(Rungkut
Megah Raya, blok D no 16)
Rabu,
tgl 13 Nopember 2019, pk 19.00
Pdt.
Budi Asali, M. Div.
David
Schaff: Ҥ 147. The Theological System of
Servetus. Calvin, in his Refutatio Errorum Mich. Serveti, Opera,
vol. VIII. 501–644, presents the doctrines of Servetus from his writings, in
thirty-eight articles, the response of Servetus, the refutation of the response,
and then a full examination of his whole system.
... Before we proceed to the heresy
trial, we must give a connected statement of the opinions of Servetus as
expressed in his last and most elaborate work. To his contemporaries the Restitutio appeared to be a confused
compound of Sabellian, Samosatenic, Arian, Apollinarian, and Pelagian heresies,
mixed with Anabaptist errors and Neo-platonic, pantheistic speculations. The
best judges - Calvin, Saisset, Trechsel, Baur, Dorner, Harnack - find the root
of his system in pantheism. ... Far from being a sceptic or
rationalist, he had very strong, positive convictions of the absolute truth of
the Christian religion. He regarded the Bible
as an infallible source of truth, and accepted the traditional canon without
dispute.
So
far he agreed with evangelical Protestantism; but he differed from it, as well
as from Romanism, in principle and aim. He claimed to stand above both parties
as the restorer of primitive Christianity, which excludes the errors and
combines the truths of the Catholic and Protestant creeds.
... Servetus,
with the Bible as his guide, aimed at a more radical revolution than the
Reformers. He started with a new
doctrine of God and of Christ, and undermined the very foundations of the
Catholic creed. The three most prominent negative features of his system are
three denials: the denial of the orthodox dogma of the Trinity, as, set forth in
the Nicene Creed; the denial of the orthodox Christology, as determined by the
Oecumenical Council of Chalcedon; and the denial of infant baptism, as practised
everywhere except by the Anabaptists. From these three sources he derived all
the evils and corruptions of the Church.
The first two denials were the basis of the theoretical revolution, the third
was the basis of the practical revolution which he felt himself
providentially called to effect by his anonymous book. Those three negations
in connection with what appeared to be shocking blasphemy, though not intended
as such, made him an object of horror to all orthodox Christians of his age,
Protestants as well as Roman Catholic, and led to his double condemnation, first
at Vienne, and then at Geneva.”
[= § 147. Sistim Theologia dari Servetus. Calvin,
dalam bukunya ‘Refutatio Errorum Mich. Serveti, Opera,
vol. VIII. 501–644’, menggambarkan
doktrin-doktrin Servetus dari tulisan-tulisannya, dalam tiga puluh delapan
artikel, tanggapan Servetus, bantahah dari tanggapan itu, dan lalu suatu
pemeriksaan penuh dari seluruh sistimnya. ... Sebelum kita melanjutkan pada pengadilan kesesatan / bidat,
kita harus memberikan suatu pernyataan yang berhubungan tentang
pandangan-pandangan Servetus seperti yang dinyatakan dalam pekerjaan /
tulisannya yang terakhir dan yang paling mendetail. Bagi orang-orang sejamannya ‘the Restitutio’ kelihatan sebagai
suatu campuran yang membingungkan dari bidat-bidat Sabelianisme, Samosatenic (Adoptionisme), Arianisme, Appolinarianisme, dan Pelagianisme,
dicampur dengan kesalahan-kesalahan Anabaptist dan spekulasi-spekulasi
Neo-Platonik, Pantheisme. Hakim-hakim / penilai-penilai
yang terbaik - Calvin, Saisset, Trechsel, Baur, Dorner, Harnack - menemukan akar
dari sistimnya dalam Pantheisme. ... Sangat berbeda
dengan seorang skeptik atau rationalist, ia mempunyai suatu keyakinan yang
sangat kuat, positif tentang kebenaran mutlak dari agama Kristen. Ia
menganggap Alkitab sebagai suatu sumber kebenaran yang tidak bisa salah, dan
menerima kanon tradisional tanpa bantahan. Sejauh
itu ia setuju dengan Protestantisme yang injili; tetapi ia berbeda darinya,
maupun dari Romanisme (Katolik), dalam prinsip-prinsip dan tujuan. Ia mengclaim berdiri
di atas kedua kelompok sebagai pemulih dari kekristenan yang primitif, yang
mengeluarkan kesalahan-kesalahan dan mengkombinasikan kebenaran-kebenaran dari
pengakuan iman Katolik dan Protestan.
... Servetus, dengan Alkitab sebagai pembimbingnya,
mengarah pada suatu revolusi yang lebih radikal dari pada para tokoh Reformasi.
Ia mulai dengan suatu doktrin baru tentang Allah dan
tentang Kristus, dan melemahkan / merusak perlahan-lahan fondasi dasar dari
pengakuan iman Katolik. Tiga ciri negatif yang paling menonjol dari sistimnya
adalah tiga penyangkalan: penyangkalan tentang dogma yang ortodox dari / tentang
Tritunggal, sebagaimana diajukan dalam Pengakuan Iman Nicea; penyangkalan
tentang Kristologi yang ortodox, sebagaimana ditentukan oleh Sidang Gereja
Oikumene Chalcedon; dan penyangkalan baptisan bayi, yang dipraktekkan
dimana-mana kecuali oleh Anabaptist. Dari tiga sumber ini ia mendapatkan /
menyimpulkan semua kejahatan-kejahatan dan kerusakan-kerusakan dari Gereja.
Dua penyangkalan yang pertama adalah dasar dari
revolusi teoretis, yang ketiga adalah dasar dari revolusi praktis yang
ia rasakan dirinya sendiri dipanggil secara providensia untuk mencapainya oleh
bukunya yang tanpa nama. Ketiga
penyangkalan itu dalam hubungan dengan apa yang kelihatan sebagai penghujatan
yang mengejutkan, sekalipun tidak dimaksudkan seperti itu, membuatnya sebagai
obyek dari ketidak-senangan / kejijikan bagi semua orang-orang Kristen ortodox
dari jamannya, Protestan maupun Katolik Roma, dan membimbing pada hukuman
gandanya, pertama di Wina, dan lalu di Jenewa.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 736-738
(Libronix).
Catatan:
jangan heran kalau melihat orang sesat ini kacau balau doktrinnya sehingga sukar
didefinisikan. Karena itu juga tidak usah heran kalau pada pelajaran yang
pertama kita melihat bahwa Rev. Thomas Smyth D. D.
mengatakan bahwa Servetus menyangkal kemanusiaan Yesus. Saya kira kekacauan
ajaran Servetus tidak
jauh beda dengan Erastus. Itu sebabnya saya tidak jadi membahas ajaran Erastus
tentang Tritunggal. Saya melihat tulisan / kotbahnya tentang Tritunggal
betul-betul kacau balau sehingga menyebabkan pandangannya tidak jelas dan sangat
sukar untuk dibahas.
David
Schaff: “1. Christology.
Servetus
begins the ‘Restitution,’ as well as his first book against the Trinity,
with the doctrine of Christ. He rises from the humanity of
the historical Jesus of Nazareth to his Messiahship and Divine Sonship, and from
this to his divinity. ... Jesus is, according to Servetus,
begotten, not of the first person of God, but of the essence of the one
undivided and indivisible God. ... To his last breath Servetus
worshipped Jesus as the Son of the eternal God. But he did not admit him to be
the eternal Son
of God except in an ideal and pantheistic sense,
... Christ
does not consist of, or in, two natures. He had no previous personal
pre-existence as a second hypostasis: his personality dates from his conception
and birth. But this man Jesus is,
at the same time, consubstantial with God (ὁμοούσιος).
As man and wife are one in the flesh of their son, so God and man are one in
Christ. The
flesh of Christ is heavenly and born of the very substance of God.
By
the deification of the flesh of Christ he materialized God, destroyed the real
humanity of Christ, and lost himself in the maze of a pantheistic mysticism.”
[= 1.
Kristologi. Servetus memulai ‘the Restitution’, maupun buku pertamanya
menentang Tritunggal, dengan doktrin tentang Kristus. Ia
naik / meningkat dari kemanusiaan Yesus dari Nazaret yang bersifat sejarah
kepada Ke-Mesias-anNya dan Ke-Anak-anNya yang Ilahi, dan dari sini pada
keilahianNya. ... Menurut Servetus, Yesus diperanakkan, bukan dari
pribadi pertama dari Allah, tetapi dari hakekat dari satu Allah yang tak
terpisah dan tak terbagi. ... Sampai pada nafasnya
yang terakhir Servetus menyembah Yesus sebagai ‘Anak dari Allah yang kekal’.
Tetapi ia tidak mengakuiNya sebagai ‘Anak yang kekal dari Allah’ kecuali
dalam arti yang ideal dan Pantheistik, ... Kristus
tidak terdiri dari, atau dalam, dua hakekat. Ia tidak mempunyai keberadaan
pribadi sebelumnya sebagai seorang Pribadi yang kedua: kepribadianNya berasal
mula dari pembuahan dan kelahiranNya. Tetapi manusia Yesus ini, pada saat yang sama mempunyai substansi /
hakekat yang sama dengan Allah (HOMOOUSIOS).
Seperti laki-laki dan perempuan adalah satu dalam daging dari anak mereka,
demikianlah Allah dan manusia adalah satu dalam Kristus. Daging
dari Kristus bersifat surgawi dan dilahirkan dari substansi / hakekat Allah.
Dengan pendewaan dari daging Kristus ia menjadikan Allah bersifat materi,
menghancurkan kemanusiaan yang nyata / benar dari Kristus, dan membuat dirinya
sendiri hilang / menyesatkan dirinya sendiri dalam sistim yang komplex dari
mistisisme pantheistik.] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 739-741
(Libronix).
David
Schaff: “2. Theology. The
fundamental doctrine of Servetus was the absolute unity, simplicity, and
indivisibility of the Divine being, in opposition to the tripersonality or
threefold hypostasis of orthodoxy. In this respect he makes
common cause with the Jews and Mohammedans, and approvingly quotes the Koran.
He violently assails Athanasius, Hilary, Augustin, John of Damascus, Peter the
Lombard, and other champions of the dogma of the Trinity. But he claims the
ante-Nicene Fathers, especially Justin, Clement of Alexandria, Irenaeus, and
Tertullian, for his view. He calls all Trinitarians
‘tritheists’ and ‘atheists.’ They have not one
absolute God, but a three-parted, collective, composite God - that is, an
unthinkable, impossible God, which is no God at all. They worship three idols of
the demons, - a three-headed monster, like the Cerberus of the Greek mythology.
One
of their gods is unbegotten, the second is begotten, the third proceeding. One
died, the other two did not die. Why is not the Spirit begotten, and the Son
proceeding? By distinguishing the
Trinity in the abstract from the three persons separately considered, they have
even four gods. The Talmud and the
Koran, he thinks, are right in opposing such nonsense and blasphemy.
He examines in detail the various patristic and scholastic proof texts for the
Trinity, as Gen. 18:2; Ex. 3:6; Ps. 2:7; 110:1; Isa. 7:14; John 1:1; 3:13; 8:58;
10:18; 14:10; Col. 1:15; 2:9; 1 Pet. 3:19; Heb. 1:2. Yet, after all, he taught
himself a sort of trinity, but substitutes the terms
‘dispositions,’ ‘dispensations,’ ‘economies,’ for hypostases and
persons.
In
other words, he believed, like Sabellius, in a trinity of revelation or
manifestation, but not in a trinity of essence or substance.
He even avowed, during the trial at Geneva, a trinity of persons and the eternal
personality of Christ; but he understood the term, ‘person’ in the original
sense of a mask used by players on the stage, not in the orthodox sense of a
distinct hypostasis or real personality that had its own proper life in the
Divine essence from eternity, and was manifested in time in the man Jesus.
...
In
the fifth book, Servetus discusses the doctrine of the Holy Spirit. He
identifies him with the Word, from which he differs only in the form of
existence. God is, figuratively
speaking, the Father of the Spirit, as he is the Father of Wisdom and the Word.
The Spirit is not a third metaphysical being, but the Spirit of God himself.
... We
are deified or made partakers of the divine nature by Christ.”
[= 2. Theologia. Doktrin dasar dari Servetus adalah kesatuan mutlak,
kesederhanaan, dan ketidak-bisa-dibagi-an dari keberadaan Ilahi, dalam
pertentangan dengan tiga pribadi atau pribadi rangkap tiga dari ortodoxy. Dalam
hal ini ia membuat hasil yang sama dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang
Islam, dan menganggap baik untuk mengutip Al-Quran. Ia menyerang
secara ganas / kuat Athanasius, Agustinus, John dari Damaskus, Peter Lombard,
dan pembela-pembela dari dogma Tritunggal. Tetapi ia mengclaim Bapa-bapa Gereja
sebelum Nicea, khususnya Justin, Clement dari Alexandria, Ireneaeus, dan
Tertullian, untuk pandangannya. Ia menyebut semua
orang yang percaya Tritunggal sebagai ‘tritheist’ dan ‘atheist’.
Mereka tidak mempunyai satu Allah yang mutlak, tetapi
suatu Allah yang terbagi tiga, berkumpul, terdiri dari komponen-komponen -
yaitu, suatu Allah yang tidak terpikirkan / terbayangkan, mustahil, yang bukan
Allah sama sekali. Mereka menyembah tiga berhala dari setan-setan, - seorang
monster berkepala tiga, seperti Cerberus dari mitologi Yunani. Satu
dari allah-allah / dewa-dewa mereka tidak diperanakkan, yang kedua diperanakkan,
yang ketiga keluar. Satu mati, yang dua tidak mati. Mengapa Roh tidak
diperanakkan, dan Anak tidak keluar? Dengan
membedakan Tritunggal dalam bentuk yang abstrak dari tiga pribadi yang
dipertimbangkan secara terpisah mereka bahkan mempunyai empat allah. Talmud
dan Al-Quran, ia pikir, adalah benar dalam menentang omong kosong dan
penghujatan seperti itu. Ia memeriksa secara mendetail bermacam-macam
text bukti untuk Tritunggal dari Bapa-bapa Gereja awal dan ahli-ahli theologia
abad pertengahan / Katolik, seperti Kej 18:2; Kel 3:6; Maz 2:7; 110:1; Yes 7:14;
Yoh 1:1; 3:13; 8:58; 10:18; 14:10; Kol 1:15; 2:9; 1Pet 3:19; Ibr 1:2. Tetapi
sekalipun demikian, ia mengajar dirinya sendiri suatu jenis Tritunggal, tetapi
menggantikan istilah-istilah ‘kecondongan-kecondongan’, ‘jaman-jaman’,
‘metode-metode’, untuk hypostases dan pribadi-pribadi. Dengan
kata lain, ia percaya, seperti Sabellius, kepada suatu Tritunggal dari penyataan
atau manifestasi, tetapi tidak kepada suatu Tritunggal dari hakekat atau
substansi. Ia bahkan menyatakan, dalam pengadilan di Jenewa, suatu
Tritunggal dari pribadi-pribadi dan kepribadian kekal dari Kristus; tetapi ia
menganggap istilah ‘pribadi’ dalam arti orisinil dari sebuah topeng yang
digunakan oleh pemain-pemain sandiwara di panggung, bukan dalam arti ortodox
dari suatu hypostases yang berbeda (distinct) atau kepribadian yang nyata
/ sungguh-sungguh yang mempunyai kehidupannya sendiri yang benar dalam hakekat
Ilahi dari kekekalan, dan dinyatakan dalam waktu dalam manusia Yesus. ... Dalam
buku yang kelima, Servetus mendiskusikan doktrin tentang Roh Kudus. Ia
menyamakan Dia dengan Firman, dari mana Ia berbeda hanya dalam bentuk keberadaan.
Allah adalah, berbicara secara figuratif, Bapa dari
Roh, seperti Ia adalah Bapa dari Hikmat dan Firman. Roh (Kudus) bukanlah makhluk
/ keberadaan (being) yang ketiga, tetapi Roh Allah sendiri. ... Kita
dijadikan allah atau dijadikan pengambil-pengambil bagian dari hakekat ilahi
oleh Kristus.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 741-745
(Libronix).
David
Schaff: “Servetus
rejected also the doctrine of forensic justification by faith alone, as
injurious to sanctification. He held that man is justified by faith and good
works, and appealed to the second chapter of James and the obedience of Abraham.
On this point he sympathized more with the Roman theory.”
[= Servetus juga menolak doktrin tentang Pembenaran
(yang berhubungan dengan pengadilan) oleh iman saja, sebagai berbahaya /
bersifat melukai bagi Pengudusan. Ia percaya bahwa manusia dibenarkan oleh iman
dan perbuatan baik, dan naik banding pada pasal kedua dari Yakobus dan ketaatan
Abraham. Tentang pokok ini ia lebih cocok dengan teori dari Roma
(Katolik).] - ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 749 (Libronix).
David
Schaff: “As
to the sacrament of Baptism,
he taught, with the Catholic Church, baptismal regeneration, but rejected, with
the Anabaptists, infant baptism. ... Servetus
infers, no one is a fit subject for baptism before he has reached manhood. ...
Servetus rejected Infant
Baptism as irreconcilable with
these views, and as absurd. He called it a doctrine of
the devil, an invention of popery, and a total subversion of Christianity.
He saw in it the
second root of all the corruptions of the Church, as the dogma of the Trinity
was the first root. By
his passionate opposition to infant baptism he gave as much offence to Catholics
and Protestants as by his opposition to the dogma of the Trinity.
... In the doctrine of the Lord’s
Supper, Servetus differs from the
Roman Catholic, the Lutheran, and the Zwinglian theories, and approaches,
strange to say, the doctrine of his great antagonist, Calvin.
... He
is most severe against the papal doctrine of transubstantiation or
transelementation; because it turns bread into no-bread, and would make us
believe that the body of Christ is eaten even by wild beasts, dogs, and mice. He
calls this dogma a Satanic monstrosity and an invention of demons.” [= Berkenaan dengan sakramen Baptisan, ia mengajar, bersama dengan
Gereja Katolik, baptisan kelahiran baru, tetapi menolak, bersama orang-orang
Anabaptis, Baptisan Bayi. ... Servetus menyimpulkan, tak
seorangpun adalah seorang subyek yang cocok untuk Baptisan
sebelum ia mencapai kedewasaan. ... Servetus
menolak Baptisan Bayi sebagai tidak bisa diharmoniskan dengan
pandangan-pandangan ini, dan sebagai menggelikan / konyol. Ia
menyebutnya suatu doktrin dari setan, suatu penemuan dari Gereja Roma Katolik,
dan suatu pembalikan total dari kekristenan. Ia
melihat di dalamnya akar yang kedua dari semua kerusakan-kerusakan dari Gereja,
seperti dogma Tritunggal adalah akar pertama. Oleh
penentangannya yang bersemangat / emosionil terhadap Baptisan Bayi ia memberi
kejengkelan sama banyaknya terhadap orang-orang Katolik dan Protestant seperti
oleh penentangannya terhadap dogma Tritunggal. ... Dalam
doktrin dari Perjamuan Kudus, Servetus berbeda dengan teori-teori Roma Katolik,
Lutheran, dan Zwingli, dan mendekati, secara mengejutkan, doktrin dari musuh
besarnya, Calvin. ... Ia
paling keras terhadap doktrin dari Gereja Roma Katolik tentang
transubstantiation atau transelementation; karena itu mengubah roti menjadi
bukan roti, dan akan membuat kita percaya bahwa tubuh Kristus dimakan oleh
binatang-binatang liar / buas, anjing-anjing dan tikus-tikus. Ia menyebut dogma
ini sesuatu yang menakutkan yang berhubungan dengan Setan dan suatu penemuan
dari setan-setan.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 750-754
(Libronix).
David
Schaff: “In
the last moment he is heard to pray, in smoke and agony, with a loud voice:
‘Jesus Christ, thou Son of the eternal God,
have mercy upon me!’. This was at once a confession of his faith and of his
error. He could not be induced, says Farel, to confess that Christ was the
eternal Son of God.”
[= Pada saat terakhir terdengar ia berdoa, dalam asap dan penderitaan yang
hebat, dengan suara keras: ‘Yesus Kristus, engkau Anak
dari Allah yang kekal, kasihanilah aku!’. Ini sekaligus merupakan
pengakuan imannya dan kesalahannya. Ia tidak bisa dibujuk, kata Farel, untuk
mengaku bahwa Kristus adalah Anak yang kekal dari
Allah.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 785 (Libronix).
David
Schaff: “Servetus
- theologian, philosopher, geographer, physician, scientist, and astrologer -
was one of the most remarkable men in the history of
heresy.” [= Servetus - ahli theologia,
ahli filsafat, ahli ilmu bumi, dokter, ilmuwan, dan ahli nujum - adalah salah
seorang yang paling hebat dalam sejarah bidat.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 786 (Libronix).
II)
Perbandingan dan pertentangan Servetus dengan Calvin.
David
Schaff: “Calvin
and Servetus - what a contrast! The best abused men of the sixteenth century,
and yet direct antipodes of each other in spirit, doctrine, and aim: the
reformer and the deformer; the champion of orthodoxy and the archheretic; the
master architect of construction and the master architect of ruin, brought
together in deadly conflict for rule or ruin. Both were men of
brilliant genius and learning; both deadly foes of the Roman Antichrist; both
enthusiasts for a restoration of primitive Christianity, but with opposite views
of what Christianity is.”
[= Calvin dan Servetus - betul-betul suatu kontras! Orang-orang
terbaik yang diperlakukan secara salah dari abad ke 16, tetapi saling
bertentangan satu sama lain dalam roh / kecondongan, doktrin, dan tujuan: sang
reformator dan sang perusak; sang juara / jago dari keortodoxan dan sang kepala
orang sesat; sang arsitek ahli dari pembangunan dan sang arsitek ahli dari
kehancuran, dibawa masuk bersama-sama dalam konflik yang mematikan
untuk memerintah atau hancur. Keduanya adalah orang genius dan terpelajar yang
brilian; keduanya adalah musuh-musuh mematikan dari sang anti Kristus Roma;
keduanya adalah orang-orang yang bersemangat untuk suatu pemulihan dari
kekristenan primitif, tetapi dengan
pandangan-pandangan yang bertentangan tentang apa kekristenan itu.] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, pasal 137,
hal 687 (Libronix).
David
Schaff: “They
were of the same age, equally precocious, equally bold and independent, and
relied on purely intellectual and spiritual forces. The one, while a youth of
twenty-seven, wrote one of the best systems of theology and vindications of the
Christian faith; the other, when scarcely above the age of twenty, ventured on
the attempt to uproot the fundamental doctrine of orthodox Christendom. Both
died in the prime of manhood, the one a natural, the other a violent, death.
Calvin’s works are in every theological library; the
books of Servetus are among the greatest rareties. Calvin left behind him
flourishing churches, and his influence is felt to this day in the whole
Protestant world; Servetus passed away like a meteor, without a sect, without a
pupil; yet he still eloquently denounces from his funeral pile the crime and
folly of religious persecution, and has recently been idealized by a Protestant
divine as a prophetic forerunner of modern christo-centric theology.”
[= Mereka
mempunyai umur yang sama, secara sama lebih maju dalam perkembangan, secara
sama berani dan tidak tergantung, dan bersandar pada semata-mata
kekuatan-kekuatan intelektual dan rohani. Yang satu,
pada waktu adalah seorang muda berusia 27 tahun, menulis salah satu dari sistim
yang terbaik dari theologia dan pembelaan iman Kristen; yang
lain, pada waktu berusia sedikit di atas 20 tahun, melakukan suatu usaha yang
berbahaya untuk mencabut doktrin dasar dari dunia kristen ortodox.
Keduanya mati pada usia terbaik mereka, yang satu
mati secara alamiah, yang lain mati dalam
suatu kematian yang ganas. Pekerjaan-pekerjaan
/ tulisan-tulisan Calvin ada dalam setiap perpustakaan theology; buku-buku
Servetus ada di antara buku-buku yang paling jarang. Calvin
meninggalkan di belakangnya gereja-gereja yang berkembang dengan baik, dan
pengaruhnya dirasakan sampai jaman sekarang dalam seluruh dunia Protestan;
Servetus meninggal seperti sebuah meteor, tanpa suatu
sekte, tanpa seorang murid; tetapi ia secara fasih tetap mengecam
dari timbunan penguburannya kejahatan dan kebodohan dari penganiayaan agamawi, dan
baru-baru ini telah dianggap sebagai sesuatu yang ideal oleh seorang ahli
theologia Protestan sebagai seorang pendahulu yang bersifat sebagai nabi dari
theologia modern yang berpusatkan Kristus.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, pasal 137, hal 687-688
(Libronix).
Catatan:
yang terakhir ini pastilah orang gila.
David
Schaff: “§ 146. ‘The Restitution of
Christianity.’ During
his sojourn at Vienne, Servetus prepared his chief theological work under the
title, ‘The Restitution of Christianity.’ He must have finished the greater
part of it in manuscript as early as 1546, seven years before its publication in
print; for in that year, as we have seen, he
sent a copy to Calvin, which he tried to get back to make some corrections, but
Calvin had sent it to Viret at Lausanne, where it was detained.
It
was afterwards used at the trial and ordered by the Council of Geneva to be
burnt at the stake, together with the printed volume.
The
proud title indicates the pretentious and radical character of the book. It was
chosen, probably, with reference to Calvin’s, ‘Institution of the Christian
Religion.’ In opposition to the great Reformer he claimed to be a Restorer.
The Hebrew motto on the title-page was taken from Dan. 12:1: ‘And at that time
shall Michael stand up, the great prince;’ the Greek motto from Rev. 12:7:
‘And there was war in heaven,’ which is followed by the words, ‘Michael
and his angels going forth to war with the dragon; and the dragon warred, and
his angels; and they prevailed not, neither was their place found any more in
heaven. And the great dragon was cast down, the old serpent, he that is called
the Devil and Satan, the deceiver of the whole world.’ The identity of the
Christian name of the author with the name of the archangel is significant.
Servetus fancied that the great battle with Antichrist was near at hand or had
already begun, and that he was one of Michael’s warriors, if not Michael
himself.
His
‘Restitution of Christianity’ was a manifesto of war. The woman in the
twelfth chapter of Revelation he understood to be the true Church; her child,
whom God saves, is the Christian faith; the great red dragon with seven heads
and horns is the pope of Rome, the Antichrist predicted by Daniel, Paul, and
John. At the time of Constantine and the Council of Nicaea, which divided the
one God into three parts, the dragon began to drive the true Church into the
wilderness, and retained his power for twelve hundred and sixty prophetic days
or years; but now his reign is approaching to a close. He was fully conscious
of a divine mission to overthrow the tyranny of the papal and Protestant
Antichrist, and to restore Christianity to its primitive purity.
... He
assured them that there were no errors in the book, and that, on the contrary,
it was directed against the doctrines of Luther, Calvin, Melanchthon, and other
heretics.”
[= § 146.
‘The
Restitution of Christianity’ (Pengembalian / Pemulihan kekristenan). Selama ia
tinggal sementara di Wina, Servetus menyiapkan pekerjaan / tulisan utamanya
dengan judul ‘The Restitution of Christianity’. Ia pasti telah menyelesaikan
sebagian besar darinya dalam naskah seawal 1546, tujuh tahun sebelum
penerbitannya dalam cetakan; karena pada tahun itu, seperti telah kita lihat, ia
mengirim satu salinan kepada Calvin, yang ia usahakan untuk mendapatkan kembali
untuk membuat beberapa koreksi, tetapi Calvin telah mengirimkannya kepada Viret
di Lausanne, dimana itu ditahan. Itu belakangan digunakan pada Sidang dan
diperintahkan oleh Sidang Jenewa untuk dibakar di tiang hukuman mati,
bersama-sama dengan buku-buku cetakannya. Judul
yang sombong menunjukkan karakter yang sombong / menganggap diri sendiri penting
dan radikal dari buku itu. Itu dipilih, mungkin, berhubungan dengan buku Calvin,
‘Institution of the Christian Religion’ (Pemulaian / Peneguhan dari Agama
Kristen). Dalam pertentangan dengan tokoh Reformasi yang besar itu ia mengclaim
sebagai seorang Pemulih. Motto dalam bahasa Ibrani pada halaman judul diambil
dari Dan 12:1: ‘Pada waktu itu juga akan muncul Mikhael, pemimpin
besar itu’; motto dalam bahasa Yunani dari Wah 12:7: ‘Maka timbullah
peperangan di sorga’, yang diikuti dengan kata-kata, ‘Mikhael dan
malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh
malaikat-malaikatnya, tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat
tempat lagi di sorga. Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau
Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke
bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya.’ Penyamaan
nama Kristen dari sang pengarang dengan nama dari penghulu malaikat adalah
penting. Servetus menganggap / mengkhayalkan bahwa pertempuran besar dengan Anti
Kristus sudah dekat atau sudah dimulai, dan bahwa ia adalah salah satu dari
pejuang-pejuang Mikhael, jika bukannya Mikhael sendiri. Buku ‘Restitution of
Christianity’nya adalah suatu pernyataan perang. Perempuan dalam pasal ke 12
dari Wahyu ia mengerti sebagai Gereja yang benar; anaknya, yang Allah
selamatkan, adalah iman Kristen; naga merah besar dengan tujuh kepala dan tanduk
adalah Paus dari Roma, sang Anti Kristus yang diramalkan oleh Daniel, Paulus,
dan Yohanes. Pada jaman Konstantin dan Sidang Gereja Nicea, yang membagi satu
Allah menjadi tiga bagian, sang naga mulai mendorong / mendesak Gereja yang
benar ke dalam padang gurun, dan mempertahankan kuasanya untuk 1260 hari atau
tahun yang bersifat nubuat; tetapi sekarang pemerintahannya sedang mendekati
suatu akhir. Ia sepenuhnya sadar tentang suatu missi ilahi untuk membalikkan /
menghancurkan tirany dari Anti Kristus Katolik dan Protestan, dan memulihkan
kekristenan pada kemurnian primitifnya. ... Ia meyakinkan mereka bahwa di sana
tidak ada kesalahan-kesalahan dalam buku itu, dan bahwa, sebaliknya, itu
ditujukan terhadap / menentang doktrin-doktrin dari Luther, Calvin, Melanchthon,
dan bidat-bidat yang lain.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 732-735
(Libronix).
David
Schaff: “The
premises and conclusions of the speculations of Servetus are pantheistic.
He adopts the conception of God as the all-embracing substance. … The deity in
the stone is stone, in gold it is gold, in the wood it is wood, according to the
proper ideas of things. In a more excellent way the deity in man is man, in the
spirit it is spirit.’ ‘God dwells in the Spirit, and
God is Spirit. God dwells in the fire, and God is fire; God dwells in the light,
and God is light; God dwells in the mind, and he is the mind itself.’ In
one of his letters to Calvin he says: ‘Containing the essence of the universe
in himself, God is everywhere, and in everything, and in such wise that he shows
himself to us as fire, as a flower, as a stone.’ God is always in the process
of becoming. Evil as well as good
is comprised in his essence. He quotes Isa. 45:7: ‘I form the
light, and create darkness; I make peace, and create evil; I am the Lord, that
doeth all these things.’ The evil differs from the good only in the direction.
When Calvin charged him with pantheism, Servetus restated his view in these
words: ‘God is in all things by essence, presence, and power, and himself
sustains all things.’ Calvin admitted this, but denied the inference that the
substantial Deity is in all creatures, and, as the latter confessed before the
judges, even in the pavement on which they stand, and in the devils.
In
his last reply to Calvin he tells him: ‘With Simon Magus you shut up God in a
corner; I say, that he is all in all things; all beings are sustained in God.’”
[= Logika dan kesimpulan dari spekulasi-spekulasi
Servetus bersifat Pantheistik. Ia mengadopsi konsep / pengertian
tentang Allah sebagai substansi yang mencakup segala sesuatu. ... Allah dalam
batu adalah batu, dalam emas itu adalah emas, dalam kayu itu adalah kayu, sesuai
dengan gagasan-gagasan yang benar / tepat tentang benda-benda. Dalam suatu cara
yang lebih baik Allah dalam manusia adalah manusia, dalam roh itu adalah roh’.
‘Allah tinggal dalam Roh, dan Allah adalah Roh. Allah tinggal dalam api, dan
Allah adalah api; Allah tinggal dalam terang, dan Allah adalah terang; Allah
tinggal dalam pikiran, dan Ia adalah pikiran itu sendiri’. Dalam
salah satu dari surat-suratnya kepada Calvin ia berkata: ‘Mempunyai hakekat
dari alam semesta dalam diriNya sendiri, Allah ada dimana-mana, dan dalam segala
sesuatu, dan sedemikian rupa sehingga Ia menunjukkan diriNya sendiri kepada kita
sebagai api, sebagai suatu bunga, sebagai suatu batu’. Allah selalu ada dalam
proses ‘menjadi (becoming)’. Kejahatan
maupun kebaikan ada / tercakup dalam hakekatNya. Ia mengutip Yes
45:7: ‘Aku
membentuk terang, dan menciptakan gelap; Aku membuat damai, dan menciptakan
bencana; Akulah Tuhan, yang melakukan semua hal-hal ini’ (KJV).
Kejahatan berbeda dengan kebaikan hanya dalam
arahnya. Pada waktu Calvin menuduh dia dengan pantheisme, Servetus menyatakan
ulang pandangannya dengan kata-kata ini: ‘Allah ada dalam segala sesuatu oleh
hakekat, kehadiran, dan kuasa, dan diriNya sendiri menopang segala sesuatu’.
Calvin mengakui ini, tetapi menyangkal kesimpulan bahwa substansi Allah ada
dalam semua makhluk ciptaanNya, dan, karena yang belakangan mengakui di hadapan
hakim-hakim, bahkan dalam lantai di atas mana mereka berdiri, dan dalam
setan-setan. Dalam jawaban terakhirnya kepada Calvin ia memberitahunya:
‘Dengan Simon Magus kamu mengurung Allah di suatu sudut; aku berkata, bahwa Ia
adalah semua dalam segala sesuatu; semua makhluk-makhluk ditopang dalam
Allah’.] - ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 745-747 (Libronix).
David
Schaff: “4. Anthropology
and Soteriology. Servetus was called a
Pelagian by Calvin. This is true only with some qualifications.
He denied absolute predestination and the slavery of the human will, as taught
first by all the Reformers. He admitted the fall of Adam in consequence of the
temptation by the devil, and he admitted also hereditary sin (which Pelagius
denied), but not hereditary guilt. Hereditary sin is only a disease for which
the child is not responsible. (This was also the view of Zwingli.) There is no
guilt without knowledge of good and evil.
Actual
transgression is not possible before the time of age and responsibility, that
is, about the twentieth year. He infers this from such
passages as Ex. 30:14; 38:26; Num. 14:29; 32:11; Deut. 1:39. ... In the fallen
state man has still a free-will, reason, and conscience, which connect him with
the divine grace. ... The doctrine of the slavery
of the human will is a great fallacy (magna fallacia), and turns divine
grace into a pure machine. It makes men idle, and neglect prayer, fasting, and
almsgiving. God is free himself and gives freedom to every man, and his grace
works freely in man. It is our impiety which turns the gift of freedom into
slavery.
The Reformers blaspheme God by their doctrine of total depravity and their
depreciation of good works. All true philosophers and theologians teach that
divinity is implanted in man, and that the soul is of the same essence with God.
As
to predestination, there is, strictly speaking, no before nor after in God, as
he is not subject to time. But he is just and merciful to all his creatures,
especially to the little flock of the elect.
He
condemns no one who does not condemn himself.”
[= 4. Anthropology dan Soteriology.
Servetus disebut seorang Pelagian oleh Calvin. Ini
hanya benar dengan beberapa persyaratan. Ia menyangkal predestinasi
mutlak dan perbudakan dari kehendak manusia, sebagaimana mula-mula diajarkan
oleh semua tokoh Reformasi. Ia mengakui kejatuhan Adam sebagai akibat dari
pencobaan oleh setan, dan ia juga mengakui dosa turunan / warisan (yang
disangkal oleh Pelagius), tetapi bukan kesalahan turunan / warisan. Dosa turunan
/ warisan hanyalah suatu penyakit untuk mana anak tidak bertanggung jawab. (Ini
juga adalah pandangan dari Zwingli.) Di sana tidak ada kesalahan tanpa
pengetahuan tentang baik dan jahat. Pelanggaran
sungguh-sungguh tidak memungkinkan sebelum waktu dimana seseorang mulai
bertanggung jawab, yaitu, sekitar tahun ke 20. Ia menyimpulkan ini
dari text-text seperti Kel 30:14; 38:26; Bil 14:29; 32:11; Ul 1:39. ... Dalam
keadaan setelah kejatuhan manusia tetap mempunyai kehendak bebas, akal, dan hati
nurani, yang menghubungkan dia dengan kasih karunia ilahi. ... Doktrin tentang
perbudakan dari kehendak bebas adalah suatu pandangan salah yang besar (MAGNA
FALLACIA), dan menjadikan / mengubah kasih karunia ilahi menjadi sebuah mesin
murni. Itu membuat manusia malas, dan mengabaikan doa, puasa, dan pemberian
sedekah. Allah adalah bebas dalam diriNya sendiri dan memberikan kebebasan
kepada setiap orang, dan kasih karuniaNya bekerja secara bebas dalam diri
manusia. Adalah kejahatan kita yang mengubah karunia / pemberian kebebasan
menjadi perbudakan. Para tokoh Reformasi menghujat Allah dengan
doktrin mereka tentang total depravity / kebejatan total dan perendahan nilai
yang mereka lakukan tentang perbuatan baik. Semua ahli filsafat dan ahli
theologia yang benar mengajarkan bahwa keilahian ditanamkan dalam manusia, dan
bahwa jiwa adalah dari hakekat yang sama dengan Allah. Berkenaan
dengan predestinasi, berbicara secara ketat, di sana tidak ada sebelum atau
sesudah di dalam Allah, karena Ia tidak tunduk pada waktu. Tetapi Ia adil dan
penuh belas kasihan kepada semua makhluk-makhluk ciptaanNya, khususnya kepada
kawanan kecil dari orang-orang pilihan. Ia tidak menghukum siapapun
yang tidak menghukum dirinya sendiri.] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 747-749
(Libronix).
Kel
30:14 - “Setiap orang yang akan termasuk orang-orang yang
terdaftar itu, yang berumur dua puluh tahun ke atas,
haruslah mempersembahkan persembahan khusus itu kepada TUHAN.”.
Kel
38:26 - “sebeka seorang, yaitu setengah syikal, ditimbang
menurut syikal kudus, untuk setiap orang yang termasuk orang-orang yang
terdaftar, yang berumur dua puluh tahun ke atas,
sejumlah enam ratus tiga ribu lima ratus lima puluh orang.”.
Bil
14:29 - “Di padang gurun ini bangkai-bangkaimu akan
berhantaran, yakni semua orang di antara kamu yang dicatat, semua tanpa
terkecuali yang berumur dua puluh tahun ke atas,
karena kamu telah bersungut-sungut kepadaKu.”.
Bil
32:11 - “Bahwasanya orang-orang yang telah berjalan dari
Mesir, yang berumur dua puluh tahun ke atas,
tidak akan melihat negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada Abraham, Ishak
dan Yakub, oleh karena mereka tidak mengikut Aku dengan sepenuh hatinya,”.
Ul
1:39 - “Dan anak-anakmu yang kecil, yang kamu katakan akan
menjadi rampasan, dan anak-anakmu yang sekarang ini
yang belum mengetahui tentang yang baik dan yang jahat, merekalah
yang akan masuk ke sana dan kepada merekalah Aku akan memberikannya, dan
merekalah yang akan memilikinya.”.
David
Schaff: “In
the doctrine of the Lord’s
Supper, Servetus differs from the
Roman Catholic, the Lutheran, and the Zwinglian theories, and approaches,
strange to say, the doctrine of his great antagonist, Calvin.” [= Dalam doktrin
tentang Perjamuan Kudus, Servetus berbeda dengan teori-teori dari
orang-orang Roma Katolik, Lutheran dan Zwingli, dan mendekati, aneh untuk
dikatakan, doktrin dari musuh besarnya, Calvin.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 752 (Libronix).
David
Schaff: “Calvin
felt himself called by Divine Providence to purify the Church of all
corruptions, and to bring her back to the Christianity of Christ, and regarded
Servetus as a servant of Antichrist, who aimed at the destruction of
Christianity. Servetus was equally confident of a divine call, and even identified
himself with the archangel Michael in his apocalyptic fight against the dragon
of Rome and ‘the Simon Magus of Geneva.’” [= Calvin merasa dirinya
sendiri dipanggil oleh Providensia Illahi untuk memurnikan Gereja dari semua
kebusukan moral / kebejatan, dan untuk membawanya kembali pada kekristenan dari
Kristus,
dan menganggap Servetus sebagai seorang pelayan dari antikristus, yang bertujuan
menghancurkan kekristenan. Servetus yakin secara sama
tentang suatu panggilan ilahi, dan bahkan menyamakan dirinya sendiri dengan
penghulu malaikat Mikhael dalam pertempuran akhir jamannya melawan naga Roma dan
‘Simon Magus dari Jenewa’.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, pasal 137, hal 688
(Libronix).
David
Schaff: “A
mysterious force of attraction and repulsion brought these intellectual giants
together in the drama of the Reformation. Servetus, as if inspired by a demoniac
force, urged himself upon the attention of Calvin, regarding him as the pope of
orthodox Protestantism, whom he was determined to convert or to dethrone. He
challenged Calvin in Paris to a disputation on the Trinity when the latter had
scarcely left the Roman Church, but failed to appear at the appointed place and
hour. He bombarded him with letters from Vienne; and at last he heedlessly
rushed into his power at Geneva, and into the flames which have immortalized his
name.”
[= Suatu kekuatan misterius dari daya tarik dan kejijikan / ketidak-senangan
membawa raksasa-raksasa intelektual ini dalam drama dari Reformasi. Servetus,
seakan-akan diilhami oleh kekuatan setan, mendesak / mendorong dirinya sendiri
pada perhatian dari Calvin, dan menganggapnya sebagai Paus dari ortodox
Protestantisme, yang ia berketetapan untuk pertobatkan atau turunkan dari
takhtanya. Ia menantang Calvin di Paris pada suatu perdebatan tentang
Tritunggal pada waktu yang belakangan ini baru saja meninggalkan Gereja Roma, tetapi
gagal untuk muncul pada tempat dan saat yang sudah ditetapkan. Ia
membomi dia dengan surat-surat dari Wina; dan akhirnya ia secara ceroboh
bergerak dengan cepat ke dalam kuasanya di Jenewa, dan ke dalam nyala api yang
telah mengabadikan namanya.] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, pasal 137,
hal 688-689 (Libronix).
Catatan
kaki:
1.
“See
above, p. 324. Beza thus reports this incident: ‘Not long after Calvin
returned [from Angoulême, in 1534] to Paris, as if called there by the hand of
God himself; for the impious Servetus was even then disseminating his heretical
poison against the sacred Trinity in that city. He professed to desire nothing
more earnestly than to have an opportunity for entering into discussion with
Calvin, who waited long for Servetus, the time and place for an interview having
been appointed, with great danger to his own life, since he was at that time
under the necessity of being concealed on account of the incensed rage of his
adversaries. Calvin was disappointed in his expectations of meeting Servetus,
who wanted courage to endure even the sight of his opponent.’”
[= Lihat
di atas, hal 324. Beza melaporkan demikian peristiwa ini: ‘Tidak lama setelah
Calvin kembali (dari Angoulême, pada tahun 1534) ke Paris, seakan-akan
dipanggil oleh tangan Allah sendiri; karena Servetus yang jahat pada saat itu
bahkan sedang menyebar-luaskan racun kesesatannya terhadap / menentang
Tritunggal yang Kudus di kota itu. Ia menyatakan tidak menginginkan apapun
dengan lebih sungguh-sungguh dari pada mempunyai suatu kesempatan untuk masuk ke
dalam diskusi dengan Calvin, yang menunggu lama untuk Servetus - saat dan tempat
untuk suatu pertemuan formil telah ditetapkan - dengan bahaya yang besar bagi
nyawanya sendiri, karena ia pada saat itu ada di bawah keharusan untuk
bersembunyi karena kemarahan yang hebat dari musuh-musuhnya. Calvin kecewa dalam
pengharapannya untuk bertemu dengan Servetus, yang tidak mempunyai keberanian
untuk bertahan bahkan terhadap penglihatan dari lawannya’.].
2.
“‘If
ever a poor fanatic thrust himself into the fire, it was Michael Servetus.’
Coleridge in his Table-Talk.
[=
Jika pernah ada seorang fanatik yang malang yang melemparkan dirinya sendiri ke
dalam api, itu adalah Michael Servetus’. Coleridge dalam bukunya
‘Table-Talk’.].
David
Schaff: “Towards
the close of the year 1534, he ventured on a visit to Paris. There he met, for
the first time, the Spanish physician, Michael Servetus, who had recently
published his heretical book ‘On
the Errors of the Trinity’, and challenged him to a
disputation. Calvin accepted the challenge at the risk of his safety, and
waited for him in a house in the Rue Saint Antoine; but Servetus did not
appear. Twenty years afterwards he reminded Servetus of this interview: ‘You
know that at that time I was ready to do everything for you, and did not even
count my life too dear that I might convert you from your errors.’ Would
that he had succeeded at that time, or never seen the unfortunate heretic
again.”
[= Sebelum
akhir dari tahun 1534, ia membuka diri terhadap bahaya pada suatu kunjungan ke
Paris. Di sana ia bertemu, untuk pertama kalinya, dokter Spanyol itu, Michael
Servetus, yang baru-baru saja mempublikasikan buku sesatnya ‘Tentang
Kesalahan-kesalahan tentang Tritunggal’, dan
menantangnya pada suatu perdebatan. Calvin
menerima tantangan itu dengan resiko keamanannya, dan menunggu dia di sebuah
rumah di Rue Saint Antoine, tetapi Servetus tidak muncul. Dua
puluh tahun setelahnya ia mengingatkan Servetus tentang pertemuan ini: ‘Kamu
tahu bahwa pada saat itu aku siap untuk melakukan segala sesuatu untuk engkau,
dan bahkan tidak menyayangkan nyawaku supaya aku bisa mempertobatkan kamu dari
kesalahan-kesalahanmu’. Andaikata saja ia telah berhasil pada
saat itu, atau tidak pernah melihat orang sesat sial itu lagi.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, pasal 76, hal 324
(Libronix).
David
Schaff: “In
1534 he was in Paris, and challenged the young Calvin to a disputation, but
failed to appear at the appointed hour.”
[= Pada tahun 1534 ia berada di Paris, dan menantang Calvin yang masih muda pada
suatu perdebatan, tetapi gagal untuk muncul pada saat yang ditetapkan.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 720 (Libronix).
David
Schaff: “Seven
years before the death of Servetus he had expressed his determination not to
spare his life if he should come to Geneva. He wrote to Farel
(Feb. 13, 1546): ‘Servetus lately wrote to me, and coupled with his letter a
long volume of his delirious fancies, with the Thrasonic boast, that I should
see something astonishing and unheard of. He offers to come hither, if it be
agreeable to me. But I am unwilling to pledge my word for his
safety; for if he does come, and my authority be of any avail, I shall never
suffer him to depart alive.’ ...
Servetus
was a stranger in Geneva, and had committed no offence in that city.
Calvin
should have permitted him quietly to depart, or simply caused his expulsion from
the territory of Geneva, as in the case of Bolsec. This would have been
sufficient punishment.”
[= Tujuh tahun sebelum kematian Servetus ia telah menyatakan keputusannya untuk
tidak menyayangkan nyawanya jika ia datang ke Jenewa. Ia menulis kepada Farel
(13 Februari 1546): ‘Servetus akhir-akhir ini menulis kepada saya, dan
menggabungkan dengan suratnya suatu volume yang panjang dari
imaginasi-imaginasinya yang dikendalikan oleh emosi, dengan kebanggaan yang
penuh dengan kesombongan, supaya aku melihat sesuatu yang mengherankan dan tidak
pernah terdengar. Ia menawarkan untuk datang ke sini, jika itu memperkenan aku. Tetapi
aku tidak mau untuk memberikan kata-kataku untuk menjamin keamanannya; karena
jika ia memang datang, dan otoritasku ada gunanya, aku tidak akan membiarkan ia
pergi hidup-hidup’. ... Servetus adalah
seorang asing di Jenewa, dan belum melakukan pelanggaran di kota itu.
Calvin seharusnya telah membiarkannya untuk pergi
dengan tenang, atau sekedar menyebabkan pengusirannya dari daerah Jenewa,
seperti dalam kasus dari Bolsec. Ini akan sudah merupakan hukuman yang cukup.]
- ‘History of the Christian Church’, vol VIII, pasal 137, hal 692
(Libronix).
Catatan:
bagi saya, argumentasi David Schaff bahwa Servetus belum melakukan pelanggaran
di Jenewa bagi saya merupakan argumentasi konyol dan bodoh. Dia sudah
menyebarkan ajaran sesatnya di Basel, yang berjarak hanya sekitar 254 km dari
Jenewa, dan dia dengan sangat rajin menyebarkan surat-surat sesatnya, yang
disertai banyak hujatan, kepada banyak orang, termasuk Calvin sendiri, di
Jenewa!
-bersambung-
(Rungkut
Megah Raya, blok D no 16)
Rabu,
tgl 30 Oktober 2019, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
Pendahuluan.
Saya menulis dan mengkhotbahkan pelajaran ini karena adanya fitnahan-fitnahan terhadap Calvin berkenaan dengan penghukuman mati terhadap Servetus. Saya tahu sedikitnya dua orang, yaitu Guy Duty dan Suhento Liauw, yang menulis fitnahan-fitnahan mereka berkenaan dengan Calvin dan penghukuman mati Servetus.
Bukan fanatisme terhadap Calvin yang membuat saya menulis dan mengkhotbahkan pelajaran ini. Alasan saya untuk menuliskan dan mengkhotbahkan pelajaran ini adalah:
1. Menyatakan kebenaran.
Fitnah bukan kebenaran, tetapi suatu bentuk ketidak-benaran yang paling buruk dan kurang ajar, dan tidak bisa dibiarkan.
2. Bagi saya, oleh kasih karunia Allah, Calvin adalah / menjadi seorang hamba Tuhan yang luar biasa hebatnya. Karyanya menjadi berkat yang luar biasa bagi saya sendiri, dan bagi banyak hamba-hamba Tuhan / orang-orang kristen, yang tidak membutakan mata mereka terhadap kebenaran. Kalau saya membiarkan fitnahan-fitnahan ini, dan orang-orang lalu percaya pada fitnahan-fitnahan ini, maka saya menganggap itu sebagai suatu kerugian yang luar biasa bagi gereja Tuhan!
Di bawah ini ada dua fitnahan yang saya berikan sebagai contoh saja, karena saya tahu bahwa pemfitnah-pemfitnah Calvin sebetulnya banyak sekali.
1) Guy Duty.
Guy
Duty, dalam bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul
‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 24, berkata:
“Berbahaya sekali menentang Calvinisme pada waktu itu, seperti dialami oleh Servetus, seorang ahli
theologia lain. Calvin dan rekan-rekannya di Jenewa membakarnya dengan terikat
di tiang, sebagai seorang bidat.”.
Catatan: Buku aslinya berjudul “If Ye
Continue” dan diterbitkan terjemahannya dengan izin resmi Penerbit Bukit
Zaitun Surabaya. Pendeta / Gembala Sidang dari Gereja Bukit Zaitun adalah Pdt.
Jusuf B. S. yang juga adalah seorang Arminian anti Calvin, yang boleh dikatakan
tidak dia kenal apa-apa, baik orangnya maupun ajarannya. Saya menganggap Pdt.
Jusuf B. S. bertanggung jawab terhadap penyebaran fitnah melalui buku ini!
2) Suhento Liauw.
Di link di atas ini ada tulisan berjudul “Kehidupan dan Tindakan John Calvin & Para Pengikutnya”. Dan dari tulisan ini saya mencuplik bagian di bawah ini (dari hal 10-11):
“PENGUASA KOTA GENEVA. Dua orang temannya, Guillaume Farel
dan Peter Viret, adalah orang yang berperan menempatkan Calvin hingga menjadi
penguasa kota Geneva. Ketika Calvin tiba di Geneva, kota itu baru melepaskan
dirinya dari kuk kekuasaan Roma pada Juli 1636.
Dan kota Geneva menempati posisi yang sangat strategis karena sebagai
perlintasan perdagangan. Penolakan penduduk kota Geneva terhadap Roma tidak
berarti seluruh penduduknya adalah orang Kristen sejati, karena banyak
diantaranya, bahkan mayoritasnya melakukan itu atas alasan politik belaka. Kota
Geneva akhirnya menjadi kacau karena tidak lagi berada dibawah kontrol Roma,
namun juga belum menemukan bentuknya yang mantap. Disaat seperti inilah teman
Calvin memintanya datang untuk memimpin gereja di Geneva. Karena tadinya
masyarakat sudah terbiasa dengan gereja-negara, maka sekalipun tidak dibawah
Roma Katolik, mereka tetap menginginkan kondisi seperti semula. John Calvin
masuk pada saat yang tepat untuk menggantikan kekosongan hati dan kondisi
masyarakat.
Akhirnya
Calvin menerapkan aturan yang sangat keras terhadap penduduk kota Geneva.
Masyarakat dipaksa untuk mengikuti kebaktian minggu, yang tidak kebaktian akan
dipenjarakan atau diusir dari kota Geneva. Seorang penata rambut dipenjarakan
hanya karena telah menata rambut seorang pengantin yang dinilai oleh gereja agak
spektakuler. Dua Ana-Baptis segera diusir dari kota Geneva tidak lama setelah
Calvin mengambil alih kekuasaan kota Geneva hanya karena pandangan theologi
mereka berbeda dari pandangan Calvin. Bahkan seseorang akan masuk penjara jika
mengeluarkan bunyi pada saat sedang mengikuti kebaktian. Akhirnya banyak
pemimpin kota yang tadinya mendukung usaha reform (pembaruan) Calvin menjadi
kecewa. Namun mereka tidak bisa menyetop John Calvin lagi. Bahkan beberapa kali
terjadi usaha pembunuhan terhadap Calvin.
Akhirnya
John Calvin menjadi diktator kota Geneva. Hampir tidak ada hal yang tidak diatur
oleh Calvin, bahkan berapa piring makanan seseorang boleh sekali makanpun
ditetapkan. Pada tahun 1545 dua puluh orang dibakar hidup-hidup atas tuduhan
melakukan sihir atau bertenung. Dari tahun 1542 hingga 1546 lima puluh delapan
dieksekusi dan tujuh puluh enam orang diusir dari kota Geneva.
Seorang
yang bernama Jacques
Gruet,
penentang ajaran Calvin ditangkap. Seluruh rumahnya digeledah dan hanya
menemukan secarik kertas yang berisi tulisan yang mempertanyakan kemalangan
nasib penduduk kota Geneva yang mau makan dan mau menaripun perlu diatur oleh
Calvin. Sebulan penuh Gruet disiksa hingga akhirnya ia mengaku salah, dan
kemudian ia dihukum mati dengan tuduhan menghujat firman Allah.
Michael
Servetus adalah kasus yang sangat besar karena jelas ia adalah orang baik. Ia
seorang yang belajar hukum dan pengobatan bahkan mengajar astrologi. Ia seorang
yang sangat terpelajar dan berpikir dengan cerdas. Setelah mengkritik pengajaran
Calvin melalui surat, dan suatu hari ia melewati kota Geneva. Ia berani mampir
ke kota Geneva pasti karena ia tidak menyangka Calvin sekejam itu dan tega
membunuh orang hanya karena mengkritiknya. Tetapi akhirnya Servetus ditangkap
dan disidang. Tentu semuanya diatur oleh John Calvin karena Servetus tidak
bersalah kepada siapapun selain mengirim surat yang berisi kritikan terhadap
doktrin Calvin. Sangat tragis, Servetus diputuskan dibakar hidup-hidup, di
Champel. Kata terakhir yang diserukan oleh Servetus ialah, ‘Oh Jesus, Son of
the Eternal God, have pity on me.’”.
Catatan:
a) Tahun 1636 itu pasti salah cetak.
b) Satu hal yang harus sangat diperhatikan kalau membaca tulisan ini adalah bahwa penulisnya hanya menulis, menuduh, tetapi tidak memberikan secuil referensipun dari buku sejarah, atau buku lain, atau sumber-sumber apapun. Memang dalam majalah / buletin ini tak diberitahukan siapa penulis tulisan ini, tetapi editor dari majalah ini adalah Suhento Liauw. Jadi, dalam tulisan-tulisan di bawah, kalau saya merujuk pada tulisan ini, saya akan sebut tulisan itu sumbernya adalah Suhento Liauw. Seorang doktor yang bisa menulis tuduhan seperti itu tanpa referensi apapun, saya anggap hanya sebagai doktor abal-abal, dan juga sebagai seorang pemfitnah / penyebar hoax! Dan para pembaca yang menerima dan percaya begitu saja tulisan semacam ini, saya juga anggap sebagai orang-orang idiot. Nanti saya akan membahas tuduhan-tuduhan, atau lebih tepat fitnahan-fitnahan, yang diberikan oleh Suhento Liauw kepada Calvin ini. Tetapi kalau saya membantah, saya akan menyertakan referensi-referensinya dari buku-buku sejarah dan buku-buku lain, sumber-sumber internet seperti Wikipedia dan sebagainya.
c) Tentang Jacques Gruet bisa kita baca dalam tulisan di Wikipedia dalam link ini: https://en.wikipedia.org/wiki/Jacques_Gruet
Saya tidak membahas ini secara detail, tetapi hanya memberikan tulisan singkat saja, untuk menunjukkan bahwa dalam detail kecil seperti ini saja Suhento Liauw sudah memfitnah Calvin. Kalau saudara membaca link Wikipedia yang saya berikan di atas, terlihat bahwa penangkapan dan penghukuman mati terhadap Jacques Gruet sama sekali tidak ada hubungannya dengan Calvin. Ia memang seorang penentang Calvin, tetapi Calvin tidak ada hubungannya dengan penangkapan dan penghukuman mati terhadap dia. Dia ditangkap dan dihukum mati karena ia melakukan pembunuhan dan rencana pembunuhan. Jadi, dengan memasukkan tulisan tentang orang ini, yang diputar-balikkan dan dimasukkan secara out of context, jelas sekali Suhento Liauw sudah menuliskan suatu fitnah / hoax.
d) Kalau dari cuplikan yang saya berikan di atas saudara membaca sedikit lebih jauh lagi dalam tulisan Suhento Liauw itu, maka terlihat bahwa setelah membahas ‘kejahatan Calvin’, ia melanjutkan dengan membahas ‘kejahatan’ dari para pengikut Calvin. Dan dalam hal 11 dari tulisan itu saudara bisa melihat bahwa ia membicarakan seseorang yang bernama John Bunyan. Ia berkata sebagai berikut:
“Di seluruh Eropa, sejauh Calvinisme merambatkan pengajarannya, sejauh itu pula penganiayaan terhadap iman yang berbeda dengan gereja-negara. John Bunyan, pengarang novel terkenal The Pilgrim’s Progress dipenjarakan oleh gereja Inggris selama 12 tahun. Dan ia meninggal di penjara beberapa bulan sebelum Inggris dinyatakan sebagai negara yang bebas beragama, atau berkeyakinan.”.
Dengan tulisan seperti ini kelihatannya Suhento Liauw mau menunjukkan bahwa John Bunyan bukanlah orang Calvinist dan ia dianiaya karena itu dan mati karena itu.
Bahwa ini lagi-lagi merupakan fitnah yang luar biasa busuknya bisa terlihat pada waktu saudara membandingkan tulisan Suhento Liauw dengan cerita aslinya, yang dengan mudah bisa saudara dapatkan dengan mengetik kata-kata ‘John Bunyan’ di Google. Saya mendapatkan tulisan dari Wikipedia dalam link ini: https://en.wikipedia.org/wiki/John_Bunyan
Dari link di atas ini terlihat bahwa John Bunyan yang hidup lebih dari seabad setelah Calvin, adalah seorang Puritan, dan itu adalah Calvinist!! Ia memang dianiaya oleh Gereja Inggris, tetapi siapa Gereja Inggris itu? Itu adalah Gereja Anglikan. Ajarannya sama dengan Katolik, hanya mereka tidak mengakui Paus dari Katolik, tetapi mengakui raja / ratu Inggris sebagai Paus mereka. Mereka yang memenjarakan John Bunyan, karena ia adalah seorang Calvinist! Ia dipenjarakan selama 12 tahun mulai dari Januari 1661. Setelah keluar dari penjara pada tahun 1672, nanti ia dipenjarakan lagi selama sekitar 6 bulan, pada tahun 1676-1677. Lalu ia dibebaskan. Ia mati pada tanggal 31 Agustus 1688, bukan di dalam penjara, tetapi karena pada waktu ia mau mengunjungi temannya di London ia terkena badai yang menyebabkan ia jatuh sakit dan akhirnya mati.
Bagaimana cerita ini bisa diputar-balikkan oleh lidah seperti ular beludak dari Suhento Liauw, sehingga kelihatan bahwa John Bunyan mati karena penganiayaan para pengikut Calvin, betul-betul menunjukkan bahwa Suhento Liauw adalah pemfitnah yang luar biasa kurang ajarnya.
Satu dua detail merupakan fitnah, membuat saya percaya detail-detail yang lain, yang jauh lebih tidak masuk akal, juga merupakan fitnah-fitnah dari Suhento Liauw, yang menurut saya sebaiknya diberi gelar Doktor Pemfitnah, atau Doktor Penyebar Hoax.
Jadi saya abaikan detail-detail lain yang ia berikan dalam tulisannya, dan saya berkonsentrasi hanya dalam persoalan Servetus.
I)
Servetus dan kesesatannya.
Kalau Guy Duty mengatakan bahwa kesalahan Servetus hanya ‘menentang Calvinisme’, dan Suhento Liauw mengatakan kesalahan Servetus hanya ‘mengkritik pengajaran Calvin’, ini saja sebetulnya sudah merupakan suatu fitnah, karena mereka mengecilkan kesalahan Servetus yang sebetulnya sangat besar, sehingga Calvin terlihat sangat jahat.
Servetus sebetulnya bukan hanya menentang atau mengkritik ajaran Calvin, apalagi ajaran khas dari Calvin seperti Predestinasi dsb, tetapi ia betul-betul adalah seorang yang sangat sesat / seorang bidat / seorang nabi palsu, dan di atas segala-galanya, ia adalah seorang penghujat yang luar biasa kurang ajarnya. Ia menentang doktrin-doktrin dasar baik dari Kristen Protestan maupun Katolik, karena ia sesat berkenaan dengan doktrin Allah Tritunggal dan juga keilahian Kristus, dan doktrin-doktrin lain. Itu akan saya buktikan dengan referensi dari banyak buku / sumber internet di bawah ini.
1) Dari sumber Rev. Thomas Smyth D. D. dalam bukunya yang berjudul ‘Calvin and His Enemies’, Apendix 1 (AGES).
Rev. Thomas Smyth D. D.: “Servetus, although opposed to the Trinity, was anything but a modern Unitarian. While the latter denies the divinity of Christ, he denied his humanity, and considered him the absolute God; thus he was one degree further removed from Unitarianism than the orthodox; otherwise, a thorough Pantheist, who asserted, even before his judges, that the bench on which he sat was God.” [= Servetus, sekalipun menentang Tritunggal, adalah apapun kecuali seorang Unitarian modern. Sementara yang belakangan menyangkal keilahian Kristus, ia menyangkal kemanusiaanNya, dan menganggapNya Allah yang mutlak; jadi ia satu tingkat lebih jauh dari Unitarianisme dari pada ajaran Ortodox; dalam hal yang lain, seorang Pantheist sepenuhnya, yang menegaskan, bahkan di depan hakim-hakimnya, bahwa bangku pada mana ia duduk adalah Allah.] - ‘Calvin and His Enemies’, Apendix 1, hal 55-56 (AGES).
Catatan: Pantheisme adalah ajaran yang mengajarkan bahwa Allah adalah segala sesuatu, dan segala sesuatu adalah Allah.
2) Dari sumber William Wileman dalam bukunya yang berjudul ‘John Calvin. His Life, His Teaching & His Influence’ (AGES).
William
Wileman: “In 1530 he published a book
‘On the Errors of the Trinity.’ His views need not be given here; one
specimen will suffice to give an idea of them. He said that the doctrine of the
Trinity was ‘a three-headed Cerberus, a dream of Augustine, and an invention
of the devil.’” [= Pada tahun 1530
ia menerbitkan buku ‘Tentang Kesalahan-kesalahan dari Tritunggal’.
Pandangan-pandangannya tidak perlu diberikan di sini; satu contoh cukup untuk
memberikan suatu gagasan tentang mereka. Ia berkata bahwa doktrin dari Tritunggal adalah ‘seekor Cerberus berkepala tiga,
sebuah mimpi dari Agustinus, dan suatu penemuan dari setan / iblis’.] - ‘John Calvin. His Life, His
Teaching & His Influence’, hal 81 (AGES).
Catatan:
a) Dalam mitology Yunani Cerberus adalah seekor anjing berkepala tiga penjaga dari Hades supaya orang mati yang masuk ke sana tidak bisa lolos. Kalau saudara mau tahu dengan lebih mendetail tentang Cerberus ini baca di link ini: https://en.wikipedia.org/wiki/Cerberus#Descriptions
b) Dan dalam link ini saudara bisa melihat beberapa gambar dari Cerberus - https://www.google.com/search?sxsrf=ACYBGNQaCGR59hPcfkof63AHRHSrLshrPg:1572399700708&q=picture+of+Cerberus&tbm=isch&source=univ&client=firefox-b-d&sxsrf=ACYBGNQaCGR59hPcfkof63AHRHSrLshrPg:1572399700708&sa=X&ved=2ahUKEwi87Ous7cLlAhXGVisKHeveCAwQsAR6BAgGEAE&biw=811&bih=384
William
Wileman: “The book, however, on which his
trial was based was his ‘Restitutio
Christianismi.’ Only two copies of this are
known to exist; and both are out of England. I have seen a copy of the reprint
of 1790. Servetus sent the manuscript of this to Calvin for his perusal; and a
lengthy correspondence took place between them, extending from 1546 to 1548. Of
this Calvin says: ‘When he was at Lyons he sent me three questions to answer.
He thought to entrap me. That my answer did not satisfy him I am not
surprised.’ To Servetus himself he wrote: ‘I neither hate you nor despise
you; nor do I wish to persecute you; but I would be as hard as iron when I
behold you insulting sound doctrine with so great audacity.’” [= Tetapi
buku pada mana pengadilannya didasarkan adalah bukunya yang berjudul
‘Restitutio Christianismi’. Hanya dua salinan dari buku ini yang diketahui
ada; dan keduanya berada di luar Inggris. Saya pernah melihat sebuah salinan
dari terbitan ulang dari tahun 1790. Servetus
mengirim naskah dari buku ini kepada Calvin untuk pemeriksaan / pembelajarannya;
dan surat-menyurat yang panjang terjadi di antara mereka, mulai tahun 1546
sampai 1548. Tentang hal ini Calvin berkata: ‘Pada waktu ia berada di Lyons ia
mengirim aku tiga pertanyaan untuk dijawab. Ia berpikir untuk menjebak / memikat aku. Bahwa jawabanku
tidak memuaskan dia aku tidak terkejut’. Kepada Servetus sendiri ia menulis:
‘Aku tidak membenci kamu ataupun merendahkan / menghina kamu; juga aku tidak
ingin menganiaya kamu; tetapi aku akan menjadi sekeras besi pada waktu aku melihat
kamu menghina ajaran / doktrin yang sehat dengan keberanian / kekurang-ajaran
yang begitu besar’.] - ‘John
Calvin. His Life, His Teaching & His Influence’, hal 81 (AGES).
William
Wileman: “The thirty-eight articles of
accusation were drawn up by Calvin. Two examinations took place. At the second
of these, Servetus persisted in one of his errors, namely, that all things,
‘even this footstool,’ are the substance of God.” [= Tiga puluh delapan artikel tuduhan ditarik / disiapkan oleh
Calvin. Dua pemeriksaan terjadi. Pada yang kedua dari pemeriksaan ini, Servetus berkeras
dalam salah satu dari kesalahan-kesalahannya, yaitu, bahwa segala sesuatu,
‘bahkan bangku kayu ini’, adalah substansi / bahan dari Allah.] - ‘John Calvin. His Life, His
Teaching & His Influence’, hal 82 (AGES).
Catatan: kata-katanya ini menunjukkan bahwa ia
mempercayai Pantheisme, yaitu ajaran yang mempercayai bahwa Allah adalah segala
sesuatu, dan segala sesuatu adalah Allah.
William
Wileman: “The main facts
therefore may now be summarized thus: 1. That Servetus was
guilty of blasphemy, of a kind and degree which is still punishable here in
England by imprisonment.” [= Karena itu fakta-fakta utama sekarang bisa diringkas seperti
ini: 1. Bahwa Servetus bersalah tentang penghujatan, tentang suatu
jenis dan tingkat yang sampai sekarang tetap bisa dihukum dengan pemenjaraan di
sini di Inggris.] - ‘John
Calvin. His Life, His Teaching & His Influence’, hal 83-84 (AGES).
3)
Dari sumber Wikipedia - https://en.m.wikipedia.org/wiki/Michael_Servetus
Wikipedia: “Michael
Servetus
(/sərˈviːtəs/;
Spanish: Miguel Serveto
as real name, French:
Michel
Servet), also known as
Miguel
Servet,
Miguel
de Villanueva,
Michel
Servet,
Revés,
or Michel
de Villeneuve
(Villanueva de Sigena, Aragón, Spain, 29 September
1509 or 1511 – 27 October 1553), was a Spanish theologian,
physician,
cartographer,
and Renaissance humanist. He was the first European
to correctly describe the function of pulmonary circulation, as discussed in Christianismi Restitutio
(1553). He was a polymath
versed in many sciences: mathematics, astronomy
and meteorology,
geography,
human anatomy,
medicine
and pharmacology,
as well as jurisprudence, translation,
poetry
and the scholarly study of the Bible
in its original languages. He is renowned in the history of several of these
fields, particularly medicine.”.
Catatan: Bagian ini tidak saya terjemahkan, hanya saya
berikan ringkasannya saja. Bagian ini menunjukkan bahwa Servetus mempunyai
banyak nama. Perbedaan itu ada yang terjadi karena perbedaan bahasa, tetapi juga
ada yang memang betul-betul berbeda (nama samaran). Juga bahwa ia bukan hanya
mempelajari theologia dan bahasa-bahasa asli Alkitab, tetapi juga sangat banyak
ilmu lain, seperti kedokteran (ia adalah seorang dokter), matematik, astronomy /
ilmu perbintangan, ilmu tentang cuaca, ilmu bumi, ilmu tentang anatomi manusia,
ilmu pengobatan. Dan ia berprestasi sangat bagus dalam ilmu-ilmu sekuler itu.
Ini semua menunjukkan bahwa ia adalah seseorang yang luar biasa pandai.
Wikipedia: “He
participated in the Protestant Reformation, and later developed a
heterodox view of the Trinity and Christology.
After being condemned by Catholic authorities in France, he fled to Calvinist
Geneva where he was burnt at the stake for heresy
by order of the city’s governing council.” [= Ia
berpartisipasi dalam Reformasi Protestan, dan belakangan mengembangkan suatu pandangan yang
unortodox / berbeda dengan pandangan-pandangan umum tentang Tritunggal dan
Kristologi. Setelah dikecam / dijatuhi
hukuman oleh otoritas / penguasa / hakim Katolik di Perancis, ia lari pada
Jenewa yang Calvinist dimana ia dibakar pada tiang hukuman mati dengan
pembakaran untuk kesesatan oleh perintah dari
sidang pemerintah kota.].
Wikipedia: “Quintana became Charles V’s confessor in 1530, and
Servetus joined him in the imperial retinue as his page or secretary. Servetus
travelled through Italy
and Germany,
and attended Charles’ coronation as Holy Roman Emperor
in Bologna.
He was outraged by the pomp and luxury displayed by the Pope and his
retinue, and decided to follow the path of reformation.
It is not known when Servetus left the imperial entourage, but in October 1530
he visited Johannes Oecolampadius in Basel,
staying there for about ten months, and probably supporting himself as a
proofreader for a local printer. By
this time he was already spreading his theological beliefs.” [= Quintana menjadi pastor kepada siapa Charles V mengaku dosa pada
tahun 1530, dan Servetus bergabung dengan dia dalam kelompok pembantu kaisar
sebagai pembantu atau sekretarisnya. Servetus berkeliling melalui Italia dan
Jerman, dan menghadiri penobatan / pemakhkotaan Charles sebagai Kaisar Romawi
yang Kudus di Bologna. Ia dibuat menjadi marah oleh kemegahan /
pameran dan kemewahan yang ditunjukkan oleh Paus dan pembantu-pembantunya, dan
memutuskan untuk mengikuti jalan dari Reformasi.
Tidak diketahui
kapan Servetus meninggalkan kelompok pembantu kaisar itu, tetapi pada bulan
Oktober 1530 ia mengunjungi Johannes Oecolampadius di Basel,
tinggal di sana untuk sekitar sepuluh bulan, dan mungkin mencukupi kebutuhannya
sendiri sebagai seorang pembaca (untuk menemukan kesalahan) untuk suatu
percetakan lokal. Pada saat ini ia sudah menyebarkan kepercayaan theologianya.].
Wikipedia: “Two months later, in July 1531, Servetus published De Trinitatis Erroribus
(On the Errors of the Trinity).
The next year he published the work Dialogorum
de Trinitate (Dialogues
on the Trinity) and the supplementary work De Iustitia Regni Christi
(On the Justice of Christ’s
Reign) in the same volume. After the persecution of the Inquisition,
Servetus assumed the name ‘Michel de Villeneuve’ while he was staying in
France.” [= Dua bulan kemudian, dalam bulan Juli 1531, Servetus menerbitkan
De Trinitatis Erroribus (Tentang
Kesalahan-kesalahan dari Tritunggal). Tahun berikutnya ia menerbitkan tulisan Dialogorum de Trinitate (Dialog tentang Tritunggal) dan tulisan tambahan (apendix) De
Iustitia Regni Christi (Tentang Keadilan
Pemerintahan Kristus)
dalam volume / buku yang sama. Setelah penganiayaan dari Inquisisi / Pengadilan
Katolik untuk menekan kesesatan, Servetus mengambil nama ‘Michel
de Villeneuve’
pada waktu ia tinggal di Perancis.].
Wikipedia: “In
1553 Michael Servetus published yet another religious
work with further anti-trinitarian views. It was entitled Christianismi Restitutio
(The Restoration of Christianity),
a work that sharply rejected the idea of predestination
as the idea that God condemned souls to Hell regardless of worth or merit. God,
insisted
Servetus, condemns no one who does not condemn himself through thought, word, or
deed.” [= Pada tahun 1553 Michael Servetus menerbitkan lagi sebuah tulisan agamawi
yang lain dengan pandangan-pandangan anti Trinitarian yang lebih jauh lagi. Itu diberi judul Christianismi Restitutio (Pemulihan dari
Kekristenan), suatu tulisan yang secara tajam menolak gagasan tentang predestinasi
sebagai suatu gagasan bahwa Allah menghukum / memasukkan jiwa-jiwa ke neraka
tanpa mempedulikan nilai / kwalitet atau jasa. Allah, Servetus
berkeras, tidak menghukum siapapun yang tidak menghukum dirinya sendiri melalui
pikiran, perkataan, atau perbuatan.].
Wikipedia: “At
his trial, Servetus was condemned on two counts, for
spreading and preaching Nontrinitarianism, specifically, Modalistic Monarchianism, or Sabellianism,
and anti-paedobaptism (anti-infant baptism). Of paedobaptism Servetus
had said, ‘It is an invention of the devil, an infernal falsity for the
destruction of all Christianity.’” [= Pada pengadilannya, Servetus dihukum atas dua tuduhan, untuk menyebarkan dan
mengkhotbahkan Ajaran Non Trinitarian, secara khusus Modalistic
Monarchianism, atau Sabellianisme,
dan anti-paedobaptism
(anti baptisan bayi). Tentang Baptisan Bayi
Servetus telah berkata, ‘Itu adalah suatu penemuan dari setan, suatu kepalsuan
/ dusta dari neraka untuk kehancuran dari seluruh kekristenan.].
Wikipedia: “Calvin
believed Servetus deserved death on account of what he termed as his
‘execrable blasphemies’. ... of the man’s effrontery I will say nothing;
but such was his madness that he did not hesitate to say that devils possessed
divinity; yea, that many gods were in individual devils, inasmuch as a deity had
been substantially communicated to those equally with wood and stone.” [= Calvin percaya
Servetus layak mati karena apa yang ia sebut ‘hujatan-hujatannya yang sangat
buruk / menjengkelkan’. ... tentang keberanian / kekurang-ajarannya aku tak akan berkata
apa-apa; tetapi demikianlah kegilaannya sehingga ia tidak ragu-ragu untuk mengatakan
bahwa setan-setan mempunyai keilahian; ya, bahwa banyak allah-allah berada di
dalam setan-setan secara individuil, sama seperti seorang allah telah secara
substansi diberikan kepada mereka yang sama dengan kayu dan batu.].
Wikipedia: “In his first two books (De
trinitatis erroribus, and Dialogues
on the Trinity plus the supplementary De
Iustitia Regni Christi) Servetus rejected the classical
conception of the Trinity,
stating that it was not based on the Bible.
... Servetus hoped that the dismissal of the trinitarian dogma would make
Christianity more appealing to believers in Judaism
and Islam,
which had preserved the unity of God in their teachings. According to Servetus,
trinitarians had turned Christianity into a form of ‘tritheism’, or belief
in three gods. Servetus affirmed that the divine Logos,
the manifestation of God and not a separate divine Person, was incarnated in a
human being, Jesus, when God’s spirit came into the womb of the Virgin Mary. Only from the moment of conception
was the Son actually generated. Therefore, although the Logos from which He was
formed was eternal, the Son was not Himself eternal. For this reason, Servetus
always rejected calling Christ the ‘eternal
Son
of God’ but rather called him ‘the Son of the eternal God.’” [= Dalam
kedua buku pertamanya (De trinitatis erroribus,
dan Dialogues on the Trinity
ditambah dengan tambahan / apendixnya De Iustitia Regni Christi)
Servetus menolak pengertian / kepercayaan klasik tentang Tritunggal, dengan
menyatakan bahwa itu tidak didasarkan pada Alkitab. ... Servetus
berharap bahwa pembuangan dogma Trinitarian ini akan membuat kekristenan lebih
menarik bagi orang-orang percaya dalam Yudaisme dan Islam, yang telah memelihara
kesatuan Allah dalam ajaran-ajaran mereka.
Menurut
Servetus, orang-orang yang mempercayai Tritunggal telah mengubah kekristenan
menjadi suatu bentuk ‘tritheisme’, atau kepercayaan kepada tiga allah.
Servetus
menegaskan bahwa Logos yang ilahi, manifestasi dari Allah dan bukan suatu
Pribadi yang terpisah, diinkranasikan dalam seorang manusia, Yesus, pada waktu
Roh Allah datang ke dalam kandungan Perawan Maria.
Hanya dari saat
pembuahanlah sang Anak betul-betul diperanakkan. Karena itu, sekalipun sang
Logos dari mana Ia dibentuk adalah kekal, Anak itu sendiri tidaklah kekal. Untuk alasan ini,
Servetus selalu menolak menyebut Kristus ‘Anak yang kekal dari Allah’ tetapi
menyebutNya ‘Anak dari Allah yang kekal’.].
Wikipedia: “Servetus
asserted that the Father, Son and Holy Spirit were dispositions
of God, and not separate and distinct beings.’ Wilbur promotes the idea that
Servetus was a modalist.” [= Servetus
menegaskan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah kecondongan-kecondongan / watak-watak (?) dari Allah, dan bukan
keberadaan-keberadaan yang terpisah dan berbeda’. Wilbur mengajukan / mengusulkan gagasan bahwa Servetus adalah
seorang Modalist.].
Catatan: Modalisme = Sabelianisme.
Wikipedia: “This
theology, though original in some respects, has often
been compared to Adoptionism, Arianism, and Sabellianism,
all of which Trinitarians rejected in favour of the belief that God exists
eternally in three distinct persons. Nevertheless, Servetus rejected these
theologies in his books: Adoptionism, because it denied Jesus’s divinity;
Arianism, because it multiplied the hypostases and established a rank; and
Sabellianism, because it seemingly confused the Father with the Son, though
Servetus himself does appear to have denied or diminished the distinctions
between the Persons of the Godhead, rejecting the Trinitarian understanding of
One God in Three Persons.” [= Theologia ini, sekalipun orisinil dalam beberapa aspek, telah
sering dibandingkan dengan Adoptionisme, Arianisme, dan Sabelianisme, semua yang
ditolak oleh orang-orang yang mempercayai Tritunggal yang mendukung kepercayaan
bahwa Allah berada secara kekal dalam tiga Pribadi yang berbeda (distinct).
Tetapi
Servetus menolak theologia-theologia ini dalam buku-bukunya: Adoptionisme,
karena ajaran itu menyangkal keilahian Yesus; Arianisme, karena ajaran itu
meningkatkan jumlah dari hypostases / hakekat dan meneguhkan suatu tingkatan;
dan Sabelianisme, karena ajaran itu kelihatannya gagal untuk membedakan Bapa
dengan Anak, sekalipun Servetus sendiri kelihatan telah menyangkal atau
mengurangi perbedaan-perbedaan antara Pribadi-pribadi dari Allah, menolak
pengertian Trinitarian tentang Satu Allah dalam Tiga Pribadi.].
Wikipedia: “Servetus
also had very unorthodox views on the end times. He believed that he was the
Michael referenced in both Daniel and Revelation who would fight the Antichrist.
Furthermore, he believed that all this would take place in his lifetime. This
possibly explains his decision to visit Calvin in Geneva. Servetus could have
thought that he was somehow bringing about the beginnings of the end times by
facing those who argued and fought against him.” [= Servetus juga
mempunyai pandangan-pandangan yang sangat tidak ortodox tentang akhir jaman. Ia percaya bahwa ia
adalah Mikhael yang direferensikan baik dalam kitab Daniel dan kitab Wahyu yang
akan memerangi Sang Anti Kristus. Lebih jauh lagi, ia percaya bahwa semua ini akan terjadi pada masa
hidupnya.
Ini mungkin menjelaskan keputusannya untuk mengunjungi Calvin di Jenewa.
Servetus bisa telah berpikir bahwa entah bagaimana ia sedang membawa permulaan
dari akhir jaman dengan menghadapi mereka yang berargumentasi dan bertengkar
dengannya.].
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali