(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)
Minggu, tgl 19 Juni 2011, pk 17.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP: 7064-1331 / 6050-1331)
makalah ini belum di print
Kel 20:16 - “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.
3) Hal-hal yang perlu ditekankan tentang dusta.
a) Dusta tetap dilarang, baik hal itu merugikan orang lain atau tidak.
Contoh: saudara berkata kepada pengemis: ‘Tidak punya uang’, padahal saudara punya uang. Sekalipun ini tidak merugikan siapa-siapa, ini tetap merupakan dosa.
b) Dusta tetap dilarang, sekalipun hal itu diperintahkan oleh orang tua / boss!
Memang yang memerintahkan salah, tetapi yang melaksanakan juga salah.
c) Dusta tetap dilarang, sekalipun hal itu dilakukan untuk tujuan yang baik.
Jangan percaya pada apa yang disebut ‘white lie’ (= dusta putih), yang diartikan sebagai ‘dusta dengan tujuan yang baik’. Ingat bahwa Kristen bukan pragmatisme, yang menghalalkan seadanya cara asal tujuannya baik. Dalam Kristen bukan hanya tujuannya yang harus baik, tetapi cara mencapai tujuan yang baik itu juga harus benar. Tujuan yang baik tidak menghalalkan cara yang tidak benar!
Ironside: “Men are in the habit of distinguishing between different types of lies. Some lies are called ‘white lies,’ and some are called ‘black lies.’. But my Bible tells me, ‘All liars shall have their part in the lake which burneth with fire and brimstone’ (Rev. 21:8). It does not make any distinction between white, black, and gray lies” [= Manusia biasa membedakan antara jenis-jenis dusta yang berbeda. Sebagian dusta disebut ‘dusta putih’, dan sebagian disebut ‘dusta hitam’. Tetapi Alkitab saya memberi tahu saya: ‘... semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; ...’ (Wah 21:8). Alkitab tidak membuat pembedaan apapun antara dusta-dusta putih, hitam dan abu-abu] - ‘Timothy, Titus, & Philemon’, hal 26.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.
John Murray: “many interpreters have taken the position that the Scripture recognizes the legitimacy of the lie of utility, exigency, necessity ... It has not been difficult to show how unwarranted such an inference is in some of the instances which might appear to lend it support. ... But the upshot of our examination has been that no instance demonstrates the propriety of untruthfulness under any exigency” (= banyak penafsir telah mengambil posisi bahwa Kitab Suci mengakui pengabsahan dari dusta tentang keperluan / kegunaan, keadaan darurat, kebutuhan ... Tidak sukar untuk menunjukkan betapa tak berdasarnya kesimpulan seperti itu dalam beberapa contoh / kejadian yang kelihatannya mendukung hal ini. ... Tetapi hasil dari penyelidikan kami adalah bahwa tidak ada kejadian yang menunjukkan kebenaran dari ketidak-benaran dalam keadaan darurat apapun) - ‘Principles of Conduct’, hal 146.
Contoh:
1. Kasus dusta Rahab dalam Yos 2:1-7. Rahab berdusta untuk tujuan yang baik, tetapi ini tetap dipersalahkan oleh semua penafsir. Rahab memang dipuji dalam Ibr 11:31 dan Yak 2:25. Tetapi mari kita perhatikan dengan seksama, karena apa ia dipuji.
Ibr 11:31 - “Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik”.
Yak 2:25 - “Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain?”.
Jelas bahwa ia dipuji karena imannya, dan karena ia telah menyambut para pengintai Israel dengan baik, menyembunyikan mereka dan menolong mereka, tetapi bukan karena dustanya.
Kalau Petrus dipersalahkan pada waktu ia menyangkal Yesus 3 x demi melindungi nyawanya sendiri, bagaimana mungkin kita bisa dibenarkan pada waktu kita berdusta untuk melindungi nyawa orang lain?
Adalah baik kalau saudara berusaha maximal untuk melindungi nyawa seseorang, tetapi saudara tidak boleh melindunginya dengan cara melanggar Firman Tuhan. Ingat bahwa nyawa orang itu tidak tergantung dusta saudara ataupun tergantung pada orang-orang yang mau membunuhnya, tetapi tergantung kepada Tuhan sendiri! Kemaha-kuasaanNya membuat Dia bisa menolong melalui 1001 cara yang lain. Dia tidak membutuhkan bantuan dusta saudara!
2. Baik dusta Abraham (Kej 12:10-20 Kej 20:1-18) maupun dusta Ishak (Kej 26:7-11), jelas dipersalahkan oleh semua penafsir yang nggenah!
Penerapan:
a. Pada saat menghadapi orang yang sakit berat, kita sering berdusta supaya orang yang sakit itu tidak tahu kalau sakitnya berat, dan dengan demikian ia tidak terlalu stres. Atau pada waktu ada seseorang yang sakit berat atau mengalami kecelakaan, kita berdusta kepada orang tua / kakek / nenek dari orang itu supaya mereka tidak mati karena kaget. Ini semua tetap merupakan dusta dan juga merupakan dosa!
b. Penggunaan dusta untuk mendamaikan dua pihak yang bertengkar.
Ada extrim kiri dimana orang memberitakan yang salah atau yang tidak perlu diberitakan sehingga membuat orang gegeran atau membuat gegerannya makin hebat, tetapi juga ada extrim kanan dimana orang memberitakan yang salah untuk mendamaikan orang yang gegeran! Kedua-duanya sama-sama salah! Kadang-kadang kita boleh menahan kebenaran, tetapi kita tidak pernah boleh menyatakan ketidak-benaran!
Tetapi dalam suatu sidang pengadilan, kita tidak boleh menahan kebenaran yang berhubungan dengan persoalan itu. Kalau kita melihat film-film yang berkenaan dengan pengadilan, maka kita bisa melihat bahwa baik terdakwa, maupun orang-orang yang memberikan kesaksian, disumpah untuk mengatakan ‘the truth, the whole truth, and nothing but the truth’ (= kebenaran, seluruh kebenaran, dan tidak ada yang lain kecuali kebenaran).
d) Dusta tetap dilarang, sekalipun itu dilakukan terhadap orang yang brengsek.
Jangan berpikir bahwa mendustai pendeta itu dosa, tetapi mendustai seorang korak / penjahat tidak apa-apa!
Robert L. Dabney: “... God, and not the hearer, is the true object on whom any duty of veracity terminates. God always has the right to expect truth from me, however unworthy the person to whom I speak” (= ... Allah, dan bukan pendengarnya, merupakan obyek / tujuan yang benar terhadap siapa kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu mempunyai hak untuk mengharapkan kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak berharganya orang kepada siapa aku berbicara) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 425.
e) Dusta tetap dilarang, sekalipun mengatakan kebenaran menyebabkan kita rugi, dan bahkan kehilangan nyawa.
Maz 15:1-5 - “(1) [Mazmur Daud.] TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemahMu? Siapa yang boleh diam di gunungMu yang kudus? (2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, (3) yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; (4) yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; (5) yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya”.
Ay 2-5 jelas menggambarkan orang saleh, yang hidupnya memperkenan Tuhan. Dan salah satu cirinya adalah ‘berpegang pada sumpah, walaupun rugi’!
Jelas ada banyak kasus dimana mengatakan kebenaran bisa menyebabkan kita rugi. Misalnya seorang sekretaris yang tidak mau disuruh berdusta oleh bossnya, bisa saja dipecat. Ini harus dianggap sebagai salib yang harus ia pikul.
Kesaksian: pulang dari USA, saya bawa kamera Nikon yang baru dibeli, dan karena jujur harus membayar ‘pajak’ Rp 250.000,-!
Kerugian harta / uang belum apa-apa, dibandingkan dengan kerugian nyawa yang bisa saja terjadi pada waktu kita mengucapkan kebenaran. Seandainya kita boleh berdusta demi melindungi nyawa kita dari bahaya / kematian, maka tentu Petrus tidak salah pada waktu menyangkal Yesus 3 x. Tetapi jelas bahwa ia salah. Jadi, kita juga tidak boleh berdusta demi melindungi nyawa kita. Yesus sudah rela mengorbankan nyawa bagi kita, maka kita juga harus rela mengorbankan nyawa bagi Dia.
f) Dusta tetap dilarang sekalipun kalau kita mengatakan kebenaran, itu menyakiti orang lain.
Memang kalau tidak ada perlunya, kebenaran yang kita tahu bisa menyakiti hati orang lain, sebaiknya kita tahan / tidak kita nyatakan. Dan kalau memungkinkan, kita harus menyatakannya sedemikian rupa sehingga sesedikit mungkin menyakiti hatinya. Tetapi bagaimanapun, kita tidak boleh menyatakan ketidak-benaran. Misalnya:
1. Seorang cewek yang gemuk bertanya kepada saudara apakah dia gemuk. Bagaimana menjawabnya? Kalau saudara mengatakan ‘Oh, tidak gemuk kok, malah langsing sekali!’, maka saudara jelas menyatakan ketidak-benaran, dan itu adalah dusta. Tetapi kalau kita mengatakan ‘Wah kamu gembrot seperti babi’, maka kita menyakiti dia. Maka mungkin lebih baik kalau kita mengatakan ‘Yah, kamu nggak terlalu langsing’.
2. Kalau saudara diundang makan, dan ternyata makanannya tidak enak, dan saudara ditanya bagaimana pendapat saudara tentang makanan itu, bagaimana saudara menjawabnya? Mengatakan ‘tidak enak’ akan menyakiti hati orang yang memasak makanan itu; tetapi mengatakan ‘enak’ jelas merupakan dusta, dan ini menyakiti hati Tuhan! Apakah saudara lebih baik menyakiti Tuhan yang sudah menderita dan mati bagi saudara, atau menyakiti hati sesama saudara? Saudara tetap harus mengatakan kebenaran, tetapi dalam hal ini usahakanlah membuat kata-kata itu sehalus mungkin. Misalnya jangan mengatakan: ‘Wah sangat tidak enak, sampai saya mau muntah’. Saudara bisa mengatakan: ‘Makanan ini tidak terlalu cocok untuk saya’.
Kesimpulan: berbeda dengan larangan membunuh yang mempunyai perkecualian, maka dalam larangan berdusta ini tidak ada perkecualian. Dalam sikon apapun, kita dilarang berdusta / mengucapkan sesuatu yang kita tahu tidak benar!
4) Contoh-contoh dusta / pelanggaran hukum 9.
a) Dusta yang umum dalam gereja.
1. Gereja yang merencanakan bahwa suatu acara akan dimulai pk. 19.00, tetapi mengumumkannya kepada jemaat bahwa acara dimulai pk. 18.30, karena memperkirakan bahwa jemaat bakal terlambat. Ini merupakan tindakan yang umum tetapi salah, bukan hanya karena ini merupakan suatu dusta, tetapi juga karena hal seperti ini justru mendidik jemaat untuk datang terlambat.
2. Tidak menepati nazar / janji kepada Tuhan.
Banyak orang Kristen dengan mudahnya berjanji / bernazar, biasanya dalam acara camp, retreat, KKR dan sebagainya. Mereka menjanjikan banyak hal, seperti akan rajin ikut Pemahaman Alkitab, atau akan rajin ikut Persekutuan Doa, atau akan rajin melayani, atau memberikan janji iman untuk suatu persembahan bagi gereja dsb, tetapi semua janji itu akhirnya dilupakan begitu saja.
Bdk. Pkh 5:3-4 - “(3) Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. (4) Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya”.
Awas, ayat ini tidak berarti bahwa Yefta dan Herodes benar pada waktu menepati sumpah / nazarnya. Sumpah / nazar, yang penggenapannya merupakan suatu dosa, tidak boleh ditepati! Tetapi sumpah / nazar / janji, yang penggenapannya bukan merupakan suatu dosa, harus ditepati.
3. Dusta dari mimbar.
Ada banyak contoh tentang dusta dari mimbar, baik oleh chairman / pemimpin liturgi, orang-orang yang memberi kesaksian, maupun oleh pengkhotbah / pendeta dalam menyampaikan Firman Tuhan, seperti:
a. Membual, menambah-nambahi cerita, khususnya dalam khotbah / pemberitaan Firman Tuhan! Banyak pengkhotbah berbuat dosa dengan cara ini! Mungkin karena mereka beranggapan cerita yang mereka berikan kurang menarik, sehingga mereka lalu menambah-nambahinya sehingga ‘lebih indah dari warna aslinya’. Kalau itu memang betul-betul suatu cerita yang tidak sungguh-sungguh terjadi, tentu tidak apa-apa. Tetapi kalau saudara menceritakan suatu fakta yang betul-betul terjadi, ceritakanlah apa adanya, jangan menambahi apapun hanya untuk membuatnya lebih menarik. Dusta tidak akan membuat khotbah / pemberitaan Firman Tuhan saudara diberkati oleh Tuhan, bahkan sebaliknya!
b. Banyak orang kristen, dalam acara sharing, sekalipun maksudnya baik, tetapi dalam bersaksi menceritakan dusta.
c. Banyak juga orang-orang / pengkhotbah-pengkhotbah / pendeta-pendeta yang betul-betul mengarang cerita pada waktu memberikan kesaksian, dengan tujuan mempopulerkan diri sendiri, seperti mengatakan bahwa ia bicara dengan Tuhan, diajak jalan-jalan kesurga / neraka oleh Tuhan, dan sebagainya.
d. Pengkhotbah-pengkhotbah yang menjadi bunglon, dimana mereka selalu menyesuaikan apa yang mereka beritakan dengan para pendengarnya. Contoh: Bambang Noorsena!
e. Pengkhotbah yang tahu tentang kebenaran, tetapi karena menganggapnya tidak menguntungkan kalau kebenaran itu diberitakan, lalu membengkokkan kebenaran itu.
Ini tidak berbeda dengan nabi palsu yang memberitakan ketidak-benaran!
f. Pengkhotbah / penulis (buku maupun internet / face book dsb), yang menyerang ajaran-ajaran lawan secara tidak fair, dengan melebih-lebihkan / bersifat memfitnah. Contoh: Pdt. Jusuf B. S., Guy Duty, dan juga Suhento Liauw dan Steven Liauw, dalam menyerang Calvinisme. Mereka memfitnahnya lebih dulu, baru menyerang ajaran Calvinisme yang sudah mereka bengkokkan itu!
g. Pengkhotbah / penulis yang, untuk tujuan menipu, menafsirkan dengan menggunakan bahasa asli dari Alkitab secara salah.
h. Nubuat-nubuat yang dibuat sendiri.
Neh 6:12 - “Karena kuketahui benar, bahwa Allah tidak mengutus dia. Ia mengucapkan nubuat itu terhadap aku, karena disuap Tobia dan Sanbalat”.
Yer 5:31 - “Para nabi bernubuat palsu dan para imam mengajar dengan sewenang-wenang, dan umatKu menyukai yang demikian! Tetapi apakah yang akan kamu perbuat, apabila datang kesudahannya?”.
Yer 14:14-15 - “(14) Jawab TUHAN kepadaku: ‘Para nabi itu bernubuat palsu demi namaKu! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan tipu rekaan hatinya sendiri. (15) Sebab itu beginilah firman TUHAN mengenai para nabi yang bernubuat demi namaKu, padahal Aku tidak mengutus mereka, dan yang berkata: Perang dan kelaparan tidak akan menimpa negeri ini - :Para nabi itu sendiri akan habis mati oleh perang dan kelaparan!”.
Yer 23:21,25-27 - “(21) ‘Aku tidak mengutus para nabi itu, namun mereka giat; Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat. ... (25) Aku telah mendengar apa yang dikatakan oleh para nabi, yang bernubuat palsu demi namaKu dengan mengatakan: Aku telah bermimpi, aku telah bermimpi! (26) Sampai bilamana hal itu ada dalam hati para nabi yang bernubuat palsu dan yang menubuatkan tipu rekaan hatinya sendiri, (27) yang merancang membuat umatKu melupakan namaKu dengan mimpi-mimpinya yang mereka ceritakan seorang kepada seorang, sama seperti nenek moyang mereka melupakan namaKu oleh karena Baal?”.
Yer 23:32 - “Sesungguhnya, Aku akan menjadi lawan mereka yang menubuatkan mimpi-mimpi dusta, demikianlah firman TUHAN, dan yang menceritakannya serta menyesatkan umatKu dengan dustanya dan dengan bualnya. Aku ini tidak pernah mengutus mereka dan tidak pernah memerintahkan mereka. Mereka sama sekali tiada berguna untuk bangsa ini, demikianlah firman TUHAN”.
1Raja 22:4-14 - “(4) Lalu katanya kepada Yosafat: ‘Maukah engkau pergi bersama-sama aku untuk memerangi Ramot-Gilead?’ Jawab Yosafat kepada raja Israel: ‘Kita sama-sama, aku dan engkau, rakyatku dan rakyatmu, kudaku dan kudamu.’ (5) Tetapi Yosafat berkata kepada raja Israel: ‘Baiklah tanyakan dahulu firman TUHAN.’ (6) Lalu raja Israel mengumpulkan para nabi, kira-kira empat ratus orang banyaknya, kemudian bertanyalah ia kepada mereka: ‘Apakah aku boleh pergi berperang melawan Ramot-Gilead atau aku membatalkannya?’ Jawab mereka: ‘Majulah! Tuhan akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’ (7) Tetapi Yosafat bertanya: ‘Tidak adakah lagi di sini seorang nabi TUHAN, supaya dengan perantaraannya kita dapat meminta petunjuk?’ (8) Jawab raja Israel kepada Yosafat: ‘Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin Yimla.’ Kata Yosafat: ‘Janganlah raja berkata demikian.’ (9) Kemudian raja Israel memanggil seorang pegawai istana, katanya: ‘Jemputlah Mikha bin Yimla dengan segera!’ (10) Sementara raja Israel dan Yosafat, raja Yehuda, duduk masing-masing di atas takhtanya dengan pakaian kebesaran, di suatu tempat pengirikan di depan pintu gerbang Samaria, sedang semua nabi itu bernubuat di depan mereka, (11) maka Zedekia bin Kenaana membuat tanduk-tanduk besi, lalu berkata: ‘Beginilah firman TUHAN: Dengan ini engkau akan menanduk Aram sampai engkau menghabiskan mereka.’ (12) Juga semua nabi itu bernubuat demikian, katanya: ‘Majulah ke Ramot-Gilead, dan engkau akan beruntung; TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’ (13) Suruhan yang pergi memanggil Mikha itu, berkata kepadanya: ‘Ketahuilah, nabi-nabi itu sudah sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik.’ (14) Tetapi Mikha menjawab: ‘Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya, apa yang akan difirmankan TUHAN kepadaku, itulah yang akan kukatakan.’”.
4. Sinterklaas / Santa Claus.
Penggabungan Sinterklaas / Santa Claus dengan Natal merupakan hal yang menyedihkan dan salah, bukan hanya karena sebetulnya kedua hal itu sama sekali tidak ada hubungannya, tetapi terutama mengingat bahwa Sinterklas / Santa Claus adalah dongeng / takhyul yang bersifat dusta dan Natal adalah peristiwa historis / fakta dalam Kitab Suci. Tetapi celakanya banyak gereja dan orang kristen yang menggabungkan kedua hal ini.
Catatan: Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa Santa Claus dilatar-belakangi oleh seseorang yang bernama Santo Nikolas, yang dikatakan hidup pada abad ke 4. Tetapi lalu menambahkan bahwa keberadaannya tidak pernah dibuktikan oleh dokumen sejarah manapun. Sedangkan Sinterklaas, yang merupakan versi Belanda, jelas-jelas merupakan dusta.
Orang Kristen bukan hanya tidak boleh menggabungkan Santa Claus dengan perayaan Natal, tetapi juga harus membuangnya dari seluruh kehidupannya!
b) Tidak menepati janji kepada sesama manusia.
Maz 15:4 - “yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi”.
Tetapi kenyataannya, banyak orang yang sekalipun tidak rugi, tetap melanggar janji.
Misalnya:
1. Janji pacaran / pernikahan. Ini mungkin yang paling banyak / sering dilanggar!
2. Janji untuk bertemu atau untuk hal yang remeh sekalipun.
3. Janji untuk menelpon kembali. Saya sering ditelpon orang (pada saat itu belum jamannya handphone), dan pada waktu pembantu memberitahu orang itu bahwa saya tidak ada, maka orang itu berkata bahwa nanti jam sekian ia akan menelpon kembali. Dalam pengalaman saya, kemungkinannya 90 % atau lebih, orang itu tidak menelpon pada jam yang telah ia janjikan.
c) Menekan / menyembunyikan kebenaran, pada saat itu seharusnya diberitakan / dinyatakan.
Karena itu, jangan terlalu cepat untuk berjanji untuk tidak menceritakan sesuatu! Seringkali ada orang yang berkata: ‘Aku mau beritahu kamu sesuatu, tetapi janji dulu untuk tidak memberitahukannya kepada orang lain’. Jangan mau berjanji seperti itu! Mengapa?
1. Itu merupakan cara gosip / fitnah yang ‘aman’, yang memang sering digunakan oleh banyak pemfitnah / penggosip! Pemfitnah / penggosipnya tidak bisa ditemukan, karena saksi yang mengetahui dia sebagai pemfitnah / penggosip sudah diikat oleh janji itu.
2. Kalau saudara mau berjanji, dan ternyata berita itu merupakan sesuatu yang memang harus diberitakan, maka saudara terikat oleh janji itu, dan tidak bisa menyatakan kebenaran!
Catatan: Jujur tidak berarti bahwa kita harus membuka semua rahasia! Dalam banyak hal kita boleh merahasiakan, tetapi tidak boleh berdusta. Misalnya pada waktu kita ditanyai penghasilan kita, atau pada waktu seorang perempuan ditanyai umurnya, kita / ia bisa berkata: ‘Kamu tak perlu tahu’, atau ‘Itu bukan urusanmu’. Tetapi kita tidak boleh menyatakan ketidak-benaran!
d) Menjilat orang untuk menyenangkan hatinya.
Tidak salah kalau kita memuji seseorang dengan tulus dan pujian itu memang benar. Tetapi kalau maksud dari pujian itu hanya untuk menyenangkan orang itu, dan pujian itu sebetulnya tidak benar, maka ‘jilatan’ seperti ini jelas merupakan dusta dan salah. Menurut saya, kita bukan hanya tidak boleh menjilat, tetapi juga tidak boleh menyukai jilatan! Para boss dan orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi harus memperhatikan hal yang terakhir ini.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:16: “The third sin against this Commandment is BASE FLATTERY and SOOTHING; which is a quite opposite extreme to the other, as both are opposite to truth. Now this is, either self-flattery, or the flattering of others. 1. There is a self-flattery. Learn, therefore, O Christian, to take the just measure of thyself. 2. There is a sinful flattering of others: and that, either by an immoderate extolling of their virtues; or, what is worse, by a wicked commendation even of their very vices. This is a sin most odious unto God, who hath threatened to cut off all flattering lips (Ps 12:3)” [= Dosa ketiga terhadap hukum ini adalah umpakan / jilatan yang hina; yang merupakan extrim yang berlawanan dengan yang lain, karena keduanya bertentangan dengan kebenaran. Ini adalah, atau mengumpak diri sendiri, atau mengumpak orang-orang lain. 1. Ada pengumpakan terhadap diri sendiri. Karena itu, orang Kristen, belajarlah untuk mengambil ukuran yang benar tentang dirimu sendiri. 2. Ada pengumpakan yang berdosa tentang orang-orang lain; dan itu, atau oleh suatu peninggian yang kelewat batas tentang kebaikan-kebaikan mereka; atau, lebih buruk lagi, oleh suatu pujian yang jahat bahkan tentang kejahatan-kejahatan mereka. Ini adalah suatu dosa yang paling menjijikkan bagi Allah, yang mengancam untuk memotong semua bibir yang menjilat (Maz 12:4)].
Catatan: sebelum membicarakan hal ini penafsir ini membicarakan tentang fitnah. Itulah yang ia maksudkan dengan kata-kata ‘the other’ (= yang lain) yang saya garis-bawahi itu. Kalau memfitnah itu menjelekkan seseorang, maka dalam mengumpak / menjilat, kita memuji seseorang, tetapi dengan pujian yang tidak jujur. Ini juga merupakan dusta.
Maz 12:3-5 - “(3) Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang. (4) Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang bercakap besar, (5) dari mereka yang berkata: ‘Dengan lidah kami, kami menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?’”.
Kata-kata ‘bibir yang manis’ dalam terjemahan KJV/RSV/NIV/NASB diterjemahkan: ‘flattering lips’ (= bibir yang menjilat / mengumpak).
Nabi-nabi palsu sering bermulut manis, karena mereka memang ingin menyenangkan hati pendengar mereka. Tetapi nabi asli / hamba Tuhan yang sejati tidak demikian!
Ro 16:18 - “Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka menipu orang-orang yang tulus hatinya”.
Sekarang, bandingkan dengan Paulusnya sendiri.
1Tes 2:3-5 - “(3) Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya. (4) Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. (5) Karena kami tidak pernah bermulut manis - hal itu kamu ketahui - dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi - Allah adalah saksi -”.
Bdk. Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus”.
Tetapi celakanya, banyak ‘orang Kristen’ senang kepada ‘hamba Tuhan’ yang pemberitaannya menyenangkan telinga mereka, dan sebaliknya, membenci hamba Tuhan yang sejati yang memberitakan kebenaran yang ‘menyakitkan hati’ mereka.
2Tim 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng”.
Bdk. 1Raja 22:8 - “Jawab raja Israel kepada Yosafat: ‘Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin Yimla.’ Kata Yosafat: ‘Janganlah raja berkata demikian.’”.
Jangan pernah menyenangi para penjilat, khususnya kalau mereka adalah ‘hamba Tuhan’. Kalau saudara menyenangi ‘hamba Tuhan’ yang adalah seorang penjilat, besar kemungkinannya saudara akan mendapatkan seorang nabi palsu!
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube: