(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)
Minggu, tgl 16 Januari 2011, pk 17.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP: 7064-1331 / 6050-1331)
Kel 20:12 - “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu”.
1) Hukum ini hanya ditujukan untuk anak-anak terhadap orang tuanya.
Calvin (dan juga Jamieson, Fausset & Brown, dan Keil & Delitzsch) berpendapat bahwa hukum ini tidak hanya berlaku untuk orang tua, tetapi untuk semua otoritas yang Allah tempatkan di atas kita. Jadi, ini juga mencakup:
a) Pemerintah (Ro 13:1-2 1Pet 2:13-14).
b) Majikan / boss (Ef 6:5).
c) Pimpinan gereja (Kis 23:1-5).
d) Suami (Ef 5:22).
e) Guru / dosen / pimpinan di sekolah.
Sekalipun saya setuju bahwa sebagai orang kristen kita harus mentaati / menghormati semua otoritas di atas kita, tetapi saya berpendapat bahwa hukum ke 5 ini khusus berhubungan dengan orang tua. Jadi, dalam hal ini saya tidak setuju dengan Calvin dan para penafsir di atas. Alasan saya: dalam Kitab Suci, hukum ke 5 ini selalu diterapkan dalam hubungan orang tua dengan anak.
Misalnya:
1. Mat 15:4-6 - “(4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. (5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.
2. Ef 6:1-3 - “(1) Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. (2) Hormatilah ayahmu dan ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: (3) supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi”.
Perhatikan kontext dari Ef 6:1-3 ini, yaitu mulai Ef 5:22-6:4. Ef 5:22-24 ditujukan kepada istri-istri; Ef 5:25-33 ditujukan kepada suami-suami; Ef 6:1-3 ditujukan kepada anak-anak; dan Ef 6:4 ditujukan kepada bapa-bapa. Semuanya dalam urusan keluarga, dan karena itu ‘anak-anak’ jelas betul-betul merupakan ‘anak-anak’.
Juga, kalau hukum kelima mencakup hubungan hamba / pegawai dengan tuannya, untuk apa Paulus lalu menambahkan lagi Ef 6:5-9, yang memberikan peraturan kepada hamba-hamba dan tuan-tuan?
3. Hal yang sama terjadi dalam Kol 3:18-22
Kol 3:18-22 - “(18) Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. (19) Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. (20) Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. (21) Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya. (22) Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan”.
Adam Clarke: “There is a degree of affectionate respect which is owing to parents, that no person else can properly claim” (= Di sana ada suatu tingkat dari rasa hormat yang penuh kasih yang harus kita berikan kepada orang tua, yang tak bisa diclaim secara benar oleh orang lain).
2) ‘Ibu’ disebutkan secara khusus dan explicit dalam hukum ke 5 ini.
Calvin (tentang Kel 20:12): “The name of the mothers is expressly introduced, lest their sex should render them contemptible to their male children” (= Nama dari ibu dimasukkan secara explicit, supaya jangan jenis kelamin mereka membuat mereka rendah bagi anak-anak laki-laki mereka) - hal 7.
3) Anak-anak harus menghormati ibu dan bapa mereka.
a) Tidak hormat kepada orang tua berarti tidak hormat kepada Allah.
Calvin (tentang Kel 20:12): “Since, therefore, the name of the Father is a sacred one, and is transferred to men by the peculiar goodness of God, the dishonouring of parents redounds to the dishonour of God Himself, nor can anyone despise his father without being guilty of an offence against God” (= Karena itu, karena nama Bapa merupakan nama yang keramat / kudus, dan dialihkan kepada manusia oleh kebaikan khusus dari Allah, sikap tidak hormat kepada orang tua mempunyai akibat ketidak-hormatan kepada Allah sendiri, dan seseorang tidak bisa merendahkan / meremehkan bapanya tanpa bersalah melakukan pelanggaran terhadap Allah) - hal 7-8.
John Stott berkata sebagai berikut: banyak orang yang membagi 10 hukum Tuhan ini dalam 2 bagian dimana bagian pertama mencakup hukum 1-4, dan bagian kedua mencakup hukum 5-10. Tetapi orang-orang Yahudi membaginya dengan cara yang berbeda, yaitu bagian pertama mencakup hukum 1-5, dan bagian kedua mencakup hukum 6-10.
John Stott: “The significance of this arrangement is that it brings the honouring of our parents into our duty to God. And this is surely right. For at least during our childhood they represent God to us and mediate to us both his authority and his love. We are to ‘honour’ them, that is, acknowledge their God-given authority, and so give them not only our obedience, but our love and respect as well. ... Reverence for parents was thus made an integral part of reverence for God as their God and of their special relationship to him as his people” (= Arti dari pengaturan ini adalah bahwa itu membawa hormat kepada orang tua kita ke dalam kewajiban kita kepada Allah. Dan ini jelas benar. Karena setidaknya selama masa kanak-kanak kita mereka mewakili Allah kepada kita dan menjadi pengantara bagi kita baik dalam hal otoritasNya dan kasihNya. Kita harus ‘menghormati’ mereka, yaitu mengakui otoritas yang diberikan oleh Allah kepada mereka, dan dengan demikian memberikan kepada mereka bukan hanya ketaatan kita, tetapi juga kasih kita dan hormat kita. ... Dengan demikian sikap hormat untuk orang tua dijadikan sebagai bagian integral dari sikap hormat untuk Allah sebagai Allah mereka dan dari hubungan khusus mereka dengan Dia sebagai umatNya) - ‘The Message of Ephesians’, hal 239-240.
Catatan: kata ‘reverence’ seharusnya bukan sekedar berarti ‘sikap hormat’, tetapi ‘gabungan dari sikap takut, hormat dan kasih’.
Bdk. Im 19:1-3 - “(1) TUHAN berfirman kepada Musa: (2) ‘Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus. (3) Setiap orang di antara kamu haruslah menyegani ibunya dan ayahnya dan memelihara hari-hari sabatKu; Akulah TUHAN, Allahmu”.
Kata ‘menyegani’ diterjemahkan agak berbeda-beda dalam Kitab Suci bahasa Inggris.
KJV: ‘fear’ (= takut).
RSV: ‘revere’ (= takut, hormat dan kasih).
NIV: ‘respect’ (= hormat).
NASB: ‘reverence’ (= sikap takut, hormat dan kasih).
Perhatikan bahwa dalam text yang membicarakan hubungan Allah dengan umatNya, tahu-tahu bisa terselip hukum kelima
b) Sikap apa saja yang harus ada pada seorang anak terhadap orang tuanya?
Calvin menganggap bahwa ada 3 hal yang tercakup dalam hukum ke 5 ini, yaitu:
1. Hormat. Ini bukan hanya dalam tindakan, tetapi juga dalam kata-kata dan pemikiran kita.
2. Taat.
3. Rasa / sikap tahu berterima kasih.
Stott (hal 240) menambahkan hal yang ke 4, yaitu ‘kasih’ / ‘cinta’. Seorang anak harus mencintai orang tuanya.
Sikap-sikap ini tetap harus ada dalam diri seorang anak, sekalipun orang tua mereka adalah orang-orang yang brengsek! Kalau seorang budak harus tetap menghormati tuan mereka yang bengis / jahat (1Pet 2:18), pasti seorang anak harus tetap menghormati, mentaati, mengasihi, dan mempunyai rasa terima kasih terhadap orang tua mereka, bahkan kalau orang tua mereka adalah orang-orang brengsek, kafir, dsb!
4) Anak harus mentaati orang tua, tetapi tidak secara mutlak.
a) Hormat kepada orang tua jelas mencakup ketaatan.
Ef 6:1 - “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian”.
Kol 3:20 - “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan”.
Catatan: kata-kata ‘itulah yang indah di dalam Tuhan’ pada akhir dari Kol 3:20 ini salah terjemahan!
NASB: ‘this is well pleasing to the Lord’ (= ini menyenangkan bagi Tuhan).
b) Apakah anak harus taat secara mutlak kepada orang tua?
1. Ketaatan kepada orang tua dibatasi oleh Firman Tuhan.
Kol 3:20 memang mengatakan bahwa anak harus taat kepada orang tua ‘dalam segala hal’. Tetapi kalau kita menafsirkan bagian ini dengan melihat ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, maka kita harus memberi perkecualian, yaitu pada saat orang tua memberikan perintah yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Jadi, kalau orang tua memerintahkan sesuatu yang dilarang oleh Firman Tuhan, atau melarang melakukan apa yang diperintahkan oleh Firman Tuhan, maka anak tidak boleh mentaati orang tua mereka!
Dasar dari pandangan ini:
a. Kis 5:29 - “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia”.
b. Mat 10:37a - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.
c. Istilah ‘di dalam Tuhan’ yang ditambahkan oleh Paulus dalam Ef 6:1.
Calvin (tentang Kel 20:12): “parents govern their children only under the supreme authority of God. Paul, therefore, does not simply exhort children to obey their parents, but adds the restriction, ‘in the Lord;’ whereby he indicates that, if a father enjoins anything unrighteous, obedience is freely to be denied him” (= orang tua memerintah anak-anak mereka hanya di bawah otoritas yang tertinggi dari Allah. Karena itu, Paulus tidak hanya mendesak anak-anak untuk mentaati orang tua mereka, tetapi menambahkan pembatasan ‘di dalam Tuhan’; dengan mana ia menunjukkan bahwa jika seorang bapa memerintahkan apapun yang tidak benar, ketaatan kepadanya dengan bebas ditiadakan) - hal 8.
John Stott: “It is quite true that in the parallel passage in Colossians children are told to obey parents ‘in everything.’ But this is balanced in Ephesians by the command to obey them ‘in the Lord’ (6:1). The latter instruction surely modifies the former. Children are not to obey their parents in absolutely everything without exception, but in everything which is compatible with their primary loyalty, namely to their Lord Jesus Christ” (= Memang benar bahwa dalam text paralel dalam surat Kolose, anak-anak disuruh untuk mentaati orang tua ‘dalam segala sesuatu’. Tetapi ini diimbangi dalam surat Efesus oleh perintah untuk mentaati mereka ‘dalam Tuhan’ (6:1). Instruksi yang belakangan ini tentu memodifikasi instruksi yang lebih dulu. Anak-anak tidak harus mentaati orang tua mereka dalam segala sesuatu secara mutlak tanpa perkecualian, tetapi dalam segala sesuatu yang cocok dengan kesetiaan utama mereka, yaitu kepada Tuhan mereka Yesus Kristus) - ‘The Message of Ephesians’, hal 242.
Tetapi Calvin juga menambahkan bahwa selama orang tua tidak menyuruh / melarang hal-hal yang bertentangan dengan Firman Tuhan, maka biarpun mereka memberlakukan keketatan yang tidak wajar, atau mereka marah, atau bahkan mereka berlaku kejam, maka hal-hal itu harus ditanggung / dipikul oleh anak-anak mereka.
Jadi, kalau orang tua adalah orang-orang yang terlalu melindungi (overproteksi) anak-anak sehingga melarang anak-anak pergi / memingit (‘memenjarakan’) anak-anak, dsb, maka hal ini tetap tidak bertentangan dengan Firman Tuhan, sehingga anak harus mentaati orang tua dalam hal seperti ini. Ini tentu tidak gampang bagi anak!
2. Ketaatan anak kepada orang tuanya dibatasi oleh umur.
Kita tentu tidak bisa beranggapan bahwa anak harus tetap taat kepada orang tua pada saat mereka sudah betul-betul dewasa, apalagi pada saat mereka sudah menikah dan sebagainya. Tetapi sampai kapan / sampai umur berapa seorang anak harus taat kepada orang tuanya?
John Stott (hal 242,243) menganggap hal itu tergantung tradisi / budaya setempat. Di Romawi pada jaman Paulus, anak harus tunduk kepada orang tua selama orang tua masih hidup. Di Inggris pada abad 20, usia 18 tahun dianggap sudah dewasa dan bebas dari orang tua.
3. Mungkin saya bisa menambahkan sesuatu yang lain, yaitu bahwa ketaatan anak kepada orang tua dibatasi oleh kondisi dari orang tua itu.
Kalau orang tua itu sudah tua dan pikun, sehingga menyuruh yang bukan-bukan, saya menganggap anak tidak harus mentaati mereka.
Catatan: sekalipun ada sikon dimana anak boleh tidak mentaati orang tua, tetapi tidak demikian dengan sikap hormat, kasih, dan rasa terima kasih kepada orang tua. Itu harus selalu ada secara mutlak. Jadi, pada saat harus menolak untuk mentaati orang tua, anak harus tetap hormat, dan kasih kepada mereka. Anak tidak boleh menolak untuk taat dengan cara yang kurang ajar! Ini lagi-lagi bukan sesuatu yang gampang! Juga, pada saat anak sudah dewasa dan tidak lagi ada di bawah otoritas orang tua, ia tetap harus menghormatinya. Banyak anak memasukkan orang tua ke panti jompo, dan ini rasanya tidak mungkin bisa sesuai dengan hukum ke 5 ini!
5) Hormat kepada orang tua mencakup pemeliharaan terhadap mereka pada saat mereka sudah tua / tidak bisa bekerja. Ini pasti akan ada kalau anak memang mencintai orang tuanya.
Mat 15:4-6 - “(4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. (5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.
Calvin (tentang Kel 20:12): “The third head of honour is, that children should take care of their parents, and be ready and diligent in all their duties towards them. ... storks supply food to their parents when they are feeble and worn out with old age, and are thus our instructors in gratitude. Hence the barbarity of those is all the more base and detestable, who either grudge or neglect to relieve the poverty of their parents, and to aid their necessities” (= Point ketiga dari hormat adalah, bahwa anak-anak harus memelihara orang tua mereka, dan siap dan rajin dalam semua kewajiban mereka terhadap orang tua. ... burung bangau menyuplai orang tua mereka ketika mereka telah menjadi lemah dan usang dengan usia tua, dan dengan demikian menjadi pengajar-pengajar kita dalam rasa terima kasih. Karena itu, sikap bar-bar dari mereka yang atau menggerutu atau mengabaikan untuk meringankan kemiskinan dari orang tua mereka dan membantu kebutuhan mereka, menjadi makin hina dan menjijikkan) - hal 9-10.
Editor dari Calvin’s Commentary: “This law many men do carelessly neglect, which the stork alone, among all living creatures, doth keep most precisely. For other creatures do hard, and scarcely know or look upon their parents, if peradventure they need their aid to nourish them; whereas the stork doth mutually nourish them, being stricken in age, and bear them on her shoulders, when for feebleness they cannot fly” (= Hukum ini dilakukan dengan sembrono oleh banyak orang, dimana hanya burung bangau, di antara semua makhluk hidup, melakukannya dengan paling tepat. Karena makhluk lain memperlakukan dengan keras, dan jarang mengenal atau menganggap orang tua mereka, jika kebetulan orang tua mereka membutuhkan bantuan mereka untuk memelihara / memberi makan mereka; sedangkan burung bangau secara bergotong royong memberi makan mereka, pada saat mereka menjadi tua, dan memikul mereka pada bahunya, pada saat karena kelemahan mereka tidak dapat terbang) - hal 9 (footnote).
Adam Clarke: “This precept therefore prohibits, not only all injurious acts, irreverent and unkind speeches to parents, but enjoins all necessary acts of kindness, filial respect, and obedience. We can scarcely suppose that a man honours his parents who, when they fall weak, blind, or sick, does not exert himself to the uttermost in their support” (= Karena itu, perintah / ajaran ini melarang, bukan hanya semua tindakan melukai, tidak hormat dan ucapan-ucapan yang tidak baik kepada orang tua, tetapi juga memerintahkan semua tindakan kebaikan yang perlu, hormat dari anak, dan ketaatan. Kita tidak bisa menganggap bahwa seseorang menghormati orang tuanya, yang pada saat orang tuanya menjadi lemah, buta, atau sakit, tidak berusaha sekuatnya dalam menyuport / menopang mereka).
6) Bagaimana kalau ada hubungan yang bersifat dualisme / ganda antara anak dengan bapa?
Misalnya anaknya menjadi pendeta, sedangkan bapanya menjadi jemaatnya. Lalu siapa yang harus menghormati siapa?
Calvin (tentang Kel 20:12): “all things may be so tempered by their mutual moderation as that, whilst the father submits himself to the government of his son, yet he may not be at all defrauded of his honour, and that the son, although his superior in power, may still modestly reverence his father” (= segala sesuatu bisa begitu disesuaikan oleh sikap saling moderat mereka, sehingga sementara sang ayah menundukkan dirinya sendiri pada pemerintahan dari anaknya, tetapi ia tidak boleh sama sekali dirampok dari kehormatannya, dan bahwa sang anak, sekalipun lebih tinggi dalam kekuasaan, bisa dengan rendah hati tetap menghormati ayahnya) - hal 9.
Saya berpendapat bahwa dalam kasus adanya hubungan ganda seperti ini, maka kita harus mempertanyakan dulu apa urusannya. Kalau urusan itu adalah urusan gereja maka ayah itu harus menghormati dan tunduk kepada anaknya yang adalah pendeta, tetapi kalau itu bukan urusan gereja, maka anaknya harus tetap menghormati ayahnya.
Yang jelas, pada saat seorang anak mempunyai kedudukan lebih tinggi dari ayahnya, ia tidak bisa mengabaikan begitu saja hukum kelima ini, tak peduli betapa rendah kedudukan ayahnya.
Dalam kasus Yesus, jelas bahwa hubungan yang bersifat dualisme ini ada. Sebagai manusia, Ia adalah anak dari Maria (dan secara hukum / sah juga anak dari Yusuf) dan karena itu Ia harus mentaati dan menghormati mereka. Tetapi sebagai Allah, orang tuaNya yang harus mentaatiNya dan bahkan menyembah dan melayaniNya! Jadi, dalam kasus-kasus dimana kelihatannya Yesus seolah-olah bersikap kurang ajar / tidak hormat kepada Maria, seperti dalam Luk 2:49 Yoh 2:4 Mat 12:48, kita harus mempertimbangkan hal ini!
Luk 2:49 - “JawabNya kepada mereka: ‘Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?’”.
Yoh 2:4 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu? SaatKu belum tiba.’”.
Mat 12:48 - “Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepadaNya: ‘Siapa ibuKu? Dan siapa saudara-saudaraKu?’”.
7) Adanya hukum kelima ini mensyaratkan adanya kewajiban dari orang tua terhadap anak-anak mereka.
Adam Clarke: “1. Since children are bound to succour their parents, so parents are bound to educate and instruct their children in all useful and necessary knowledge, and not to bring them up either in ignorance or idleness. 2. They should teach their children the fear and knowledge of God, for how can they expect affection or dutiful respect from those who do not have the fear of God before their eyes? Those who are best educated are generally the most dutiful” (= 1. Karena anak-anak harus menolong orang tua mereka, maka orang tua harus mendidik dan mengajar anak-anak mereka dalam semua pengetahuan yang berguna dan perlu, dan tidak membesarkan / mengasuh mereka atau dalam ketidak-tahuan / kebodohan atau kemalasan. 2. Mereka harus mengajar anak-anak mereka rasa takut dan pengenalan terhadap Allah, karena bagaimana mereka bisa mengharapkan kasih dan rasa hormat yang patuh dari mereka yang tidak mempunyai rasa takut terhadap Allah di depan mata mereka? Mereka yang dididik dengan cara yang terbaik biasanya adalah yang paling patuh).
Kalau saudara adalah orang-orang yang mendidik anak dengan cara yang tidak karuan, maka perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
· Amsal 10:1 - “Amsal-amsal Salomo. Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya”.
· Amsal 15:20 - “Anak yang bijak menggembirakan ayahnya, tetapi orang yang bebal menghina ibunya”.
· Amsal 17:21 - “Siapa mendapat anak yang bebal, mendapat duka, dan ayah orang bodoh tidak akan bersukacita”.
· Amsal 17:25 - “Anak yang bebal menyakiti hati ayahnya, dan memedihkan hati ibunya”.
· Amsal 19:13 - “Anak bebal adalah bencana bagi ayahnya, dan pertengkaran seorang isteri adalah seperti tiris yang tidak henti-hentinya menitik”.
· Amsal 28:7 - “Orang yang memelihara hukum adalah anak yang berpengertian, tetapi orang yang bergaul dengan pelahap mempermalukan ayahnya”.
· Amsal 22:6 - “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”.
· Amsal 29:17 - “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu”.
· Ef 6:4 - “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan”.
Juga ayat-ayat ini:
¨ Amsal 22:15 - “Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya”.
¨ Amsal 23:13-14 - “(13) Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. (14) Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati”.
¨ Amsal 29:15,17 - “(15) Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya. ... (17) Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu”.
¨ Amsal 19:18 - “Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya”.
Bagian yang saya garis bawahi diterjemahkan berbeda oleh KJV, tetapi RSV/NIV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia.
KJV: ‘and let not thy soul spare for his crying’ (= dan jangan biarkan jiwamu menyayangkan tangisannya).
Para penafsir tidak sependapat tentang mana yang benar dari 2 terjemahan ini.
Ada lagi penafsir kelompok 3 yang menterjemahkan ‘Don’t avoid chastening and (thus) bring on his death’ (= Jangan menghindari penghajaran dan dengan demikian membawa kematiannya).
Wycliffe, Bible Knowledge Commentary menerima terjemahan / penafsiran ini.
Adam Clarke dan Matthew Henry setuju dengan terjemahan KJV.
Adam Clarke (tentang Amsal 19:18): “‘Let not thy soul spare for his crying.’ This is a hard precept for a parent. Nothing affects the heart of a parent so much as a child’s cries and tears. But it is better that the child may be caused to cry, when the correction may be healthful to his soul, than that the parent should cry afterward, when the child is grown to man’s estate, and his evil habits are sealed for life” (= ‘jangan biarkan jiwamu menyayangkan tangisannya’. Ini adalah suatu ajaran / perintah yang sukar bagi orang tua. Tak ada yang lebih mempengaruhi hati dari orang tua begitu banyak seperti tangisan dan air mata dari seorang anak. Tetapi adalah lebih baik bahwa seorang anak dijadikan menangis, pada waktu koreksi itu bisa sehat bagi jiwanya, dari pada bahwa orang tua akan menangis belakangan, pada waktu anak itu bertumbuh ke tingkat dewasa, dan kebiasaan jahatnya dimeteraikan seumur hidup).
Jamieson, Fausset & Brown, Barnes, Keil & Delitzsch, Pulpit Commentary setuju dengan terjemahan RSV/NIV/NASB. Kelihatannya pandangan ini yang paling banyak diikuti para penafsir maupun penterjemah Alkitab bahasa Inggris.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Amsal 19:18): “‘And let not thy soul spare for his crying.’ ... But Gejer, Grotius, and Maurer take it ..., ‘But do not let thy soul rise to killing him.’ Avoid both extremes, either the withholding of chastisement, or extreme severity in it. Cartwright takes it, ‘Let not thy soul spare him, to his destruction,’ when he will be past ‘hope’ ... You have your choice, either that he should feel your rod, or else the sword of avenging justice. I prefer this as forming the best antithesis to the parallel ‘while there is hope,’” (= ‘dan janganlah jiwamu menyayangkan tangisannya’. ... Tetapi Gejer, Grotius, dan Maurer mengartikannya ..., ‘Tetapi jangan biarkan jiwamu bangkit untuk membunuhnya’. Hindarkan kedua extrim, atau menahan penghajaran, atau kekerasan yang extrim dalam penghajaran. Cartwright mengartikannya, ‘Jangan hendaknya jiwamu menyayangkan dia, kepada kehancurannya’, pada waktu ia telah melewati ‘pengharapan’ ... Kamu mempunyai pilihanmu, atau bahwa ia merasakan tongkatmu, atau kalau tidak ia akan merasakan pedang dari keadilan yang membalas. Saya lebih memilih ini sebagai membentuk antitesis yang terbaik bagi bagian paralelnya ‘selama ada harapan’,).
¨ Amsal 13:24 - “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya”.
Matthew Henry (tentang Amsal 13:24): “every child of ours is a child of Adam, and therefore has that foolishness bound up in its heart which calls for rebuke, more or less, the rod and reproof which give wisdom. ... It is good to begin betimes with the necessary restraints of children from that which is evil, before vicious habits are confirmed. The branch is easily bent when it is tender. ... Those really hate their children, though they pretend to be fond of them, that do not keep them under a strict discipline, and by all proper methods, severe ones when gentle ones will not serve, make them sensible of their faults and afraid of offending” (= setiap anak kita adalah anak / keturunan Adam, dan karena itu mempunyai kebodohan yang terikat dalam hatinya yang memerlukan comelan / kemarahan, banyak atau sedikit, tongkat dan teguran yang memberi hikmat. ... Adalah baik untuk memulai sejak dini dengan pengekangan yang perlu terhadap anak-anak dari apa yang jahat, sebelum kebiasaan yang jahat menetap. Ranting mudah dibengkokkan pada saat masih lembut / muda. ... Mereka betul-betul membenci anak-anak mereka, sekalipun mereka berpura-pura sangat mencintai mereka, yang tidak menjaga mereka di bawah disiplin yang ketat, dan dengan semua metode / cara yang benar, metode / cara yang keras pada waktu yang lembut tidak menolong, membuat mereka berpikiran sehat tentang kesalahan mereka dan takut untuk melanggar).
Wycliffe Bible Commentary (tentang Amsal 13:24): “We should remember, however, that Proverbs does not recommend brutal beatings. Nor is physical chastisement the only instrument of child training mentioned (cf. 22:6). Indeed, instruction in righteousness and in the fear of the Lord is that without which mere whipping will fail” [= Tetapi kita harus ingat bahwa Amsal tidak menganjurkan pemukulan yang brutal. Juga penghajaran secara fisik bukanlah satu-satunya cara pendidikan anak yang disebutkan (bdk. 22:6). Memang, pengajaran dalam kebenaran dan dalam rasa takut terhadap Tuhan adalah pengajaran tanpa mana sekedar penderaan akan gagal].
Orang tua tidak boleh membiarkan anak untuk berlaku kurang ajar terhadap mereka (apalagi menganggapnya sebagai sesuatu yang lucu, khususnya untuk anak kecil). Orang tua harus mengajar anaknya untuk hormat dan taat kepada mereka, dan bahkan kalau perlu menghajar / mendisiplin anak-anaknya! Orang tua yang membiarkan anaknya kurang ajar terhadap mereka harus memikirkan hal ini: apakah aku ingin anak-anakku dihukum mati dan lalu dibuang ke neraka oleh Tuhan? Dalam Perjanjian Lama, imam besar Eli kelihatannya kurang mendidik anak-anaknya dengan baik, sehingga menyebabkan mereka menjadi bejad, dan akhirnya dihukum mati oleh Tuhan.
Keharusan menggunakan tongkat kontras dengan pembiaran dan / atau pemanjaan terhadap anak.
Amsal 29:21 - “Siapa memanjakan hambanya sejak muda, akhirnya menjadikan dia keras kepala”.
KJV: ‘He that delicately bringeth up his servant from a child shall have him become his son at the length’ (= Ia yang mengasuh / membesarkan dengan lembut pelayannya sejak anak / muda pada akhirnya akan menjadikan dia anaknya).
RSV: ‘He who pampers his servant from childhood, will in the end find him his heir’ (= Ia yang memanjakan pelayannya sejak anak / kecil, pada akhirnya akan mendapati dia sebagai pewarisnya).
NIV: ‘If a man pampers his servant from youth, he will bring grief in the end’ (= Jika seseorang memanjakan pelayannya dari muda, pada akhirnya ia akan membawa kesedihan).
NASB: ‘He who pampers his slave from childhood Will in the end find him to be a son’ (= Ia yang memanjakan hambanya sejak anak, pada akhirnya akan mendapati dia sebagai seorang anak).
Catatan: kata Ibrani yang diterjemahkan ‘son’ (= anak) dalam KJV/NASB hanya muncul ditempat ini dan tak diketahui artinya dengan pasti.
Adam Clarke (tentang Amsal 29:21): “‘He that delicately bringeth up his servant.’ Such persons are generally forgetful of their obligations, assume the rights and privileges of children, and are seldom good for anything” (= ‘Ia yang mengasuh / membesarkan dengan lembut pelayannya’. Orang-orang seperti itu biasanya lupa akan tanggung jawab mereka, mengambil hak-hak dari anak-anak, dan jarang jadi baik untuk apapun).
Matthew Henry (tentang Amsal 29:21): “Note, 1. It is an imprudent thing in a master to be too fond of a servant, to advance him too fast, and admit him to be too familiar with him, to suffer him to be over-nice and curious in his diet, and clothing, and lodging, and so to bring him up delicately, because he is a favourite, and an agreeable servant; it should be remembered that he is a servant, and, by being thus indulged, will be spoiled for any other place. ... 2. It is an ungrateful thing in a servant, but what (that?) is very common, to behave insolently because he has been used tenderly. .. the pampered slave thinks himself too good to be called a servant, and will be a son at the length, will take his ease and liberty, will be on a par with his master, and perhaps pretend to the inheritance. Let masters give their servants that which is equal and fit for them, and neither more nor less” (= Perhatikan, 1. Merupakan suatu hal yang tidak bijaksana dalam diri seorang tuan untuk menjadi terlalu sayang kepada seorang pelayan, untuk mempromosikan dia terlalu cepat, dan mengijinkan dia untuk menjadi terlalu dekat / akrab dengannya, membiarkan dia untuk menjadi terlalu enak / senang dan diperhatikan dalam makanannya, dan pakaiannya, dan tempat tinggalnya, dan dengan demikian membesarkan dia dengan lembut, karena ia adalah seorang yang favorit, dan seorang pelayan yang menyenangkan; harus diingat bahwa ia adalah seorang pelayan, dan dengan dituruti / dimanjakan seperti itu, akan dirusak untuk tempat lain manapun. ... 2. Merupakan sikap tidak tahu terima kasih dalam diri seorang pelayan, tetapi itu merupakan sesuatu yang sangat umum, untuk berkelakuan secara kurang ajar karena ia telah diperlakukan dengan lembut. ... hamba yang dimanjakan menganggap dirinya sendiri terlalu bagus untuk disebut seorang pelayan, dan akhirnya akan menjadi seorang anak, akan mengambil kesenangan dan kebebasannya, dan mungkin mengclaim warisan. Hendaklah tuan-tuan memberikan pelayan-pelayan mereka apa yang setara dan cocok untuk mereka, dan tidak lebih ataupun kurang).
Jadi, sekalipun seorang tuan dilarang untuk berlaku kejam atau tidak adil terhadap pelayannya, dan harus mengasihinya, itu berbeda dengan memanjakannya. Pelayan / hamba yang dimanjakan biasanya menjadi kurang ajar dan tidak tahu diri. Ini pasti juga berlaku untuk pegawai, dan bahkan untuk anak.
Contoh-contoh pemanjaan terhadap anak / pendidikan yang buruk terhadap anak dan akibatnya:
* Eli yang mendidik anak-anaknya dengan cara yang buruk / kurang tegas.
1Sam 2:12-17,22-25,27-36 - “(12) Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN, (13) ataupun batas hak para imam terhadap bangsa itu. Setiap kali seseorang mempersembahkan korban sembelihan, sementara daging itu dimasak, datanglah bujang imam membawa garpu bergigi tiga di tangannya (14) dan dicucukkannya ke dalam bejana atau ke dalam kuali atau ke dalam belanga atau ke dalam periuk. Segala yang ditarik dengan garpu itu ke atas, diambil imam itu untuk dirinya sendiri. Demikianlah mereka memperlakukan semua orang Israel yang datang ke sana, ke Silo. (15) Bahkan sebelum lemaknya dibakar, bujang imam itu datang, lalu berkata kepada orang yang mempersembahkan korban itu: ‘Berikanlah daging kepada imam untuk dipanggang, sebab ia tidak mau menerima dari padamu daging yang dimasak, hanya yang mentah saja.’ (16) Apabila orang itu menjawabnya: ‘Bukankah lemak itu harus dibakar dahulu, kemudian barulah ambil bagimu sesuka hatimu,’ maka berkatalah ia kepada orang itu: ‘Sekarang juga harus kauberikan, kalau tidak, aku akan mengambilnya dengan kekerasan.’ (17) Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan TUHAN, sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN. ... (22) Eli telah sangat tua. Apabila didengarnya segala sesuatu yang dilakukan anak-anaknya terhadap semua orang Israel dan bahwa mereka itu tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan, (23) berkatalah ia kepada mereka: ‘Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? (24) Janganlah begitu, anak-anakku. Bukan kabar baik yang kudengar itu bahwa kamu menyebabkan umat TUHAN melakukan pelanggaran. (25) Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain, maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa terhadap TUHAN, siapakah yang menjadi perantara baginya?’ Tetapi tidaklah didengarkan mereka perkataan ayahnya itu, sebab TUHAN hendak mematikan mereka. .... (27) Seorang abdi Allah datang kepada Eli dan berkata kepadanya: ‘Beginilah firman TUHAN: Bukankah dengan nyata Aku menyatakan diriKu kepada nenek moyangmu, ketika mereka masih di Mesir dan takluk kepada keturunan Firaun? (28) Dan Aku telah memilihnya dari segala suku Israel menjadi imam bagiKu, supaya ia mempersembahkan korban di atas mezbahKu, membakar ukupan dan memakai baju efod di hadapanKu; kepada kaummu telah Kuserahkan segala korban api-apian orang Israel. (29) Mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban sembelihanKu dan korban sajianKu, yang telah Kuperintahkan, dan mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih dari padaKu, sambil kamu menggemukkan dirimu dengan bagian yang terbaik dari setiap korban sajian umatKu Israel? (30) Sebab itu - demikianlah firman TUHAN, Allah Israel - sesungguhnya Aku telah berjanji: Keluargamu dan kaummu akan hidup di hadapanKu selamanya, tetapi sekarang - demikianlah firman TUHAN - : Jauhlah hal itu dari padaKu! Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah. (31) Sesungguhnya akan datang waktunya, bahwa Aku akan mematahkan tangan kekuatanmu dan tangan kekuatan kaummu, sehingga tidak ada seorang kakek dalam keluargamu. (32) Maka engkau akan memandang dengan mata bermusuhan kepada segala kebaikan yang akan Kulakukan kepada Israel dan dalam keluargamu takkan ada seorang kakek untuk selamanya. (33) Tetapi seorang dari padamu yang tidak Kulenyapkan dari lingkungan mezbahKu akan membuat matamu rusak dan jiwamu merana; segala tambahan keluargamu akan mati oleh pedang lawan. (34) Inilah yang akan menjadi tanda bagimu, yakni apa yang akan terjadi kepada kedua anakmu itu, Hofni dan Pinehas: pada hari yang sama keduanya akan mati. (35) Dan Aku akan mengangkat bagiKu seorang imam kepercayaan, yang berlaku sesuai dengan hatiKu dan jiwaKu, dan Aku akan membangunkan baginya keturunan yang teguh setia, sehingga ia selalu hidup di hadapan orang yang Kuurapi. (36) Kemudian siapa yang masih tinggal hidup dari keturunanmu akan datang sujud menyembah kepadanya meminta sekeping uang perak atau sepotong roti, dan akan berkata: Tempatkanlah kiranya aku dalam salah satu golongan imam itu, supaya aku dapat makan sekerat roti.’”.
Eli tidak menindak dengan keras anak-anaknya yang jelas-jelas melakukan dosa-dosa yang hebat, dan ini dianggap sebagai menghormati anak-anaknya lebih dari pada Tuhan!
Kita memang harus berhati-hati untuk tidak menjadi ‘hakim yang terlalu keras’ yang sama sekali tidak bisa menoleransi kelemahan sesama kita, tetapi sebaliknya kita juga harus berhati-hati untuk tidak terus sabar terhadap orang bersalah yang seharusnya ditindak! Bdk. 1Kor 5:1-13 2Kor 11:4.
* Anehnya, Samuel yang tahu tentang pendidikan Eli yang buruk terhadap anak-anaknya dan apa akibatnya, ternyata juga tidak mendidik anak-anaknya dengan baik.
1Sam 8:1-5 - “(1) Setelah Samuel menjadi tua, diangkatnyalah anak-anaknya laki-laki menjadi hakim atas orang Israel. (2) Nama anaknya yang sulung ialah Yoel, dan nama anaknya yang kedua ialah Abia; keduanya menjadi hakim di Bersyeba. (3) Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan. (4) Sebab itu berkumpullah semua tua-tua Israel; mereka datang kepada Samuel di Rama (5) dan berkata kepadanya: ‘Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain.’”.
* Kelihatannya Daud juga buruk dalam mendidik anak, dan ini terlihat dari anak-anaknya yang menjadi brengsek seperti Absalom dan Amnon.
Tuhan sendiri memberikan teladan dalam mendidik kita sebagai anak-anakNya. Ibr 12:5-11 - “(5) Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; (6) karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.’ (7) Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? (8) Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. (9) Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? (10) Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya. (11) Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya”.
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube: