Kebaktian

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)

 

Minggu, tgl 5 Desember 2010, pk 17.00

 

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(HP: 7064-1331 / 6050-1331)

[email protected]

 

HUKUM 4 (4)

 

Ingatlah dan Kuduskanlah hari sabat

 

(Kel 20:8-11)

 

Kel 20:8-11 - “(8) Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: (9) enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, (10) tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. (11) Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya”.

 

III) Larangan dan keharusan pada hari Sabat.

 

Sekalipun hari Sabat diubah / dipindahkan dari Sabtu ke Minggu, tetapi hukum-hukumnya (larangan dan kewajibannya) tetap!

 

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:8-11: “Though the day be changed under the Christian dispensation, the obligation of it remains unaltered” (= Sekalipun harinya diubah dalam jaman Kristen, kewajiban tentangnya tetap tak berubah).

 

Matthew Henry (tentang Yes 58:13): “there remaining still a sabbatism for the people of God, this law of the sabbath is still binding to us on our Lord’s day” (= di sana tetap ada suatu ajaran Sabat bagi umat Allah, hukum tentang Sabat ini tetap mengikat bagi kita pada hari Tuhan).

 

Ay 8 mengatakan bahwa kita harus mengingat dan menguduskan hari Sabat.

Ay 8: “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat”.

 

Arti kata ‘kudus’:

1)   Terpisah dari / berbeda dengan.

Misalnya:

a)         Bangsa Israel disebut sebagai bangsa yang kudus (Im 20:24,26).

b)         Orang Kristen disebut sebagai orang kudus (Ef 1:1  1Pet 2:9).

2)   Diperuntukkan bagi Allah.

a)         Bangsa Israel adalah bangsa milik Allah (Im 20:26).

b)         Orang Kristen juga menjadi milik Allah (1Pet 2:9).

 

Kalau kita diperintahkan untuk menguduskan hari Sabat, maka itu berarti kita harus memisahkan hari Sabat dari hari-hari yang lain, atau kita harus membedakan hari Sabat dari hari-hari yang lain (arti 1), dan kita harus menggunakan hari Sabat itu untuk Tuhan (arti 2).

 

Apa tindakan konkrit yang dilarang dan yang harus dilakukan untuk menguduskan hari Sabat itu?

 

1.   Pada hari Sabat, kita dilarang bekerja.

Pada hari-hari biasa, kita bekerja, dan kita harus membedakan hari Sabat, dengan tidak bekerja pada hari itu. Kalau kita tetap bekerja pada hari Sabat, maka kita menyamakan hari itu dengan hari-hari yang lain, dan itu berarti kita tidak menguduskannya.

 

2.   Pada hari Sabat, kita harus berbakti kepada Tuhan.

 

D. L. Moody: “Men seem to think they have a right to change the holy day into a holiday (= Manusia kelihatannya mengira bahwa mereka mempunyai hak untuk mengubah hari yang kudus menjadi suatu hari libur) - ‘D. L. Moody On The Ten Commandments’, hal 58.

 

Bible Knowledge Commentary: “This was not to be a day of slothful inactivity but of spiritual service through religious observances” (= Ini tidak boleh menjadi suatu hari ketidak-aktifan yang malas, tetapi suatu kebaktian rohani melalui ketaatan agamawi).

 

Sekarang, mari kita menyoroti kedua hal di atas dengan lebih terperinci:

 

1)   Larangan bekerja pada hari Sabat.

 

a)         Penambahan peraturan / larangan Sabat oleh orang-orang Yahudi.

Hukum hari Sabat ditambahi dengan begitu banyak larangan dan peraturan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

 

1.   Banyaknya peraturan orang-orang Yahudi tentang hari Sabat.

 

William Barclay (tentang Yoh 3:1-6): “In the Bible itself we are simply told that we must remember the Sabbath day to keep it holy and that on that day no work must be done, either by a man or by his servants or his animals. Not content with that, the later Jews spent hour after hour and generation after generation defining what work is and listing the things that may and may not be done on the Sabbath day. The Mishnah is the codified scribal law. The scribes spent their lives working out these rules and regulations. In the Mishnah the section on the Sabbath extends to no fewer than twenty-four chapters. The Talmud is the explanatory commentary on the Mishnah, and in the Jerusalem Talmud the section explaining the Sabbath law runs to sixty-four and a half columns; and in the Babylonian Talmud it runs to one hundred and fifty-six double folio pages. And we are told about a rabbi who spent two and a half years in studying one of the twenty-four chapters of the Mishnah (= Dalam Alkitab sendiri kita hanya diberitahu bahwa kita harus mengingat hari Sabat dan menguduskannya dan bahwa pada hari itu tidak ada pekerjaan yang boleh dilakukan, apakah oleh seorang manusia atau oleh pelayan-pelayannya atau binatang-binatangnya. Tidak puas dengan itu, orang-orang Yahudi belakangan menghabiskan jam demi jam dan generasi demi generasi untuk mendefinisikan apakah ‘pekerjaan’ itu dan membuat daftar hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan pada hari Sabat. Mishnah merupakan hukum dari ahli-ahli Taurat yang telah disusun dalam sebuah buku. Ahli-ahli Taurat menghabiskan hidup mereka untuk menyusun / menentukan peraturan-peraturan ini. Dalam Mishnah bagian / bab tentang hari Sabat mencapai tidak kurang dari 24 pasal. Kitab Talmud merupakan buku tafsiran yang menjelaskan tentang Mishnah, dan dalam Talmud Yerusalem bagian / bab yang menjelaskan tentang hari Sabat mencapai 64,5 kolom / artikel; dan dalam Talmud Babilonia itu mencapai 156 halaman dobel-folio. Dan kita diberi tahu tentang seorang rabi yang menghabiskan 2,5 tahun untuk mempelajari satu dari 24 pasal dari Mishnah) - hal 121.

 

2.   Macam-macam larangan dalam kalangan agama Yahudi berkenaan dengan hari Sabat.

 

a.   Larangan membawa ‘beban’ dan mempersiapkan makanan.

·         menuai, menampi, dan mengirik, dan mempersiapkan makanan.

·         merupakan sesuatu yang dilarang untuk membawa beban. Tetapi apakah beban itu? Beban adalah apapun yang sama beratnya dengan 2 buah ara kering, anggur yang cukup untuk membuat satu gelas minuman, susu yang cukup untuk satu teguk, madu cukup untuk diberikan pada suatu luka, minyak cukup untuk mengurapi anggota yang kecil, air cukup untuk membasahkan salep mata, kertas cukup untuk menuliskan pemberitahuan suatu rumah cukai, tinta cukup untuk menuliskan 2 huruf dari alfabet, bambu cukup untuk membuat sebuah pena, dan seterusnya tanpa ada akhirnya.

Demikianlah mereka menghabiskan banyak waktu untuk berdebat apakah seseorang boleh atau tidak boleh mengangkat sebuah lampu dari satu tempat ke tempat lain pada hari Sabat, apakah seorang perempuan boleh memakai rambut palsu, bahkan apakah seseorang boleh pergi keluar pada hari Sabat dengan gigi palsu atau kaki palsu, apakah seseorang boleh mengangkat anaknya pada hari Sabat.

·         seseorang berdosa jika ia membawa sebuah jarum di jubahnya pada hari Sabat.

·         bros dari jenis apapun tidak boleh dipakai pada hari Sabat.

·         Seseorang tidak boleh keluar pada hari Sabat dengan sandal yang menggunakan paku, karena berat dari paku-paku itu merupakan suatu beban, dan membawa beban berarti melanggar hari Sabat.

 

b.   Larangan bepergian / melakukan perjalanan jauh.

Perjalanan pada hari Sabat dibatasi pada 2000 hasta, yaitu 1000 yard.

Catatan: 1 yard = 3 kaki (kira-kira 91,5 cm). Berdasarkan kata-kata Barclay ini, jarak yang boleh ditempuh pada hari Sabat hanyalah sekitar 914 meter.

Kalau saudara mau tahu dari mana mereka mendapatkan jarak ini, maka perhatikan ayat-ayat ini:

·         Kis 1:12 - “Maka kembalilah rasul-rasul itu ke Yerusalem dari bukit yang disebut Bukit Zaitun, yang hanya seperjalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem”.

·         Kel 16:29 - “Perhatikanlah, TUHAN telah memberikan sabat itu kepadamu; itulah sebabnya pada hari keenam Ia memberikan kepadamu roti untuk dua hari. Tinggallah kamu di tempatmu masing-masing, seorangpun tidak boleh keluar dari tempatnya pada hari ketujuh itu.’”.

 

Barnes’ Notes (tentang Kis 1:12): “‘A sabbath-day’s journey.’ As far as might be lawfully traveled by a Jew on the Sabbath. This was 2,000 paces or cubits, or seven furlongs and a half - not quite one mile. .. The distance of a lawful journey on the Sabbath was not fixed by the laws of Moses, but the Jewish teachers had fixed it at 2,000 paces. This measure was determined on because it was a tradition that in the camp of the Israelites, when coming from Egypt, no part of the camp was more than 2000 paces from the tabernacle, and over this space, therefore, they were permitted to travel for worship” (= ‘Seperjalanan Sabat’. Jarak yang secara sah boleh ditempuh oleh seorang Yahudi pada hari Sabat. Ini adalah 2000 langkah atau hasta, atau 7 ½ furlongs - tidak sampai 1 mil. ... Jarak yang boleh ditempuh pada hari Sabat tidak ditentukan oleh hukum Taurat Musa, tetapi guru-guru Yahudi telah menentukannya sejauh 2000 langkah. Ukuran ini ditentukan karena merupakan tradisi bahwa dalam perkemahan dari bangsa Israel, pada waktu keluar dari Mesir, tidak ada bagian dari perkemahan yang lebih dari 2000 langkah dari Kemah Suci, dan karena itu melalui jarak inilah mereka diijinkan untuk berjalan untuk berbakti).

Catatan:

¨       saya merasa ada yang aneh dalam kata-kata Barnes ini, karena sebetulnya ‘langkah’ jauh berbeda dengan ‘hasta’.

¨       dalam kamus dikatakan bahwa 1 furlong = 201 meter. Jadi 7 ½ furlongs = sekitar 1,5 km. Jadi, agak lebih jauh dari yang dikatakan oleh Barclay.

 

Pulpit Commentary (tentang Kel 16:29): “‘Abide ye every man in his place.’ ... generally it was held that the ‘place’ intended was the camp, which the Israelites were forbidden to quit; and hence was derived the idea of the ‘sabbath day’s journey,’ which was reckoned at six stadia - the supposed distance of the furthest bounds of the camp from its centre” (= ‘Tinggallah kamu di tempatmu masing-masing’. ... pada umumnya dianggap bahwa ‘tempat’ yang dimaksudkan adalah perkemahan, dari mana orang Israel dilarang meninggalkan; dan karena itu didapatkan gagasan tentang ‘seperjalanan Sabat’, yang diperhitungkan pada 6 stadia - jarak yang dianggap sebagai batasan terjauh dari perkemahan dari pusatnya).

Catatan: 1 stadium (bentuk tunggal dari stadia) kurang lebih sama dengan 180-190 meter. Jadi, 6 stadia kurang lebih sama dengan 1,1 km.

 

Barnes’ Notes (tentang Kel 16:29): “‘Abide ye every man in his place.’ ... The prohibition must however be understood with reference to its immediate object; they were not to go forth from their place in order to gather manna, which was on other days without the camp. The spirit of the law is sacred rest” (= ‘Tinggallah kamu di tempatmu masing-masing’. ... Tetapi larangan ini harus dimengerti berkenaan dengan obyek / tujuan saat itu; mereka tidak boleh keluar dari tempat mereka untuk mengumpulkan manna, yang pada hari-hari yang lain ada di luar perkemahan. Roh / arti sebenarnya dari hukum ini adalah istirahat yang kudus).

 

Kesimpulan: lagi-lagi orang-orang Yahudi melakukan penafsiran yang salah tentang ayat Kitab Suci (Kel 16:29) sehingga akhirnya mendapatkan jarak yang tidak boleh dilampaui pada hari Sabat.

 

c.   Larangan mengobati / menyembuhkan.

·         Dalam kasus dimana nyawa ada dalam bahaya maka boleh dilakukan penanganan, khususnya seperti kasus penyakit telinga, hidung, tenggorokan, dan mata. Tetapi bahkan dalam kasus seperti itu, langkah-langkah bisa diambil hanya untuk mencegah kematian / supaya orang itu jangan menjadi lebih buruk, tetapi bukan untuk menyembuhkannya / membuatnya lebih baik.

·         Seorang perempuan yang mau melahirkan boleh ditolong pada hari Sabat.

·         Jika sebuah tembok rubuh dan menimpa seseorang, tembok itu boleh disingkirkan secukupnya untuk melihat apakah ia mati atau hidup; jika ia hidup ia boleh ditolong, jika ia mati mayatnya harus dibiarkan sampai hari berikutnya.

·         Perban biasa boleh diberikan pada suatu luka, tetapi bukan perban yang menggunakan obat.

·         Dilarang untuk membetulkan letak dari kaki / tangan yang patah. Tulang patah tidak boleh dirawat. Air dingin tidak boleh dituangkan pada tangan atau kaki yang terkilir / keluar dari posisinya.

 

d.   Larangan menulis.

Menulis pada hari Sabat dianggap sebagai bekerja. Tetapi ‘menulis’ perlu didefinisikan. Ia yang menulis 2 huruf dari alfabet dengan tangan kanan atau tangan kirinya, apakah dari satu jenis atau 2 jenis, jika huruf-huruf itu ditulis dengan tinta yang berbeda atau dalam bahasa yang berbeda, bersalah. Bahkan jika ia menulis 2 huruf karena lupa, ia bersalah, apakah ia telah menulis huruf-huruf itu dengan tinta atau dengan cat, kapur merah, benda tajam, atau apapun yang membuat tanda permanen. Juga ia yang menulis pada 2 dinding yang membentuk suatu sudut, atau pada 2 lembaran dari buku catatan / rekeningnya sehingga huruf-huruf itu bisa dibaca bersama-sama, ia bersalah ... Tetapi jika seseorang menulis dengan cairan gelap, dengan air buah, atau di tanah di jalanan, atau pada pasir, atau pada apapun yang tidak membuat tanda permanen, ia tidak bersalah. ... Jika ia menulis satu huruf di tanah, dan satu di dinding rumah, atau pada 2 halaman dari suatu buku, sehingga huruf-huruf itu tidak bisa dibaca bersama-sama, ia tidak bersalah.

 

e.   Larangan menyalakan api / lampu.

Sampai hari ini ada orang-orang Yahudi orthodox yang ketat di negeri ini yang tidak akan memperbaiki nyala api pada hari Sabat atau menyalakan skakelar lampu. Jika api harus dikobarkan seorang non Yahudi digunakan untuk melakukannya. Jika seorang Yahudi cukup kaya, ia kadang-kadang akan memasang ‘skakelar waktu’ yang akan menyalakan lampu (secara otomatis) pada sore hari pada hari Sabat tanpa ia melakukannya sendiri.

 

f.    Larangan membuat simpul.

Mengikat / membuat simpul pada hari Sabat adalah bekerja; dan seseorang sama bersalahnya dengan membuat simpul maupun melepaskan / menguraikannya. Tetapi suatu simpul perlu didefinisikan. Ada yang boleh dibuat, ada yang tidak boleh.

·         Simpul yang dilarang: simpul dari penunggang-penunggang unta dan simpul dari pelaut.

·         Simpul yang bisa dibuat / diikat atau dilepaskan / diuraikan dengan satu tangan adalah simpul yang boleh dilakukan.

·         Seorang perempuan boleh mengikat suatu celah pada pakaiannya, dan tali pada topi dan pada sabuknya, tali pengikat dari sepatu atau sandal, dari kantong kulit dari anggur dan minyak.

 

g.   Larangan berperang / membela diri.

William Barclay (tentang Mark 3:1-6): “a strict Jew would not even defend his life on the Sabbath” (= seorang Yahudi yang ketat bahkan tidak akan mempertahankan dirinya / nyawanya pada hari Sabat) - hal 67-68.

Orang-orang Syria dan Romawi pernah mengalahkan orang-orang Yahudi dengan cara berperang pada hari Sabat, dan orang-orang Yahudi itu sama sekali tidak mau membela diri sehingga mereka dapat dibunuh dengan mudah.

Salah satu cerita dimana orang-orang Yahudi tidak mau berperang dan rela membiarkan diri dibunuh, karena musuh menyerang pada hari Sabat, terdapat dalam kitab Apocrypha, yaitu 1Makabe 2:31-38. Pada saat itu sekitar 1000 orang Yahudi dibunuh pada hari Sabat. Ini menyebabkan seorang Yahudi yang bernama Matatias lalu mengubah prinsip itu, dan memutuskan untuk berperang kalau diserang pada hari Sabat (1Makabe 2:41).

Catatan:

·         Kitab apocrypha tidak kita akui sebagai Firman Tuhan, tetapi paling-paling sebagai buku kuno / sejarah.

·         Larangan perang / pembelaan diri pada hari Sabat ini kelihatannya bertentangan dengan peristiwa dalam Yos 6:15  1Raja 20:29  2Raja 3:9.

 

h.   Macam-macam larangan yang lain.

·         Seseorang tidak boleh mengisi tempat minyak dengan minyak dan meletakkannya di sisi lampu dan memasukkan ujung sumbu ke dalamnya.

·         Jika seseorang mematikan sebuah lampu pada hari Sabat untuk menghemat lampu atau minyak atau sumbunya, ia bersalah.

·         Seseorang tidak boleh menggunting kuku jarinya atau mencabut rambut dari kepalanya atau janggutnya.

·         Dilarang melakukan hubungan sex dengan istri.

·         Dilarang menunggang binatang apapun, atau bepergian dengan kapal di laut.

·         Dilarang memukul atau membunuh apapun, atau menangkap seekor binatang, burung, atau ikan.

·         Dilarang berpuasa pada hari Sabat.

Puasa justru dilarang pada hari Sabat, karena hari Sabat dianggap sebagai hari pesta / perayaan. Makanan justru merupakan bagian penting dari perayaan hari Sabat - ‘From Sabbath to Lord’s Day’, hal 50.

 

i.    C. Rowland mengatakan bahwa ada kelompok Yahudi yang bernama The Essenes, yang bahkan melarang seseorang buang air besar pada hari Sabat! - ‘From Sabbath to Lord’s Day’, hal 46.

 

3.   Pertentangan antara Yesus dan ahli-ahli Taurat / orang-orang Farisi pada jamanNya.

Ada banyak text-text Kitab Suci yang menunjukkan pertentangan antara Yesus dan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi berkenaan dengan larangan / peraturan hari Sabat, seperti dalam Mat 12:1-13 (bdk. Mark 2:23-3:6  Luk 6:1-11)  Luk 13:10-17  Luk 14:1-6  Yoh 5:1-18  Yoh 7:22-23  Yoh 9:1-16. Dari text-text yang menunjukkan pertentangan antara Yesus dan orang-orang Yahudi dalam persoalan hukum Sabat ini, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam pandangan Yesus ada hal-hal / pekerjaan yang boleh dilakukan pada hari Sabat, yaitu:

 

a.   Pekerjaan / hal darurat yang betul-betul dibutuhkan.

Luk 14:5 - “Kemudian Ia berkata kepada mereka: ‘Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?’”.

Pekerjaan yang berhubungan dengan keadaan darurat ini jelas mencakup perang / pembelaan diri. Bdk. Yos 6:15  1Raja 20:29  2Raja 3:9.

 

b.         Menolong orang / berbuat baik.

Mat 12:10-13 - “(10) Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka bertanya kepadaNya: ‘Bolehkah menyembuhkan orang pada hari Sabat?’ Maksud mereka ialah supaya dapat mempersalahkan Dia. (11) Tetapi Yesus berkata kepada mereka: ‘Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? (12) Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat.’ (13) Lalu kata Yesus kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka pulihlah tangannya itu, dan menjadi sehat seperti tangannya yang lain”.

Karena itu janganlah menggunakan hukum Sabat ini sebagai alasan untuk tidak menolong orang yang membutuhkan pertolongan.

 

Diijinkannya kita untuk berbuat baik pada hari Sabat menyebabkan adanya tempat-tempat yang boleh tetap buka pada hari Sabat, seperti rumah sakit, apotik. Tetapi motivasinya bukan untuk mencari uang, tetapi untuk berbuat baik / melayani / menolong orang. Tentu bukannya semua lalu digratiskan. Mereka tetap boleh menarik bayaran, tetapi itu tidak boleh menjadi motivasi mereka.

 

c.         Melayani Tuhan.

Mat 12:5 - “Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?”.

 

Jadi, hamba Tuhan yang ‘bekerja’ / melayani pada hari Minggu, tidak bersalah. Sebaliknya, ia melakukan sesuatu yang baik. Pelayanan pada hari Minggu bukanlah termasuk bekerja, dan karena itu bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum hari Sabat.

Tetapi lalu bagaimana dengan istirahat Sabat bagi hamba Tuhan? Ada orang-orang yang mengatakan bahwa hamba Tuhan harus mempunyai hari Sabat / hari istirahat di luar hari Minggu. Tetapi dari Kitab Suci maupun dari buku-buku manapun, saya tidak pernah membaca / menemukan bahwa imam-imam pada jaman Perjanjian Lama mempunyai hari Sabat / hari istirahat di luar hari Sabtu. Jadi, menurut saya, Kitab Suci tidak mengharuskan hamba Tuhan untuk mempunyai satu hari istirahat, tetapi juga tidak melarangnya. Kalau seorang hamba Tuhan ingin mempunyai hari istirahat, dan memilih satu hari tertentu (selain Minggu) sebagai hari istirahatnya, saya berpendapat bahwa ia berhak melakukannya.

 

b)         Ada banyak hal / pekerjaan yang memang tidak boleh kita lakukan pada hari Sabat.

 

Kalau orang-orang Yahudi menambahi larangan / peraturan Sabat sehingga menjadi terlalu ketat, maka pada jaman sekarang, boleh dikatakan semua orang Kristen jatuh (mungkin secara jauh lebih buruk) pada extrim sebaliknya, yaitu mengabaikan sebagian / seluruh larangan / peraturan Sabat.

 

Karena itu, perhatikanlah hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada hari Sabat di bawah ini:

 

1.   Kita tidak boleh melakukan pekerjaan sehari-hari.

 

Kel 20:9-10 - “(9) enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, (10) tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu”.

 

a.   Perhatikan Kel 20:9 - “enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu”.

 

Kita tidak boleh menjadi pemalas yang tidak mau bekerja. Kita disuruh untuk bekerja. Tetapi, semua pekerjaan itu harus dilakukan dalam 6 hari. Untuk itu perhatikan kata ‘segala’ dalam ay 9 di atas. Saya berpendapat bahwa penekanan dari ay 9 ini bukanlah bahwa kita harus bekerja selama 6 hari itu, tetapi bahwa segala pekerjaan harus diselesaikan dalam 6 hari sehingga tidak ada pekerjaan yang tersisa untuk hari Sabat.

 

Pulpit Commentary (tentang Kel 20:9): “Verse 9. - ‘Six days shalt thou labour.’ This is not so much a command as a prohibition. ‘Thou shalt not labor more than six (consecutive) days.’ In them thou shalt do all thy necessary work, so as to have the Sabbath free for the worship and service of God” [= Ayat 9. - ‘Enam hari lamanya engkau akan bekerja’. Ini lebih merupakan suatu larangan dari pada suatu perintah. ‘Engkau tidak boleh bekerja lebih dari enam hari (berturut-turut)’. Dalam hari-hari itu engkau harus melakukan semua pekerjaanmu yang perlu, sehingga membebaskan hari Sabat untuk penyembahan dan kebaktian / pelayanan Allah].

 

Jadi, bekerja ataupun lembur pada hari Sabat jelas tidak diijinkan. Pada masa sibukpun hari Sabat harus tetap menjadi hari istirahat.

Bdk. Kel 34:21 - “Enam harilah lamanya engkau bekerja, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah engkau berhenti, dan dalam musim membajak dan musim menuai haruslah engkau memelihara hari perhentian juga”.

Masa menabur dan menuai jelas merupakan masa paling sibuk. Tetapi Firman Tuhan tidak mengenal kompromi dan tetap memerintahkan untuk memelihara Sabat sebagai hari perhentian / istirahat pada saat seperti itu.

Penerapan:

·         Ini berlaku untuk siswa / mahasiswa yang sedang ujian. Kalau mereka kuatir tidak lulus karena harus punya 1 hari istirahat dalam 1 minggu, maka perlu mereka camkan bahwa Tuhan bisa memberkati masa belajar 6 hari, dibandingkan dengan masa belajar 7 hari tanpa istirahat, dalam 1 minggu!

·         Ini juga berlaku untuk orang yang merasa bahwa dengan bekerja 7 hari dalam 1 minggu ia masih belum mendapat uang yang cukup untuk hidupnya. Bagaimana mungkin harus ‘membuang’ 1 hari untuk istirahat? Ingat, Tuhan bisa memberkati 6 hari kerja lebih dari 7 hari kerja dalam 1 minggu! Bdk. Mat 6:33 - “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”.

 

Bandingkan dengan orang yang 100 % gajinya tidak mencukupi, tetapi dengan memberikan 10 % untuk Tuhan sebagai persembahan persepuluhan, malah dengan 90 % ia bisa mencukupi hidupnya. Tuhan ada di atas matematik! Ini juga berlaku bagi orang-orang, yang karena ingin memelihara hari Sabat, tidak bekerja / belajar pada hari itu!

 

Bible Knowledge Commentary (tentang Yes 58:13): “By following the rules for the Sabbath a person acknowledged the importance of worshiping God and showed that he depended on God to bless him materially for that time he took off from work” (= Dengan mengikuti peraturan-peraturan untuk Sabat seseorang mengakui pentingnya penyembahan Allah dan menunjukkan bahwa ia tergantung kepada Allah untuk memberkatinya secara material untuk waktu yang ia ambil dari pekerjaan).

 

Kalau kita melanggar hukum hari Sabat dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, maka perhatikan kutipan di bawah ini.

D. L. Moody: “When the children of Israel went into the Promised Land, God told them to let their land rest every seven years, and He would give them as much in six years as in seven. For four hundred and ninety years they disregarded that law. But mark you, Nebuchadnezzar came and took them off into Babylon, and kept them seventy years in captivity, and the land had its seventy sabbaths of rest. Seven times seventy is four hundred and ninety. So they did not gain much by breaking this law. You can give God His day, or He will take it” (= Pada waktu bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian, Allah memberitahu mereka untuk membiarkan tanah mereka beristirahat setiap 7 tahun, dan Ia akan memberikan kepada mereka sama banyaknya dalam 6 tahun seperti dalam 7 tahun. Selama 490 tahun mereka mengabaikan hukum tersebut. Tetapi perhatikan, Nebukadnezar datang dan membawa mereka ke Babilonia, dan menaruh mereka 70 tahun dalam pembuangan, dan tanah itu mendapatkan 70 x istirahat Sabatnya. 7 x 70 = 490. Jadi, mereka tidak mendapatkan keuntungan dengan melanggar hukum ini. Kamu bisa memberikan kepada Allah hariNya, atau Ia akan mengambilnya sendiri) - ‘D. L. Moody On The Ten Commandments’, hal 61.

 

b.   Perhatikan Kel 20:10 - “tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu”.

 

Ada beberapa hal yang harus ditekankan / dijelaskan tentang Kel 20:10 ini:

 

·         seluruh, bukan sebagian dari, hari ketujuh itu adalah hari Sabat Tuhan! Jadi, jangan mempunyai pandangan bahwa kalau saudara sudah berbakti kepada Tuhan pada hari Minggu, maka saudara boleh menggunakan sisa hari itu sesuka saudara sendiri! Seluruh hari Minggu adalah hari Sabat Tuhan!

 

·         bukan hanya kita yang tidak boleh bekerja, tetapi juga pegawai, anak-anak, dan bahkan binatang (lembu untuk membajak dsb)!

Kita tidak boleh mempekerjakan pegawai  / pelayan, dan kita juga tidak boleh menyuruh anak kita untuk belajar! Mereka juga membutuhkan istirahat! Ada 6 hari untuk bekerja / belajar bagi mereka; biarkan mereka beristirahat pada hari Sabat.

Ini perlu dicamkan oleh para boss, yang sering mengharuskan pegawai-pegawainya untuk lembur / tetap bekerja pada hari Minggu. Juga oleh para majikan, yang mengharuskan pembantu rumah tangga tetap bekerja pada hari Minggu.

Ini juga perlu dicamkan oleh para orang tua, khususnya mereka yang kadang-kadang menghukum anaknya dengan melarang pergi ke gereja dan menyuruhnya belajar di rumah, karena anak itu mendapatkan nilai / rapor yang jelek. Hukumlah anak dengan cara lain, bukan dengan menyuruh mereka berdosa dengan melanggar peraturan Sabat!

Ini merupakan sesuatu yang sangat sukar untuk dilakukan. Pikirkan tentang naik becak atau taxi. Tidakkah kita mempekerjakan mereka? Lalu bagaimana kita ke gereja kalau misalnya mobil kita mogok dsb? Kalau kita membeli bensin / solar, tidakkah kita mempekerjakan pegawai pompa bensin itu?

 

·         mengapa ‘istri’ tidak disebutkan?

Matthew Henry mengatakan bahwa ‘istri’ tidak disebutkan, karena ia dianggap sebagai satu dengan suami.

 

Sekarang mari kita melihat 2 text Kitab Suci lain (selain Kel 20:9-10), yang menekankan larangan bekerja pada hari Sabat, dan juga beberapa komentar dari para penafsir tentang text-text tersebut.

 

Text pertama: Yer 17:21-27 - “(21) Beginilah firman TUHAN: Berawas-awaslah demi nyawamu! Janganlah mengangkut barang-barang pada hari Sabat dan membawanya melalui pintu-pintu gerbang Yerusalem! (22) Janganlah membawa barang-barang dari rumahmu ke luar pada hari Sabat dan janganlah lakukan sesuatu pekerjaan, tetapi kuduskanlah hari Sabat seperti yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyangmu. (23) Namun mereka tidak mau mendengarkan dan tidak mau memperhatikannya, melainkan mereka berkeras kepala, sehingga tidak mau mendengarkan dan tidak mau menerima tegoran. (24) Apabila kamu sungguh-sungguh mendengarkan Aku, demikianlah firman TUHAN, dan tidak membawa masuk barang-barang melalui pintu-pintu gerbang kota ini pada hari Sabat, tetapi menguduskan hari Sabat dan tidak melakukan sesuatu pekerjaan pada hari itu, (25) maka melalui pintu-pintu gerbang kota ini akan berarak masuk raja-raja dan pemuka-pemuka, yang akan duduk di atas takhta Daud, dengan mengendarai kereta dan kuda: mereka dan pemuka-pemuka mereka, orang-orang Yehuda dan penduduk Yerusalem. Dan kota ini akan didiami orang untuk selama-lamanya. (26) Orang akan datang dari kota-kota Yehuda dan dari tempat-tempat sekitar Yerusalem, dari tanah Benyamin dan dari Daerah Bukit, dari pegunungan dan dari tanah Negeb, dengan membawa korban bakaran, korban sembelihan, korban sajian dan kemenyan, membawa korban syukur ke dalam rumah TUHAN. (27) Tetapi apabila kamu tidak mendengarkan perintahKu untuk menguduskan hari Sabat dan untuk tidak masuk mengangkut barang-barang melalui pintu-pintu gerbang Yerusalem pada hari Sabat, maka di pintu-pintu gerbangnya Aku akan menyalakan api, yang akan memakan habis puri-puri Yerusalem, dan yang tidak akan terpadamkan.’”.

 

Yang dilarang oleh text ini sebetulnya bukan mengangkut barang, tetapi mengangkut barang dengan tujuan berjualan / berdagang. Jadi, text ini jelas menentang orang berjualan pada hari Sabat. Dan kalau menjual dilarang, maka membeli pasti juga tidak boleh.

 

Text kedua: Neh 13:15-22 - “(15) Pada masa itu kulihat di Yehuda orang-orang mengirik memeras anggur pada hari Sabat, pula orang-orang yang membawa berkas-berkas gandum dan memuatnya di atas keledai, juga anggur, buah anggur dan buah ara dan pelbagai muatan yang mereka bawa ke Yerusalem pada hari Sabat. Aku memperingatkan mereka ketika mereka menjual bahan-bahan makanan. (16) Juga orang Tirus yang tinggal di situ membawa ikan dan pelbagai barang dagangan dan menjual itu kepada orang-orang Yehuda pada hari Sabat, bahkan di Yerusalem. (17) Lalu aku menyesali pemuka-pemuka orang Yehuda, kataku kepada mereka: ‘Kejahatan apa yang kamu lakukan ini dengan melanggar kekudusan hari Sabat? (18) Bukankah nenek moyangmu telah berbuat demikian, sehingga Allah kita mendatangkan seluruh malapetaka ini atas kita dan atas kota ini? Apakah kamu bermaksud memperbesar murka yang menimpa Israel dengan melanggar kekudusan hari Sabat?’ (19) Kalau sudah remang-remang di pintu-pintu gerbang Yerusalem menjelang hari Sabat, kusuruh tutup pintu-pintu dan kuperintahkan supaya jangan dibuka sampai lewat hari Sabat. Dan aku tempatkan beberapa orang dari anak buahku di pintu-pintu gerbang, supaya tidak ada muatan yang masuk pada hari Sabat. (20) Tetapi orang-orang yang berdagang dan berjualan rupa-rupa barang itu kemudian bermalam juga di luar tembok Yerusalem satu dua kali. (21) Lalu aku memperingatkan mereka, kataku: ‘Mengapa kamu bermalam di depan tembok? Kalau kamu berbuat itu sekali lagi akan kukenakan tanganku kepadamu.’ Sejak waktu itu mereka tidak datang lagi pada hari Sabat. (22) Juga kusuruh orang-orang Lewi mentahirkan dirinya dan datang menjaga pintu-pintu gerbang untuk menguduskan hari Sabat. Ya Allahku, ingatlah kepadaku juga karena hal itu dan sayangilah aku menurut kasih setiaMu yang besar!”.

Catatan: agak aneh bahwa anak buah Nehemia dan orang-orang Lewi itu diijinkan (bahkan disuruh) bekerja menjaga pintu gerbang (ay 19,22). Mengapa mereka boleh bekerja? Mungkin itu bukan dianggap bekerja tetapi dianggap sebagai pelayanan.

 

Secara hurufiah, Nehemia hanya melarang berjualan, bukan membeli. Tetapi Matthew Henry mengecam baik yang berjualan maupun yang membeli (demikian juga dengan Albert Barnes dalam komentarnya tentang Yer 17:21).

Matthew Henry (tentang Neh 13:15-22): “The hawkers, and pedlars, and petty chapmen, that were men of Tyre, that famous trading city, ‘sold all manner of wares’ on the sabbath day (v. 16); and the children of Judah and Jerusalem had so little grace as to buy of them, and so encourage them in making our Father’s day a day of merchandise, contrary to the law of the fourth commandment, which forbids the ‘doing any manner of work.’” (= ).

Barnes’ Notes (tentang Yer 17:21): “The people of Jerusalem for their part took (Jer 17:22) their wares to the gates, and carried on a brisk traffic there with the villagers. Both parties seem to have abstained from manual labor, but did not consider that buying and selling were prohibited by the fourth commandment (= ).

Dan memang, kalau orang dilarang berjualan, maka sudah jelas bahwa orang juga dilarang membeli, karena para pembeli ini memotivasi para penjual untuk terus berjualan pada hari Sabat.

Jadi, shopping / berbelanja pada hari Sabat / Minggu, yang justru banyak dilakukan orang,  jelas merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum keempat ini. Ini semua juga memotivasi pemilik toko untuk tetap buka pada hari Sabat / Minggu.

Bdk. Neh 10:31 - “Dan bilamana penduduk negeri membawa barang-barang dan berbagai-bagai gandum untuk dijual pada hari Sabat, kami tidak akan membelinya dari mereka pada hari Sabat atau pada hari yang kudus. Dan kami akan membiarkan begitu saja hasil tanah pada tahun yang ketujuh dan tidak akan menagih sesuatu hutang”.

Matthew Henry (tentang Neh 10:31): “They would not only not sell goods themselves for gain on that day, but they would not encourage the heathen to sell on that day by buying of them, no not victuals, under pretence of necessity; but would buy in their provisions for their families the day before, v. 31” (= ).

 

Catatan: memang ada tempat-tempat yang boleh buka pada hari Minggu, seperti misalnya rumah sakit dan apotik, karena ini berhubungan dengan hal-hal darurat. Tetapi mereka harus tetap memberi hari istirahat yang lain kepada pegawai-pegawainya. Dan kita tetap harus mengusahakan untuk tidak menggunakan jasa mereka pada hari Minggu, kecuali memang betul-betul perlu / mendesak.

 

Sesuatu yang penting untuk ditambahkan dalam persoalan larangan untuk bekerja pada hari Sabat ini adalah bahwa seseorang bisa ‘bekerja’ pada saat ia kelihatannya tidak bekerja!

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:8-11: “And by working on Sunday we do not mean only the formal going to the office or counting-room. We mean the carrying a man’s business about with him on that day; the taking it home and poisoning the fireside with it; the taking it to church and poisoning the church with it” (= Dan dengan bekerja pada hari Minggu kami tidak memaksudkan hanya kepergian formil ke kantor atau kantor bisnis. Kami memaksudkan tindakan membawa kesibukan / bisnis seseorang dengannya pada hari itu; tindakan membawanya ke rumah dan merusak rumah / kehidupan keluarga dengannya; tindakan membawanya ke gereja dan merusak gereja dengannya).

 

Penerapan: jadi orang yang tidak bekerja pada hari Minggu, dan lalu pergi ke gereja, bisa tetap melanggar larangan bekerja ini, yaitu kalau pada hari itu ia tetap ‘membawa’ pekerjaannya dalam pikirannya!

 

Jaman sekarang, pemberitaan larangan berkerja pada hari Sabat (Minggu) ini makin lama makin langka. Saya menduga banyak ‘hamba Tuhan’ yang justru senang kalau jemaatnya bekerja pada hari Sabat, karena itu mereka anggap bisa membuat jemaatnya makin banyak uang, sehingga makin banyak memberi persembahan juga! Tetapi ‘hamba Tuhan’ yang tidak mau memberitakan larangan ini dengan motivasi seperti itu, sebetulnya bukan hamba Tuhan tetapi hamba uang!

Mereka harus memperhatikan ancaman Firman Tuhan bagi orang yang membuang sesuatu dari Firman Tuhan, seperti yang ada dalam ayat-ayat di bawah ini:

Mat 5:19 - “Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.

Wah 22:18-19 - “(18) Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: ‘Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. (19) Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.’”.

 

2.   Kita tidak boleh memasak / mempersiapkan makanan.

Calvin menganggap bahwa memasak makanan termasuk pekerjaan yang dilarang pada hari Sabat. Dan bahwa Kitab Suci memang melarang untuk memasak / mempersiapkan makanan pada hari Sabat, terlihat dari text-text di bawah ini:

 

a.   Kel 16:4-5,22-30 - “(4) Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu; maka bangsa itu akan keluar dan memungut tiap-tiap hari sebanyak yang perlu untuk sehari, supaya mereka Kucoba, apakah mereka hidup menurut hukumKu atau tidak. (5) Dan pada hari yang keenam, apabila mereka memasak yang dibawa mereka pulang, maka yang dibawa itu akan terdapat dua kali lipat banyaknya dari apa yang dipungut mereka sehari-hari.’ ... (22) Dan pada hari yang keenam mereka memungut roti itu dua kali lipat banyaknya, dua gomer untuk tiap-tiap orang; dan datanglah semua pemimpin jemaah memberitahukannya kepada Musa. (23) Lalu berkatalah Musa kepada mereka: ‘Inilah yang dimaksudkan TUHAN: Besok adalah hari perhentian penuh, sabat yang kudus bagi TUHAN; maka roti yang perlu kamu bakar, bakarlah, dan apa yang perlu kamu masak, masaklah; dan segala kelebihannya biarkanlah di tempatnya untuk disimpan sampai pagi.’ (24) Mereka membiarkannya di tempatnya sampai keesokan harinya, seperti yang diperintahkan Musa; lalu tidaklah berbau busuk dan tidak ada ulat di dalamnya. (25) Selanjutnya kata Musa: ‘Makanlah itu pada hari ini, sebab hari ini adalah sabat untuk TUHAN, pada hari ini tidaklah kamu mendapatnya di padang. (26) Enam hari lamanya kamu memungutnya, tetapi pada hari yang ketujuh ada sabat; maka roti itu tidak ada pada hari itu.’ (27) Tetapi ketika pada hari ketujuh ada dari bangsa itu yang keluar memungutnya, tidaklah mereka mendapatnya. (28) Sebab itu TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Berapa lama lagi kamu menolak mengikuti segala perintahKu dan hukumKu? (29) Perhatikanlah, TUHAN telah memberikan sabat itu kepadamu; itulah sebabnya pada hari keenam Ia memberikan kepadamu roti untuk dua hari. Tinggallah kamu di tempatmu masing-masing, seorangpun tidak boleh keluar dari tempatnya pada hari ketujuh itu.’ (30) Lalu beristirahatlah bangsa itu pada hari ketujuh”.

 

Jelas bahwa text tentang manna ini melarang untuk mengumpulkan manna dan memasaknya pada hari Sabat.

 

Matthew Henry (tentang Kel 16:22-31): “On that day they were to fetch in enough for two days, and to prepare it, v. 23. The law was very strict, that they must bake and seeth, the day before, and not on the sabbath day” [= Pada hari itu (hari sebelum hari Sabat) mereka harus mengambil (manna) cukup untuk dua hari, dan mempersiapkannya, ay 23. Hukum itu sangat ketat, dan mereka harus membakarnya dan memasak / merebusnya pada hari sebelumnya, dan bukan pada hari Sabat].

 

Barnes’ Notes (tentang Kel 16:25): “‘Eat that today.’ ... The people were to abstain from the ordinary work of every day life: they were not to collect food, nor, as it would seem, even to prepare it as on other days” (= ‘Makanlah itu pada hari ini’. Bangsa itu harus menjauhkan diri dari pekerjaan biasa dari kehidupan sehari-hari: mereka tidak boleh mengumpulkan makanan, ataupun, seperti terlihat, bahkan mempersiapkan makanan seperti pada hari-hari yang lain).

 

b.   Kel 35:2-3 - “(2) Enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada perhentian kudus bagimu, yakni sabat, hari perhentian penuh bagi TUHAN; setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari itu, haruslah dihukum mati. (3) Janganlah kamu memasang api di manapun dalam tempat kediamanmu pada hari Sabat.’”.

 

Adam Clarke menganggap bahwa larangan menyalakan api di sini hanya api untuk bekerja atau memasak makanan. Tetapi menyalakan api untuk memberi terang / panas, tidak dilarang.

 

c.   Bil 15:32-36 - “(32) Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. (33) Lalu orang-orang yang mendapati dia sedang mengumpulkan kayu api itu, menghadapkan dia kepada Musa dan Harun dan segenap umat itu. (34) Orang itu dimasukkan dalam tahanan, oleh karena belum ditentukan apa yang harus dilakukan kepadanya. (35) Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Orang itu pastilah dihukum mati; segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan.’ (36) Lalu segenap umat menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu, sehingga ia mati, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa”.

 

Thomas Watson: “It would seem a small thing to pick up a few sticks to make a fire; but God would not have this day violated in the smallest matters” (= Kelihatannya merupakan suatu hal kecil / remeh untuk mengambil beberapa ranting untuk membuat api; tetapi Allah tidak menghendaki hari ini dilanggar dalam hal-hal yang paling kecil) - ‘The Ten Commandments’, hal 99.

 

Karena dilarangnya seseorang memasak / mempersiapkan makanan pada hari Sabat, maka pemilik warung / restoran yang tetap berjualan makanan pada hari Sabat jelas melanggar peraturan Sabat; bukan hanya larangan bekerja dan mempekerjakan orang, tetapi juga larangan memasak makanan. Ini menjadi problem bagi orang-orang Kristen yang berjualan makanan di food court / pujasera, yang tentu tidak mengijinkan ia libur pada hari Minggu.

 

Sekarang, kalau kita melarang orang buka restoran / warung pada hari Sabat, masuk akalkah kalau kita diperbolehkan membeli makanan? Kalau mau konsisten, jelas bahwa kita juga tidak boleh membeli makanan, karena ini akan memotivasi orang-orang untuk makin membuka restoran / warungnya. Tetapi ini merupakan hal yang hampir tidak ada orang Kristen yang memperhatikannya. Dan bagi orang-orang Kristen yang memperhatikannya, tetap hampir tidak mungkin untuk melaksanakannya. Saya menganggap bahwa ‘tidak boleh membeli makanan’ merupakan sesuatu yang sangat sukar untuk ditaati. Kita tidak boleh memasak, dan kita tidak boleh membeli makanan. Jadi kita harus makan makanan yang sudah dimasak pada hari sebelum Sabat (Kel 16:23-25).

Lalu bagaimana dengan gereja yang mengundang hamba Tuhan dari luar kota? Biasanya hamba Tuhan itu diajak untuk makan di restoran! Kalau tidak, lalu bagaimana? Harus diajak makan di rumah, untuk makan makanan yang dimasak kemarinnya? Atau gereja harus masak sendiri? Apakah dibedakan memasak makanan biasa, dan memasak makanan untuk hamba Tuhan sebagai suatu tindakan pelayanan?

Catatan: kalau memasak makanan jelas tidak boleh, tetapi saya tidak tahu bagaimana dengan memanasi makanan. Sepanjang yang saya ketahui tidak ada penafsir yang membahas hal ini. Kalau ini juga tidak boleh, maka akan makin mempersulit ketaatan pada larangan yang sudah sangat sulit ini!

 

-bersambung-

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ