(Jl.
Dinoyo 19b, lantai 3)
Jum’at,
tanggal 30 Januari 2009, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
I
Timotius 4:1-16 (5)
1Tim 4:15-16 - “(15) Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di
dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang. (16) Awasilah dirimu
sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan
berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang
mendengar engkau”.
Ay 15: “Perhatikanlah
semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang”.
1)
“Perhatikanlah
semuanya itu”.
KJV:
‘Meditate upon these things’ (= Renungkanlah hal-hal ini).
RSV:
‘Practice these duties’ (= Praktekkanlah kewajiban-kewajiban ini.).
NIV:
‘Be
diligent in these matters’ (= Rajinlah dalam hal-hal ini).
NASB:
‘Take
pains with these things’ (= Berusahalah sekeras-kerasnya dengan hal-hal ini).
Pulpit
Commentary: “Be diligent, etc. (auta meleta).
Give all your attention and care and study to these things. It is just the
contrary to me amelei in ver.
14” [= Rajinlah, dan sebagainya. (AUTA MELETA). Berikanlah semua perhatian
dan penyelidikan pada hal-hal ini. Ini persis berlawanan dengan ME AMELEI dalam
ay 14].
Ay 14:
“Jangan lalai (ME
AMELEI) dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan
kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua”.
Bible
Knowledge Commentary: “Here
is the positive side of Paul’s negative (‘do not neglect...’) exhortation
of verse 14. The command be diligent (meleta,
from meletao, ‘give careful thought to’) is the converse
of the command in the previous verse (amelei,
from ameleo, ‘give
no thought to’). Timothy was to give his careful attention to Paul’s
instructions” [= Di sini ada sisi positif dari nasehat negatif Paulus
dalam ay 14 (‘jangan lalai ...’). Perintah untuk rajin (MELETA, dari
MELETAO, ‘berikanlah pemikiran yang hati-hati pada’) adalah lawan dari
perintah dalam ayat sebelumnya (AMELEI, dari AMELEO, ‘jangan berikan pemikiran
pada’). Timotius harus memberikan perhatiannya yang teliti pada
instruksi-instruksi Paulus].
Vincent:
“‘Meditate.’
(meleta). Only here and Acts 4:25
(citation). Often in Greek and Roman Classical authors and the Septuagint. Most
translators reject the the King James Version’s ‘meditate,’ and substitute
‘be diligent in, or practice, or take care for.’ ‘Meditate,’ however, is
legitimate, although found in Greek and Roman Classical authors. The word
commonly appears in one of the other senses. The connection between the
different meanings is apparent. ‘Exercise or practice’ applied to the mind
becomes ‘thinking or meditation.’” [= ‘Renungkanlah’ (MELETA).
Hanya di sini dan Kis 4:25 (kutipan). Sering dalam pengarang-pengarang Yunani
dan Romawi klasik, dan dalam Septuaginta. Kebanyakan penterjemah menolak kata
‘renungkanlah’ dalam KJV, dan menggantikannya dengan ‘rajinlah dalam’,
atau ‘praktekkanlah’, atau ‘berawas-awaslah untuk’. Tetapi kata
‘renungkanlah’ merupakan terjemahan yang sah, sekalipun ditemukan dalam
pengarang-pengarang Yunani dan Romawi klasik. Kata itu pada umumnya muncul dalam
salah satu dari arti-arti yang lain. Hubungan antara arti-arti yang berbeda itu
jelas. ‘Penggunaan atau praktek’ yang diterapkan pada pikiran menjadi
‘pemikiran atau perenungan’].
Kis
4:25-26 - “(25) Dan oleh Roh Kudus dengan perantaraan hambaMu Daud, bapa
kami, Engkau telah berfirman: Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku
bangsa mereka-reka (Yunani:
EMELETESAN) perkara yang sia-sia? (26) Raja-raja dunia bersiap-siap dan para
pembesar berkumpul untuk melawan Tuhan dan Yang DiurapiNya”. (bdk.
Maz 2:1-2).
Ini
menunjukkan bahwa orang-orang yang anti Kristen ini memikirkan dan mengusahakan
mati-matian untuk melawan kekristenan / Allah sendiri / Yesus. Karena itu, kalau
kita tidak mati-matian dalam memikirkan dan berusaha mati-matian dalam
mempertahankan / membela dan memajukan kekristenan, apa yang kira-kira akan
terjadi?
A.
T. Robertson menambahkan bahwa kata ini merupakan ‘present
imperative’ (= kata perintah bentuk present), yang menunjukkan bahwa ini
merupakan perintah yang harus dilakukan terus menerus.
2)
“hiduplah
di dalamnya”.
KJV:
‘give thyself wholly to them’ (= berikan dirimu sendiri sepenuhnya
pada hal-hal itu).
RSV:
‘devote yourself to them’ (= baktikanlah dirimu sendiri pada hal-hal
itu).
NIV:
‘give
yourself wholly to them’ (= berikan dirimu sendiri sepenuhnya pada hal-hal itu).
NASB:
‘be
absorbed in them’ (= hendaklah engkau diserap / asyik dalam hal-hal itu).
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“‘Meditate’
carried the idea of ‘be in them, give yourself totally to them.’ Timothy’s
spiritual life and ministry were to be the absorbing, controlling things in his
life, not merely sidelines that he occasionally practiced. There can be no real
pioneer advance in one’s ministry without total dedication to the task. ‘No
man can serve two masters’ (Matt 6:24)” [= Kata ‘renungkanlah’
membawa gagasan ‘beradalah dalam hal-hal itu, berikanlah / serahkanlah dirimu
sendiri secara total pada hal-hal itu’. Kehidupan rohani dan pelayanan
Timotius harus menjadi hal-hal yang menyerap / mengasyikkan, dan mengontrol /
menguasai dalam kehidupannya, bukan semata-mata sambilan yang ia kadang-kadang
praktekkan. Tidak bisa ada kemajuan perintisan yang sungguh-sungguh dalam
pelayanan seseorang tanpa dedikasi total pada tugas itu. ‘Tak seorangpun bisa
mengabdi kepada dua tuan’ (Mat 6:24)].
Pulpit
Commentary: “Give thyself wholly to them (en
toutois isthi);
literally, ‘be in these things;’ i.e. be wholly and always occupied with
them” [= Berikanlah / serahkanlah
dirimu sepenuhnya pada hal-hal itu (EN TOUTOIS ISTHI); secara hurufiah,
‘beradalah dalam hal-hal itu’; yaitu sepenuhnya dan selalu disibukkan dengan
hal-hal itu].
Catatan: jangan extrimkan ini sehingga menyalahkan
seorang pendeta kalau ia mengambil waktu untuk beristirahat atau santai.
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“While
I do not want to sound critical, I must confess that I am disturbed by the fact
that too many pastors and Christian workers divide their time and interest
between the church and some sideline. It may be real estate, trips to the Holy
Land, politics, civic duties, even denominational service. Their own spiritual
lives suffer, and their churches suffer, because these men are not devoting
themselves wholly to their ministry” (= Sementara saya tidak ingin
kedengaran kritis, saya harus mengakui bahwa saya terganggu oleh fakta bahwa
terlalu banyak pendeta-pendeta dan pekerja-pekerja Kristen membagi waktu dan
perhatian mereka antara gereja dan sambilan yang lain. Itu bisa merupakan real
estate, perjalanan ke Tanah Suci, politik, kewajiban-kewajiban umum / warga
negara, dan bahkan pelayanan denominasi. Kehidupan rohani mereka sendiri
menderita, dan gereja-gereja mereka menderita, karena orang-orang ini tidak
membaktikan diri mereka sepenuhnya pada pelayanan mereka).
Penjelasan:
·
kata ‘real estate’ bisa menunjuk pada tanah atau kekayaan.
·
saya tak yakin bahwa ia menyalahkan pendeta yang pergi ke Israel. Mungkin
yang ia maksudkan kalau pendeta itu terus-menerus melakukan hal itu, atau memang
bekerja mengurus hal itu.
·
politik. Bandingkan dengan adanya ‘hamba-hamba Tuhan’ yang jadi caleg.
Bandingkan juga dengan
kata-kata seseorang: “If
God calls you to be a preacher, do not stoop down to be a king” (= Jika
Allah memanggilmu untuk menjadi seorang pengkhotbah, jangan merendahkan diri
dengan menjadi seorang raja).
·
kewajiban umum / warga negara, misalnya urusan RT / RW, baik arisan,
rapat, pertemuan, perayaan apapun. Mungkin bukan berarti sama sekali tak boleh
ambil bagian dalam hal-hal itu, tetapi jelas bahwa ia tidak boleh disibukkan
oleh hal-hal itu sehingga mengganggu pelayanannya.
·
pelayanan denominasi. Mungkin yang dimaksudkan adalah terlalu banyak
berurusan dengan organisasi gereja, seperti urusan sinode, dan sebagainya. Pada
satu sisi, jelas harus ada pendeta yang mau mengurusi hal-hal ini, tetapi pada
sisi yang lain, kalau seorang pendeta menggunakan terlalu banyak waktu, tenaga
dan pikirannya untuk hal-hal ini, maka itu akan mengganggu pelayanannya dan
gerejanya.
Barnes’ Notes:
“‘Give
thyself wholly to them.’ Greek ‘Be in them’ ... The meaning is plain. He
was to devote his life wholly to this work. He was to have no other grand aim of
living. His time, attention, talents, were to be absorbed in the proper duties
of the work. He was not to make that subordinate and tributary to any other
purpose, nor was he to allow any other object to interfere with the appropriate
duties of that office. He was not to live for money, fame, or pleasure; not
to devote his time to the pursuits of literature or science
for their own sakes; not to seek the reputation of an elegant or profound
scholar; not to aim to be distinguished merely as an accomplished gentleman, or
as a skillful farmer, teacher, or author. ... It may be remarked here that no
man will ever make much of himself, or accomplish much in any profession,
who does not make this the rule of his life. He who has one great purpose of
life to which he patiently and steadily devotes himself, and to which he makes
everything else bend, will uniformly rise to high respectability, if not to
eminence. He who does not do this can expect to accomplish nothing” (=
‘Berikanlah / serahkanlah dirimu sepenuhnya pada hal-hal itu’. Yunani:
‘Beradalah dalam hal-hal itu’. ... Artinya jelas. Ia harus membaktikan
hidupnya sepenuhnya pada pekerjaan ini. Ia tidak boleh mempunyai tujuan hidup
yang besar yang lain. Waktunya, perhatiannya, talentanya, harus diserap /
diasyikkan dalam kewajiban-kewajiban yang benar dari pekerjaannya. Ia tidak
boleh membuat pekerjaannya itu sebagai lebih rendah dan tunduk pada tujuan lain
apapun, dan juga ia tak boleh mengijinkan
obyek lain apapun mencampuri kewajiban-kewajiban yang tepat dari jabatan itu.
Ia tak boleh hidup untuk uang, kemashyuran, atau kesenangan; tidak boleh
membaktikan waktunya untuk mengejar literatur atau ilmu pengetahuan demi hal-hal
itu sendiri; tidak boleh mengusahakan reputasi dari seorang terpelajar yang
bagus dan mendalam; tidak boleh bertujuan untuk menjadi terkenal / terkemuka
semata-mata sebagai seorang laki-laki yang sukses, atau sebagai seorang petani,
guru / pengajar, atau pengarang yang ahli. ... Perlu diperhatikan di sini bahwa
tidak ada orang yang akan membuat dirinya menonjol, atau mencapai banyak dalam
pekerjaan apapun, jika ia tidak menjadikan hal ini peraturan hidupnya. Ia yang
mempunyai satu tujuan hidup yang besar, pada mana ia dengan sabar dan teguh /
tetap membaktikan dirinya, dan kemana ia membengkokkan segala sesuatu yang lain,
akan sama-sama makin dihormati, dan bahkan termashyur. Ia yang tidak melakukan
hal ini tidak bisa mengharapkan untuk mencapai apapun).
Perhatikan
bahwa kalau seseorang membaktikan diri seperti itu, itu bisa membuat dia
terkenal / menonjol / mempunyai reputasi. Tetapi ini tidak boleh menjadi
tujuannya dalam membaktikan diri! Orang yang bertujuan untuk membuat dirinya
menjadi terkenal adalah orang yang ambisius, dan ia bukan ingin memulikana
Kristus tetapi dirinya sendiri!
Adam
Clarke: “‘Give
thyself wholly to them.’ En toutois
isthi. Be thou in these things. Horace has a similar expression: Omnis
in hoc sum. ‘I am absorbed in this.’ Occupy thyself wholly with them;
make them not only thy chief but thy sole concern. Thou art called to save thy
own soul, and the souls of them that hear thee; and God has given thee the
divine gifts for this and no other purpose. To this let all thy reading and
study be directed; this is thy great business, and thou must perform it as the
servant and steward of the Lord. Bengel has a good saying on this verse, which I
will quote: ... ‘He who is
wholly in these things will be little in worldly company, in foreign studies, in
collecting books, shells, and coins, in which many ministers consume a principal
part of their life.’ Such persons are worthy of the deepest reprehension,
unless all these studies, collections, etc., be formed with the express view of
illustrating the sacred records; and to such awful drudgery few Christian
ministers are called. Many, when they have made such collections, seem to know
nothing of their use; they only see them and show them, but can never bring them
to their assistance in the work of the ministry. These should be prayed for and
pitied” (= ‘Berikanlah / serahkanlah dirimu sepenuhnya pada hal-hal
ini’. En toutois isthi.
‘Hendaklah kamu ada dalam hal-hal ini’. Horace mempunyai pernyataan yang
serupa: Omnis in hoc sum. ‘Aku
diserap / asyik dalam hal ini’. Isilah
/ sibukkanlah dirimu sepenuhnya dengan hal-hal ini; buatlah hal-hal ini
bukan hanya perhatian / urusanmu yang terutama tetapi satu-satunya perhatian /
urusanmu. Kamu dipanggil untuk menyelamatkan jiwamu sendiri, dan jiwa-jiwa
dari mereka yang mendengarmu; dan Allah telah memberimu karunia-karunia ilahi
untuk ini dan bukan untuk tujuan yang lain. Hendaklah semua pembacaanmu dan
studymu diarahkan pada hal ini; ini adalah kesibukan agungmu, dan kamu harus
melaksanakannya sebagai pelayan dan pengurus dari Tuhan. Bengel mempunyai
kata-kata yang bagus tentang ayat ini, yang akan saya kutip: ... ‘Ia yang
berada sepenuhnya dalam hal-hal ini, akan sedikit dalam teman-teman duniawi,
dalam pelajaran asing, dalam pengumpulan buku-buku, kerang, dan mata uang, dalam
mana banyak pendeta menggunakan bagian utama dari kehidupan mereka’.
Orang-orang seperti itu layak mendapat celaan yang terdalam, kecuali semua
pelajaran-pelajaran, pengumpulan-pengumpulan dsb ini dibentuk dengan pandangan
yang jelas untuk menjelaskan catatan kudus; dan sedikit pelayan / pendeta
Kristen dipanggil pada pekerjaan yang sangat membosankan seperti itu. Banyak,
pada waktu mereka telah membuat koleksi-koleksi seperti itu, kelihatannya tidak
tahu apapun tentang penggunaan hal-hal itu; mereka hanya melihat dan memamerkan
hal-hal itu, tetapi tidak pernah bisa membawa hal-hal itu untuk membantu mereka
dalam pekerjaan pelayanan mereka. Orang-orang seperti ini harus didoakan dan
dikasihani).
Calvin
mengatakan bahwa makin besar kesukaran dalam melaksanakan pelayanan Gereja
dengan setia, makin seorang pendeta harus menggunakan dirinya sendiri dengan
sungguh-sungguh, dan dengan seluruh kekuatannya, dan dengan ketekunan.
A.
T. Robertson menambahkan bahwa perintah ini ada dalam bentuk ‘present
imperative’ (= kata perintah bentuk present), yang menunjukkan bahwa
perintah ini harus dilakukan terus menerus.
3)
“supaya
kemajuanmu nyata kepada semua orang”.
Kata
‘kemajuan’ oleh KJV diterjemahkan
‘profiting’ (= keuntungan /
manfaat); tetapi oleh RSV/NIV/NASB diterjemahkan ‘progress’
(= kemajuan), seperti dalam Kitab Suci Indonesia.
Calvin
mengatakan bahwa ada penafsir-penafsir yang menerapkan kata ‘kemajuan’ ini
kepada diri Timotius sendiri, tetapi ia sendiri menerapkannya pada pelayanan
Timotius. Sebaliknya, penafsir di bawah ini menerapkannya kepada diri Timotius.
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“The
Word profiting (‘Progress,’ NIV) is a Greek military term; it means
‘pioneer advance.’ It describes the soldiers who go ahead of the troops,
clear away the obstacles, and make it possible for others to follow. As a
godly pastor, Timothy was to grow spiritually so that the whole church could see
his spiritual progress and imitate it. No pastor can lead his people where he
has not been himself. ... The pastor (or church member) who is not
growing is actually going backward, for it is impossible to stand still in the
Christian life. In his living, teaching, preaching, and leading, the
minister must give evidence of spiritual growth. But what are factors that make
spiritual progress possible? Emphasize God’s Word (v. 13). ... A growing
minister (or church member) must be a student of the Word” [= Kata
‘profiting’ / keuntungan / manfaat (NIV: ‘progress’ / kemajuan) dalam
bahasa Yunani merupakan istilah militer; itu berarti ‘kemajuan pelopor’. Itu
menggambarkan tentara-tentara yang maju di depan kelompoknya, membersihkan
halangan-halangan, dan membuat mungkin bagi yang lain untuk mengikuti. Sebagai
seorang pendeta yang saleh, Timotius harus bertumbuh secara rohani sehingga
seluruh gereja bisa melihat kemajuan rohaninya dan menirunya. Tak ada pendeta
bisa membimbing umatnya ke tempat dimana ia sendiri tak pernah ada. ... Pendeta
(atau anggota gereja) yang tidak bertumbuh sesungguhnya sedang mundur, karena
tidak mungkin untuk berdiri diam dalam kehidupan Kristen. Dalam kehidupannya,
pengajarannya, dan pembimbingannya, pendeta harus memberi bukti dari pertumbuhan
rohaninya. Tetapi apa faktor-faktor yang membuat mungkin terjadinya pertumbuhan
rohani? Tekankanlah Firman Allah (ay 13). ... Seorang pendeta (atau anggota
gereja) yang bertumbuh harus merupakan seorang pelajar dari Firman].
Ay 16: “Awasilah
dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena
dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang
mendengar engkau”.
1)
“Awasilah
dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu”.
A.
T. Robertson: “‘Take
heed to thyself.’ ... Present active imperative of an old verb epechoo,
... ‘Keep on paying attention to thyself.’ Some young preachers are careless
about their health and habits. Some are too finical” (= ‘Perhatikanlah
dirimu sendiri’. ... Kata perintah bentuk present dan aktif dari suatu kata
kerja kuno EPECHOO, ... ‘Teruslah memberi perhatian kepada dirimu sendiri’.
Sebagian pengkhotbah-pengkhotbah muda ceroboh tentang kesehatan dan kebiasaan
mereka. Sebagian lagi terlalu cerewet / rewel / suka pilih-pilih).
Catatan: sekalipun saya setuju bahwa
seorang pendeta, dan bahkan semua orang Kristen, harus memperhatikan
kesehatannya, tetapi menurut saya kata-kata ‘awasilah dirimu sendiri’ di sini mengarah pada hal rohani,
bukan jasmani.
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“Examine
your own heart in the light of the Word of God. Note that Paul put ‘thyself’
ahead of ‘the doctrine.’ Paul had given this same warning to the Ephesian
elders in his farewell message: ‘Take heed therefore unto yourselves’ (Acts
20:28). A servant of God can be so busy helping others that he neglects himself
and his own spiritual walk” [= Periksalah hatimu sendiri dalam terang dari
Firman Allah. Perhatikan bahwa Paulus meletakkan ‘dirimu sendiri’ di depan
‘ajaran’. Paulus telah memberikan peringatan yang sama seperti ini kepada
tua-tua Efesus dalam pesan perpisahannya: ‘Karena itu jagalah dirimu’ (Kis
20:28). Seorang pelayan Allah bisa begitu sibuk menolong orang-orang lain
sehingga ia mengabaikan dirinya sendiri dan perjalanan rohaninya sendiri].
Kis
20:28 - “Karena
itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang
ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang
diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri”.
Catatan: kata ‘Anak’ yang saya coret
itu seharusnya tidak ada.
The
Biblical Illustrator (New Testament): “In
counselling his friend and follower as to the best method of doing good in the
sphere of duty allotted to him, the apostle seems here to lay the chief stress,
not on doctrine or teaching, but on life or conduct. ‘Take heed,’ is his
admonition, not first to what you teach, and then to what you are; not primarily
to your verbal instructions, and then to the spirit of your own character and
life, but first ‘to thyself’ and then ‘to the doctrine.’ For it is
nothing less than the broad principle that, in order to do good, the first and
great effort must be to be good, - that extent and accuracy of religious
knowledge, however important, are secondary, as a means of influence, to the
moral discipline and culture of our own heart and life. ... The experience of
mankind in all ages has shown how possible it is for a man to draw fine
fancy-pictures of the beauty of virtue amidst a life that is sadly unfamiliar
with her presence, to utter pathetic harangues on charity with a heart of utter
selfishness, and to declaim on purity and self-denial, whilst living in sloth
and luxurious self-indulgence. The truth of God may thus be studied as a mere
intellectual exercise, and preached as a feat of rhetorical address, whilst yet
the premises of the preacher’s high argument are utterly foreign to his own
godless experience. Like a sick physician, the preacher may prescribe, perhaps
successfully, to others for the disease of which himself is dying. We fall back
with not less confidence on the assertion, that an experimental acquaintance
with Divine truth - deep religious earnestness, is the first and grand
qualification in the teacher, incomparably the most powerful means of
usefulness, and the surest pledge of success. To be duly effective, truth must
not merely fall from the lip, but breathe forth from the life; ... In one word -
and this is the principle which I wish now to illustrate - the first
qualification of the religious instructor is, not knowledge, but piety” (=
Dalam menasehati teman-teman dan pengikut-pengikutnya berkenaan dengan metode
yang terbaik untuk melakukan yang baik dalam ruang lingkup kewajiban yang
dibagikan kepadanya, sang rasul di sini kelihatannya meletakkan penekanan utama,
bukan pada doktrin atau pengajaran, tetapi pada kehidupan atau tingkah laku.
‘Perhatikanlah / awasilah’ adalah nasehatnya, pertama-tama bukan pada apa
yang kamu ajarkan, dan lalu pada apa adanya dirimu; bukan terutama pada ajaran
lisanmu, dan lalu pada roh / semangat dari karakter dan kehidupanmu sendiri,
tetapi pertama-tama ‘dirimu’ dan lalu ‘ajaranmu’. Karena merupakan suatu
prinsip yang besar bahwa, supaya bisa melakukan yang baik, usaha yang pertama
dan besar haruslah untuk menjadi baik, - tingkat dan ketepatan dari pengetahuan
agamawi itu, bagaimanapun pentingnya, merupakan hal yang sekunder, sebagai cara
/ jalan untuk mempengaruhi, dibandingkan dengan disiplin moral dan pemeliharaan
dari hati dan kehidupanmu sendiri. ... Pengalaman umat manusia dalam semua jaman
telah menunjukkan bahwa adalah mungkin bagi seseorang untuk menggambar gambaran
khayalan yang indah dari keindahan dari sifat baik di tengah-tengah suatu
kehidupan yang secara menyedihkan tidak akrab dengan kehadiran dari sifat baik
itu, untuk mengucapkan pidato yang menyedihkan tentang kasih dengan suatu hati
yang egois sepenuhnya, dan untuk mendeklamasikan tentang kemurnian dan
penyangkalan diri, sementara ia hidup dalam kemalasan dan pemuasan nafsu /
keinginan yang mewah. Maka kebenaran Allah bisa dipelajari semata-mata sebagai
latihan intelektual, dan dikhotbahkan sebagai suatu prestasi dari suatu pidato
yang menggunakan kata-kata yang efektif, tetapi sementara itu dasar pemikiran /
alasan dari argumentasi yang tinggi dari sang pengkhotbah sama sekali asing bagi
pengalaman dirinya sendiri yang jahat / tidak saleh. Seperti seorang dokter yang
sakit, sang pengkhotbah bisa menuliskan resep, mungkin secara sukses, kepada
orang-orang lain bagi penyakit terhadap mana ia sendiri sedang sekarat. Kita
kembali dengan keyakinan yang tidak lebih sedikit pada penegasan, bahwa
perkenalan yang bersifat pengalaman dengan kebenaran ilahi - kesungguhan agamawi
yang dalam, adalah persyaratan pertama dan besar dalam sang pengajar, secara tak
terbandingkan merupakan cara / jalan yang paling kuat dari kebergunaan, dan
merupakan jaminan yang paling pasti dari kesuksesan. Untuk menjadi efektif
seperti seharusnya, kebenaran tidak boleh semata-mata jatuh dari bibir, tetapi
dihembuskan keluar dari kehidupan; ... Dalam satu kata - dan ini merupakan
prinsip yang saya ingin jelaskan sekarang - persyaratan pertama dari seorang
pengajar agamawi bukanlah pengetahuan, tetapi kesalehan).
Calvin memberikan
kata-kata yang harus dicamkan bersama-sama dengan kutipan di atas, sebagai
penyeimbang kutipan di atas.
Calvin:
“There are two things of which a good pastor
should be careful; to be diligent in teaching, and to keep himself pure. It is
not enough if he frame his life to all that is good and commendable, and guard
against giving a bad example, if he do not likewise add to a holy life continual
diligence in teaching; and, on the other hand, doctrine will be of little avail,
if there be not a corresponding goodness and holiness of life” (=
Ada dua hal tentang mana seorang pendeta yang baik harus berhati-hati; untuk
rajin dalam mengajar, dan untuk menjaga dirinya sendiri murni / suci. Tidak
cukup jika ia membentuk kehidupannya pada semua yang baik dan terpuji, dan
menjaga untuk tidak memberikan teladan buruk, jika ia tidak menambahkan juga
pada kehidupan kudus itu kerajinan yang terus menerus dalam pengajaran; dan,
pada sisi yang lain, doktrin akan sedikit gunanya, jika tidak ada kebaikan dan
kekudusan kehidupan yang sesuai dengannya).
Catatan: perhatikan bagian yang saya
garis-bawahi itu. Calvin justru membalik urut-urutan dari ayat tersebut di atas.
Jadi, jelas ia tidak menganggap bahwa urut-urutan itu sebagai sesuatu yang
mutlak!
Dengan menggabungkan
kedua kutipan di atas, saya memberikan hal-hal sebagai berikut sebagai
penyeimbang:
a) Kita tak boleh
beranggapan bahwa pengajar yang hidupnya saleh, tetapi ajarannya sesat, bisa
diterima sebagai pengajar. Ingat, tidak mungkin ada kesalehan yang sejati dalam
diri orang sesat. Kalau ia kelihatan saleh, itu pasti hanyalah kemunafikan.
b) Kita juga tidak
boleh menganggap bahwa seorang pengajar yang saleh, tetapi pengetahuannya
sedikit sekali atau tidak ada, atau yang tidak mempunyai karunia mengajar /
memberitakan Firman Tuhan, boleh dijadikan pengajar.
c) Paling-paling kita
bisa beranggapan seperti ini: kalau si A nilainya 6 untuk pengetahuan dan
kemampuan mengajar, tetapi 8 untuk kesalehan; sedangkan si B sebaliknya, maka
mungkin sekali si A akan lebih berguna dari si B dalam mengajar dalam gereja.
d)
Bagaimana kalau si A nilainya 3 untuk pengetahuan dan kemampuan mengajar,
tetapi 8 untuk kesalehan, sedangkan si B sebaliknya. Yang mana yang lebih pantas
menjadi pengajar? Menurut saya, kedua-duanya tidak!
e) Intinya, saya
menganggap bahwa sekalipun memungkinkan bahwa kesalehan lebih penting
dari ajaran / pengetahuan, tetapi ke-lebih-penting-annya tidak berbeda banyak.
Bahwa seseorang tetap bisa mendapat manfaat dari orang-orang yang ajarannya
benar tetapi hidupnya tidak benar, terlihat dari Mat 23:1-3 - “(1) Maka
berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-muridNya, kataNya: (2)
‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. (3) Sebab
itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi
janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya
tetapi tidak melakukannya”.
Catatan: ahli-ahli Taurat itu harus
didengarkan hanya kalau ajarannya benar, tidak sesat.
2)
“Bertekunlah
dalam semuanya itu”.
Pulpit
Commentary: “‘Continue in these things’ ...
The things which he was to ‘take heed to’ were his own conduct and example
... and the doctrine which he preached; and in a steady continuance in these
things - faithful living and faithful teaching - he would save both himself and
his hearers” (= ‘Teruslah dalam
hal-hal ini’ ... Hal-hal yang harus ia perhatikan adalah tingkah lakunya
sendiri dan teladannya ... dan ajaran yang ia khotbahkan; dan secara terus
menerus dalam hal-hal ini - kehidupan yang setia dan pengajaran yang setia - ia
akan menyelamatkan baik dirinya sendiri maupun kehidupan para pendengarnya).
3)
“karena
dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang
mendengar engkau”.
Barnes’ Notes:
“‘For
in doing this thou shalt both save thyself.’ By holding of the truth, and by
the faithful performance of your duties, you will secure the salvation of the
soul. We are not to suppose that the apostle meant to teach that this would be
the meritorious cause of his salvation, but that these faithful labors would be
regarded as an evidence of piety, and would be accepted as such. It is
equivalent to saying, that an unfaithful minister of the gospel cannot be saved;
one who faithfully performs all the duties of that office with a right spirit,
will be” (= ‘Karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan
dirimu’. Dengan memegang / mempercayai kebenaran, dan dengan pelaksanaan yang
setia dari kewajiban-kewajibanmu, engkau akan memastikan keselamatan jiwa. Kita
tidak boleh menganggap bahwa sang rasul bermaksud untuk mengajar bahwa ini akan
menjadi penyebab yang berjasa dari keselamatannya, tetapi bahwa jerih payah yang
setia ini akan dianggap sebagai bukti kesalehan, dan akan diterima seperti itu. Itu
sama dengan mengatakan bahwa seorang pelayan injil yang tidak setia tidak bisa
diselamatkan; orang yang melakukan dengan setia semua kewajiban-kewajiban
dari jabatan itu, akan diselamatkan).
William Hendriksen:
“To be sure, a man is saved by grace, through faith; not by works (Titus
3:3; cf. Eph. 2:6-8); yet, since holy living and sound teaching are a fruit of
faith, Paul is able to say that ‘by doing this’ Timothy will save himself
and his hearers” [= Jelas, seseorang diselamatkan oleh kasih karunia,
melalui iman, bukan oleh perbuatan baik (Tit 3:3; bdk. Ef 2:8-9); tetapi, karena
kehidupan kudus dan pengajaran yang sehat merupakan buah dari iman, Paulus bisa
mengatakan bahwa ‘dengan melakukan ini’ Timotius akan menyelamatkan dirinya
sendiri dan para pendengarnya] - hal 160.
Catatan:
saya kira Tit 3:3 itu salah cetak; mungkin seharusnya Tit 3:5,7.
Bible
Knowledge Commentary: “Ultimately
only God can save, of course; yet in a secondary sense the New Testament speaks
of a person ‘saving’ himself (Phil 2:12) and others (James 5:19-20; Jude
23). Paul’s words are a pointed reminder of the awesome burden of
responsibility that congregational leaders carry” [= Pada ujung terakhir
tentu saja hanya Allah yang bisa menyelamatkan; tetapi dalam arti sekunder
Perjanjian Baru berbicara tentang seseorang yang menyelamatkan dirinya sendiri
(Fil 2:12) dan orang-orang lain (Yak 5:19-20; Yudas 23). Kata-kata Paulus
merupakan suatu pengingat yang tajam dari beban tanggung jawab yang menakutkan
yang dibawa oleh pemimpin-pemimpin jemaat].
Fil 2:12
- “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah
kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku
masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir”.
Yak 5:19-20
- “(19) Saudara-saudaraku, jika ada di antara kamu yang menyimpang dari
kebenaran dan ada seorang yang membuat dia berbalik, (20) ketahuilah, bahwa
barangsiapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan
menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa”.
Yudas
23a - “selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api”.
Calvin:
“Nor ought they to think it strange that Paul ascribes to Timothy the
work of saving the Church; for, certainly, all that is gained to God is saved,
and it is by the preaching of the gospel that we are gathered to Christ. And
as the unfaithfulness or carelessness of the pastor is ruinous to the Church, so
the cause of salvation is justly ascribed to his faithfulness and diligence”
(= Juga kita tidak boleh menganggap aneh bahwa Paulus menganggap pekerjaan
penyelamatan Gereja berasal dari Timotius; karena jelas bahwa semua yang
diperoleh bagi Allah diselamatkan, dan oleh pemberitaan Injillah kita
dikumpulkan kepada Kristus. Dan sebagaimana ketidak-setiaan atau kecerobohan
dari pendeta menghancurkan Gereja, demikian juga penyebab keselamatan secara
benar dianggap berasal dari kesetiaan dan kerajinannya).
Calvin:
“Our salvation is, therefore, the gift of God
alone, because from him alone it proceeds, and by his power alone it is
performed; and therefore, to him alone, as the author, it must be ascribed. But
the ministry of men is not on that account excluded, ... Moreover, this is
altogether the work of God, because it is he who forms good pastors, and guides
them by his Spirit, and blesses their labor, that it may not be ineffectual”
(= Karena itu, keselamatan kita hanyalah merupakan anugerah Allah saja, karena
dari Dia sajalah keselamatan itu keluar, dan oleh kuasaNya saja itu dilakukan;
dan karena itu, keselamatan itu harus dianggap berasal dari Dia saja, sebagai
penciptanya. Tetapi hal itu tidak menyebabkan pelayanan manusia dikeluarkan /
ditiadakan, ... Lebih lagi, ini seluruhnya merupakan pekerjaan Allah, karena
Dialah yang membentuk pendeta-pendeta yang baik / bagus, dan membimbing mereka
oleh RohNya, dan memberkati jerih payah mereka, sehingga jerih payah mereka
berhasil).
Calvin:
“If thus a good pastor is the salvation of
his hearers, let bad and careless men know that their destruction must be
ascribed to those who have the charge of them;
for, as the salvation of the flock is the crown of the pastor, so from careless
pastors all that perishes will be required” (= Jadi, jika
seorang pendeta yang baik / bagus adalah keselamatan dari para pendengarnya,
hendaklah orang-orang jahat dan ceroboh mengetahui bahwa kehancuran mereka harus
dianggap berasal dari mereka yang memerintah / bertanggung jawab atas mereka;
karena sebagaimana keselamatan dari kawanan domba adalah mahkota dari pendeta,
demikian juga dari pendeta-pendeta yang ceroboh semua yang binasa akan dituntut).
Bdk. Yeh 33:8 - “Kalau
Aku berfirman kepada orang jahat: Hai orang jahat, engkau pasti mati! - dan
engkau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu supaya
bertobat dari hidupnya, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku
akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
Karena itu, seorang
kristen tidak boleh pergi ke seadanya gereja dan tidak boleh menyerahkan dirinya
untuk dibimbing dan diajar oleh seadanya pendeta / pengkhotbah! Bagus / baik
atau buruknya pendeta / gereja itu menentukan keselamatannya!
-o0o-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali