(Rungkut
Megah Raya Blok D No 16)
Rabu,
tgl 7 Juni 2017, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
ALLAH
TRITUNGGAL(2)
II)
Istilah ‘Tritunggal’, ‘hakekat’ dan ‘pribadi’.
Mengapa
digunakan istilah-istilah seperti ‘Trinity’ [= Tritunggal], ‘person’
[= pribadi] dan ‘essence’ [= hakekat], padahal istilah-istilah
tersebut tidak ada dalam Alkitab?
1) Istilah
‘Trinity’ [= Tritunggal].
William
G. T. Shedd: “The technical terms
‘trinity’ is not found in Scripture; ... The earliest use of the word is in
Theophilus of Antioch (+ 181, or 188), ... Tertullian (+ 220) employs the term
trinitas.” [= Istilah tekhnis
‘Tritunggal’ tidak ditemukan dalam Kitab Suci; ... penggunaan yang paling
awal dari kata itu adalah dalam Theophilus dari Antiokhia (+ 181, atau 188), ...
Tertullian (+ 220) menggunakan istilah ‘Trinitas’.]
- ‘Shedd’s Dogmatic Theology’,
vol I, hal 267.
Herman
Bavinck: “Scripture
does not give us a fully formulated doctrine of the Trinity, but contains all
the elements out of which Theology has constructed this doctrine.” [= Kitab Suci tidak memberi
kita doktrin tentang Tritunggal yang diformulakan secara penuh, tetapi mencakup
semua elemen dari mana Theologia telah menyusun doktrin ini.]
- ‘The Doctrine of God’, hal 274.
Dengan
kata lain, sekalipun dalam Kitab Suci tidak ada pernyataan explicit bahwa Allah
itu adalah satu hakekat, 3 pribadi, dan bahwa 3 pribadi itu setingkat, dan sama
sifat-sifatNya, dan sebagainya, tetapi dalam Kitab Suci semua elemen dari
doktrin Allah Tritunggal ada.
Dalam
Perjanjian Lama hanya ada secara samar-samar, tetapi dalam Perjanjian Baru
menjadi jauh lebih jelas. Tetapi setelah ada Perjanjian Baru, dan kita membaca
Perjanjian Lama dengan ‘kaca mata Perjanjian Baru’, maka akan terlihat bahwa
di Perjanjian Lama ada lebih banyak ayat yang mendasari ajaran tentang Allah
Tritunggal.
Untuk
jelasnya nanti kita akan melihat dasar Kitab Suci dari doktrin Allah Tritunggal,
baik dari Perjanjian Lama maupun dari Perjanjian Baru.
2)
Istilah ‘essence’ [= hakekat] dan ‘person’ [=
pribadi].
Calvin:
“although
the heretics rail at the word ‘person,’ or certain squeamish men cry out
against admitting a term fashioned by the human mind, they cannot shake our
conviction that three are spoken of, each of which is entirely God, yet there is
not more than one God. What wickedness, then, it is to disapprove of words that
explain nothing else than what is attested and sealed by Scripture! It
would be enough, they say, to confine within the limits of Scripture not only
our thoughts but also our words, rather than scatter foreign terms about, which
would become seedbeds of dissension and strife.
... If
they call a foreign word one that cannot be shown to stand written syllable by
syllable in Scripture, they are indeed imposing upon us an unjust law which
condemns all interpretation not patched together out of the fabric of Scripture.
... what prevents us from explaining in clearer words those matters in Scripture
which perplex and hinder our understanding, yet which conscientiously and
faithfully serve the truth of Scripture itself, and are made use of sparingly
and modestly and on due occasion? ... What is to be said, moreover, when it has
been proved that the church is utterly compelled to make use of the words
‘Trinity’ and ‘Persons’? If anyone, then, finds fault with the novelty
of the words, does he not deserve to be judged as bearing the light of truth
unworthily, since he is finding fault only with what renders the truth plain and
clear?” [= sekalipun bidat-bidat /
orang-orang sesat mencemooh pada kata ‘pribadi’, atau orang-orang yang
sangat kritis / cerewet berteriak menentang penerimaan suatu istilah yang
diciptakan oleh pikiran manusia, mereka tidak bisa menggoyahkan keyakinan kami
bahwa tiga yang dibicarakan, masing-masing adalah Allah sepenuhnya, tetapi tidak
ada lebih dari satu Allah. Maka, kejahatan apakah itu,
yang mencela / tidak menyetujui kata-kata yang tidak menjelaskan apapun juga
selain dari apa yang ditegaskan dan dimeteraikan oleh Kitab Suci!
Adalah cukup, mereka berkata, untuk membatasi di dalam batasan-batasan dari
Kitab Suci, bukan hanya pikiran-pikiran kita tetapi juga kata-kata kita, dari
pada menyebarkan istilah-istilah asing ke segala arah, yang akan menjadi sumber
dari munculnya ketidak-setujuan / konflik dan pertengkaran. ... Jika
mereka menyebut suatu kata asing terhadap satu kata yang tidak bisa ditunjukkan
tertulis suku kata demi suku kata dalam Kitab Suci, mereka memaksakan kepada
kita suatu hukum yang tidak benar, yang mengecam semua penafsiran yang tidak
menyatukan potongan-potongan dari Kitab Suci.
... apa yang menghalangi kita dari tindakan menjelaskan dalam kata-kata yang
lebih jelas persoalan-persoalan dalam Kitab Suci yang membingungkan dan
menghalangi pengertian kita, tetapi yang dengan teliti dan setia melayani
kebenaran dari Kitab Suci sendiri, dan digunakan dengan hemat dan dengan rendah
hati dan pada saat yang seharusnya? ... Selanjutnya, apa yang harus dikatakan
pada waktu telah dibuktikan bahwa gereja sepenuhnya dipaksa untuk menggunakan
kata ‘Tritunggal’ dan ‘Pribadi-Pribadi’? Jadi, jika seseorang mencari
kesalahan dengan kata-kata yang baru, tidakkah ia layak untuk dihakimi sebagai
menghasilkan terang kebenaran yang tidak berharga, karena ia mencari kesalahan
hanya pada apa yang membuat kebenaran menjadi terang dan jelas?]
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 3.
Catatan:
kata ‘sparingly’ [= dengan hemat]
mungkin maksudnya ‘tidak dengan
sembarangan’.
Dengan
kata-kata di atas, Calvin jelas mencela orang-orang yang tidak mau menerima
ajaran tentang Allah Tritunggal karena menggunakan kata-kata / istilah-istilah
yang tidak ada dalam Alkitab, karena sekalipun kata-kata itu diciptakan, tetapi
penjelasan dengan kata-kata itu tetap menjelaskan ajaran yang ada dalam Alkitab.
Calvin
(pada waktu ia berbicara tentang Allah Tritunggal dalam Yoh 1:1-2) berkata
sebagai berikut:
“And
yet the ancient writers of the Church were excusable, when, finding that they
could not in any other way maintain sound and pure doctrine in opposition to the
perplexed and ambiguous phraseology of the heretics, they
were compelled to invent some words, which after all had no other
meaning than what is taught in the Scriptures. They said that there are three
Hypostases, or Subsistences, or Persons, in the
one and simple essence of God.”
[= Dan penulis-penulis kuno dari gereja bisa dibenarkan, karena pada waktu
mereka melihat bahwa tidak ada jalan lain untuk mempertahankan doktrin yang
sehat dan murni untuk menentang penyusunan kata yang membingungkan dan berarti
dua dari orang-orang sesat, maka
mereka terpaksa menciptakan beberapa kata-kata, yang sebetulnya tidak
mempunyai arti lain dari pada apa yang diajarkan dalam Kitab Suci. Mereka
berkata bahwa ada tiga
pribadi dalam hakekat
Allah yang satu dan sederhana.].
Renungkan:
Ada
banyak kata / istilah yang tidak ada dalam Alkitab, tetapi tetap digunakan dalam
kekristenan. Saya akan memberi 2 contoh:
a) Istilah ‘free will’
[= kehendak bebas].
Steven
Liauw pernah mengatakan ada dan menunjukkan ayat-ayat yang dalam KJV menggunakan
kata ‘freewill’ seperti Im 22:18.
Tetapi
saya menjawab:
‘Freewill’
berbeda / tidak sama dengan ‘free
will’.
‘Freewill’
adalah satu kata, dan ini adalah kata sifat, artinya ‘sukarela’.
Tetapi
‘free will’
terdiri dari dua kata, yaitu kata benda ‘will’ / ‘kehendak’, dan
kata sifat ‘free’ / ‘bebas’, yang menjelaskan kata benda ‘will’
/ ‘kehendak’ itu. Arti seluruhnya ‘kehendak
bebas’. Dan
istilah ini tidak ada dalam Alkitab bagian manapun! Tetapi hampir dalam setiap
perdebatan Calvinisme vs Arminianisme, istilah ini digunakan!
b) Kata ‘sakramen’.
Jerome
menterjemahkan kata ‘mystery’ / ‘rahasia’ dalam Ef 5:32 sebagai
‘sakramen’, tetapi ini jelas terjemahan yang salah!
Ef 5:31-32
- “(31) Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan
ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
(32) Rahasia ini besar, tetapi yang aku
maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.”.
Yunani:
MUSTERION.
KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV:
‘mystery’ [= misteri].
YLT:
‘secret’ [= rahasia].
Jadi,
sebetulnya kata ‘sakramen’ itu tidak pernah ada dalam Alkitab. Tetapi boleh
dikatakan semua orang kristen / gereja menggunakan kata ini!
Mengapa
orang-orang itu tidak keberatan dengan penggunaan istilah-istilah / kata-kata
ini, tetapi mereka keberatan terhadap penggunaan kata-kata ‘hakekat’ dan
‘pribadi’ dalam doktrin Allah Tritunggal? Ini merupakan suatu sikap yang
tidak konsisten!
Perlihatkan
debat email dengan Tjantana Jusman.
Calvin:
“And Augustine’s excuse is similar:
on account of the poverty of human speech in so great a matter, the word
‘hypostasis’ had been forced upon us by necessity, not to express what it
is, but only not to be silent on how Father, Son, and Spirit are three.” [= Dan alasan Agustinus juga mirip:
karena kemiskinan dari kata-kata manusia dalam persoalan yang begitu besar
seperti ini, kata ‘HUPOSTASIS’ {=
pribadi}
dipaksakan kepada kita karena kebutuhan,
bukan untuk menyatakan apa hal itu, tetapi hanya
supaya tidak bungkam / diam tentang bagaimana Bapa, Anak, dan Roh adalah tiga.]
- ‘Institutes of the
Christian Religion’,
Book I, Chapter XIII, no 5.
Herman
Bavinck mengatakan sebagai berikut:
“It
is of course self-evident that this confession of Nicea and Chalcedon may not
lay claim to infallibility. The terms of which the church and its theology make
use, such as person, nature, unity of substance, and the like, are not found in
Scripture, but are the product of reflection which Christianity gradually had to
devote to this mystery of salvation. The church was compelled to do this
reflecting by the heresies which loomed up on all sides, both within the church
and outside of it. All those expressions and statements which are employed in
the confession of the church and in the language of theology are not designed to
explain the mystery which in this matter confronts it, but rather to maintain it
pure and unviolated over against those who would weaken or deny it.” [= Jelaslah bahwa pengakuan
iman Nicea dan Chalcedon tidak bisa mengclaim ke-tidak-bisa-salah-an. Istilah-istilah
yang digunakan oleh gereja dan theologianya, seperti ‘pribadi’,
‘hakekat’, ‘kesatuan hakekat / zat’, dan sebagainya, tidak ditemukan
dalam Kitab Suci, tetapi merupakan hasil pemikiran yang secara bertahap /
perlahan-lahan harus diberikan oleh kekristenan kepada misteri tentang
keselamatan ini. Gereja dipaksa untuk melakukan pemikiran ini oleh bidat-bidat
yang muncul dan mengancam dari semua sisi, baik di dalam maupun di luar gereja.
Semua istilah dan pernyataan yang digunakan dalam
pengakuan iman gereja dan dalam bahasa theologia, tidak
dimaksudkan untuk menjelaskan misteri yang dihadapi, tetapi untuk menjaganya supaya tetap murni dan tak
terganggu dari mereka yang ingin melemahkan atau menyangkalnya.] - ‘Our Reasonable Faith’, hal 321-322.
Bavinck
melanjutkan lagi:
“There
have been many, and there still are many, who look down upon the doctrine of the
two natures from a lofty vantage point, and try to supplant it by other words
and phrases. What differences does it really make, they begin by saying, whether
we agree with this doctrine or not? What matters is that we ourselves possess
the person of Christ, He who stands high and exalted above this awkward confession.
But before long these same persons begin introducing words and terms themselves
in order to describe the person of Christ whom they accept. ... And then history
has taught that the terms of the attackers of the Doctrine of the Two Natures
are far poorer in worth and force, and that they often, indeed, involve doing
injustice to the incarnation as Scripture explains it to us.”
[= Ada banyak orang, dan sampai sekarang masih ada banyak orang, yang dari
tempat yang tinggi dan menguntungkan, meremehkan /
memandang rendah doktrin tentang dua hakekat ini, dan mencoba untuk
menggantinya dengan kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang lain. Mereka
memulainya dengan berkata: apa bedanya apakah kami menyetujui doktrin ini atau
tidak? Yang penting adalah bahwa kami memiliki pribadi Kristus, yang berdiri
jauh di atas pengakuan yang aneh ini. Tetapi sebentar
lagi, orang-orang ini sendiri mulai memperkenalkan kata-kata dan istilah-istilah
untuk menggambarkan pribadi Kristus
yang mereka terima. ... Dan sejarah
telah mengajar bahwa istilah-istilah dari para penyerang Doktrin
tentang Dua Hakekat ini, jauh lebih jelek dalam nilainya dan kekuatannya,
dan bahwa mereka bahkan sering terlibat dalam perlakuan yang tidak benar
terhadap inkarnasi seperti yang dijelaskan oleh Kitab Suci kepada kita.]
- ‘Our
Reasonable Faith’, hal 321-322.
Catatan: dalam kedua kutipan dari
Bavinck di atas, ia sebetulnya bukan berbicara tentang Allah Tritunggal, tetapi
tentang diri Kristus, yang adalah satu pribadi tetapi memiliki 2 hakekat (natures).
Tetapi saya mengutip kata-kata Bavinck di sini, karena saya menganggap bahwa
kata-katanya juga bisa diterapkan dalam persoalan Allah Tritunggal.
Apa
yang dikatakan Herman Bavinck ini memang tepat. Orang yang menolak
istilah-istilah / kata-kata ‘pribadi’ dan ‘hakekat’ biasanya lalu
menciptakan istilah-istilah / kata-kata sendiri yang ternyata jauh lebih jelek
dari istilah-istilah ‘pribadi’ dan ‘hakekat’ ini.
Contoh:
Pdt. Yohanes Bambang dari GKI dalam bukunya yang
berjudul ‘Tuhan
ajarlah aku’ berkata sebagai berikut:
“Jadi karena hakikat Alkitab
berfungsi sebagai pewartaan iman maka dalam kesaksiannya tidak pernah
berspekulasi juga mengenai masalah sebagaimana yang dikemukakan oleh
Tertullianus. Alkitab tidak pernah membuat hipotesa
tentang Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus dengan kategori-kategori ‘UNA
SUBSTANTIA, TRES PERSONAE’ (satu zat yang memiliki tiga pribadi).
Cara berpikir Tertullianus adalah cara berpikir yang filsafati ketimbang cara
berpikir teologis-alkitabiah. Bila demikian, identitas Roh Kudus bukan dalam
pengertian ZAT ILAHI yang memiliki kepribadian sendiri. Alkitab
tidak pernah mengenal atau mempergunakan istilah dan pengertian ZAT ILAHI.” (hal 131).
Jadi, Pdt. Yohanes Bambang menolak ajaran
Tertullian ini tentang satu hakekat dan tiga pribadi ini dengan alasan bahwa
istilah ‘zat ilahi’ itu tidak ada dalam Kitab Suci. Tetapi anehnya, dalam
buku yang sama:
1) Di hal 109
ia berkata: “Secara
matematis memang berjumlah ‘tiga’. Tetapi dari penghayatan iman dan materi
Allah: ‘ketigaNya adalah YANG TUNGGAL’.”.
2) Di hal 110
ia berkata: “Jadi
Allah dan Yesus adalah ‘satu’, tapi bukan ‘satu’ dalam arti matematis,
juga bukan dalam arti satu zat. Allah dan Yesus adalah satu dalam ciri hakiki ilahi dan karya
(pekerjaan)Nya.”.
3) Di hal 135
ia berkata: “...
sehingga dalam diri Yesus Kristus nampak seluruh ciri hakiki Allah sendiri.”.
Yang ingin saya tanyakan adalah: dari mana ia
mendapatkan istilah ‘ciri
hakiki Allah / ilahi’ dan ‘materi’ itu? Apakah istilah itu ada dalam Kitab Suci?
Kalau tidak ada, mengapa ia mau menggunakannya tetapi pada saat yang sama
menolak penggunaan istilah ‘zat
ilahi’, karena
tidak ada dalam Kitab Suci? Bukankah semua ini menunjukkan
ketidak-konsekwenannya?
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ