Eksposisi
1Yohanes
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
1Yoh 4:7-21 - “(7) Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. (8) Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. (9) Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup olehNya. (10) Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. (11) Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. (12) Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasihNya sempurna di dalam kita. (13) Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam RohNya. (14) Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia. (15) Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. (16) Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. (17) Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. (18) Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. (19) Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. (20) Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. (21) Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya”.
Ay 8: “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih”.
1) Bagian akhir kalimat ini memang harus diterjemahkan ‘Allah adalah kasih’, bukan ‘Kasih adalah Allah’.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘God is love.’ There is no article to love, but to God; therefore
we cannot translate, ‘Love is God.’ God is essentially LOVE: not merely
loving” (= ‘Allah adalah
kasih’. Tidak ada kata sandang untuk kata ‘kasih’, tetapi ada untuk kata
‘Allah’; karena itu kita tidak bisa menterjemahkan ‘Kasih adalah Allah’.
Allah itu secara hakiki adalah kasih: bukan sekedar bersifat kasih).
2) Bahwa
Allah adalah kasih, tidak berarti Ia tidak bisa menghukum seseorang dalam neraka
selama-lamanya!
Lenski: “The rationalistic views that the God of love cannot punish, cannot damn to hell forever, cannot ask a blood sacrifice for sin, substitute a human conception of love for what God’s love is, has done, and still does” (= Pandangan rasionalistis bahwa Allah yang kasih tidak bisa menghukum, tidak bisa menghukum selama-lamanya di neraka, tidak bisa meminta suatu korban darah untuk dosa, menggantikan apa kasih Allah itu, dan apa yang telah dan tetap dilakukan oleh kasih Allah itu, dengan konsep manusia tentang kasih) - hal 498.
Bandingkan dengan ajaran Saksi Yehuwa dan juga Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang tidak mempercayai hukuman kekal di neraka, dengan alasan bahwa itu menunjukkan Allah itu kejam, bukan kasih.
Pandangan yang benar adalah: sekalipun kita mempercayai Allah itu kasih, tetapi kita tidak boleh mengabaikan ajaran dari bagian lain Kitab Suci yang mengatakan bahwa Allah itu suci dan adil, sehingga Ia membenci dosa dan pasti menghukum orang berdosa.
3) Apakah fakta bahwa ‘Allah adalah kasih’ ini bertentangan dengan doktrin tentang predestinasi (khususnya doktrin tentang reprobation / penentuan binasa)?
Adam Clarke, seorang Arminian yang sangat keras, menggunakan fakta ini untuk menentang ajaran Calvinisme tentang predestinasi dan reprobation (= penentuan binasa). Ia mengatakan bahwa karena Allah adalah kasih, Ia tidak membenci apapun yang Ia ciptakan. Ia tidak bisa membenci, karena Ia adalah kasih. Karena itu Ia juga tidak menciptakan seseorang untuk tujuan binasa (reprobation).
Saya tak setuju kata-kata tolol dari Clarke ini, karena:
a) Jelas ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah itu bisa membenci.
Bandingkan dengan:
1. Maz 5:6
- “Pembual tidak akan tahan di depan
mataMu; Engkau membenci semua orang yang melakukan kejahatan”.
2. Maz 11:5
- “TUHAN menguji orang benar dan orang
fasik, dan Ia membenci orang yang mencintai kekerasan”.
3. Luk 16:15
- “Lalu Ia berkata kepada mereka:
‘Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab
apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah”.
4. Ro
9:13 - “seperti ada tertulis: ‘Aku
mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.
Bdk. Mal 1:2-3 - “(2) ‘Aku mengasihi kamu,’ firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?’ ‘Bukankah Esau itu kakak Yakub?’ demikianlah firman TUHAN. ‘Namun Aku mengasihi Yakub, (3) tetapi membenci Esau. Sebab itu Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah pusakanya Kujadikan padang gurun.’”.
b) Doktrin tentang predestinasi ditunjukkan oleh banyak ayat Kitab Suci, antara lain:
1. Ef 1:4,5,11 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya, ... (11) Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya”.
2. Ro 9:10-18 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ (14) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya”.
c) Bagaimana dengan doktrin tentang reprobation (= penentuan binasa)?
1. Ini merupakan konsekwensi logis dari doktrin pemilihan (election).
Ada orang-orang yang percaya pada ‘single predestination’, dimana mereka hanya percaya bahwa Allah menentukan / memilih sebagian manusia untuk diselamatkan, tetapi Allah tidak menetapkan sisanya untuk dibinasakan. Tetapi ini adalah pandangan yang tidak konsekwen dari orang yang kurang bisa menggunakan logikanya, karena doktrin reprobation memang merupakan konsekwensi logis dari doktrin election (= pemilihan / penentuan untuk selamat). Kalau hanya sebagian manusia yang dipilih / ditetapkan untuk selamat, sedangkan setelah mati hanya ada surga dan neraka, maka tidak bisa tidak, orang yang tidak dipilih untuk selamat sama dengan ditetapkan untuk binasa. Karena itu, kita harus percaya bukan pada ‘single predestination’ tetapi pada ‘double predestination’, dimana selain kita percaya bahwa Allah memilih sebagian manusia untuk diselamatkan, kita juga percaya bahwa Allah menetapkan sisanya untuik dihukum / dibinasakan.
Louis Berkhof: “The decree of election inevitably implies the decree of reprobation. ... If He has chosen or elected some, then He has by that very fact also rejected others” (= Ketetapan tentang pemilihan secara tak terhindarkan menunjuk pada ketetapan tentang reprobation. ... Jika Ia telah memilih sebagian, maka oleh fakta itu Ia juga telah menolak yang lain) - ‘Systematic Theology’, hal 117-118.
Loraine Boettner: “The very terms ‘elect’ and ‘election’ imply the terms ‘non-elect’ and ‘reprobation’” (= Istilah ‘orang pilihan’ dan ‘pemilihan’ secara tidak langsung menunjuk pada ‘orang yang bukan pilihan’ dan ‘penentuan binasa’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 104.
2. Adanya bayi-bayi yang mati merupakan bukti dari doktrin penentuan selamat / binasa.
Apakah bayi yang mati masuk surga atau neraka? Saya sendiri memilih untuk menjawab: ‘tidak tahu’. Tetapi kalau bayi mati masuk surga, itu jelas menunjukkan bahwa ia ditentukan untuk selamat; dan kalau bayi mati masuk neraka, maka jelas itu menunjukkan ia ditentukan untuk binasa! Biarlah orang Arminian menjawab argumentasi ini!
3. Adanya banyak orang yang mati tanpa mendapatkan kesempatan untuk bertobat.
Dalam Perjanjian Lama, hampir semua orang non Yahudi tidak selamat dan dalam Perjanjian Baru juga banyak orang mati sebelum mendengar Injil. Jelas bahwa mereka ini tidak mendapat kesempatan bertobat, dan karena itu termasuk reprobate / orang yang ditentukan untuk binasa.
4. Ayat-ayat Kitab Suci yang mendasari doktrin reprobation.
a. Amsal 16:4 - “TUHAN membuat segala sesuatu
untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari
malapetaka”.
b. Mat 11:20-24 -
“(20) Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di
situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizatNya: (21) ‘Celakalah engkau
Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi
mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka
bertobat dan berkabung. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman,
tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. (23) Dan
engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau
akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi
mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih
berdiri sampai hari ini. (24) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari
penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada
tanggunganmu’”.
Yesus
berkata bahwa kalau di Tirus, Sidon, dan Sodom ada mujijat-mujijat terjadi,
seperti yang terjadi di Khorazim, Betsaida dan Kapernaum, maka Tirus, Sidon, dan
Sodom pasti sudah bertobat. Tetapi mengapa Tuhan dalam kenyataannya tidak
memberi mujijat-mujijat itu kepada mereka? Jelas karena mereka termasuk reprobate!
c. Mat 11:25 - “Pada waktu itu berkatalah
Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya
itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau
nyatakan kepada orang kecil”.
d. Yes 6:9-10 - “(9) Kemudian firmanNya:
‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi
mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! (10)
Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah
matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan
mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan
menjadi sembuh’”.
Bdk. Mat 13:10-15 Mark 4:12 Luk 8:10 Yoh 12:37-40 Kis 28:26-27 Ro 11:7-8.
Komentar Calvin tentang
ayat-ayat ini:
“Observe
that he directs his voice to them but in order that they may become even more
deaf; he kindles a light but that they may be made even more blind; he sets
forth doctrine but that they may grow even more stupid; he employs a remedy but
so that they may not be healed” (=
Perhatikan bahwa Ia menujukan suaraNya kepada mereka tetapi supaya mereka
menjadi makin tuli; Ia menyalakan cahaya tetapi supaya mereka menjadi makin
buta; Ia menyatakan doktrin / ajaran tetapi supaya mereka menjadi makin bodoh;
Ia menggunakan obat tetapi supaya mereka tidak disembuhkan)
- ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book III, Chapter XXIV, no 13.
e. Yoh 17:12 - “Selama Aku bersama mereka,
Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan
kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang
binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya
genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci”.
Dalam ayat ini sebetulnya
terjemahan Kitab Suci Indonesia terlalu keras. Bandingkan dengan NASB yang
memberikan terjemahan hurufiah: “and
not one of them perished but the son of perdition”
(= dan tidak seorangpun dari mereka yang binasa selain anak kehancuran /
neraka).
f. Ro 9:13,17,18,21-22 - “(13)
seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’
... (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku
membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau,
dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia menaruh belas
kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang
dikehendakiNya. ... (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah
liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna
tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?
(22) Jadi, kalau untuk menunjukkan murkaNya dan menyatakan kuasaNya, Allah
menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaanNya, yang telah
disiapkan untuk kebinasaan”.
B. B. Warfield: “Certainly
St. Paul as explicitly affirms the sovereignty of reprobation as of election,
... if he represents God as sovereignly loving Jacob, he represents Him equally
as sovereignly hating Esau; if he declares that He has mercy on whom He will, he
equally declares that He hardens whom He will”
(= Santo Paulus memang menegaskan kedaulatan dari reprobation secara sama explicitnya dengan kedaulatan dari election,
... jika ia menggambarkan Allah secara berdaulat mengasihi Yakub, ia secara sama
menggambarkanNya secara berdaulat membenci Esau; jika ia menyatakan bahwa Ia
mempunyai belas kasihan bagi siapa yang Ia kehendaki, ia secara sama menyatakan
bahwa Ia mengeraskan siapa yang Ia kehendaki) - ‘Biblical
and Theological Studies’, hal 317.
g. 1Pet 2:8 - “Mereka tersandung padanya,
karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah
disediakan”.
Kitab Suci terjemahan Indonesia ini salah
terjemahan. Bandingkan juga dengan terjemahan-terjemahan bahasa Inggris di bawah
ini.
NASB: “for
they stumble because they are disobedient to the word, and to this doom they
were also appointed” (= karena mereka tersandung
karena mereka tidak taat kepada firman, dan pada tujuan / nasib ini mereka
juga telah ditetapkan).
NIV: “They
stumble because they disobey the message - which is also what they were
destined for” (= Mereka tersandung karena
mereka tidak mentaati pesan / firman - yang juga merupakan apa yang telah
ditentukan untuk mereka).
KJV: “even
to them which stumble at the word, being disobedient: whereunto also they
were appointed” (= bahkan bagi mereka yang
tersandung pada firman, karena tidak taat: untuk mana mereka juga telah
ditetapkan).
RSV: “for
they stumble because they disobey the word, as they were destined to do”
(= karena mereka tersandung karena mereka tidak mentaati firman, sebagaimana
mereka telah ditentukan untuk melakukannya).
d) Bagaimana mengharmoniskan doktrin tentang reprobation dengan ‘Allah adalah kasih’?
Harus diakui bahwa kedua ajaran ini kelihatannya bertentangan, dan orang Arminian menggunakan ini untuk menyerang Calvinisme.
Pdt. Jusuf B. S.: “Itu bertentangan dengan sifat Allah sendiri yang kasih adanya (1Yoh 4:8). Menentukan sepihak itu sangat kejam sebab resikonya masuk Neraka kekal. Dan pasti Allah sudah tahu tentang akibat yang dahsyat ini” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 41.
Jawab:
1. Calvin dan beberapa orang Reformed kelihatannya beranggapan bahwa ‘penetapan binasa’ dan ‘kasih Allah’ memang tidak bisa diharmoniskan, karena Kitab Suci memang hanya menyatakan kedua ajaran itu tanpa mengharmoniskannya.
Calvin: “For God’s will is so much the highest rule of righteousness that whatever he wills, by the very fact that he wills it, it must be considered righteous. When, therefore, one asks why God has so done, we must reply: because he has willed it. But if you proceed further to ask why he so willed, you are seeking something greater and higher than God’s will, which cannot be found” (= Karena kehendak Allah adalah peraturan tertinggi dari kebenaran sehingga apapun yang Ia kehendaki, oleh fakta bahwa Ia menghendakinya, harus dianggap sebagai benar. Karena itu, pada waktu seseorang bertanya mengapa Allah telah bertindak begitu, kita harus menjawab: karena Ia menghendakinya. Tetapi jika engkau meneruskan lebih jauh dan menanyakan mengapa Ia menghendakinya, engkau sedang mencari sesuatu yang lebih besar dan lebih tinggi dari kehendak Allah, yang tidak bisa ditemukan) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 2.
Loraine Boettner: “Let it be remembered that we are under no obligation to explain all the mysteries connected with these doctrines. We are only under obligation to set forth what the Scriptures teach concerning them, and to vindicate this teaching so far as possible from the objections which are alleged against it” (= Biarlah diingat bahwa kita tidak berkewajiban untuk menjelaskan semua misteri yang berkenaan dengan doktrin-doktrin ini. Kita hanya berkewajiban untuk menyatakan apa yang Kitab Suci ajarkan mengenai mereka, dan mempertahankan ajaran ini sejauh dimungkinkan dari keberatan-keberatan yang dinyatakan tanpa bukti terhadapnya) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 124.
William G. T. Shedd: “Since both classes of passages come from God, he must perceive that they are consistent with each other whether man can or not. Both, then, must be accepted as eternal truth by an act of faith, by every one who believes in the inspiration of the Bible. They must be presumed to be self-consistent, whether it can be shown or not” (= Karena kedua golongan text Kitab Suci itu datang dari Allah, Ia pasti mengerti bahwa mereka konsisten satu dengan lainnya tak peduli manusia bisa mengertinya atau tidak. Jadi, keduanya harus diterima sebagai kebenaran yang kekal dengan suatu tindakan iman oleh setiap orang yang percaya pada pengilhaman Alkitab. Mereka harus dianggap sebagai konsisten, tak peduli apakah itu bisa ditunjukkan atau tidak) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 43.
Catatan: yang ia maksudkan dengan ‘both’ (= keduanya), adalah ayat-ayat / bagian-bagian Kitab Suci yang kelihatannya bertentangan, seperti ayat yang menunjukkan penetapan binasa dan ayat yang menunjukkan Allah itu kasih, ayat yang menunjukkan penetapan Allah dan ayat yang menunjukkan tanggung jawab manusia.
2. Arminianisme menghadapi problem yang sama.
Pertentangan tentang ‘Allah yang adalah kasih’ dan ‘masuknya orang-orang tertentu ke dalam neraka’, merupakan problem yang tidak terpecahkan bukan untuk orang Reformed / Calvinist saja, tetapi juga untuk orang Arminian. Mengapa? Karena sekalipun orang Arminian tidak percaya pada ‘penentuan binasa’, tetapi mereka percaya bahwa Allah maha tahu, sehingga pada waktu mencipta Ia tahu ada orang-orang yang akan masuk neraka. Kalau Ia memang maha kasih, lalu mengapa tetap menciptakan orang-orang itu? Jadi persoalan ini sebetulnya menyerang dan membingungkan Calvinisme dan Arminianisme secara sama kuat.
Loraine Boettner: “As a matter of fact the Arminians do not escape any real difficulty here. For since they admit that God has foreknowledge of all things they must explain why He creates those who He foresees will lead sinful lives, reject the Gospel, die impenitent, and suffer eternally in hell” (= Faktanya, orang Arminian tidak lepas dari kesukaran di sini. Karena mereka mengakui bahwa Allah mempunyai pengetahuan lebih dulu dari segala sesuatu, mereka harus menjelaskan mengapa Ia menciptakan mereka yang dilihatNya lebih dulu akan menempuh kehidupan yang berdosa, menolak Injil, mati tanpa bertobat, dan menderita selama-lamanya dalam neraka) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 125.
Karena itu, mungkin di tempat ini kita harus
mentaati kata-kata Calvin, yang dalam komentarnya tentang Ro 9:14, berkata
sebagai berikut:
“Let this then be our sacred
rule, to seek to know nothing concerning it, except what Scripture teaches us:
when the Lord closes his holy mouth, let us also stop this way, that we may not
go farther” [= Biarlah ini menjadi peraturan kudus
kita, berusaha mengetahui hal itu (doktrin Predestinasi) hanya sejauh yang
diajarkan oleh Kitab Suci: pada waktu Tuhan menutup mulutNya yang kudus, biarlah
kita juga berhenti dan tidak pergi lebih jauh].
3. Sekalipun Allah menentukan kebinasaan seseorang, pada akhirnya orang itu binasa karena kesalahan orangnya sendiri. Jadi, pada waktu ia dihukum, itu bukan menunjukkan kekejaman Allah, tetapi keadilan Allah.
Kesimpulan: kata-kata ‘Allah adalah kasih’ tidak berarti bahwa Allah tidak menentukan keselamatan / kebinasaan seseorang. Ingat bahwa Allah juga adalah Allah yang berdaulat!
4) Karena
Allah adalah kasih, maka pada saat Allah mengasihi, itu bukan disebabkan oleh
hal-hal di luar diriNya / apapun yang ada dalam diri obyek yang dikasihiNya,
tetapi disebabkan oleh diriNya sendiri.
Wycliffe Bible Commentary: “because God is love, love which he shows is occasioned by himself only and not by any outside cause” (= karena Allah adalah kasih, kasih yang Ia tunjukkan disebabkan hanya oleh diriNya sendiri dan bukan oleh penyebab apapun dari luar diriNya).
Bdk. Ro 5:8 - “Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”.
Bandingkan dengan kata-kata tolol dari Yesaya Pariadji.
Pdt.
Drs. Yesaya Pariadji: “Setelah
saya baca Alkitab maka saya disayangi Tuhan”
- ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 11.
5) Penerapan fakta bahwa ‘Allah adalah kasih’ bagi orang-orang percaya.
Barnes’ Notes: “let us hold on to the truth that he is love. Let us believe that he sincerely desires our good, and that what seems dark to us may be designed for our welfare; and amidst all the sorrows and disappointments of the present life, let us feel that our interests and our destiny are in the hands of the God of love” (= hendaklah kita berpegang erat-erat pada kebenaran bahwa Ia adalah kasih. Hendaklah kita percaya bahwa Ia dengan tulus / sungguh-sungguh menginginkan kebaikan kita, dan bahwa apa yang kelihatannya gelap bagi kita bisa direncanakan untuk kesejahteraan kita; dan di tengah-tengah semua kesedihan dan kekecewaan dari hidup yang sekarang ini, hendaklah kita merasa bahwa kepentingan kita dan tujuan kita ada dalam tangan Allah yang kasih).
Bandingkan dengan:
· Yer 29:11 - “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”.
· Ro 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.
Catatan: awas, janji seperti ini hanya berlaku untuk orang-orang percaya, bukan untuk orang kafir.
1)
Ini dinyatakan dalam 3 ayat:
a)
Ay 9: “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di
tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal
ke dalam dunia, supaya kita hidup olehNya”.
KJV:
‘his only begotten Son’ (= satu-satunya AnakNya yang diperanakkan).
b)
Ay 10: “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi
Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya
sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”.
c)
Ay 14: “Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa
telah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia”.
2) Ayat-ayat ini, dan juga Gal 4:4, menunjukkan bahwa pada
waktu Yesus diutus, Ia sudah adalah Anak. Jadi, Ia bukannya baru menjadi Anak,
setelah menjadi manusia.
3) Arti dari istilah ‘Anak Allah’.
Saksi-Saksi
Yehuwa maupun para Unitarian berpendapat bahwa karena Yesus adalah Anak
Allah, maka Ia bukan Allah. Mereka juga berulangkali mengatakan bahwa Yesus
tidak pernah mengclaim diriNya sebagai Allah, tetapi selalu sebagai Anak
Allah.
Jawaban:
a)
Yesus memang tidak pernah menyatakan diri sebagai ‘Allah’; Ia selalu menyatakan diri sebagai ‘Anak Allah’.
Tetapi perlu dipertanyakan pertanyaan ini: apakah kita harus membentuk pemikiran
/ kepercayaan / ajaran tentang Yesus hanya berdasarkan kata-kata Yesus sendiri
saja, atau juga dari bagian-bagian Kitab Suci yang lain? Yang dianggap sebagai
Firman Tuhan itu hanya kata-kata Yesus sendiri saja, atau juga bagian-bagian
lain dari Kitab Suci? Sekalipun Yesus sendiri tidak pernah menyatakan diri
sebagai ‘Allah’, tetapi banyak ayat-ayat Kitab Suci yang menyatakan demikian, seperti:
1.
Yes 9:5 - “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita,
seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas
bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa,
Bapa yang Kekal, Raja Damai”.
2. Yoh 1:1 - “Pada mulanya adalah Firman;
Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”.
3. Yoh 1:18 - “Tidak seorangpun yang pernah
melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa,
Dialah yang menyatakanNya”.
Yoh 1:18
(TDB): “satu-satunya allah
yang diperanakkan”.
Terjemahan
TDB ini dari manuscript yang paling benar. Satu-satunya keberatan saya adalah
bahwa mereka menuliskan kata ‘allah’
dimulai dengan ‘a’ huruf
kecil.
4.
Yoh 20:28 - “Tomas menjawab Dia: ‘Ya Tuhanku dan Allahku!’”.
5.
Kis 20:28 - “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh
kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk
menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya
sendiri”.
Catatan:
kata ‘Anak’
seharusnya tidak ada.
Jadi,
kata ‘Nya’
menunjuk pada kata ‘Allah’, tetapi pada saat yang sama pasti menunjuk kepada Yesus, karena adanya
kata ‘darah’. Jadi, ayat ini menyatakan Yesus sebagai Allah.
6.
Ro 9:5 - “Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang
menurunkan Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia, yang ada di atas segala
sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!”.
Kata
‘Ia’
jelas menunjuk kepada ‘Mesias’ / Yesus. Jadi, ayat ini menunjukkan Yesus sebagai Allah yang harus dipuji
sampai selama-lamanya.
7. Fil 2:5b-7 - “(5b) ... Kristus Yesus, (6)
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan
Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah
mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama
dengan manusia”.
8. Tit 2:13 - “dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan
penyataan kemuliaan (Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita) Yesus Kristus”.
Catatan:
tanda kurung dari saya; terjemahan yang seharusnya memang demikian.
9. Ibr 1:8 - “Tetapi tentang (kepada)
Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan
selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran”.
Kata
‘tentang’
seharusnya adalah ‘kepada’ seperti dalam KJV.
10. 2Pet 1:1 - “Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus
Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena
keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus”.
11.
1Yoh 5:20 - “Akan
tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan
pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam
Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang
benar dan hidup yang kekal”.
12. Wah 1:8 - “‘Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan
Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang
Mahakuasa.’”.
b)
Ingat bahwa suatu istilah dalam Kitab Suci harus diartikan sesuai dengan
pengertian penulisnya / orang jaman itu tentang istilah tersebut, bukan dengan
pengertian orang jaman sekarang tentang istilah tersebut.
Tentang
istilah ‘Anak Allah’
yang digunakan oleh Yesus terhadap diriNya sendiri ini, banyak orang
menyalah-artikan istilah ini, dengan mengatakan bahwa istilah ‘Anak
Allah’
menunjukkan bahwa dulu hanya ada Allah saja, yang lalu beranak, dsb. Karena itu
jelas bahwa Yesus tidak setua / sekekal BapaNya. Tetapi ini adalah penafsiran
yang menggunakan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah ‘Anak
Allah’ itu.
Padahal istilah itu digunakan sekitar 2000 tahun yang lalu di Palestina, dan
karena itu harus diartikan menurut pengertian orang-orang di sana pada jaman
itu.
Kalau
begitu apa artinya? Tentang istilah / gelar ‘Anak Allah’ bagi Yesus, W. E. Vine memberikan komentar
sebagai berikut: “absolute Godhead, not Godhead in a secondary or
derived sense, is intended in the title” (= keAllahan yang mutlak, bukan
keAllahan dalam arti sekunder atau yang didapatkan, yang dimaksudkan dalam gelar
tersebut) - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 1061.
Tetapi,
apa dasarnya pandangan seperti ini?
1.
Kita bisa mendapatkan jawabannya dengan membandingkan istilah ‘Anak
Allah’ dengan istilah ‘Anak
Manusia’, yang sama-sama merupakan gelar / sebutan yang
sangat sering digunakan oleh Yesus untuk diriNya sendiri. Kalau istilah ‘Anak
Manusia’ diartikan bahwa Yesus ‘betul-betul
manusia’,
maka istilah ‘Anak Allah’ harus diartikan bahwa Yesus ‘betul-betul
Allah’.
2.
Bdk. Mat 14:33 - “Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah
Dia, katanya: ‘Sesungguhnya Engkau Anak Allah.’”.
Pikirkan
ayat ini! Mereka menganggap Yesus betul-betul adalah Anak Allah, dan karena itu
mereka lalu menyembah Dia. Kalau mereka menganggap bahwa ‘Anak Allah’ itu ‘bukan Allah’, atau ‘lebih rendah dari Allah’, maka mungkinkah
mereka, yang adalah orang-orang Yahudi (bangsa monotheist, yang hanya menyembah
Allah saja), lalu menyembah Dia? Apalagi ini terjadi setelah Mat 4:10 dimana
Yesus melarang menyembah siapapun kecuali Allah. Dari ayat ini jelas bahwa
mereka menganggap istilah ‘Anak Allah’ berarti ‘Allah sendiri’.
3.
Bandingkan dengan Yoh 5:17-18 - “(17) Tetapi Ia berkata
kepada mereka: ‘BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.’
(18) Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan
saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa
Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan
Allah”.
NIV/NASB:
‘making himself equal with God’ (= membuat diriNya sendiri setara
dengan Allah).
Catatan:
kata Yunani yang diterjemahkan ‘menyamakan’ dalam Yoh 5:18 adalah kata yang sama dengan
kata Yunani yang diterjemahkan ‘setara’ dalam Fil 2:6. Jadi artinya ‘menyetarakan’
/ ‘menyederajatkan’,
bukan betul-betul ‘mengidentikkan’.
Di
sini terlihat dengan jelas bahwa pada waktu Yesus menyebut diriNya sebagai ‘Anak
Allah’,
orang-orang Yahudi pada saat itu mengerti bahwa kata-kata itu berarti bahwa
Yesus menganggap diri sehakekat dengan Allah, atau menyetarakan diriNya dengan
Allah. Ini mereka anggap sebagai penghujatan terhadap Allah, dan karena itu
mereka mau merajam Yesus.
Saksi-Saksi
Yehuwa maupun para Unitarian menganggap bahwa penyetaraan Yesus dengan Allah itu
hanya merupakan anggapan / penafsiran yang salah dari orang-orang Yahudi
tentang pengakuan Yesus sebagai Anak Allah.
Jawaban:
Kalau
itu memang merupakan pemikiran yang salah dari orang-orang Yahudi tentang
kata-kata Yesus itu, mengapa Yesus tidak mengoreksi pemikiran yang salah itu?
Dalam
perdebatan antara saya dengan para Unitarian, mereka mengatakan bahwa Yesus
memang mengoreksi pandangan salah dari orang-orang Yahudi itu dengan mengucapkan
kata-kata dalam Yoh 5:19 - “Maka
Yesus menjawab mereka, kataNya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak
dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa
mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak”.
Karena
itu, mari kita sekarang membahas Yoh 5:19 ini.
a. ‘Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari
diriNya sendiri’ (ay 19b bdk. ay 30a: ‘Aku tidak dapat berbuat apa-apa
dari diriKu sendiri’).
Ayat
ini dipakai oleh Arius / Arianisme (yang nantinya menjadi dasar dari ajaran
Saksi Yehuwa) untuk mengatakan bahwa Yesus lebih rendah dari Bapa, karena Ia
tidak bisa melakukan apapun dari diriNya sendiri.
Tetapi
sebetulnya ayat ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan Yesus! Dalam
kontex dimana Yesus menunjukkan diriNya sebagai Anak Allah, dan menyamakan
diriNya dengan Allah (ay 17-18), tidak mungkin tahu-tahu Ia justru
menunjukkan ketidak-mampuanNya.
Kalau
demikian, apa arti / maksud kata-kata Yesus ini? Kata-kata Yesus ini bertujuan
untuk menekankan kesatuan yang tidak terpisahkan antara Yesus dengan Bapa, yang
menyebabkan Yesus tidak bisa melakukan apapun terpisah dari Bapa. Dan jelas
bahwa Bapapun tidak bisa melakukan apapun terpisah dari Yesus!
Jadi,
Yesus dan Bapa tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Sebaliknya, pekerjaan Yesus
adalah pekerjaan Bapa, dan pekerjaan Bapa adalah pekerjaan Yesus.
Dengan
demikian, kata-kata Yesus ini menjawab serangan mereka bahwa Yesus melanggar
Sabat dan menghujat Allah (ay 18). Kalau Yesus bisa melanggar Sabat dan
menghujat Allah, maka itu berarti Ia bisa melakukan sesuatu terpisah dari Bapa.
Tetapi Yesus tidak bisa melakukan sesuatu terpisah dari Bapa, dan karena itu
jelas bahwa Ia tidak bisa melanggar Sabat maupun menghujat Allah.
b. ‘Jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya;
sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak’ (ay 19c).
·
Kata ‘apa’
dalam bagian ini seharusnya adalah ‘apapun’.
RSV/NIV/NASB:
‘whatever’ (= apapun).
KJV:
‘what things soever’ (= hal-hal apapun juga).
Jadi
kata-kata Yesus di sini menunjukkan bahwa Anak / Yesus melakukan apapun juga
yang dilakukan oleh Bapa. Padahal, apa yang dilakukan oleh Bapa jelas
merupakan pekerjaan ilahi, seperti menciptakan alam semesta dengan segala
isinya, membangkitkan orang mati, dsb. Bahwa Yesus melakukan apapun juga yang
dilakukan Bapa, menunjukkan bahwa Yesus / Anak adalah Allah!
·
Kalau ay 19 berarti
bahwa Yesus hanya bisa meniru apa yang Bapa lakukan, bagaimana mungkin Yesus
mencipta alam semesta? Kapan Yesus pernah melihat Bapa melakukan hal itu? Juga
pada waktu Yesus menjadi manusia, dan mati di salib untuk menebus dosa kita,
bagaimana mungkin Ia meniru Bapa? Bapa tidak pernah menjadi manusia dan mati
menebus dosa kita!
·
Jangan mengartikan bagian
ini seakan-akan Yesus itu cuma bisa meniru BapaNya! Tentang bagian ini NICNT
mengutip kata-kata Westcott, yang berkata sebagai berikut: “The
things that the Father does that the Son does, too, not in imitation, but in
virtue of His sameness of nature” (= Hal-hal yang dilakukan oleh Bapa juga
dilakukan oleh Anak, bukan dalam peniruan, tetapi berdasarkan kesamaan
hakekatNya).
4.
Yoh 10:30-33 - “(30) Aku dan Bapa adalah satu.’
(31) Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. (32)
Kata Yesus kepada mereka: ‘Banyak pekerjaan baik yang berasal dari BapaKu yang
Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau
melempari Aku?’ (33) Jawab orang-orang Yahudi itu: ‘Bukan karena suatu
pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat
Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan
diriMu dengan Allah [NWT / TDB: “make yourself a god”
(= menjadikan dirimu suatu allah)]” (bdk. Yoh 10:36b - “Karena Aku telah berkata: Aku
Anak Allah?”.).
Catatan:
kata-kata ‘menyamakan diriMu dengan Allah’
seharusnya adalah ‘membuat diriMu Allah’.
Dalam
Yoh 10:33, sekalipun kata-kata itu memang itu diucapkan oleh orang-orang
Yahudi, tetapi lagi-lagi kata-kata itu pasti benar. Mengapa? Karena kalau
kata-kata itu salah, Yesus pasti akan membetulkannya / mengoreksinya; Ia pasti
akan menyangkal bahwa Ia menyetarakan diriNya dengan Allah. Tetapi Yesus tidak
pernah melakukan hal itu! Kalau saudara membaca Yoh 10:34-39 terlihat
dengan jelas bahwa Yesus bukannya membetulkan kesalahan mereka, tetapi
sebaliknya justru menegaskan bahwa kata-kata mereka itu benar. Supaya lebih
jelas, mari kita pelajari bagian itu.
Yoh 10:34-39
- “(34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah ada tertulis dalam kitab
Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? (35) Jikalau mereka, kepada
siapa firman itu disampaikan, disebut allah - sedang Kitab Suci tidak dapat
dibatalkan -, (36) masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa
dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku
telah berkata: Aku Anak Allah? (37) Jikalau Aku tidak melakukan
pekerjaan-pekerjaan BapaKu, janganlah percaya kepadaKu, (38) tetapi jikalau Aku
melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepadaKu, percayalah akan
pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa
di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.’ (39) Sekali lagi mereka mencoba menangkap
Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka”.
Ada
hal-hal yang ingin saya jelaskan tentang jawaban Yesus dalam Yoh 10:34-38
ini:
a.
Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dari seluruh jawaban Yesus ini
adalah: terhadap kata-kata orang-orang Yahudi dalam ay 33 (bahwa Yesus
menyetarakan diri dengan Allah), Yesus tidak menyangkalnya!
Dalam
persoalan Sabat, pada saat mereka menyalahkan Yesus, Yesus sering membantahnya
(Mat 12:1-8 Mat 12:9-15a
Luk 13:10-17 Luk 14:1-6 Yoh 5:16-17
Yoh 7:22-24). Tetapi dalam hal ‘tuduhan’ menyetarakan diri
dengan Allah, Yesus tidak pernah membantahnya (Yoh 5:17-18
Yoh 10:30-38). Kalau memang pendapat / penafsiran mereka itu salah,
mengapa Yesus tidak pernah membantahnya?
Loraine
Boettner:
“If they had been wrong a word from Him would have set them right,
and it would have been nothing short of criminal for Him to have withheld it”
(= Seandainya mereka salah, maka satu kata dari Dia akan membetulkan mereka, dan
merupakan suatu tindakan kriminil dari Dia untuk menahan / tidak mengucapkan
kata itu) - ‘Studies
in Theology’, hal 155.
b.
Jawaban Yesus dalam ay 34-38 terdiri dari 2 hal:
·
Ay 34-36: “(34)
Kata Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku
telah berfirman: Kamu adalah allah? (35) Jikalau mereka, kepada siapa firman itu
disampaikan, disebut allah - sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan -, (36)
masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah
diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku
Anak Allah?”.
Ay
34b dikutip dari Maz 82:6.
Maz 82:1,6
- “(1) Allah berdiri dalam
sidang ilahi, di antara para allah Ia menghakimi: ... (6) Aku sendiri telah
berfirman: ‘Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian.”.
Yesus
berkata bahwa dalam Kitab Suci juga ada orang-orang (hakim-hakim) yang disebut
dengan istilah ‘allah’, dan itu tidak dianggap penghujatan. Yesus tidak memaksudkan bahwa Ia
juga adalah ‘allah’ dalam arti yang sama. Yesus tidak menyejajarkan diriNya dengan
hakim-hakim yang disebut ‘allah’ itu. Maksud Yesus adalah: kalau mereka, yang adalah
manusia biasa / hakim, bisa disebut ‘allah’ tanpa harus menghujat Allah, maka lebih-lebih
Dia, yang adalah Mesias. Pada waktu Ia menyebut diriNya sendiri ‘Anak
Allah’,
tentu itu bukan penghujatan.
·
Ay 37-38: “(37)
Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan BapaKu, janganlah percaya
kepadaKu, (38) tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya
kepadaKu, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui
dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.’”.
Hal
kedua yang Yesus tekankan adalah: mujijat-mujijat yang Ia lakukan seharusnya
membuat mereka mempercayai kata-kataNya.
c.
Ay 39 menunjukkan bahwa mereka / orang-orang Yahudi itu mau
menangkap Yesus. Kalau jawaban Yesus dalam ay 34-38 merupakan
penyangkalanNya terhadap tuduhan bahwa Ia membuat diriNya sendiri sebagai Allah,
maka bagaimana mungkin orang-orang Yahudi itu justru mau menangkapNya?
d.
Ada 3 kalimat / pernyataan yang artinya sama dalam Yoh 10:30-39.
Yoh 10:30-39
- “(30) Aku dan Bapa adalah satu.’ (31) Sekali lagi
orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. (32) Kata Yesus kepada
mereka: ‘Banyak pekerjaan baik yang berasal dari BapaKu yang Kuperlihatkan
kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari
Aku?’ (33) Jawab orang-orang Yahudi itu: ‘Bukan karena suatu pekerjaan baik
maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan
karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan
Allah.’ (34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah ada tertulis dalam kitab
Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? (35) Jikalau mereka, kepada
siapa firman itu disampaikan, disebut allah - sedang Kitab Suci tidak dapat
dibatalkan -, (36) masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa
dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku
telah berkata: Aku Anak Allah? (37) Jikalau Aku tidak melakukan
pekerjaan-pekerjaan BapaKu, janganlah percaya kepadaKu, (38) tetapi jikalau Aku
melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepadaKu, percayalah akan
pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa
di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.’ (39) Sekali lagi mereka mencoba
menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka”.
Ingat
bahwa semua persoalan ini muncul karena dalam Yoh 10:30 Yesus berkata: ‘Aku
dan Bapa adalah satu’.
Sekarang
perhatikan bahwa dalam ay 36b Yesus berkata: “karena Aku berkata:
‘Aku Anak Allah’”. Ini aneh! Mengapa Ia tidak berkata: “karena Aku berkata: ‘Aku
dan Bapa adalah satu’”? Bukankah kata-kata ‘Aku dan Bapa adalah satu’
dalam ay 30 itu yang dipersoalkan di sini?
Juga
dalam ay 38b, Yesus berkata: “Supaya kamu boleh mengetahui dan
mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa”. Ini juga aneh! Mengapa Ia tidak berkata: “Supaya
kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Aku dan Bapa adalah satu”?
Jawabannya:
jelas karena ketiga kalimat itu: yaitu:
·
Aku dan Bapa adalah satu (ay 30).
·
Aku adalah Anak Allah (ay 36b).
·
Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa (ay 38b
bdk. Yoh 14:8-11).
maksudnya
adalah sama! Semuanya menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri!
5. Yoh 19:7 - “Jawab orang-orang Yahudi itu
kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia
menganggap diriNya sebagai Anak Allah.’”.
Catatan:
terjemahan sebenarnya dari kata-kata ‘Ia menganggap diriNya sebagai
Anak Allah’
adalah ‘Ia membuat diriNya sendiri Anak Allah’.
Bdk.
Mark 14:61-64 - “(61) Tetapi Ia tetap diam dan tidak menjawab
apa-apa. Imam Besar itu bertanya kepadaNya sekali lagi, katanya: ‘Apakah
Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?’ (62) Jawab Yesus: ‘Akulah Dia,
dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan
datang di tengah-tengah awan-awan di langit.’ (63) Maka Imam Besar itu
mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ‘Untuk apa kita perlu saksi lagi? (64)
Kamu sudah mendengar hujatNya terhadap Allah. Bagaimana pendapat kamu?’
Lalu dengan suara bulat mereka memutuskan, bahwa Dia harus dihukum mati”.
Pengakuan
Yesus bahwa diriNya adalah Anak Allah membuat orang-orang Yahudi itu
menganggapNya menghujat Allah, sehingga mereka menganggap bahwa Ia harus dihukum
mati. Kalau pengakuan Yesus sebagai ‘Anak Allah’
artinya memang bukan penyetaraan dengan Allah, tidak mungkin orang-orang Yahudi
itu menganggapNya menghujat Allah. Tetapi kenyataanya mereka menganggap Yesus
menghujat Allah, dan karena itu, jelas bahwa mereka mengetahui / mengerti bahwa
maksud dari pangakuan itu adalah penyetaraan diri dengan Allah. Dan lagi-lagi,
tidak ada bantahan / pengkoreksian dari Yesus terhadap tuduhan tersebut.
Kesimpulan: Dari kelima point di atas ini, jelas bahwa pengakuan Yesus bahwa Ia
adalah ‘Anak Allah’ adalah
sama dengan pengakuan bahwa diriNya adalah Allah / setara dengan Allah.
4)
‘yang tunggal’.
Wycliffe
Bible Commentary:
“‘Only begotten.’ Not only did God
send his Son, but it was his only begotten Son whom he sent. Christ is the only
born Son in the sense that he has no brothers”
(= ‘Satu-satunya yang diperanakkan’. Allah bukan hanya mengirimkan AnakNya,
tetapi itu adalah satu-satunya Anak yang Ia peranakkan yang Ia kirimkan. Kristus
adalah satu-satunya Anak yang dilahirkan, dalam arti bahwa Ia tidak mempunyai
saudara-saudara).
Herschel
H. Hobbs: “‘Only
begotten.’ ... This places God’s Son in a class by Himself. ... He had only
one Son” (= ‘Satu-satunya yang
diperanakkan’. ... Ini menempatkan Anak Allah dalam suatu kelas / golongan
tersendiri. ... Ia hanya mempunyai satu Anak)
- hal 110.
Calvin: “he who is his only Son by nature, makes many sons by grace
and adoption, even all who, by faith, are united to his body” (= Ia yang
adalah satu-satunya Anak secara alamiah, membuat banyak anak-anak oleh kasih
karunia dan pengadopsian, bahkan semua orang, yang oleh iman, dipersatukan pada
tubuhNya) - hal 239.
Bdk.
Gal 4:5 - “Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada
hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak”.
KJV:
‘To redeem them that were under the law, that we might receive the
adoption of sons’ (= Untuk menebus mereka yang ada di bawah hukum
Taurat, supaya kita bisa menerima pengadopsian anak).
Bdk.
Yoh 20:17 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Janganlah engkau memegang
Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudaraKu
dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan
Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.’”.
Mengapa
Ia berkata ‘BapaKu dan Bapamu’,
bukan ‘Bapa kita’? Jelas
karena sekalipun kita yang percaya kepada Yesus juga adalah anak-anak Allah,
tetapi hubungan Yesus dengan BapaNya tetap berbeda dengan hubungan kita dengan
Allah. Dia adalah Anak yang sungguh-sungguh / sejati / dari kekekalan; sedangkan
kita adalah anak-anak yang diadopsi karena iman kita kepada Kristus.
5) ‘THE ETERNAL GENERATION OF THE SON’.
Kalau
berbicara tentang Yesus sebagai Anak Allah, maka ada satu masalah yang harus
bisa diatasi, yaitu suatu serangan Saksi Yehuwa yang sangat menyulitkan
orang-orang kristen.
Saksi-Saksi
Yehuwa: “Para penganut
Tritunggal mengatakan bahwa karena Allah itu kekal, maka Anak Allah juga kekal.
Namun bagaimana seseorang bisa menjadi anak dan pada waktu yang sama umurnya
setua ayahnya?”
- ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 15.
Doktrin
‘THE ETERNAL GENERATION OF THE
SON’ yang akan saya ajarkan ini sangat penting, karena menurut saya ini merupakan satu-satunya jawaban
yang bisa diberikan terhadap serangan Saksi-Saksi Yehuwa di bawah ini.
a) Arti kata.
1. ‘to generate’ = memperanakkan, memproduksi keturunan.
2. ‘generation’ = tindakan memperanakkan.
b) Definisi dari doktrin ini:
1. Hal ini adalah suatu tindakan yang tidak bisa tidak dilakukan oleh Allah (It is a necessary act of God).
2. Ini merupakan tindakan kekal dari Allah.
Itu
bukanlah suatu tindakan yang terjadi hanya pada satu saat di masa lampau, tetapi
merupakan suatu tindakan yang, sekalipun sudah selesai dilakukan, tetapi tetap
dilakukan terus-menerus, dari - ~ sampai + ~
(minus tak terhingga sampai plus tak terhingga). Tidak ada saat dimana
Bapa tidak melakukan tindakan itu.
Definisi
ini penting, karena kalau dikatakan bahwa Bapa memperanakkan Anak pada satu
saat di masa yang lampau, maka gambarnya adalah seperti ini:
Bapa
memperanakkan
Anak
B
B
A
Hanya ada Bapa sendiri
Ada Bapa dan Anak
__________________________________________________________
Dengan
demikian:
a.
Ada perubahan dalam diri Allah (dari 1 pribadi menjadi 2 pribadi).
b.
Bapa lebih kekal dari Anak / Yesus.
Herman Bavinck:
“It is not to be regarded as having been completed once for all in the past, but it is an act eternal and immutable, eternally finished yet continuing forevermore. As it is natural for the sun to give light and for the fountain to pour forth water, so it is natural for the Father to generate the Son” (= Hal itu tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang telah diselesaikan sekali dan selamanya pada waktu lampau, tetapi merupakan suatu tindakan yang kekal dan abadi, diselesaikan secara kekal tetapi berlangsung selama-lamanya. Sebagaimana adalah alamiah bagi matahari untuk memberikan sinar dan bagi mata air untuk mengeluarkan air, begitu pula adalah alamiah bagi Bapa untuk memperanakkan Anak) -’The Doctrine of God’, hal 309.
Analogi
/ illustrasi yang diberikan oleh Bavinck adalah matahari yang memancarkan
sinarnya. Matahari itu sudah selesai memancarkan sinarnya, tetapi hal itu
tetap berlangsung terus menerus, dan tidak ada saat dimana
matahari tidak memancarkan sinarnya.
Sekarang
cobalah membayangkan hal itu. Dari minus tak terhingga sampai ke plus tak
terhingga matahari terus menerus memancarkan sinarnya. Coba bayangkan hal ini,
dan ikuti matahari dan sinarnya itu mulai minus tak terhingga sampai ke plus tak
terhingga. Apakah ada perubahan? Sama sekali tidak, bukan? Semua tetap sama
selama-lamanya. Lalu, apakah matahari lebih kekal dari sinarnya? Kalau saudara
berkata bahwa matahari ada lebih dulu dari sinarnya, maka ingat bahwa matahari
tanpa sinar tidak bisa disebut sebagai matahari, dan ingat juga bahwa dalam
ilustrasi ini matahari itu terus mengeluarkan sinarnya dari minus tak terhingga
sampai plus tak terhingga. Jadi jelas bahwa matahari sama usianya dengan
sinarnya.
Kalau
hal ini kita jadikan ilustrasi tentang Bapa yang memperanakkan Anak, maka kita
tidak bisa melihat adanya perubahan dalam diri Allah, dan kita juga tidak bisa
mengatakan bahwa Bapa itu lebih kekal dari pada Anak.
William G. T. Shedd mengutip kata-kata Turrettin:
“‘The Father,’ says Turrettin, ‘does not generate the Son either as previously existing, for in this case there would be no need of generation; nor as not yet existing, for in this case the Son would not be eternal; but as coexisting, because he is from eternity in the Godhead’” (= ‘Bapa’, kata Turretin, ‘tidak memperanakkan Anak seakan-akan Anak itu sudah ada sebelumnya, karena kalau begitu maka tidak diperlukan tindakan memperanakkan itu; juga tidak seakan-akan Anak itu belum ada, karena kalau begitu maka Anak itu tidak kekal; tetapi sebagai ada bersama-sama, karena Ia ada dalam diri Allah sejak kekekalan’) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 293-294.
3. Hal ini merupakan kelahiran / generation dari pribadi, bukan kelahiran / generation dari hakekat Anak Allah.
Louis Berkhof: “It is better to say that the Father generates the personal subsistence of the Son, but thereby also communicates to Him the divine essence in its entirety. But in doing this we should guard against the idea that the Father first generated a second person, and then communicated the divine essence to this person, for that would lead to the conclusion that the Son was not generated out of the divine essence but created out of nothing. In the work of generation there was a communication of essence; it was one indivisible act” (= Lebih baik untuk mengatakan bahwa Bapa memperanakkan keberadaan pribadi dari Anak, tetapi dengan demikian juga memberikan kepadaNya seluruh hakekat ilahi. Tetapi dalam melakukan ini kita harus waspada terhadap gagasan bahwa Bapa mula-mula memperanakkan pribadi yang kedua, dan lalu memberikan hakekat ilahi kepada pribadi ini, karena itu akan membawa pada kesimpulan bahwa Anak bukan diperanakkan dari hakekat ilahi tetapi diciptakan dari ‘tidak ada’. Dalam pekerjaan memperanakkan ada pemberian hakekat; itu adalah satu tindakan yang tidak terpisahkan) - ‘Systematic Theology’, hal 93,94.
‘Communication of essence’ (= pemberian hakekat) ini menyebabkan Anak mempunyai hidup dari diriNya sendiri (Yoh 5:26).
Catatan:
kata bahasa Inggris ‘communication’ berasal dari kata bahasa Latin
‘Communicatio’. Dalam bahasa Yunani
istilah Communicatio ini
diterjemahkan dengan istilah KOINONIA.
Dan
kata Yunani KOINONIA bisa berarti:
a.
fellowship
(= persekutuan).
b.
a
close mutual relationship (=
hubungan timbal balik yang dekat).
c.
participation
(= partisipasi).
d.
sharing in
(= sama-sama menikmati / memiliki).
e.
partnership
(= persekutuan).
f.
contribution
(= sumbangan).
g.
gift
(= pemberian).
Dalam kontext ini kelihatannya yang harus ditekankan adalah arti d. dan g. Jadi, kalau dikatakan bahwa Bapa melakukan ‘communication of essence’ kepada Anak, maka itu berarti Bapa memberikan essence / hakekat kepada Anak, atau Bapa dan Anak sama-sama memiliki essence / hakekat itu.
4. Hal ini bersifat rohani dan illahi.
Louis Berkhof: “This generation must not be conceived in a physical and creaturely way, but should be regarded as spiritual and divine, excluding all idea of division or change” (= Tindakan memperanakkan ini tidak boleh dipahami / dibayangkan secara fisik dan bersifat ciptaan, tetapi harus dianggap sebagai rohani dan ilahi, membuang semua gagasan tentang perpecahan atau perubahan) - ‘Systematic Theology’, hal 94.
Catatan: keempat definisi di atas ini kelihatannya diberikan begitu saja tanpa dasar Kitab Suci, tetapi saya berpendapat bahwa dasarnya sebetulnya ada (lihat point c di bawah). Dalam menyusun definisi-definisi itu, para ahli theologia memperhatikan beberapa hal yang tidak boleh dilanggar, karena jelas merupakan ajaran Kitab Suci, yaitu:
a. Anak adalah Allah, dan harus bersifat kekal, dan bahkan harus sama kekalnya dengan Bapa.
b. Allah tidak bisa berubah.
Mal 3:6 - “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap”.
Yak 1:17 - “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; padaNya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran”.
Maz 102:26-28 - “(26) Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tanganMu. (27) Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti jubah Engkau akan mengubah mereka, dan mereka berubah; (28) tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan”.
Kesempurnaan Allah tidak memungkinkan adanya perubahan dalam diri Allah.
c)
Dasar Kitab Suci dari doktrin ini:
1. Dasar yang salah:
Maz 2:7 - “Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: ‘AnakKu engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini”.
Pdt. Stephen Tong dalam seminar dan buku ‘Allah Tritunggal’ (hal 40-41,43) menggunakan Maz 2:7 ini sebagai dasar dari ‘the eternal generation of the Son’, dan Calvin juga mengatakan bahwa ada orang-orang yang menggunakan Maz 2:7 sebagai dasar dari doktrin ‘the eternal generation of the Son’.
Orang yang menggunakan Maz 2:7 ini sebagai dasar biasanya mendefinisikan doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini sebagai suatu tindakan Bapa yang terjadi di minus tak terhingga, dan lalu berkata bahwa pada saat itu waktupun belum ada sehingga tidak ada ‘sebelum’ atau ‘sesudah’. Dengan demikian tidak bisa dikatakan bahwa Bapa ada sebelum Anak.
Tetapi saya
tidak setuju dengan argumentasi ini. Untuk itu saya akan mengutip kata-kata John
Murray dalam tafsirannya tentang Ro 9:11 (NICNT) dimana ia berkata: “This
consideration that the electing purpose is supratemporal does not, however, rule
out the thought of priority; there can be priority in the order of thought and
conception quite apart from the order of temporal sequence” (=
Pertimbangan bahwa rencana pemilihan ini ada di atas waktu tidak menyingkirkan
pemikiran tentang ke-lebih-dahulu-an; bisa ada ke-lebih-dahulu-an dalam
urut-urutan pemikiran dan pengertian terlepas dari urut-urutan waktu).
John Murray mendukung hal ini menggunakan Ro 8:29 (KJV): ‘For whom he did foreknow, he also did predestinate [to be] conformed to the image of his Son, that he might be the firstborn among many brethren’ (= Karena mereka yang dikenalNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambar AnakNya, supaya Ia bisa menjadi yang sulung di antara banyak saudara).
Perhatikan bagian yang digaris-bawahi itu. Kedua kata kerja itu (‘foreknew’ dan ‘predestinate’) sama-sama terjadi di minus tak terhingga, tetapi toh Paulus menuliskannya sedemikian rupa sehingga terlihat bahwa ‘foreknew’ mendahului ‘predestinate’.
Karena itu, kalau kita mengatakan bahwa Anak diperanakkan di satu saat pada waktu yang lampau, sekalipun itu terjadi di minus tak terhingga, pada saat waktupun belum ada, maka secara logika kita tetap bisa melihat bahwa Bapa lebih kekal dari Anak, dan juga bahwa terjadi perubahan dalam diri Allah dari satu pribadi menjadi dua pribadi.
Tetapi dengan mendefinisikan bahwa Bapa memperanakkan Anak secara kekal / terus menerus, maka prinsip Kitab Suci tentang ‘keilahian dan kekekalan Yesus’ dan ‘ketidakberubahan Allah’ bisa dipertahankan.
Calvin juga tidak setuju dengan penggunaan Maz 2:7 sebagai dasar dari doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini. Saya setuju dengan Calvin, dan saya berpendapat bahwa ada beberapa alasan yang menyebabkan Maz 2:7 tidak bisa menjadi dasar dari doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini, yaitu:
a. Kata-kata ‘hari ini’ menunjuk pada satu titik di masa yang lampau, dan dengan demikian maka tindakan memperanakkan itu merupakan suatu tindakan yang terjadi pada masa yang lampau, dan ini tidak sesuai dengan definisi dari ‘the eternal generation of the Son’.
b. Maz 2:7 hanya menunjukkan bahwa Allah memberikan kesaksian bahwa Yesus adalah Anak Allah.
Calvin:
“He is not said to be begotten in any
other sense than as the Father bore testimony to him as being his own Son”
(= Ia tidak dikatakan diperanakkan dalam arti yang lain dari pada bahwa Bapa
memberikan kesaksian kepadaNya sebagai AnakNya sendiri).
c. Kata-kata ‘hari ini’ menunjuk pada saat dimana ke-Anak-an Yesus diproklamirkan kepada dunia.
Calvin:
“This expression, to be begotten, does
not therefore imply that he began to be the Son of God, but that his being so
was then made manifest to the world” (= Ungkapan ‘diperanakkan’ ini
tidak berarti bahwa Ia mulai menjadi Anak Allah, tetapi bahwa keberadaanNya
sebagai Anak Allah dinyatakan kepada dunia pada saat itu).
d. Maz 2:7 dikutip 3 kali dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam Kis 13:33 Ibr 1:5 Ibr 5:5, dan tidak ada satupun dari ayat-ayat itu yang mengutipnya untuk menunjuk pada ‘the eternal generation of the Son’.
Kis 13:33 - “telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua: AnakKu Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini”.
Ibr 1:5 - “Karena kepada siapakah di antara malaikat-malaikat itu pernah Ia katakan: ‘AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini?’ dan ‘Aku akan menjadi Bapa-Nya, dan Ia akan menjadi AnakKu?’”.
Ibr 5:5 - “Demikian pula Kristus tidak memuliakan diriNya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepadaNya: ‘AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini’”.
2.
Dasar Kitab Suci yang benar dari doktrin ‘the eternal generation of
the Son’ ini.
a.
Sebutan ‘Bapa’ dan ‘Anak’ dalam Kitab Suci menunjukkan bahwa Bapa memang
memperanakkan Anak (tetapi bukan seperti seorang bapa memperanakkan anaknya!).
Kalau memang tidak ada tindakan memperanakkan, dan hanya menunjukkan hubungan
yang dekat, mengapa tidak disebut saja suami dan istri, atau dua saudara kembar,
atau paman dan keponakan, atau sepasang sahabat, dan sebagainya?
b.
Sebutan ‘Anak Tunggal’
/ ‘The Only Begotten’ (Yoh 1:14
3:16), dan juga sebutan ‘sulung’
[dalam bahasa Inggrisnya ‘firstborn’
(= yang dilahirkan pertama)] bagi Yesus (Kol 1:15
Ro 8:29 Ibr 1:6), menunjukkan bahwa Ia memang diperanakkan.
c.
Yoh 5:26 dan Yoh 6:57 mengatakan bahwa Bapa memberikan Anak
untuk mempunyai hidup dalam diriNya sendiri.
Yoh 5:26
- “Sebab sama seperti Bapa
mempunyai hidup dalam diriNya sendiri, demikian juga diberikanNya Anak
mempunyai hidup dalam diriNya sendiri”.
Yoh 6:57
- “Sama seperti Bapa yang
hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa
yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku”.
d.
Dalam Yoh 1:18 dalam Kitab Suci Indonesia ada kata-kata ‘Anak
Tunggal Allah’. Kalau dilihat dari manuscript yang dianggap
paling benar, terjemahannya adalah ‘satu-satunya Allah yang
diperanakkan’
(‘only begotten God’).
Sekalipun
Bapa dan Roh Kudus adalah Allah, tetapi Bapa dan Roh Kudus tidak pernah
diperanakkan. Jadi, Yesus adalah satu-satunya Allah yang diperanakkan! Dari sini
terlihat bahwa ayat ini penting sebagai dasar dari:
·
keilahian Kristus. Perhatikan bahwa dalam terjemahan yang saya anggap
paling benar ini, Kristus disebut ‘Allah’.
·
doktrin Allah Tritunggal. Kata ‘satu-satunya Allah yang
diperanakkan’
secara implicit menunjukkan ada ‘Allah lain’ yang tidak diperanakkan.
·
doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini.
Dengan
penjelasan dan ilustrasi di atas, maka:
¨
terlihat
bahwa doktrin ‘ciptaan manusia’ ini betul-betul mempunyai dasar Kitab Suci.
¨
kita
bisa menjawab dan mematahkan argumentasi yang cuma berdasarkan logika
semata-mata yang diberikan oleh Saksi-Saksi Yehuwa: “Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa karena Allah itu
kekal, maka Anak Allah juga kekal. Namun bagaimana seseorang bisa menjadi
anak dan pada waktu yang sama umurnya setua ayahnya?” - ‘Haruskah Anda Percaya
Kepada Tritunggal?’, hal 15.
¨
terlihat
bahwa sekalipun Yesus memang betul-betul diperanakkan oleh Bapa, Ia tetap sama
kekalnya dengan Bapa, dan itu membuktikan bahwa Ia memang adalah Allah sendiri!
Apakah
saudara percaya bahwa Yesus adalah Allah sendiri? Apakah saudara hidup sesuai
dengan kepercayaan ini, dengan mencari Yesus, mempelajari Yesus, berusaha makin
mengenal Yesus, menyembah Yesus, memuliakan Yesus, mentaati Yesus, melayani
Yesus, dan memberitakan Yesus?
6) Allah / Bapa mengutus AnakNya.
Ay 9:
“Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu
bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia, supaya
kita hidup olehNya”.
Ay 10:
“Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah
yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai
pendamaian bagi dosa-dosa kita”.
Ay 14:
“Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus
AnakNya menjadi Juruselamat dunia”.
Apakah
ini menunjukkan bahwa Bapa lebih tinggi dari Anak?
Saksi-Saksi Yehuwa: “Bukankah yang mengutus lebih unggul dari yang diutus?” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 17.
Jawaban
yang salah:
Ayat-ayat
yang menunjukkan bahwa Bapa mengutus Yesus, meninjau Yesus sebagai manusia. Ini
merupakan jawaban yang salah. Mengapa?
a) Pada saat diutus, Yesus ada di surga sebagai Allah. Dia
belum menjadi manusia.
b) Selain ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Bapa mengutus
Anak / Yesus, juga ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Bapa dan Anak mengutus
Roh Kudus (Yoh 14:26 Yoh 15:26
Yoh 16:7). Kalau yang
pertama kita artikan sebagai Bapa mengutus Yesus sebagai manusia, yang kedua
kita artikan sebagai apa?
Jawaban yang benar:
Dalam pelajaran-pelajaran yang lalu, saya sudah membahas bahwa istilah ‘Anak Allah’ menunjukkan kesetaraan antara Anak dengan Bapa. Jadi, jelas bahwa istilah ‘Bapa mengutus Anak’ tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Bapa lebih tinggi dari Anak (kalau Anak ditinjau sebagai Allah).
Tetapi, bagaimana menjelaskan pengutusan ini? Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Dalam doktrin Allah Tritunggal ada ketundukan tertentu dari Anak kepada Bapa dan dari Roh Kudus kepada Bapa dan Anak. Ini disebut dengan istilah ‘economic subordination’, yang menunjuk pada ‘ketundukan demi keteraturan’.
Ketundukan ini tidak menunjukkan bahwa secara hakiki (ditinjau dari hakekatNya) Yesus memang lebih rendah dari Bapa. Ketundukan ini ada demi keteraturan dalam pekerjaan dari Allah Tritunggal di luar diriNya.
Illustrasi: Ini bisa dianalogikan dengan suatu keluarga. Di hadapan Allah, dan dari sudut hakekat, sebetulnya ayah, ibu, dan anak-anak setara.
Bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara dari sudut hakekat, terlihat dari kata Paulus dalam Gal 3:28 - “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus”.
Kata-kata ‘tidak ada laki-laki atau perempuan’ maksudnya, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pandangan Allah.
Tetapi demi keteraturan dalam keluarga, maka Tuhan memberi peraturan bahwa ayah adalah kepala keluarga, istri harus tunduk kepada suami, dan anak-anak harus tunduk kepada orang tua (Ef 5:22 Ef 6:1).
Demikian juga dalam Allah Tritunggal. Bapa, Anak dan Roh Kudus betul-betul setara kalau ditinjau dari sudut hakekat, karena hakekat Mereka hanya satu. Tetapi dalam beroperasi, ada ketundukan dari pribadi yang satu kepada pribadi yang lain.
Loraine Boettner: “This subordination of the Son to the Father, and of the Spirit to the Father and the Son, relates not to their essential life within the Godhead, but only to their modes of operation or their division of labour in creation and redemption. This subordination of the Son to the Father, and of the Spirit to the Father and the Son, is not in any way inconsistent with true equality” (= Ketundukan dari Anak kepada Bapa, dan dari Roh kepada Bapa dan Anak, berhubungan bukan dengan kehidupan hakiki mereka dalam diri Allah, tetapi hanya dengan cara beroperasi / bekerja atau pembagian pekerjaan mereka dalam penciptaan dan penebusan. Ketundukan dari Anak kepada Bapa, dan dari Roh kepada Bapa dan Anak, sama sekali tidak bertentangan dengan cara apapun dengan kesetaraan yang benar) - ‘Studies in Theology’, hal 119.
7) Pengutusan AnakNya ini merupakan bukti kasih Allah kepada
kita.
a) Kasih tidak mungkin pasif saja; kasih harus energik!
Allah mewujudkan kasihNya dengan mengirimkan AnakNya ke dalam dunia. Bagaimana
dengan kasih saudara terhadap Allah dan sesama? Apakah hanya pasif saja, atau
hanya diwujudkan dengan kata-kata saja, atau ada perwujudannya yang betul aktif?
Misalnya dengan ketaatan, pelayanan, persembahan, persekutuan dengan Dia, dsb?
Bdk.
1Yoh 3:18 - “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan
atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran”.
b) Pengutusan AnakNya ini merupakan bukti tertinggi dari
kasih Allah kepada kita.
Barnes’
Notes: “‘In
this was manifested the love of God.’ That is, in an eminent manner, or this
was a most signal proof of it. The apostle does not mean to say that it has been
manifested in no other way, but that this was so prominent an instance of his
love, that all the other manifestations of it seemed absorbed and lost in
this” (= ‘Dalam hal inlah dinyatakan kasih Allah’. Artinya, dengan
suatu cara yang menonjol / menyolok, atau ini merupakan suatu bukti yang paling
menyolok / luar biasa darinya. Sang rasul tidak bermaksud untuk mengatakan
bahwa kasih Allah itu tidak pernah dinyatakan dengan cara lain, tetapi bahwa ini
merupakan suatu contoh dari kasihNya yang begitu menyolok, sehingga semua
pernyataan yang lain dari kasih Allah itu kelihatannya terserap dan terhilang di
dalam hal ini).
Kebaikan
/ kasih Allah kepada kita memang juga dinyatakan dengan berkat-berkat jasmani.
Bandingkan
dengan:
·
Mat 5:44-46 - “(44)
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka
yang menganiaya kamu. (45) Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu
yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang
baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.
(46) Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah
pemungut cukai juga berbuat demikian?”.
·
Kis 14:16-17 -
“(16) Dalam zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya
masing-masing, (17) namun Ia bukan tidak menyatakan diriNya dengan
berbagai-bagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan
memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan
kegembiraan.’”.
Tetapi
yang berbahaya adalah kalau kita menggunakan berkat-berkat jasmani itu sebagai
standard tertinggi dalam menilai kasih Allah kepada kita. Mengapa? Karena
hal-hal itu bisa berubah-ubah, misalnya sebentar seseorang kaya, sebentar lagi
jatuh miskin. Atau sebenar seseorang sehat / sembuh dari penyakit, sebentar lagi
mengalami penyakit yang fatal. Karena itu kalau hal-hal itu dijadikan standard
untuk mengukur kasih Allah kepada kita, maka sebentar kita akan menganggap Allah
mencintai kita, dan sebentar lagi kita akan menganggap Allah membenci kita atau
tidak mempedulikan kita.
Pengutusan
Kristus untuk datang ke dalam dunia dan menderita dan mati di salib itulah yang
merupakan bukti tertinggi akan kasih Allah kepada dunia ini, dan karena ini
merupakan suatu fakta yang tidak berubah, maka ini juga merupakan standard yang
benar untuk mengukur kasih Allah kepada kita!
Yoh
3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia
telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.
c) Allah mengasihi kita sebelum kita mengasihi Dia.
Ay 10:
“Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi
Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai
pendamaian bagi dosa-dosa kita”.
Bdk.
Ro 5:6-8 - “(6) Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati
untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. (7)
Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar - tetapi mungkin untuk
orang yang baik ada orang yang berani mati -. (8) Akan tetapi Allah
menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita,
ketika kita masih berdosa”.
Matthew
Henry: “That God
loved us first, and in the circumstances in which we lay: Herein is love
(unusual unprecedented love), not that we loved God, but that he loved us, v.
10. He loved us, when we had no love for him, when we lay in our guilt, misery,
and blood, when we were undeserving, ill-deserving, polluted, and unclean, and
wanted to be washed from our sins in sacred blood” [= Bahwa Allah lebih
dulu mengasihi kita, dan dalam keadaan dimana kita ada: Inilah kasih itu (kasih
yang luar biasa, yang tidak didahului oleh apapun), bukan bahwa kita mengasihi
Allah, tetapi bahwa Ia mengasihi kita, ay 10. Ia mengasihi kita, pada waktu
kita tidak mempunyai kasih bagi Dia, pada waktu kita berada dalam kesalahan,
kesengsaraan, dan darah kita, pada waktu kita tidak layak dikasihi, layak
mendapatkan yang buruk, tercemar, dan najis, dan butuh untuk dicuci dari
dosa-dosa kita dalam darahNya yang kudus].
Ini
menunjukkan bahwa doktrin Arminianisme yang mengatakan bahwa Allah memilih kita
karena Ia telah melihat lebih dulu iman, ketaatan dan kasih kita, merupakan
suatu omong kosong!
Matthew
Henry: “Strange
that God should love impure, vain, vile, dust and ashes!” (= Aneh bahwa
Allah mengasihi yang tidak murni, yang sia-sia / tak berharga, buruk / kotor,
debu dan abu!).
Bdk.
Maz 103:14 - “Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini
debu”.
8) Tujuan Allah mengutus AnakNya ke dunia.
a)
Untuk menjadi ‘pendamaian’ bagi dosa-dosa kita.
Ay 10:
“Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah
yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian
bagi dosa-dosa kita”.
Kitab
Suci Indonesia: “pendamaian”.
NIV: ‘the atoning sacrifice’ (= korban yang menebus).
RSV/NASB: ‘the expiation’ (= penebusan).
KJV: ‘the propitiation’ (= penebusan).
John Murray: “what does propitiation mean? In the Hebrew of the Old Testament it is expressed by a word which means to ‘cover.’ ... Vengeance is the reaction of the holiness of God to sin, and the covering is that which provides for the removal of divine displeasure which the sin evokes. ... Propitiation presupposes the wrath and displeasure of God, and the purpose of propitiation is the removal of this displeasure” (= apa arti propitiation? Dalam Perjanjian Lama berbahasa Ibrani itu dinyatakan dengan suatu kata yang berarti ‘menutupi’. ... Pembalasan adalah reaksi dari kesucian Allah terhadap dosa, dan ‘penutupan’ adalah hal yang menyediakan penghapusan ketidaksenangan ilahi yang ditimbulkan oleh dosa. ... Propitiation mensyaratkan adanya murka dan ketidaksenangan Allah, dan tujuan dari propitiation adalah penghapusan ketidaksenangan ini) - ‘Redemption Accomplished and Applied’, hal 30.
John Murray: “Propitiation places in the focus of attention the wrath of God and the divine provision for the removal of that wrath” (= Propitiation memusatkan perhatian pada murka Allah dan penyediaan ilahi untuk penghapusan murka itu) - ‘Redemption Accomplished and Applied’, hal 33.
Tetapi perlu diwaspadai untuk tidak beranggapan bahwa propitiation itu menyebabkan Allah berubah dari murka menjadi kasih. Allah dari dahulu sudah kasih, kalau tidak Ia tidak akan menyediakan propitiation itu!
Kesucian Allah membuatNya murka terhadap manusia berdosa, dan keadilanNya membuat Ia harus menghukum manusia yang berdosa itu. Tetapi Ia tetap mengasihi manusia yang berdosa itu. Jadi Ia kasih dan murka sekaligus. KasihNya itu menyebabkan Ia menjadi manusia dalam diri Tuhan Yesus Kristus, dan mati di salib sebagai ‘propitiation / pendamaian’ untuk dosa kita, supaya melalui semua itu murkaNya bisa diredakan.
Jangan menganggap aneh bahwa Allah bisa murka tetapi pada saat yang sama tetap mengasihi. Ini juga bisa terjadi pada diri saudara, misalnya pada waktu menghadapi anak saudara yang nakal. Saudara marah kepada anak itu, tetapi saudara tetap mengasihinya. Lalu mengapa ini tidak bisa terjadi pada diri Allah?
Andaikata Allah itu hanya suci tetapi tidak kasih, maka Ia akan membuang semua orang ke dalam neraka. Tidak ada penebusan ataupun pengampunan. Sebaliknya, andaikata Allah itu hanya kasih tetapi tidak suci, Ia akan mengampuni semua orang berdosa dan memasukkan mereka begitu saja ke surga, tanpa penebusan. Tetapi karena dalam faktanya Allah itu suci dan kasih, maka Ia memberikan penebusan, dan hanya mengampuni berdasarkan penebusan itu. Karena itu hanya orang yang percaya kepada Yesus saja yang diampuni dan dimasukkan ke surga, sedangkan lainnya dihukum selama-lamanya dalam neraka.
Herschel
H. Hobbs: “Had
silver and gold sufficed God could have given tons and tons of it, and still
have tons and tons left. But He had only one Son. And He gave Him as a
redemptive price for our sins” [= Seandainya perak dan emas mencukupi
(untuk menebus dosa kita) Allah bisa memberikannya sebanyak berton-ton, dan
tetap ada berton-ton yang tersisa. Tetapi Ia hanya mempunyai satu Anak. Dan Ia
memberikanNya sebagai suatu harga penebusan untuk dosa-dosa kita]
- hal 110.
Bdk.
1Pet 1:18-19 - “(18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah
ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu
bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan
dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba
yang tak bernoda dan tak bercacat”.
Herschel
H. Hobbs: “in
the redemptive work of Jesus Christ, this holy, righteous, and true God has
provided the grounds upon which He can forgive our sins without violating His
own nature” (= dalam pekerjaan penebusan Yesus Kristus, Allah yang suci
dan benar ini telah menyediakan dasar di atas mana Ia bisa mengampuni dosa-dosa
kita tanpa melanggar sifat dasarNya sendiri) - hal 110-111.
Penebusan oleh Kristus ini merupakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh oleh Allah untuk menyelamatkan manusia berdosa tanpa mengorbankan keadilanNya.
Kalau
Allah mengampuni begitu saja orang-orang berdosa, tanpa adanya penebusan,
maka Ia melanggar keadilanNya sendiri. Jadi, dari sudut pandang ini, dalam semua
agama lain, tidak bisa ada pengampunan dosa, karena dalam agama mereka tidak ada
penebusan.
Tetapi
dengan adanya penebusan yang dilakukan oleh Kristus ini, dimana Ia telah memikul
hukuman dari semua dosa-dosa kita, maka Allah bisa mengampuni orang-orang
berdosa, tetapi tetap tidak kehilangan keadilanNya.
Sekarang,
mari kita membandingkan hal ini dengan beberapa ayat Kitab Suci yang berhubungan
dengan hal ini:
1. 1Yoh 1:9 - “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah
setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita
dari segala kejahatan”.
Dengan
adanya korban Kristus ini, justru adil kalau Ia mengampuni kita yang percaya dan
meminta ampun atas dosa-dosa kita.
2. Maz 103:10,12 - “(10) Tidak dilakukanNya kepada
kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal
dengan kesalahan kita, ... (12) sejauh timur dari barat, demikian dijauhkanNya
dari pada kita pelanggaran kita”.
Ini
akan menunjukkan bahwa Allah itu tidak adil, seandainya tidak ada korban
Kristus!
3. Ro 3:23-26 - “(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26) MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilanNya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus”.
Ay 25a membicarakan penebusan Kristus. Kata ‘dahulu’ dalam ay 25b menunjukkan bahwa ay 25b membicarakan jaman Perjanjian Lama / sebelum Kristus datang. Sebelum Kristus datang dan mati, Allah menunjukkan kesabaranNya dengan membiarkan dosa / tidak menghukum dosa dari umatNya. Kalau ini dilakukan terus, tanpa Ia sendiri memikul hukuman mereka, maka Ia kehilangan keadilanNya. Karena itu penebusan oleh Kristus untuk menebus dosa dikatakan oleh ayat ini ‘untuk menunjukkan keadilanNya’. Dengan adanya penebusan oleh Kristus, maka Allah bisa membiarkan / tidak menghukum dosa dari umatNya, dan tetap adil.
Kalau ay 25 tadi membicarakan umat Allah pada jaman sebelum Yesus / jaman Perjanjian Lama, maka ay 26 mempersoalkan umat Allah pada jaman sekarang / jaman Perjanjian Baru (ay 26: ‘pada masa ini’). Allah, tanpa kehilangan keadilanNya, bisa membenarkan orang-orang percaya pada jaman Perjanjian Baru, juga karena penebusan yang dilakukan oleh Kristus
Kalau ada orang yang setelah mendengar penawaran itu lalu mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan / Juruselamatnya, maka sekalipun ia adalah orang berdosa, dosanya diampuni dan ia pasti masuk surga. Tidak adil? Adil, karena hukuman sudah dijatuhkan, tetapi ditanggung oleh Yesus sendiri. Kalau Allah tetap menghukum orang yang percaya kepada Kristus, itu justru tdak adil.
Loraine Boettner mengutip kata-kata Charles Haddon Spurgeon:
“If Christ has died for you, you can never be lost. God will not punish twice for one thing. If God punished Christ for your sins He will not punish you. ‘Payment God’s justice cannot twice demand; first, at the bleeding Saviour’s hand, and then again at mine.’ How can God be just if he punished Christ, the substitute, and then man himself afterwards?” (= Jika Kristus telah mati untuk kamu, kamu tidak pernah bisa terhilang. Allah tidak akan menghukum dua kali untuk satu hal. Jika Allah menghukum Kristus untuk dosa-dosamu Ia tidak akan menghukummu. ‘Pembayaran keadilan Allah tidak bisa menuntut dua kali; pertama, pada tangan Kristus yang berdarah, dan lalu lagi pada tanganku’. Bagaimana Allah bisa adil jika Ia menghukum Kristus, sang Pengganti, dan lalu manusia itu sendiri setelahnya?) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 155.
Jadi, kalau bagi orang yang tidak percaya keadilan Allah itu menakutkan, maka sebaliknya, bagi orang Kristen keadilan Allah itu menjamin bahwa ia tidak akan mungkin dihukum.
Charles Haddon Spurgeon: “Memory looks back on past sins with deep sorrow for the sin, but yet with no dread of any penalty to come; for Christ has paid the debt of His people to the last jot and tittle, and received the divine receipt; and unless God can be so unjust as to demand double payment for one debt, no soul for whom Jesus died as a substitute can ever be cast into hell” (= Ingatan melihat ke belakang kepada dosa-dosa yang lalu dengan kesedihan yang dalam untuk dosa, tetapi tanpa rasa takut terhadap hukuman yang akan datang; karena Kristus telah membayar hutang umatNya sampai pada hal yang paling kecil / remeh, dan telah menerima kwitansi ilahi; dan kecuali Allah itu bisa begitu tidak adil / benar sehingga menuntut pembayaran dobel untuk satu hutang, tidak ada jiwa, untuk siapa Yesus mati sebagai pengganti, bisa dicampakkan ke dalam neraka) - ‘Morning and Evening’, September 25, morning.
Charles Haddon Spurgeon: “It seems to be one of the very principles of our enlightened nature to believe that God is just; we feel that it must be so, and this gives us our terror at first; but is it not marvelous that this very same belief that God is just, becomes afterwards the pillar of our confidence and peace! If God is just, I, a sinner alone and without a substitute, must be punished; but Jesus stands in my stead and is punished for me; and now, if God is just, I, a sinner, standing in Christ, can never be punished” (= Kelihatannya merupakan satu prinsip dari diri kita yang sudah diterangi, untuk percaya bahwa Allah itu adil / benar; kita merasa bahwa haruslah demikian, dan ini mula-mula memberikan kita rasa takut; tetapi tidakkah merupakan sesuatu yang mengagumkan bahwa kepercayaan yang sama bahwa Allah itu adil / benar, setelah itu lalu menjadi pilar / tonggak dari keyakinan dan damai kita! Jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, sendirian dan tanpa seorang pengganti, harus dihukum; tetapi Yesus telah menggantikan saya dan dihukum untuk saya; dan sekarang, jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, berdiri dalam Kristus, tidak pernah bisa dihukum) - ‘Morning and Evening’, September 25, morning.
Tetapi bagaimana dengan orang yang setelah mendengar penawaran kasih Allah itu tetapi tetap tidak mau percaya kepada Yesus sampai ia mati? Maka tidak bisa tidak, keadilan Allah harus diberlakukan terhadap dia, dan ia harus dihukum selama-lamanya dalam neraka.
Saudara mungkin berkata: ‘Lho, tidakkah Yesus sudah membayar hutang dosanya?’. Jawabnya: tidak! Karena kematian Yesus hanya ditujukan untuk membayar dosa orang pilihan (Limited Atonement / Penebusan terbatas). Orang yang menolak doktrin Limited Atonement ini, harus menyimpulkan bahwa dosa orang yang tak percaya dihukum 2 x (satu kali pada diri Kristus, satu kali lagi pada diri orang itu sendiri), dan ini menjadikan Allah tidak adil.
b)
Untuk menjadi Juruselamat dunia.
Ay 14:
“Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya
menjadi Juruselamat dunia”.
Ayat ini menyatakan bahwa Bapa mengutus AnakNya / Yesus untuk menjadi ‘Juruselamat dunia’. Dalam Kitab Suci ada banyak ayat yang menunjukkan bahwa Kristus mati untuk seluruh dunia, seperti:
·
Yoh 1:29 - “Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia
berkata: ‘Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.”.
· Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.
·
Yoh 4:42 - “dan mereka berkata kepada perempuan itu: ‘Kami percaya, tetapi bukan
lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami
tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.’”.
·
Yoh 6:33 - “Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang
memberi hidup kepada dunia.’”.
· Yoh 6:51 - “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.’”.
· 1Yoh 2:1-2 - “(1) Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. (2) Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”.
·
1Yoh 4:14 - “Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya
menjadi Juruselamat dunia”.
Kalau mau menafsirkan / mengerti ayat-ayat ini kita harus tahu bahwa kata ‘dunia’ digunakan dalam arti yang sangat bervariasi dalam Kitab Suci, yaitu:
1. Seluruh alam semesta.
Kis 17:24
- “Allah yang telah menjadikan
bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak
diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia”.
Kata
yang diterjemahkan ‘bumi’ adalah KOSMOS. NIV/NASB: ‘the
world’ (= dunia).
2. Bumi.
Yoh 13:1
- “Sementara itu sebelum hari
raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saatNya sudah tiba untuk beralih dari
dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi
murid-muridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada
kesudahannya”.
3. Keduniawian.
Yak 4:4
- “Hai kamu, orang-orang yang
tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah
permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia
ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah”.
1Yoh 2:15 -
“Janganlah kamu mengasihi dunia
dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih
akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.
4. Semua manusia di dunia ini.
Ro 3:19
- “Tetapi kita tahu, bahwa
segala sesuatu yang tercantum dalam Kitab Taurat ditujukan kepada mereka yang
hidup di bawah hukum Taurat, supaya tersumbat setiap mulut dan seluruh dunia
jatuh ke bawah hukuman Allah”.
5. Semua orang yang tidak percaya.
Yoh 15:18
- “Jikalau dunia
membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada
kamu”.
1Kor 11:32
- “Tetapi kalau kita menerima
hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama
dengan dunia”.
6. Semua orang non Yahudi.
Ro 11:12
- “Sebab jika pelanggaran
mereka (bangsa Yahudi) berarti kekayaan bagi dunia, dan kekurangan mereka
kekayaan bagi bangsa-bangsa lain, terlebih-lebih lagi kesempurnaan mereka”.
Perhatikan
bahwa pada bagian yang saya garis bawahi ada 2 kalimat paralel yang artinya
sama. Dengan demikian ‘pelanggaran mereka’ diidentikkan dengan ‘kekurangan
mereka’, dan ‘dunia’ diidentikkan dengan ‘bangsa-bangsa lain’.
7.
Orang-orang Yahudi yang tidak percaya.
Yoh 16:20
- “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia
akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi
sukacita”.
Adam
Clarke: “It
is very evident that our Lord uses the word ‘world’, in several parts of
this discourse of his, to signify the unbelieving and rebellious Jews” (=
Adalah jelas bahwa Tuhan kita menggunakan kata ‘dunia’, dalam beberapa
bagian dari percakapanNya ini, untuk menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang
tidak percaya dan bersifat memberontak) - hal 634.
8. Semua orang yang percaya / pilihan.
Yoh 3:17
- “Sebab Allah mengutus
AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk
menyelamatkannya (dunia) oleh Dia”.
Yoh 6:33
- “Karena roti yang dari Allah
ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia”.
Yoh 6:51
- “Akulah roti hidup yang
telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup
selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan
untuk hidup dunia.’”.
2Kor 5:19
- “Sebab Allah mendamaikan dunia
dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia
telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami”.
Dalam ayat-ayat ini, kalau ‘dunia’ diartikan ‘semua orang di dunia’, maka akan menjadi Universalisme (ajaran yang mengatakan bahwa pada akhirnya semua manusia akan masuk surga), yang jelas merupakan suatu ajaran sesat. Karena itu, kata ‘dunia’ dalam ayat-ayat ini harus diartikan ‘orang percaya / pilihan’.
Ayat lain dimana kata ‘dunia’ harus diartikan ‘orang pilihan’ adalah ayat-ayat yang mengatakan bahwa Yesus adalah ‘Juruselamat dunia’, seperti:
·
Yoh 4:42 - “dan mereka berkata kepada perempuan itu: ‘Kami percaya, tetapi bukan
lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami
tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.’”.
·
1Yoh 4:14 - “Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya
menjadi Juruselamat dunia”.
Tentang Yoh 4:42, John Owen memberi komentar: “A Saviour of men not saved is strange” (= Seorang Juruselamat dari manusia yang tidak selamat merupakan sesuatu yang aneh) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 327.
John Owen sendiri mengatakan bahwa Kristus disebut ‘Juruselamat dunia’ karena tidak ada Juruselamat lain di dunia ini (bdk. Kis 4:12), dan karena Kristus adalah Juruselamat orang-orang pilihan di seluruh dunia (Owen, vol 10, hal 342).
c)
Supaya kita hidup oleh Yesus.
Ay 9:
“Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu
bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita
hidup olehNya”.
Bdk.
Yoh 10:10 - “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan
membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya
dalam segala kelimpahan”.
Perhatikan
kata-kata ‘supaya kita hidup olehNya’ dalam 1Yoh 4:9 (dan juga kata-kata ‘supaya mereka mempunyai
hidup’
dalam Yoh 10:10). Ini
menunjukkan bahwa tanpa Dia kita mati!
Bdk.
Ef 2:1 - “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran
dan dosa-dosamu”.
Jelas
yang dimaksud dengan ‘hidup’ ataupun ‘mati’ di sini adalah hidup / mati
yang bersifat rohani, bukan jasmani!
Adam
Clarke: “The whole world was sentenced to death because of sin; and
every individual was dead in trespasses and sins; and Jesus came to die in the
stead of the world, and to quicken every believer, that all might live to him
who died for them and rose again” (= Seluruh dunia dihukum mati karena
dosa; dan setiap individu mati dalam pelanggaran dan dosa; dan Yesus datang
untuk mati sebagai ganti dari dunia, dan untuk menghidupkan setiap orang
percaya, supaya semua bisa hidup bagi Dia yang telah mati untuk mereka dan
dibangkitkan kembali).
Tetapi
kita bisa mendapatkan hidup itu, hanya kalau kita mau percaya kepada Yesus!
Yoh 3:16
- “Karena begitu
besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang
tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan
beroleh hidup yang kekal”.
Yoh 3:36
- “Barangsiapa
percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak
taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada
di atasnya.’”.
Yoh 5:24
- “Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataanKu dan percaya kepada
Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum,
sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup”.
Orang yang mengenal Allah pasti:
1) Percaya kepada Yesus
Kristus.
a)
Ini dinyatakan dengan menggunakan kata ‘melihat’.
Ay 14:
“Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus
AnakNya menjadi Juruselamat dunia”.
Kata
‘melihat’ oleh Calvin ditafsirkan sebagai ‘melihat dengan iman’, dan saya
percaya ini pasti benar. Tidak mungkin Yohanes hanya mempersoalkan tindakan
‘melihat’ semata-mata.
Bdk.
1Yoh 1:1-4 - “(1) Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar,
yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang
telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami
tuliskan kepada kamu. (2) Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya
dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal,
yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami. (3) Apa
yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan
kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan
persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan AnakNya, Yesus
Kristus. (4) Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami
menjadi sempurna”.
b)
Ini dinyatakan dengan menggunakan kata ‘mengaku’.
Ay 15:
“Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada
di dalam dia dan dia di dalam Allah”.
Bdk.
1Kor 12:3 - “Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada
seorangpun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: ‘Terkutuklah
Yesus!’ dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah
Tuhan’, selain oleh Roh Kudus”.
Pengakuan
yang dimaksudkan tentu bukan hanya pengakuan di mulut, tetapi pengakuan yang
keluar dari hati yang percaya.
Bdk.
Ro 10:9-10 - “(9) Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu,
bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah
membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. (10)
Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut
orang mengaku dan diselamatkan”.
Cukupkah
percaya pada keilahian Yesus? Bagaimana kalau seseorang mempercayai keilahian
Yesus tetapi tidak mempercayai penebusanNya? Ini tidak mungkin, karena dalam
1Kor 12:3 di atas terlihat bahwa seseorang bisa mempercayai keilahian Yesus
hanya karena pekerjaan Allah / Roh Kudus.
Bdk.
Mat 16:15-17 - “(15) Lalu Yesus bertanya kepada mereka: ‘Tetapi apa
katamu, siapakah Aku ini?’ (16) Maka jawab Simon Petrus: ‘Engkau adalah
Mesias, Anak Allah yang hidup!’ (17) Kata Yesus kepadanya: ‘Berbahagialah
engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu,
melainkan BapaKu yang di sorga”.
Dan
Allah / Roh Kudus tidak akan bekerja setengah-setengah. Kalau Allah / Roh Kudus
sudah bekerja untuk membuat orang itu mempercayai keilahian Kristus, maka Ia
pasti juga akan bekerja untuk membuat orang itu mempercayai penebusanNya
(kematian dan kebangkitanNya dsb).
A.
T. Robertson menambahkan bahwa pengakuan seperti ini, mencakup penyerahan dan
ketaatan, bukan sekedar kata-kata di bibir. Ini yang sering saya tekankan pada
waktu mengajarkan keilahian Kristus. Kalau kita percaya bahwa Yesus itu adalah
Allah / Tuhan, itu bagus, tetapi tidak cukup. Apakah hidup kita juga diarahkan
sesuai dengan kepercayaan kita tersebut?
2)
Memiliki Roh Kudus.
Ay 13:
“Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan
Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam RohNya”.
Bandingkan
dengan:
a) Ro 8:9b - “Tetapi
jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus”.
b) Ef 1:13 - “Di dalam
Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil
keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan
dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu”.
c) 1Kor 12:13 - “Sebab
dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik
budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan
kita semua diberi minum dari satu Roh”.
Sekarang mari kita memperhatikan kata-kata yang saya garisbawahi dalam 1Kor 12:13 itu:
1. ‘kita semua’.
Kata ‘semua’ jelas menunjukkan bahwa Paulus tidak berpendapat bahwa ada orang kristen yang sudah mempunyai Roh Kudus dan ada orang kristen yang belum mempunyai Roh Kudus. Semua orang kristen pasti sudah mempunyai Roh Kudus!
2. ‘telah dibaptis’.
Ini menunjuk kepada masa lampau. Jadi, bagi semua orang kristen (yang sejati) baptisan Roh Kudus / penerimaan Roh Kudus itu sudah terjadi!
3. ‘menjadi’.
Ini salah terjemahan! Kata bahasa Yunaninya adalah EIS yang artinya into (= ke dalam).
NIV: ‘For we were all baptized by one Spirit into one body’ (= Karena kita semua telah dibaptis oleh satu Roh ke dalam satu tubuh).
Jadi, baptisan Roh Kudus memasukkan kita ke dalam satu tubuh (yaitu tubuh Kristus), dan karena itu jelaslah bahwa ‘baptisan Roh Kudus’ dan ‘masuknya kita ke dalam tubuh Kristus’ terjadi pada saat yang sama, yaitu pada saat kita percaya!
Satu hal penting yang harus diperhatikan tentang 1Kor 12:13 ini adalah: ayat ini terletak dalam konteks di mana Paulus menekankan kesatuan orang kristen. Bahwa kontex ini memang menekankan kesatuan orang kristen terlihat dari:
a. 1Kor 12:4-6 - ‘satu’.
b. 1Kor 12:8-9 - ‘Roh yang sama’.
c. 1Kor 12:11 - ‘Roh yang satu dan yang sama’.
d. 1Kor 12:12 - ‘tubuh itu satu’.
1Kor 12:4-12 - “(4) Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. (5) Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. (6) Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. (7) Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. (8) Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. (9) Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. (10) Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. (11) Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya. (12) Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus”.
Dan ay 13 adalah klimax dari kontex yang menekankan kesatuan orang kristen ini! Jadi, baptisan Roh Kudus yang disebut oleh Paulus dalam ay 13 itu dimaksudkan untuk menunjukkan kesatuan orang kristen! Kesatuan ini terlihat karena semua orang kristen telah mengalami baptisan Roh Kudus / menerima Roh Kudus!
3) Mempunyai kasih.
Ay 7:
“Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab
kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah
dan mengenal Allah”.
Pertama-tama
rasul Yohanes memberikan perintah supaya orang Kristen saling mengasihi (ay 7a).
Ada beberapa hal yang ia katakan tentang kasih, yaitu:
a) Kasih itu berasal dari Allah (ay 7b). Karena itu, setiap
orang yang mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Allah (ay 7c), dan
sebaliknya, orang yang tidak mengasihi, tidak mengenal Allah (ay 8). Jadi,
kasih, yang merupakan buah Roh, adalah bukti iman!
Calvin: “no one can prove himself to be the son of God, except he
loves his neighbours” (= tak ada orang yang bisa membuktikan bahwa ia
adalah anak Allah kecuali ia mengasihi sesamanya) - hal 238.
Herschel
H. Hobbs: “A
stranger to love is a stranger to God” (= Seorang yang asing terhadap
kasih merupakan seorang yang asing terhadap Allah) - hal 109.
b) Karena Allah telah mengasihi kita, maka kita harus
meneladaniNya dengan saling mengasihi.
Ay 11:
“Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi
kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi”.
Matthew
Henry: “We should
be followers (or imitators) of him, as his dear children. The objects of the
divine love should be the objects of ours. Shall we refuse to love those whom
the eternal God hath loved?” [= Kita harus menjadi pengikut-pengikutNya
(atau peniru-peniruNya), sebagai anak-anakNya yang kekasih. Obyek dari kasih
ilahi harus menjadi obyek dari kasih kita. Apakah kita menolak untuk mengasihi
mereka yang telah dikasihi oleh Allah yang kekal?].
Matthew
Henry: “The general
love of God to the world should induce a universal love among mankind.
That you may be the children of your Father who is in heaven; for he maketh his
sun to rise on the evil and on the good, and sendeth his rain on the just and on
the unjust, Mt. 5:45. The peculiar love of God to the church and to
the saints should be productive of a peculiar love there: If God so loved
us, we ought surely (in some measure suitably thereto) to love one another”
[= Kasih yang umum dari Allah kepada dunia harus menyebabkan
adanya kasih yang universal di antara umat manusia. ‘Karena dengan demikianlah
kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi
orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar
dan orang yang tidak benar’, Mat 5:45. Kasih yang khusus dari Allah
kepada gereja dan kepada orang-orang kudus harus menghasilkan kasih yang
khusus di sana. Jika Allah begitu mengasihi kita, kita harus (dalam ukuran
tertentu yang sesuai dengannya) mengasihi satu sama lain].
Memang
kita harus mengasihi semua orang, termasuk musuh. Tetapi kita harus lebih
mengasihi sesama saudara seiman dari orang-orang non Kristen.
Gal 6:9-10
- “(9) Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang
waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. (10) Karena itu,
selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua
orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman”.
c)
Kasih kepada Allah dibuktikan dengan kasih kepada sesama.
Ay 20-21:
“(20) Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia
membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi
saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak
dilihatnya. (21) Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi
Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya”.
Herschel
H. Hobbs: “If
my love does not reach next door, it certainly cannot reach up to heaven”
(= Jika kasihku tidak mencapai pintu sebelah, itu pasti tidak bisa mencapai
surga) - hal 118.
d)
Kasih membuktikan adanya Allah dalam diri kita.
Ay 12:
“Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling
mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasihNya sempurna di
dalam kita”.
1.
“Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah”.
Bdk.
Yoh 1:18 - “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi
Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya”.
2.
Tetapi kalau kita mengasihi, itu membuktikan bahwa:
a.
Allah tinggal di dalam kita.
Matthew
Henry: “The
Christian love is an assurance of the divine inhabitation: ... The sacred lovers
of the brethren are the temples of God” (= Kasih Kristen merupakan suatu
jaminan dari penghunian ilahi: ... Orang-orang yang mengasihi saudara-saudaranya
/ sesamanya merupakan bait-bait dari Allah).
b.
“kasihNya sempurna di dalam kita”.
Albert
Barnes mengatakan bahwa ini tidak berarti bahwa kita bisa sempurna secara
mutlak, atau bahwa kita bisa mempunyai kasih yang sempurna. Tetapi ini berarti
bahwa kasih kepada sesama merupakan pengamalan yang benar dari kasih kita kepada
Dia. Jadi, tanpa kasih kepada sesama, kasih kita kepada Dia tidak mencapai
tujuan dari kasih itu. Jadi, kecuali kasih itu menghasilkan kasih kepada sesama,
maka kasih itu tidak lengkap / sempurna.
Barnes’
Notes: “love to
God is not complete, or fully developed, unless it leads those who profess to
have it to love each other” (= kasih kepada Allah tidak lengkap, atau
berkembang sepenuhnya, kecuali kasih itu membimbing mereka yang mengaku
mempunyainya untuk saling mengasihi).
e)
Kasih itu harus merupakan suatu kebiasaan, bukan tindakan sesaat.
Ay 7:
“Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab
kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah
dan mengenal Allah”.
Kata-kata
‘yang mengasihi’ (ay 7b)
dalam bahasa Yunani ada dalam bentuk present participle, dan ini
menunjukkan suatu kebiasaan yang terus menerus.
Jadi,
tindakan mengasihi yang hanya sesaat tidak memenuhi syarat dari ay 7 ini. Tetapi
sebaliknya, perhatikan ay 8: “Barangsiapa tidak mengasihi, ia
tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih”.
Sama
seperti kata-kata ‘yang mengasihi’
dalam ay 7, kata-kata ‘tidak mengasihi’
dalam ay 8 ini juga ada dalam bentuk present participle, dan
menunjuk pada kebiasaan terus menerus. A.
T. Robertson menterjemahkan “keeps
on not loving” (=
terus menerus tidak mengasihi).
Jadi,
ini tidak berarti bahwa kalau seseorang pernah marah / membenci orang lain, maka
itu berarti ia tidak mengenal Allah / bukan orang kristen yang sejati.
f) Obyek dan alasan dari kasih kita.
Ay 7b:
“setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah”.
Albert
Barnes mengatakan bahwa setiap orang Kristen yang mengasihi saudara-saudara
seimannya membuktikan bahwa ia memang adalah orang kristen yang sejati. Ini
tidak bisa diartikan bahwa orang Kristen yang mengasihi istri / suami / keluarga
/ anak, atau teman, atau orang-orang miskin / menderita, adalah orang kristen
yang sejati. Seseorang bisa mempunyai kasih terhadap orang-orang di atas, tetapi
tetap tidak mempunyai kasih yang dimaksudkan oleh Yohanes. Jadi, orang Kristen
harus mengasihi sesama saudara seimannya, karena iman orang itu.
Bdk.
Mat 10:40-42 - “(40) Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan
barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. (41) Barangsiapa
menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa
menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar.
(42) Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang
yang kecil ini, karena ia
muridKu, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya
dari padanya.’”.
Mark 9:41
- “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir
air oleh karena kamu adalah
pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.’”.
Perhatikan
kata ‘karena’ itu. Itu menunjukkan alasan dari tindakan kasih itu.
4)
Percaya / tidak takut terhadap penghakiman.
Ay 17-18:
“(17) Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau
kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti
Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. (18) Di dalam kasih tidak ada ketakutan:
kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman
dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”.
a)
Akan ada hari penghakiman!
Ibr
9:27 - “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali
saja, dan sesudah itu dihakimi”.
2Kor 5:10
- “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya
setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang
dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.
b) Orang yang tidak percaya akan takut pada hari
penghakiman.
Ay 18:
“Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan
ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak
sempurna di dalam kasih”.
Ada
rasa takut yang benar kepada Allah. Contoh:
1. Amsal 1:7 - “Takut akan TUHAN adalah
permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”.
2. Mat 10:28 - “Dan janganlah kamu takut kepada
mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah
terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di
dalam neraka”.
3. Ibr 12:28 - “Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepadaNya, dengan hormat dan takut”.
4. 1Pet 2:17 - “Hormatilah semua orang,
kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!”.
5. Wah 14:7 - “dan ia berseru dengan suara
nyaring: ‘Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba
saat penghakimanNya, dan sembahlah Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan
laut dan semua mata air.’”.
Tetapi
rasa takut yang dipersoalkan di dalam ay 18 ini adalah rasa takut terhadap
penghakiman / penghukuman Allah! Ini tidak seharusnya ada dalam diri orang
Kristen! Tetapi ini pasti ada dalam diri orang yang tidak percaya. Memang
mungkin dalam hidupnya seseorang yang tidak percaya bisa begitu buta sehingga ia
tidak takut akan hal ini. Tetapi pasti akan lain sikapnya, kalau ia tahu bahwa
ia akan segera mati. Atau kalau ia melihat Kristus datang kembali untuk
kedua-kalinya.
Bandingkan
dengan:
a. Kis 24:25 - “Tetapi ketika Paulus berbicara
tentang kebenaran, penguasaan diri dan penghakiman yang akan datang, Feliks
menjadi takut dan berkata: ‘Cukuplah dahulu dan pergilah sekarang; apabila
ada kesempatan baik, aku akan menyuruh memanggil engkau.’”.
b. Ibr 2:14-15 - “(14) Karena anak-anak itu
adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka
dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan
dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; (15) dan supaya dengan jalan demikian
Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh
karena takutnya kepada maut”.
c. Wah 6:15-17 - “(15) Dan raja-raja di bumi dan
pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang
berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-gua dan
celah-celah batu karang di gunung. (16) Dan mereka berkata kepada gunung-gunung
dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah
kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba
itu.’ (17) Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat
bertahan?”.
c) Orang Kristen tak takut pada penghakiman.
1.
Berani / yakin, karena adanya penebusan oleh Kristus.
Ay 17: “Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini”.
NIV/NASB
menterjemahkan kata-kata ‘keberanian percaya’
itu dengan ‘confidence’ (= keyakinan).
Herschel
H. Hobbs: “In
1John 2:28 the word for ‘boldness’ is rendered ‘confidence,’ which
concerns the Lord’s return” (= Dalam 1Yoh 2:28 kata untuk
‘keberanian’ diterjemahkan ‘keyakinan’, yang berhubungan dengan
kembalinya Tuhan) - hal 116.
1Yoh 2:28
- “Maka sekarang, anak-anakku, tinggallah di dalam Kristus, supaya
apabila Ia menyatakan diriNya, kita beroleh keberanian percaya dan tidak
usah malu terhadap Dia pada hari kedatanganNya”.
KJV/RSV/NASB:
‘confidence’ (= keyakinan).
NIV:
‘confident’ (= yakin).
‘Keberanian
percaya’ / confidence dalam ay 17
ini merupakan kontras dari ‘ketakutan’ dalam ay 18.
Orang
kristen yang sejati harus yakin bahwa kapanpun ia mati, ia akan masuk surga.
Juga ia harus percaya bahwa dalam penghakiman akhir jaman ia tidak mungkin bisa
dihukum, karena semua hukumannya sudah dipikul oleh Kristus.
Bdk.
Ro 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada
di dalam Kristus Yesus”.
Karena
itu orang kristen yang sejati tidak boleh takut pada kematian / penghakiman.
Adam
Clarke: “No man can contemplate the day of judgment with any comfort
or satisfaction but on this ground, that the blood of Christ hath cleansed him
from all sin; and that he is kept by the power of God, through faith, unto
salvation. This will give him boldness in the day of judgment” (= Tak
seorangpun bisa merenungkan hari penghakiman dengan penghiburan atau kepuasan
apapun kecuali atas dasar ini, bahwa darah Kristus telah membersihkan dia dari
semua dosa; dan ia dipelihara oleh kuasa Allah, melalui iman, kepada
keselamatan. Ini akan memberikan keberanian pada hari penghakiman).
2. Keberanian / keyakinan itu menunjukkan kesempurnaan kasih
Allah di dalam kita.
Ay 17:
“Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu
kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama
seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini”.
Kata
‘sempurna’ di sini pasti berhubungan dengan ‘sempurna’
dalam ay 12 di atas. Jadi, artinya adalah bahwa kasih Allah itu telah
mencapai tujuannya.
3. Tambahan argumentasi untuk keyakinan.
Ay 17:
“Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita
mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia,
kita juga ada di dalam dunia ini”.
Arti
dari kata-kata yang saya garis-bawahi itu adalah: kasih membuat kita seperti
Kristus, dan karena itu kita tak perlu takut pada hari penghakiman. Tetapi awas!
Bukan kasih kita yang menyebabkan kita diampuni / pasti masuk surga. Iman
kitalah yang menyebabkan hal itu. Tetapi adanya kasih dan keserupaan dengan
Kristus membuktikan adanya iman.
Allah telah menunjukkan kasihNya dengan mengutus Kristus datang ke dalam
dunia, menjadi manusia, menderita dan mati untuk menebus dosa kita. Sudahkah
kita menanggapi kasih Allah itu dengan percaya kepada Kristus? Sudahkah kita
membuktikan kepercayaan itu dengan kasih dan keyakinan menghadapi penghakiman
akhir jaman? Kiranya Tuhan memberkati saudara sekalian.
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali