=================================
Jumat, tgl 30 Juli 2021, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
1) Kebanyakan (bahkan mungkin semua) orang Reformed tidak setuju dengan istilah ‘free will’ [= kehendak bebas].
a) Perlu diketahui bahwa istilah ‘free will’ [= kehendak bebas] ini sebetulnya tidak ada dalam Alkitab.
Memang ada ajaran yang istilahnya tak ada dalam Alkitab, tetapi ajarannya ada. Misalnya Tritunggal. Kalau seperti ini tentu tidak masalah.
Tetapi untuk ‘free will’ ini baik istilahnya maupun ajarannya tidak ada dalam Alkitab.
1. Steven Liauw pernah mengatakan ada, dan ia menunjukkan ayat-ayat yang menggunakan kata ‘freewill’.
Ini jawaban bodoh, kurang ajar dan bersifat menipu, karena ‘free will’ [= kehendak bebas] berbeda dengan ‘freewill’ [= sukarela].
2. Orang Arminian biasanya juga menunjukkan ayat-ayat dimana ada orang-orang yang memilih, atau ada perintah dari Tuhan untuk memilih, atau ayat-ayat yang mengatakan ‘barangsiapa percaya’ dan seterusnya.
Misalnya:
a. Yos 24:14-15 - “(14) Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. (15) Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!’”.
Memang mereka disuruh memilih, tetapi dari mana terlihat kalau mereka bisa memilih yang baik dari diri mereka sendiri? Atau, dari mana bisa terlihat bahwa mereka punya free will / kehendak bebas untuk memilih yang baik dari diri mereka sendiri?
b. Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”.
Memang ayat ini mengatakan ‘setiap orang’ (bahasa Inggris; ‘whosoever’ / barangsiapa), tetapi apakah setiap orang memang bisa memilih untuk percaya kepada Yesus dengan kekuatan dan kemauannya sendiri? Ayat ini tidak membicarakan hal itu. Ayat-ayat yang secara explicit membahas hal itu adalah ayat-ayat di bawah ini.
Yoh 6:44,65 - “(44) Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. ... (65) Lalu Ia berkata: ‘Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.’”.
Jadi, sebetulnya, bukan hanya istilah free will [= kehendak bebas] itu tidak ada dalam Alkitab, tetapi bahkan ajarannya juga tidak ada.
b) Mereka (orang-orang Reformed) lebih memilih istilah ‘free agent’ [= agen bebas], karena yang bebas bukan kehendaknya, tetapi seluruh manusianya.
Robert L. Dabney: “... I have not used the phrase ‘freedom of the will’. I exclude it, because persuaded that it is inaccurate, and that it has occasioned much confusion and error. Freedom is properly predicated of a person, not of a faculty. ... I have preferred therefore to use the phrase, at once popular and exact: ‘free agency’ and ‘free agent’” [= Saya tidak memakai ungkapan ‘kebebasan kehendak’. Saya meniadakannya karena diyakinkan bahwa itu adalah tidak tepat, dan bahwa itu menimbulkan banyak kebingungan dan kesalahan. Kebebasan secara tepat ditujukan kepada seseorang, bukan pada bagian dari jiwa / pikiran. ... Karena itu saya lebih menyukai untuk menggunakan ungkapan yang sekaligus populer dan tepat: ‘tindakan bebas / cara bertindak yang bebas’ dan ‘agen bebas’] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 129.
Tetapi karena istilah ‘free will’ sudah begitu populer, dan lebih-lebih dalam kalangan orang awam di Indonesia istilah kehendak bebas sangat populer sedangkan istilah ‘agen bebas’ dan ‘tindakan bebas’ tidak pernah terdengar, maka saya tetap menggunakan istilah free will / kehendak bebas. Tetapi tentu saja kita harus berhati-hati terhadap penyalah-gunaan atau arti yang salah dari istilah free will / kehendak bebas ini.
2) Arti yang salah dan benar dari free will [= kehendak bebas].
a) Adanya free will / kehendak bebas tidak berarti bahwa manusia itu bebas secara mutlak.
Kalau kita meninjau doktrin Allah (theology), maka kita bisa melihat bahwa satu-satunya makhluk yang bebas mutlak adalah Allah, dan Allah menciptakan segala sesuatu dan membuat segala sesuatu tergantung kepada diriNya (Maz 94:17-19 Maz 104:27-30 Kis 17:28 1Tim 6:13 Ibr 1:3). Jadi jelas bahwa manusia tidak bebas secara mutlak, tetapi sebaliknya tergantung kepada Allah.
b) Adanya free will / kehendak bebas tidak berarti pada saat manapun dalam kehidupannya, manusia itu betul-betul bisa memilih beberapa tindakan sesuai dengan kehendaknya sendiri.
Orang Reformed mempercayai bahwa segala sesuatu ditentukan oleh Allah, dan pasti akan terjadi sesuai kehendak Allah. Karena itu adalah omong kosong kalau kita dalam hal ini beranggapan bahwa manusia betul-betul bisa memilih tindakan sesuai dengan kemauannya. Sebaliknya, ia pasti akan melakukan tindakan yang telah ditentukan oleh Allah.
c) Free will / kehendak bebas berarti: semua yang manusia lakukan, ia lakukan sesuai dengan ketetapan Tuhan, tetapi pada saat yang sama, ia tetap melakukan itu karena itu memang adalah kehendaknya / keputusannya. Ia tidak dipaksa oleh Allah untuk melakukan kehendak / ketetapan Allah tersebut. Ia akan secara sukarela melakukan ketetapan Allah tersebut.
R. L. Dabney: “We fully admit that where an agent is not free he is not morally responsible. A just God will never punish him for actions in which he is merely an instrument, impelled by the compulsion of external force or fate. But what is free-agency? ... Let every man’s consciousness and common sense tell him: I know that I am free whenever what I choose to do is the result of my own preference. I choose and act so as to please myself, then I am free. That is to say, our responsible volitions are the expression and the result of our own rational preference. When I am free and responsible it is because I choose and do the thing which I do, not compelled by some other agents, but in accordance with my own inward preference.” [= Kami sepenuhnya mengakui bahwa dimana seseorang yang melakukan suatu tindakan tidak bebas, ia tidak bertanggung jawab secara moral. Seorang Allah yang adil tidak akan pernah menghukumnya untuk tindakan-tindakan dalam mana ia semata-mata hanyalah alat, dipaksa oleh paksaan dari kekuatan luar atau takdir. Tetapi apakah tindakan bebas itu? ... Hendaklah hati nurani dan akal sehat dari setiap orang memberitahunya: Saya tahu bahwa saya bebas kapanpun apa yang saya pilih untuk lakukan adalah hasil dari pilihanku sendiri. Saya memilih dan bertindak sedemikian rupa sehingga menyenangkan diri saya sendiri, maka saya bebas. Artinya, kemauan-kemauan yang bertanggung jawab dari kita adalah ungkapan dan hasil dari pilihan rasionil kita sendiri. Pada waktu saya bebas dan bertanggung jawab itu adalah karena saya memilih dan melakukan hal yang saya lakukan, tidak dipaksa oleh agen-agen yang lain, tetapi sesuai dengan pilihan hatiku sendiri.] - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 13-14 (Libronix).
Bahkan pada saat manusia itu ‘dipaksa’ untuk melakukan sesuatu, ia tetap melakukan sesuai keputusan / kehendaknya sendiri.
Misalnya: seseorang ditodong dan dipaksa untuk menyerahkan uangnya. Ia bisa saja memutuskan untuk melawan, apapun resikonya. Tetapi setelah ia mempertimbangkan resiko kehilangan nyawa / terluka, maka ia mengambil keputusan untuk menyerahkan uangnya. Ini tetap adalah keputusan / kehendak bebasnya. Karena itu sebetulnya ungkapan bahasa Inggris ‘I did it against my will’ [= aku melakukan itu bertentangan dengan kehendakku] adalah sesuatu yang salah.
Yang bisa terjadi adalah: sesuatu dilakukan terhadap kita bertentangan dengan kehendak kita. Misalnya kita diikat lalu dibawa ke tempat yang tidak kita ingini. Tetapi ini bukan kita yang melakukan, dan tentu saja dalam hal seperti ini kita tidak bisa dianggap bertanggung jawab.
Jadi, kalau kita melakukan sesuatu, itu karena kita mau / menghendaki untuk melakukan hal itu.
Lalu bagaimana? Katanya manusia itu pasti melakukan segala sesuatu yang ditentukan oleh Allah? Lalu bagaimana ia bisa melakukannya dengan bebas / sesuai kehendaknya sendiri?
Charles Hodge: “God can control the free acts of rational creatures without destroying either their liberty or their responsibility.” [= Allah bisa mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.
Saya berpendapat bahwa bagian yang harus diperhatikan dalam kata-kata Charles Hodge ini adalah ‘God can’ [= Allah bisa].
Kalau saya membuat sebuah film, maka saya akan menyusun naskah, dimana setiap pemain sudah ditentukan harus bertindak apa atau berkata apa. Tetapi sedikit atau banyak selalu ada kebebasan bagi para pemain. Kalau saya tidak memberikan kebebasan sama sekali, maka para pemain itu akan menjadi robot, yang tidak lagi mempunyai kebebasan apapun.
Tetapi Allah berbeda dengan saya atau dengan manusia lain. Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detail-detail yang sekecil-kecilnya, tanpa menghancurkan kebebasan manusia!
Bagaimana Ia bisa melakukan hal itu, merupakan suatu mystery bagi kita, tetapi yang jelas Kitab Suci menunjukkan bahwa Allah memang menentukan dan menguasai segala sesuatu, tetapi manusia tetap mempunyai kebebasan dan tanggung jawab.
Contoh:
1. Pada waktu mengutus Musa kepada Firaun, Tuhan berkata bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun.
Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu engkau hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu, kauperbuat di depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.
Kel 7:3 - “Tetapi Aku akan mengeraskan hati Firaun, dan Aku akan memperbanyak tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang Kubuat di tanah Mesir.”.
Ini menunjukkan bahwa Tuhan sudah menentukan bahwa Firaun tidak akan melepaskan Israel. Tetapi pada waktu Musa sampai kepada Firaun, dikatakan bahwa ‘Firaunlah yang mengeraskan hatinya sendiri’.
Kel 7:22 - “Tetapi para ahli Mesir membuat yang demikian juga dengan ilmu-ilmu mantera mereka, sehingga hati Firaun berkeras dan ia tidak mau mendengarkan mereka keduanya seperti yang telah difirmankan TUHAN.”.
Kel 8:15,19,32 - “(15) Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa telah terasa kelegaan, ia tetap berkeras hati, dan tidak mau mendengarkan mereka keduanya - seperti yang telah difirmankan TUHAN. ... (19) Lalu berkatalah para ahli itu kepada Firaun: ‘Inilah tangan Allah.’ Tetapi hati Firaun berkeras, dan ia tidak mau mendengarkan mereka - seperti yang telah difirmankan TUHAN. ... (32) Tetapi sekali inipun Firaun tetap berkeras hati; ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.
Kel 9:34-35 - “(34) Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa hujan, hujan es dan guruh telah berhenti, maka teruslah ia berbuat dosa; ia tetap berkeras hati, baik ia maupun para pegawainya. (35) Berkeraslah hati Firaun, sehingga ia tidak membiarkan orang Israel pergi - seperti yang telah difirmankan TUHAN dengan perantaraan Musa.”.
2. Hal yang sama terjadi pada waktu Firaun akhirnya memutuskan untuk mengejar Israel.
Kel 14:3-4 - “(3) Maka Firaun akan berkata tentang orang Israel: Mereka telah sesat di negeri ini, padang gurun telah mengurung mereka. (4) Aku akan mengeraskan hati Firaun, sehingga ia mengejar mereka. Dan terhadap Firaun dan seluruh pasukannya Aku akan menyatakan kemuliaanKu, sehingga orang Mesir mengetahui, bahwa Akulah TUHAN.’ Lalu mereka berbuat demikian.”.
Kel 14:5 - “Ketika diberitahukan kepada raja Mesir, bahwa bangsa itu telah lari, maka berubahlah hati Firaun dan pegawai-pegawainya terhadap bangsa itu, dan berkatalah mereka: ‘Apakah yang telah kita perbuat ini, bahwa kita membiarkan orang Israel pergi dari perbudakan kita?’”.
3. Yudas mengkhianati / menyerahkan Yesus sesuai dengan ketetapan Allah.
Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.
Tetapi pada waktu Yudas melakukan hal itu, ia betul-betul melakukannya dengan kehendaknya sendiri. Kita tidak melihat bahwa Allah memaksa dia untuk mengkhianati Yesus.
4. Orang-orang yang membunuh Yesus melakukan hal itu sesuai dengan apa yang sudah Allah tentukan dari semula.
Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.
Tetapi pada waktu mereka melakukannya, mereka betul-betul bebas, dan melakukannya atas kehendak mereka sendiri.
John Owen: “... we do not absolutely oppose free-will, ... but only in that sense the Pelagians and Arminians do assert it.” [= ... kami tidak secara mutlak menentang kehendak bebas, ... tetapi hanya dalam arti yang dinyatakan oleh orang-orang Pelagian dan Arminian.] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 116.
Jadi, ingat baik-baik bahwa istilah free will berbeda artinya kalau digunakan oleh orang Reformed dan kalau digunakan oleh orang Arminian / non Reformed.
3) Free will vs Irresistible Grace [= Kasih karunia yang tak bisa ditolak].
Doktrin Reformed / Calvinisme tentang ‘Irresistible Grace’ [= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak] sering dianggap bertentangan dengan ‘Free Will’ [= Kehendak Bebas].
Suhento Liauw: “Sama seperti Limited Atonement, Irresistible Grace adalah poin nalar lanjutan dari serangkaian nalar Calvin. Karena nalar mereka menyimpulkan bahwa Kristus hanya memilih sebagian orang sehingga Ia tidak mungkin menebus semua orang, maka penebusan Kristus sewajarnya bersifat terbatas dari situ terciptalah konsep Limited Atonement. Nalar lanjutannya, jika Kristus hanya memilihi sebagian kecil orang untuk masuk Sorga, dan hanya menebus mereka saja, maka orang yang terpilih serta yang tertebus tidak mungkin dapat menolak anugerah itu. Inilah dasar dari konsep Irresistible Grace. Bisakah disimpulkan bahwa sesungguhnya ada orang yang pada dasarnya tidak ada keinginan masuk Sorga namun apa boleh buat karena telah terpilih maka tidak dapat menolak sehingga terpaksa masuk Sorga? Sebaliknya ada orang yang sangat ingin masuk Sorga namun saying (sayang) sekali ia tidak terpilih dan akhirnya masuk neraka? Sebagian Calvinis mengiyakan dan sebagian membantah.”. (Graphe - Liauw - I.doc).
Steven Liauw: “Bisa-bisa saja bahwa Kalvinis tidak memakai istilah ‘memaksakan.’ Tetapi saya sudah beri dalam tanda kurung penjelasan lebih lanjut: ‘Memberi tanpa dapat ditolak.’ Asali mengakui dipakainya istilah irresistible grace. Bagi saya, irresistible dan ‘tidak dapat ditolak’ sudah sama dengan memaksa. Kalvinis mengatakan bahwa manusia menerima Kristus dengan senang hati karena dilahirbarukan dulu oleh Tuhan. Tetapi kelahiran kembali itu kan juga kasih karunia. Jadi sebelum manusia itu lahir baru, dia berdosa, mati dalam dosa. Dalam kondisinya yang mati dalam dosa itu, apakah dia mau lahir baru? Kalvinis akan menjawab bahwa manusia yang mati dalam dosa, tidak mau lahir baru. Jadi, dalam Kalvinisme, manusia (yang selamat) dilahirbarukan tanpa pilihan, tanpa dapat menolak, dan bertentangan dengan keinginan dia (dia tidak mau lahir baru sebelum dilahirbarukan). Pembaca-lah yang dapat menilai, apakah ini tidak mirip dengan pemaksaan? Percuma untuk mengatakan bahwa setelah lahir baru dia akan menerima Kristus dengan rela hati, karena: 1. Dia tidak punya pilihan untuk mau lahir baru atau tidak (jadi kelahiran baru dipaksakan padanya). 2. kerelaan hatinya adalah sesuatu yang telah Tuhan tetapkan dan toh tidak mungkin dia lawan. Permasalahannya bukanlah apakah Kalvinis mau mengakui ini ‘memaksa’ atau tidak. Kalvinis boleh jadi tidak mau mengakui, tetapi saya menyimpulkan. Silakan publik yang menilai”. (graphe - Liauw4.doc).
Jawaban saya:
a) Irresistible Grace [= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak] tidak bertentangan dengan ‘Free Will’ [= Kehendak Bebas], karena menurut Calvinisme / Reformed orang itu tidak dipaksa.
Dalam Westminster Confession of Faith, pasal 10, no 1, bagian akhir, dikatakan: “they come most freely, being made willing by His grace” [= mereka datang dengan paling / sangat bebas, setelah dibuat menjadi mau oleh kasih karuniaNya].
R. C. Sproul: “Much confusion exists on this point. I remember the first lecture I ever heard from John Gerstner. It was on the subject of predestination. Shortly into his lecture Dr. Gerstner was interrupted by a student who was waving his hand in the air. Gerstner stopped and acknowledged the student. The student asked, ‘Dr. Gerstner, is it safe to assume that you are a Calvinist?’ Gerstner answered, ‘Yes,’ and resumed his lecture. A few moments later a gleam of recognition appeared in Gerstner’s eyes and he stopped speaking in mid-sentence and asked the student, ‘What is your definition of a Calvinist?’ The student replied, ‘A Calvinist is someone who believes that God forces some people to choose Christ and prevents other people from choosing Christ.’ Gerstner was horrified. He said, ‘If that is what a Calvinist is, then you can be sure that I am not a Calvinist.’ The student’s misconception of irresistible grace is widespread. I once heard the president of a Presbyterian seminary declare, ‘I am not a Calvinist because I do not believe that God brings some people, kicking and screaming against their wills, into the kingdom, while he excludes others from his kingdom who desperately want to be there.’ I was astonished when I heard these words. I did not think it possible that the president of a Presbyterian seminary could have such a gross misconception of his own church’s theology. He was reciting a caricature which was as far away from Calvinism as one could get. Calvinism does not teach and never has taught that God brings people kicking and screaming into the kingdom or has ever excluded anyone who wanted to be there. Remember that the cardinal point of the Reformed doctrine of predestination rests on the biblical teaching of man’s spiritual death. Natural man does not want Christ. He will only want Christ if God plants a desire for Christ in his heart. Once that desire is planted, those who come to Christ do not come kicking and screaming against their wills. They come because they want to come. They now desire Jesus. They rush to the Savior. The whole point of irresistible grace is that rebirth quickens someone to spiritual life in such a way that Jesus is now seen in his irresistible sweetness. Jesus is irresistible to those who have been made alive to the things of God. Every soul whose heart beats with the life of God within it longs for the living Christ. All whom the Father gives to Christ come to Christ (John 6:37).” [= Ada banyak kebingungan tentang pokok ini. Saya teringat pelajaran pertama yang pernah saya dengar dari John Gerstner. Itu adalah tentang pokok predestinasi. Begitu masuk ke dalam pelajarannya, Dr. Gerstner diinterupsi oleh seorang mahasiswa yang melambaikan tangannya di udara. Gerstner berhenti dan mengenali mahasiswa itu. Mahasiswa itu bertanya, ‘Dr. Gerstner, apakah tepat untuk menganggap bahwa engkau adalah seorang Calvinist?’ Gerstner menjawab, ‘Ya’, dan melanjutkan pelajarannya. Beberapa saat kemudian sekilas perhatian tampak / muncul di mata Gerstner dan ia berhenti berbicara di tengah-tengah kalimat dan bertanya kepada mahasiswa itu, ‘Apa definisimu tentang seorang Calvinist?’ Mahasiswa itu menjawab, ‘Seorang Calvinist adalah seseorang yang percaya bahwa Allah memaksa sebagian orang untuk memilih Kristus dan mencegah orang-orang lain dari memilih Kristus’. Gerstner terkejut. Ia berkata, ‘Jika itu adalah seorang Calvinist, maka engkau bisa yakin / pasti bahwa saya bukanlah seorang Calvinist’. Kesalah-mengertian mahasiswa itu tentang ‘kasih karunia yang tidak bisa ditolak’ tersebar luas. Saya pernah mendengar seorang presiden dari suatu seminari Presbyterian menyatakan, ‘Saya bukanlah seorang Calvinist karena saya tidak percaya bahwa Allah membawa sebagian orang, sambil menendang-nendang dan menjerit-jerit bertentangan dengan kehendak mereka, ke dalam kerajaan, sementara / sedangkan Ia mengeluarkan orang-orang lain dari kerajaanNya, yang benar-benar ingin untuk berada di sana’. Saya heran pada waktu saya mendengar kata-kata ini. Saya menganggap mustahil bahwa presiden dari suatu seminari Presbyterian bisa mempunyai suatu kesalah-mengertian yang begitu besar tentang theologia gerejanya sendiri. Ia sedang mengutip suatu karikatur / penggambaran yang sengaja disalahkan, yang adalah sejauh mungkin dari Calvinisme yang bisa didapatkan seseorang. Calvinisme tidak mengajar dan tidak pernah mengajar bahwa Allah membawa orang-orang, yang sambil menendang-nendang dan menjerit-jerit, ke dalam kerajaan, atau pernah mengeluarkan siapapun yang ingin berada di sana. Ingat bahwa pokok utama dari doktrin Reformed tentang predestinasi bersandar / terletak pada ajaran Alkitabiah tentang kematian rohani manusia. Manusia alamiah tidak menghendaki Kristus. Ia hanya akan menghendaki Kristus jika Allah menanamkan suatu keinginan untuk Kristus dalam hatinya. Satu kali keinginan itu ditanamkan, mereka yang datang kepada Kristus tidak datang dengan menendang-nendang dan menjerit-jerit bertentangan dengan kehendak mereka. Mereka datang karena mereka ingin / mau datang. Sekarang mereka menginginkan Yesus. Mereka lari dengan tergesa-gesa kepada sang Juruselamat. Seluruh pokok tentang kasih karunia yang tidak bisa ditolak adalah bahwa kelahiran kembali menghidupkan seseorang pada kehidupan rohani dengan cara sedemikian rupa sehingga sekarang Yesus terlihat dalam kemanisanNya yang tidak bisa ditolak. Yesus tidak bisa ditolak bagi mereka yang telah dibuat hidup bagi hal-hal dari Allah. Setiap jiwa yang hatinya berdenyut dengan kehidupan dari Allah di dalamnya, rindu akan Kristus yang hidup. Semua yang Bapa berikan kepada Kristus datang kepada Kristus (Yoh 6:37).] - ‘Chosen By God’, hal 121-123.
Yoh 6:37 - “Semua yang diberikan Bapa kepadaKu akan datang kepadaKu, dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang.”.
R. C. Sproul: “The position of Augustine, Martin Luther, John Calvin, and others is so often caricatured to mean that in God’s gracious election he brings people kicking and screaming against their wills into his kingdom. The Augustinian view is that God changes the recalcitrant and enslaved sinner’s will by the Spirit’s changing his internal bent, disposition, or inclination. Augustinians have spelled out this view so often and so clearly, it is amazing that the caricature is so often repeated.” [= Posisi dari Agustinus, Martin Luther, John Calvin, dan yang lain-lain, begitu sering dengan sengaja digambarkan secara salah sehingga berarti bahwa dalam pemilihan yang bersifat kasih karunia dari Allah, Ia membawa orang-orang yang menendang-nendang dan menjerit-jerit bertentangan dengan kehendak mereka ke dalam kerajaanNya. Pandangan Augustinian adalah bahwa Allah mengubah kehendak yang keras kepala dan diperbudak dari orang berdosa oleh Roh yang mengubah kecenderungan atau kecondongan batinnya. Orang-orang Augustinian telah menunjukkan pandangan ini begitu sering dan dengan begitu jelas, dan adalah mengherankan bahwa karikatur / gambaran yang sengaja disalahkan ini begitu sering diulang.] - ‘Willing to Believe’, hal 94 (Libronix).
Loraine Boettner: “It is a common thing for opponents to represent this doctrine as implying that men are forced to believe and turn to God against their wills, or, that it reduces men to the level of machines in the matter of salvation. This is a misrepresentation. Calvinists hold no such opinion, and in fact the full statement of the doctrine excludes or contradicts it. The Westminster Confession, after stating that this efficacious grace which results in conversion is an exercise of omnipotence and cannot be defeated, adds, ‘Yet so as they come most freely, being made willing by His grace.’” [= Merupakan suatu hal yang umum bagi penentang-penentang untuk menggambarkan doktrin ini sebagai menunjukkan bahwa orang-orang dipaksa untuk percaya dan berbalik kepada Allah bertentangan dengan kehendak / kemauan mereka, atau, doktrin ini merendahkan manusia ke tingkat dari mesin dalam persoalan keselamatan. Ini adalah suatu penggambaran yang salah. Para Calvinist tidak mempercayai pandangan seperti itu, dan dalam faktanya pernyataan penuh dari doktrin itu membuang atau menentang pandangan itu. Pengakuan Westminster, setelah menyatakan bahwa kasih karunia yang mujarab / efektif ini yang menghasilkan pertobatan adalah suatu penggunaan dari kemahakuasaan dan tidak bisa dikalahkan, menambahkan, ‘Tetapi sedemikian rupa sehingga mereka datang dengan paling bebas, setelah dibuat menjadi mau oleh kasih karuniaNya’.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 176.
Loraine Boettner: “The special grace which we refer to as efficacious is sometimes called irresistible grace. This latter term, however, is somewhat misleading since it does suggest that a certain overwhelming power is exerted upon the person, in consequence of which he is compelled to act contrary to his desires, whereas the meaning intended, as we have stated before, is that the elect are so influenced by divine power that their coming is an act of voluntary choice.” [= Kasih karunia khusus yang kami tunjukkan sebagai efektif / pasti berhasil, kadang-kadang disebut sebagai kasih karunia yang tidak bisa ditolak. Tetapi istilah yang terakhir ini agak menyesatkan, karena istilah itu menunjukkan secara tak langsung bahwa suatu kuasa tertentu yang sangat besar digunakan terhadap orang itu, dan sebagai akibatnya ia dipaksa untuk bertindak bertentangan dengan keinginannya, sedangkan arti yang dimaksudkan, seperti yang telah kami nyatakan sebelumnya, adalah bahwa orang-orang pilihan begitu dipengaruhi oleh kuasa ilahi sehingga datangnya mereka (kepada Kristus) merupakan tindakan dari pilihan yang sukarela.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 178.
b) Tentang kata-kata Steven Liauw bahwa kelahiran baru itu dipaksakan, maka ini jawaban saya:
1. Pada waktu Allah mencipta kita, apakah dia tanya / minta izin kepada kita dalam hal:
a. Apakah kita mau dicipta?
b. Apakah kita mau dicipta sebagai manusia?
c. Apakah kita mau dicipta sebagai manusia seperti apa adanya kita sekarang ini, baik dalam bentuk badan, kebangsaan, jenis kelamin, kepandaian / IQ, bakat / karunia dan sebagainya?
Dia tak pernah menanyakan apapun tentang hal-hal itu, atau minta izin tentang hal-hal itu! Dia mau mencipta kita jadi apa, itu haknya Dia! Ini berlaku juga untuk malaikat-malaikat. Apakah ini melindas free will kita???
Calvin: “Let them answer why they are men rather than oxen or asses. Although it was in God’s power to make them dogs, he formed them to his own image.” [= Biarlah mereka (orang-orang yang menolak Predestinasi) menjawab mengapa mereka adalah manusia dan bukannya sapi atau keledai. Sekalipun Allah berkuasa membuat mereka menjadi anjing, Ia membentuk mereka sesuai gambarNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXII, no 1.
Bdk. Ro 9:20-21 - “(20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
2. Arminianisme mempercayai ‘Prevenient Grace’ [= Kasih Karunia yang mendahului], yang mereka percayai telah Allah berikan kepada semua orang tanpa kecuali sejak lahir.
Ini menyebabkan semua orang yang sebetulnya ada dalam keadaan Total Depravity [= Kebejatan Total] menjadi bisa percaya kepada Yesus, asal mereka menggunakan kehendak bebas mereka dengan baik.
Saya akan memberikan kata-kata Louis Berkhof dan R. C. Sproul berkenaan dengan pandangan Arminian ini.
Louis Berkhof: “The Arminians departed from the doctrine of the Reformation on this point. According to them God gives sufficient (common) grace to all men, and thereby enables them to repent and believe.” [= Orang-orang Arminian menyimpang dari doktrin dari Reformasi pada titik / hal ini. Menurut mereka, Allah memberikan kasih karunia yang cukup (umum) bagi semua orang, dan dengan itu memampukan mereka untuk bertobat dan percaya.] - ‘Systematic Theology’ (Libronix), hal 430.
Louis Berkhof: “According to them the universal proclamation of the gospel is accompanied by a universal sufficient grace, - ‘gracious assistance actually and universally bestowed, sufficient to enable all men, if they choose, to attain to the full possession of spiritual blessings, and ultimately to salvation.’” [= Menurut mereka (orang-orang Arminian) proklamasi / pemberitaan injil yang bersifat universal disertai dengan kasih karunia yang cukup yang bersifat universal, - ‘bantuan universal yang sungguh-sungguh dan diberikan secara universal, cukup untuk memampukan semua manusia, jika mereka memilihnya, untuk mencapai kepemilikan penuh dari berkat-berkat rohani, dan akhirnya keselamatan’.] - ‘Systematic Theology’ (Libronix), hal 459.
R. C. Sproul: “The beginning of the work of grace is called ‘preventing grace’ or more popularly ‘prevenient grace’, referring to the grace that comes before conversion and on which conversion depends. ... The term ‘preventing grace’ is open to misunderstanding. ‘To prevent’ in modern usage usually means ‘to keep something from happening.’ This is not how Arminius uses the term. The word ‘prevent’ derives from the Latin venio, which means simply ‘to come.’ The prefix ‘pre’ means ‘before.’ Therefore, ‘preventing grace’ does not keep salvation from happening but necessarily ‘comes before’ salvation.” [= Permulaan dari pekerjaan kasih karunia disebut ‘preventing grace’ atau secara lebih populer ‘prevenient grace’ / ‘kasih karunia yang mendahului’, yang menunjuk pada kasih karunia yang datang sebelum pertobatan dan pada mana pertobatan tergantung. ... Istilah ‘preventing grace’ terbuka terhadap kesalah-mengertian. ‘To prevent’ dalam penggunaan modern biasanya berarti ‘menjaga sesuatu supaya tidak terjadi’ / ‘mencegah’. Ini bukanlah cara Arminius menggunakan istilah itu. Kata ‘prevent’ diturunkan dari kata bahasa Latin VENIO, yang sekedar berarti ‘datang’. Awalan ‘pre’ berarti ‘sebelum’. Karena itu, ‘preventing grace’ tidak menjaga supaya keselamatan tidak terjadi, tetapi secara perlu ‘datang sebelum’ keselamatan.] - ‘Willing to Believe’, hal 129 (Libronix).
R. C. Sproul: “PREVENIENT GRACE. As the name suggests, prevenient grace is grace that ‘comes before’ something. It is normally defined as a work that God does for everybody. He gives all people enough grace to respond to Jesus. That is, it is enough grace to make it possible for people to choose Christ. Those who cooperate with and assent to this grace are ‘elect.’ Those who refuse to cooperate with this grace are lost.” [= KASIH KARUNIA YANG mendahului. Seperti ditunjukkan oleh namanya, kasih karunia yang mendahului adalah kasih karunia yang ‘datang sebelum’ sesuatu. Itu biasanya didefinisikan sebagai suatu pekerjaan yang Allah lakukan bagi setiap orang. Ia memberi semua orang kasih karunia yang cukup untuk memberi tanggapan kepada Yesus. Artinya, itu adalah kasih karunia yang cukup untuk membuatnya mungkin bagi orang-orang untuk memilih Kristus. Mereka yang bekerja sama dengan dan memberi persetujuan kepada kasih karunia ini adalah ‘orang-orang pilihan’. Mereka yang menolak untuk bekerja sama dengan kasih karunia ini terhilang.] - ‘Chosen By God’, hal 123.
Sekarang pertanyaan serangan dari pihak Calvinisme adalah: apakah Allah meminta persetujuan dari semua orang itu apakah mau diberi Prevenient Grace atau tidak? Sudah jelas tidak!
Kalau demikian, apa bedanya dengan Allah melahirbarukan tanpa minta persetujuan kita? Bukankah sama-sama ‘melindas free will’?
4) Free will vs ‘Perseverance of the Saints’ [= Ketekunan orang-orang Kudus].
Steven Liauw: “Doktrin SSTS pada dasarnya menghilangkan kehendak bebas dari manusia ketika ia menjadi percaya. Ironisnya, kehendak bebas ini hanya dihilangkan dalam hal keselamatan. Pendukung SSTS akan mengakui bahwa ada kehendak bebas dalam semua aspek kehidupan lainnya (seorang Kristen dapat mundur imannya, dapat melakukan hal-hal yang menyedihkan hati Tuhan), tetapi sama sekali tidak punya kehendak bebas dalam hal menolak iman yang pernah ia terima”. - Graphe - Liauw 11.doc. - Dr. Steven E. Liauw.
Catatan: SSTS = Sekali Selamat Tetap Selamat.
Jawaban saya:
a) Semua dilakukan dengan sukarela, dan karena itu tidak ada pelindasan free will.
Sama seperti dalam kasus Irresistible Grace dimana seseorang bukan dipaksa untuk percaya, tetapi ia diubahkan sehingga menjadi percaya dengan sukarela, demikian juga di sini.
Adanya kelahiran baru, membuat orang itu berubah sedemikian rupa, sehingga ia akan bersikap terbuka terhadap Injil.
Adanya anugerah iman, membuat ia dengan sukarela percaya.
Adanya pemberian Roh Kudus, membuat ia dengan sukarela akan terus percaya dan ikut Tuhan.
b) Serangan balik dalam hal ini.
1. Setan tak bisa berbuat baik, dan jelas tak bisa beriman kepada Kristus. Apakah ia tak punya free will?
2. Malaikat-malaikat yang baik tak bisa berbuat dosa ataupun murtad; apakah mereka tak punya free will?
3. Yesus (sebagai manusia) juga tak bisa berbuat dosa. Apakah Ia tak punya free will?
4. Kalau orang-orang Kristen masuk surga maka kita tak lagi bisa berbuat dosa, meninggalkan iman, pindah ke neraka (Luk 16:26), dan sebagainya. Apakah kita tak punya free will?
5. Pada saat orang-orang yang tidak percaya masuk neraka apakah masih ada kesempatan untuk percaya kepada Yesus? Apakah mereka bisa pindah ke surga? Sudah jelas tidak. Bdk. Luk 16:26. Kalau demikian, apakah mereka kehilangan free will?
6. Allah sendiri tak bisa berbuat dosa. Apakah Ia tidak punya free will?
Ibr 6:18 - “supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.”.
2Tim 2:13 - “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
R. L. Dabney: “Arminians urge always an objection drawn from their false philosophy. They say that if God’s grace in regeneration were efficient, certainly determining the convert’s will away from sin to gospel duty, it would destroy his free-agency. Then there would be no moral nor deserving quality in his subsequent evangelical obedience to please God, any more than in the natural color of his hair, which he could not help. My answer is, that their philosophy is false. The presence and operation of a right principle in a man, certainly determining him to right feelings and actions, does not infringe his free-agency but rather is essential to all right free-agency. My proofs are, that if this spurious philosophy were true, the saints and elect angels in heaven could not have any free-agency or praise-worthy character or conduct. For they are certainly and forever determined to holiness. The man Jesus could not have had any free-agency or merit, for his human will was absolutely determined to holiness. God himself could not have had any freedom or praiseworthy holiness. He least of all! for his will is eternally, unchangeably, and necessarily determined to absolute holiness. If there is anything approaching blasphemy in this, take notice, it is not mine. I put this kind of philosophy from me with abhorrence.” [= Orang-orang Arminian selalu mendesakkan suatu keberatan yang ditarik dari filsafat mereka yang salah. Mereka berkata bahwa jika kasih karunia Allah dalam kelahiran baru adalah efisien / pasti berhasil, dengan pasti menentukan kehendak si petobat menjauhi dosa kepada kewajiban injil, itu akan menghancurkan tindakan bebasnya. Maka disana tidak ada kwalitas moral atau bernilai dalam ketaatan injili setelahnya untuk menyenangkan Allah, sama seperti dalam warna alamiah dari rambutnya, yang tidak bisa ia apa-apakan. Jawaban saya adalah, filsafat mereka salah. Kehadiran dan operasi / pekerjaan dari suatu penyebab yang benar dalam seorang manusia, secara pasti menentukan dia kepada perasaan-perasaan dan tindakan-tindakan yang benar, tidak melanggar tindakan bebasnya tetapi merupakan sesuatu yang hakiki bagi semua tindakan bebas yang benar. Bukti-bukti saya adalah, bahwa seandainya filsafat yang palsu ini benar, maka orang-orang kudus dan malaikat-malaikat pilihan di surga tidak bisa mempunyai tindakan bebas atau karakter atau tingkah laku yang layak dipuji. Karena mereka secara pasti dan untuk selama-lamanya ditentukan pada kekudusan. Manusia Yesus tidak bisa mempunyai tindakan bebas atau jasa, karena kehendak manusiaNya ditentukan secara mutlak kepada kebenaran. Allah sendiri tidak bisa mempunyai kebebasan apapun atau kekudusan yang layak dipuji. Ia yang paling tidak bisa dari semua! karena kehendakNya secara kekal, secara tak bisa berubah, dan secara hakiki ditentukan kepada kekudusan yang mutlak. Jika disana ada apapun yang mendekati suatu penghujatan dalam hal ini, perhatikan, itu bukanlah pandangan saya. Saya mendorong / melemparkan jenis filsafat ini dari saya dengan kejijikan.] - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 76-77 (Libronix).
5) Serangan Reformed terhadap free will.
Alan P. F. Sell mengutip kata-kata John R. de Witt sebagai berikut:
“Arminianism essentially represents an attack upon the majesty of God; and puts in place of it, the exaltation of man.” [= Arminianisme secara hakiki menggambarkan / mewakili suatu penyerangan terhadap kuasa yang berdaulat dari Allah; dan meletakkan sebagai gantinya, peninggian manusia.] - ‘The Great Debate, Calvinism, Arminianism and Salvation’, hal 97.
Loraine Boettner: “In the Calvinistic system it is God alone who chooses those who are to be the heirs of heaven, those with whom He will share His riches in glory; while in the Arminian system it is, in the ultimate analysis, man who determines this, - a principle somewhat lacking in humility to say the least.” [= Dalam sistim Calvinis, hanya Allah sendiri yang memilih mereka yang akan menjadi ahli waris surga, mereka dengan siapa Ia akan membagikan kekayaanNya dalam kemuliaan; sedangkan dalam sistim Arminian, dalam analisa yang terakhir, manusialah yang menetapkan hal ini, - suatu prinsip yang sedikitnya kekurangan kerendahan hati.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 96.
Calvin: “Nothing, however slight, can be credited to man without depriving God of his honor, and without man himself falling into ruin through brazen confidence.” [= Tidak ada sesuatupun, bagaimanapun kecilnya, bisa dipuji / dihargai dari manusia tanpa mencabut / menghilangkan kehormatan dari Allah, dan tanpa menghancurkan manusia itu sendiri melalui kepercayaan kepada diri sendiri yang tidak tahu malu.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 1.
John Owen: “As a desire of self-sufficiency was the first cause of this infirmity ... nothing doth he more contend for than an independency of any supreme power, which might either help, hinder, or control him in his actions. ... Never did any man ... more eagerly endeavour the erecting of this Babel than the Arminians, the modern blinded patrons of human self-sufficiency;” [= Karena suatu keinginan untuk pencukupan diri sendiri adalah penyebab pertama dari kelemahan ini ... tidak ada yang lebih ia perjuangkan dari pada suatu ketidaktergantungan pada kuasa tertinggi manapun, yang bisa menolong, menghalangi atau mengontrolnya dalam tindakan-tindakannya. ... Tidak pernah ada orang ... yang lebih sungguh-sungguh berusaha mendirikan Babel ini dari pada orang-orang Arminian, pelindung modern yang buta dari pencukupan diri sendiri dari manusia;] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 11.
John Owen: “... of making themselves differ from others who will not make so good use of the endowments of their natures; that so the first and chiefest part in the work of their salvation may be ascribed unto themselves; - a proud Luciferian endeavour!” [= ... membuat diri mereka sendiri berbeda dengan yang lain yang tidak mau menggunakan dengan baik anugerah kepada diri mereka; sehingga dengan demikian bagian yang pertama dan terutama dalam pekerjaan keselamatan bisa dianggap berasal dari diri mereka sendiri; - suatu usaha Lucifer yang sombong!] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 13.
Memang baik dalam hal percaya kepada Kristus maupun dalam hal tetap percaya / ikut Kristus, pandangan mereka mempunyai konsekwensi yang membedakan mereka dengan orang-orang lain dan mereka lebih baik dari orang-orang lain. Bdk. Luk 18:11-12.
John Owen: “And so at length, with much toil and labour, they have placed an altar for their idol in the holy temple, on the right hand of the altar of God, and on it offer sacrifice to their own net and drag; at least, ‘nec Deo, nec libero arbitrio, sed dividatur’ - not all to God, nor all to free-will, but let the sacrifice of praise, for all good things, be divided between them.” [= Dan demikian akhirnya, dengan banyak kerja keras, mereka telah meletakkan sebuah altar untuk berhala mereka dalam Bait Suci, di sebelah kanan dari altar Allah, dan di atasnya mereka mempersembahkan korban bagi usaha mereka sendiri; setidaknya ‘nec Deo, nec libero arbitrio, sed dividatur’ (kata-kata ini ada dalam bahasa Latin) - bukan semua bagi Allah, juga bukan semua bagi kehendak bebas, tetapi biarlah korban pujian, untuk semua hal yang baik, dibagi di antara mereka.] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 14.
-o0o-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali