Khotbah Eksposisi

1 Petrus 4:1-6(1)

Pdt. Budi Asali, M.Div.

 

Ay 1: “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, - karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa -,.

 

1)         Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani.

 

KJV: ‘Forasmuch then as Christ hath suffered for us in the flesh, arm yourselves likewise with the same mind: for he that hath suffered in the flesh hath ceased from sin’ (= Melihat bahwa Kristus telah menderita untuk kita dalam daging, persenjatailah dirimu sendiri juga dengan pikiran yang sama: karena ia yang telah menderita dalam daging, telah berhenti dari dosa).

NIV: ‘Therefore, since Christ suffered in his body, arm yourselves also with the same attitude, because he who has suffered in his body is done with sin’ (= Karena itu, karena Kristus menderita dalam tubuhNya, persenjatailah dirimu sendiri dengan sikap yang sama, karena ia yang telah menderita dalam tubuhnya sudah selesai dengan dosa).

Catatan:

·         Untuk bagian yang saya beri garis bawah ada manuscripts yang berbunyi ‘died’ (= telah mati) / ‘hath suffered death’ (= telah mengalami kematian).

·         Untuk bagian yang saya cetak miring:

¨       ada manuscripts yang mengatakan ‘for us’  (= untuk kami / kita).

¨       ada yang mengatakan ‘for you’ (= untukmu).

¨       ada yang menghapus total kata-kata ini (seperti KS Indonesia, RSV, NASB, NIV).

Alan M. Stibbs (Tyndale): “there is quite strong evidence to support the retention of the words ‘for us.’” (= ada bukti yang cukup kuat untuk mendukung dipertahankannya kata-kata ‘for us’ / ‘untuk kita’) - hal 148.

Tetapi Bruce Metzger (hal 604) tidak setuju bahwa kata-kata ini merupakan bagian yang orisinil, dengan alasan:

*        manuscripts yang terbaik tak mempunyainya.

*        kalau kata-kata itu orisinil, tidak ada alasan mengapa banyak manuscripts membuang / mengubahnya.

 

Calvin mengatakan bahwa ada 2 hal dalam mana orang kristen harus serupa dengan Kristus, yaitu:

a)   Dalam menderita, dicela, dan sebagainya (ay 1).

Fil 3:10 - “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya.

Yoh 15:20a - “Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu”.

Mat 10:25 - “Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya”.

b)   Dalam hidup yang kudus / mematikan daging / dosa (ay 2).

Ro 6:4 - “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.

 

Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan (hal 121 footnote) bahwa mulai 3:14-4:6 pokok pembicaraan adalah ‘menderita secara tidak adil’, atau ‘menderita demi kebenaran’. Pada 3:19 Petrus menyimpang dari pokok pembicaraan tersebut, dan sekarang pada 4:1 ia kembali pada pokok pembicaraan tersebut, dimana ia memerintahkan / menasehatkan kita untuk mau / rela menderita seperti Kristus, dan memikulnya dengan sabar.

 

Pada waktu kita diperlakukan secara tidak baik, apa maksudnya kalau kita harus sabar?

1.   Kalau kita langsung melampiaskan kemarahan / emosi kita misalnya dengan melengos, merengut, berbicara dengan sinis, membanting pintu / barang, membentak, memaki-maki, memukul dan sebagainya, itu jelas bukan sabar. Ini disebut sebagai sikap ‘aggressive’.

2.   Kalau kita marah tetapi menahan diri dengan memendam saja semua kemarahan itu, ini merupakan cara yang salah untuk bersabar. Mengapa? Karena kalau kesalahan terhadap kita itu dilakukan terus menerus, maka lambat atau cepat, apa yang dipendam itu akan meledak, dan pada saat itu terjadi, maka manifestasinya akan lebih buruk dari pada kalau kemarahan itu langsung dilampiaskan. Sikap ini disebut ‘non-assertive’ (to assert = menyatakan; non assertive = tidak menyatakan).

3.   Kalau kita langsung menyatakan ketidak-senangan kita, tetapi dengan cara baik-baik, maka itulah kesabaran / penguasaan diri yang benar. Sikap ini disebut ‘assertive’.

Di Indonesia jarang ada orang yang bisa melakukan sikap yang ketiga. Biasanya atau yang pertama atau yang kedua.

Dalam keluarga / persahabatan, kita harus mengijinkan dan bahkan mendorong orang untuk melakukan sikap ketiga ini. Dan ini jelas tidak akan terjadi, kalau kita tidak mau mendengar apa yang dikatakan orang itu kepada kita. Misalnya ia baru mau menjelaskan / menyatakan pandanganya, kita langsung menyela dengan kata-kata ‘tutup mulut!’, atau ‘sudah, aku tak mau dengar!’, atau ‘jangan membantah!’. Dengan melakukan hal seperti itu, maka lain kali orang itu akan makin segan untuk bersikap ‘assertive’.

 

2)         kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian.

 

a)   Persatuan dengan Kristus membuat kita harus membuang dosa.

Jay E. Adams mengatakan bahwa kata-kata ‘Jadi, karena’ pada awal ay 1, menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara text ini dengan text sebelumnya. Pada text sebelumnya (3:21-22), Petrus berbicara tentang baptisan. Baptisan mempersatukan orang percaya dengan Kristus, sehingga orang percaya diidentikkan dengan Kristus. Karena itu, kalau Kristus telah mati dalam daging (artinya bukan berhenti berbuat dosa’, tetapi tidak berbuat dosa’), demikian juga dengan orang percaya.

Bdk. ay 1: Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, - karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa.

 

Jay E. Adams: “If we have been identified with Christ by baptism, and Christ has suffered (died) in the flesh, so have we. Arming ourselves with that thought can help us to part ways with sin and strike out on new paths of righteousness for His Name’s sake” [= Jika kita telah dijadikan identik dengan Kristus oleh baptisan, dan Kristus telah menderita (mati) dalam daging, demikian juga kita. Dengan mempersenjatai diri kita sendiri dengan pemikiran itu bisa menolong kita untuk berpisah dengan dosa dan menempuh jalan kebenaran yang baru demi NamaNya] - hal 122.

Jay E. Adams: “While we live in the flesh, we need no longer follow the flesh” (= Sementara kita hidup dalam daging, kita tidak perlu mengikuti daging) - hal 124.

2Tim 2:19b - “‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.

 

b)  Penderitaan Kristus bagi kita menyebabkan kita harus membuang dosa.

Alexander Nisbet mengatakan bahwa penekanan bagian ini adalah supaya orang-orang percaya membuang perbudakan dari dosa. Alasan yang diberikan di sini adalah: karena Kristus telah menderita bagi kita. Ini harus menjadi senjata bagi kita dalam menghadapi pencobaan. Jadi, Kristus mati bagi kita bukan hanya untuk menyelamatkan kita, tetapi juga supaya kita maju dalam pengudusan.

Bandingkan dengan:

Ro 6:6 - “Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.

2Kor 5:15 - “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.

 

c)  Bagian ini juga menunjukkan bahwa pada saat orang Kristen menderita, matanya harus diarahkan kepada penderitaan Kristus.

Pulpit Commentary: “To gain the blessed fruit of suffering, the eye of the suffering Christian must be fixed upon the suffering Lord” (= Untuk mendapatkan buah yang diberkati dari penderitaan, mata dari orang Kristen yang menderita harus diarahkan dengan tetap kepada Tuhan yang menderita) - hal 177.

 

Ibr 12:2-4 - “(2) Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. (3) Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. (4) Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah”.

 

d)  Dari kata-kata ini, khususnya dari kata ‘mempersenjatai’, ada 2 hal yang bisa didapatkan:

1.   Ada pertempuran / peperangan yang harus dilakukan dalam membuang dosa.

Ini bukan merupakan hal yang mudah, alamiah, otomatis, dan sebagainya. Sebaliknya, kita harus bertempur / berjuang mati-matian untuk bisa membuang dosa.

2.   Pikiran (yang Alkitabiah) bisa digunakan sebagai senjata dalam pertempuran / peperangan itu. Bdk. Ef 6:17b - “... pedang Roh, yaitu firman Allah”.

 

3)   karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa.

Kata ‘barangsiapa’ ini salah; TB2-LAI menterjemahkan ‘siapa’ dan sama salahnya.

Penterjemahan ‘barangsiapa’ / ‘siapa’ ini memastikan bagian ini menunjuk kepada manusia secara umum, dan tidak mungkin menunjuk kepada Kristus. Padahal sebetulnya belum tentu demikian.

KJV: ‘for he that hath suffered in the flesh hath ceased from sin’ (= karena ia yang telah menderita dalam daging telah berhenti dari dosa).

 

Calvin dan Alexander Nisbet menolak kalau bagian ini dikatakan menunjuk kepada Kristus, dan menganggap bahwa bagian ini menunjuk secara umum kepada semua orang percaya. Dan Calvin menyamakan bagian ini dengan Ro 6:7 - “Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa”.

Tetapi Editor dari Calvin’s Commentary menganggap bahwa bagian ini menunjuk kepada Kristus, dan kata-kata ‘berhenti berbuat dosa’ ia artikan ‘tidak berdosa’.

 

Tetapi boleh dikatakan semua penafsir mengikuti jejak Calvin dengan menganggap bahwa anak kalimat ini menunjuk kepada orang percaya, bukan kepada Kristus.

 

Jay E. Adams: “he says Christ’s death means that He is done with sins (never again must He bear them to a cross and die for them). So too, he continues, you who have died (in Christ) have come to a parting of the ways with sin ... That is the message of verse 1” [= ia berkata kematian Kristus berarti bahwa Ia telah selesai dengan dosa (Ia tidak pernah harus memikulnya lagi pada kayu salib dan mati untuk mereka). Demikian juga, ia melanjutkan, kamu yang telah mati (dalam Kristus) telah sampai pada suatu perpisahan dengan dosa. ... Itu adalah pesan / berita dari ayat 1] - hal 122.

Matthew Henry: “The word ‘flesh’ in the former part of the verse signifies Christ’s human nature, but in the latter part it signifies man’s corrupt nature” (= Kata ‘daging’ dalam bagian permulaan dari ayat itu menunjukkan hakekat manusia dari Kristus, tetapi pada bagian yang belakangan itu menunjukkan hakekat dari manusia yang rusak / jahat).

Pulpit Commentary: “Some, again, understand this clause of Christ: but this seems a mistake. The apostle spoke first of the Master; now he turns to the disciple” (= lagi-lagi, sebagian orang menganggap anak kalimat ini berbicara tentang Kristus; tetapi ini kelihatannya merupakan suatu kesalahan. Sang rasul berbicara pertama-tama tentang Tuan / Gurunya; sekarang ia berpindah / berbelok kepada murid) - hal 170.

Barnes’ Notes: “To ‘suffer in the flesh’ is to die. The expression here has a proverbial aspect, and seems to have meant something like this: ‘when a man is dead, he will sin no more;’ referring of course to the present life. So if a Christian becomes dead in a moral sense - dead to this world, dead by being crucified with Christ ... he may be expected to cease from sin. The reasoning is based on the idea that there is such a union between Christ and the believer that his death on the cross secured the death of the believer to the world. Compare 2 Tim. 2:11; Col. 2:20; 3:3.” (= ‘Menderita dalam daging’ artinya mati. Ungkapan di sini mempunyai aspek pepatah, dan kelihatannya berarti seperti ini: ‘pada waktu seseorang mati, ia tidak akan berbuat dosa lagi’; tentu saja menunjuk pada kehidupan sekarang ini. Jadi, jika seorang Kristen menjadi mati dalam arti moral - mati terhadap dunia ini, mati dengan disalibkan dengan Kristus ... ia bisa diharapkan untuk berhenti dari dosa. Pemikirannya didasarkan pada gagasan bahwa ada suatu persatuan sedemikian rupa antara Kristus dengan orang percaya sehingga kematianNya pada kayu salib memastikan kematian dari orang percaya bagi dunia. Bandingkan 2Tim 2:11; Kol 2:20; 3:3).

 

2Tim 2:11 - “Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia”.

Kol 2:20 - “Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia”.

Kol 3:3 - “Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah”.

Bandingkan juga dengan Gal 2:20 - “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku”.

 

Wycliffe Bible Commentary: “He who has shared Christ’s cross no longer is alive to the pull of sin through the ordinary human desires, but is alive only to the pull of God’s will (Gal 6:14)” [= Ia yang telah ikut mengalami salib Kristus tidak lagi hidup bagi tarikan dari dosa melalui keinginan-keinginan manusia biasa, tetapi ia hidup hanya bagi tarikan dari kehendak Allah (Gal 6:14)].

Gal 6:14 - “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.

 

Ay 2: “supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.

 

1)   Pulpit Commentary mengatakan (hal 170) bahwa ay 2 ini berhubungan dengan ay 1a bukan dengan ay 1b. Jadi, ay 1b seakan-akan diletakkan dalam tanda kurung.

Ay 1-2: (1) Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, [- karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa -,] (2) supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah..

 

2)   Kata-kata ‘waktu yang sisa’ secara implicit menunjukkan waktu yang hanya tinggal sedikit, dan juga menunjukkan bahwa pembuangan dosa itu merupakan sesuatu yang mendesak, dan tidak boleh ditunda-tunda.

 

3)   Mortification dan Vivification.

 

a)   Keinginan manusia dan kehendak Allah.

 

1.   Kata-kata ‘keinginan manusia’ oleh KJV diterjemahkan ‘the lusts of men’ (= nafsu-nafsu manusia).

Matthew Henry: “The lusts of men are the springs of all their wickedness, James 1:13-14. Let occasional temptations be what they will, they could not prevail, were it not for men’s own corruptions” (= Nafsu-nafsu manusia merupakan sumber dari semua kejahatan mereka, Yak 1:13-14. Biarlah pencobaan-pencobaan sekali-sekali melakukan apa yang mereka mau, mereka tidak bisa menang, seandainya itu bukan karena kejahatan manusia sendiri).

Yak 1:13-14 - “(13) Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: ‘Pencobaan ini datang dari Allah!’ Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. (14) Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya”.

 

2.   Kata ‘kehendak Allah’ di sini tidak boleh diartikan ‘Rencana Allah yang tersembunyi’, tetapi ‘kehendak Allah yang dinyatakan’ yaitu ‘Firman Tuhan’. Dan pengudusan memang merupakan kehendak Allah (1Tes 4:3).

Matthew Henry: “All good Christians make the will of God, not their own lusts or desires, the rule of their lives and actions” (= Semua orang-orang kristen yang baik / saleh membuat kehendak Allah, dan bukannya nafsu atau keinginan mereka sendiri, sebagai peraturan dari kehidupan dan tindakan mereka).

Bdk. 2Kor 5:15 - “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.

 

b)   Kontras antara keinginan / nafsu manusia dengan kehendak Allah.

Calvin: “We ought further to notice the contrast between God’s will and the covetings or lusts of men” (= Selanjutnya, kita harus memperhatikan kontras antara kehendak Allah dan keinginan-keinginan atau nafsu-nafsu manusia) - hal 122.

2 hal ini memang kontras, dan karena itu kita juga harus bersikap kontras terhadap kedua hal ini. Yang satu harus dimatikan, yang lain harus ditumbuhkan / dikuatkan.

 

c)   Mortification dan Vivification.

Kata-kata ‘jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia’ menunjukkan suatu tindakan menghancurkan / mematikan dosa (mortification), sedangkan kata-kata ‘tetapi menurut kehendak Allah’ menunjukkan suatu tindakan menghidupkan hal-hal yang baik dalam diri kita (vivification).

Calvin: “he includes here the two things in which renovation consists, the destruction of the flesh and the vivification of the spirit. The course of good living is thus to begin with the former, but we are to advance to the latter (= ia memasukkan di sini 2 hal dalam mana pembaharuan terdiri, tindakan menghancurkan daging dan tindakan menghidupkan roh. Jalan dari kehidupan yang baik adalah mulai dengan yang pertama, tetapi kita harus maju kepada yang kedua) - hal 122.

Catatan: saya agak tak setuju dengan kata-kata yang saya garis-bawahi itu. Menurut saya kita harus melakukannya secara serentak / bersama-sama.

 

Mematikan dosa harus dilakukan bukan hanya dengan tidak menuruti tarikan dari dosa, tetapi bahkan dengan melakukan tindakan yang sebaliknya. Misalnya ada godaan untuk sombong, kita tak cukup hanya berusaha untuk tidak sombong, tetapi kita seharusnya bahkan melakukan hal-hal yang akan menyebabkan kita direndahkan.

 

Menghidupkan / menumbuhkan / menguatkan hal-hal yang baik, dilakukan dengan belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani, berbakti, memberi persembahan, dan sebagainya.

 

Kehidupan rohani seseorang tidak mungkin bisa bertumbuh / berhasil hanya dengan melakukan salah satu hal ini. Kalau saudara hanya melakukan yang pertama, maka tanpa yang kedua saudara tak akan mempunyai kekuatan untuk membuang / mematikan dosa. Sebaliknya, kalau saudara hanya melakukan yang kedua, maka dosa-dosa yang tidak saudara matikan akan merusak hal kedua ini. Doa menjadi sukar, hati menjadi tidak bersemangat dalam pelayanan, belajar Firman Tuhanpun akan jadi malas atau tidak akan mendapat apa-apa dari Tuhan, dan sebagainya.

Karena itu, kedua hal ini harus dilakukan bersama-sama.

 

-bersambung-


Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali