(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)
Minggu, tgl 18 September 2011, pk 17.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP: 7064-1331 / 6050-1331)
B) Pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa (Kej 3), maka dosanya mempunyai akibat yang menimpa seluruh umat manusia, karena ia merupakan wakil dari seluruh umat manusia.
Dasar Kitab Suci:
1. Hukuman dalam Kej 3:16-19 jelas tidak berlaku bagi Adam saja, tetapi juga bagi Hawa dan semua keturunan Adam dan Hawa.
Kej 3:16-19 - “(16) FirmanNya kepada perempuan itu: ‘Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’ (17) Lalu firmanNya kepada manusia itu: ‘Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: (18) semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; (19) dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.’”.
Calvin (tentang Kej 3:17): “In the first place, it is to be observed, that punishment was not inflicted upon the first of our race so as to rest on those two alone, but was extended generally to all their posterity, in order that we might know that the human race was cursed in their person” (= Pertama-tama, harus diperhatikan, bahwa hukuman tidak diberikan kepada manusia yang pertama sehingga berhenti pada dua orang itu saja, tetapi diperluas secara umum kepada semua keturunan mereka, supaya kita tahu bahwa umat manusia dikutuk dalam diri mereka).
Calvin (tentang Kej 3:19): “Should any one again object, that no suffering was imposed on men which did not also belong to women: I answer, it was done designedly, to teach us, that from the sin of Adam, the curse flowed in common to both sexes; as Paul testifies, that ‘all are dead in Adam,’ (Romans 5:12.)” [= Kalau ada orang yang keberatan, bahwa tidak ada penderitaan yang dijatuhkan kepada laki-laki yang tidak juga berhubungan dengan / menjadi milik dari perempuan: saya menjawab, itu dilakukan secara terencana, untuk mengajar kita, bahwa dari dosa Adam, kutuk mengalir secara umum kepada kedua jenis kelamin; seperti Paulus menyaksikan, bahwa ‘semua mati di dalam Adam’ (Ro 5:12)].
Catatan: Kalau dilihat kata-kata dari kutipan itu, sebenarnya 1Kor 15:22 lebih cocok dari Ro 5:12. Mungkin Calvin mengutip secara bebas, bukan kata per kata.
Ro 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa”.
1Kor 15:22 - “Karena sama
seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian
pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan
Kristus”.
2. Ro 5:12-19 - “(12) Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. (13) Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat. (14) Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang. (15) Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
Calvin (tentang Ro 5:12): “‘to sin’ in this case, is to become corrupt and vicious; for the natural depravity which we bring, from our mother’s womb, though it brings not forth immediately its own fruits, is yet sin before God, and deserves his vengeance: and this is that sin which they call original. For as Adam at his creation had received for us as well as for himself the gifts of God’s favor, so by falling away from the Lord, he in himself corrupted, vitiated, depraved, and ruined our nature; for having been divested of God’s likeness, he could not have generated seed but what was like himself” (= ‘berbuat dosa / berdosa’ dalam kasus ini, adalah menjadi rusak / jahat dan buruk; karena kebejatan alamiah yang kita bawa dari kandungan ibu kita, sekalipun itu tidak langsung / segera melahirkan buah-buahnya sendiri, tetap adalah dosa di hadapan Allah, dan layak mendapatkan pembalasanNya: dan ini adalah dosa yang mereka sebut ‘dosa asal’. Karena sebagaimana Adam dalam penciptaannya telah menerima bagi kita maupun bagi dirinya sendiri karunia-karunia dari kebaikan Allah, demikian juga dengan meninggalkan Tuhan, ia dalam dirinya sendiri merusak, melemahkan, membuat bejat, dan menghancurkan sifat dasar kita; karena setelah ditelanjangi dari keserupaan dengan Allah, ia tidak bisa menghasilkan keturunan kecuali apa yang seperti dia sendiri).
Calvin (tentang Ro 5:14): “Hence they sinned not after the similitude of Adam’s transgression; for they had not, like him, the will of God made known to them by a certain oracle: for the Lord had forbidden Adam to touch the fruit of the tree of the knowledge of good and evil; but to them he had given no command besides the testimony of conscience” (= Karena itu mereka tidak berbuat dosa seperti pelanggaran Adam; karena mereka tidak, seperti dia, mengetahui kehendak Allah bagi mereka oleh sabda ilahi tertentu: karena Tuhan telah melarang Adam untuk menyentuh buah dari pohon pengetahuan baik dan jahat; tetapi kepada mereka Ia tidak / belum memberikan hukum / perintah kecuali kesaksian dari hati nurani).
Catatan: saya tidak mengerti mengapa Calvin menggunakan kata ‘to touch’ (= menyentuh). Allah tidak melarang untuk menyentuh tetapi melarang untuk memakan buah itu. Tetapi Hawalah yang dalam menjawab pertanyaan Iblis, mengatakan bahwa Allah melarang untuk memakan ataupun menyentuh / meraba buah itu.
Kej 2:16-17 - “(16) Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, (17) tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’”.
Kej 3:1-3 - “(1) Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’ (2) Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: ‘Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, (3) tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.’”.
3. 1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab
sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan
orang mati datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua
orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan
dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.
Calvin: “He proves it from contraries, because death is not from nature, but from man’s sin. As, therefore, Adam did not die for himself alone, but for us all, it follows, that Christ in like manner, who is the antitype, did not rise for himself alone; for he came, that he might restore everything that had been ruined in Adam. ... The cause of death is Adam, and we die in him: hence Christ, Whose office it is to restore to us what we lost in Adam, is the cause of life to us; and his resurrection is the groundwork and pledge of ours. And as the former was the beginning of death, so the latter is of life” (= Ia membuktikan dari kebalikan-kebalikan / hal-hal yang berlawanan, karena kematian bukan dari alam, tetapi dari dosa manusia. Karena itu, sebagaimana Adam tidak mati bagi dirinya sendiri, tetapi bagi kita semua, akibatnya, Kristus yang adalah anti type dari Adam, dengan cara yang sama / serupa, tidak bangkit untuk diriNya sendiri saja; karena Ia datang supaya Ia bisa memulihkan segala sesuatu yang telah dihancurkan dalam Adam. ... Penyebab dari kematian adalah Adam, dan kita mati di dalam dia: karena itu, Kristus, yang tugasNya adalah untuk memulihkan bagi kita apa yang hilang dalam Adam, adalah penyebab dari kehidupan bagi kita; dan kebangkitanNya adalah dasar dan jaminan dari kebangkitan kita. Dan sebagaimana yang terdahulu adalah permulaan / awal dari kematian, demikian juga yang belakangan adalah permulaan / awal dari kehidupan).
C) Akibat dosa Adam.
1) Penderitaan.
a) Orang perempuan merasa sakit waktu melahirkan.
Kej 3:16 - “FirmanNya kepada perempuan itu: ‘Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘desire’ (= keinginan).
1. Penderitaan berkenaan dengan mengandung dan melahirkan anak.
Seandainya tidak ada dosa, maka perempuan tak akan mengalami penderitaan berkenaan dengan mengandung dan melahirkan anak. Tetapi karena adanya dosa, maka semua itu ada.
Matthew Henry (tentang Kej 3:16): “She is here put into a state of sorrow, one particular of which only is specified, that in bringing forth children” (= Di sini ia diletakkan di dalam keadaan yang menimbulkan penderitaan, hanya salah satu darinya yang ditentukan, yaitu penderitaan dalam melahirkan anak-anak).
2. Berahi kepada suami.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kej 3:16): “Some connect this with the preceding clause, rendering it thus: ‘Although in sorrow thou shalt bring forth children, yet thy desire or longing shall be to thy husband.’ Others translate, ‘Unto thy husband shall be thy obedience;’ meaning that the desires of the woman shall be subjected to the authority and will of her husband” (= Sebagian orang menghubungkan ini dengan anak kalimat yang sebelumnya, dan menterjemahkannya demikian: ‘Sekalipun dalam penderitaan engkau akan melahirkan anak-anakmu, tetapi keinginan atau kerinduanmu akan ada kepada suamimu’. Orang-orang lain menterjemahkan, ‘Kepada suamimu akan ada ketundukanmu’; berarti bahwa keinginan-keinginan dari perempuan akan ditundukkan pada otoritas dari kehendak dari suaminya).
Catatan: Albert Barnes dan Keil & Delitzsch kelihatannya lebih memilih penafsiran yang kedua.
3. Tunduk kepada suami / dikuasai oleh suami.
Adam Clarke (tentang Kej 3:16): “though at their creation both were formed with equal rights, and the woman had probably as much right to rule as the man, but subjection to the will of her husband is one part of her curse” (= sekalipun pada penciptaan mereka keduanya dibentuk dengan hak-hak yang sama, dan perempuan mungkin mempunyai hak memerintah sebanyak laki-laki, tetapi ketundukan pada kehendak suaminya merupakan sebagian dari kutukannya).
Saya tidak setuju dengan kata-kata Clarke, karena dari semula Hawa / perempuan diciptakan sebagai ‘penolong’ laki-laki.
Kej 2:18 - “TUHAN Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.’”.
Kalau begitu, lalu dimana letak hukumannya?
Calvin (tentang Kej 3:16): “The second punishment which he exacts is subjection. ... She had, indeed, previously been subject to her husband, but that was a liberal and gentle subjection; now, however, she is cast into servitude” (= Hukuman kedua yang Ia tuntut / paksakan adalah ketundukan. ... Memang sebelumnya ia telah tunduk kepada suaminya, tetapi itu adalah ketundukan yang baik / murah hati dan lembut; tetapi sekarang, ia dilemparkan ke dalam perbudakan).
Barnes’ Notes (tentang Kej 3:16): “Under fallen man, woman has been more or less a slave. In fact, under the rule of selfishness, the weaker must serve the stronger” (= Di bawah laki-laki yang telah jatuh ke dalam dosa, perempuan sedikit atau banyak telah menjadi seorang budak. Dalam faktanya, di bawah pemerintahan dari keegoisan, yang lebih lemah harus melayani yang lebih kuat).
b) Pekerjaan menjadi sukar.
Sebetulnya pekerjaan itu sendiri bukanlah hukuman dosa, karena pekerjaan sudah ada sebelum dosa ada.
Kej 2:15 - “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu”.
Tetapi sebelum ada dosa, pekerjaan tidak sukar, dan setelah dosa ada, pekerjaan menjadi sukar, dan ini merupakan sebagian hukuman dosa.
Kej 3:17-19a - “(17) Lalu firmanNya kepada manusia itu: ‘Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: (18) semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; (19a) dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah”.
Calvin (tentang Kej 3:17): “God, by adducing the reason why he thus punishes the man, cuts off from him the occasion of murmuring. For no excuse was left to him who had obeyed his wife rather than God; yea, had despised God for the sake of his wife, placing so much confidence in the fallacies of Satan, - whose messenger and servant she was, - that he did not hesitate perfidiously to deny his Maker” (= Allah, dengan mengemukakan alasan mengapa Ia menghukum laki-laki seperti itu, menghapuskan darinya alasan untuk bersungut-sungut. Karena tak ada alasan yang tersisa bagi dia yang telah mentaati istrinya dan bukannya Allah; ya, bahkan telah meremehkan Allah demi istrinya, menempatkan begitu banyak keyakinan dalam tipuan-tipuan dari Iblis, - yang menggunakan Hawa sebagai utusan dan pelayan, - sehingga ia tidak ragu-ragu secara berkhianat menyangkal Penciptanya).
Catatan: yang Calvin maksudkan dengan ‘alasan’ yang Allah kemukakan adalah bagian yang saya garis-bawahi dari Kej 3:17 di atas. Memang dalam kasus ini Adam lebih mendengarkan istrinya dari pada Allah!
c) Rasa gelisah, takut, kuatir, tidak damai.
Kej 3:7-10 - “(7) Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat. (8) Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. (9) Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: ‘Di manakah engkau?’ (10) Ia menjawab: ‘Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.’”.
Secara umum, memang dosa dan tidak adanya hubungan dengan Allah, menyebabkan ketakutan, kegelisahan dan sebagainya.
Im 26:14,36-37 - “(14) ‘Tetapi jikalau kamu tidak mendengarkan Daku, dan tidak melakukan segala perintah itu, ... (36) Dan mengenai mereka yang masih tinggal hidup dari antaramu, Aku akan mendatangkan kecemasan ke dalam hati mereka di dalam negeri-negeri musuh mereka, sehingga bunyi daun yang ditiupkan anginpun akan mengejar mereka, dan mereka akan lari seperti orang lari menjauhi pedang, dan mereka akan rebah, sungguhpun tidak ada orang yang mengejar. (37) Dan mereka akan jatuh tersandung seorang kepada seorang seolah-olah hendak menjauhi pedang, sungguhpun yang mengejar tidak ada, dan kamu tidak akan dapat bertahan di hadapan musuh-musuhmu”.
Ul 28:47,65-67 - “(47) ‘Karena engkau tidak mau menjadi hamba kepada TUHAN, Allahmu, dengan sukacita dan gembira hati walaupun kelimpahan akan segala-galanya, ... (65) Engkau tidak akan mendapat ketenteraman di antara bangsa-bangsa itu dan tidak akan ada tempat berjejak bagi telapak kakimu; TUHAN akan memberikan di sana kepadamu hati yang gelisah, mata yang penuh rindu dan jiwa yang merana. (66) Hidupmu akan terkatung-katung, siang dan malam engkau akan terkejut dan kuatir akan hidupmu. (67) Pada waktu pagi engkau akan berkata: Ah, kalau malam sekarang! dan pada waktu malam engkau akan berkata: Ah, kalau pagi sekarang! karena kejut memenuhi hatimu, dan karena apa yang dilihat matamu”.
Maz 53:5-6 - “(5) Tidak sadarkah orang-orang yang melakukan kejahatan, yang memakan habis umatKu seperti memakan roti, dan yang tidak berseru kepada Allah? (6) Di sanalah mereka ditimpa kekejutan yang besar, padahal tidak ada yang mengejutkan; sebab Allah menghamburkan tulang-tulang para pengepungmu; mereka akan dipermalukan, sebab Allah telah menolak mereka”.
Amsal 28:1 - “Orang fasik lari, walaupun tidak ada yang mengejarnya, tetapi orang benar merasa aman seperti singa muda”.
Yes 33:14-16 - “(14) Orang-orang yang berdosa terkejut di Sion orang-orang murtad diliputi kegentaran. Mereka berkata: ‘Siapakah di antara kita yang dapat tinggal dalam api yang menghabiskan ini? Siapakah di antara kita yang dapat tinggal di perapian yang abadi ini?’ (15) Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, (16) dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin”.
Yes 48:22 - “‘Tidak ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik!’ firman TUHAN”.
Dalam kontex Kitab Suci, yang dimaksud dengan ‘orang fasik’ bukan sekedar penjahat, pembunuh, dsb, tetapi semua orang yang belum percaya kepada Yesus.
Ini terlihat dari banyak ayat-ayat yang mengkontraskan orang percaya dengan orang fasik, seperti Kej 18:25 1Sam 2:9 Maz 1:4-6 Maz 32:10 Amsal 3:33 Yes 66:4 dsb.
Tuhan sudah merancang manusia sedemikian rupa sehingga ia hanya bisa hidup bahagia, damai, sukacita, kalau ia hidup dalam persekutuan dengan Allah. Kalau ia keluar dari rancangan ini dan tidak mempunyai persekutuan dengan Allah, maka hidupnya pasti tidak akan damai, sukacita, bahagia. Paling-paling ia bisa mempunyai kesenangan duniawi yang bersifat semu dan sementara, tetapi damai dan sukacita sejati tidak akan mungkin ia miliki.
Kesimpulan: Jadi, penderitaan sebagai hukuman dosa ini mencakup baik penderitaan fisik / jasmani, maupun penderitaan batin.
Catatan: Sekalipun dosa dihukum dengan penderitaan, tetapi penderitaan tidak selalu merupakan hukuman dari dosa. Kadang-kadang penderitaan merupakan hukuman dari dosa, seperti misalnya dalam kasus Gehazi (2Raja 5:25-27), tetapi kadang-kadang tidak, seperti dalam kasus Ayub, dan juga dalam kasus orang buta dalam Yoh 9:1-3.
Yoh 9:1-3 - “(1) Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. (2) Murid-muridNya bertanya kepadaNya: ‘Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?’ (3) Jawab Yesus: ‘Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia”.
Karena itu, pada waktu menghadapi orang yang mengalami penderitaan, jangan sembarangan menghakiminya dengan mengatakan bahwa ia menderita pasti karena dosa.
2) Putus hubungan dengan Allah.
Kej 3:23-24 - “(23) Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil. (24) Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkanNyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan”.
Yes 59:2 - “tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”.
Karena Allah itu suci, Ia tidak bisa bersatu dengan manusia yang berdosa.
3) Kematian.
Kej 3:19 - “dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.’”.
Kej 2:17 - “tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’”.
a) Mengapa Kej 3:19 tak cocok dengan Kej 2:17?
Adam Clarke menafsirkan sebagai berikut: sejak saat mereka makan buah itu mereka mati secara rohani, dan juga mereka menjadi ‘mortal’ (= bisa mati), dan bahkan juga ada di bawah pengaruh segala sesuatu yang tidak menyenangkan, sampai mereka mati.
Calvin memberikan penafsiran yang kurang lebih sama.
Adam Clarke (tentang Kej 2:17): “Thou shalt not only die spiritually, by losing the life of God, but from that moment thou shalt become mortal, and shalt continue in a dying state till thou die” (= ).
Adam Clarke (tentang Kej 3:19): “God had said that in the day they ate of the forbidden fruit, ‘dying they should die’ - they should then become mortal, and continue under the influence of a great variety of unfriendly agencies in the atmosphere and in themselves, from heats, colds, drought, and damps in the one, and morbid increased and decreased action in the solids and fluids of the other, till the spirit, finding its earthly house no longer tenable, should return to God who gave it; and the body, being decomposed, should be reduced to its primitive dust” (= ).
Calvin (tentang Kej 2:17): “But it is asked, what kind of death God means in this place? It appears to me, that the definition of this death is to be sought from its opposite; we must, I say, remember from what kind of life man fell. He was, in every respect, happy; his life, therefore, had alike respect to his body and his soul, since in his soul a right judgment and a proper government of the affections prevailed, there also life reigned; in his body there was no defect, wherefore he was wholly free from death. ... Thence it follows, that under the name of death is comprehended all those miseries in which Adam involved himself by his defection; for as soon as he revolted from God, the fountain of life, he was cast down from his former state, in order that he might perceive the life of man without God to be wretched and lost, and therefore differing nothing from death. Hence the condition of man after his sin is not improperly called both the privation of life, and death. The miseries and evils both of soul and body, with which man is beset so long as he is on earth, are a kind of entrance into death, till death itself entirely absorbs him; for the Scripture everywhere calls those dead who, being oppressed by the tyranny of sin and Satan, breath nothing but their own destruction. Wherefore the question is superfluous, how it was that God threatened death to Adam on the day in which he should touch the fruit, when he long deferred the punishment? For then was Adam consigned to death, and death began its reign in him, until supervening grace should bring a remedy” (= ).
Calvin (tentang Kej 3:19): “He denounces that the termination of a miserable life shall be death; as if he would say, that Adam should at length come, through various and continued kinds of evil, to the last evil of all. Thus is fulfilled what we said before, that the death of Adam had commenced immediately from the day of his transgression. For this accursed life of man could be nothing else than the beginning of death. ... whereas death is here put as the final issue, this ought to be referred to man; because in Adam himself nothing but death will be found; yet, in this way, he is urged to seek a remedy in Christ” (= ).
Calvin (tentang Kej 3:19): “‘For dust thou art.’ Since what God here declares belongs to man’s nature, not to his crime or fault, it might seem that death was not superadded as adventitious to him. And therefore some understand what was before said, ‘Thou shalt die,’ in a spiritual sense; thinking that, even if Adam had not sinned, his body must still have been separated from his soul. But, since the declaration of Paul is clear, that ‘all die in Adams as they shall rise again in Christ,’ (1 Corinthians 15:22,) this wound also was inflicted by sin. Nor truly is the solution of the question difficult, - ‘Why God should pronounce, that he who was taken from the dust should return to it.’ For as soon as he had been raised to a dignity so great, that the glory of the Divine Image shone in him, the terrestrial origin of his body was almost obliterated. Now, however, after he had been despoiled of his divine and heavenly excellence, what remains but that by his very departure out of life, he should recognize himself to be earth? Hence it is that we dread death, because dissolution, which is contrary to nature, cannot naturally be desired. Truly the first man would have passed to a better life, had he remained upright; but there would have been no separation of the soul from the body, no corruption, no kind of destruction, and, in short, no violent change” (= ).
b) Sebagaimana hukuman yang lain, hukuman berupa kematian ini bukan hanya menimpa Adam saja, tetapi juga semua keturunannya.
Ayub 30:23 - “Ya, aku tahu: Engkau membawa aku kepada maut, ke tempat segala yang hidup dihimpunkan”.
Maz 49:10 - “Sungguh, akan dilihatnya: orang-orang yang mempunyai hikmat mati, orang-orang bodoh dan dungupun binasa bersama-sama dan meninggalkan harta benda mereka untuk orang lain”.
Maz 89:49 - “Siapakah orang yang hidup dan yang tidak mengalami kematian, yang dapat meluputkan nyawanya dari kuasa dunia orang mati? Sela”.
Pkh 8:8a - “Tiada seorangpun berkuasa menahan angin dan tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian”.
Pkh 3:19-21 - “(19) Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia. (20) Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu. (21) Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi”.
Pkh 3:21 (KJV/RSV/NIV/NASB): ‘the spirit of the animal’ (= roh binatang).
Catatan: di sini Kitab Suci Indonesia secara salah menterjemahkan ‘nafas’. Sebetulnya kata yang diterjemahkan ‘nafas’ dalam Pkh 3:19 juga adalah RUAKH, tetapi di sini KJV/RSV/NIV/NASB menterjemahkan: ‘breath’ (= nafas), sekalipun footnote NIV memberikan terjemahan alternatif, yaitu ‘spirit’ (= roh).
Ro 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa”.
Ro 6:21,23a - “(21) Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian. ... (23a) Sebab upah dosa ialah maut”.
Ibr 9:27 - “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi”.
Kematian ini bisa datang setiap saat, dan tidak akan bisa dihindari.
Illustrasi: ada dongeng kuno tentang seorang pedagang di Bagdad. Suatu hari ia suruh pelayannya pergi ke pasar. Pelayan itu kembali dengan muka pucat ketakutan. Tuannya bertanya: ‘Ada apa?’. Pelayan itu menjawab: ‘Tuan, aku bertemu dengan maut. Maut itu melihat aku, lalu menggerak-gerakkan tangannya secara menakutkan. Tuan, aku takut sekali, tolong pinjami aku kuda, supaya aku bisa lari’. Tuan itu bertanya: ‘Kamu mau lari kemana?’. ‘Aku mau lari ke kota Samarra’. Tuan itu kasihan dan lalu meminjamkan kudanya dan pelayan itu lari ke kota Samarra. Tuan itu lalu merasa penasaran, dan ia lalu pergi ke kota untuk mencari maut itu. Waktu bertemu dengan maut, ia lalu bertanya: ‘Hai maut, mengapa kamu menakut-nakuti pelayanku?’. Maut menjawab: ‘Aku tidak menakut-nakuti dia. Aku hanya heran melihat dia di pasar di kota Bagdad ini, karena aku mempunyai perjanjian untuk bertemu dengan dia malam ini di kota Samarra’.
Kalau kematian datang pada saudara malam ini, siapkah saudara?
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube: