Eksposisi Injil Yohanes

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


Yohanes 19:1-16

Ay 1: “Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia”.

1)   Pontius Pilatus menyuruh orang untuk menyesah Yesus.

KJV: ‘Then Pilate therefore took Jesus, and scourged him’ (= Karena itu lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyesahNya).

Clarke mengatakan bahwa ini tentu harus diartikan bahwa Pilatus menyuruh orang untuk menyesah Yesus. Tidak mungkin Pilatus sendiri yang melakukan penyesahan tersebut, sekalipun Clarke mengatakan bahwa ada orang yang menganggapnya demikian.

2)   Penyesahan Romawi jauh lebih hebat dari penyesahan Yahudi.

Adam Clarke: “As our Lord was scourged by order of Pilate, it is probable he was scourged in the Roman manner, which was much severe than that of the Jews” (= Karena Tuhan kita disesah oleh perintah dari Pilatus, mungkin Ia disesah dengan cara Romawi, yang jauh lebih berat / hebat dari pada penyesahan Yahudi) - hal 648-649.

Thomas Whitelaw mengatakan (hal 392) bahwa orang Yahudi hanya mencambuki bagian atas dari tubuh, tetapi orang Romawi mencambuki seluruh tubuh.

Dalam hukum Taurat dikatakan bahwa pencambukan tidak boleh dilakukan lebih dari 40 x.

Ul 25:3 - “Empat puluh kali harus orang itu dipukuli, jangan lebih; supaya jangan saudaramu menjadi rendah di matamu, apabila ia dipukul lebih banyak lagi”.

Tetapi kalau orang Yahudi melakukan pencambukan, maka mereka melakukan hanya 39 x, supaya kalau ada salah perhitungan, tetap tidak melebihi batas 40 x yang ditentukan hukum Taurat.

Bdk. 2Kor 11:24 - “Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan”.

Tetapi orang Romawi tidak terikat oleh peraturan hukum Taurat ini, dan mereka mencambuki tanpa menghitung maupun belas kasihan.

3)   Versi Yohanes dan versi Matius / Markus.

Matius dan Markus menceritakan bahwa penyesahan dilakukan sebelum penyaliban, tetapi berbeda dengan Yohanes, mereka tidak menceritakan bahwa Pontius Pilatus menyesah Yesus dengan tujuan melepaskan Yesus dari salib.

4)   Mengapa penyesahan mendahului penyaliban?

Pulpit Commentary: “Roman and Greek historians confirm the custom (Josephus, ‘Ant,’ v. 11.1; ‘Bel. Jud.,’ii.14.9; comp. Matt. 20:19; Luke 18:33) of scourging before crucifixion. It may have had a twofold motive - one to glut the desire of inflicting physical torment and ignominy, and another allied to the offer of anodyne, to hasten the final sufferings of the cross” [= Para ahli sejarah Romawi dan Yunani meneguhkan kebiasaan / tradisi (Josephus, ‘Ant,’ v. 11.1; ‘Bel. Jud.,’ii.14.9; comp. Mat 20:19; Luk 18:33) tentang penyesahan sebelum penyaliban. Itu bisa mempunyai motivasi ganda - pertama untuk memuaskan keinginan untuk memberikan siksaan fisik dan kehinaan, dan yang kedua berhubungan dengan tawaran pengurangan rasa sakit, untuk mempercepat penderitaan akhir pada salib] - hal 416.

5)   Kitab Suci (ay 1) hanya menggunakan satu kata, yaitu EMASTIGOSEN (= menyesah).

Leon Morris (NICNT): “It is a further example of the reserve of the Gospels that they use but one word to describe this piece of frightfulness. There is no attempt to play on our emotions” (= Itu merupakan contoh lagi tentang sikap hati-hati dari Injil-injil dimana mereka menggunakan hanya satu kata untuk menggambar-kan potongan yang menakutkan ini. Tidak ada usaha untuk mengambil keuntungan secara tidak benar dari emosi kita) - hal 790.

Memang saya sendiri tidak setuju dengan penceritaan penyesahan dan penyaliban yang ditujukan sekedar untuk membangkitkan emosi. Tetapi saya berpendapat bahwa pengertian kita tentang betapa hebatnya penderitaan yang Yesus alami pada waktu penyesahan dan penyaliban, merupakan sesuatu yang penting, karena hal itu bisa memberikan kita pengertian tentang:

a)   Kesucian Allah yang ditunjukkan dengan kebencianNya terhadap dosa, dan juga keadilan Allah, yang ditunjukkan dengan memberikan hukuman yang begitu hebat terhadap dosa. Ini seharusnya menyebabkan kita tidak meremehkan dosa, atau sembarangan berbuat dosa.

b)   Kasih Kristus kepada kita yang telah Ia tunjukkan dengan kerelaanNya untuk mengalami penyesahan dan penyaliban untuk menebus dosa kita atau untuk menggantikan kita memikul hukuman dosa. Pengertian ini seharusnya menyebabkan kita membalas kasihNya, sehingga rela menderita dan berkorban bagi Dia, baik dalam ketaatan, pelayanan, maupun pemberian persembahan.

6)   Hebatnya penyesahan.

Pulpit Commentary: “This was no ordinary whip, but commonly a number of leather thongs loaded with lead or armed with sharp bones and spikes, so that every blow cut deeply into the flesh, causing intense pain” (= Ini bukannya cambuk biasa, tetapi biasanya merupakan sejumlah tali kulit yang dimuati / dibebani / diberi timah atau diperlengkapi dengan tulang-tulang runcing dan paku-paku, sehingga setiap cambukan mengiris dalam ke dalam daging, menyebabkan rasa sakit yang sangat hebat) - ‘Matthew’, hal 586.

William Hendriksen: “The Roman scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes were laid especially (not always exclusively) on the victim’s back, bared and bent. The body was at times torn and lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries - sometimes even entrails and inner organs - were exposed. Such flogging, from which Roman citizens were exempt, often resulted in death” [= Cambuk Romawi ter­diri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama, tetapi tidak selalu hanya, pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkuk­kan. Tubuh itu kadang-kadang koyak dan sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam - kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam - menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi, sering berakhir dengan kematian] - hal 414.

William Barclay: “When a man was scourged he was tied to a whipping-post in such a way that his back was fully exposed. The lash was a long leather thong, studded at intervals with pellets of lead and sharpened pieces of bone. It literally tore a man’s back into strips. Few remained conscious throughout the ordeal; some dies; and many went raving mad” (= Pada waktu seseorang disesah ia diikat pada tiang pencambukan sedemikian rupa sehingga punggungnya terbuka sepenuhnya. Cambuk itu adalah tali kulit yang panjang, yang pada jarak tertentu ditaburi dengan butiran-butiran timah dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Itu secara hurufiah merobek punggung seseorang menjadi carikan-carikan. Sedikit orang bisa tetap sadar melalui siksaan itu; sebagian orang mati; dan banyak yang menjadi marah sekali / mengoceh seperti orang gila) - hal 244.

Leon Morris (NICNT): “Scourging was a brutal affair. It was inflicted by a whip of several thongs, each of which was loaded with pieces of bone or metal. It could make pulp of a man’s back” (= Pencambukan adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan sebuah cambuk yang terdiri dari beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi potongan-potongan tulang atau logam. Itu bisa membuat punggung seseorang menjadi bubur) - hal 790.

Leon Morris (NICNT): “... Josephus tells us that a certain Jesus, son of Ananias, was brought before Albinus and ‘flayed to the bone with scourges’ ... Eusebius narrates that certain martyrs at the time of Polycarp ‘were torn by scourges down to deep-seated veins and arteries, so that the hidden contents of the recesses of their bodies, their entrails and organs, were exposed to sight’ ... Small wonder that men not infrequently died as a result of this torture” (=  Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus tertentu, anak dari Ananias, dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti sampai tulangnya dengan cambuk’ ... Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu pada jaman Polycarp ‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada pembuluh darah dan arteri yang ada di dalam, sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh mereka, isi perut dan organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ... Tidak heran bahwa tidak jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini) - hal 790, footnote.

7)   Harus diingat bahwa penyesahan yang Yesus alami bukan hanya sangat hebat, tetapi juga bersifat menggantikan / dilakukan untuk kita.

Kita yang adalah orang berdosa, dan karena itu kitalah yang seha­rusnya mengalami hukuman seperti itu. Tetapi Yesus yang tidak bersalah, karena kasihnya kepada kita, rela menanggung hukuman itu bagi kita, supaya kalau kita percaya kepada Dia, kita bebas dari semua hukuman dosa!

Yes 53:4-6 - “(4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”.

Golongan Pentakosta dan Kharismatik pada umumnya menganggap bahwa ‘penyakit’ dan ‘kesembuhan’ yang dibicarakan di sini menunjuk pada penyakit / kesembuhan jasmani. Dan biasanya mereka menggunakan bagian ini untuk mendukung pandangan mereka bahwa orang kristen harus sembuh dari penyakit jasmani.

Dan mereka mendukung penafsiran ini dengan menggunakan Mat 8:16-17 - “Menjelang malam dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan dan dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: ‘Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita’.”.

Jadi, kelihatannya Mat 8:17 memang mendukung penafsiran bahwa kata ‘penyakit’ dan ‘kesembuhan’ menunjuk pada ‘penyakit / kesembuhan jasmani’.

Tetapi saya beranggapan bahwa ‘penyakit’ maupun ‘kesembuhan’ yang dibicarakan oleh Yesaya adalah penyakit / kesembuhan rohani, bukan jasmani. Itu terlihat dari kontextnya, karena Yes 53:5,6 jelas berbicara tentang dosa. Itu juga terlihat dari 1Pet 2:24-25 yang jelas mengutip Yes 53:4-6 tersebut, dan menerapkannya terhadap penyakit / kesembuhan rohani.

1Pet 2:24-25 - “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh. Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu”.

Tetapi bagaimana dengan Mat 8:16-17 yang kelihatannya menerapkannya pada penyakit dan kesembuhan jasmani?

Calvin: “Matthew quotes this prediction, after having related that Christ cured various diseases; though it is certain that he was appointed not to cure bodies, but rather to cure souls; for it is of spiritual disease that the Prophet intends to speak. But in the miracles which Christ performed in curing bodies, he gave a proof of the salvation which he brings to our souls. That healing had therefore a more extensive reference than to bodies, because he was appointed to be the physician of souls; and accordingly Matthew applies to the outward sign what belonged to the truth and reality” (= Matius mengutip ramalan ini, setelah menceritakan bahwa Kristus menyembuhkan bermacam-macam penyakit; sekalipun sudah tentu bahwa Ia ditetapkan bukan untuk menyembuhkan tubuh, tetapi untuk menyembuhkan jiwa; karena adalah penyakit rohanilah yang dibicarakan oleh sang nabi. Tetapi dalam mujijat-mujijat yang dilakukan Kristus dalam menyembuhkan tubuh, Ia memberi suatu bukti tentang keselamatan yang Ia bawa kepada jiwa kita. Karena itu kesembuhan itu mempunyai hubungan yang lebih luas dengan jiwa dari pada tubuh, karena Ia ditetapkan sebagai dokter untuk jiwa; dan sesuai dengan itu Matius menerapkan pada tanda lahiriah, apa yang termasuk pada kebenaran dan kenyataan) - hal 115.

Jadi maksudnya adalah sebagai berikut: Yes 53:4 itu memang berbicara tentang penyakit rohani (dosa), tetapi dalam Mat 8:17 Matius mengutip Yes 53:4 itu dan menerapkannya pada kesem­buhan jasmani, karena Yesus memang sering melakukan sesuatu yang bersifat jasmani untuk mengajar suatu kebenaran rohani (Ini bukan suatu pengallegorian!).

Contoh:

·        Ia mencelikkan mata orang buta dalam Yoh 9 untuk mengillustrasikan diriNya sebagai Terang dunia (Yoh 9:5).

·        Ia membangkitkan orang mati / Lazarus (Yoh 11) untuk mengajar bahwa Ia adalah Kebangkitan dan Hidup (Yoh 11:25-26).

·        Ia melipat gandakan roti (Yoh 6), untuk mengajar bahwa Ia adalah Roti Hidup (Yoh 6:35).

Dalam Mat 8 juga demikian. Ia menyembuhkan secara jasmani (Mat 8:15-16) untuk menunjukkan diriNya sebagai penyembuh rohani / dosa (Mat 8:17 bdk. Yes 53:4-5).

Jadi, sebetulnya sekalipun Mat 8:15-16 berbicara tentang kesembuhan / penyakit jasmani, tetapi Mat 8:17 berbicara tentang kesembuhan / penyakit secara rohani, yaitu dosa. Karena itu Matius lalu menganggap ini sebagai penggenapan dari Yes 53:4-5!

Ay 2-3: “Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, dan sambil maju ke depan mereka berkata: ‘Salam, hai raja orang Yahudi!’ Lalu mereka menampar mukaNya”.

1)   ‘Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya’.

a)   ‘Mahkota duri’ itu dimaksudkan sebagai penyiksaan atau sekedar hinaan / ejekan?

·        Ada penafsir yang menganggap ini betul-betul ditujukan sebagai siksaan dan karena itu mereka menggambarkan duri itu panjang-panjang sehingga mencocok / melukai kepala Yesus, dan menimbulkan rasa sakit yang hebat (Pulpit Commentary, hal 417).

·        Tetapi banyak juga penafsir yang beranggapan bahwa mahkota duri ini tidak dimaksudkan untuk menyiksa Yesus, tetapi hanya untuk mengejek Yesus, dan karena itu mereka bukannya menggunakan tanaman yang mempunyai duri-duri yang panjang (Clarke, hal 272), atau mereka membuat mahkota itu sedemikian rupa sehingga duri-durinya menghadap ke atas (Leon Morris, hal 790-791, footnote).

Pandangan ini kelihatannya lebih sesuai dengan kontex dari ay 2-3, Mat 27:27-31, Mark 15:16-20a yang memang bukan menunjukkan penyiksaan, tetapi pengejekan. Kalau memang demikian mungkin sekali durinya tidaklah panjang-panjang, sekalipun memang duri ini tetap mungkin melukai kepala Yesus, apalagi ketika kepala yang bermahkotakan duri itu dipukul dengan buluh (Mat 27:30  Mark 15:19).

·        Ada yang menganggap bahwa pemberian mahkota duri tersebut merupakan gabungan penyiksaan dan ejekan.

William Hendriksen: “They wanted to torture him. They also wanted to mock him. The crown of thorns satisfied both ambitions” (= Mereka ingin menyiksaNya. Mereka juga ingin mengejekNya. Mahkota duri itu memuaskan kedua ambisi / keinginan tersebut) - hal 415.

b)   William Hendriksen menganggap bahwa tidak penting untuk mengetahui jenis tanaman apa yang digunakan sebagai mahkota duri tersebut. Ia menganggap bahwa yang lebih penting adalah hubungan mahkota duri ini dengan Kej 3:18.

William Hendriksen: “the identity of the species which was used by the soldiers cannot be established. It is of little importance. More significant is the fact that thorns and thistles are mentioned in Gen 3:18 in connection with Adam’s fall. Hence, here in 19:2,3 Jesus is pictured as bearing the curse that lies upon nature. He bears it in order to deliver nature (and us) from it” [= identitas dari jenis tanaman yang digunakan oleh para tentara itu tidak bisa ditentukan. Dan ini tidak penting. Yang lebih penting adalah fakta bahwa duri dan rumput duri disebutkan dalam Kej 3:18 dalam hubungannya dengan kejatuhan Adam. Karena itu, di sini dalam 19:2,3 Yesus digambarkan menanggung / memikul kutuk yang ada pada alam. Ia memikulnya untuk membebaskan alam (dan kita) dari kutuk itu] - hal 415.

Penafsiran ini merupakan sesuatu yang menarik, tetapi saya tidak tahu apakah ini bisa dibenarkan.

c)   Pulpit Commentary: “The crowning of Jesus with thorns symbolized the character of the religion which he founded. The cross was followed by the resurrection; the entombment by the ascension. Thus God brought together, in the career of his own Son, the profoundest humiliation and the most exalted glory. And this arrangement represents the nature of Christianity. It is a religion of humility, contrition, and repentance, and also of peace, victory, and power. It smites the sinner to the earth; it raises the pardoned penitent to heaven” (= Pemahkotaan Yesus dengan duri menyimbolkan sifat dari agama yang Ia dirikan. Salib diikuti oleh kebangkitan; penguburan diikuti oleh kenaikan ke surga. Demikianlah Allah mempersatukan, dalam karir dari AnakNya sendiri, perendahan yang paling dalam dan kemuliaan yang paling tinggi. Dan pengaturan ini menggambarkan sifat dari kekristenan. Itu adalah agama dari kerendahan hati, penyesalan, dan pertobatan, dan juga dari damai, kemenangan, dan kuasa. Itu memukul orang berdosa ke bumi; itu mengangkat petobat yang sudah diampuni ke surga) - hal 440-441.

Penerapan:

Karena itu kalau dalam mengikut Kristus saudara sekarang ini ada dalam penderitaan, kemiskinan, kehinaan, maka pikirkan bahwa nanti saudara akan mendapatkan kemuliaan. Bdk. Ro 8:18  2Kor 4:17.

2)   ‘Mereka memakaikan Dia jubah ungu’.

Ay 2 ini, dan juga Mark 15:17, mengatakan ‘jubah ungu’ [NIV / NASB: ‘purple’ (= ungu)].

Mat 27:28 - ‘Jubah ungu’. Ini salah terjemahan!

NIV/NASB: ‘a scarlet robe’ (= jubah merah tua).

Ada beberapa cara untuk mengharmoniskan bagian-bagian ini:

a)   Warna jubah itu ada di antara merah tua dan ungu.

b)   J. A. Alexander mengatakan bahwa istilah bahasa Yunani untuk warna sangat tidak pasti, sehingga yang mereka sebut dengan ‘ungu’ adalah warna-warna yang terletak di antara merah cerah sampai pada biru gelap.

c)   Kain / jubah ungu pada saat itu adalah kain yang sangat mahal, dan hanya dipakai oleh orang-orang kaya, raja atau orang yang mendapat penghormatan dari raja (bdk. Ester 8:15  Daniel 5:7,29  Luk 16:19  Wah 17:4). Karena itu jelas tidak mungkin bahwa tentara Romawi itu betul-betul memakaikan jubah ungu kepada tubuh Yesus yang penuh dengan darah itu. Sama seperti mahkota yang dipakaikan bukanlah mahkota sungguh-sungguh tetapi mahkota duri, dan tongkat kerajaan yang diberikan hanyalah sebatang buluh (ay 29), maka jelaslah jubah yang dipakaikan bukanlah betul-betul jubah ungu.

Jadi, mungkin sekali Matius menuliskan ‘merah tua’ sesuai dengan aslinya, tetapi Markus dan Yohanes menuliskan ‘ungu’ karena mereka meninjaunya dari sudut pemikiran para tentara Romawi itu.

3)   “dan sambil maju ke depan mereka berkata: ‘Salam, hai raja orang Yahudi!’”.

Barclay: “Here is another example of the dramatic irony of John. The soldiers made a caricature of Jesus as king, while in actual fact he was the only king. Beneath the jest there was eternal truth” (= Di sini ada contoh yang lain tentang irony yang dramatis dari Yohanes. Tentara-tentara membuat karikatur / lelucon tentang Yesus sebagai raja, padahal dalam fakta sebenarnya Ia adalah satu-satunya Raja. Di bawah lelucon itu ada kebenaran yang kekal) - hal 247.

4)   “Lalu mereka menampar mukaNya”.

Ini juga bisa merupakan hinaan dan sekaligus siksaan. Dan dalam Matius dan Markus (Mat 27:29-30  Mark 15:19) dikatakan bahwa Yesus juga diludahi dan dipukul dengan buluh (yang digunakan sebagai ‘tongkat kerajaan’).

Ay 4-5: “Pilatus keluar lagi dan berkata kepada mereka: ‘Lihatlah, aku membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya.’ Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: ‘Lihatlah manusia itu!’”.

1)   Dari sini terlihat bahwa pencambukan tadi merupakan cara lain yang ditempuh oleh Pilatus untuk membebaskan Yesus. Ia mengira bahwa dengan melihat Yesus yang sudah penuh darah dan luka-luka akibat pencambukan, orang-orang Yahudi itu sudah puas, atau merasa kasihan, sehingga mau melepaskan Yesus. Hal ini terlihat dengan lebih jelas dari Luk 23:16,22b dimana 2 x Pilatus berkata: “Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskanNya”.

Ini jelas merupakan kompromi yang salah, karena kalau ia beranggapan Kristus tidak salah, ia tidak boleh mencambuki Kristus.

2)   Cara ini gagal lagi, karena para imam tetap menuntut penyaliban terhadap Yesus (19:6-7).

Calvin: “When he labours so earnestly, and without any success, we ought to recognise in this the decree of Heaven, by which Christ was appointed to death” (= Pada waktu ia berusaha dengan begitu sungguh-sungguh, dan tanpa hasil, kita harus mengenali dalam hal ini ketetapan Surga, dengan mana Kristus ditetapkan untuk mati) - hal 214.

Calvin: “we see here the amazing cruelty of the Jewish nation, whose minds are not moved to compassion by so piteous a spectacle; but all this is directed by God, in order to reconcile the world to himself by the death of his Son” (= kita melihat di sini kekejaman yang mengherankan dari bangsa Yahudi, yang pikirannya tidak tergerak kepada belas kasihan oleh tontonan yang begitu menyedihkan / memilukan; tetapi semua ini diarahkan oleh Allah, untuk mendamaikan dunia kepada diriNya sendiri oleh kematian AnakNya) - hal 215.

Adanya ketetapan Allah ini tidak berarti bahwa orang-orang Yahudi maupun Pontius Pilatus tidak bersalah. Bandingkan dengan ay 11b, dimana Yesus berkata kepada Pontius Pilatus: “Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.’”. Ini jelas berarti bahwa Pontius Pilatus sendiri juga dianggap berdosa, tetapi para tokoh Yahudi itu lebih besar dosanya dari pada Pontius Pilatus.

Hal yang sama terjadi dengan Yudas Iskariot, yang sekalipun melakukan pengkhianatan terhadap Yesus sesuai dengan ketetapan Allah, tetapi tetap dianggap bertanggung jawab. Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Ay 6: “Ketika imam-imam kepala dan penjaga-penjaga itu melihat Dia, berteriaklah mereka: ‘Salibkan Dia, salibkan Dia!’ Kata Pilatus kepada mereka: ‘Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya.’”.

 

1)   “Ketika imam-imam kepala dan penjaga-penjaga itu melihat Dia, berteriak-teriaklah mereka: ‘Salibkan Dia, salibkan Dia!’”.

a)   Ini adalah kali pertama kata ‘salibkan’ itu muncul dari mulut / bibir para musuh Tuhan Yesus.

b)   Orang yang sudah memutuskan untuk berbuat jahat, tidak lagi bisa menggunakan logika.

Barnes’ Notes: “When men are determined on evil, they cannot be reasoned with. ... Thus sinners go in the way of wickedness down to death” (= Pada saat manusia memutuskan untuk melakukan kejahatan, mereka tidak bisa diajak berpikir. ... Demikianlah orang-orang berdosa berjalan / hidup dalam jalan kejahatan sampai pada kematian) - hal 352.

c)   Effek / akibat yang sangat negatif dari kebencian.

William Barclay: “They began by hating Jesus; but they finished in a very hysteria of hatred, howling like wolves, with faces twisted in bitterness: ‘Crucify him! Crucify him!’ In the end they reached such an insanity of hatred that they were impervious to reason and to mercy and even to the claims of common humanity. Nothing in this world warps a man’s judgment as hatred does. Once a man allows himself to hate, he can neither think nor see straight, nor listen without distortion. Hatred is a terrible thing because it takes a man’s senses away” (= Mereka mulai dengan membenci Yesus; tetapi mereka mengakhiri dengan suatu kebencian yang sangat histeris, melolong seperti serigala, dengan wajah-wajah yang berkerut dalam kebencian: ‘Salibkan Dia! Salibkan Dia!’. Pada akhirnya mereka mencapai kebencian yang sedemikian gilanya sehingga mereka kebal terhadap akal dan belas kasihan dan bahkan terhadap tuntutan-tuntutan dari kemanusiaan yang umum. Tidak ada apapun dalam dunia ini yang membengkokkan penghakiman / penilaian manusia seperti yang dilakukan oleh kebencian. Sekali seseorang mengijinkan dirinya untuk membenci, ia tidak bisa berpikir atau melihat dengan lurus, atau mendengar tanpa penyimpangan / pemutar-balikkan / distorsi. Kebencian adalah sesuatu yang mengerikan, karena itu menyingkirkan pikiran / akal manusia) - hal 234-235.

Penerapan:

Dalam Mat 5:23-24, kita disuruh membereskan ‘ganjelan’ sekalipun ‘ganjelan’ itu ada dalam diri orang lain. Kalau kita disuruh berinisiatif untuk membereskan suatu ganjelan yang ada dalam diri orang lain, apalagi kalau ganjelan itu ada dalam diri kita sendiri! Adakah saudara seiman / orang di sekitar saudara terhadap siapa saudara mempunyai ganjelan, dan saudara membiarkan begitu saja ganjelan tersebut? Ingat kata-kata Barclay di atas: kebencian itu akan menyebabkan saudara kehilangan penilaian yang baik. Apapapun yang dilakukan / dikatakan oleh orang tersebut, akan saudara lihat dan nilai sebagai sesuatu yang negatif / jelek. Dan orang pertama yang paling dirugikan oleh kebencian tersebut, adalah diri saudara sendiri! Karena itu, usahakanlah untuk membereskan ganjelan tersebut, dengan membawa ganjelan / kebencian itu kepada Tuhan, dan bahkan mungkin sekali saudara juga harus datang kepada orang tersebut, dan membicarakannya! Dan jangan menolak untuk melakukan hal ini dengan pemikiran ‘ia tidak bisa diajak ngomong’, karena dengan kata-kata itu saudara sudah menghakiminya, dan dengan adanya kebencian dalam diri saudara, besar kemungkinannya bahwa penilaian itu ngawur (mungkin yang tidak bisa diajak ngomong itu bukan dia tetapi saudara). Kalau saudara sudah melakukannya, dan ia memang tidak bisa diajak ngomong, sehingga semua usaha saudara gagal, setidaknya saudara sudah berusaha.

d)   Adalah sesuatu yang aneh bahwa Yesus lebih mendapatkan belas kasihan dari Pontius Pilatus, yang adalah orang kafir, dari pada dari orang-orang Yahudi itu, yang merupakan bangsa pilihan Allah.

Penerapan:

Apakah dalam persoalan belas kasihan saudara kalah oleh orang-orang kafir? Kalau ya, saudara tidak terlalu berbeda dengan orang-orang Yahudi pada saat itu.

2)   “Kata Pilatus kepada mereka: ‘Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya”.

Dalam Injil Yohanes, ini adalah untuk ketigakalinya Pilatus mengatakan itu (bdk. 18:38b  19:4b). Bdk. juga Mat 27:23,24  Mark 15:14  Luk 23:4,13-15,22.

Calvin: “his innocence is frequently attested by the testimony of the judge, in order to assure us that he was free from all sin, and that he was substituted as a guilty person in the room of others, and bore the punishment due to the sins of others” (= ketidak-bersalahanNya ditegaskan berulang kali oleh kesaksian dari sang hakim, untuk meyakinkan kita bahwa Ia bebas dari segala dosa, dan bahwa Ia digantikan sebagai seorang yang bersalah di tempat orang-orang lain, dan memikul hukuman yang disebabkan dosa-dosa orang-orang lain) - hal 214.

Calvin: “he had several times acquitted him with his own mouth, in order that we may learn from it, that it was for our sins that he was condemned, and not on his own account” (= ia telah beberapa kali membebaskanNya dari tuduhan dengan mulutnya sendiri, supaya kita bisa mengertinya dari sini, bahwa untuk dosa-dosa kitalah Ia dihukum, dan bukan karena dosa-dosaNya sendiri) - hal 223.

Ay 7: “Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah’”.

Ini dikatakan oleh orang-orang Yahudi itu untuk menunjukkan bahwa mereka menginginkan kematian Yesus bukan karena benci, tetapi karena hukum mereka menuntut hal itu. Hukumnya memang benar, karena dalam Perjanjian Lama penghujat Allah harus dihukum mati (Im 24:16). Tetapi mereka menerapkannya secara salah, karena pada waktu Kristus mengaku sebagai Anak Allah, itu bukan merupakan penghujatan tetapi pengakuan yang benar!

William Hendriksen: “It was true ... that Jesus had again and again declared himself to be God’s Son, his only begotten Son, his Son in a very unique sense. ... This was either the most horrible blasphemy, or else it was the most glorious truth” (= Memang benar ... bahwa Yesus berulangkali menyatakan diriNya sendiri sebagai Anak Allah, satu-satunya Anak yang diperanakkanNya, AnakNya dalam arti yang sangat unik. ... Hal ini, atau merupakan penghujatan yang paling mengerikan, atau merupakan kebenaran yang paling mulia) - hal 417.

Calvin: “We see, then, how they drew a false conclusion from a true principle, for they reason badly. This example warns us to distinguish carefully between a general doctrine and the application of it” (= Jadi kita melihat bagaimana mereka menarik kesimpulan yang salah dari suatu prinsip yang benar, karena mereka berpikir secara buruk / jelek. Contoh ini memperingatkan kita untuk membedakan secara hati-hati antara suatu doktrin / ajaran yang umum dan penerapannya) - hal 216.

Ay 8: “Ketika Pilatus mendengar perkataan itu bertambah takutlah ia”.

1)   Kata-kata ‘bertambah takut’ menunjukkan bahwa dari tadi ia sudah takut.

2)   Mengapa ia menjadi bertambah takut?

Calvin berkata bahwa ada 2 kemungkinan arti:

a)   Ia bertambah takut bahwa ia akan disalahkan kalau tidak menuruti keinginan orang-orang Yahudi itu untuk membunuh Yesus.

b)   Ia bertambah takut untuk membunuh Yesus setelah mendengar dari orang-orang Yahudi itu bahwa Yesus menyatakan diri sebagai Anak Allah.

Calvin mengatakan bahwa yang kedua inilah yang benar, dan ini terlihat dari 19:9 - “lalu ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan berkata kepada Yesus: Dari manakah asalMu?’”.

Calvin: “It ought to be observed that, when he asks whence Christ is, he does not inquire about his country, but the meaning is, as if he had said, ‘Art thou a man born on the earth, or art thou some god?’” (= Harus diperhatikan bahwa pada waktu ia bertanya dari mana asalnya Kristus, ia tidak bertanya tentang negaranya, tetapi maksudnya adalah seakan-akan ia bertanya: ‘Apakah Engkau adalah seorang manusia yang dilahirkan di bumi, atau apakah Engkau adalah suatu allah?’) - hal 218.

Leon Morris (NICNT): “Pilate was evidently superstitious. He can scarcely be called a religious man, but the news that his prisoner had made divine claims scared the governor. ... every Roman of that day knew of stories of the gods or their offspring appearing in human guise. He had plainly been impressed by Jesus as he talked with Him. Now that he hears of the possibility of the supernatural he is profoundly affected” (= Pilatus jelas adalah orang yang percaya takhyul. Ia hampir tidak mungkin disebut sebagai seseorang yang religius, tetapi berita bahwa orang tahanannya itu telah mengclaim diriNya sebagai Allah menakutkan sang gubernur. ... setiap orang Romawi pada jaman itu tahu cerita-cerita tentang dewa-dewa atau keturunan mereka yang menyamarkan diri sebagai manusia. Ia jelas terkesan oleh Yesus pada saat ia berbicara denganNya. Sekarang bahwa ia mendengar tentang kemungkinan dari hal yang bersifat supranatural, ia dipengaruhi secara mendalam) - hal 795.

Calvin: “as soon as Pilate hears the name of God, he is seized with the fear of violating the majesty of God in a man who was utterly mean and despicable. If reverence for God had so much influence on an irreligius man, must not they be worse than reprobate, who now judge of divine things in sport and jest, carelessly, and without any fear?” (= begitu Pilatus mendengar nama Allah, ia dicekam oleh rasa takut bahwa ia melanggar / menghina keagungan Allah dalam diri seseorang yang sepenuhnya buruk dan hina. Jika hormat untuk Allah mempunyai pengaruh yang begitu besar pada seseorang yang tidak religius, tidakkah mereka lebih buruk dari seorang reprobate, jika mereka sekarang menilai hal-hal ilahi dengan olok-olok dan senda-gurau, dengan sembrono, dan tanpa rasa takut?) - hal 219.

3)   Pilatus diombang-ambingkan di antara 2 hal: ‘takut kepada Allah’ dan ‘takut kepada orang banyak’. Kita sering mengalami hal seperti itu. Jangan meniru keputusan akhir Pilatus!

Bdk. Mat 10:28 - “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.

Ay 9: “lalu ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan berkata kepada Yesus: ‘Dari manakah asalMu?’ Tetapi Yesus tidak memberi jawab kepadanya”.

1)   “lalu ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan berkata kepada Yesus: ‘Dari manakah asalMu?’”.

Tidak disebutkan kapan Yesus, yang tadinya sudah keluar (ay 5), masuk lagi. Mungkin waktu Pilatus masuk, ia membawa Yesus masuk bersamanya, dan lalu bertanya kepadaNya di dalam.

Dan di atas sudah saya berikan kutipan dari Calvin yang mengatakan bahwa pertanyaan Pontius Pilatus di sini maksudnya bukan menanyakan asal usul, negara, tempat kelahiran dari Kristus. Maksud pertanyaannya adalah: apakah Engkau ini manusia biasa, atau Allah / dewa?

2)   ‘Tetapi Yesus tidak memberi jawab kepadanya’.

Barclay mengatakan bahwa Kristus tidak menjawab (19:9b  Mat 26:62-63a  Mat 27:12-14  Luk 23:9) karena tidak ada gunanya berbicara kepada orang-orang yang pikirannya sudah tertutup oleh kesombongan dan kemauan sendiri. Tetapi kalau demikian, mengapa Ia mau menjawab lagi dalam ay 11? Saya tidak setuju dengan ini; saya lebih setuju dengan pemikiran Calvin, yang mengatakan bahwa Yesus sengaja tidak menjawab, supaya jangan Ia dibebaskan oleh Pontius Pilatus.

Calvin: “Christ himself, in order that he may obey his Father, presents himself to be condemned; and this is the reason why he is so sparing in his replies. Having a judge who was favourable, and who would willingly have lent an ear to him, it was not difficult for him to plead his cause; but he considers for what purpose he came down into the world, and to what he is now called by the Father. Of his own accord, therefore, he refrains from speaking, that he may not escape from death” (= Kristus sendiri, supaya Ia bisa mentaati BapaNya, memberikan diriNya sendiri untuk dihukum; dan inilah alasannya mengapa Ia begitu jarang menjawab. Ia mempunyai seorang hakim yang baik kepadaNya / menguntungkan Dia, dan yang mau mendengarkanNya, sehingga tidak sukar bagiNya untuk membela kasusNya; tetapi Ia mempertimbangkan untuk tujuan apa Ia datang ke dalam dunia, dan kepada apa / untuk apa Ia sekarang dipanggil oleh Bapa. Karena itu, atas kemauanNya sendiri Ia menahan diri dari berbicara, supaya Ia tidak lolos dari kematian) - hal 208.

Ay 10: “Maka kata Pilatus kepadaNya: ‘Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan Engkau?’”.

1)   Calvin mengatakan bahwa Pilatus yang baru saja merasa takut kepada Allah, sekarang berubah kembali menjadi sombong.

Bagian yang saya garis bawahi itu terjemahan hurufiahnya adalah: To me you do not speak?’ (= Kepadaku Engkau tidak berbicara?). Ini makin menunjukkan kesombongan Pontius Pilatus.

Kesombongan Pontius Pilatus saat ini menunjukkan bahwa rasa takut yang baru dialaminya tidak mempunyai akar yang kokoh. Dengan kata lain, itu bukan rasa takut yang sejati kepada Allah.

Calvin: “This shows that the dread with which Pilate had been suddenly seized was transitory, and had not solid root; for now, forgetting all fear, he breaks out into haughty and monstrous contempt of God. He threatens Christ, as if there had not been a Judge in heaven; but this must always happen with irreligious men, that, shaking off the fear of God, they quickly return to their natural disposition. Hence also we infer, that it is not without good reason that the heart of man is called deceitful, (Jer. 17:9;) for, though some fear of God dwells in it, there likewise comes from it mere impiety. Whoever, then, is not regenerated by the Spirit of God, though he pretend for a time to reverence the majesty of God, will quickly show, by opposite facts, that this fear was hypocritical” [= Ini menunjukkan bahwa rasa takut yang baru saja menimpa Pilatus merupakan rasa takut yang bersifat sementara, dan tidak mempunyai akar yang mendalam / kokoh; karena sekarang ia melupakan semua rasa takut, menjadi sombong dan sangat menghina Allah. Ia mengancam Kristus, seakan-akan tidak ada Hakim di surga; tetapi hal ini harus selalu terjadi dengan orang-orang yang tidak religius, dimana mereka menyingkirkan rasa takut kepada Allah, dan mereka dengan cepat kembali kepada kecenderungan alamiah mereka. Karena itu juga kami berpendapat bahwa bukan tanpa alasan yang baik bahwa hati manusia disebut ‘licik / menipu’ (Yer 17:9); karena sekalipun rasa takut kepada Allah tinggal di dalamnya, demikian juga keluar dari hati itu kejahatan semata-mata. Karena itu, siapapun yang tidak dilahirbarukan oleh Roh Allah, sekalipun ia berpura-pura untuk sementara waktu untuk menghormati / takut pada keagungan Allah, akan segera menunjukkan, oleh fakta-fakta yang bertentangan, bahwa rasa takutnya bersifat munafik] - hal 220.

Bandingkan dengan:

KJV: ‘The heart is deceitful above all things, and desperately wicked: who can know it?’ (= Hati itu lebih menipu dari segala sesuatu, dan sangat jahat: siapa bisa mengetahuinya?).

RSV: ‘The heart is deceitful above all things, and desperately corrupt; who can understand it?’ (= Hati itu lebih menipu dari pada segala sesuatu, dan sangat jahat; siapa dapat mengertinya?).

NIV: ‘The heart is deceitful above all things and beyond cure. Who can understand it?’ (= Hati itu lebih menipu dari segala sesuatu dan tidak bisa disembuhkan. Siapa bisa mengertinya?).

NASB: ‘The heart is more deceitful than all else. And is desperately sick; Who can understand it?’ (= Hati itu lebih menipu dari segala yang lain. Dan sangat sakit; Siapa bisa mengertinya?).

2)   Calvin: “He acknowledges that Christ is innocent, and therefore he makes himself no better than a robber, when he boasts that he has power to cut his throat” (= Ia mengakui bahwa Kristus tidak bersalah, dan karena itu ia menjadikan dirinya sendiri tidak lebih baik dari pada seorang perampok pada waktu ia menyombongkan diri dengan mengatakan bahwa ia mempunyai kuasa untuk memotong leherNya) - hal 220.

Ay 11: “Yesus menjawab: ‘Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.’”.

1)   “Yesus menjawab: ‘Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas’”.

a)   Di sini Yesus mau menjawab, karena jawabanNya tidak akan melepaskanNya dari hukuman mati.

b)   Apa arti dari kata-kata Yesus di sini?

Calvin: “Some explain this in a general sense, that nothing is done in the world but by the permission of God; as if Christ had said, that Pilate, though he thinks that he can do all things, will do nothing more than God permits. The statement is, no doubt, true, that this world is regulated by the disposal of God, and that, whatever may be the effort of wicked men, still they cannot even move a finger but as the secret power of God directs. But I prefer the opinion of those who confine this passage to the office of the magistrate; for by these words Christ rebukes the foolish boasting of Pilate, in extolling himself, as if his power has not been from God; as if he had said, Thou claimest every thing for thyself, as if thou hadst not to render an account one day to God; but it was not without His providence that thou wast made a judge” (= Sebagian orang menjelaskan ini dalam arti yang umum, bahwa tidak ada apapun yang terjadi di dalam dunia, kecuali oleh ijin dari Allah; seakan-akan Kristus mengatakan, bahwa Pilatus, sekalipun ia mengira bahwa ia bisa melakukan segala hal, tidak akan melakukan apapun lebih dari yang Allah ijinkan. Tidak diragukan bahwa pernyataan ini memang benar, bahwa dunia ini diatur oleh pengaturan Allah, dan bahwa apapun yang diusahakan oleh orang-orang jahat, tetap mereka bahkan tidak bisa menggerakkan satu jari kecuali seperti yang diarahkan oleh kuasa rahasia dari Allah. Tetapi saya memilih pandangan dari mereka yang membatasi text ini pada jabatan dari hakim; karena oleh kata-kata ini Kristus menegur pembanggaan yang bodoh dari Pilatus, dalam meninggikan dirinya sendiri, seakan-akan kuasanya bukanlah dari Allah; seakan-akan Ia berkata: Engkau mengclaim segala sesuatu untuk dirimu sendiri, seakan-akan engkau pada satu hari tidak perlu memberikan pertanggung-jawaban kepada Allah; tetapi bukanlah tanpa providensiaNya bahwa engkau dijadikan seorang hakim) - hal 221.

Leon Morris (NICNT): “Jesus is asserting that God is over all and that an earthly governor can act only as God permits him (cf. Rom. 13:1)” [= Yesus menegaskan bahwa Allah ada di atas semua, dan bahwa seorang gubernur duniawi bisa bertindak hanya seperti yang Allah ijinkan (bdk. Ro 13:1)] - hal 797.

Ro 13:1 - “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.

Saya sendiri berpendapat bahwa kata-kata Yesus ini sekalipun secara khusus ditujukan kepada Pontius Pilatus, tetapi tetap bisa diartikan / diterapkan secara umum.

Orang sering mengira bahwa manusia tertentu berkuasa untuk menentukan terjadinya sesuatu hal. Misalnya:

·        orang yang sudah koma dan tidak ada harapan, nasibnya di tangan keluarga / dokter yang melakukan euthanasia.

·        perang nuklir terjadi atau tidak, terletak di tangan presiden Amerika dan Rusia.

·        lulus tidaknya seseorang ada di tangan dosen.

Tetapi jawaban Yesus di sini menunjukkan bahwa semua ada di tangan Allah.

Bdk. Maz 103:19 - “TUHAN sudah menegakkan takhtaNya di sorga dan kerajaanNya berkuasa atas segala sesuatu”.

c)   Kata-kata Yesus di sini sejalan dengan Yoh 3:27 - “Jawab Yohanes: ‘Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga”.

d)   Dalam pengadilan ini terlihat sesuatu yang aneh, dimana sang hakim kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa, sementara sang terdakwa bersikap sebagai seorang raja yang begitu agung.

William Barclay: “We cannot help feeling that it is Jesus who is in control and Pilate who is bewildered and floundering in a situation which he cannot understand. The majesty of Jesus never shone more radiantly than in the hour when he was on trial before men” (= Kita tidak bisa tidak merasa bahwa adalah Yesus yang mengontrol dan Pilatus yang bingung dan bergumul / menggelepar dalam situasi yang tidak bisa ia mengerti. Keagungan Yesus tidak pernah bersinar dengan lebih terang dari pada pada saat Ia sedang diadili di hadapan manusia) - hal 243.

William Barclay: “Never was he so regal as when men did their worst to humiliate him” (= Tidak pernah Ia begitu bersikap sebagai raja seperti pada waktu manusia melakukan yang terburuk untuk merendahkan Dia) - hal 246.

2)   “Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya”.

a)   Ada macam-macam penafsiran tentang siapa yang dimaksud dengan ‘dia’ oleh Yesus:

1.   Ada yang menganggapnya sebagai Yudas Iskariot

Pulpit Commentary: “Judas had the greater blame, but Pilate could not escape” (= Yudas lebih disalahkan, tetapi Pilatus tidak bisa lolos) - hal 458.

2.   Ada yang menganggapnya sebagai Kayafas.

William Hendriksen: “Pilate, though thoroughly corrupt, did not fully realize what he was doing. But Caiaphas acted with knowledge and grim determination (see on 11:49,50). Therefore the sin of Caiaphas was greater than the sin of Pilate. There are gradations in sin (Luke 12:47,48). Unto whom much is given, from his much will be required!” [= Pilatus, sekalipun sepenuhnya jahat, tidak mengerti sepenuhnya apa yang sedang ia lakukan. Tetapi Kayafas bertindak dengan pengetahuan dan ketetapan hati yang kuat (lihat tentang 11:49,50). Karena itu dosa dari Kayafas lebih besar dari pada dosa Pilatus. Ada tingkatan-tingkatan dalam dosa (Luk 12:47-48). Kepada siapa banyak diberikan, dari dia banyak dituntut!] - hal 418-419.

Mengapa Pontius Pilatus lebih kecil dosanya dari pada Kayafas?

·        karena pengenalannya yang lebih sedikit tentang Kristus dibandingkan dengan pengenalan Kayafas tentang Kristus.

·        karena ia sendiri sebetulnya tidak mau menghukum mati Kristus, dan ia membiarkan hal itu terjadi hanya karena takut, sedangkan Kayafas dan kawan-kawannya adalah yang mendesak supaya hal itu terjadi.

3.   Ada yang menganggap bahwa bentuk tunggal ini mencakup banyak orang, yaitu Yudas Iskariot, Kayafas / Sanhedrin, dan imam-imam.

Barnes’ Notes: “The singular, here, is put for the plural, including Judas, the high priests, and the sanhedrin” (= Bentuk tunggal di sini digunakan dalam arti jamak, mencakup Yudas, imam-imam besar, dan sanhedrin) - hal 353.

b)   Kata-kata Yesus ini tidak berarti bahwa Pilatus tidak bersalah.

Leon Morris (NICNT): “This does not mean that Pilate is excused. After all ‘greater sin’ implies ‘lesser sin’, and that was the governor’s. He did not bear all the responsibility he thought he did. But he was a responsible man, and therefore guilty for his actions in this case” (= Ini tidak berarti bahwa Pilatus dimaafkan. Bagaimanapun juga, ‘dosa yang lebih besar’ secara implicit menunjuk pada ‘dosa yang lebih kecil’, dan itulah dosa sang gubernur. Ia tidak memikul semua tanggung jawab yang ia perkirakan. Tetapi ia adalah orang yang bertanggung jawab, dan karena itu ia bersalah untuk tindakannya dalam kasus ini) - hal 797.

Jadi, sekalipun Pilatus membebaskan atau menjatuhi hukuman terhadap Yesus tergantung dari ketetapan / pengaturan Allah, tetapi pada waktu Pilatus melakukan hal yang salah, ia tetap dianggap berdosa dan bertanggung jawab atas dosanya. Ini sama seperti Yudas, yang sekalipun melakukan pengkhianatan sesuai ketetapan Allah, tetapi tetap dianggap bertanggung jawab (Luk 22:22).

Ay 12: “Sejak itu Pilatus berusaha untuk membebaskan Dia, tetapi orang-orang Yahudi berteriak: ‘Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.’”.

1)   ‘Sejak itu Pilatus berusaha untuk membebaskan Dia’.

a)   Terjemahan.

KJV/NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi NASB menterjemahkannya secara berbeda.

NASB: As a result of this Pilate made efforts to release Him’ (= Sebagai akibat dari hal ini Pilatus melakukan usaha untuk membebaskanNya).

Kata Yunani yang digunakan adalah EK TOUTOU, yang juga digunakan pada awal dari Yoh 6:66, dan di sana juga menimbulkan perbedaan penterjemahan.

Yoh 6:66 - Mulai dari waktu itu banyak murid-muridNya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia”.

Lagi-lagi di sini KJV/NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi NASB menterjemahkannya secara berbeda.

NASB: ‘As a result of this’ (= Sebagai akibat dari hal ini).

b)   Kalimat ini rasanya agak aneh, karena ceritanya menunjukkan bahwa jauh sebelum saat ini Pontius Pilatus sudah berusaha untuk membebaskan Yesus. Mungkin harus diartikan bahwa mulai saat ini / sebagai akibat dari hal itu Pontius Pilatus lebih berusaha untuk membebaskan Yesus.

c)   ‘berusaha’.

Pulpit Commentary: “imperfect tense, suggesting repetition and incomplete-ness in the act” (= imperfect tense, secara tidak langsung menunjuk pada pengulangan dan tindakan yang belum selesai) - hal 421.

Jadi maksudnya, ia terus berusaha, dan usahanya belum selesai.

Thomas Whitelaw: “This was the weak point in all Pilate’s action. Instead of seeking to release Christ he ought to have released Him” (= Ini adalah titik lemah dalam semua tindakan Pilatus. Ia seharusnya melepaskan Kristus dan bukannya berusaha melepaskanNya) - hal 396.

d)   Kita tidak diberitahu dengan cara apa Pontius Pilatus melakukan usaha ini, tetapi apapun yang dilakukannya, itu membuat orang-orang Yahudi berteriak: ‘Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.’ (ay 12b).

2)   “tetapi orang-orang Yahudi berteriak: ‘Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.’”.

a)   Perlu diketahui bahwa kaisar saat itu, yaitu Tiberius, adalah orang yang kejam, jahat, dan suka iri hati.

Barnes’ Notes: “The name of the reigning emperor was Tiberius. ... This emperor was, during the latter part of his reign, the most cruel, jealous, and wicked, that ever sat on the Roman throne” (= Nama dari kaisar yang sedang bertakhta adalah Tiberius. ... Kaisar ini, sepanjang bagian akhir dari pemerintahannya, adalah yang paling kejam, iri hati, dan jahat, dari pada kaisar lain yang pernah duduk di takhta Romawi) - hal 353.

b)   Pulpit Commentary mengatakan (hal 421-422) bahwa ketika Pontius Pilatus mendengar kata-kata dalam ay 12b ini rasa takutnya kepada kaisar Tiberius melebihi rasa takutnya kepada Allah / Kristus.

Pulpit Commentary: “his fear of Tiberius became greater than his fear of Christ; his anxiety for himself predominated over his desire for justice and fair play” (= rasa takutnya terhadap Tiberius menjadi lebih besar dari pada rasa takutnya terhadap Kristus; kekuatirannya untuk dirinya sendiri berkuasa atas keinginannya untuk keadilan dan permainan yang jujur / adil) - hal 421-422.

William Hendriksen: “Pilate intensified his efforts to release Jesus. That he did not succeed in these repeated attempts was due to his own moral weakness, his unwillingness to do the right no matter was the cost. When the Jews finally began to scream, ‘If you release this man (or this fellow), you are no friend of the emperor,’ Pilate capitulated to their wishes. It was this outcry that floored the governor” (= Pilatus memperkuat usahanya untuk membebaskan Yesus. Bahwa ia tidak berhasil dalam usahanya yang berulang-ulang disebabkan oleh kelemahan moralnya sendiri, ketidak-mauannya untuk melakukan yang benar tak peduli apapun ongkos / pengorbanannya. Pada waktu orang-orang Yahudi akhirnya mulai menjerit: ‘Jika engkau membebaskan orang ini, engkau bukanlah sahabat kaisar’, Pilatus menyerah pada keinginan mereka. Teriakan ini yang menjatuhkan / merobohkan sang gubernur) - hal 419.

c)   Pontius Pilatus pernah melakukan kesalahan-kesalahan yang dibahas secara panjang lebar oleh Barclay (hal 238-240), dan ini membuatnya makin takut terhadap ancaman orang-orang Yahudi tersebut.

Pulpit Commentary: “Pilate’s political history aggravated his fears. His relations with the emperor were not satisfactory” (= Sejarah politik Pilatus memperburuk rasa takutnya. Hubungannya dengan kaisar tidak memuaskan) - hal 421.

William Barclay: “He was blackmailed into assenting to the death of Christ, because his previous mistakes had made it impossible for him both to defy the Jews and to keep his post. Somehow one cannot help being sorry for Pilate. He wanted to do the right thing, but he had not the courage to defy the Jews and do it. He crucified Jesus in order to keep his job” (= Ia dipaksa / diancam untuk menyetujui kematian Kristus, karena kesalahan-kesalahannya yang terdahulu menyebabkan tidak mungkin baginya untuk menentang orang-orang Yahudi dan mempertahankan jabatannya. Bagaimanapun juga seseorang tidak bisa tidak merasa kasihan kepada Pilatus. Ia ingin melakukan hal yang benar, tetapi ia tidak mempunyai keberanian untuk menentang orang-orang Yahudi dan melakukan hal yang benar itu. Ia menyalibkan Yesus untuk mempertahankan pekerjaannya) - hal 240.

Ay 13: “Ketika Pilatus mendengar perkataan itu, ia menyuruh membawa Yesus ke luar, dan ia duduk di kursi pengadilan, di tempat yang bernama Litostrotos, dalam bahasa Ibrani Gabata”.

1)   ‘dan ia duduk di kursi pengadilan’.

William Barclay: “the verb for to sit is KATHIZEIN, and that may either intransitive or transitive; it may mean either to sit down oneself, or to seat another” (= kata kerja untuk ‘duduk’ adalah KATHIZEIN, dan itu bisa merupakan kata kerja intransitive atau transitive; itu bisa berarti ia sendiri yang duduk, atau ia mendudukkan orang lain) - hal 246.

Jadi bisa diartikan Pilatus yang duduk, dan bisa juga diartikan Pilatus menyuruh Yesus duduk di sana. Barclay kelihatannya memilih kemungkinan yang kedua.

William Barclay: “The apocryphal Gospel of Peter says that in the mockery, they set Jesus on the seat of judgment and said: ‘Judge justly, King of Israel.’ Justin Martyr too says that they set Jesus on the judgment seat, and said, ‘Give judgment for us’. It may be that Pilate jestingly caricatured Jesus as judge. If that is so, what dramatic irony is there. That which was a mockery was the truth; and one day those who had mocked Jesus as judge would meet him as judge - and would remember” (=  Kitab Apocrypha Injil Petrus berkata bahwa dalam pengejekan, mereka meletakkan Yesus pada kursi penghakiman dan berkata: ‘Hakimilah dengan adil, Raja Israel’. Justin Martyr juga berkata bahwa mereka meletakkan Yesus pada kursi penghakiman, dan berkata: ‘Berilah penghakiman untuk kami’. Adalah mungkin bahwa Pilatus secara mengejek menggambarkan Yesus sebagai hakim. Jika memang demikian, betul-betul di sini ada sesuatu ironi yang dramatis. Apa yang saat itu adalah ejekan merupakan suatu kebenaran; dan suatu hari mereka yang telah mengejek Yesus sebagai hakim akan bertemu dengan Dia sebagai hakim - dan akan ingat) - hal 246.

Hendriksen tidak setuju dengan penafsiran ini (hal 420), dan ia beranggapan bahwa Pilatuslah yang duduk di kursi pengadilan / hakim tersebut.

2)   “di tempat yang bernama Litostrotos, dalam bahasa Ibrani Gabata”.

a)   Menurut Poole, kata ‘Gabata’ ini adalah campuran Ibrani dan Aram.

b)   Ini mungkin menunjuk pada semacam panggung yang agak tinggi.

Ay 14: “Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas. Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: ‘Inilah rajamu!’”.

1)   “Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas.

NIV/Lit: ‘about the sixth hour’ (= kira-kira jam keenam).

Ini kelihatannya bertentangan dengan Mat 27:45  Mark 15:33  Luk 23:44. Bdk. juga Mark 15:25.

Mark 15:25,33 - “(25) Hari jam sembilan (Lit: jam yang ketiga) ketika Ia disalibkan. ... (33) Pada jam dua belas (Lit: jam yang keenam), kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga”.

Bagaimana caranya mengharmoniskan bagian-bagian yang kelihatannya bertentangan ini? Ada bermacam-macam cara:

a)   Banyak penafsir mengharmoniskan dengan cara sebagai berikut: mereka berkata bahwa orang-orang Yahudi membagi satu hari (12 jam) menjadi 4 bagian / jam. Istilah ‘jam yang ketiga’ mencakup daerah waktu antara pk. 9.00 - pk. 12.00; ‘jam yang keenam’ mencakup daerah antara pk. 12.00 - pk. 15.00; ‘jam yang kesembilan’ mencakup daerah antara pk. 15.00 - pk. 18.00; ‘jam yang keduabelas’ mencakup daerah antara pk. 18.00 - pk. 21.00.

Pada waktu Markus berkata ‘jam yang ketiga’ yang ia maksudkan adalah hampir pk. 12.00. Sedangkan Yohanes mengatakan ‘kira-kira jam 12’, sehingga bisa saja diartikan jam 12 kurang sedikit. Dengan demikian kedua bagian ini tidak bertentangan. Kalau ini benar, maka Yesus mulai disalibkan pada sekitar pk 12.00 siang.

Keberatan: Teori pembagian satu hari dalam empat bagian ini rasanya tidak cocok dengan perumpamaan Yesus dalam Mat 20:16, karena di sana ada jam ke 3 (ay 3), jam ke 6 dan jam ke 9 (ay 5), dan jam ke 11 (ay 6).

b)   Ada yang menganggap ay 14 ini sebagai kesalahan, seharusnya adalah ‘about the third hour’ (= kira-kira jam tiga), dan ada yang mengatakan bahwa ada manuscripts yang mengatakan demikian.

Barnes’ Notes: “There is some external authority for reading ‘third’ in John 19:14. The Cambridge MS. has this reading. Nonnus, who lived in the fifth century, says that this was the true reading” (= Ada otoritas luar untuk membaca ‘yang ketiga’ dalam Yoh 19:14. Manuscript Cambridge mempunyai pembacaan seperti ini. Nonnus, yang hidup pada abad kelima, mengatakan bahwa ini adalah pembacaan yang benar) - hal 176.

Barnes’ Notes: “A mistake in numbers is easily made; ... it was common not to write the words indicating numbers at length, but to use letters. The Greeks designated numbers by the letters of the alphabet; and this mode of computation is found in ancient manuscripts. ... the letter g, Gamma, the usual notation for third. Now, it is well known that it would be easy to mistake this for the mark denoting six, j.” (= Suatu kesalahan dalam bilangan mudah terjadi; ... merupakan hal yang umum bukan menuliskan bilangan dengan kata-kata, tetapi dengan menggunakan huruf. Orang-orang Yunani menandai bilangan dengan huruf-huruf dari alfabet; dan cara perhitungan seperti ini ditemukan dalam manuscripts kuno. ... huruf g, Gamma, merupakan cara menulis untuk ‘ketiga’. Merupakan sesuatu yang sudah dikenal bahwa adalah mudah untuk mengacaukan ini dengan tanda yang menunjuk pada enam, j) - hal 176.

Catatan: Memang bahasa Ibrani maupun Yunani menggunakan huruf untuk menyatakan angka. Jadi huruf yang dipakai untuk menyatakan angka 3 adalah huruf g (Gamma), tetapi Barnes mengatakan bahwa huruf untuk 6 adalah j (Sigma), dan ini aneh, karena Sigma bukan huruf ke enam.

Dalam International Standard Bible Encyclopedia (vol III, hal 556), dikatakan bahwa yang digunakan sebagai angka 3 adalah huruf G (Gamma, huruf besar), sedangkan yang digunakan sebagai angka 6 adalah huruf F (dalam Yunani tidak ada huruf ini). Melihat persamaan antara G dan F, maka memang mudah sekali terjadi kesalahan penyalinan.

c)   Markus menceritakan tentang keputusan, sedangkan Yohanes betul-betul menceritakan tentang penyalibannya.

Pulpit Commentary: “Augustine says, ‘At the third hour (Mark) he was crucified by the tongue of the Jews, at the sixth hour (John) by the hands of the soldiers.’” [= Agustinus berkata: ‘Pada pk. 3 (Markus) Ia disalibkan oleh lidah dari orang-orang Yahudi, pada pk. 6 (Yohanes) oleh tangan dari para tentara’] - hal 423.

Pulpit Commentary juga memberikan pandangan seorang yang bernama Hesychius sebagai berikut:

“Mark refers to the verdict of Pilate, and John to the nailing to the cross” (= Markus menunjuk pada keputusan Pilatus, dan Yohanes pada pemakuan pada kayu salib) - hal 423.

Keberatan: Kalau kita membaca cerita dalam Markus, kelihatannya Mark 15:25 itu berbicara bukan tentang keputusan penyaliban, tetapi tentang pelaksanaan penyaliban.

d)   Hendriksen (juga Tasker, Tyndale) menganggap ini adalah jam Romawi, dan itu berarti kira-kira pk 6.00 pagi.

William Hendriksen: “it has been shown that in other passages the author of the Fourth Gospel in all probability used the Roman civil day time-computation. See on 1:39; 4:6; 4:52. If there, why not here?” (= telah ditunjukkan bahwa dalam text-text lain pengarang dari Injil keempat sangat mungkin menggunakan perhitungan waktu Romawi. Lihat tentang 1:39; 4:6; 4:52. Jika di sana demikian, mengapa di sini tidak?) - hal 421.

Catatan: dalam penjelasan tentang ketiga ayat dalam kutipan di atas, saya memasukkan penjelasan William Hendriksen ke dalam penjelasan saya. Lihat makalah Yohanes 1:35-42, 4:1-9 dan 4:43-54.

Pulpit Commentary menambahkan (hal 423) argumentasi seorang penafsir yang mengatakan bahwa rasul Yohanes menulis Injil Yohanes ini di Efesus, yang menggunakan perhitungan waktu Asia, yang sama dengan perhitungan waktu Romawi.

Tetapi penafsir lain dari Pulpit Commentary menentang pandangan ini.

Pulpit Commentary: “But if this is possible, the perplexity is rather increased than diminished. It is difficult to imagine that this stage of the proceedings could have been reached by six o’clock a.m., and that three hours still followed before the Lord was crucified” (= Tetapi jika ini memungkinkan, hal yang membingungkan bukannya berkurang melainkan bertambah. Adalah sukar untuk membayangkan bahwa tahap pengadilan ini bisa dicapai pada pk 6.00 pagi, dan bahwa masih ada 3 jam sebelum Tuhan disalibkan) - hal 423.

Saya berpendapat bahwa argumentasi ini tidaklah terlalu kuat. Yesus diadili oleh Sanhedrin pada tengah malam, dan bisa saja Ia dibawa kepada Pontius Pilatus pada dini hari sekitar pk. 4.00. Dan setelah penjatuhan keputusan penyaliban pada pk. 6.00, Yesus masih harus memikul salib, dsb, sehingga merupakan sesuatu yang memungkinkan bahwa penyalibannya terjadi 3 jam setelahnya.

Saya condong pada penafsiran Hendriksen ini.

2)   “Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: ‘Inilah rajamu!’”.

Pilatus mengatakan ini bukan sebagai ejekan terhadap Yesus, tetapi mungkin sebagai ejekan terhadap para imam dan orang-orang Farisi dan bahkan terhadap seluruh orang-orang Yahudi yang ada pada saat itu. Ini ia lanjutkan dengan memasang tulisan di atas kepala Yesus pada kayu salib.

Tetapi kata-kata yang diucapkan / dituliskan oleh Pontius Pilatus dengan tujuan mengejek orang-orang Yahudi itu ternyata merupakan suatu kebenaran yang mulia. Yesus memang adalah Raja orang Yahudi.

Maz 2:6 - “‘Akulah yang telah melantik rajaKu di Sion, gunungKu yang kudus!’ Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: ‘AnakKu engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini”.

Ay 15: “Maka berteriaklah mereka: ‘Enyahkan Dia! Enyahkan Dia! Salibkan Dia!’ Kata Pilatus kepada mereka: ‘Haruskah aku menyalibkan rajamu?’ Jawab imam-imam kepala: ‘Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!’”.

Barclay mengatakan (hal 236) bahwa pada waktu Roma menjajah mereka, dan lalu mengadakan sensus untuk mengatur perpajakan, orang-orang Yahudi melawan / memberontak, karena mereka berkeras bahwa Tuhan adalah raja mereka, dan hanya kepada Dia mereka mau membayar upeti / pajak.

William Barclay: “When the Roman had first come into Palestine, they had taken a census in order to arrange the normal taxation to which subject people were liable. And there had been the most bloody rebellion, because the Jews insisted that God alone was their king, and to him alone they would pay tribute” (= Pada waktu orang-orang Romawi pertama-tama masuk ke Palestina, mereka mengadakan suatu sensus untuk mengatur perpajakan normal yang harus dibayar oleh bangsa yang ditundukkan. Dan pada saat itu terjadi pemberontakan yang paling berdarah, karena orang-orang Yahudi bersikeras bahwa Allah sajalah yang adalah raja mereka, dan hanya kepada Dia sajalah mereka mau membayar upeti) - hal 236.

Tetapi sekarang, kebencian mereka kepada Yesus, dan keinginan mereka untuk membunuh Yesus menyebabkan mereka lalu berkata: “Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar” (Yoh 19:15).

William Barclay: “When the Jewish leader said. ‘We have no king but the Caesar,’ it was the most astonishing volte-face in history. The very statement must have taken Pilate’s breath away, and he must have looked at them in half-bewildered, half-cynical amusement. The Jews were prepared to abandon every principle they had in order to eliminate Jesus” (= Pada waktu para pemimpin Yahudi berkata: ‘Kami tidak mempunyai raja selain Kaisar,’ itu merupakan sikap bertentangan yang paling mengherankan dalam sejarah. Pernyataan itu pasti mempesona Pilatus, dan ia pasti memandang kepada mereka dengan kegelian yang setengah bingung dan setengah sinis. Orang-orang Yahudi siap meninggalkan setiap prinsip yang mereka punyai untuk menghapuskan Yesus) - hal 236.

William Barclay: “It is a terrible picture. The hatred of the Jews turned them into a maddened mob of shrieking, frenzied fanatics. In their hatred they forgot all mercy, all sense of proportion, all justice, all their principles, even God. Never in history was the insanity of hatred so vividly shown” (= Ini merupakan gambaran yang mengerikan. Kebencian orang-orang Yahudi mengubah mereka menjadi gerombolan orang marah dari orang-orang fanatik yang berteriak-teriak dan hiruk-pikuk. Dalam kebencian mereka mereka melupakan semua belas kasihan, semua proporsi, semua keadilan, semua prinsip-prinsip mereka, bahkan Allah. Dalam sejarah tidak pernah ditunjukkan kegilaan dari kebencian secara begitu hidup) - hal 236.

Calvin: “We see, then, what insanity had seized them. Let us suppose that Jesus Christ was not the Christ; still they have no excuse for acknowledging no other king but Cesar. For, first, they revolt from the spiritual kingdom of God; and, secondly, they prefer the tyranny of the Roman Empire, which they greatly abhorred, to a just government, such as God had promised to them. Thus wicked men, in order to fly from Christ, not only deprive themselves of eternal life, but draw down on their head every kind of miseries” (= Kita melihat kegilaan apa yang menyerang mereka. Sekalipun kita anggap / andaikan bahwa Yesus Kristus bukanlah Kristus; tetap mereka tidak mempunyai alasan untuk mengakui tidak ada raja lain selain Kaisar. Karena pertama, mereka memberontak dari kerajaan rohani dari Allah; dan kedua, mereka lebih memilih tirani dari Kekaisaran Romawi, yang sangat mereka benci, dari pada pemerintahan yang adil / benar, seperti yang Allah janjikan kepada mereka. Demikianlah orang jahat, supaya bisa lari dari Kristus, bukan hanya menghilangkan hidup yang kekal bagi diri mereka sendiri, tetapi menurunkan ke atas kepala mereka sendiri setiap jenis kesengsaraan) - hal 224-225.

Bdk. dengan kata-kata Samuel: Tuhan, Allahmu, adalah rajamu” (1Sam 12:12b). Juga dengan kata-kata Gideon: “Aku tidak akan memerintah kamu dan juga anakku tidak akan memerintah kamu, tetapi TUHAN yang memerintah kamu” (Hak 8:23).

Matthew Poole: “The more Pilate sought to quiet them, the more they rage, contrary to all dictates of reason; when God hath determined a thing, all things shall concur to bring it about” (= Makin Pilatus berusaha menenangkan mereka, makin marah mereka, bertentangan dengan semua akal sehat / suara hati; pada saat Allah telah menentukan suatu hal, semua hal akan bekerja bersama-sama untuk membuatnya terjadi) - hal 376.

Pulpit Commentary mengutip kata-kata Lampe: “They elected Cæsar to be their king, by Cæsar they were destroyed” (= Mereka memilih Kaisar sebagai raja mereka, oleh Kaisar mereka dihancurkan) - hal 424.

Ay 16: “Akhirnya Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan. Mereka menerima Yesus”.

1)   Pilatus menyerah.

William Barclay: “In the end Pilate admitted defeat. He abandoned Jesus to the mob, because he had not the courage to take the right decision and to do the right thing” (= Pada akhirnya Pilatus mengaku kalah. Ia menyerahkan Yesus kepada orang banyak, karena ia tidak mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan yang benar dan melakukan hal yang benar) - hal 241.

William Hendriksen: “Up to a point he was willing to do what justice demanded, especially if by doing so he could vex his enemies, the Jews. But only up to a point. When his position is threatened, he surrenders!” (= Sampai pada titik ini ia mau melakukan apa yang dituntut oleh keadilan, khususnya jika dengan melakukannya ia bisa menjengkelkan musuh-musuhnya, orang-orang Yahudi. Tetapi hanya sampai suatu titik. Pada saat posisi / jabatannya terancam, ia menyerah!) - hal 405.

Matthew Poole: “Pilate was a man that loved the honour that was from men more than the honour and praise which is from God; he was more afraid of losing his place than his soul” (= Pilatus adalah seseorang yang mencintai kehormatan dari manusia lebih dari pada kehormatan dan pujian dari Allah; ia lebih takut kehilangan tempat / jabatannya dari pada kehilangan jiwanya) - hal 376.

Bandingkan dengan:

·        Yoh 5:44 - “Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa?”.

·        Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus”.

2)   Di sini ada tangan Allah yang bekerja sehingga hal itu, yang memang merupakan rencana / ketetapan Allah, terjadi.

Bdk. Kis 4:27-28 - “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.

George Hutcheson: “Divine justice pursuing sin could not be satisfied but only by the death of the Surety of sinners, nor could that burning fire be quenched but by his blood; for there was an overruling hand of God craving for complete satisfaction to justice in his being crucified” (= Keadilan ilahi yang mengejar dosa tidak bisa dipuaskan kecuali hanya oleh kematian dari Jaminan dari orang-orang berdosa, juga api yang menyala-nyala tidak bisa dipadamkan kecuali dengan darahNya; karena di sana ada tangan Allah yang melindas semua, yang sangat menginginkan pemuasan keadilan yang sempurna / lengkap, dalam penyalibanNya) - hal 394.

3)   Bdk. Mat 27:24 - “Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: ‘Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!’”.

Ia ingin melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi jelas bahwa ini merupakan tindakan yang sia-sia. Ia tetap dianggap bertanggung jawab / bersalah, karena menyalibkan orang yang tidak bersalah.

John Henry Jowett: “Pilate was warned. Pilate’s wife had a dream, and in the dream she had glimpses of reality, and when she awoke her soul was troubled. ‘Have thou nothing to do with that just man!’ ... Pilate ignored the warning, and handed the Lord to the revengeful will of the priests. Pilate defiled his heart, and then he washed his hands!” (= Pilatus telah diperingatkan. Istri Pilatus mendapatkan mimpi, dan dalam mimpi itu ia mendapatkan sekilas dari realita, dan pada saat ia bangun jiwanya gelisah. ‘Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu!’ ... Pilatus mengabaikan peringatan itu, dan menyerahkan Tuhan kepada keinginan membalas dendam dari imam-imam. Pilatus menajiskan hatinya, dan lalu ia mencuci tangannya!) - ‘Spring of the Living Water’, March 29.

Penerapan:

Saudara juga bisa ‘mencuci tangan’ seperti Pontius Pilatus misalnya pada saat saudara disuruh berdusta oleh boss / orang tua saudara. Saudara mau berdusta dan saudara beranggapan bahwa saudara tidak bersalah. Yang salah adalah orang yang menyuruh saudara. Ini jelas salah. Yang menyuruh memang salah, tetapi yang mau disuruh juga salah, dan tidak bisa ‘mencuci tangan’ terhadap hal tersebut.



-AMIN-

Bagi sdr yg telah mendapat berkat dari artikel ini..mohon kiranya dapat membantu menyebarkan Pada sdr2 kita yg lain, sehingga semakin banyak sdr kita yg juga bisa membaca artikel ini dan mendapat berkat. Tuhan memberkati sdr. Amin.

 

Joh 21:17  Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.


e-mail us at [email protected]