(Jl. Dinoyo
19b, lantai 3)
Rabu, tgl 16
Jamuari 2008, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(7064-1331 /
6050-1331)
Ayub 3:1-26 - “(1) Sesudah itu Ayub
membuka mulutnya dan mengutuki hari kelahirannya. (2) Maka berbicaralah Ayub:
(3) ‘Biarlah hilang lenyap hari kelahiranku dan malam yang mengatakan:
Seorang anak laki-laki telah ada dalam kandungan. (4) Biarlah hari itu menjadi
kegelapan, janganlah kiranya Allah yang di atas menghiraukannya, dan janganlah
cahaya terang menyinarinya. (5) Biarlah kegelapan dan kekelaman menuntut hari
itu, awan-gemawan menudunginya, dan gerhana matahari mengejutkannya. (6) Malam
itu - biarlah dia dicekam oleh kegelapan; janganlah ia bersukaria pada
hari-hari dalam setahun; janganlah ia termasuk bilangan bulan-bulan. (7) Ya,
biarlah pada malam itu tidak ada yang melahirkan, dan tidak terdengar suara
kegirangan. (8) Biarlah ia disumpahi oleh para pengutuk hari, oleh mereka yang
pandai membangkitkan marah Lewiatan. (9) Biarlah bintang-bintang senja menjadi
gelap; biarlah ia menantikan terang yang tak kunjung datang, janganlah ia
melihat merekahnya fajar, (10) karena tidak ditutupnya pintu kandungan ibuku,
dan tidak disembunyikannya kesusahan dari mataku. (11) Mengapa aku tidak mati
waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan? (12) Mengapa
pangkuan menerima aku; mengapa ada buah dada, sehingga aku dapat menyusu? (13)
Jikalau tidak, aku sekarang berbaring dan tenang; aku tertidur dan mendapat
istirahat (14) bersama-sama raja-raja dan penasihat-penasihat di bumi, yang
mendirikan kembali reruntuhan bagi dirinya, (15) atau bersama-sama
pembesar-pembesar yang mempunyai emas, yang memenuhi rumahnya dengan perak.
(16) Atau mengapa aku tidak seperti anak gugur yang disembunyikan, seperti
bayi yang tidak melihat terang? (17) Di sanalah orang fasik berhenti
menimbulkan huru-hara, di sanalah mereka yang kehabisan tenaga mendapat
istirahat. (18) Dan para tawanan bersama-sama menjadi tenang, mereka tidak
lagi mendengar suara pengerah. (19) Di sana orang kecil dan orang besar sama,
dan budak bebas dari pada tuannya. (20) Mengapa terang diberikan kepada yang
bersusah-susah, dan hidup kepada yang pedih hati; (21) yang menantikan maut,
yang tak kunjung tiba, yang mengejarnya lebih dari pada menggali harta
terpendam; (22) yang bersukaria dan bersorak-sorai dan senang, bila mereka
menemukan kubur; (23) kepada orang laki-laki yang jalannya tersembunyi, yang
dikepung Allah? (24) Karena ganti rotiku adalah keluh kesahku, dan keluhanku
tercurah seperti air. (25) Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku,
dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. (26) Aku tidak mendapat
ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi
kegelisahanlah yang timbul.’”.
1) Mulai Ayub pasal 3 ini Kitab Ayub berbentuk puisi sampai pasal yang
terakhir, yaitu Ayub 42, Kitab Ayub kembali berbentuk cerita sejarah lagi.
2) Apa yang tertulis di sini bukanlah kata-kata Ayub secara persis,
tetapi sudah disusun oleh pengarang kitab Ayub (Pulpit, hal 53).
Francis I. Andersen:
Kata-katanya
terlalu panjang untuk disebut pembicaraan, atau bahkan suatu dialog. Tidak ada
hubungan yang cukup di antara mereka untuk memungkinkan kita melacak
argumentasinya secara logis. Di dalam ini, dan dalam bentuk puisi, penyusunan
buatan adalah sangat jelas.
3) Tentang ‘diskusi’ antara Ayub dan teman-temannya mulai pasal 3
ini ada komentar sebagai berikut:
Francis I. Andersen:
Secara tak
langsung ditunjukkan bahwa ada penonton / pendengar. Pembicara tidak sedang
berusaha untuk meyakinkan satu terhadap yang lain, bahkan pada saat mereka
sedang berbicara satu terhadap yang lain. Inilah sebabnya mengapa seringkali
sukar untuk menemukan hubungan antara satu pembicaraan dengan pembicaraan
berikutnya. Ini sebabnya mengapa sukar untuk melacak kemajuan dalam penemuan
kebenaran pada saat argumentasi berlanjut. ... Mereka berbicara kepada Ayub
tentang Allah. Ayub juga berbicara tentang Allah, dan kadang-kadang ia berbicara
kepada mereka. ... Tetapi banyak dari ucapan Ayub yang ada dalam arah yang
sepenuhnya berbeda. Ayub bukan berargumentasi tentang hal tertentu; ia sedang
mencoba untuk mengerti pengalamannya. Karenanya ia sering berbicara kepada
dirinya sendiri, bergumul dalam pikirannya. Ia juga sedang berusaha untuk
mempertahankan (atau memulihkan / mengembalikan) persahabatannya yang hilang
dengan Allah. Karena itu berulang-ulang ia berseru / memohon kepada Allah.
4) Saya tidak akan membahas ayat per ayat seperti biasanya.
Pengutukan hari kelahiran.
Ay 1: ‘Sesudah
itu Ayub membuka mulutnya dan mengutuki hari kelahirannya’.
1)
Tentang kata ‘mengutuki’ (ay 1).
Barnes’ Notes:
Kata yang
diterjemahkan ‘mengutuki’ di sini berbeda dengan kata yang digunakan dalam
1:11; 2:9. Ini adalah kata yang benar untuk menunjuk pada ‘mengutuk’.
2)
Arti dari ‘mengutuki
hari kelahiran’.
Bdk. ay 3-dst, ay 7-dst, ay 11-dst, ay 16-dst.
Bdk. ay 8: ‘Biarlah
ia disumpahi oleh para pengutuk hari, oleh mereka yang pandai membangkitkan
marah Lewiatan’.
Barnes’ Notes:
Biasanya ini
menunjuk pada buaya, atau monster laut yang sangat besar.
Ada juga yang bukan mengartikan buaya tetapi
‘naga’ (Pulpit, hal 54).
Clarke: bahaya yang sangat dekat, atau setan.
Francis I. Andersen:
‘Hari /
pagi itu’ dikutuk dalam ay 4 dan 5; ‘malam itu’ dikutuk dalam ay 6-10.
Kita tidak boleh terlalu menekankan ilmu pengetahuan dengan memisahkan malam
pembuahan dari hari kelahiran. Malam dan hari / pagi bersama-sama membentuk
periode 24 jam, untuk mana bahasa Ibrani tidak mempunyai kata khusus. Ayub
sedang berbicara tentang permulaan dari hidupnya dalam istilah-istilah yang umum.
Pulpit: Semua yang dimaksudkan dengan
kutukan itu adalah bahwa seseorang berharap ia tidak pernah dilahirkan.
3) Yang dilakukan Ayub ini merupakan suatu hal yang sering terjadi.
a) Ini juga
dilakukan oleh Yeremia.
Yer 15:10 - “Celaka
aku, ya ibuku, bahwa engkau melahirkan aku, seorang yang menjadi buah
perbantahan dan buah percederaan bagi seluruh negeri. Aku bukan orang yang
menghutangkan ataupun orang yang menghutang kepada siapapun, tetapi mereka
semuanya mengutuki aku”.
Yer 20:14-18 - “(14)
Terkutuklah hari ketika aku dilahirkan! Biarlah jangan diberkati hari ketika
ibuku melahirkan aku! (15) Terkutuklah orang yang membawa kabar kepada bapaku
dengan mengatakan: ‘Seorang anak laki-laki telah dilahirkan bagimu!’ yang
membuat dia bersukacita dengan sangat. (16) Terjadilah kepada hari itu seperti
kepada kota-kota yang ditunggangbalikkan TUHAN tanpa belas kasihan!
Didengarnyalah kiranya teriakan pada waktu pagi dan hiruk-pikuk pada waktu
tengah hari! (17) Karena hari itu tidak membunuh aku selagi di kandungan,
sehingga ibuku menjadi kuburanku, dan ia mengandung untuk selamanya! (18)
Mengapa gerangan aku keluar dari kandungan, melihat kesusahan dan kedukaan,
sehingga hari-hariku habis berlalu dalam malu?”.
b) Bandingkan dengan kata-kata dari Pulpit Commentary di bawah ini.
Pulpit: Banyak orang kuno yang berpikir
bahwa hal yang terbaik adalah tidak pernah dilahirkan; dan hal terbaik yang
kedua jika seseorang sudah dilahirkan, adalah meninggalkan dunia ini secepat
mungkin. Herodotus mengatakan bahwa pada saat seorang anak dilahirkan, orang
Trauri, suatu suku dari Thracians, mempunyai kebiasaan dimana seluruh keluarga
duduk mengelilinginya, dan menangisinya untuk kesengsaraan yang akan harus
ditanggung anak itu karena sekarang ia sudah datang ke dalam dunia ini;
sedangkan di sisi yang lain, pada saat seseorang mati, mereka menguburnya sambil
tertawa dan bersukacita, karena mereka berkata bahwa sekarang ia telah bebas
dari banyak penderitaan, dan menikmati kebahagiaan yang lengkap.
c) Banyak orang melakukan hal yang sama pada waktu menderita.
4)
Mengapa Ayub mengutuki hari kelahirannya / berharap untuk mati?
a) Pada waktu ia menyoroti hidupnya:
1.
Ia melihat penderitaan yang berat, banyak dan berkepanjangan.
Ay 24: ‘Karena
ganti rotiku adalah keluh kesahku’.
Barnes: beberapa orang menganggap bahwa
mulut, tangan, dan lidah Ayub begitu dirusak oleh penyakit, sehingga usaha untuk
makan menambah penderitaannya, dan memperbaharui kesedihannya.
2.
Ia tidak mempunyai damai.
Ay 26: “Aku tidak
mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi
kegelisahanlah yang timbul.’”.
3.
Ia merasa bahwa Allah meninggalkannya, bahkan memusuhinya.
Ay 23: ‘kepada
orang laki-laki yang jalannya tersembunyi, yang dikepung Allah?’.
KJV/NIV: ‘God
hath / has hedged in’ (= Allah telah memagari).
Pulpit: Bukan dengan cara melindungi,
seperti dalam 1:10, tetapi dengan merintangi dan membatasi (bdk. 19:8 dan Hos
2:6). Ayub merasa dirinya dibatasi dan dipenjara. Ia tidak bisa melihat jalan
yang harus diambilnya ataupun melangkah ke arah manapun.
Pulpit: Dua pagar; atau pagar kemakmuran
dan pagar kesengsaraan. Kemakmuran Ayub adalah dari Allah; kesengsaraannya
bukanlah tanpa Allah. ... tangan Allah ada dalam segala sesuatu.
4. Setelah lewat 7 hari, tetap tidak ada tanda-tanda pertolongan Allah.
Pulpit:
Jika kita bisa melihat hasil yang menggembirakan dari
kesukaran-kesukaran kita, maka itu bisa ditanggung dengan hati yang tenang.
Tetapi mungkin, seperti dalam kasus Ayub, seringkali tidak mungkin untuk melihat
kemana kesukaran-kesukaran itu membawa kita. Tidak ada pelangi di awan. ...
Pasti ada tujuan dalam misteri, sekalipun kita tidak bisa melihatnya. ... Allah
melatih kita dalam iman menggunakan ketidak-jelasan. Sementara itu Ia tidak
meninggalkan kita. Jalan kita mungkin tersembunyi / tak terlihat, tetapi itu
diketahui oleh Allah. Ia bisa memimpin kita dengan aman melalui jalan-jalan
tergelap.
5. Tak ada jawaban mengapa ia mengalami semua penderitaan itu.
Perhatikan kata ‘mengapa’ (ay 11,12a,12b,16,20).
Wycliffe: “the more intently
he sought an explanation for it, the more anxiously aware he became of the wall
of mystery encompassing him. Seeking the Why, he soon had lost the Way” (= makin tekun / sungguh-sungguh ia mencari suatu penjelasan untuk
hal itu, makin dengan cemas ia menyadari akan misteri yang menyelimutinya. Pada
waktu mencari ‘Mengapa’, ia segera kehilangan ‘Jalan’).
b) Pada waktu ia menyoroti kematian:
1. Ia beranggapan bahwa dalam kematian ada ketenangan (ay 13,17),
yang tidak ia miliki saat itu (ay 26).
Ayub 3:13,17,26 - “(13)
Jikalau tidak, aku sekarang berbaring dan tenang; aku tertidur dan mendapat
istirahat ... (17) Di sanalah orang fasik berhenti menimbulkan huru-hara, di
sanalah mereka yang kehabisan tenaga mendapat istirahat. ... (26) Aku tidak
mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi
kegelisahanlah yang timbul.’”.
Ay 17a: ‘Di sanalah
orang fasik berhenti menimbulkan huru hara’.
a. Mereka berhenti / tidak lagi bisa menimbulkan problem bagi orang
lain.
b. Mereka sendiri yang bebas dari problem.
Francis I. Andersen:
Lebih kecil
kemungkinannya bahwa ia memaksudkan bahwa sekarang mereka tidak bisa lagi
mengganggu orang lain. ... Ini menunjukkan secara tidak langsung bahwa orang
jahat hidup dalam keadaan emosi yang terganggu yang secara menyenangkan berakhir
dalam kematian. Kita sudah dekat dengan pemikiran pahit bahwa menjadi orang baik
atau jahat pada akhirnya tidak ada bedanya.
2. Ia beranggapan bahwa di sana ada persekutuan dengan raja-raja dan
penasihat-penasihat (ay 14).
Ayub 19:17 - “Nafasku
menimbulkan rasa jijik kepada isteriku, dan bauku memualkan saudara-saudara
sekandungku.”.
5) Ayub hanya mengutuki hari kelahirannya, tetapi tidak mengutuki Allah.
J,F&B: Ayub mengutuki hari lahirnya, tetapi bukan
Allahnya.
6) Tindakan mengutuki hari kelahirannya ini tetap adalah dosa.
a) Tindakan yang sia-sia.
Maz 39:5-6 - “(5) ‘Ya
TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku
mengetahui betapa fananya aku! (6) Sungguh, hanya beberapa telempap saja
Kautentukan umurku; bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap
manusia hanyalah kesia-siaan! Sela”.
Mat 6:27 - “Siapakah
di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada
jalan hidupnya?”.
b) Tidak menunjukkan iman, tetapi ketidak-sabaran dan keputus-asaan.
Barnes: Ini merupakan bahasa yang
berapi-api dari seseorang yang merasa bahwa ia tidak bisa menanggung lebih lagi;
dan tidak diragukan bahwa ini memberikan setan pengharapan tentang kemenangan
yang dinanti-nantikannya.
Pulpit: Pada waktu putus asa tentang
kehidupan, kematian itu manis.
J,F&B: Ingin mati supaya bebas dari dosa merupakan
tanda kasih karunia; ingin mati untuk menghindari kesukaran merupakan tanda
kejahatan / kerusakan. Ia tidak cocok untuk mati kalau ia begitu tidak mau hidup.
c) Menunjukkan ketidakpercayaan akan kebijaksanaan Providensia Allah.
Poole:
Tetapi sekalipun ia tidak menembus kepada celaan langsung dan
betul-betul kepada Allah, tetapi ia melakukan celaan yang rahasia dan tidak
langsung pada providensia Allah.
Wycliffe: Dengan mengutuki
keberadaannya sendiri, bagaimanapun Ayub sebetulnya berusaha untuk bertengkar
dengan Yang Berdaulat yang menetapkannya.
Barnes: Pada waktu ditanya, mengapa
seseorang ditahan dalam kesengsaraan di bumi, padahal ia akan senang untuk
dibebaskan oleh kematian, mungkin hal-hal berikut ini, di antara hal-hal lain,
adalah alasannya: ... Rencana Allah dalam kesedihan seperti itu mungkin adalah
untuk menunjukkan kepada orang jahat betapa tak tertahankannya rasa sakit di
masa yang akan datang, dan betapa penting bagi mereka untuk siap menghadapi
kematian. Jika mereka tidak bisa menahan rasa sakit dan kesedihan yang singkat
dalam hidup yang singkat ini, bagaimana mereka bisa menahan penderitaan kekal?
Jika merupakan hal yang sangat diinginkan untuk dibebaskan dari kesedihan dari
tubuh di sini, - jika dirasakan bahwa kubur, dengan semua hal-hal yang
menjijikkan di dalamnya, merupakan tempat istirahat / ketenangan, betapa
pentingnya untuk mendapatkan jalan untuk bisa aman / terjamin dari rasa sakit
yang kekal! Tempat pembebasan yang benar dari penderitaan untuk orang berdosa
bukanlah kuburan; itu adalah belas kasihan yang mengampuni dari Allah, dan dalam
surga yang murni kemana ia diundang melalui darah salib.
d) Kata-kata
yang hanya benar bagi orang-orang yang ada di neraka.
Matthew Henry:
Mereka yang ada di dalam neraka dengan alasan yang
baik berharap mereka tidak pernah dilahirkan, seperti Yudas, Mat 26:24. Tetapi
pada sisi ini dari neraka, tidak bisa ada alasan untuk harapan / keinginan yang
begitu sia-sia. Merupakan ketololan dan kelemahan Ayub untuk mengutuki hari (kelahiran)nya.
Ayub 6:3 - “Maka
beratnya akan melebihi pasir di laut; oleh sebab itu tergesa-gesalah
perkataanku”.
7) Jangan sembarangan dalam menghakimi Ayub (atau orang lain yang jatuh
pada waktu mengalami penderitaan yang hebat).
Barnes: Sebelum kita menyalahkannya
secara terlalu keras, kita harus membayangkan untuk menempatkan diri kita
sendiri dalam keadaannya, dan bertanya apa yang akan dilakukan oleh kesalehan
kita di bawah pencobaan yang menimpanya.
8) Beberapa komentar sehubungan dengan ‘pengutukan hari kelahiran’.
a) Pulpit: Agama
yang benar mengajar kita - khususnya agama Kristen - bahwa tidak ada hari-hari
yang ‘hitam’ yang dikirimkan kepada kita dari Dia, yang menyebabkan
matahariNya bersinar pada orang jahat dan orang baik. Hanya perbuatan jahat yang
membuat hari-hari jahat.
b) Kehidupan itu sendiri sebetulnya adalah berkat, dan demikian juga
adanya ibu yang menyusui kita.
c) Bdk. Pkh 9:4 - ‘anjing
yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati’.
Pkh 4:2 - “Oleh sebab
itu aku menganggap orang-orang mati, yang sudah lama meninggal, lebih bahagia
dari pada orang-orang hidup, yang sekarang masih hidup”.
Pkh 7:1 - “Nama yang
harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari
pada hari kelahiran”.
9) Matthew Henry membandingkan hari kelahiran jasmani dan rohani.
Matthew Henry:
Hendaklah kita memperhatikannya, bagi kehormatan
dari kehidupan rohani di atas kehidupan alamiah, bahwa sekalipun banyak orang
telah mengutuki hari kelahiran pertama mereka, tidak pernah ada siapapun yang
mengutuki hari dari kelahiran baru mereka, atau berharap bahwa mereka tidak
pernah mendapatkan kasih karunia, dan Roh kasih karunia diberikan kepada mereka.
-o0o-
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali