itu berubah menjadi RHEMA.
Tetapi
dalam Kis 2:41 4:4
8:14 11:1
13:48 sekalipun firman itu jelas berbicara kepada orang-orang itu (karena
mereka bertobat), tetapi toh digunakan kata LOGOS dan bukannya RHEMA!
Demikian
juga 1Pet 1:23 menggunakan kata LOGOS, padahal firman di sini adalah firman
yang melahirbarukan (ini lahir baru dalam arti luas)!
c.
Ajaran yang berkata “The
LOGOS does not always become the RHEMA, God’s word to you” (= LOGOS
tidak selalu menjadi RHEMA, firman Allah bagimu), jelas sekali berbau ajaran
sesat Neo Orthodox, karena ajaran Neo Orthodox juga berkata bahwa kata-kata
dalam Kitab Suci hanya menjadi firman Allah kalau berbicara kepada kita.
d.
Ajaran Kharismatik tentang RHEMA ini berbahaya, karena ini menyebabkan
banyak orang lalu mencari RHEMA tersebut dalam hati mereka, sehingga lalu
mengabaikan Kitab Suci!
Memang
Roh Kudus bisa mengingatkan kita akan Firman Tuhan (Yoh 14:26), tetapi
kalau kita tidak pernah belajar / mengerti Kitab Suci / Firman Tuhan, maka tidak
ada sesuatu yang bisa Ia ingatkan kepada kita! Karena itu, belajar Kitab Suci
dengan sungguh-sungguh dan tekun haruslah menjadi prioritas dalam hidup kita!
d) Pandangan
Orthodox.
Kitab
Suci adalah Firman Allah secara obyektif. Jadi, apakah Kitab Suci itu
diberitakan atau tidak, didengar oleh manusia atau tidak
(bdk. Yeh 2:5,7,11b), dimengerti atau tidak,
ditaati atau tidak, Kitab Suci tetap adalah Firman Allah. Dan pada waktu manusia
mendengar pemberitaan Kitab Suci, apakah ia merasakan Allah menggunakannya untuk
berbicara kepadanya atau tidak, Kitab Suci itu tetap adalah
Firman Allah.
Inilah
pandangan yang benar yang harus kita terima.
3)
Bukti bahwa Alkitab adalah Firman Allah.
a)
Pengakuan dari dalam Alkitab sendiri.
1. Dalam
Alkitab berulang-ulang dikatakan ‘Allah berfirman’.
Contoh:
Yer 1:2,4,7.
2. Dalam
Alkitab berulangkali dikatakan bahwa Allah menyuruh orang menuliskan FirmanNya.
Contoh:
Kel 34:27 Yer 30:1-2
Yer 36:2-4,28,32 Wah 1:11,19.
3. Ro 3:1-2
secara jelas menyebutkan bahwa Alkitab (Perjanjian Lama) adalah Firman Allah
(yang dipercayakan kepada orang Israel / Yahudi).
Ro 3:1-2 - “Jika demikian, apakah
kelebihan orang Yahudi dan apakah gunanya sunat? Banyak sekali, dan di dalam
segala hal. Pertama-tama: sebab kepada merekalah dipercayakan firman Allah”.
4. Kata-kata
nabi / penulis Perjanjian Lama dianggap sebagai kata-kata Tuhan / Roh Kudus.
Contoh:
·
bandingkan Yes 7:14 dengan Mat 1:22.
Yes 7:13-14 - “Lalu berkatalah
nabi Yesaya: ... Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu
suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengan-dung dan akan
melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”.
Mat 1:22-23 - “Hal itu terjadi
supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: ‘Sesungguhnya, anak
dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan
menamakan Dia Imanuel’ - yang berarti: Allah menyertai kita”.
·
bandingkan Maz 95:7b-9 dengan Ibr 3:7.
b)
Bukti-bukti lain.
1. Alkitab
bisa bersatu dan harmonis, padahal Alkitab ditulis dalam jangka waktu 1500-1600
tahun, oleh kurang lebih 40 orang, yang:
·
hidup pada jaman yang berbeda.
·
mempunyai latar belakang yang berbeda (ada yang
petani, gembala, nabi, nelayan, raja, dsb).
·
banyak yang tidak kenal satu sama lain.
Illustrasi:
Kalau
saya memberikan 40 buku kepada 40 orang dan menyuruh mereka menuliskan suatu
karangan sesuka hati mereka, maka hasilnya pasti tidak akan bisa dikumpulkan
menjadi satu buku. Mengapa? Karena isinya pasti akan berten-tangan satu sama
lain, atau sama sekali tidak berhubungan satu sama lain.
Tetapi
kalau saya mengontrol / mengarahkan 40 orang itu, misalnya dengan menyuruh si A
mengarang tentang mata manusia, si B tentang telinga manusia, si C tentang
jantung manusia, si D tentang paru-paru manusia dst, maka besar kemungkinan
hasilnya bisa dibukukan menjadi satu, menjadi buku biologi.
Jadi,
kalau hasil dari 40 penulis Alkitab itu bisa dibukukan menjadi suatu buku yang
bersatu dan harmonis, maka pastilah ada ‘Satu Orang’ yang menguasai /
mengontrol dan meng-arahkan ke 40 penulis tersebut. Dan siapakah yang bisa
menguasai / mengontrol dan mengarahkan 40 orang yang hidup dalam jangka waktu
1500-1600 tahun? Hanya ada ‘Satu Orang’ yang
bisa melakukan hal itu, dan itu adalah Allah sendiri.
2. Alkitab
tidak bisa habis dipelajari.
Kalau
saudara mempelajari buku lain, bagaimanapun tebalnya buku itu, maka pada suatu
saat buku itu akan habis dipelajari dan saudara tidak akan bisa menambah
pengetahuan apa-apa lagi dari buku itu. Tetapi Alkitab sudah dipelajari oleh
jutaan manusia selama ribuan tahun, dan tidak ada seorangpun yang bisa tamat
belajar Alkitab!
Ada
yang mengatakan bahwa kalau buku lain itu seperti bak, yang sekalipun besar,
tetapi kalau terus diambili airnya, maka airnya akan habis. Tetapi Alkitab
seperti sebuah sumber, yang sekalipun terus diambili airnya, tidak akan pernah
habis.
Kalau
saudara belajar Alkitab, sekalipun makin lama saudara akan makin banyak mengerti
tentang Alkitab, tetapi anehnya saudara akan melihat bahwa makin banyak juga
hal-hal yang belum saudara mengerti tentang Alkitab.
Manusia
tidak bisa mempelajari Alkitab secara tuntas, apalagi mengarangnya!
3. Semua
nubuat / ramalan dalam Alkitab terjadi dengan tepat.
Manusia bisa meramal dengan:
·
ilmu pengetahuan.
Misalnya:
ramalan cuaca, ramalan akan terjadinya gerhana, ramalan dari dokter tentang umur
seseorang (yang sudah sakit berat).
·
kuasa gelap.
Ini
macamnya banyak sekali, seperti penggunaan jailangkung, cucing, ramalan dengan
melihat garis tangan (guamia), dsb.
Tetapi
ramalan-ramalan itu pasti kadang-kadang meleset.
Tetapi
semua nubuat / ramalan dalam Kitab Suci terjadi dengan tepat. Memang ada nubuat
/ ramalan yang belum terjadi, seperti nubuat tentang kedatangan Kristus untuk
keduakalinya. Tetapi tidak ada satupun nubuat yang meleset.
Contoh:
Maz 22:2,8,9,16,17,19 Yes 7:14
Mikha 5:1 Yes 53:3-7,9
Mat 24:2 dll.
Ini
membuktikan bahwa semua nubuat itu berasal dari Tuhan!
Sekarang mari kita membandingkan 2
kelompok ayat di bawah ini:
1.
Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa hanya Allah yang bisa menubuatkan /
meramalkan apa yang akan terjadi:
·
Yes 41:26-27 - “Siapakah
yang memberitahukannya dari mulanya, sehingga kami mengetahuinya, dan dari
dahulu, sehingga kami mengatakan: ‘Benarlah dia?’ Sungguh, tidak ada orang
yang memberitahukannya, tidak ada orang yang mengabarkannya, tidak ada orang
yang mendengar sepatah katapun dari padamu. Sebagai yang pertama Aku
memberitahukannya kepada Sion, dan Aku memberikan orang yang membawa kabar baik
kepada Yerusalem”.
·
Yes 42:9 - “Nubuat-nubuat
yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang baru hendak
Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya kepadamu.’”.
·
Yes 43:12 - “Akulah
yang memberitahukan, menyelamatkan dan mengabarkan, dan bukannya allah asing
yang ada di antaramu. Kamulah saksi-saksiKu,’ demikianlah firman TUHAN, ‘dan
Akulah Allah”.
·
Yes 45:21 - “Beritahukanlah
dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah
yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak
dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari
padaKu! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!”.
·
Yes 46:9-10 - “Ingatlah
hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada
yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari
mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana,
yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan
Kulaksanakan”.
·
Yes 48:5 - “maka
Aku memberitahukannya kepadamu dari sejak dahulu; sebelum hal itu menjadi
kenyataan, Aku mengabarkannya kepadamu, supaya jangan engkau berkata: Berhalaku
yang melakukannya, patung pahatanku dan patung tuanganku yang
memerintahkannya”.
2.
Ayat-ayat dimana Allah menantang dewa-dewa / allah-allah lain /
berhala-berhala dan nabi-nabi palsu mereka untuk menubuatkan / meramalkan apa
yang akan terjadi:
·
Yes 41:22-24 - “Biarlah
mereka maju dan memberitahukan kepada kami apa yang akan terjadi! Nubuat yang
dahulu, beritahukanlah apa artinya, supaya kami memperhatikannya, atau hal-hal
yang akan datang, kabarkanlah kepada kami, supaya kami mengetahui kesudahannya!
Beritahukanlah hal-hal yang akan datang kemudian, supaya kami mengetahui, bahwa
kamu ini sungguh allah; bertindak sajalah, biar secara baik ataupun secara
buruk, supaya kami bersama-sama tercengang melihatnya!”.
·
Yes 43:9 - “Biarlah
berhimpun bersama-sama segala bangsa-bangsa, dan biarlah berkumpul suku-suku
bangsa! Siapakah di antara mereka yang dapat memberitahukan hal-hal ini, yang
dapat mengabarkan kepada kita hal-hal yang dahulu? Biarlah mereka membawa
saksi-saksinya, supaya mereka nyata benar; biarlah orang mendengarnya dan
berkata: ‘Benar demikian!’”.
·
Yes 44:7 - “Siapakah
seperti Aku? Biarlah ia menyerukannya, biarlah ia memberitahukannya dan
membentangkannya kepadaKu! Siapakah yang mengabarkan dari dahulu kala hal-hal
yang akan datang? Apa yang akan tiba, biarlah mereka memberitahukannya kepada
kami!”.
·
Yes 45:21 - “Beritahukanlah
dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah
yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak
dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari
padaKu! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!”.
·
Yes 47:13-15 - “Engkau
telah payah karena banyaknya nasihat! Biarlah tampil dan menyelamatkan engkau
orang-orang yang meneliti segala penjuru langit, yang menilik bintang-bintang
dan yang pada setiap bulan baru memberitahukan apa yang akan terjadi atasmu!
Sesungguhnya, mereka sebagai jerami yang dibakar api; mereka tidak dapat
melepaskan nyawanya dari kuasa nyala api; api itu bukan bara api untuk
memanaskan diri, bukan api untuk berdiang! Demikianlah faedahnya bagimu dari
tukang-tukang jampi itu, yang telah kaurepotkan dari sejak kecilmu;
masing-masing mereka terhuyung-huyung ke segala jurusan, tidak ada yang dapat
menyelamatkan engkau”.
·
Yes 48:14 - “Berhimpunlah
kamu sekalian dan dengarlah! Siapakah di antara mereka memberitahukan semuanya
ini? Dia yang dikasihi TUHAN akan melaksanakan kehendak TUHAN terhadap Babel dan
menunjukkan kekuatan tangan TUHAN kepada orang Kasdim”.
Jelas bahwa hanya Tuhan yang bisa menubuatkan masa
depan, berhala tidak bisa. Dan memang, Kitab Suci agama lain mana yang
mempunyai nubuat-nubuat seperti dalam Kitab Suci kita? Nubuat-nubuat yang
digenapi secara sempurna dalam Kitab Suci kita ini membuktikan bahwa Kitab
Suci kita memang adalah Firman Allah.
4. Alkitab
tahu bahwa bumi ini bulat, dan tidak disangga oleh tiang-tiang, jauh sebelum
manusia mengetahuinya (Yes 40:22 Ayub
26:7).
Yes
40:22a - “Dia yang bertakhta di
atas bulatan bumi”.
Ayub 26:7
- “Allah membentangkan utara di
atas kekosongan, dan menggantungkan bumi pada kehampaan”.
Dulu
manusia beranggapan bahwa bumi ini datar seperti meja. Manusia baru mengetahui
bahwa bumi ini bulat pada abad 15, tepatnya pada tahun 1492 (Columbus). Tetapi
hal itu ternyata sudah tertulis dalam Kitab Yesaya (abad 7 SM, atau lebih
dari 2000 tahun sebelum Columbus!), dan bahkan dalam kitab Ayub yang lebih kuno
lagi! Dari mana penulis-penulis Alkitab itu mengetahui hal itu? Pada saat itu
tidak ada seorang manu-siapun yang tahu tentang hal itu. Jelas bahwa mereka
menge-tahui hal itu dari Allah!
5. Alkitab
tetap terpelihara sampai sekarang padahal:
·
Alkitab adalah buku yg paling kuno. Tidak ada buku
yang setua Alkitab. Kitab Kejadian sudah berusia 3500 tahun!
·
Banyak orang menyerang Alkitab untuk
menghancurkannya. Ada serangan yang bersifat fisik, dan ada serangan yang berupa
ajaran-ajaran sesat. Misalnya seorang bernama Tom Paine menulis buku yang
berjudul ‘The Age of Reason’ yang
menyerang Alkitab, dan ia meramalkan bahwa bukunya akan laris di seluruh dunia
sedangkan Alkitab hanya akan dijumpai di museum. Tetapi kenyataannya, sekarang
Alkitab bisa dijumpai di mana-mana dan buku ‘The
Age of Reason’ itu yang hanya bisa dijumpai di museum. Mirip dg cerita
tadi, seorang bernama Voltaire mengatakan: 100 tahun setelah kematianku, Alkitab
hanya akan ada di museum. Ternyata 100 tahun setelah kematiannya, tempat dimana
ia mengucapkan kata-kata itu jatuh ke tangan ‘Geneva Bible Society’, dan ruangan itu diisi penuh dengan
Alkitab dari lantai sampai langit-langitnya.
Tetap
terpeliharanya Alkitab, sekalipun diserang selama ribuan tahun, menunjukkan
secara jelas bahwa Allah melindungi buku karanganNya itu!
6.
Alkitab bisa ‘berbicara’ kepada kita!
Kesaksian:
·
Yes 40:27-31
Yes 41:8-10 berbicara kepada saya pada waktu Sekolah Theologia di
Amerika.
·
Pada waktu saya dipanggil Tuhan, keluarga saya
mengatai saya sebagai gila, karena meninggalkan ITS tingkat V untuk menjadi
hamba Tuhan. Ternyata pada saat teduh bersama dengan keluarga, ayat yang diambil
oleh buku saat teduhnya adalah dari Kis 26:24 (“Sementara Paulus menge-mukakan semuanya itu untuk
mempertanggung-jawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras:
‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’”),
dan lalu renungannya berkata: ‘Orang kristen sering dianggap gila oleh dunia,
tetapi sebetulnya bukan orang kristen yang gila, tetapi dunialah yang gila’.
4)
Konsekwensi dari Alkitab sebagai Firman Allah.
Satu
hal yang perlu ditekankan adalah: kalau kita memang percaya bahwa Alkitab adalah
Firman Allah, kita juga harus percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya
Firman Allah. Memang semua agama mempunyai Kitab Sucinya sendiri-sendiri, dan
setiap agama mengakui Kitab Sucinya sebagai Firman Allah. Tetapi, karena Kitab
Suci dari agama yang satu bukan hanya berbeda tetapi bahkan bertentangan
dengan Kitab Suci dari agama yang lain, maka tidak mungkin semua Kitab Suci -
Kitab Suci itu adalah Firman Allah. Allah itu esa, dan Ia tidak berbicara
dengan lidah yang bercabang. Karena itu, hanya ada satu Kitab Suci saja yang
betul-betul adalah Firman Allah. Kalau kita mengakui Alkitab kita sebagai Firman
Allah, maka kita tidak boleh mengakui Kitab Suci agama lain juga sebagai Firman
Allah, dan karena itu kita juga tidak boleh menggunakan Kitab Suci agama lain
sebagai dasar ajaran kita. Ini adalah sesuatu yang logis, bukan sikap fanatik
yang picik / extrim dsb!
1)
Kanon dan pengkanonan Alkitab.
Kita
harus tahu kitab-kitab mana yang termasuk dalam Alkitab dan kitab-kitab mana
yang tidak termasuk dalam Alkitab. Alkitab yang kita akui terdiri dari 66 kitab,
yaitu 39 kitab-kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab-kitab Perjanjian Baru, dan
hanya kitab-kitab ini yang boleh dijadikan dasar ajaran / kepercayaan.
a)
Kanon Perjanjian Lama.
Tentang
kanon Perjanjian Lama tidak ada persoalan, karena pada jaman Yesus hidup di
dunia ini, kanon Perjanjian Lama itu sudah lengkap, dan Yesus tidak mengubahnya
sehingga dianggap sebagai menyetujuinya.
‘Eerdmans’
Family Encyclopedia of the Bible’: “It is not possible to know for
certain how the Old Testament came together in the collection of books we know
now. But we do know which books made up the Old Testament in the period just
before the birth of Jesus, and we can know which books Jesus and his apostles
would have regarded as their ‘Bible’. ... It is clear that by the time of
Jesus the Hebrew Scriptures usually consisted of the thirty-nine books we know
today as the Old Testament” (= Tidak memungkinkan untuk mengetahui dengan
pasti bagaimana Perjanjian Lama bisa terkumpul bersama-sama dalam kumpulan
kitab-kitab yang kita ketahui sekarang. Tetapi kami tahu kitab-kitab mana yang
membentuk Perjanjian Lama pada jaman persis sebelum kelahiran Yesus, dan kami
tahu kitab-kitab mana yang dianggap oleh Yesus dan rasul-rasulNya sebagai
‘Alkitab’ mereka. ... Adalah jelas bahwa pada jaman Yesus Kitab Suci Ibrani
umumnya terdiri dari 39 kitab yang kita kenal sekarang sebagai Perjanjian Lama)
- hal 66.
Halley’s
Bible Handbook: “In
Jesus’ day this book was called ‘The Scriptures,’ and was taught regularly
and read publicly in synagogs. It was commonly regarded among the people as the
‘Word of God.’ Jesus himself repeatedly called it the ‘Word of God.’ ...
These ‘Scriptures’ were composed of the 39 books which constitute our Old
Testament, though under a different arrangement. ... when this group of books
was completed, and set apart as the definitely recognized Word of God, is
involved in obscurity. The Jews’ tradition was that it was done by Ezra”
(= Pada jaman Yesus buku ini disebut ‘Kitab Suci’, dan diajarkan secara
teratur dan dibacakan di depan umum dlm sinagog-sinagog. Pada umumnya itu
dianggap di antara umat / bangsa itu sebagai ‘Firman Allah’. Yesus sendiri
berulangkali menyebutnya ‘Firman Allah’. ... ‘Kitab Suci’ ini terdiri
dari 39 kitab yg membentuk Perjanjian Lama kita, sekalipun dalam susunan yang
berbeda. ... kapan kumpulan kitab-kitab ini diselesaikan, dan dipisahkan sebagai
Firman Allah yang diakui dengan pasti, merupakan sesuatu yang kabur / tidak
jelas. Tradisi Yahudi mengatakan bahwa itu dilakukan oleh Ezra) - hal 405.
Halley’s
Bible Handbook: “Josephus
considered the Old Testament Canon as fixed from the days of Artaxerxes, time of
Ezra. Here are his words: ‘We have but 22 books, containing the history of all
time, books that are believed to be divine. Of these, 5 belong to Moses,
containing his laws and the tradition of the origin of mankind down to the time
of his death. From the death of Moses to the reign of Artaxerxes the prophets
who succeeded Moses wrote the history of the events that occurred in their own
time, in 13 books. The remaining 4 books comprise hymns to God and precepts for
the conduct of human life. From the days of Artaxerxes to our own times every
event had indeed been recorded; but these recent records have not been deemed
worthy of equal credit with those which preceded them, on account of the failure
of the exact succession of the prophets. There is practical proof of the spirit
in which we treat our Scriptures; for, although so great an interval of time has
now passed, not a soul has ventured to add or to remove or to alter a syllable,
and it is the instinct of every Jew, from the day of his birth, to consider
these Scriptures as the teaching of God, and to abide by them, and, if need be,
cheerfully to lay down his life in their behalf.’” (= Yosephus
menganggap kanon Perjanjian Lama sebagai tertentu dari jaman Artaxerxes, pada
jaman Ezra. Inilah kata-katanya: ‘Kami mempunyai hanya 22 kitab, berisi /
memuat sejarah dari semua jaman / waktu, kitab-kitab yang dipercaya sebagai
ilahi. Dari kitab-kitab ini, 5 adalah milik Musa, berisikan hukum-hukumnya dan
tradisi tentang asal mula dari umat manusia sampai saat kematiannya. Dari saat
kematian Musa sampai masa pemerintahan Artaxerxes, nabi-nabi yang menggantikan
Musa menulis sejarah dari kejadian-kejadian yang terjadi pada jaman mereka
sendiri, dalam 13 kitab. 4 kitab yang tersisa terdiri dari nyanyian pujian bagi
Allah dan peraturan-peraturan untuk tingkah laku dari kehidupan manusia. Dari
jaman Artaxerxes sampai jaman kami setiap kejadian memang telah dicatat; tetapi
catatan-catatan yang terakhir ini tidak dianggap sama layaknya dengan
catatan-catatan yang lebih dulu, karena kegagalan dari penggantian / rangkaian
yang tepat / terperinci dari nabi-nabi. Ada bukti praktis dari semangat dengan
mana kami memperlakukan Kitab Suci kami; karena, sekalipun ada jangka waktu yang
begitu lama telah berlalu, tidak satu jiwapun yang berani menambahkan atau
membuang atau mengubah satu suku katapun, dan merupakan naluri dari setiap orang
Yahudi, sejak saat kelahirannya, untuk menganggap Kitab Suci ini sebagai ajaran
Allah, dan mentaatinya, dan jika diperlukan, dengan gembira menyerahkan
nyawanya, demi kepentingannya)
- hal 405-406.
Halley’s
Bible Handbook: “This
testimony is of no small value. Josephus was born A. D. 37 in Jerusalem, of
priestly aristocracy. He received an extensive education in Jewish and Greek
culture. He was governor of Galilee and military commander in the wars with
Rome, and was present at the destruction of Jerusalem. These words of Josephus
are unquestionable testimony to the belief of the Jewish nation of Jesus’ day
as to what books comprised the Hebrew Scriptures, and that that collection of
books had been completed and fixed for 400 years preceding his time” (=
Kesaksian ini tidak kecil nilainya. Yosephus dilahirkan pada tahun 37 M. di
Yerusalem, dari keturunan imam. Ia menerima suatu pendidikan yang luas dalam
kebudayaan Yahudi dan Yunani. Ia adalah gubernur dari Galilea dan komandan
militer dalam perang dengan Roma, dan ia hadir pada saat penghancuran Yerusalem.
Kata-kata Yosephus ini merupakan kesaksian yang tidak diragukan terhadap
kepercayaan dari bangsa Yahudi dari jaman Yesus berkenaan dengan kitab-kitab apa
yang dicakup oleh Kitab Suci Ibrani, dan bahwa kumpulan kitab-kitab itu telah
diselesaikan / dilengkapi dan tetap / tertentu untuk 400 tahun sebelum jamannya)
- hal 406.
Halley’s
Bible Handbook: “The
Hebrew Old Testament contains exactly the same books as our English Old
Testament, but in different arrangement: ... By combining the 2 books each of
Samuel, Kings and Chronicles into one, and Ezra and Nehemiah into one, and the
Twelve Minor Prophets into one, these 24 books are the same as our 39. Josephus
further reduces the number to 22, to make it correspond to the Hebrew alphabet
by combining Ruth with Judges, and Lamentations with Jeremiah” (=
Perjanjian Lama bahasa Ibrani terdiri dari kitab-kitab yang persis sama seperti
Perjanjian Lama bahasa Inggris kita, tetapi dalam susunan yang berbeda: ...
Dengan menggabungkan 2 kitab masing-masing dari Samual, Raja-raja dan Tawarikh
menjadi satu, dan Ezra dan Nehemia menjadi satu, dan dua belas nabi-nabi kecil
menjadi satu, 24 kitab-kitab ini sama seperti 39 kitab kita. Yosephus
selanjutnya mengurangi jumlah bilangan menjadi 22, untuk mencocokkannya /
menyamakannya dengan alfabet Ibrani, dengan menggabungkan Rut dengan
Hakim-hakim, dan Ratapan dengan Yeremia)
- hal 26.
b)
Kanon Perjanjian Baru.
Tentang
kanon Perjanjian Baru, agak sukar untuk menentukannya dan melalui proses yang
cukup lama.
‘Eerdmans’
Family Encyclopedia of the Bible’: “Although there is little direct
evidence from the earliest years, we have a good idea of how the New Testament
took on its present shape. The first gatherings of Christians probably followed
the practice of the Jewish synagogues and had regular readings from the Old
Testament during their meetings. Since they were worshipping Jesus Christ, it
was natural to them to add an account of some part of his life and teaching. At
first this may have been in the form of a first-hand account from someone who
had known Jesus during his lifetime. But then, as the churches grew in numbers,
and as the eye-witnesses began to die, it became necessary to write these
stories down. This was the way the four Gospels (Matthew, Mark, Luke and John)
came into being, and they obviously had an important place in the worship and
life of the early churches. Then the apostles and other leaders had written a
number of letters to various churches and individuals. Since these often gave
general guidance on Christian life and beliefs, their usefulness for the whole
church was soon recognized. Acts was accepted because it continued the story
from Luke’s Gospel. It preserved the only full account of the beginnings of
Christianity. We know that by the year AD 200 the church was officially using
the four Gospels - and no others, although fictitious tales about Jesus and
writings by other Christian leaders who came after the apostles were in
circulation. But the mainstream church clearly accepted only the Gospels of
Matthew, Mark, Luke and John as their authority for the life and teaching of
Jesus. By this time, too, Paul’s letters were generally accepted as of equal
importance with the Gospels. It was only later that the remaining books of the
New Testament became generally accepted. Revelation, for example, was certainly
read in the second century. But not until the third century was it circulating
widely. Hebrews was read towards the end of the first century, but took longer
to become accepted in the Western churches. It was not generally acknowledged by
the church in the West until the fourth century, partly because of doubts as to
whether Paul wrote it. It took longer, too, for 2Peter, 2 and 3 John, James and
Jude to be accepted by the church as basic Scripture. Perhaps this was because
of questions about the content of these books. The New Testament books were
mainly used at first for public reading. If they were unsuitable for this
purpose, their usefulness must have seemed limited. It is clear that no
church council arbitrarily decided that certain books composed the New
Testament. Rather, over a period of time, the church discovered that certain
writings had a clear and general authority, and were helpful and necessary for
their growth. At the Council of Laodicea (AD 363) and the Council of
Carthage (AD 397) the bishops agreed on a list of books identical to our New
Testament, except that at Laodicea Revelation was left out” [= Sekalipun
hanya ada sedikit bukti langsung dari tahun-tahun yang paling awal, kita
mempunyai gagasan yang baik tentang bagaimana Perjanjian Baru mendapatkan
bentuknya yang sekarang ini. Pertemuan (kebaktian) mula-mula oleh orang-orang
Kristen mungkin mengikuti praktek dari sinagog-sinagog Yahudi dan mempunyai
pembacaan biasa / teratur dari Perjanjian Lama dalam pertemuan / kebaktian
mereka. Karena mereka menyembah Yesus Kristus, maka adalah wajar bagi mereka
untuk menambahkan suatu cerita tentang beberapa bagian dari kehidupan dan
ajaranNya. Mula-mula ini mungkin ada dalam bentuk cerita tangan pertama dari
orang yang telah mengenal Yesus selama masa hidupNya. Tetapi lalu, karena gereja
bertumbuh dalam jumlah, dan karena para saksi mata itu mati, maka menjadi perlu
untuk menuliskan cerita-cerita itu. Inilah yang menyebabkan adanya keempat Injil
(Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes), dan keempat Injil ini jelas mendapatkan
tempat yang penting dalam penyembahan dan kehidupan dari gereja-gereja
mula-mula. Lalu rasul-rasul dan pemimpin-pemimpin menulis sejumlah surat kepada
berbagai-bagai gereja dan individu. Karena surat-surat ini sering memberikan
bimbingan umum tentang kehidupan dan kepercayaan Kristen, kegunaan surat-surat
ini untuk seluruh gereja segera diakui. Kitab Kisah Rasul diterima karena kitab
itu melanjutkan cerita dari Injil Lukas. Kitab ini memelihara satu-satunya
cerita lengkap tentang permulaan kekristenan. Kita tahu bahwa pada tahun 200 M.
gereja secara resmi menggunakan 4 Injil - dan tidak ada yang lain, sekalipun
cerita-cerita fiksi tentang Yesus dan tulisan-tulisan dari pemimpin-pemimpin
Kristen lain, yang datang setelah rasul-rasul, ada dalam peredaran. Tetapi
aliran utama gereja secara jelas menerima hanya Injil-injil Matius, Markus,
Lukas dan Yohanes sebagai otoritas mereka untuk kehidupan dan ajaran Yesus. Pada
saat ini, juga, surat-surat Paulus secara umum diterima dan dianggap sama
pentingnya dengan Injil-injil tersebut. Baru belakangan maka sisa kitab-kitab
dari Perjanjian Baru diterima secara umum. Kitab Wahyu, misalnya, pasti dibaca
pada abad kedua. Tetapi baru pada abad ketiga kitab ini beredar secara luas.
Surat Ibrani dibaca pada akhir abad pertama, tetapi membutuhkan waktu lebih lama
untuk diterima dalam gereja-gereja Barat. Surat Ibrani ini tidak diakui secara
umum oleh gereja di Barat sampai abad keempat, sebagian disebabkan karena
keraguan apakah Paulus menulisnya atau tidak. Juga 2Petrus, 2 dan 3 Yohanes,
Yakobus, dan Yudas, membutuhkan waktu lebih lama untuk diterima oleh gereja
sebagai Kitab Suci dasar. Mungkin ini disebabkan karena pertanyaan-pertanyaan
tentang isi dari kitab-kitab ini. Kitab-kitab Perjanjian Baru mula-mula
digunakan pada umumnya untuk pembacaan di depan umum. Jika mereka tidak cocok
untuk tujuan ini, kebergunaan mereka pasti kelihatan terbatas. Adalah jelas
bahwa tidak ada sidang gereja yang memutuskan secara mutlak bahwa kitab-kitab
tertentu membentuk Perjanjian Baru. Tetapi sebaliknya, dalam jangka waktu
tertentu, gereja mendapatkan bahwa tulisan-tulisan tertentu mempunyai otoritas
yang jelas dan umum, dan membantu dan penting untuk pertumbuhan mereka. Pada
sidang gereja Laodikia (tahun 363 M.) dan sidang gereja Carthage (tahun 397 M.)
para uskup menyetujui suatu daftar kitab-kitab yang identik dengan Perjanjian
Baru kita kecuali bahwa pada sidang gereja Laodikia kitab Wahyu dihapuskan /
tidak dipertimbangkan]
- hal 68.
Catatan:
sekalipun kelihatannya penentuan kanon Perjanjian Baru agak meragukan dan boleh
dikatakan bersifat subyektif, tetapi perlu diingat bahwa Tuhan, yang adalah
pengarang sesungguhnya dari Kitab Suci, pasti memimpin gereja dalam proses
kanonisasi Perjanjian Baru tersebut.
2)
Ada orang / golongan / gereja yang menambahi Kitab Suci, seperti:
a) Gereja
Roma Katolik yang menambahi Alkitab dengan kitab-kitab Apocrypha /
Deuterokanonika.
Mula-mula
ada 15 kitab Apocrypha yang ditambahkan kepada Alkitab oleh orang Roma
Katolik, yaitu:
·
Kitab Esdras yang pertama.
·
Kitab Esdras yang kedua.
·
Tobit.
·
Yudit.
·
Tambahan-tambahan pada kitab Ester.
·
Kebijaksanaan Salomo.
·
Yesus bin Sirakh.
·
Barukh.
·
Surat dari nabi Yeremia.
·
Doa Azarya dan Lagu pujian ketiga pemuda.
·
Susana.
·
Bel dan naga.
·
Doa Manasye.
·
Kitab Makabe yang pertama.
·
Kitab Makabe yang kedua.
Catatan:
Dalam Kitab Suci Roma Katolik bahasa Indonesia, no 10,11,12 dijadikan satu
kitab, yaitu ‘Tambahan-tambahan pada kitab Daniel’.
Tetapi
3 dari kitab-kitab Apocrypha ini akhirnya ditolak oleh Council of Trent, yaitu no 1, no 2 dan no 13, dan karena itu
akhirnya hanya 12 kitab Apocrypha yang dimasukkan ke dalam Alkitab mereka.
Loraine
Boettner mengatakan bahwa:
¨
Kitab Esdras yang kedua ditolak karena di dalamnya
ada penolakan terhadap doa untuk orang mati (2Esdras 7:105) - ‘Roman
Catholicism’, hal 80.
¨
Sebetulnya ada lebih banyak lagi kitab-kitab
Apocrypha yang lain, tetapi semua ini tidak pernah dimasukkan ke dalam Kitab
Suci Roma Katolik. Mengapa? Loraine Boettner menjawab:
“The
Council of Trent evidently selected only books that would help them in their
controversy with the Reformers, and none of these gave promise of doing that”
(= Council of Trent dengan jelas menyeleksi hanya buku-buku yang akan membantu
mereka dalam per-tentangan dengan para Reformator, dan tidak ada satupun dari
buku-buku itu menjanjikan mereka untuk melakukan hal itu)
- ‘Roman Catholicism’, hal 87.
Ke
12 kitab-kitab Apocrypha ini tebalnya kira-kira 2/3 Perjanjian Baru. Dahulu,
semua kitab-kitab ini diletakkan di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,
dan disebut dengan nama Deuterokanonika (= kanon yang kedua). Tetapi pada tahun
1992, Roma Katolik mengeluarkan ‘The
Catechism of the Catholic Church’ (= Katekisasi Gereja Katolik), dimana
diputuskan bahwa kitab-kitab Deuterokanonika itu diselipkan ke sela-sela
kitab-kitab Perjanjian Lama, dan dianggap sebagai Perjanjian Lama!
‘The Catechism of the Catholic Church’,
nomer 120, berbunyi sebagai berikut:
“It
was by the apostolic Tradition that the Church discerned which writings are to
be included in the list of the sacred books. This complete list is called the
canon of Scripture. It includes 46 books for the Old Testament (45 if we
count Jeremiah and Lamentations as one) and 27 for the New. The Old Testament:
Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, Deuteronomy, Joshua, Judges, Ruth, 1 and 2
Samuel, 1 and 2 Kings, 1 and 2 Chronicles, Ezra and Nehemiah, Tobit, Judith,
Esther, 1 and 2 Maccabees, Job, Psalms, Proverbs, Ecclesiastes, the Song
of Songs, the Wisdom of Solomon, Sirach (Ecclesiasticus), Isaiah,
Jeremiah, Lamentations, Baruch, Ezekiel, Daniel, Hosea, Joel, Amos,
Obadiah, Jonah, Micah, Nahum, Habakkuk, Zephaniah, Haggai, Zachariah and
Malachi” [= Oleh Tradisi rasulilah Gereja membedakan tulisan-tulisan mana
yang harus dimasukkan dalam daftar kitab-kitab kudus. Daftar lengkap ini disebut
kanon Kitab Suci. Itu mencakup 46 kitab untuk Perjanjian Lama (45 jika
kita menghitung Yeremia dan Ratapan sebagai 1 kitab) dan 27 kitab untuk
Perjanjian Baru. Perjanjian Lama: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan,
Yosua, Hakim-Hakim, Rut, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-Raja, 1 dan 2 Tawarikh,
Ezra dan Nehemia, Tobit, Yudit, Ester, 1 dan 2 Makabe,
Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh,
Yesaya, Yeremia, Ratapan, Barukh, Yehezkiel, Daniel, Hosea, Yoel, Amos,
Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakhi].
‘The Catechism of the Catholic Church’,
nomer 138, berbunyi sebagai berikut:
“The
Church accepts and venerates as inspired the 46 books of the Old
Testament and the 27 books of the New” (= Gereja menerima dan menghormati 46
kitab-kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab-kitab Perjanjian Baru sebagai
diilhamkan).
Catatan:
bandingkan dengan Perjanjian Lama yang kita akui yang hanya terdiri dari 39
kitab!
Sering
ada yang mengatakan bahwa bukan orang Katolik yang menambahi Alkitab, tetapi
orang Kristen Protestanlah yang mengurangi Alkitab. Ini merupakan omong
kosongnya orang yang sama sekali tidak mengerti sejarah, karena Gereja Roma
Katolik baru memasukkan kitab-kitab Deutrokanonika ke dalam Alkitab mereka (di
antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) pada tahun 1546. Sebelum itu,
Alkitab Katolik hanyalah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru seperti yang
digunakan oleh Kristen Protestan.
Bahkan
Encyclopedia Britannica 2000 mengatakan bahwa Alkitab Yahudipun hanya mencakup
Perjanjian Lama, dan tidak mencakup Deuterokanonika.
Encyclopedia
Britannica 2000 dengan topik ‘Bible’:
“The Jewish
Bible includes only the books known to Christians as the Old Testament”
(= Alkitab/ Yahudi mencakup hanya kitab-kitab yang dikenal oleh orang-orang
Kristen sebagai Perjanjian Lama).
Jadi
jelas bahwa bukan Kristen Protestan yang mengurangi Alkitab, tetapi Katoliklah
yang menambahi Alkitab.
Kristen
Protestan menolak kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika ini dengan alasan:
1.
Dalam Perjanjian Baru, ada kira-kira 260 kutipan langsung dari Perjanjian
Lama, dan juga ada kira-kira 370 penggunaan bagian-bagian Perjanjian Lama yang
tidak merupakan kutipan langsung. Ini menunjukkan bahwa baik Yesus maupun
rasul-rasul mengakui otoritas Perjanjian Lama sebagai Firman Allah, dan
menggunakannya sebagai dasar hidup, iman dan ajaran mereka. Tetapi baik Yesus
maupun rasul-rasul tidak pernah mengutip dari kitab-kitab Apocrypha /
Deuterokanonika tersebut sebagai dasar ajaran mereka, padahal kitab-kitab
Apocrypha / Deuterokanonika itu sudah ada / beredar pada jaman Tuhan Yesus hidup
di dunia ini. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui kitab-kitab Apocrypha
itu sebagai Firman Allah!
2.
Penulis kitab-kitab Apocrypha itu sendiri tidak menunjukkan dirinya
sebagai penulis Firman Tuhan yang diberikan Allah kepada manusia.
Untuk
itu bandingkan Wah 22:18-19 yang terletak pada akhir Kitab Suci /
Perjanjian Baru dengan 2Makabe 15:37b-38 yang terletak pada akhir dari
kitab-kitab Deuterokanonika:
Wah 22:18-19
berbunyi: “Aku bersaksi kepada
setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: Jika
seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan
menambahkan kepadanya malapetaka-mala-petaka yang tertulis di dalam kitab ini.
Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab
nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari
kota kudus seperti yang tertulis di dalam kitab ini”.
Dari
Wah 22:18-19 ini terlihat dengan jelas otoritas dari tulisan rasul Yohanes
ini sebagai Firman Tuhan yang tidak boleh ditambahi ataupun dikurangi.
Sekarang
bandingkan dengan 2Makabe 15:37b-38 yang ber-bunyi: “Maka
aku sendiripun mau mengakhiri kisah ini. Jika susunannya baik lagi tepat, maka
itulah yang kukehendaki. Te-tapi jika susunannya hanya sedang-sedang dan
setengah-setengah saja, maka hanya itulah yang mungkin bagiku”.
Ini
sama sekali tidak menunjukkan orang yang menuliskan Firman Tuhan di bawah
pengilhaman Roh Kudus! Perhatikan kata-kata ‘kukehendaki’ dan ‘hanya
itulah yang mungkin bagi-ku’. Bagaimana kita bisa
mempercayai otoritas tulisan seperti ini, sedangkan penulisnya sendiripun tidak
yakin akan kebe-naran tulisannya!
3.
Dalam kitab-kitab Apocrypha itu ada kesalahan-kesalahan, seperti:
*
Yudit 1:1,7,11 menyebut
Nebukadnezar sebagai raja Asyur di Niniwe (bdk. juga dengan Yudit 1:16
2:1,4,14,21 4:1), sedangkan
kita tahu bahwa sebetulnya Nebukadnezar adalah raja Babilonia (Daniel 4:4-6,30).
*
Tobit 5:13 menceritakan tentang seorang
malaikat yang bernama Rafael, yang berdusta dengan memperkenalkan dirinya
sebagai ‘Azarya bin Ananias’, atau ‘Azarya anak laki-laki dari Ananias’.
Bagaimana
mungkin kitab-kitab yang mengandung kesalahan seperti itu bisa disetingkatkan
dengan Kitab Suci / Firman Tuhan?
4.
Dalam kitab-kitab Apocrypha ada doktrin ‘salvation
by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik) yang sesat / tidak
alkitabiah.
Contoh:
*
Tobit 4:10 - “Memang sedekah melepaskan dari maut dan tidak membiarkan orang masuk
ke dalam kegelapan”.
*
Tobit 12:9 - “Memang sedekah melepaskan dari maut dan menghapus setiap dosa”.
*
Tobit 14:10-11a - “Nak, ingatlah kepada apa yang telah diperbuat Nadab kepada bapa
pengasuhnya, yaitu Ahikar. Bukankah Ahikar hidup-hidup diturunkan ke bagian
bawah bumi? Tetapi Allah telah membalas kelaliman Nadab ke atas kepalanya
sendiri. Ahikar keluar menuju cahaya, sedangkan Nadab turun ke kegelapan kekal,
oleh karena ia telah berusaha membunuh Ahikar. Karena melakukan kebajikan maka
Ahikar luput dari jerat maut yang
dipasang baginya oleh Nadab. Sedangkan Nadab jatuh ke dalam jerat maut yang juga
membinasakannya. Makanya anak-anakku, camkanlah apa yang dihasilkan oleh sedekah
dan apa yang dihasilkan oleh kelaliman”.
*
Sirakh 3:3 - “Barangsiapa menghormati bapanya memulihkan dosa”.
Doktrin
‘Salvation by works’ (=
keselamatan karena perbuatan baik) yang sesat / tidak alkitabiah ini jelas
bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini:
Ro 3:27-28
- “Jika demikian, apa dasarnya
untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan
iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena
ia melakukan hukum Taurat”.
Gal 2:16a
- “Kamu tahu, bahwa tidak
seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh
karena iman dalam Kristus Yesus”.
Gal 2:21b
- “... sekiranya ada kebenaran
oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Ef 2:8-9
- “Sebab karena kasih karunia
kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,
itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
b)
Gereja-gereja Kharismatik yang mengajar berdasarkan pengalam-an, nubuat,
Tuhan bicara, dsb.
Memang
secara sah / resmi mereka hanya mengakui 66 kitab dalam Alkitab kita sebagai
Firman Allah, tetapi dalam prakteknya banyak dari mereka yang mengajar
berdasarkan hal-hal lain di luar Alkitab, seperti pengalaman, nubuat, Tuhan
bicara, mimpi, penglihatan dan sebagainya.
·
pengalaman.
Memang
tidak salah seseorang menyaksikan / mensharingkan
apa yang ia alami, asal ia tidak menjadikan hal itu sebagai rumus, seakan-akan
semua orang harus mengalami apa yang ia alami. Pengalaman seseorang hanya boleh
dijadikan rumus, yang harus juga dialami oleh orang lain, kalau pengalaman itu
mempunyai dasar Kitab Suci. Misalnya Kitab Suci jelas mengajar bahwa orang yang
percaya kepada Yesus akan mendapatkan damai / sukacita (Mat 11:28
Yoh 14:27 Gal 5:22). Kalau
seseorang bertobat / percaya kepada Yesus, dan ia lalu mengalami damai /
sukacita, maka pengalaman itu boleh dijadikan rumus. Tetapi kalau seseorang
sakit dan berdoa dan lalu sembuh, ini boleh disharingkan
tetapi tidak boleh dijadikan rumus, karena Tuhan tidak menjanjikan untuk
menyembuhkan semua orang kristen yang sakit.
Tetapi,
dalam kalangan Kharismatik, ada banyak pengalaman yang tidak mempunyai dasar
Kitab Suci yang lalu dijadikan rumus, yang harus dialami oleh semua orang lain.
Ini boleh dikatakan menambahi Kitab Suci.
·
nubuat, Tuhan bicara, dsb.
Dalam
kalangan Kharismatik juga banyak hal-hal seperti ini, dan banyak dari mereka
tetap menerima ‘nubuat’ / ‘suara Tuhan’ itu sekalipun itu tidak sesuai
dengan Kitab Suci. Ini jelas juga merupakan penambahan terhadap Kitab Suci.
c)
Penerimaan Kitab Suci agama lain sebagai Firman Allah.
Di
atas telah dijelaskan bahwa kita tidak bisa menerima Kitab Suci kita sebagai
Firman Allah, dan juga menerima Kitab Suci - Kitab Suci agama lain sebagai
Firman Allah karena, Kitab Suci - Kitab Suci ini saling bertentangan satu sama
lain.
Kalau
seorang hamba Tuhan mengajar menggunakan Kitab Suci agama lain sebagai dasar,
maka tidak peduli Hermeneutics apa yang ia gunakan, tentu akan menghasilkan
ajaran yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan dari sudut kekristenan.
Catatan:
kalau suatu gereja / seorang pendeta menambahi Kitab Suci, maka biasanya gereja
/ pendeta itu juga akan mengurangi Kitab Suci, yaitu bagian-bagian Kitab Suci
yang bertentangan dengan apa yang ditambahkan kepada Kitab Suci oleh gereja /
pendeta tersebut.
3) Sebaliknya
juga ada orang yang bukan menambahi kanon Alkitab, tetapi menguranginya,
misalnya:
·
menolak Perjanjian Baru, seperti Yudaisme.
·
mengabaikan Perjanjian Lama.
Ini
tentu juga akan menghasilkan ajaran-ajaran yang salah.
4)
Dalam persoalan kanon Alkitab ini 2 hal lagi yang perlu diketahui:
a)
Dalam kebanyakan (tidak semua) Mazmur, ayat pertama, atau sebagian
dari ayat pertama, dan bahkan kadang-kadang juga ayat kedua, sebetulnya tidak
termasuk Kitab Suci. Karena itu dalam Akitab bahasa Inggris, bagian itu
diletakkan di atas, tanpa diberi nomer ayat.
Misalnya:
Maz 3:1 Maz 4:1 Maz 32:1a Maz
52:1-2 Maz 54:1-2.
Bagian
ini, memang sering dipakai sebagai pembantu dalam penafsiran, yaitu untuk
mengetahui latar belakang mazmur itu. Tetapi perlu dicamkan bahwa bagian ini
tidak mutlak benar.
b)
Dalam Alkitab ada bagian-bagian yg diragukan / diperdebatkan keasliannya,
seperti:
1.
Mark 16:8b-20 (dalam Kitab Suci Indonesia).
Catatan:
TB2-LAI meletakkan bagian ini dalam tanda kurung besar / tegak, dan dalam bagian
Kata Pengantarnya (hal 3) dikatakan sebagai berikut: “Dalam edisi
kedua ini, teks-teks yang tidak terdapat dalam naskah-naskah yang dinilai paling
baik atau kuno dicantumkan dalam tanda kurung tegak, misalnya dalam Matius 6:13.
Nas-nas lain seperti Markus 16:9-20 dan Yohanes 7:53-8:11 juga diberi tanda
kurung tegak”.
Dalam
persoalan Mark 16 ini, ada 4 golongan manuscript:
·
Memuat Mark 16:1-8a, tetapi tidak memuat Mark 16:8b
dan Mark 16:9-20.
·
Memuat Mark 16:1-8a dan Mark 16:8b,
tetapi tidak memuat Mark 16:9-20.
·
Memuat Mark 16:1-8a dan Mark 16:9-20,
tetapi tidak memuat Mark 16:8b.
·
New
Geneva Study Bible
mengatakan bahwa ada beberapa manuscript yang memuat Mark 16:1-8a, Mark 16:8b,
dan Mark 16:9-20.
Catatan:
dalam Mark 16 ini:
¨
NIV memberikan headnote
sebagai berikut: “the
two most reliable early manuscripts do not have Mark 16:9-20” (= Dua
manuscript yang paling kuno dan paling bisa dipercaya tidak mempunyai Mark
16:9-20).
¨
NASB memberikan footnote:
“Some of the oldest mss. do not contain vv 9-20” (=
Beberapa dari manuscript yang paling kuno tidak mempunyai ay 9-20).
¨
Dalam RSV diberikan footnote
/ catatan kaki yang berbunyi sebagai berikut: “Some of the most ancient
authorities bring the book to a close at the end of verse 8. One authority
concludes the book by adding after verse 8 the following: But they reported
briefly to Peter and those with him all that they had been told. And after this,
Jesus himself sent out by means of them, from east to west, the sacred and
imperishable proclamation of eternal salvation. Other authorities include the
preceding passage and continue with verses 9-20. In most authorities verses 9-20
follow immediately after verse 8; a few authorities insert additional
material after verse 14” (= beberapa otoritas / manuscript yang paling
kuno mengakhiri kitab ini pada akhir ayat 8. Satu otoritas / manuscript
menyimpulkan kitab ini dengan menambahkan setelah ayat 8 kata-kata ini: Tetapi
mereka menyampaikan secara singkat kepada Petrus dan mereka yang bersama dengan
dia semua yang telah diceritakan kepada mereka. Sesudah ini, Yesus sendiri
memberitakannya dengan perantaraan mereka, dari Timur ke Barat, proklamasi keselamatan
yang kudus / sakral dan tak bisa binasa itu. Otoritas / manuscript yang lain
memasukkan bagian sebelumnya dan melanjutkan dengan ayat 9-20. Dalam
kebanyakan otoritas / manuscript ayat 9-20 langsung menyusul ayat 8;
sedikit otoritas / manuscript memasukkan tambahan materi setelah ayat 14).
¨
The
New Scoffield Study Bible memberikan keterangan sebagai berikut: “Verses 9-20
are not found in the two most ancient manuscripts, the Sinaiticus and Vaticanus;
others have them with partial omissions and variations. But the passage is
quoted by Irenaeus and Hippolytus in the second and third century” (=
Ayat-ayat 9-20 tidak ditemukan dalam dua manuscript yang paling kuno, Sinaiticus
dan Vaticanus; manuscript-manuscript yang lain mempunyai ayat-ayat ini dengan
penghapusan sebagian dan variasi-variasi / perbedaan-perbedaan. Tetapi bagian
ini dikutip oleh Irenaeus dan Hippolytus dalam abad kedua dan ketiga).
¨
New
Geneva Study Bible
memberikan keterangan sebagai berikut: “Scholars differ regarding
whether these verses were originally part of this Gospel. Some important early
Greek manuscripts lack these verses, other manuscripts have vv 9-20 (known as
the ‘longer Ending’), and still others have a ‘Shorter Ending’ (roughly
one verse long). A few manuscripts have both the ‘Shorter Ending’ and the
‘Longer Ending’. Because of these differences, some scholars believe that vv
9-20 were added later and not written by Mark. On the other hand, the verses are
cited by writers from the late second century and are found in the overwhelming
majority of existing Greek manuscripts of the Gospel of Mark. For other
scholars, these facts establish the authenticity of the passage” [= Para
ahli berbeda pendapat tentang apakah ayat-ayat ini merupakan bagian orisinil
dari Injil ini. Beberapa manuscript Yunani kuno tidak mempunyai ayat-ayat ini,
beberapa manuscript yang lain mempunyai ayat-ayat 9-20 (dikenal sebagai
‘Akhiran yang panjang’), dan ada lagi manuscript-manuscript yang lain yang
mempunyai ‘Akhiran yang pendek’ (kira-kira panjangnya satu ayat). Sedikit
manuscript mempunyai baik ‘Akhiran yang pendek’ maupun ‘Akhiran yang
panjang’. Karena perbedaan-per-bedaan ini, beberapa ahli percaya bahwa
ayat-ayat 9-20 ditambahkan belakangan dan tidak ditulis oleh Markus. Di lain
pihak, ayat-ayat ini dikutip oleh penulis-penulis dari akhir abad kedua dan
ditemukan dalam kebanyakan manuscript Yunani dari Injil Markus. Untuk para ahli
yang lain, fakta-fakta ini menegakkan keaslian dari bagian ini].
Pengertian
bahwa Mark 16:8b-20 merupakan bagian yang di-perdebatkan keasliannya
merupakan hal yang penting, karena Mark 16:17-18 sering dipakai oleh banyak
orang Kharismatik untuk mengajarkan ajaran-ajaran yang extrim, misalnya bahwa
orang kristen harus berbahasa roh, bisa memegang ular berbisa dan minum racun
tanpa mendapat celaka, dsb. Tetapi ingat, bahwa bukan ini yang menyebabkan
banyak orang mencurigai bahwa bagian ini tidak asli. Yang menyebabkan kecurigaan
adalah adanya perbedaan manuscript.
2.
Yoh 7:53-8:11.
Catatan:
TB2-LAI juga meletakkan bagian ini dalam tanda kurung besar / tegak.
Bahwa
bagian ini adalah suatu bagian yang diragukan keasliannya, terlihat dari:
·
Di atas Yoh 7:53, NIV menuliskan kata-kata
ini: “The
earliest and most reliable manuscripts do not have John 7:53-8:11” (=
Manuscript-manuscript yang paling kuno dan paling dapat dipercaya tidak
mempunyai Yoh 7:53-8:11).
·
NASB meletakkan seluruh bagian ini dalam tanda
kurung dan memberi catatan sebagai berikut: “John 7:53-8:11
is not found in most of the old manuscript” (Yoh 7:53-8:11 tidak
ditemukan dalam mayoritas manuscript kuno).
·
Footnote
/ catatan kaki RSV berkata sebagai berikut: “The
most ancient authorities omit 7.53-8.11; other authorities add the passage here
or after 7.36 or after 21.25 or after Luke 21.38 with variations of text”
(= Otoritas-otoritas yang paling kuno mem-buang 7:53-8:11; otoritas-otoritas
yang lain menambahkan bagian ini di sini atau setelah 7:36 atau setelah 21:25
atau setelah Luk 21:38 dengan perbedaan-perbedaan text).
·
ASV meletakkan bagian ini dalam kurung dan lalu
memberikan catatan kaki sebagai berikut: “Most
of the ancient authorities omit John 7.53-8.11. Those which contain it vary much
from each other” (= Mayoritas otoritas-otoritas kuno menghapus Yoh 7:53-8:11.
Mereka yang mempunyainya berbeda banyak satu dengan yang lainnya).
·
Dalam NEB (New English Bible), bagian ini ditulis
pada akhir dari Injil Yohanes, dan diberi footnote
/ catatan kaki yang berbunyi sebagai berikut: “This passage, which in the most widely received editions of the New
Testament is printed in the text of John 7.53-8.11, has no fixed place in our
ancient manuscripts. Some of them do not contain it at all. Some place it after
Luke 21.38, others after John 7.36, or 7.52, or 21.24” (=
Bagian ini, yang dalam edisi Perjanjian Baru yang paling banyak diterima
dicetak dalam text dari Yoh 7:53-8:11, tidak mempunyai tempat yang tetap /
tertentu dalam manuscript-manuscript kita yang kuno. Beberapa dari mereka tidak
mempunyai bagian ini sama sekali. Beberapa menempatkan-nya setelah Luk 21:38,
yang lain setelah Yoh 7:36, atau 7:52, atau 21:24).
3.
Yoh 5:3b,4.
Catatan:
TB2-LAI juga meletakkan bagian ini dalam tanda kurung besar / tegak.
Bahwa
bagian ini adalah bagian yang diragukan keasliannya, terlihat dari:
·
RSV dan NIV menghapus bagian ini dari textnya, dan
hanya menuliskannya pada footnote (=
catatan kaki).
·
NASB menuliskan bagian ini dalam textnya, tetapi
meletakkannya dalam tanda kurung.
4.
Semua ayat-ayat yang dalam Kitab Suci Indonesia diletakkan dalam tanda
kurung besar / tegak ®
[.....].
Catatan:
bagian yang ada dalam tanda kurung biasa ®
(.....), tidak diragukan kebenarannya. Misalnya Yoh 1:38,42.
Contoh
bagian yang diletakkan dalam tanda kurung besar / tegak:
a.
Mat 6:13b.
Perlu
diperhatikan bahwa ini adalah akhir dari Doa Bapa Kami yang sangat terkenal itu!
b.
Mat 17:21.
Pengertian
bahwa ayat ini merupakan ayat yang diragukan keasliannya merupakan hal yang
cukup penting karena ayat ini digunakan oleh banyak orang untuk mengajar bahwa
kalau kita mau mengusir setan kita harus berdoa dan berpuasa.
Ayat
paralel dari Mat 17:21, yaitu Mark 9:29 termasuk bagian Kitab Suci
yang asli, karena tidak ada dalam tanda kurung besar / tegak, tetapi Mark 9:29
ini hanya berbunyi: “JawabNya
kepada mereka: ‘Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa’”
(kata ‘berpuasa’ tidak ada!).
c.
Mark 9:44,46.
d.
Mark 11:26.
e.
Mark 14:68c.
f.
Mark 15:28.
g.
Kis 8:37.
h.
1Yoh 5:7b-8a - ini sering dipakai sebagai dasar dari Allah
Tritunggal.
i.
Dll.
Saya
sendiri condong untuk tidak menerima bagian-bagian ini sebagai Alkitab /
Firman Allah. Memang sikap ini mempunyai resiko. Kalau bagian-bagian itu
memang adalah Alkitab, maka itu berarti saya mengurangi Alkitab. Tetapi jangan
lupa bahwa sikap menerima bagian-bagian itu sebagai bagian asli dari Alkitab,
juga mempunyai resikonya sendiri. Kalau bagian-bagian itu memang bukan
termasuk Alkitab, maka itu berarti mereka menambahi Alkitab.
Juga perlu
diperhatikan bahwa kalau saya menolak bagian-bagian ini sebagai Alkitab, ini
sangat berbeda dengan orang-orang Liberal yang menolak bagian-bagian tertentu
sebagai Firman Allah. Perbedaannya adalah dalam hal motivasi. Saya menolak
bagian-bagian ini justru karena saya sangat meng-hormati Alkitab dan karena
itu saya tidak mau Alkitab ditam-bahi dengan bagian-bagian yang sebetulnya
tidak termasuk Alkitab. Tetapi kalau orang Liberal menolak bagian tertentu
dari Alkitab, itu terjadi karena mereka tidak menghormati, bahkan sebaliknya
meremehkan, Alkitab.
1) Yang
‘inerrant’ (= tidak ada salahnya),
adalah Kitab Suci asli (auto-graph),
yang sudah tidak ada lagi.
a) Manuscript-manuscript
/ naskah-naskah hasil salinan sudah tidak lagi inerrant, apalagi Kitab Suci yang sudah diterjemahan dari bahasa
asli ke bahasa lain.
Ini
menyebabkan kita tidak perlu goyah imannya pada waktu ada orang yang membuktikan
bahwa ada kontradiksi / kesalahan dalam Alkitab. Mengapa? Karena autograph
sudah tidak ada lagi, se-hingga tidak ada orang yang bisa membuktikan bahwa auto-graphnya yang salah atau mengandung kontradiksi. Kalau salinan
/ copy mengandung kontradiksi / kesalahan, kita dengan mudah bisa berkata bahwa
dalam hal itu telah terjadi kesalahan penyalinan.
b) Ada
orang kristen / hamba Tuhan yang mempercayai bahwa Alkitab kita yang sekarang
inipun tidak ada salahnya. Ini adalah pandangan yang mungkin sekali tulus dan
bermotivasi benar (untuk membela Tuhan / Firman Tuhan / kekristenan), tetapi
bagaimanapun juga ini jelas merupakan pandangan yang salah dan bodoh! Hal ini
bisa dibuktikan dari adanya:
·
perbedaan-perbedaan antara manuscript yang satu dan
manuscript yang lain.
·
kontradiksi yang tidak mungkin bisa diharmoniskan
dalam Kitab Suci.
Misalnya:
2Taw 22:2 mengatakan bahwa Ahazia berusia 42 tahun pada waktu ia menjadi
raja, tetapi bagian paralelnya, yaitu 2Raja 8:26, mengatakan bahwa Ahazia
berusia 22 tahun pada waktu ia menjadi raja. Ini betul-betul kontradiksi yang
tidak bisa diharmoniskan, dan semua orang yang bisa menggunakan logika / akal
sehatnya pasti setuju bahwa 2 kebenaran tidak mungkin bisa bertentangan. Pada
saat terjadi pertentangan antara 2 hal, maka pasti salah satu salah atau bahkan
kedua-duanya salah.
c)
Mengapa Allah tidak menjaga supaya copy-copy / manuscript-manuscript itu
juga inerrant? William G. T. Shedd
menjawab pertanyaan ini sebagai berikut:
“Why
did not God inspire the copyists as well as the original authors? Why did he
begin with absolute inerrancy, and end with relative inerrancy? For the same
reason that, generally, he begins with the supernatural and end with the
natural. For illustration, the first founding of his church, in both the Old and
New dispensations, was marked by miracles; but the development of it is marked
only by his operations in nature, providence and grace. The miracle was needed
in order to begin the kingdom of God in this sinful world, but is not needed in
order to its continuance and progress. And the same is true of the revelation of
God in his written Word. This must begin in a miracle. The truths and facts of
revealed religion, as distinguished from natural, must be supernaturally
communicated to a few particular persons especially chosen for this purpose.
Inspiration comes under the category of the miracle. It is as miraculous as
raising the dead. To expect, therefore, that God would continue inspiration to
copyists after having given it to prophets and apostles, would be like expecting
that because in the first century he empowered men to raise the dead, he would
continue to do so in all centuries” (= Mengapa Allah tidak mengilhami para
penyalin sama seperti para pengarang orisinil? Mengapa Ia mulai dengan
ketidakbersalahan yang mutlak dan mengakhiri dengan ketidak-bersalahan yang
relatif? Karena alasan yang sama dimana Ia bia-sanya mulai dengan hal-hal
supranatural dan mengakhiri dengan hal-hal yang natural / alamiah. Sebagai
ilustrasi: pendirian pertama dari gereja, baik dalam Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, ditandai oleh mujijat-mujijat; tetapi perkembangan gereja hanya
ditandai oleh pekerjaanNya dalam alam, providensia dan kasih karunia. Mujijat
itu dibutuhkan untuk memulai Kerajaan Allah dalam dunia yang berdosa ini, tetapi
itu tidak dibutuhkan untuk kelanjutan dan kemajuannya. Dan hal yang sama juga
benar untuk wahyu Allah dalam Firman tertulisNya. Ini harus dimulai dengan
mujijat. Kebenaran dan fakta dari agama yang diwahyukan, berbeda dengan yang
alamiah, harus diberikan secara supranatural kepada beberapa orang tertentu yang
dipilih secara khusus untuk tujuan ini. Pengilhaman termasuk kategori mujijat.
Itu sama mujijatnya dengan pembangkitan orang mati. Karena itu, mengharapkan
bahwa Allah terus mengilhami para penyalin setelah memberikannya kepada
nabi-nabi dan rasul-rasul, sama seperti mengharapkan bahwa karena pada abad
pertama Ia memberikan kuasa kepada manusia untuk mem-bangkitkan orang mati, Ia
akan terus melakukan hal itu dalam semua abad)
- ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal
135-136.
d) Satu
hal lagi yang ingin saya persoalkan adalah suatu pertanyaan yang mungkin sekali
akan muncul dalam persoalan ini, yaitu: apa gunanya kita mempercayai bahwa
Alkitab asli (autograph) itu inerrant / tidak ada salahnya, padahal autograph / Alkitab asli itu sudah tidak ada lagi, dan
manuscript-manuscript / naskah-naskah yang ada sudah tidak lagi inerrant?
Bukankah itu menjadi sama saja dengan kepercayaan bahwa autographnyapun
ada salahnya? Saya menjawab: tidak sama. Mengapa? Karena jika autographnya
ada salahnya, maka kita tidak mempunyai cara / jalan untuk mengetahui bagian
mana yang salah dan bagian mana yang benar. Tetapi jika manuscript yang salah,
kita bisa mengetahui hal itu, karena biasanya akan terjadi perbedaan manuscript
yang satu dengan manuscript yang lain.
e) Sekalipun
Kitab Suci kita yang sekarang ini ada salahnya, tetapi hal ini tidak perlu
menggoncangkan iman kita terhadap Kitab Suci, karena:
·
persentase kesalahan itu sangat kecil, mungkin di
bawah 1 %, dan dengan membanding-bandingkan manuscript-manuscript yang ada,
seringkali kita bisa tahu yang mana yang salah dan yang mana yang benar. Lihat
bagian tentang ‘Textual Criticism’ di bawah.
·
kita boleh percaya bahwa Allah pasti melindungi
FirmanNya dari kesalahan-kesalahan yang fatal. Apa dasar dari
keperca-yaan ini? Dasarnya adalah kebijaksanaan Tuhan. Tidak mung-kin Tuhan
membiarkan kesalahan besar / fatal masuk ke dalam FirmanNya!
f) Untuk
mengatasi kesalahan-kesalahan yang ada dalam Kitab Suci, penting sekali untuk
membanding-bandingkan beberapa terjemah-an Kitab Suci, misalnya Alkitab
terjemahan baru, Alkitab terjemah-an lama, TB2-LAI, Alkitab bahasa Inggris
(NASB, NIV, KJV, RSV, ASV, dll), Alkitab bahasa Jawa, Alkitab bahasa Belanda,
Alkitab bahasa Tionghoa, dsb. Dengan membandingkan terjemahan-terjemahan Kitab
Suci tersebut, kita dapat mendeteksi kesalahan-kesalahan itu dan mungkin
mengoreksinya.
Cara-cara
lain yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan buku-buku tafsiran,
atau mengikuti Pemahaman Alkitab yang baik.
Perlu
diingat bahwa kita tidak selalu bisa tahu penjelasan yang pasti dari hal-hal
yang kelihatannya bertentangan dalam Alkitab. Dalam hal ini perhatikan 2 kutipan
di bawah ini.
John
Murray:
“Oftentimes,
though we may not be able to demonstrate the harmony of Scripture, we are able
to show that there is no necessary contradiction” (= Seringkali,
sekalipun kita tidak bisa menunjukkan keharmonisan Kitab Suci, kita bisa
menunjukkan bahwa di sana ti-dak harus terjadi kontradiksi)
- ‘Collected Writings of John Murray’,
vol I, hal 10.
E.
J. Young:
“When
therefore we meet difficulties in the Bible let us reserve judgment. If any
explanation is not at hand, let us freely acknowledge that we do not know all
things, that we do not know the solution. Rather than hastily to proclaim the
presence of an error is it not the part of wisdom to acknowledge our
ignorance?” (= Karena itu pada waktu kita menjumpai problem dalam Alkitab
baiklah kita menahan diri dari penghakiman. Jika tidak ada penjelasan yang
tersedia, baiklah kita dengan bebas mengakui bahwa kita tidak mengetahui segala
sesuatu, bahwa kita tidak mengetahui penyelesai-annya. Dari pada dengan
tergesa-gesa menyatakan adanya kesalahan, tidakkah merupakan bagian dari hikmat
untuk mengakui ketidak-tahuan kita?) - ‘Thy
Word Is Truth’, hal 182.
Memang
belajar Firman Tuhan itu tidak mudah. Tidak ada jalan pintas. Tetapi asal
saudara sungguh-sungguh rindu pada Firman Tuhan dan senantiasa berdoa
supaya Tuhan memimpin dan me-nolong saudara untuk mengerti FirmanNya, maka
saudara boleh yakin bahwa Dia, yang adalah gembala yang baik, pastilah akan
memimpin saudara pada jalan yang benar.
2) Dasar
dari kepercayaan terhadap ‘inerrancy of
the Bible’.
a)
Kalau Kitab Suci memang adalah Firman Allah, bagaimana Allah bisa salah
dalam berbicara?
E.
J. Young:
“We
must maintain that the original of Scripture is infallible for the simple reason
that it came to us directly from God Himself” (= Kita harus mempertahankan
bahwa Kitab Suci yang orisinil tidak ada salahnya karena alasan yang sederhana
dimana Kitab Suci itu datang kepada kita langsung dari Allah sendiri)
- ‘Thy Word Is Truth’, hal 87.
Banyak
orang Liberal yang mengatakan bahwa karena Allah menuliskan firmanNya
menggunakan manusia, maka adanya faktor manusia ini memungkinkan, atau bahkan
memastikan, terjadinya kesalahan dalam Kitab Suci. Terhadap pandangan seperti
ini, ada 2 hal yang bisa diberikan sebagai jawaban:
·
perhatikan kata-kata E. J. Young yang berkata
sebagai berikut:
“If
actual error is found in the Bible, it is God, not the human writers, who is
responsible for that error. From this conclusion there is no escape” (=
Jika betul-betul ada kesalahan ditemukan dalam Alkitab, maka Allahlah, bukan
para penulis manusia, yang bertanggung jawab untuk kesalahan itu. Ini adalah
kesimpulan yang tidak terhindarkan) - ‘Thy
Word Is Truth’, hal 182.
·
Sekalipun Allah menggunakan manusia dalam
menuliskan FirmanNya / Kitab Suci, itu tidak berarti bahwa Kitab Suci harus
mengandung kesalahan, karena:
*
Allah mahakuasa!
Tidak
bisakah Ia menggunakan manusia sedemikian rupa sehingga Kitab Suci betul-betul
tanpa salah? Dalam diri Yesus, yang juga mempunyai faktor manusia, Allah bisa
menjaga sehingga Yesus suci murni. Lalu mengapa ini tidak bisa Ia lakukan dalam
menulis FirmanNya?
*
Allah sudah mempersiapkan penulis manusia itu
sedemikian rupa sehingga ia menjadi alat yang cocok sempurna untuk menuliskan
firmanNya. Dengan demikian, sekalipun kepribadian, pengalaman, dan pemikiran
dari penulis itu masuk ke dalam Kitab Suci yang ia tuliskan, tetapi semua itu
cocok sempurna dengan yang Tuhan kehendaki, sehingga apa yang ia tuliskan
betul-betul adalah firman Allah.
E.
J. Young mengutip kata-kata B. B. Warfield sebagai berikut:
“As
light that passes through the coloured glass of a cathedral window, we are told,
is light from heaven, but is stained by the tints of the glass through which it
passes; so any word of God which is passed through the mind and soul of a man
must come out discoloured by the personality through which it is given, and just
to that degree ceases to be the pure word of God. But what if this personality
has itself been formed by God into precisely the personality it is, for the
express purpose of communicating to the word given through it just the colouring
which it gives it? What if the colours of the stained-glass window have been
designed by the architect for express purpose of giving to the light that floods
the cathedral precisely the tone and quality it receives from them? What if the
word of God that comes to His people is framed by God into the word of God it
is, precisely by means of the qualities of the men formed by Him for the
purpose, through which it is given?” (= Sebagaimana sinar yang melalui
kaca berwarna dari jendela suatu katedral, adalah sinar dari surga, tetapi
dikotori oleh warna-warna dari kaca yang dilaluinya; begitu juga dikatakan bahwa
firman Allah yang melalui pikiran dan jiwa manusia pasti keluar dengan dikotori
oleh kepribadian melalui mana firman itu diberikan, dan sampai pada tingkat itu
berhenti menjadi firman yang murni dari Allah. Tetapi bagaimana jika kepribadian
ini telah dibentuk oleh Allah menjadi kepribadian yang persis cocok sehingga
mewarnai firman yang melaluinya sesuai tujuan Allah? Bagaimana jika warna dari
jendela dengan kaca berwarna telah direncanakan oleh sang arsitek, dengan tujuan
memberikan sinar yang memasuki katedral itu sifat dan kwalitet yang diterimanya
dari warna-warna itu, persis seperti yang dikehendakinya? Bagaimana jika firman
Allah yang datang kepada umatNya dibentuk oleh Allah menjadi firman Allah,
dengan memakai kwalitet dari orang-orang yang dibentuk olehNya untuk tujuan itu,
melalui siapa firman itu diberikan?)
- ‘Thy Word Is Truth’, hal 64.
William
G. T. Shedd:
“The infallibility of Scripture is denied upon the ground that it
contains a human element. The human is fallible and liable to error. If
therefore the Bible has a human element in it, as is conceded, it cannot be free
from all error. This is one of the principal arguments urged by those who assert
the fallibility of Scripture. This objection overlooks the fact, that the human
element in the Bible is so modified by the divine element with which it is
blended, as to differ from the merely ordinary human. The written Word is indeed
Divine-human, like the incarnate Word. But the human element in Scripture, like
the human nature in our Lord, is preserved from the defects of the common human,
and becomes the pure and ideal human. ... Those who contend that the Bible is
fallible because it contains a human element commit the same error, in kind,
with those who assert that Jesus Christ was sinful because he had a human nature
in his complex person. Both alike overlook the fact that when the human is
supernaturally brought into connection with the divine, it is greatly modified
and improved, and obtains some characteristics that do not belong to it of and
by itself alone” (= Ketidak-bersalahan Kitab Suci ditolak dengan dasar
bahwa Kitab Suci mengandung elemen manusia. Elemen manusia ini bisa salah.
Karena itu jika Alkitab mempunyai elemen manusia di dalamnya, seperti yang
memang kita akui, maka Kitab Suci tidak bisa bebas dari semua kesalahan. Ini
merupakan salah satu argumentasi utama yang diberikan oleh mereka yang
menegaskan kebersalahan Kitab Suci. Keberatan ini melupakan / mengabai-kan fakta
bahwa elemen manusia dalam Alkitab begitu dimodifi-kasi oleh elemen ilahi dengan
apa elemen manusia itu dicampur-kan, sehingga berbeda dengan semata-mata manusia
biasa. Firman yang tertulis memang adalah ilahi-manusiawi, seperti Firman yang
berinkarnasi. Tetapi elemen manusia dalam Kitab Suci, seperti hakekat manusia
dalam Tuhan kita, dijaga / dilindungi dari kesalahan dari manusia biasa / umum,
dan men-jadi manusia yang murni dan ideal. ... Mereka yang berpendapat bahwa
Alkitab bisa salah karena Alkitab mengandung elemen manusia, melakukan kesalahan
yang sejenis, dengan mereka yang menegaskan bahwa Yesus Kristus berdosa karena
Ia mempunyai hakekat manusia dalam pribadiNya yang komplex. Keduanya melupakan /
mengabaikan fakta bahwa pada waktu elemen manusia itu dihubungkan secara
supranatural dengan elemen ilahi, maka elemen manusia itu sangat dimodifikasi
dan diperbaiki / ditingkatkan, dan mendapatkan beberapa sifat yang tidak
dimilikinya dari dan oleh dirinya sendiri)
- ‘Shedd’s Dogmatic Theology’,
vol I, hal 101,102,103.
b)
Kalau Kitab Suci mengandung kesalahan, mengapa Tuhan mela-rang kita
mengubah Kitab Suci, baik mengurangi maupun menam-bahi Kitab Suci? (Ul 4:2
Ul 12:32 Amsal 30:6
Mat 5:19 Wah 22:18-19).
Bukankah seharusnya bagian yang salah itu bisa diubah atau dibuang dan diganti
dengan yang benar?
3) Apa
pentingnya kepercayaan terhadap ‘inerrancy
of the Bible’?
Kepercayaan
ini penting karena kalau kita mempelajari Kitab Suci dengan anggapan bahwa Kitab
Suci itu mungkin ada salahnya, maka pada waktu kita melihat ada 2 bagian dari
Kitab Suci yang kelihatan bertentangan, kita akan mengambil kesimpulan bahwa
salah satu dari dua bagian itu adalah salah. Tetapi kalau kita beranggapan bahwa
Kitab Suci tidak ada salahnya, maka kita akan berusaha untuk mengharmoniskan
kedua bagian yang kelihatannya bertentangan itu.
Contoh:
Luk 14:26
(harus ‘membenci’ keluarga), kelihatannya bertentangan dengan Kel 20:12
(‘jangan membunuh’) dan Mat 22:39 (‘kasihilah sesamamu seperti dirimu
sendiri’). Ayat yang bisa mengharmoniskan bagian-bagian tersebut adalah bagian
paralel dari Luk 14:27 tersebut, yaitu Mat 10:37 (tidak boleh mengasihi
keluarga lebih dari Yesus).
William
G. T. Shedd:
“One
or the other view of the Scriptures must be adopted; either that they were
originally inerrant and infallible, or that they were originally errant and
fallible. The first view is that of the church in all ages: the last is that of
the rationalist in all ages. He who adopts the first view, will naturally bend
all his efforts to eliminate the errors of copyists and harmonize discrepancies,
and thereby bring the existing manuscripts nearer to the original autographs. By
this process, the errors and discrepancies gradually diminish, and belief in the
infallibility of Scripture is strengthened. He who adopts the second view, will
naturally bend all his efforts to perpetuate the mistakes of scribes, and
exaggerate and establish discrepancies. By this process, the errors and
discrepancies gradually increase, and disbelief in the infallibility of
Scripture is strengthened” (= Salah satu dari pandangan-pandangan tentang
Kitab Suci ini harus diterima; atau Kitab Suci orisinilnya itu tidak bersalah,
atau Kitab Suci orisinilnya itu bersalah. Pandangan pertama adalah pandangan
dari gereja dalam segala jaman: pandangan yang terakhir adalah pandangan dari
para rasionalis dalam segala jaman. Ia yang menerima pandangan pertama, secara
alamiah akan berusaha untuk menyingkirkan kesalahan-kesalahan dari para penyalin
dan mengharmoniskan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian, dan dengan itu membawa
manuscript itu lebih dekat kepada autograph yang orisinil. Melalui proses ini,
kesalahan-kesalahan dan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian berkurang secara
bertahap, dan kepercayaan terhadap ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan. Ia
yang menerima pandangan yang kedua, secara alamiah akan berusaha untuk
mengabadikan / meng-hidupkan terus-menerus kesalahan-kesalahan dari ahli-ahli
Taurat / para penyalin, dan melebih-lebihkan dan meneguhkan
ketidaksesuaian-ketidaksesuaian itu. Melalui proses ini, kesalahan-kesalahan dan
ketidak-sesuaian-ketidaksesuaian bertambah secara bertahap, dan
ketidak-percayaan kepada ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan)
- ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal
137.
E.
J. Young:
“It
is perfectly true that if we begin with the assumption that God exists and that
the Bible is His Word, we shall wish to be guided in all our study by what the
Scripture says. It is equally true that if we reject this foundational
presupposition of Christianity we shall arrive at results which are hostile to
supernatural Christianity. If one begins with the presuppo-sitions of unbelief,
he will end with unbelief’s conclusions. If at the start we have denied that
the Bible is God’s Word of if we have, whether consciously or not, modified
the claims of the Scriptures, we shall come to a position which is consonant
with our starting point. He who begins with the assumption that the words of the
Scriptures contain error will never, if he is consistent, come to the point of
view that the Scripture is the infallible Word of the one living and eternal
God. He will rather conclude with a position that is consonant with his starting
point. If one begins with man, he will end with man. All who study the Bible
must be influenced by their foundational presuppositions” (= Adalah
sesuatu yang benar bahwa jika kita mulai dengan anggapan bahwa Allah ada dan
bahwa Alkitab adalah FirmanNya, kita akan ingin untuk dipimpin dalam seluruh
pelajaran kita oleh apa yang Kitab Suci katakan. Juga adalah sesuatu yang sama
benarnya bahwa jika kita menolak anggapan dasar dari kekristenan ini, maka kita
akan sampai pada hasil yang bermusuhan terhadap ke-kristenan yang bersifat
supranatural. Jika seseorang mulai dengan anggapan dari orang yang tidak
percaya, ia akan berakhir dengan kesimpulan dari orang yang tidak percaya. Jika
sejak awal kita telah menolak bahwa Alkitab adalah Firman Allah, atau jika kita,
secara sadar atau tidak, mengubah claim / tuntutan dari Kitab Suci, kita akan
sampai pada suatu posisi yang sesuai dengan titik awal kita. Ia yang mulai
dengan anggapan bahwa kata-kata dari Kitab Suci mengandung kesalahan tidak akan
pernah, jika ia konsisten, sampai pada pandangan bahwa Kitab Suci adalah Firman
yang tak bersalah dari Allah yang hidup dan kekal. Sebaliknya ia akan
menyimpulkan dengan suatu posisi yang sesuai dengan titik awalnya. Jika
seseorang mulai dengan manusia, ia akan berakhir dengan manusia. Semua yang
mempelajari Alkitab pasti dipengaruhi oleh anggapan dasarnya)
- ‘Thy Word Is Truth’, hal 187.
4) Serangan
terhadap orang yang menolak ‘Inerrancy
of the Bible’.
Mungkin
karena tidak bisa menjawab serangan yang menunjukkan kontradiksi atau kesalahan
dalam Alkitab, maka ada orang yang lalu mengambil pandangan yang berkata bahwa
Kitab Suci tidak ada salahnya kalau berbicara tentang keselamatan dan iman
Kristen, tetapi Kitab Suci mungkin ada salahnya dalam persoalan sejarah,
geografis, dan detail-detail kecil
yang lain.
Pandangan
ini merupakan pandangan kompromi yang berbahaya karena:
·
kesalahan-kesalahan dalam hal kecil / remeh membuat
kita mera-gukan kebenaran dari hal-hal yang besar.
·
sejarah sering menjadi dasar dari doktrin.
Misalnya:
*
doktrin tentang dosa asal didasarkan pada fakta
sejarah bahwa semua manusia berasal dari Adam.
*
doktrin penebusan dosa didasarkan pada fakta
sejarah tentang kematian Kristus.
*
doktrin kebangkitan orang mati didasarkan atas
fakta sejarah kebangkitan Kristus (1Kor 15:12-23).
Karena
itu kalau ternyata fakta-fakta sejarah ini salah atau bisa salah, maka itu
berarti doktrin yang dibangun di atasnya juga salah atau bisa salah.
E.
J. Young:
“History
and faith cannot be divorced, the one from the other. Remove its historical
basis and faith vanishes. ... To say that what the Bible relates of history is
fallible, but what it relates of faith is infallible is to talk nonsense”
(= Sejarah dan iman tidak bisa dice-raikan / dipisahkan satu dengan lainnya.
Buanglah dasar sejarahnya dan iman akan lenyap. ... Mengatakan bahwa apa yang
Alkitab ceri-takan tentang sejarah bisa salah, tetapi apa yang Alkitab ceritakan
tentang iman tidak bisa salah, adalah omong kosong)
- ‘Thy Word Is Truth’, hal 101.
Orang
yang mengatakan bahwa Kitab Suci (autographnya)
ada salahnya perlu menunjukkan bagaimana ia bisa tahu yang mana yang salah dan
yang mana yang benar, dan juga menjelaskan standard apa yang ia pakai untuk
menyatakan kesalahan Kitab Suci itu, dan apa dasarnya ia memakai standard itu.
Ia perlu ingat bahwa seharusnya Firman Tuhan itulah yang menghakimi kita (Yoh 12:48),
dan bukannya kita yang menghakimi Firman Tuhan!
Perhatikan
juga beberapa kutipan kata-kata E.
J. Young di bawah ini.
E.
J. Young:
“if
fallible human writers have given to us a Bible that is fallible, how are we
ourselves, who most certainly are fallible, to detect in the Bible what is error
and what is not?” (= jika para penulis manusia yang bisa salah telah
memberikan kepada kita Alkitab yang bisa salah, bagaimana kita sendiri, yang
jelas juga bisa salah, bisa mendeteksi dalam Alkitab mana yang salah dan mana
yang tidak?)
- ‘Thy Word Is Truth’, hal 75.
E.
J. Young:
“If
God is the Creator, and man a creature, there is no way in which man can set
himself up as a judge of what God has revealed. There is no independent standard
which man can drag in by which he can pass judgment upon the
‘reasonableness’ of God’s revelation” (= Jika Allah adalah Pencipta,
dan manusia adalah makhluk ciptaan, maka tidak ada kemungkinan dimana manusia
bisa menempatkan dirinya sendiri seba-gai hakim terhadap apa yang Allah nyatakan
/ wahyukan. Tidak ada standard yang independen / bebas / berdiri sendiri yang
bisa dibawa oleh manusia dengan mana ia bisa menyampaikan penghakiman terhadap
‘logis’nya penyataan / wahyu Allah) - ‘Thy
Word Is Truth’, hal 189.
E.
J. Young:
“We
are told that the view of approaching the Bible which we are defending in this
book is old-fashioned and no longer tenable. Modern scholarship, it is asserted,
has shown that this traditional (we should say, Biblical) way of coming to the
Bible is no more possible. We must abandon such an old-fashioned approach to the
Scriptures. If this claim of modern theology is correct then, of course, it
follows that throughout the history of the Church men have been approaching the
Bible in the wrong way. They have come to the Bible as to the authoritative Word
of God and in the Bible they have found Jesus Christ the Saviour. They were
wrong, however; they should not have regarded the Bible as the final authority.
With the insights and contributions of modern scholarship, we have now learned
the correct approach to the Bible. There is, however, a question which at this
point should be raised. If we must now approach the Bible in a way different
from that which the Church has always used, how do we know that in the future
the way which now seems acceptable to us will not then have been superseded by
something more suitable to the men of that time? In the years ahead the approach
to the Bible which present-day scholarship advocates may be entirely out of
date. If it is then out of date, the scholars of that time will presumably have
to discover a method of approach which will be more relevant to their day, more
in keeping with their thoughts and attitudes. Should this be the case, then it
would clearly follow that the benefit and blessing which in the past has seemed
to come to mankind from the Bible, really was not derived from the Bible itself
but rather from man’s way of looking at the Bible at any given time.
For nearly two thousand years the old approach to the Bible brought blessing.
Today, we are told, this approach must go; it is not scientific. Today, a new
approach is requisite. Very well, this new approach supposedly meets the needs
of the present day. What, however, about the future? In the future, will not
some other approach to the Bible be necessary? If such is the case, it is
perfectly obvious that what brings help and blessing is not the Bible itself but
the approach to the Bible which we find relevant for our own day. It is
then not the Bible, but rather our way of looking at the Bible that is of
importance; not the Bible, but what we bring to the Bible. Thus, in effect, the
demand for a new approach to the Bible amounts to nothing other than a demand
that we bring to the Bible what seems to us to be relevant to our time. This is
subjectivism. He who rejects the Biblical view of Scripture, no matter how
much it may be disguised, has set up the human mind as an arbiter to decide how
the Bible is to be regarded” [= Dikatakan bahwa pandangan untuk
mendekati Alkitab yang kami pertahankan dalam buku ini sudah kuno / ketinggalan
jaman dan tidak lagi bisa dipertahankan. Ditegaskan bahwa ilmu pengetahuan /
kesarjanaan modern telah menunjukkan bahwa cara tradisional (kami lebih suka
menyebutnya ‘cara yang Alkitabiah’) untuk datang kepada Alkitab tidak lagi
memungkinkan. Kita harus meninggalkan pendekatan kuno seperti itu terhadap Kitab
Suci. Jika tuntutan dari theologia modern ini benar, maka jelaslah bahwa dalam
sepanjang sejarah Gereja orang-orang telah mendekati Alkitab dengan cara yang
salah. Mereka telah mendatangi Alkitab sebagai Firman Allah yang mempunyai
otoritas, dan dalam Alkitab mereka telah menemukan Yesus Kristus, sang
Juruselamat. Tetapi mereka salah; mereka sebenarnya tidak boleh menganggap
Alkitab sebagai otoritas yang terakhir / menentukan. Dengan pengertian /
pengetahuan dan sumbangan pemikiran dari ilmu pengetahuan / kesarjanaan modern,
sekarang kita telah belajar pendekatan yang benar terhadap Alkitab. Tetapi di
sini ada satu pertanyaan yang harus ditanyakan. Jika sekarang kita harus
mendekati Alkitab dengan suatu cara yang berbeda dengan cara yang telah selalu
dipakai oleh Gereja, bagaimana kita tahu, bahwa pada masa yang akan datang, cara
yang sekarang bisa kita terima tidak akan digantikan oleh sesuatu yang lebih
cocok untuk orang-orang pada jaman itu? Pada masa yang akan datang, pendekatan
terhadap Alkitab yang pada saat ini dinasehatkan, mungkin sepenuhnya akan
menjadi kuno / ketinggalan jaman. Jika itu menjadi kuno, maka para ahli pada
jaman itu mungkin akan menemukan suatu metode pendekatan yang lebih relevan
untuk jaman mereka, lebih sesuai dengan pemikiran dan pendirian mereka. Jika ini
adalah kasusnya, maka jelaslah bahwa keuntungan dan berkat yang pada masa lalu
kelihatannya datang kepada umat manusia dari Alkitab, sebetulnya bukan
didapatkan dari Alkitab itu sendiri tetapi dari cara manusia memandang
Alkitab pada satu saat tertentu. Selama hampir 2000 tahun pendekatan lama
terhadap Alkitab telah membawa berkat. Sekarang dikatakan bahwa pendekatan ini
harus dibuang; itu tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan. Sekarang dibutuhkan
suatu pendekatan yang baru. Baiklah, pendekatan yang baru ini dianggap cocok
untuk jaman ini. Tetapi bagaimana tentang masa yang akan datang? Pada masa yang
akan datang, tidakkah diperlukan suatu pendekatan yang lain terhadap Alkitab?
Jika demikian kasusnya, maka jelaslah bahwa apa yang membawa pertolongan dan
berkat bukanlah Alkitab itu sendiri tetapi pendekatan terhadap Alkitab
yang kita anggap relevan untuk jaman kita. Jadi yang penting bukanlah Alkitab,
tetapi cara kita memandang pada Alkitab; bukan Alkitab, tetapi apa yang kita
bawa kepada Alkitab. Jadi sebetulnya, tuntutan untuk adanya pendekatan yang baru
terhadap Alkitab tidak lain adalah suatu tuntutan bahwa kita membawa kepada
Alkitab apa yang kelihatan bagi kita sesuatu yang relevan dengan jaman kita. Ini
adalah subyektivitas. Ia yang menolak pandangan yang Alki-tabiah tentang
Kitab Suci, tidak peduli bagaimana hal itu disamarkan, telah menjadikan pikiran
manusia sebagai wasit / hakim untuk memu-tuskan bagaimana Alkitab itu harus
dilihat / diperhatikan] - ‘Thy Word
Is Truth’, hal 190-191.
5) Penjelasan
lebih lanjut tentang arti ‘inerrancy of
the Bible’.
Dalam
persoalan inerrancy ini perlu diingat beberapa hal yang penting:
a.
Tentang bilangan, Kitab Suci sering memberikan:
·
hanya perkiraan saja. Misalnya: pada waktu Tuhan
Yesus memberi makan 5000 orang laki-laki.
·
pembulatan. Misalnya: Kel 12:40 menyebutkan
430 tahun, tetapi Kej 15:13 dan Kis 7:6 menyebutkan 400 tahun. Bilangan 400 ini
mungkin merupakan pembulatan.
b. Dalam
persoalan pengutipan.
Pada
waktu mengutip, kutipan sering hanya diambil artinya lalu dikatakan dengan
kata-kata sendiri (paraphrased). Ini
pada umumnya terjadi pada waktu Yesus dan rasul-rasul, atau penulis Perjanjian
Baru mengutip Perjanjian Lama. Ini tidak terlalu berbeda dengan seorang
pengkhotbah yang mengutip ayat Kitab Suci dengan hanya mengambil artinya, atau
dengan menggunakan kata-katanya sendiri tetapi tidak mengubah arti ayat
tersebut.
Juga
kadang-kadang pengutipan dilakukan dari dua atau lebih ayat-ayat Perjanjian
Lama, tetapi dijadikan satu kutipan.
Walter
C. Kaiser, Jr.: “The writers of the NT sometimes
present in the form of a single citation an assemblage of phrases or sentences
drawn from two or more OT sources” (= Penulis-penulis dari PL
kadang-kadang menyajikan / memberikan dalam bentuk dari satu kutipan suatu
kumpulan ungkapan-ungkapan atau kalimat-kalimat yang diambil dari dua atau lebih
sumber-sumber PL)
- ‘The Uses of the Old Testament in the New’, hal 4.
Misalnya:
·
Mat 21:13 - “dan berkata kepada
mereka: ‘Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu
menjadikannya sarang penyamun.’”.
Ini
diambil dari Yes 56:7 dan Yer 7:11.
·
Kis 1:20 - “‘Sebab ada tertulis
dalam kitab Mazmur: Biarlah perkemahannya menjadi sunyi, dan biarlah tidak ada
penghuni di dalamnya: dan: Biarlah jabatannya diambil orang lain”.
Ini
diambil dari Maz 69:26 dan Maz 109:8.
Walter
C. Kaiser, Jr.: “A few citations present the
unique problem of an unknown OT source” (= Beberapa kutipan memberikan
problem yang unik dari sumber PL yang tidak diketahui) - ‘The Uses of the Old
Testament in the New’, hal 4.
Ia
memberikan 4 ayat Perjanjian Baru yaitu Mat 2:23 Yoh 7:38 Ef 5:14
dan Yak 4:5.
Dan
ia lalu berkata: “Whereas approximate language may be found for
most of those four citations, they nowhere occur in those exact words and,
therefore, are ‘quotations of substance’ of the OT or ‘concise summaries
of the teaching of various parts of the older Scriptures” [= Sementara
kata-kata yg kurang lebih sama bisa ditemukan untuk sebagian besar dari keempat
kutipan itu, mereka tidak terdapat dimanapun dalam kata-kata yang persis sama
dan karena itu merupakan ‘kutipan-kutipan dari intisari’ dari PL atau
‘ringkasan-ringkasan singkat dari ajaran dari bagian-bagian yang
bermacam-macam dari Kitab Suci yang lebih lama (PL)] - ‘The Uses of the Old
Testament in the New’, hal 4.
c. Pada
waktu melukiskan sesuatu, Alkitab sering melukiskannya dari sudut peninjauan
manusia, atau bagaimana kelihatannya hal itu oleh manusia.
Misalnya:
·
Maz 19:5-7 dan Yos 10:12-13 seolah-olah
menunjukkan bahwa mataharilah yang beredar / mengelilingi bumi. Perlu diingat
bahwa Kitab Suci bukanlah kitab ilmu pengetahuan, sehingga Kitab Suci menuliskan
peristiwa itu bukan dari sudut ilmu pengetahuan, tetapi dari sudut penglihatan
manusia. Karena mata manusia melihat bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi,
maka Kitab Suci menuliskan demikian. Jadi dalam hal ini tidak bisa dikatakan
bahwa Kitab Suci bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
William
G. T. Shedd:
“The inspired writers were permitted to employ the astronomy and
physics of the people and age to which they themselves belonged, because the
true astronomy and physics would have been unintelligible. If the account of the
miracle of Joshua had been related in the terms of the Copernican astronomy; if
Joshua had said, ‘Earth stand thou still,’ instead of, ‘Sun stand thou
still’; it could not have been understood” (= Penulis-penulis yang
diilhami diijinkan untuk menggunakan ilmu perbintangan dan fisika dari orang dan
jaman mereka sendiri, karena ilmu perbintangan dan fisika yang benar tidak akan
dimengerti pada saat itu. Jika cerita tentang mujijat Yosua diceritakan dengan
istilah-istilah dari ilmu perbintangan Copernicus; jika Yosua berkata: ‘Bumi
berhentilah engkau’, dan bukannya ‘Matahari berhentilah engkau’; itu tidak
bisa dimengerti pada saat itu) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.
Shedd
lalu menambahkan: “The modern astronomer himself describes the sun as rising and
setting” (= ahli ilmu perbintangan modern sendiri menggambarkan matahari
sebagai terbit dan terbenam)
- ‘Shedd’s Dogmatic Theology’,
vol I, hal 104.
Shedd
menambahkan lagi: “The
purpose of the scriptures, says Baronius, is ‘to teach man how to go to
heaven, and not how the heavens go.’” (= Tujuan dari Kitab Suci, kata
Baronius, adalah ‘untuk mengajar manusia tentang jalan ke surga, dan bukannya
bagaimana surga / langit berjalan’)
- ‘Shedd’s Dogmatic Theology’,
vol I, hal 104.
·
Kej 1:14-16 menunjukkan bahwa Allah
menciptakan benda-benda penerang, yaitu matahari, bulan dan bintang-bintang.
Jelas bahwa sebetulnya bulan bukanlah benda terang, karena bulan hanyalah
memantulkan sinar dari matahari, tetapi karena dari sudut mata manusia bulan itu
terang, maka Kitab Suci menggambarkannya sebagai benda penerang. Disamping itu
lalu dikatakan bahwa matahari dan bulan adalah benda pene-rang yang besar.
Secara implicit ini menunjukkan bahwa
bin-tang-bintang adalah benda penerang yang kecil. Padahal kita tahu bahwa
bintang-bintang itu jauh lebih besar dari pada bulan dan bahkan banyak yang
lebih besar dari matahari. Tetapi karena dari sudut mata manusia kelihatannya
matahari dan bulan lebih besar dari bintang-bintang, maka Kitab Suci lalu
menggambarkannya demikian.
Seandainya
Musa menuliskan berdasarkan fakta / pengetahuan modern, maka Kej 1:16
kira-kira akan berbunyi sebagai berikut: “Maka Allah menjadikan 2 benda yang kecil, yang satu adalah benda
terang untuk menguasai siang dan yang lain adalah benda gelap yang memantulkan
sinar untuk menguasai malam. Dan Allah juga menjadikan banyak bintang yang jauh
lebih besar dari kedua benda tadi”.
Coba
pikirkan: mungkinkah orang-orang jaman dahulu bisa mengerti ayat ini? Apakah
mereka tidak menjadi bingung semua dan menganggap Kitab Suci sebagai suatu omong
kosong yang bertentangan dengan fakta?
Karena
itulah Musa tidak menuliskan menurut fakta / pengetahuan modern, tetapi menurut
kelihatannya. Dan lagi-lagi ini tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk
mengatakan bahwa Kitab Suci salah atau bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
d. Pada
waktu Kitab Suci mencatat kata-kata setan atau manusia, yang adalah salah, itu
tidak berarti Kitab Sucinya salah / tidak inerrant.
Sekalipun kata-kata setan / manusia itu salah, tetapi mereka memang mengucapkan
kata-kata salah itu dan Alkitab mencatatnya secara akurat, dan karena itu
Alkitab tetap benar / inerrant.
E.
J. Young:
“All
that the Bible-believing Christian asserts when he declares that the Bible is
inerrant is that the Bible in its statements is not contrary to fact. It records
things as they actually were” (= Semua yang ditegaskan oleh orang kristen
yang percaya Alkitab pada waktu ia menyatakan bahwa Alkitab tidak ada salahnya
adalah bahwa Alkitab dalam pernyataannya tidak bertentangan dengan fakta.
Alkitab mencatat hal-hal sebagaimana adanya hal-hal itu)
- ‘Thy Word Is Truth’, hal 135.
Ini
adalah suatu usaha untuk menentukan kata-kata yang orisinil dari suatu text. Hal
ini perlu karena manuscript yang asli (autograph)
sudah tidak ada lagi, dan manuscript-manuscript / copy-copy sudah mengandung
kesalahan-kesalahan. Pada waktu menghadapi adanya perbedaan manuscript, maka
untuk mengetahui kata-kata yang orisinil harus dilakukan perbandingan
manuscript-manuscript yang ada.
Ada
2 rumus yang sering dipakai, yaitu:
a) Makin
kuno suatu manuscript, berarti makin dekat manuscript itu kepada autographnya, dan karenanya makin manuscript itu dipercaya.
b) Bacaan
yang lebih sukar / lebih tidak masuk akal, lebih dipercaya.
Prinsip
ini diambil berdasarkan suatu pemikiran logis bahwa penyalin manuscript itu
lebih mungkin untuk mengubah dari yang tidak masuk akal menjadi yang masuk akal,
dari pada mengubah dari yang masuk akal menjadi yang tidak masuk akal.
Contoh:
a. Mat 6:13b
dan Mat 17:21 tidak ada dalam manuscript-manuscript yang kuno dan karena
itu dianggap sebagai tambahan yang tidak ada dalam autographnya.
b.
Yoh 1:18 - 'Anak Tunggal Allah'.
Dalam
istilah / bagian ini terdapat textual
problem (= problem text, dimana ada perbedaan antara manuscript yang satu
dengan manuscript yang lain). Ada 4 golongan manuscript:
1.
the
only begotten
(= satu-satunya yang diperanakkan).
2.
the
only begotten Son (= satu-satunya Anak yang diperanakkan).
3.
the
only begotten Son of God (= satu-satunya Anak Allah yang diperanakkan).
4.
only
begotten God
(= satu-satunya Allah yang diperanakkan).
Kebanyakan
penafsir menganggap bahwa yang no 4. yang benar, dengan alasan:
·
ini didukung oleh manuscript yang paling kuno.
·
Ini merupakan bacaan yang ‘lebih sukar’, atau
yang lebih tidak masuk akal. Memang seperti sudah dikatakan di atas, kalau ada
perbedaan manuscript, biasanya bacaan yang lebih sukar / lebih tidak masuk akal
yang diterima, dengan suatu anggapan bahwa penyalin manuscript itu lebih mungkin
untuk mengubah dari yang tidak masuk akal menjadi masuk akal, dari pada mengubah
dari yang masuk akal menjadi yang tidak masuk akal.
Dalam
peristiwa ini, kalau yang benar adalah yang no 1. atau no 2. atau no 3., tidak
mungkin penyalin manuscript itu lalu mengubah menjadi yang no 4.. Sebaliknya,
kalau no 4. yang benar, mungkin sekali penyalin menganggap bacaan itu tidak
masuk akal sehingga ia mengubahnya menjadi no 1. atau no 2. atau no 3.
Ini
mempelajari siapa yang mengarang suatu kitab, saat penulisan suatu kitab, dan
juga situasi pada saat penulisan suatu kitab. Dengan kata lain, higher
criticism ini mempelajari latar belakang dari suatu kitab dari Kitab Suci.
Kitab-kitab tertentu seperti 1Korintus dan Galatia, tidak bisa dimengerti dengan
baik / benar tanpa mengetahui latar belakangnya.
Dalam
penafsiran, hanya ada satu penafsiran yang benar, yaitu yang sesuai dengan apa
yang Allah maksudkan dengan text itu. Ada banyak orang berkata: “Arti text itu
adalah apa artinya menurut saya / bagi saya”. Kalau ini benar, maka kita tidak
punya hak untuk berkata bahwa ajaran-ajaran bidat-bidat itu adalah sesat.
Karena
itu, kita tidak bisa membahas suatu text dan lalu menghasilkan banyak
penafsiran, dan lalu berkata bahwa semua dipimpin Roh Kudus. Jadi, kalau ada
banyak aliran dalam kekristenan, jangan sekali-kali berkata bahwa semua aliran
ini dipimpin oleh Roh Kudus, dan mereka semua benar. Dua hal yang bertentangan
tidak mungkin bisa benar semua!
Jadi,
kalau dalam suatu persoalan tertentu, misalnya tentang bahasa roh, atau tentang
kesembuhan, dimana golongan Protestan berbeda / bertentangan dengan golongan
Pentakosta / Kharismatik, maka hanya ada satu yang bisa benar. Karena itu kalau
saudara mendengar seseorang dari aliran yang berbeda sedang mengajar /
berkhotbah, jangan lalu berkata: ‘Oh itu pandangannya aliran itu, ini
pandangan aliran saya. Tetapi dua-duanya benar’. Ini sikap yang salah. Saudara
harus melihat argumentasi / dasar Kitab Suci orang itu beserta penafsirannya,
dan membandingkan dengan argumentasi / dasar Kitab Suci saudara beserta
penafsirannya, dan lalu mengambil kesimpulan yang mana yang benar.
Tetapi
sekalipun hanya ada 1 penafsiran yang benar, tetapi penerapannya bisa
berbeda-beda / banyak misalnya: Ef 4:26 artinya: kita tidak boleh menyimpan
kemarahan / tidak boleh mendendam. Tetapi penerapannya bisa berbeda-beda untuk
setiap orang, tergantung ia sedang dendam kepada siapa.
Setelah
mengerti hal-hal di atas, barulah kita bisa melakukan EXEGESIS, yaitu penerapan
dari prinsip-prinsip Hermeneutics, untuk bisa mengerti suatu text dengan benar.
Kontras
dengan Exegesis, adalah apa yang disebut Eisegesis,
dimana orang justru memasukkan suatu pandangan ke dalam text Kitab Suci. Contoh
tentang Eisegesis:
1) Ajaran
Dr. Paul Yonggi Cho tentang Abraham yang melihat bahwa bintang-bintang dalam Kej
15:5-6 berubah menjadi bayi-bayi. Dari sini ia lalu mendapatkan dasar bagi
ajarannya tentang ‘dimensi ke empat’, dimana orang harus membayangkan apa
yang diinginkannya dan dengan demikian ia akan memperoleh apa yang ia inginkan
itu.
Tetapi
jelas bahwa text Kitab Suci dalam Kej 15:5-6 itu tidak pernah berkata bahwa
bintang-bintang itu berubah menjadi bayi-bayi! Ini cuma imaginasi tolol dari Dr.
Paul Yonggi Cho!
2)
Ajaran tentang Toronto Blessing yang didasarkan pada:
a)
Ibr 1:9.
Kalau
saudara membaca Ibr 1:9 ini maka sebetulnya saudara tidak akan mendapatkan
apapun yang berhubungan dengan Toronto
Blessing. Tetapi orang yang memang mencari-cari dasar bagi Toronto
Blessing, lalu memasukkan ajaran itu ke dalam ayat tersebut. Jadi, hanya
berdasarkan kata-kata ‘mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda
kesukaan’ [NIV: ‘by anointing you with
the oil of joy’ (= dengan mengurapi Engkau dengan minyak sukacita)],
mereka lalu beranggapan bahwa Toronto
Blessing itu memang dari Allah.
Padahal
kalau saudara perhatikan ayat itu, maka dengan mudah saudara bisa melihat bahwa
ayat itu berbicara tentang Yesus. Yesuslah yang diurapi dengan minyak sukacita
itu, dan karena itu Yesus memang hidup penuh sukacita, tetapi Yesus tidak pernah
tertawa terbahak-bahak tanpa bisa ditahan selama berjam-jam seperti yang
dilakukan oleh orang-orang yang terkena Toronto
Blessing!
b)
Kej 21:6 - tertawanya Sarai.
Orang
yang waras otaknya tentu tidak akan mendapatkan Toronto Blessing dari Kej 21:6 ini! Text ini sama sekali tidak
berhubungan dengan Toronto Blessing,
karena dalam text ini Sarai tertawa secara wajar. Ia tertawa karena
senang atas kelahiran Ishak. Ini tentu berbeda dengan tertawanya orang yang
terkena Toronto Blessing, karena
orang-orang itu tertawa tanpa alasan.
3) Ajaran
tentang ‘nggeblak’ yang didasarkan pada Yoh 18:6. Sebelum munculnya
gerakan Kharismatik dengan phenomena nggeblaknya, tidak ada orang yang
menafsirkan Yoh 18:6 ini dengan cara seperti itu. Tetapi setelah phenomena
nggeblak itu muncul, orang lalu mencari-cari dasar Kitab Sucinya (yang
sebetulnya tidak pernah ada) dan lalu mendapatkan Yoh 18:6 ini. Lalu
pandangan nggeblak itu dimasukkan ke dalam Yoh 18:6 ini (EISEGESIS).
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali