kebaktian online

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)

 

Minggu, tgl 8 Desember 2024, pk 09.30

 

Pdt. Budi Asali, M. Div.

 

II Samuel 12:1-25(8)

 

Salomo

 

2Sam 12:1-25 - “(1) TUHAN mengutus Natan kepada Daud. Ia datang kepada Daud dan berkata kepadanya: ‘Ada dua orang dalam suatu kota: yang seorang kaya, yang lain miskin. (2) Si kaya mempunyai sangat banyak kambing domba dan lembu sapi; (3) si miskin tidak mempunyai apa-apa, selain dari seekor anak domba betina yang kecil, yang dibeli dan dipeliharanya. Anak domba itu menjadi besar padanya bersama-sama dengan anak-anaknya, makan dari suapnya dan minum dari pialanya dan tidur di pangkuannya, seperti seorang anak perempuan baginya. (4) Pada suatu waktu orang kaya itu mendapat tamu; dan ia merasa sayang mengambil seekor dari kambing dombanya atau lembunya untuk memasaknya bagi pengembara yang datang kepadanya itu. Jadi ia mengambil anak domba betina kepunyaan si miskin itu, dan memasaknya bagi orang yang datang kepadanya itu.’ (5) Lalu Daud menjadi sangat marah karena orang itu dan ia berkata kepada Natan: ‘Demi TUHAN yang hidup: orang yang melakukan itu harus dihukum mati. (6) Dan anak domba betina itu harus dibayar gantinya empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu dan oleh karena ia tidak kenal belas kasihan.’ (7) Kemudian berkatalah Natan kepada Daud: ‘Engkaulah orang itu! Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Akulah yang mengurapi engkau menjadi raja atas Israel dan Akulah yang melepaskan engkau dari tangan Saul. (8) Telah Kuberikan isi rumah tuanmu kepadamu, dan isteri-isteri tuanmu ke dalam pangkuanmu. Aku telah memberikan kepadamu kaum Israel dan Yehuda; dan seandainya itu belum cukup, tentu Kutambah lagi ini dan itu kepadamu. (9) Mengapa engkau menghina TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mataNya? Uria, orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya kauambil menjadi isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon. (10) Oleh sebab itu, pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya, karena engkau telah menghina Aku dan mengambil isteri Uria, orang Het itu, untuk menjadi isterimu. (11) Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. (12) Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan.’ (13) Lalu berkatalah Daud kepada Natan: ‘Aku sudah berdosa kepada TUHAN.’ Dan Natan berkata kepada Daud: ‘TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati. (14) Walaupun demikian, karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista TUHAN, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati.’ (15) Kemudian pergilah Natan ke rumahnya. Dan TUHAN menulahi anak yang dilahirkan bekas isteri Uria bagi Daud, sehingga sakit. (16) Lalu Daud memohon kepada Allah oleh karena anak itu, ia berpuasa dengan tekun dan apabila ia masuk ke dalam, semalam-malaman itu ia berbaring di tanah. (17) Maka datanglah kepadanya para tua-tua yang di rumahnya untuk meminta ia bangun dari lantai, tetapi ia tidak mau; juga ia tidak makan bersama-sama dengan mereka. (18) Pada hari yang ketujuh matilah anak itu. Dan pegawai-pegawai Daud takut memberitahukan kepadanya, bahwa anak itu sudah mati. Sebab mereka berkata: ‘Ketika anak itu masih hidup, kita telah berbicara kepadanya, tetapi ia tidak menghiraukan perkataan kita. Bagaimana kita dapat mengatakan kepadanya: anak itu sudah mati? Jangan-jangan ia mencelakakan diri!’ (19) Ketika Daud melihat, bahwa pegawai-pegawainya berbisik-bisik, mengertilah ia, bahwa anak itu sudah mati. Lalu Daud bertanya kepada pegawai-pegawainya: ‘Sudah matikah anak itu?’ Jawab mereka: ‘Sudah.’ (20) Lalu Daud bangun dari lantai, ia mandi dan berurap dan bertukar pakaian; ia masuk ke dalam rumah TUHAN dan sujud menyembah. Sesudah itu pulanglah ia ke rumahnya, dan atas permintaannya dihidangkan kepadanya roti, lalu ia makan. (21) Berkatalah pegawai-pegawainya kepadanya: ‘Apakah artinya hal yang kauperbuat ini? Oleh karena anak yang masih hidup itu, engkau berpuasa dan menangis, tetapi sesudah anak itu mati, engkau bangun dan makan!’ (22) Jawabnya: ‘Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup. (23) Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku.’ (24) Kemudian Daud menghibur hati Batsyeba, isterinya; ia menghampiri perempuan itu dan tidur dengan dia, dan perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki, lalu Daud memberi nama Salomo kepada anak itu. TUHAN mengasihi anak ini (25) dan dengan perantaraan nabi Natan Ia menyuruh menamakan anak itu Yedija, oleh karena TUHAN.”.

 

3) Salomo.

 

a)      Kelahiran Salomo (ay 24-25).

Kalau kita hanya membaca cerita ini saja, khususnya ay 23-25, maka kelihatannya Salomo adalah anak kedua dari Daud dan Batsyeba, setelah anak pertamanya mati.

 

Ay 23-25: “(23) Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku.’ (24) Kemudian Daud menghibur hati Batsyeba, isterinya; ia menghampiri perempuan itu dan tidur dengan dia, dan perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki, lalu Daud memberi nama Salomo kepada anak itu. TUHAN mengasihi anak ini (25) dan dengan perantaraan nabi Natan Ia menyuruh menamakan anak itu Yedija, oleh karena TUHAN.”.

 

Tetapi dalam menafsirkan suatu ayat, kita harus melihat juga ayat-ayat lain yang berhubungan dengannya di seluruh Alkitab. Sekarang mari kita lihat dua ayat di bawah ini:

 

2Sam 5:14 - “Inilah nama anak-anak yang lahir bagi dia di Yerusalem: Syamua, Sobab, Natan, Salomo,”.

 

1Taw 3:5 - “Inilah yang lahir bagi dia di Yerusalem: Simea, Sobab, Natan dan Salomo, empat orang dari Batsyua binti Amiel,”.

 

Ada penafsiran yang aneh tetapi menarik di sini.

 

Perhatikan bahwa dalam kedua text ini, Salomo selalu ditulis terakhir dari keempat anak Batsyeba.

 

Juga dalam ay 16, kata ‘anak’ dalam bahasa Ibrani adalah ‘lad’ [= seorang anak laki-laki / seorang laki-laki yang masih muda], sekalipun di tempat lain adalah ‘child’ [= anak].

 

Ini menyebabkan ada penafsir yang beranggapan bahwa pada saat ini anak itu sudah berusia 7-8 tahun.

 

Jadi anak ini adalah hasil perzinahan Daud dan Batsyeba, lalu setelah mereka menikah, Batsyeba melahirkan 3 anak lagi, baru terjadi teguran Natan dalam 2Sam 12 ini (Pulpit Commentary, hal 290).

 

Bagi saya tafsiran di atas ini sangat tidak masuk akal. Karena, bagaimana mungkin Allah menunggu selama itu untuk mengutus nabi Natan kepada Daud dan menegur Daud?

 

Penafsiran lain adalah bahwa anak ini masih bayi, dan cerita kelahiran Salomo dalam ay 24-25 tidak terjadi langsung setelah semua ini, tetapi didahului oleh kelahiran dari 3 anak lain dari Batsyeba.

 

Pertanyaan kepada ChatGPT:

Mengapa dalam 2Sam 5:14 dan 1Taw 3:5 dari 4 anak yang dilahirkan oleh Batsyeba Salomo selalu diletakkan sebagai yang terakhir?

 

Jawaban ChatGPT:

Dalam 2 Samuel 5:14 dan 1 Tawarikh 3:5, daftar keempat anak yang dilahirkan oleh Batsyeba (juga disebut Batsyua dalam beberapa teks) selalu menempatkan Salomo di posisi terakhir. Alasan ini dapat dipahami dari perspektif literer, teologis, dan sosial-historis, yang mencerminkan maksud narator alkitabiah dan makna yang ingin disampaikan.

1. Pola Penulisan dalam Tradisi Alkitab

a.  Dalam tradisi alkitabiah, daftar nama sering kali tidak berurutan secara kronologis, tetapi berdasarkan tema atau tujuan tertentu. Dalam kasus ini, kemungkinan besar urutan tersebut tidak mencerminkan urutan kelahiran, melainkan menggarisbawahi prioritas teologis.

b.  Salomo ditempatkan terakhir untuk menyoroti perannya yang istimewa, sebagai anak yang dipilih oleh Allah untuk melanjutkan takhta Daud dan membangun Bait Allah (2Sam 7:12-13; 1Raja 1:28-30).

2. Penekanan pada Pilihan Ilahi

a.  Dalam tradisi Yahudi, sering kali Allah memilih individu tertentu yang bukan anak sulung untuk menjadi pewaris rencanaNya, seperti Ishak (bukan Ismael), Yakub (bukan Esau), dan Yusuf (bukan saudara-saudaranya yang lebih tua). Penempatan Salomo di akhir daftar bisa mencerminkan pola ini - menegaskan bahwa pilihan Allah melampaui urutan kelahiran.

b.  1Taw 3:5 memberikan penekanan tambahan pada garis keturunan Salomo yang menjadi signifikan untuk kerajaan Daud yang berlanjut hingga Yesus dalam silsilah Matius 1.

3. Konteks Narasi dan Konflik Dinasti

a.  Dalam konteks keluarga Daud, perebutan takhta menjadi tema utama (lihat kisah Adonia di 1Raja 1). Salomo sebagai yang ‘terakhir’ bisa dilihat sebagai seseorang yang awalnya tidak diperkirakan, tetapi justru ditunjuk Allah untuk menjadi raja. Narator sengaja menempatkannya terakhir untuk menunjukkan kejutan teologis: pilihan Allah tidak selalu sesuai dengan harapan manusia.

b.  Penempatan ini juga menyoroti perjalanan hidup Salomo dari ‘bayi yang lahir dari tragedi’ (kematian anak pertama Daud dan Batsyeba) menjadi raja yang terpilih.

4. Tafsir Teologis tentang ‘Yang Terakhir akan Menjadi yang Pertama’

Dalam banyak tradisi Alkitab, ‘yang terakhir’ sering memiliki tempat kehormatan khusus, misalnya melalui kata-kata Yesus, ‘Yang terakhir akan menjadi yang pertama’ (Mat 19:30). Narasi Salomo mungkin mencerminkan pola ini secara simbolis - ia ditempatkan terakhir dalam daftar, tetapi ia menjadi yang paling penting.

5. Peran Literer dan Fokus pada Salomo

Dalam 1Taw, Salomo adalah tokoh sentral karena kitab itu ditulis dari perspektif pasca-pembuangan yang ingin menekankan peran Bait Allah. Dengan menempatkan Salomo terakhir, penulis memberikan ‘highlight’ pada perannya sebagai pembangun Bait Allah dan penerus Daud.

Kesimpulan

Penempatan Salomo sebagai yang terakhir dalam daftar anak-anak Batsyeba adalah pilihan literer dan teologis yang disengaja. Hal ini menekankan peran khusus Salomo sebagai raja pilihan Allah dan pewaris janji Daud. Dengan cara ini, narasi Alkitab mengundang pembaca untuk memahami bahwa Allah bekerja melalui cara-cara yang sering kali melampaui urutan manusiawi dan logika duniawi.

 

Catatan: ‘literer’ = ‘berhubungan dengan tradisi tulis’ (KBBI).

 

=======================================================

 

Pertanyaan: apakah Salomo bukan anak kedua dari Daud dan Batsyeba?

 

Jawaban ChatGPT:

 

Salomo memang bukan anak kedua dari Daud dan Batsyeba, meskipun sering dianggap demikian jika hanya melihat narasi Alkitab secara sepintas.

 

Berikut adalah penjelasannya:

1.  Anak pertama Daud dan Batsyeba adalah seorang anak laki-laki yang meninggal tak lama setelah lahir sebagai hukuman atas dosa perzinahan mereka (2 Samuel 12:15-18).

2.  Setelah itu, Alkitab menyebutkan bahwa Salomo lahir dari Batsyeba (2 Samuel 12:24-25). Salomo sering disebut sebagai anak berikutnya yang terkenal karena ia kelak menjadi raja. Namun, ini tidak berarti Salomo adalah anak kedua secara literal.

3.  Alkitab tidak mencatat semua anak Daud dan Batsyeba secara rinci, tetapi mereka memiliki lebih dari satu anak. Dalam 1Taw 3:5, disebutkan beberapa anak lain yang lahir dari Daud dan Batsyeba di Yerusalem: Simua, Sobab, Natan, dan Salomo. Ini menunjukkan bahwa Salomo adalah salah satu dari beberapa anak mereka, tetapi urutannya dalam kelahiran tidak selalu jelas.

 

Jadi, meskipun Salomo sangat signifikan dalam sejarah Israel, dia kemungkinan bukan anak kedua Daud dan Batsyeba, melainkan salah satu dari anak-anak mereka yang lahir kemudian.

 

=======================================================

 

Pertanyaan: apa hubungan nama Salomo dengan kata Shalom?

 

Jawaban ChatGPT:

 

Nama Salomo (dalam bahasa Ibrani, Shelomo - שְׁלֹמֹה) memiliki hubungan linguistik yang erat dengan kata Shalom (שָׁלוֹם), yang berarti damai, kesejahteraan, atau kedamaian. Akar kata dari keduanya adalah ‘שלם’ (sh-l-m), yang berarti ‘lengkap’ atau ‘utuh.’

Nama Salomo dapat diartikan sebagai ‘orang yang damai’ atau ‘yang membawa kedamaian.’ Hubungan ini juga mencerminkan karakter dan masa pemerintahannya, yang sering digambarkan sebagai masa damai dan kemakmuran besar dalam sejarah Israel, berbeda dengan masa peperangan yang dialami oleh ayahnya, Raja Daud.

Pemilihan nama ini juga memiliki makna teologis, karena Salomo dianggap sebagai simbol restu dan kehendak Allah untuk memberikan kedamaian kepada Israel, seperti yang dinyatakan dalam 1 Tawarikh 22:9:

‘Sesungguhnya, seorang anak laki-laki akan lahir bagimu, yang akan menjadi seorang yang tenang; Aku akan memberikan kedamaian kepadanya dari semua musuhnya di sekitarnya. Namanya akan disebut Salomo, dan Aku akan memberikan damai dan ketenteraman kepada Israel selama hidupnya.’

Jadi, hubungan antara Salomo dan Shalom adalah hubungan makna yang mendalam tentang kedamaian, restu, dan rencana Allah.

 

b) Kelahiran Salomo merupakan penghiburan bagi Daud dan Batsyeba.

 

Matthew Henry: “The birth of Solomon. Though David’s marrying Bath-sheba had displeased the Lord, yet he was not therefore commanded to divorce her; so far from this that God gave him that son by her on whom the covenant of royalty should be entailed. Bath-sheba, no doubt, was greatly afflicted with the sense of her sin and the tokens of God’s displeasure. But, God having restored to David the joys of his salvation, he comforted her with the same comforts with which he himself was comforted of God (v. 24): He ‘comforted Bath-sheba.’ And both he and she had reason to be comforted in the tokens of God’s reconciliation to them, 1. Inasmuch as, by his providence, he gave them a son, not as the former, who was given in anger and taken away in wrath, but a child graciously given, and written among the living in Jerusalem. They called him ‘Solomon’ - ‘peaceful,’ because his birth was a token of God’s being at peace with them, because of the prosperity which was entailed upon him, and because he was to be a type of Christ, the prince of peace. God had removed one son from them, but now gave them another instead of him, ... Thus God often balances the griefs of his people with comforts in the same thing wherein he hath afflicted them, setting the one over-against the other. David had very patiently submitted to the will of God in the death of the other child, and now God made up the loss of that, abundantly to his advantage, in the birth of this.” [= Kelahiran Salomo. Meskipun pernikahan Daud dengan Batsyeba telah membuat Tuhan murka, namun Daud tidak diperintahkan untuk menceraikannya; sebaliknya, Allah memberi mereka seorang anak laki-laki melalui Batsyeba, yang kepadanya perjanjian kerajaan akan diwariskan. Batsyeba, tak diragukan lagi, sangat terpukul oleh kesadarannya akan dosa dan tanda-tanda ketidaksenangan Tuhan. Tetapi, setelah Tuhan mengembalikan kegembiraan keselamatan kepada Daud, ia menghibur Batsyeba dengan penghiburan yang sama yang telah ia terima dari Allah (ay 24): Dia ‘menghibur Batsyeba.’ Baik Daud maupun Batsyeba memiliki alasan untuk dihibur dengan tanda-tanda pendamaian Allah kepada mereka, yaitu: 1. Oleh ProvidensiaNya, Ia memberi mereka seorang anak laki-laki, bukan seperti yang sebelumnya, yang diberikan dalam kemarahan dan diambil dalam murka, melainkan seorang anak yang diberikan dengan kasih karunia dan tercatat di antara yang hidup di Yerusalem. Mereka menamainya ‘Salomo’ - ‘damai,’ karena kelahirannya adalah tanda bahwa Allah telah berdamai dengan mereka, karena kemakmuran yang dijanjikan kepadanya, dan karena ia akan menjadi Type dari Kristus, Sang Pangeran / Raja Damai. Allah telah mengambil satu anak dari mereka, tetapi kini memberi mereka anak lain sebagai gantinya. ... Dengan demikian, Allah sering menyeimbangkan kesedihan umatNya dengan penghiburan dalam hal yang sama di mana Dia telah menyedihkan mereka, menempatkan penghiburan sebagai ganti dari kehilangan. Daud dengan sabar tunduk pada kehendak Allah dalam kematian anak sebelumnya, dan sekarang Allah menggantikan kehilangan itu dengan kelimpahan melalui kelahiran anak ini.].

 

Matthew Henry: “Inasmuch as, by his grace, he particularly owned and favoured that son: ‘The Lord loved him’ (v. 24 and 25), ordered him, by the prophet Nathan, to be called ‘Jedidiah’ - ‘Beloved of the Lord:’ though a seed of evil-doers (for such David and Bath-sheba were), yet so well ordered was the covenant, and the crown entailed by it, that it took away all attainders and corruption of blood, signifying that those who were by nature children of wrath and disobedience should, by the covenant of grace, not only be reconciled, but made favourites.” [= Karena dengan kasih karuniaNya, Ia secara khusus mengakui dan mengasihi anak itu: ‘Tuhan mengasihinya’ (ay 24 dan 25), dan memerintahkan, melalui nabi Natan, agar ia dinamai ‘Yedija’ - ‘Kekasih dari Tuhan.’ Meskipun ia adalah keturunan dari pelaku-pelaku dosa (karena demikianlah Daud dan Batsyeba), perjanjian itu begitu baik diatur, dan mahkota yang diwariskan olehnya begitu kuat, sehingga perjanjian itu menghapus segala kehinaan dan kerusakan darah, menunjukkan bahwa mereka yang secara alamiah adalah anak-anak kemurkaan dan ketidaktaatan, melalui perjanjian kasih karunia, bukan hanya diperdamaikan tetapi juga dijadikan kesayangan Allah.].

 

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Bath-sheba ... bare a son, and he called his name Solomon’ - i.e. peaceable, ‘a man of rest’ (see the notes at 1 Chron 22:9). But Nathan gave him the name of Jedidiah, by command of God, or perhaps only as an expression of God’s love. This love, and the noble gifts with which he was endowed, considering the criminality of the marriage from which he sprang, is a remarkable instance of divine goodness and grace.” [= ‘Bath-syeba ... melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia menamainya Salomo’ - yang berarti penuh damai, ‘seorang pria yang membawa kedamaian’ (lihat catatan di 1Taw 22:9). Namun, Nabi Natan memberinya nama Yedija atas perintah Allah, atau mungkin hanya sebagai ungkapan kasih Allah. Kasih ini, serta karunia-karunia mulia yang dianugerahkan kepadanya, mengingat dosa dalam pernikahan yang melahirkannya, adalah contoh luar biasa dari kebaikan dan kasih karunia ilahi.].

 

1Taw 22:9 - Sesungguhnya, seorang anak laki-laki akan lahir bagimu; ia akan menjadi seorang yang dikaruniai keamanan. Aku akan mengaruniakan keamanan kepadanya dari segala musuhnya di sekeliling. Ia akan bernama Salomo; sejahtera dan sentosa akan Kuberikan atas Israel pada zamannya..

 

Keil & Delitzsch: “The giving of such a name was a practical declaration on the part of Jehovah that He loved Solomon, from which David could and was intended to discern that the Lord had blessed his marriage with Bathsheba. Jedidiah, therefore, was not actually adopted as Solomon’s name.” [= Pemberian nama seperti itu adalah pernyataan praktis dari pihak Yehovah bahwa Dia mengasihi Salomo, dari mana Daud bisa dan memang dimaksudkan untuk memahami bahwa Tuhan telah memberkati pernikahannya dengan Batsyeba. Karena itu, nama Yedija tidak benar-benar diadopsi sebagai nama Salomo.].

 

The Bible Exposition Commentary: “In a very special way, ‘the Lord loved him’ and even gave Solomon (‘peaceable’) a special name, ‘Jedidiah - loved by the Lord.’ Since ‘David’ means ‘beloved,’ father and son were bound together by similar names.” [= Dengan cara yang sangat istimewa, ‘Tuhan mengasihinya’ dan bahkan memberi Salomo (yang berarti ‘damai’) sebuah nama khusus, yaitu Yedija - ‘yang dikasihi Tuhan.’ Karena ‘Daud’ berarti ‘yang dikasihi,’ ayah dan anak itu terikat bersama melalui nama-nama yang serupa.].

 

c)      Pelajaran yang bisa kita ambil dari seluruh peristiwa ini.

 

Calvin: “Let us remember, therefore, in the first place, not to do ourselves harm with worthless consolations when God makes us sad, or rejoice in this or that. Instead, let us return to him, so that he who has made the wound might heal us, for we shall find no other medicine. We must particularly remember this lesson when we see that our Lord turns us on our heads. Whenever we are beaten by the hand of God, we will just be numb and seek out entertainment as seduction away from pain. In other words, the only way that we will be able to feel happy is if our conscience becomes deadened, and we find distractions all around and no longer think about God or ourselves. Now that is a disastrous way to cheer one’s spirits - just like a man wanting to go to sleep and throwing himself into the water in order to sleep softly and relax there! Thus, when we have begun to flee from God out of a desire to relieve our sorrow, let us learn, instead, to pray. Whenever he humbles us, let us pray that he may relieve us, and when he wounds us, that he himself may heal the wound, as there is no other who can do it.” [= Karena itu, pertama-tama, marilah kita ingat, untuk tidak merugikan diri sendiri dengan penghiburan-penghiburan yang sia-sia ketika Allah membuat kita bersedih, atau bersukacita atas hal ini atau itu. Sebaliknya, marilah kita kembali kepadaNya, agar Dia yang telah membuat luka itu dapat menyembuhkan kita, karena kita tidak akan menemukan obat lain. Kita harus mengingat pelajaran ini terutama ketika kita melihat bahwa Tuhan membalikkan keadaan kita. Setiap kali kita dipukul oleh tangan Allah, kita mungkin akan merasa mati rasa dan mencari hiburan sebagai pelarian dari rasa sakit. Dengan kata lain, satu-satunya cara kita merasa bahagia adalah jika hati nurani kita menjadi tumpul, dan kita tenggelam dalam gangguan-gangguan yang membuat kita tidak lagi memikirkan Allah atau diri kita sendiri. Ini adalah cara yang berbahaya untuk menghibur diri - seperti orang yang ingin tidur dan melemparkan dirinya ke dalam air untuk tidur nyenyak dan rileks di sana! Jadi, ketika kita mulai lari dari Allah karena ingin mengurangi kesedihan, marilah kita belajar untuk berdoa. Setiap kali Dia merendahkan kita, marilah kita berdoa agar Dia meringankan beban kita, dan ketika Dia melukai kita, marilah kita memohon agar Dia sendiri yang menyembuhkan luka itu, karena tidak ada yang lain yang mampu melakukannya.] - ‘Sermons on 2Samuel’, hal 600.

 

Calvin: “here were two desperate creatures - yet God visited them. He consoled one and then the other. He even sent his prophet Nathan to show again that although they fully deserved his pursuing his vengeance on them to the uttermost, nevertheless he wanted to pass by and abstain from wrath. And from that time forward, said Nathan, God would receive them in mercy, so that the marriage which ought to have been an abomination would prosper, and that the marks of his own mercy would be upon it. This is a particular testimony of how God does not forget poor sinners; that is, insofar as they return to him and are not hardened in their crime, nor despise his grace by which they are called back to the right path from the place where they were wandering, wretched and confused.” [= di sini ada dua jiwa yang putus asa - namun Allah mengunjungi mereka. Dia menghibur yang satu, kemudian yang lainnya. Dia bahkan mengutus nabiNya, Natan, untuk menunjukkan kembali bahwa meskipun mereka sepenuhnya layak menerima pembalasanNya hingga akhir, Allah tetap ingin melewatkan murkaNya dan menahan amarahNya. Dan mulai saat itu, kata Natan, Allah akan menerima mereka dengan belas kasihan, sehingga pernikahan yang seharusnya menjadi sesuatu yang menjijikkan akan diberkati / makmur, dan tanda-tanda belas kasihanNya akan menyertainya. Ini adalah kesaksian khusus tentang bagaimana Allah tidak melupakan orang-orang berdosa yang malang; yaitu, sejauh mereka kembali kepadaNya, tidak mengeraskan hati dalam kejahatan mereka, dan tidak meremehkan kasih karuniaNya, yang memanggil mereka kembali ke jalan yang benar dari tempat mereka tersesat, dalam keadaan sengsara dan bingung.] - ‘Sermons on 2Samuel’, hal 601.

 

Calvin: “when it says that ‘God loved Solomon’, it is to show us here, as in a living picture, that the love of God rests on those who seem good to him. It depends on nothing outside himself and his free goodness. If you carefully seek the reason why God loved Solomon above all the other children of David, what will you find? He was not the oldest son. ... If someone says that God guided the marriage, how could that be the case? It began with an adultery much more villainous and detestable than anything else; then murder was added to it - not only one, but several. Yet from this filth and this rottenness, God drew out Solomon, whom God did, indeed, love.” [= Ketika dikatakan bahwa ‘Allah mengasihi Salomo,’ itu menunjukkan kepada kita, seperti dalam gambaran yang hidup, bahwa kasih Allah tinggal pada mereka yang berkenan kepadaNya. Kasih ini tidak bergantung pada apa pun di luar diriNya sendiri dan kebaikanNya yang bebas. Jika Anda dengan seksama mencari alasan mengapa Allah mengasihi Salomo lebih daripada semua anak Daud yang lain, apa yang akan Anda temukan? Salomo bukan anak tertua. ... Jika seseorang mengatakan bahwa Allah memandu pernikahan itu, bagaimana mungkin? Pernikahan itu dimulai dengan perzinahan yang jauh lebih jahat dan menjijikkan daripada hal lain; kemudian ditambahkan pembunuhan - bukan hanya satu, tetapi beberapa. Namun, dari kebusukan dan kerusakan ini, Allah mengeluarkan Salomo, yang memang dikasihi olehNya.] - ‘Sermons on 2Samuel’, hal 602.

 

 

-AMIN-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali