Eksposisi
1Yohanes
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
1Yoh 1:1-4 - “(1) Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami tuliskan kepada kamu. (2) Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami. (3) Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan AnakNya, Yesus Kristus. (4) Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna”.
1) ‘Firman hidup’ (ay 1b).
1Yoh 1:1-3 mempunyai kemiripan dengan Yoh 1:1-14, yaitu:
· sama-sama membicarakan kekekalan Yesus.
· penggunaan istilah / kata-kata ‘hidup’, ‘beginning’ (= pada mulanya / sejak semula), dan ‘Firman / LOGOS’.
a) Kata ‘Firman’ di sini merupakan gelar bagi Kristus.
1. Kata ‘Firman’ hanya menunjuk kepada Yesus dalam Yoh 1:1,14 1Yoh 1:1 Wah 19:13 (Catatan: ada yang berpendapat bahwa Luk 1:2 juga termasuk, tetapi saya tidak sependapat dengan ini).
Dalam bagian-bagian Kitab Suci yang lain, kata ‘Firman’ menunjuk pada ‘kata-kata Allah’, dan tidak menunjuk kepada Yesus!
Contoh: Kej 1:3 banyak diartikan secara salah dengan mengartikan bahwa ‘firman’ adalah Yesus, tetapi saya berpendapat bahwa sebetulnya kata ‘firman’ di sana hanya menunjuk pada ‘kata-kata Allah’.
2. Mengapa Yesus disebut ‘Firman / Word’?
a. Karena ‘Word / Kata’ berfungsi untuk menyatakan diri kita, pikiran kita, kehendak kita, dan apa yang ada dalam diri kita kepada orang lain. Yesus disebut ‘Word / Kata’, karena Ia menyatakan Allah, pikiran Allah, kehendak Allah kepada kita (bdk. Yoh 1:18 Mat 11:27 Ibr 1:1).
b. Karena Yesus merupakan subyek utama dalam Kitab Suci, yang merupakan Firman yang tertulis.
3. Bahwa Yesus disebut ‘Firman’, tidak berarti bahwa Kitab Suci bukanlah Firman!
Ada orang-orang Liberal yang mengatakan bahwa Firman yang sesungguhnya adalah Yesus, bukan sebuah buku (Alkitab)!
Hati-hatilah terhadap orang-orang Liberal seperti itu, yang seakan-akan
meninggikan Yesus, tetapi pada saat yang sama merendahkan Kitab Suci! Adalah
sesuatu yang omong kosong bahwa kita bisa meninggikan Yesus tetapi merendahkan
kata-kataNya yang tertulis dalam Kitab Suci!
John Murray memberikan komentar tentang E. J. Young (seorang yang mati-matian membela otoritas Kitab Suci sebagai Firman Tuhan) dengan kata-kata sebagai berikut:
“He
knew nothing of an antithesis between devotion to the Lord and devotion to the
Bible. He revered the Bible because he revered the Author”
(= ia tidak mengenal pertentangan antara kesetiaan / pembaktian diri terhadap
Tuhan dan kesetiaan / pembaktian diri terhadap Alkitab. Ia menghormati Alkitab
karena ia menghormati Pengarangnya).
b) Kata ‘hidup’ dalam ay 1 ini bukan hanya menunjukkan bahwa Yesus itu hidup, tetapi juga bahwa Ia memberikan hidup kekal kepada semua yang percaya kepadaNya sebagai Juruselamat. Ini ditekankan lagi dalam ay 2 yang menyebut Yesus dengan istilah ‘hidup’ atau ‘hidup kekal’.
Kalau saudara belum pernah percaya / menerima Yesus sebagai Juruselamat saudara, sadarilah bahwa saudara adalah orang berdosa, yang mati dalam dosa. Sadarilah juga bahwa kalau keadaan itu saudara biarkan, itu akan membawa saudara ke dalam kebinasaan kekal di neraka. Tetapi Yesus bisa memberi saudara hidup yang kekal, dan karena itu datanglah kepadaNya, percayalah kepadaNya dan terimalah Dia sebagai Juruselamat pribadi saudara.
2) Kekekalan dan keilahian Yesus.
a) Dalam ay 1 dikatakan bahwa Yesus itu ‘ada sejak semula’ (ay 1).
Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan bahwa kata-kata ‘sejak semula’ di sini tidak menunjuk pada kekekalan, tetapi pada permulaan Injil, atau permulaan pelayanan Yesus. Alasannya: apa yang ada sejak semula itu adalah apa yang didengar dan dipegang oleh rasul Yohanes.
Tetapi saya tidak setuju dengan dia; saya lebih setuju dengan Calvin sendiri yang menganggap bahwa kata-kata ini menunjuk pada kekekalan, dan karenanya menunjukkan keilahian Kristus. Perlu diingat bahwa:
1. Pribadi yang sudah ada sejak semula itu adalah Pribadi yang sama dengan yang didengar, dilihat, disaksikan, dan diraba, oleh rasul Yohanes.
2. Dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang menyebut Kristus dengan sebutan / gelar ilahi, tetapi menggunakan predikat yang hanya cocok untuk hakekat manusia.
Contoh:
· Kis 20:28 (NIV) - “... the church of God, which he bought with his own blood” (= ... jemaat / gereja Allah, yang Ia beli dengan darahNya sendiri).
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi
(‘Allah’), tetapi predikatnya berbicara tentang ‘darah’, yang
sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.
· 1Kor 2:8.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan yang mulia’ / ‘The Lord of glory’), tetapi menggunakan predikat ‘menyalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.
· 1Yoh 1:1.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Firman’ / LOGOS), tetapi menggunakan predikat ‘telah kami lihat dengan mata kami’ dan ‘telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.
Sebaliknya dalam Kitab Suci juga ada ayat-ayat yang menyebut Kristus dengan sebutan / gelar manusia, tetapi menggunakan predikat yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.
Contoh:
¨ Mat 9:6.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak
Manusia’), tetapi menggunakan predikat ‘berkuasa mengampuni dosa’ yang
hanya cocok untuk hakekat ilahi.
¨ Mat 12:8.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak
Manusia’), tetapi menggunakan predikat ‘Tuhan atas hari Sabat’ yang
hanya cocok untuk hakekat ilahi.
¨ Hal yang sama bisa saudara lihat dalam ayat-ayat seperti: Mat 13:41 Luk 19:10 Yoh 3:13-15 Yoh 6:62 1Kor 15:47b.
Mengapa Kitab Suci melakukan hal ini? Calvin menjawab sebagai berikut:
* “And they (Scriptures) so earnestly express this union of the two natures that is in Christ as sometimes to interchange them” [= dan mereka (Kitab-kitab Suci) begitu sungguh-sungguh mewujudkan kesatuan dari dua hakekat yang ada di dalam Kristus sehingga kadang-kadang menukar / membolak-balik mereka] - ‘Institutes of the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 1.
* “Because the selfsame one was both God and man, for the sake of the union of both natures he gave to the one what belonged to the other” (= karena orang yang sama adalah Allah dan manusia, demi kesatuan dari kedua hakekat, ia memberikan kepada yang satu apa yang termasuk pada yang lain) - ‘Institutes of the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 2.
b) ‘bersama-sama dengan Bapa’ (ay 2).
Kata-kata ini mirip dengan kata-kata ‘bersama-sama dengan Allah’ dalam Yoh 1:1. Kalau dalam Yoh 1:1 digunakan kata-kata Yunani PROS TON THEON, maka di sini digunakan PROS TON PATERA.
‘Bersama-sama dengan Bapa’ secara hurufiah berarti ‘face to face with the Father’ (= berhadapan muka dengan Bapa).
Ini menekankan keilahian Kristus, keintiman hubungan Yesus dengan Bapa, tetapi juga sekaligus perbedaanNya dengan Bapa.
Penegasan tentang kekekalan dan keilahian Kristus ini dimaksudkan untuk menentang ajaran yang disebut Gnosticism, yang percaya bahwa Yesus adalah makhluk ciptaan.
3) Yesus adalah manusia sungguh-sungguh.
a) Kata-kata ‘dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, dan ‘raba’ (ay 1,3).
Bahwa Yohanes juga menyatakan Yesus sebagai manusia, terlihat dari kata-kata ‘dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, dan ‘raba’ dalam ay 1,3 yang jelas mempunyai manusia Yesus sebagai obyek. Memang kata ‘dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, kalau mau dipaksakan masih mungkin mempunyai Allah / keilahian Yesus sebagai obyek, tetapi kata ‘raba’ tidak bisa tidak mempunyai manusia Yesus sebagai obyek. Yohanes menggunakan kata ‘raba’ (bdk. Luk 24:39) untuk menghadapi Docetism, yang mengatakan bahwa Yesus hanya kelihatannya saja mempunyai tubuh.
b) Tenses dari kata-kata ‘dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, dan ‘raba’ ini.
‘Dengar’ dan ‘lihat’ menggunakan perfect tense, tetapi ‘saksikan’ dan ‘raba’ menggunakan aorist tense / past tense.
NIV menterjemahkan ke 4 kata kerja itu ke dalam perfect tense, padahal perubahan / perbedaan tenses itu pasti ada maksudnya.
NASB menterjemahkan dengan tenses yang benar: ‘What was from the beginning, what we have heard, what we have seen with our eyes, what we beheld and our hands handled, concerning the Word of life’ (= Apa yang ada sejak semula, apa yang telah kami dengar, apa yang telah kami lihat dengan mata kami, apa yang kami pandang dan pegang dengan tangan kami, mengenai Firman hidup).
Herschel H. Hobbs: “Whereas the perfect tenses expresses an extended seeing and hearing, the aorist tenses denote one special event” (= Sementara perfect tense menyatakan melihat dan mendengar untuk jangka waktu tertentu, aorist tense menunjukkan satu kejadian khusus / tertentu) - hal 21.
Peristiwa / kejadian tertentu yang mana? Jelas peristiwa / kejadian dalam Luk 24:39-40 dimana mereka bukan hanya melihat Yesus yang bangkit tetapi juga diijinkan untuk memegang / merabaNya untuk meyakinkan mereka bahwa Ia bukan hantu / roh, tetapi betul-betul tubuh.
4) Keilahian dan kemanusiaan Yesus.
Rasul Yohanes mempercayai dan mengajarkan kedua hal ini, tetapi dalam Injil Yohanes ia lebih menekankan keilahian Yesus, sedangkan dalam 1Yoh ia lebih menekankan kemanusiaan Yesus.
Herschel H. Hobbs: “It is just as great a heresy to deny His humanity as to deny His deity” (= Menyangkal kemanusiaanNya adalah sama sesatnya dengan menyangkal keilahianNya) - hal 21.
Herschel H. Hobbs mengutip George W. Truett: “He was God as though he were not man. And he was man as though he were not God. He was the God-man. And never did a hyphen mean so much” (= Ia adalah Allah seakan-akan Ia bukanlah manusia. Dan Ia adalah manusia seakan-akan Ia bukanlah Allah. Ia adalah manusia-Allah. Dan sebuah tanda ‘-’ tidak pernah berarti begitu banyak seperti di sini) - hal 21.
Catatan: a hyphen adalah tanda ‘-’ yang muncul dalam istilah ‘the God-man’.
Herschel H. Hobbs mengutip Robert G. Lee: “As in eternity he leaned upon the bosom of his Father without a mother, so in time he leaned upon the bosom of his mother without a father” (= Sebagaimana dalam kekekalan Ia bersandar pada dada BapaNya tanpa seorang ibu, demikian juga dalam waktu Ia bersandar pada dada ibuNya tanpa seorang bapa) - hal 21.
Ay 2,3 menunjukkan bahwa Yohanes memberitakan Yesus. Ia memang memenuhi syarat seorang pemberita Firman, yaitu telah mengenal Yesus secara pribadi, dan belajar tentang Yesus. Ini terlihat dari:
1) ‘Dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, dan ‘raba’ (ay 1,3).
Kata-kata ‘dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, dan ‘raba’ ini tujuannya untuk menguatkan. Maksudnya untuk menunjukkan bahwa ia tidak mengajarkan apapun kecuali yang betul-betul telah dinyatakan kepadanya.
William Barclay: “Here at the beginning of his letter John sets down his right to speak; and it consists in one thing - in personal experience of Christ” (= Di sini pada permulaan suratnya Yohanes menuliskan haknya untuk berbicara; dan itu terdiri dari satu hal - dalam pengalaman pribadi tentang Kristus) - hal 22.
Tetapi selanjutnya kata ‘dengar’ menunjukkan bahwa rasul Yohanes telah belajar dari Gurunya hal-hal yang ia ajarkan.
Calvin: “And, doubtless, no one is a fit teacher in the Church, who has not been the disciple of the Son of God, and rightly instructed in his school” (= Dan, tidak diragukan lagi, tidak seorangpun cocok untuk menjadi guru dalam Gereja, yang tidak pernah menjadi murid dari Anak Allah, dan diajar secara benar di sekolahNya) - hal 158.
2) Perbedaan kata ‘lihat’ dan ‘saksikan’.
William Barclay: “What, then, is the difference between ‘seeing’ Christ and ‘gazing’ upon him? In the Greek the verb for ‘to see’ is horan and it means simply ‘to see with physical sight’. The verb for ‘to gaze’ is theasthai and it means ‘to gaze at someone or something until something has been grasped of the significance of that person or thing’” (= Lalu, apa perbedaan antara ‘melihat’ Kristus dan ‘menyaksikan / memandang / menatap’Nya? Dalam bahasa Yunani kata kerja untuk ‘melihat’ adalah HORAN dan itu berarti sekedar ‘melihat dengan penglihatan jasmani’. Kata kerja untuk ‘menyaksikan / memandang / menatap’ adalah THEASTHAI dan itu berarti ‘menatap pada seseorang atau sesuatu sampai mengerti / menangkap suatu arti dari orang atau hal / benda itu) - hal 23.
Ada banyak orang yang ‘mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti’, atau ‘melihat dan melihat, namun tidak menanggap’ (bdk. Mat 13:14-15). Bandingkan juga dengan 2Tim 3:7 - “yang walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran”. Tetapi rasul Yohanes tidak demikian. Dia bukan hanya ‘melihat’ Yesus, tetapi juga menyaksikan / memandang / menatap sedemikian rupa sehingga ia mendapatkan pengertian tentang Dia, yang lalu ia percayai dan beritakan. Bagaimana dengan saudara? Apakah saudara seperti orang-orang Yahudi yang dibicarakan oleh Yesus dalam Mat 13:14-15 itu, atau seperti Yohanes?
Semua ini perlu saudara perhatikan kalau saudara mau menjadi pemberita Firman / Injil, baik sebagai penginjil pribadi, guru Sekolah Minggu, guru agama, apalagi pengkhotbah / hamba Tuhan. Saudara harus memenuhi syarat-syarat ini, yaitu mengenal Kristus secara pribadi, dan banyak belajar Firman!
1) Persekutuan.
Ay 3 menunjukkan bahwa tujuan pemberitaan Injil adalah adanya suatu ‘persekutuan’ (KOINONIA = fellowship). Yohanes lalu menambahkan bahwa persekutuan yang ia maksud adalah persekutuan dengan kami, dan juga dengan Bapa dan AnakNya, Yesus Kristus (ay 3b). Jadi ada persekutuan horizontal (antar orang percaya), maupun vertical (antara manusia dengan Allah / Yesus).
a) Persekutuan vertikal / dengan Allah / Yesus.
Herschel H. Hobbs: “this fellowship is first with God the Father and God the Son. Indeed, Christian fellowship is impossible apart from the saving experience with God in Christ” (= persekutuan ini pertama-tama adalah dengan Allah Bapa dan Allah Anak. Memang persekutuan Kristen tidak mungkin terpisah dari pengalaman penyelamatan dengan Allah dalam Kristus) - hal 25-26.
Persekutuan dengan Allah ini yang menyebabkan bisa terjadinya persekutuan dengan sesama saudara seiman.
Orang yang tidak percaya juga mempunyai ‘persekutuan’, tetapi ini hanya bersifat horizontal, karena mereka bersekutu tanpa Allah. Dalam arti yang sebenarnya ini bukan persekutuan.
Kalau saudara belum pernah percaya kepada Yesus, saudara belum mempunyai persekutuan dengan Allah, dan karena itu juga tidak akan bisa mempunyai persekutuan dengan orang kristen yang lain.
b) Persekutuan horizontal / dengan sesama saudara seiman.
Dalam komentarnya tentang Yoh 17:21, Calvin berkata: “the ruin of the human race is, that, having been alienated from God, it is also broken and scattered in itself. The restoration of it, therefore, on the contrary, consists in its being properly united in one body” (= kehancuran umat manusia adalah bahwa setelah terpisah / dijauhkan dari Allah, mereka juga terpecah-pecah dalam dirinya sendiri. Karena itu, sebaliknya, pemulihannya haruslah terdiri dari kesatuannya secara benar dalam satu tubuh) - hal 183.
Kalau dalam satu gereja setiap orang cuma bersekutu dengan Allah, tetapi tidak bersekutu satu sama lain, maka ini juga salah.
Karena itu, kalau selama ini saudara datang ke gereja tepat waktu (atau terlambat), dan begitu kebaktian selesai saudara langsung pulang, sehingga tidak ada waktu untuk bersekutu dengan saudara seiman, bertobatlah! Berhentilah memperlakukan gereja sebagai gedung bioskop! Saudara harus memberi waktu untuk bersekutu satu dengan yang lain. Juga kalau ada acara gereja yang berfungsi untuk memajukan persekutuan, seperti piknik, persekutuan rumah tangga, perjamuan kasih, dsb, saudara wajib mendukung dan mengikutinya.
Selanjutnya Herschel H. Hobbs berkata:
“Today we speak of church membership; the New Testament speaks of Christian fellowship. The Greek word means ‘having all things in common’ or ‘sharing,’ which is more than friendship or even the blessed relationship which Christians enjoy together” (= Sekarang ini kita berbicara tentang keanggotaan gereja; Perjanjian Baru berbicara tentang persekutuan Kristen. Kata Yunaninya berarti ‘mempunyai segala sesuatu secara bersama-sama’ atau ‘sharing / membagi’, yang adalah lebih dari persahabatan atau bahkan hubungan yang diberkati yang dinikmati orang kristen bersama-sama) - hal 25.
Jadi, bersekutu bukanlah sekedar bersahabat dengan saudara seiman, tetapi juga melibatkan sharing. Ini bisa berupa sharing / membagi pengalaman (baik berkat maupun kesukaran), tetapi juga berupa sharing / membagi milik kita untuk menolong orang yang kekurangan, seperti yang terjadi dalam Kis 2:44-45 dan Kis 4:32-37.
Sudahkan saudara berusaha melakukan persekutuan dengan saudara seiman?
2) Sukacita.
Ay 4 juga merupakan tujuan pemberitaan tentang Yesus / tujuan penulisan surat ini.
Untuk ay 4 ini, ada manuscript yang mengatakan ‘your (HUMON) joy’ / ‘sukacitamu’ (KJV) dan ada manuscript yang mengatakan ‘our (HEMON) joy’ / ‘sukacita kami’ (RSV,NIV,NASB).
Ay 4
ini mengingatkan akan kata-kata Yesus dalam Yoh 15:11 dimana Yesus
berkata: “Semua
ini Kukatakan kepadamu, supaya sukacitaKu ada di dalam kamu dan sukacitamu
menjadi penuh”.
Kenallah Yesus secara pribadi, teruslah belajar tentang Dia, dan beritakanlah Dia. Ini akan menimbulkan persekutuan dan sukacita. Maukah saudara?
-AMIN-
1Yoh 1:5-10 - “(5) Dan inilah berita, yang telah kami dengar dari Dia, dan yang kami sampaikan kepada kamu: Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan. (6) Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran. (7) Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. (8) Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. (9) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.
Herschel H. Hobbs: “‘Light’ is symbolic of ‘good’; ‘darkness’ depicts ‘evil’” (= ‘Terang’ merupakan simbol dari ‘kebaikan’; ‘kegelapan’ menggambarkan ‘kejahatan’) - hal 30.
William Barclay: “A man’s own character will necessarily be determined by the character of the god whom he worships” (= Karakter / sifat manusia pasti akan ditentukan oleh karakter / sifat dari allah yang ia sembah) - hal 25.
1) Yohanes membicarakan persekutuan dengan Allah (ay 6: ‘persekutuan dengan Dia’) dan persekutuan dengan manusia (ay 7: ‘persekutuan seorang dengan yang lain’).
William Barclay: “True religion is that by which every day a man comes closer to his fellow-men and closer to God. It produces fellowship with God and fellowship with men - and we can never have the one without the other” (= Agama yang benar adalah agama dengan mana setiap hari seseorang datang lebih dekat kepada sesama manusianya dan lebih dekat kepada Allah. Agama itu menghasilkan persekutuan dengan Allah dan persekutuan dengan manusia - dan kita tidak pernah bisa mendapatkan yang satu tanpa yang lain) - hal 31.
Perhatikan kata-kata yang saya garis bawahi dari kutipan di atas ini. Memang ‘persekutuan dengan Allah’ dan ‘persekutuan dengan sesama’ sangat berhubungan satu dengan yang lain.
a) Dalam ay 7 terlihat bahwa persekutuan dengan Allah mendasari persekutuan dengan manusia.
Herschel H. Hobbs: “Because the nature of Christian fellowship is the result of our relation to God, John places the greater emphasis upon the latter. Without it Christian fellowship is impossible” (= Karena sifat dari persekutuan Kristen merupakan hasil / akibat dari hubungan kita dengan Allah, Yohanes memberikan penekanan yang lebih besar kepada yang terakhir. Tanpa itu persekutuan Kristen adalah mustahil) - hal 29.
b) Tetapi juga harus diingat bahwa kalau kita membenci sesama kita, maka itu berarti juga hidup dalam kegelapan, sehingga tidak memungkinkan persekutuan dengan Allah (ay 6 bdk. Mat 5:23-24).
2) Ay 6-7 mengkontraskan orang yang berjalan dalam kegelapan dengan orang yang berjalan dalam terang sama seperti Dia ada dalam terang. Apa maksudnya ‘hidup dalam kegelapan’ dan ‘hidup dalam terang’?
a) Kata ‘hidup’, baik dalam ay 6 maupun ay 7, sebetulnya adalah ‘walk’ (= berjalan), dan ini ada dalam bentuk present, dan menunjukkan bahwa ini merupakan suatu gaya hidup / kehidupan yang terus menerus.
b) Orang kristen yang hidup dalam kegelapan (ay 6).
Herschel H. Hobbs memberikan komentar sebagai berikut: “When the devil loses a person through the regeneration experience, he endeavours to destroy the joy and effectiveness of that Christian life” (= Pada waktu setan kehilangan seseorang melalui pengalaman kelahiran baru, ia berusaha untuk menghancurkan sukacita dan keefektifan dari kehidupan Kristen itu) - hal 32.
Ini setan lakukan dengan terus mendorong / memikat orang itu untuk hidup dalam dosa.
Dan tentang orang yang dikatakan hidup / berjalan dalam kegelapan ini, William Barclay berkata: “He is not thinking of the man who tries his hardest and yet often fails. ‘A man,’ said H. G. Wells, ‘may be a very bad musician, and may yet be passionately in love with music’; and a man may be very conscious of his failures and yet be passionately in love with Christ and the way of Christ” (= Ia tidak berpikir tentang orang yang berusaha sekuat tenaga tetapi sering gagal. ‘Seseorang’, kata H. G. Wells, ‘bisa merupakan seorang musisi yang jelek, tetapi betul-betul cinta kepada musik’; dan seseorang bisa sangat sadar akan kegagalan-kegagalannya tetapi betul-betul mencintai Kristus dan jalan Kristus) - hal 31.
c) Hidup / berjalan dalam terang sama seperti Allah ada dalam terang (ay 7).
William Barclay: “This does not mean that a man must be perfect before he can have fellowship with God; if that were the case, all of us would be shut out. But it does mean that he will spend his whole life in the awareness of his obligations, in the effort to fulfil them and in penitence when he fails. It will mean that he will never think that sin does not matter; it will mean that the nearer he comes to God, the more terrible sin will be to him” (= Ini tidak berarti bahwa seseorang harus sempurna sebelum ia bisa mendapat persekutuan dengan Allah; karena jika demikian maka semua kita akan terhalang untuk masuk. Tetapi itu berarti bahwa ia akan menghabiskan seluruh hidupnya dalam kesadaran akan kewajiban-kewajibannya, dalam usaha untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dan dalam penyesalan pada waktu ia gagal. Itu berarti bahwa ia tidak akan pernah berpikir bahwa dosa itu tidak jadi soal / tidak apa-apa; itu berarti bahwa makin ia dekat kepada Allah, makin buruk / tidak baik dosa itu baginya) - hal 29.
Calvin: “he is therefore said to be like God, who aspires to his likeness, however distant from it he may as yet be. ... He walks in darkness who is not ruled by the fear of God, and who does not, with a pure conscience, devote himself wholly to God, and seek to promote his glory. Then, on the other hand, he who in sincerity of heart spends his life, yea, every part of it, in the fear and service of God, and faithfully worships him, walks in the light, for he keeps the right way, though he may in many things offend and sigh under the burden of the flesh. Then, integrity of conscience is alone that which distinguishes light from darkness” (= karena itu ia dikatakan seperti Allah, yang ingin menyerupai Dia, betapapun jauhnya ia dari hal itu. ... Ia berjalan dalam kegelapan yang tidak diperintah oleh rasa takut kepada Allah, dan yang tidak dengan hati nurani yang murni mempersembahkan dirinya sendiri sepenuhnya kepada Allah, dan berusaha memajukan kemuliaanNya. Maka, pada sisi lain, ia yang dengan hati yang tulus / sungguh-sungguh menghabiskan hidupnya, bahkan setiap bagian hidupnya, dalam takut kepada dan pelayanan kepada Allah, dan dengan setia menyembah / beribadah kepadaNya, berjalan dalam terang, karena ia memegang jalan yang benar, sekalipun ia bisa melakukan kesalahan dalam banyak hal dan berkeluh-kesah di bawah beban dari daging. Jadi, hanya kejujuran / ketulusan dari hati nurani sajalah yang membedakan terang dari kegelapan) - hal 164-165.
4) Persekutuan dengan Allah dan dengan sesama manusia, mengharuskan kita berjalan dalam terang (ay 6-7).
Herschel H. Hobbs: “Since all Christian fellowship originates in Him, those who experience it must correspond to His nature” (= Karena semua persekutuan Kristen bersumber padaNya, mereka yang mengalaminya haruslah sesuai dengan sifatNya) - hal 29.
Herschel H. Hobbs: “Since God is light, the fellowship must be in the realm of light. Men can have fellowship with Him only if they partake of God’s holiness” (= Karena Allah adalah terang, persekutuan haruslah ada dalam dunia / alam terang. Manusia bisa mendapatkan persekutuan dengan Dia hanya jika ia mengambil bagian dalam kesucian Allah) - hal 31.
Bandingkan dengan 2 ayat di bawah ini:
·
Mat 5:8 - “Berbahagialah
orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”.
·
Ibr 12:14b - “kejarlah
kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan”.
Tentang keharusan untuk hidup / berjalan dalam terang ini William Barclay berkata: “for the Christian truth is never only intellectual; it is always moral. It is not something which exercises only the mind; it is something which exercises the whole personality. ... It is not only thinking; it is also acting. ... It is possible for intellectual eminence and moral failure to go hand in hand. For the Christian the truth is something first to be discovered and then to be obeyed” (= untuk orang Kristen kebenaran tidak pernah hanya bersifat intelektual; itu selalu bersifat moral. Itu bukanlah sesuatu yang hanya meminta perhatian pikiran; itu adalah sesuatu yang meminta perhatian seluruh kepribadian. ... Itu bukan hanya pikiran; itu juga adalah tindakan. ... Adalah mungkin bahwa keunggulan intelektual dan kegagalan moral berjalan bersama-sama. Bagi orang Kristen kebenaran itu mula-mula harus ditemukan dan lalu harus ditaati) - hal 29-30.
1) Jika kita katakan bahwa kita tidak berdosa (ay 8).
Herschel H. Hobbs: “‘Sin’ here refers to the principle of sin or an evil nature. It is a denial of personal guilt or of an evil nature” (= ‘Dosa’ di sini menunjuk kepada kwalitet dosa atau sifat alamiah yang jahat. Ini merupakan penyangkalan terhadap kesalahan pribadi atau terhadap sifat alamiah yang jahat) - hal 35.
Kata yang diterjemahkan ‘menipu’ (ay 8) adalah PLANAO, yang berarti ‘to lead astray’ (= menyesatkan). Jadi, ‘menipu diri kita sendiri’ artinya ‘menyesatkan diri kita sendiri’.
2) Jika kita katakan bahwa kita tidak ada berbuat dosa (ay 10).
Herschel H. Hobbs: “‘Have sinned’ is a perfect tense ... It expresses action in the past which is still going on at the time of speaking, with the assumption that it will continue in the future. The perfect tense is the tense of completeness. It reads, ‘If we say that we have not sinned in the past, do not sin now, and will not sin in the future.’ Whereas in verse 8 the reference is to the principle of sin, in verse 10 it involves acts of sin” (= ‘Telah berbuat dosa’ merupakan perfect tense ... Itu menyatakan tindakan di masa lampau yang masih terus berlangsung pada saat berbicara, dengan anggapan bahwa itu akan berlanjut di masa yang akan datang. Perfect tense merupakan tense dari kelengkapan / kesempurnaan. Itu artinya: ‘Jika kita berkata bahwa kita tidak berbuat dosa di masa lampau, tidak berbuat dosa sekarang, dan tidak akan berbuat dosa di masa yang akan datang’. Kalau ay 8 berhubungan dengan kwalitet dosa, maka sebaliknya ay 10 menyangkut tindakan berdosa) - hal 35.
William Barclay: “Any number of people do not really believe that they have sinned and rather resent being called sinners. Their mistake is that they think of sin as the kind of thing which gets into the newspapers” (= Banyak orang tidak sungguh-sungguh percaya bahwa mereka telah berbuat dosa dan tersinggung / marah pada waktu disebut sebagai orang berdosa. Kesalahan mereka adalah bahwa mereka menganggap dosa sebagai hal-hal yang dimasukkan ke surat kabar) - hal 33.
Kata ‘dosa’ dalam ay 8,9,10 adalah HAMARTIA, yang arti hurufiahnya adalah ‘a missing of the target’ (= suatu keluputan dari sasaran). Luputnya sedikit atau banyak, itu tetap namanya dosa. Sasaran seharusnya adalah Kitab Suci. Jadi kalau hidup kita tidak sesuai dengan Kitab Suci, apakah tidak sesuainya sedikit atau banyak, itu tetap adalah dosa.
Illustrasi: Ada cerita tentang seorang pemanah ulung yang sampai ke suatu desa. Di sana ia melihat banyak pohon yang digambari dengan lingkaran-lingkaran untuk sasaran panah, dengan sebatang anak panah yang menancap persis di tengah-tengah lingkaran-lingkaran itu. Ia heran karena semua anak panah itu menancap persis di tengah-tengah, suatu hal yang ia sendiri, sebagai seorang pemanah ulung, tidak bisa melakukannya. Setelah bertanya-tanya, ia akhirnya bertemu dengan orang yang melakukan semua itu. Ia bertanya: bagaimana kamu bisa memanah semua sasaran itu dengan begitu tepat? Jawab orang itu: O itu mudah, aku memanah dulu, baru menggambar lingkaran-lingkaran di sekeliling anak panah itu.
Seharusnya Kitab Suci menjadi sasaran kita, dan begitu hidup kita tidak sesuai dengan Kitab Suci, maka kita menyadari bahwa kita berdosa. Tetapi banyak orang merasa diri tidak berdosa, karena mereka menafsirkan Kitab Suci sedemikian rupa sehingga menjadi sesuai dengan hidup mereka. Jadi bukannya hidupnya yang disesuaikan standardnya, tetapi standardnya yang disesuaikan dengan hidupnya.
Kata-kata yang menyatakan dirinya tidak berbuat dosa ini membuat:
a) Allah menjadi pendusta (ay 10).
Mengapa demikian? Karena Allah mengatakan bahwa semua manusia berdosa. Kalau kita mengatakan kita tidak berdosa, maka itu sama dengan mengatakan bahwa Allah adalah pendusta.
b) Firmannya tidak ada dalam kita (ay 10). Memang hanya orang yang tidak mengerti Kitab Suci yang bisa mengatakan bahwa dirinya tidak berbuat dosa, karena salah satu fungsi Kitab Suci adalah menyadarkan dosa (2Tim 3:16 Ro 3:20b).
Herschel H. Hobbs mengutip kata-kata Vaughan:
“Mark the significance of ‘in us’ (vv. 8,10). Truth may be all around us, near us, and acknowledged, but when we claim sinlessness we show that it has not penetrated our souls” [= Perhatikan pentingnya kata-kata ‘di dalam kita’ (ay 8,10). Kebenaran bisa ada di sekitar kita, di dekat kita, dan diakui, tetapi pada waktu kita mengclaim ketidak-berdosaan kita menunjukkan bahwa kebenaran itu belum merasuk / merembes ke dalam jiwa kita] - hal 36.
Catatan: selain pengertian Firman Tuhan, juga dibutuhkan pekerjaan Roh Kudus untuk menginsyafkan manusia akan dosanya (Yoh 16:8), tetapi ini tidak dibicarakan di sini.
3) Pengakuan dosa dan pengampunan dosa (ay 9).
Bagaimanapun kita berusaha untuk hidup / berjalan dalam terang, kita tetap adalah orang berdosa (ay 8) dan kita tetap banyak melakukan dosa (ay 10). Tidak cukup bagi kita untuk hanya menyadari akan dosa kita, kita juga harus mengakuinya kepada Allah untuk bisa mendapatkan pengampunan (ay 9).
a) Beberapa hal penting tentang pengakuan dosa.
1. Pengakuan dosa itu sangat penting
Herschel H. Hobbs: “Confession is man’s part; forgiving and cleansing are God’s part. Until man has done his part, God cannot do His part” (= Pengakuan adalah bagian manusia; pengampunan dan penyucian adalah bagian Allah. Sampai manusia telah melakukan bagiannya, Allah tidak bisa melakukan bagianNya) - hal 37.
Pentingnya pengakuan dosa bisa terlihat dari Maz 32:1-5, dimana ay 3-4 menunjukkan orang yang tidak mengaku dosa.
Karena itu setiap hari, bahkan sebetulnya setiap sadar akan adanya dosa tertentu, kita harus melakukan pengakuan dosa.
2. Tetapi pentingnya pengakuan dosa tidak boleh dimutlakkan.
Yang saya maksud dengan dimutlakkan adalah kalau kita mengatakan bahwa orang kristen yang mendadak mati tanpa sempat mengaku dosa akan masuk ke neraka. Mengapa ini salah? Karena kalau demikian maka ini bukan lagi ‘keselamatan karena iman’, tetapi sudah tercampur dengan ‘perbuatan baik’, yaitu ‘pengakuan dosa’.
3. Pengakuan dosa harus dilakukan dengan tulus, dengan hati yang hancur dan menyesal, dan dengan suatu keputusan untuk bertobat dari dosa itu.
Herschel H. Hobbs: “‘I have sinned’ are the most difficult words for one to speak. However, there is a difference between ‘saying’ this and ‘confessing’ it. You can ‘say’ it as a matter of fact (Matt. 27:4), but to ‘confess’ it calls for a broken and contrite heart (Ps. 51:1-4)” [= ‘Aku telah berdosa’ adalah kata-kata yang paling sukar untuk diucapkan seseorang. Bagaimanapun ada perbedaan antara ‘mengatakan’ hal ini dan ‘mengakui’ hal ini. Kamu dapat ‘mengatakan’ hal ini sebagai suatu fakta (Mat 27:4), tetapi ‘mengakui’ hal ini memerlukan hati yang hancur dan menyesal (Maz 51:3-6)] - hal 37-38.
Calvin: “But this confession, as it is made to God, must be in sincerity; and the heart cannot speak to God without newness of life: it then includes true repentance. God, indeed, forgives freely, but in such a way, that the facility of mercy does not become an enticement to sin” (= Tetapi pengakuan ini, karena itu dilakukan kepada Allah, harus dilakukan dalam kesungguhan / ketulusan; dan hati tidak bisa berbicara kepada Allah tanpa pembaharuan hidup: jadi itu mencakup pertobatan yang sungguh-sungguh. Memang Allah mengampuni dengan bebas, tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga fasilitas belah kasihan tidak menjadi daya tarik / bujukan kepada dosa) - hal 168.
b) Pengampunan dosa.
Ay 9:
‘Ia
akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala
kejahatan’.
Herschel H. Hobbs: “‘Forgive’ means that God takes away our guilt; ‘Cleanse’ means that He removes the pollution of sin” (= ‘Mengampuni’ berarti bahwa Allah mengangkut kesalahan kita; ‘menyucikan’ berarti bahwa Ia menyingkirkan polusi dari dosa) - hal 37.
Ingat doktrin tentang dosa yang menyatakan bahwa dosa mencakup 2 hal yaitu ‘guilt’ (= kesalahan) dan ‘pollution’ (= polusi).
Perhatikan juga kata-kata ‘segala kejahatan’. Ini mencakup juga dosa yang dilakukan berulang-ulang, dosa yang disengaja, dan dosa yang bagaimanapun besarnya. Asal seseorang betul-betul percaya kepada Kristus dan mengakui dosanya dengan sungguh-sungguh, tidak ada dosa yang tidak diampuni!
c) Dasar / jaminan pengampunan dosa.
Ay 9: ‘Ia adalah setia dan adil’.
NIV: ‘faithful and just’ (= setia dan adil / benar).
NASB: ‘faithful and righteous’ (= setia dan benar).
Mengapa pengampunan dosa ini didasarkan pada keadilan / kebenaran Allah? Karena adanya penebusan Kristus dan janji Tuhan akan pengampunan dalam Kristus.
Calvin’s Editor: “Forgiveness is thus an act of justice, then, not to us, but to Christ, who made an atonement for sins” (= Jadi pengampunan merupakan tindakan keadilan, bukan terhadap kita tetapi terhadap Kristus, yang telah membuat penebusan untuk dosa) - hal 168.
Kalau dosa yang sudah dibayar oleh Kristus itu tidak diampuni, maka Allah tidak adil / benar. Juga kalau Ia tidak mengampuni dosa sesuai dengan apa yang Ia janjikan, Ia tidak benar. Semua ini tak mungkin terjadi pada diri Allah, dan karenanya ini merupakan jaminan pengampunan dosa.
4) Kesimpulan ay 8-10.
Charles Haddon Spurgeon: “Nothing is more deadly than self-righteousness, or more hopeful than contrition” (= Tidak ada yang lebih mematikan dari pada sikap / anggapan yang membenarkan diri sendiri, atau lebih berpengharapan dari pada perasaan sedih karena kesadaran akan dosa) - ‘Morning and Evening’, September 29, morning.
Ada seseorang yang berkata:
“There is more hope for a self-convicted sinner than there is for a self-conceited saint” (= Ada lebih banyak harapan untuk orang berdosa yang sadar akan dosanya sendiri dari pada untuk orang kudus / suci yang menipu dirinya sendiri) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotation’, hal 345.
Bandingkan dengan Luk 18:9-14 (perumpamaan Yesus tentang 2 orang yang berdoa di Bait Allah).
Herschel H. Hobbs: “These verses teach that there can be no fellowship with God or with each other, unless we recognize that we are sinners, and we confess our sins” (= Ayat-ayat ini mengajarkan bahwa tidak bisa ada persekutuan dengan Allah atau satu dengan yang lain, kecuali kita mengakui bahwa kita adalah orang berdosa, dan kita mengakui dosa-dosa kita) - hal 34.
Apakah saudara sungguh-sungguh berusaha untuk hidup / berjalan dalam terang? Memang kita tidak akan berhasil mencapai kesucian yang sempurna, tetapi darah Kristus selalu tersedia untuk membasuh segala dosa kita. Karena itu selalulah datang dengan rendah hati kepada Tuhan untuk mengaku dosa. melalui semua ini, kita akan mendapat persekutuan dengan Allah dan sesama.
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali