oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
YOHANES 1:15-18
Ay 15:
1)
Setelah rasul Yohanes mengajarkan bahwa Yesus / Firman itu adalah Allah yang
bersifat kekal (ay 1-2), dan bahwa Yesus / Firman itu telah menjadi daging
/ manusia (ay 14), maka sekarang dalam ay 15 ini rasul Yohanes
mendukung ajarannya tadi dengan menggunakan kesaksian Yohanes Pembaptis
tentang Tuhan Yesus.
Penerapan:
Kalau kita mengajarkan sesuatu, adalah baik kalau kita bisa mendukung
ajaran kita dengan menggunakan kata-kata seorang tokoh (ahli theologia /
penafsir tertentu, Pendeta yang top dsb). Tetapi pada saat yang sama kita tidak
boleh melupakan dukungan ayat Kitab Suci! Ini bahkan lebih penting dari dukungan
kata-kata tokoh tersebut, betapapun besarnya dan hebatnya tokoh itu!
2)
Kata-kata Yohanes Pembaptis dalam ay 15 itu menunjukkan bahwa sekalipun
Yesus datang setelah Yohanes Pembaptis (ingat bahwa Yohanes Pem-baptis lebih tua
6 bulan dari Yesus), tetapi ditinjau dari sudut keilahianNya Yesus sudah ada
sebelum Yohanes.
Ay 16:
1)
Ini bukan lagi kata-kata Yohanes Pembaptis, tetapi kata-kata rasul Yohanes, dan
ini merupakan sambungan dari kata-katanya dalam ay 14. Pada akhir ay 14
ia mengatakan bahwa Yesus itu penuh dengan kasih karunia dan kebenaran. Sekarang
dalam ay 16 ia mengatakan bahwa dari kepenuhanNya itu kita menerima kasih
karunia demi kasih karunia.
Ini menunjukkan bahwa kasih karunia / berkat rohani hanya bisa
didapatkan kalau kita ada di dalam Kristus.
2)
‘Kasih karunia demi kasih karunia’.
NASB: grace upon grace (= kasih karunia di atas kasih
karunia).
Ini menggambarkan bahwa kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus
itu seperti gelombang laut, dimana gelombang / ombak yang di belakang
menumpuki gelombang / ombak yang di depan secara terus menerus. Karena itu asal
kita ada di dalam Kristus, kita tidak akan kekurangan kasih karunia. Dalam
keadaan apapun kita berada, dalam susah atau senang, dalam kelimpahan atau
kekurangan, dalam sehat maupun sakit, kasih karunia Allah selalu mencukupi
kebutuhan kita (bdk. Maz 23:1 2Kor 12:9).
Ay 17:
1)
‘... oleh Musa .... oleh Yesus Kristus’.
Ini adalah terjemahan yang salah!
NIV/NASB: ‘... through Moses ... through Jesus
Christ’ (= ... melalui Musa ... melalui Yesus Kristus).
a)
Mungkin saudara menanyakan: apa bedanya penggunaan kata ‘oleh’ dan
‘melalui’? Kata-kata ‘oleh Musa’ menunjukkan Musa sebagai sumber /
pengarang hukum Taurat (dan ini jelas tidak benar, karena Allahlah yang
merupakan sumber / pengarang hukum Taurat), sedangkan kata-kata ‘melalui
Musa’ menunjukkan Musa hanya sebagai pengantara / alat dari Allah untuk
menyampaikan hukum Taurat.
Perlu diketahui bahwa sekalipun pengilhaman (inspiration)
dari Allah itu tidak membuang / mem-by pass para penulis Kitab Suci,
sehingga kepribadian, pengetahuan, pengalaman, sifat-sifat dari penulis itu
masuk ke dalam tulisannya, tetapi bagaimanapun juga pengilhaman itu menjaga
sehingga setiap penulis betul-betul menuliskan sesuai kehendak Tuhan tanpa ada
kesalahan sedikitpun!
Orang-orang Liberal sering terlalu menonjolkan peran manusia dalam
penulisan Kitab Suci.
Contoh:
· Pdt.
Samuel Tjahyadi mengatakan bahwa Kitab Suci terdiri dari 2 dimensi, yaitu
dimensi ilahi dan dimensi manusia. Dalam dimensi manusia inilah Kitab Suci bisa
salah!
Keberatan terhadap pandangan ini:
* Kalau
kita melihat pada Yesus, yang adalah Firman yang hidup, maka kita juga bisa
berkata bahwa Ia terdiri dari 2 dimensi, yaitu dimensi ilahi dan dimensi manusia
(Catatan: sebetulnya lebih tepat dikatakan bahwa Ia mempunyai 2 hakekat, hakekat
ilahi dan hakekat manusia). Tetapi Ia tetap bisa hidup suci murni tanpa dosa
sedikitpun, karena keilahianNya menguasai kemanusianNya. Mengapa kita tak bisa
berpikir dengan cara yang sama tentang Kitab Suci yang adalah Firman tertulis?
Tidak bisakah Allah yang mahakuasa itu berperan sedemikian rupa sehingga Ia
menguasai para penulis itu sehingga bebas dari kesalahan?
* Kalau
memang Kitab Suci itu mengandung kesalahan, maka adalah sesuatu yang tidak masuk
akal kalau Tuhan melarang kita untuk mengubah, menambahi ataupun mengurangi
Kitab Suci (Ul 4:2 Ul 12:32 Amsal 30:6 Mat 5:17-19
Wah 22:18-19). Kalau memang ada kesalahan, bukankah yang salah itu boleh,
bahkan harus, di ubah / dibuang?
· Pdt.
Robert Setio, B.D., Ph.D. mengatakan sebagai berikut:
“Liputan
Kairos tentang proses pembuatan Alkitab dalam edisi bulan Maret yang baru lalu
merupakan sumbangan yang berharga bagi umat Kristen di Indonesia (GKI) yang,
dalam bayangan saya, jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali mendengar
‘rahasia’ tersebut. Liputan tersebut sekaligus juga merupakan peringatan
bagi golongan tertentu yang begitu saja menyamakan Firman Allah dengan Alkitab. Bukankah
proses terjadinya Alkitab itu rumit dan melalui seleksi serta penafsiran yang
bisa jadi memiliki motif politik / ideologis?”
- Majalah Kairos, Mei 1994, hal 5 - surat pembaca.
Perlu dipertanyakan apa dan bagaimana pandangan dia tentang Kitab
Suci, sampahkah? Bagaimana mungkin kita bisa mengharapkan pengajaran Kitab Suci
dari orang yang mempunyai pandangan yang begitu rendah tentang Kitab Suci?
b)
Kata-kata ini menunjukkan Musa sebagai pengantara dalam Perjanjian Lama dan
Yesus sebagai Pengantara dalam Perjanjian Baru (bdk. Kis 7:38 Ibr 8:6
9:15 12:24a).
Kata ‘tetapi’ dalam ay 17 ini mengkontraskan Yesus dengan
Musa, sedangkan ‘kasih karunia dan kebenaran’ jelas jauh lebih tinggi /
mulia dari pada ‘hukum Taurat’ (bdk. Gal 2:16,21 5:4). Jadi semua
ini menunjukkan bahwa Yesus jauh lebih besar dari pada Musa. Bagi orang Yahudi,
yang sangat meninggikan Musa, ini adalah ajaran yang mengagetkan!
2)
Apakah ay 17 ini berarti bahwa pada jaman Musa tidak ada kasih karunia dan
kebenaran?
Ada 2 pandangan tentang hal ini:
a)
F.F. Bruce mengatakan: tidak! Dalam Perjanjian Lama sudah ada kebenaran dan
kasih karunia. Pengkontrasan di sini hanya untuk menunjukkan bahwa Yesus jauh
lebih besar dari Musa.
b) Calvin mengatakan: ya!
Tetapi Calvin menafsirkan bahwa:
· kasih
karunia berarti pengampunan dosa, pembaharuan hati.
· kebenaran
berarti pembenaran / justification.
2 hal ini memang tak ada dalam hukum Taurat, karena yang ada dalam
hukum Taurat hanyalah bayangannya saja (bdk. Ibr 10:1-4,11). Kalau hukum
Taurat itu dipisahkan dari Kristus, maka tidak ada apa-apa lagi di dalamnya!
Saya lebih setuju dengan pandangan Calvin.
Ay 18:
1)
‘Tak seorangpun yang pernah melihat Allah’.
Ada
2 penafsiran tentang arti dari kata ‘melihat’:
a) ‘Melihat’ diartikan betul-betul ‘melihat’.
Memang tidak pernah ada seorang manusiapun yang melihat Allah dengan
seluruh kemuliaan dan kebesaranNya.
Bandingkan dengan Kel 33:20,23 Yoh 6:46 1Tim 6:16
1Yoh 4:12a.
b)
Adam Clarke mengartikan ‘melihat’ sebagai ‘mengenal Allah sepenuh-nya’.
Saya lebih condong pada arti pertama.
2)
‘Anak Tunggal Allah’.
Dalam istilah / bagian ini terdapat textual problem (=
problem text, dimana ada perbedaan antara manuscript yang satu dengan manuscript
yang lain).
Ada 4 golongan manuscript:
a) the only begotten (= satu-satunya yang diperanakkan).
b) the only begotten Son (= satu-satunya Anak yang diperanakkan).
c) the only begotten Son of God
(= satu-satunya Anak Allah yang di- peranakkan).
d) only begotten God (= satu-satunya Allah yang diperanakkan).
Kebanyakan penafsir menganggap bahwa yang keempatlah (no d) yang
benar, dengan alasan:
· ini
didukung oleh manuscript yang paling kuno.
· Ini
merupakan bacaan yang ‘lebih sukar’, atau yang lebih tak masuk akal. Memang
kalau ada perbedaan manuscript, biasanya bacaan yang lebih sukar / lebih tidak
masuk akal yang diterima, dengan suatu anggapan bahwa penyalin manuscript itu
lebih mungkin untuk mengubah dari yang tidak masuk akal menjadi masuk akal, dari
pada mengubah dari yang masuk akal menjadi yang tidak masuk akal.
Dalam peristiwa ini, kalau yang benar adalah yang no a) atau no b)
atau no c), tak mungkin penyalin manuscript itu lalu mengubah menjadi yang no
d). Sebaliknya, kalau no d) yang benar, mungkin sekali penyalin menganggap
bacaan itu tak masuk akal sehingga ia mengubahnya menjadi no a) atau no b) atau
no c).
Kalau memang ini benar, berarti di sini Yesus disebut dengan
istilah only begotten God (= satu-satunya Allah yang diperanakkan).
Istilah ini selain secara implicit menunjukkan bahwa ada kejamakan dalam
diri Allah, juga menunjukkan bahwa Yesus betul-betul diperanakkan oleh Bapa.
Karena itu ayat ini menjadi dasar dari doktrin yang disebut the eternal
generation of the Son, yang mengajarkan bahwa Anak memang diperanakkan
secara kekal oleh Bapa.
3)
‘Yang ada di pangkuan Bapa’.
a) ‘Pangkuan’. Ini salah terjemahan.
NASB / Lit: bosom (= dada).
Bandingkan ini dengan:
· Luk 16:23
- ‘Lazarus duduk di pangkuannya’. Ini juga salah terje-mahan.
NASB: and Lazarus in his bosom (= dan Lazarus di dadanya).
· Yoh 13:23
(NASB): reclining on Jesus’ breast (= bersandar pada dada Yesus).
Karena itu jangan membayangkan seolah-olah Yesus adalah seorang
anak kecil yang sedang dipangku oleh ayahnya. Gambaran yang seharusnya adalah:
Yesus ada di dada, atau ada dalam pelukan, BapaNya. Ini menunjukkan bahwa Yesus
dan Bapa saling mengasihi, dan mempunyai hubungan / persekutuan yang sangat
intim.
b) ‘Ada’.
NASB: who is in the bosom of the Father [= yang ada (present
tense!) di dada Bapa].
NIV: who is at the Father’s side [= yang ada (present
tense!) di sisi Bapa].
Kata bahasa Yunani yang digunakan adalah HO ON yang berarti being.
Ini adalah suatu participle yang ada dalam bentuk present (= waktu
sekarang).
Jadi, sekalipun ay 14 menunjukkan bahwa Firman / Yesus itu
sudah menjadi daging / manusia, tetapi ay 18 menunjukkan bahwa Firman /
Yesus itu tetap ada di dada Bapa! Ini menunjukkan kemahaadaan Yesus! Sekalipun
manusia Yesusnya terbatas, tetapi Anak Allah itu tidak terbatas di dalam manusia
Yesus itu. Ia tetap maha ada!
Tetapi ada orang yang membantah ajaran ini dengan mengatakan bahwa
bentuk present itu menunjuk pada saat rasul Yohanes sedang menuliskan
Injil Yohanes ini, yaitu pada sekitar akhir abad I. Karena itu, ini hanya
menunjukkan bahwa Yesus yang sudah bangkit dan naik ke surga itu, saat itu ada
dalam pelukan Bapa.
Tetapi ini tidak mungkin, karena dalam ay 18 itu kata-kata
‘ada di dada Bapa’ jelas menjadi dasar yang menyebabkan Yesus itu bisa
‘menyatakan’ Bapa! Jadi jelas tidak menunjuk pada peristiwa yang terjadi
pada akhir abad I, tetapi pada saat Yesus sedang menjadi manusia, atau bahkan
bisa diartikan bahwa Yesus terus menerus ada di dada Bapa.
Perhatikan juga kutipan-kutipan di bawah ini:
· Pulpit
Commentary: “In
view of the contention of Meyer that the language here refers to no agelong,
eternal indwelling of the Logos with, or of the Son (God only begotten) on the
bosom of, the Father, but to the exaltation of the Christ after his ascension,
we can only refer to the present tense (HO ON), which from the standpoint of the
prologue does not transfer itself to the historical standpoint of the writer at
the end of the first century” [= tentang
pandangan Meyer bahwa kata-kata di sini tidak menunjukkan bahwa Logos itu diam /
tinggal secara kekal bersama-sama, atau di dada, Bapa, tetapi menunjuk pada
pemuliaan Kristus setelah kenaikanNya, kami bisa menunjukkan pada present tense
(HO ON), yang dari sudut pandang pendahuluan (pendahuluan Injil Yohanes) tidak
mentranfer dirinya sendiri ke sudut pandang historis dari penulis pada akhir
abad pertama].
Keterangan: jadi, present tense itu ditinjau dari sudut
pandang pendahuluan Injil Yohanes (Yoh 1:1-18), bukan dari sudut
pandang saat penulisan Injil Yohanes.
· Pulpit
Commentary: “...
in this verse he is speaking of the timeless condition, the eternal fellowship,
of the Only Begotten with the Father, as justifying the fulness of the
revelation made in his incarnation” (=
dalam ayat ini ia berbicara kondisi yang kekal, persekutuan kekal, dari Anak
Tunggal dengan Bapa, sebagai dasar / pembenaran kepenuhan wahyu yang dibuat
dalam inkarnasiNya).
· Leon
Morris (NICNT): “The
copula ‘is’ expresses a continuing union. The only begotten is continually
in the bosom of the Father” [= kata kerja
penghubung ‘is’ (= ada) menunjukkan kesatuan yang terus menerus. Anak
Tunggal itu terus menerus ada di dada Bapa].
· William
Hendriksen: “Besides,
the added clause ‘who lies upon the Father’s breast’ indicates a relation
of abiding closeness between the Father-God and the Son-God”
(= disamping itu, anak kalimat tambahan ‘yang bersandar di dada Bapa’
menunjukkan suatu hubungan dekat yang kekal antara Allah Bapa dan Allah Anak).
· William
Barclay: “When
John uses this phrase about Jesus, he means that between Jesus and God there is
complete and uninterrupted intimacy. It is because Jesus is so intimate with
God, that he is one with God and can reveal him to men”
(= ketika Yohanes menggunakan istilah ini tentang Yesus, ia memaksudkan bahwa
antara Yesus dan Allah ada keintiman yang lengkap dan tak putus-putusnya. Justru
karena Yesus begitu intim dengan Allah, dan satu dengan Allah, maka Ia bisa
menyatakan Dia kepada manusia).
· Calvin: “For even if the
Word in his immeasurable essence united with the nature of man into one person,
we don’t imagine that he was confined therein. Here is something marvelous:
the Son of God descended from heaven in such a way, that without leaving heaven,
he willed to be borne in the virgin’s womb, to go about the earth, and to hang
upon the cross, yet he continuously filled the world even as he had done from
the beginning” (= karena bahkan ketika
Firman dalam hakekatNya yang tak terbatas, bersatu dengan hakekat manusia dalam
satu pribadi, kami tidak membayangkan bahwa Ia dibatasi di dalamnya. Ini adalah
sesuatu yang menakjubkan: Anak Allah turun dari surga dengan cara sedemikian
rupa, sehingga tanpa meninggalkan surga, Ia mau dikandung dalam kandungan perawan,
berjalan-jalan di bumi, dan tergantung di kayu salib, tetapi Ia secara
terus-menerus memenuhi alam semesta seperti yang Ia sudah lakukan dari semula)
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XIII, no
4.
Jadi, pada waktu Yesus berinkarnasi menjadi manusia, keilahian
maupun sifat-sifat ilahiNya tidak berkurang sedikitpun. Leon Morris bahkan
mengatakan bahwa kegiatan ilahiNyapun tidak berkurang sedikitpun.
Leon Morris (NICNT):
¨ “When
the Word became flesh His cosmic activities did not remain in abeyance”
(= ketika Firman menjadi daging, kegiatan alam semestaNya tidak dibiarkan
terkatung-katung).
¨ “We
must surely hold that the incarnation meant the adding of something to what the
Word was doing, rather than the cessation of most of His activites”
(= kita harus berpegang / percaya bahwa inkarnasi berarti penambahan terhadap
sesuatu yang sedang dilakukan oleh Firman, dan bukannya penghentian dari
sebagian besar kegiatannya).
4)
‘Dialah yang menyatakanNya’.
a)
Kata ‘menyatakan’ ini dalam bahasa Yunaninya adalah EXEGESATO (Catatan: dari
sini muncul kata EXEGESIS).
Karena itu NASB menterjemahkan ‘explained’ (=
menjelaskan).
b)
Kalau dikatakan bahwa Yesus bisa menjelaskan tentang Bapa, itu tentu tidak
berarti bahwa Yesus menjelaskan segala sesuatu tentang Bapa, sehingga kita lalu
bisa mendapat pengetahuan sempurna tentang Bapa. Yesus menjelaskan tentang
Bapa hanya sampai kita bisa beriman, mengikut, mentaati, melayani Bapa.
5)
‘Tetapi’.
Kata ‘tetapi’ ini mengkontraskan antara ay 18a
dengan ay 18b.
Jadi arti dari seluruh ay 18 ini adalah: sekalipun tak ada
orang yang pernah melihat Bapa, tetapi Yesus itu dekat secara kekal dengan Bapa,
sehingga Ia kenal Bapa, dan bisa menjelaskannya / menyatakannya kepada
manusia!
Ini lagi-lagi menunjukkan secara implicit bahwa di luar
Yesus, kita tidak mungkin bisa mengenal Bapa! Bdk. Yoh 8:19b.
-AMIN-
e-mail us at [email protected]