Eksposisi Injil Yohanes
oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
Ay 1: “Setelah
Yesus mengatakan semuanya itu keluarlah Ia dari situ bersama-sama dengan
murid-muridNya dan mereka pergi ke seberang sungai Kidron. Di situ ada suatu
taman dan Ia masuk ke taman itu bersama-sama dengan murid-muridNya”.
1)
“Setelah Yesus mengatakan semuanya itu
keluarlah Ia dari situ bersama-sama dengan murid-muridNya”.
George Hutcheson mengatakan (hal 373) bahwa merupakan kewajiban
dari pengikut-pengikut Kristus untuk tidak selalu mengharapkan hal-hal yang
manis dalam kehidupan, seperti khotbah, mendengar Firman Tuhan, menyampaikan
Firman Tuhan, doa, dan sebagainya. Mereka harus mengerti bahwa setelah adanya
hal-hal tersebut, mereka mungkin dipanggil untuk menderita; setelah sinar
matahari, mereka mungkin bertemu dengan badai yang gelap. Karena bagian Injil
Yohanes ini menunjukkan bahwa ‘setelah
Yesus mengatakan semuanya itu’ (khotbah / pengajaran, doa, dan pelaksanaan Perjamuan Kudus), ‘keluarlah
Ia dari situ’ menuju percobaan / pengadilan.
2)
“dan mereka pergi ke seberang sungai
Kidron”.
William Barclay: “There a symbolic thing
must have happened. All the Passover lambs were killed in the Temple, and the
blood of the lambs was poured on the altar as an offering to God. The number of
lambs slain for the Passover was immense. On one occasion, thirty years later
than the time of Jesus, a census was taken and the number was 256.000. We may
imagine what the Temple courts were like when the blood of all these lambs was
dashed on to the altar. From the altar there was a channel down to the brook
Kedron, and through that channel the blood of the Passover lambs drained away.
When Jesus crossed the brook Kedron it would still be red with the blood of the
lambs which had been sacrificed; and as he did so, the thought of his own
sacrifice would surely be vivid in his mind”
(= Di sana suatu hal simbolis pasti telah terjadi. Semua domba Paskah dibunuh di
Bait Allah, dan darah dari domba-domba itu dicurahkan pada mezbah sebagai
persembahan bagi Allah. Jumlah domba yang dibunuh untuk Paskah adalah sangat
besar. Pada suatu peristiwa, 30 tahun setelah jaman Yesus, dilakukan suatu
sensus / perhitungan dan jumlahnya adalah 256.000. Kita bisa membayangkan
bagaimana kelihatannya halaman Bait Allah pada waktu darah dari semua domba itu
disiramkan pada mezbah. Dari mezbah itu ada saluran yang menuju ke sungai
Kidron, dan melalui saluran itu darah domba Paskah dialirkan. Pada waktu Yesus
menyeberangi sungai Kidron, sungai itu tetap merah oleh darah dari domba-domba
yang telah dikorbankan; dan pada waktu Ia menyeberangi sungai itu, pemikiran
tentang pengorbananNya sendiri pasti sangat hidup dalam pikiranNya)
- hal 221.
3)
“Di situ ada suatu taman dan Ia masuk ke
taman itu bersama-sama dengan murid-muridNya”.
a) Mat 26:36 menyebutkan bahwa nama taman itu adalah
Getsemani.
b) Getsemani paralel dengan Eden?
Pulpit Commentary mengatakan (hal 380) bahwa ada orang-orang yang
beranggapan bahwa ada keparalelan antara taman Eden yang terhilang oleh dosa
manusia, dengan taman Getsemani di mana Yesus sebagai Adam kedua bertemu dengan
penguasa dunia ini, dan menanggung beban kesalahan / dosa manusia, dan
mendapatkan kembali Firdaus yang dihilangkan oleh Adam.
Tetapi perlu diingat bahwa pemikulan dosa terjadi terutama di
Golgota, bukan di Getsemani.
c)
Tentang Taman Getsemani ini Spurgeon mengatakan (‘A Treasury of Spurgeon on
the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 90) bahwa:
· ada
orang-orang yang beranggapan bahwa ada pohon-pohon zaitun dari jaman Yesus yang
masih bertahan sampai sekarang. Tetapi Spurgeon mengatakan bahwa hal itu hampir
mustahil, karena Josephus mengatakan bahwa pada waktu Romawi menyerbu Yerusalem,
maka semua pohon-pohon itu ditebangi, sebagian untuk dijadikan salib untuk
menyalibkan orang-orang Yahudi, dan sebagian lagi dijadikan alat untuk menyerbu
kota itu.
· ada
orang-orang kristen yang pergi ke sana dan melewatkan sebagian dari hari
Sabatnya di sana, dengan tujuan untuk menikmati persekutuan dengan Kristus di
sana.
Spurgeon mengecam orang-orang seperti ini dan mengatakan bahwa
mereka harus mempelajari kata-kata Yesus dalam Yoh 4:21-23 - “Kata
Yesus kepadanya: ‘Percayalah kepadaKu, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa
kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu
menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab
keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba
sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan
kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian”.
Saya berpendapat bahwa kecaman Spurgeon ini benar, dan kecaman ini
juga berlaku untuk orang-orang kristen yang beranggapan bahwa keberadaan di
Israel mempunyai nilai-nilai rohani tertentu, seperti meneguhkan iman,
mengembalikan kasih semula, menyebabkan kita merasakan kehadiran Allah,
memperbaharui pernikahan, dan sebagai-nya. Kata-kata Yesus dalam Yoh 4:21-23
itu sebetulnya melarang kita untuk mempercayai adanya tempat suci dalam jaman
Perjanjian Baru!
4)
Merupakan sesuatu yang aneh bahwa Yohanes tidak menceritakan pergumulan Yesus di
taman Getsemani. Disamping itu, juga ada hal-hal lain yang tidak diceritakan
oleh Yohanes, seperti:
a)
8 murid ditinggalkan, dan hanya 3 murid, yaitu Petrus, Yohanes dan Yakobus, yang
ikut dengan Yesus, dan 3 murid inipun lalu ditinggalkan, dan Ia sendirian
bergumul dalam doa.
b) Tidurnya ketiga murid, padahal mereka disuruh
berdoa.
c) Ciuman Yudas Iskariot.
d)
Penyembuhan telinga dari hamba yang dibacok oleh Petrus. Ini hanya diceritakan
oleh Lukas.
Ada penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa Yohanes tidak
menceritakan hal-hal itu, karena ia menganggap bahwa ketiga penulis Injil yang
lain sudah menceritakan dengan cukup jelas. Ada juga yang beranggapan bahwa
Yohanes tidak menceritakan hal-hal itu karena hal-hal itu tidak sesuai dengan
penekanannya. Tetapi seorang penafsir dari Pulpit Commentary mempunyai pandangan
yang unik tentang hal ini.
Pulpit Commentary: “There are depths and
unique things in this Gospel which make it easily to be accounted for that some
should reckon it the choicest of the Gospels. It has what the others have not;
but when we compare the others with it, to look for their peculiar excellences,
then we find how the others have what this Gospel lacks. One would have thought
beforehand that John would have enlarged on the mysteries and sorrows of
Gethsemane, but, strangely enough, he passes them over without a word. Here is
one of the illustrations of how real a thing inspiration is, these Gospels being
not written after the fashion of human books, though they came through human
minds. If John had been asked why he omitted to enlarge on the Passion, he could
hardly have told” (= Ada kedalaman dan
hal-hal unik dalam Injil ini yang membuatnya dianggap sebagai Injil yang paling
berharga. Injil ini mempunyai hal-hal yang tidak dimiliki oleh Injil-Injil yang
lain; tetapi pada saat kita membandingkan Injil-Injil yang lain dengan Injil
ini, untuk mencari keunggulan yang khas dari Injil-Injil yang lain itu, maka
kita mendapatkan bahwa Injil-Injil yang lain itu mempunyai hal-hal yang tidak
dimiliki oleh Injil ini. Seseorang akan menduga sebelumnya bahwa Yohanes akan
membicarakan secara lebih lengkap tentang misteri dan kesedihan Getsemani,
tetapi anehnya ia justru sama sekali tidak membicarakannya. Di sini ada suatu
ilustrasi tentang betapa nyatanya pengilhaman itu, Injil-Injil ini tidak ditulis
menurut cara / kebiasaan dari buku-buku manusia, sekalipun Injil-Injil itu
datang melalui pikiran manusia. Seandainya Yohanes ditanya mengapa ia tidak
membicarakan tentang saat-saat penderitaan Yesus sebelum penyaliban / sesudah
Perjamuan terakhir, ia tidak akan bisa menjawab)
- hal 412-413.
Jadi, pimpinan Roh Kuduslah yang membuat Yohanes tidak menceritakan
hal-hal yang diceritakan oleh ketiga Injil yang lain.
Ay 2: “Yudas, yang
mengkhianati Yesus, tahu juga tempat itu, karena Yesus sering berkumpul di situ
dengan murid-muridNya”.
1)
“Yudas, yang mengkhianati Yesus”.
John G. Mitchell: “Judas had accompanied
the Saviour for over three years as one chosen for ministry by the Lord Himself.
... Is it possible for a person to live three years with the Saviour, and then,
because of a few shekels, betray the holy Son of God? Is it possible that a
person can go to church and hear the truth of the Word of God and see the Son of
God exalted week by week, but eventually be lost? My friend, it is very possible
to start in the beginner’s department and go through the whole Sunday School,
and live your life in the midst of the things of God, and yet not know Him.
Judas never knew the Son of God in a vital relationship”
(= Yudas telah menyertai sang Juruselamat selama lebih dari 3 tahun sebagai
seorang yang dipilih untuk pelayanan oleh Tuhan sendiri. ... Apakah mungkin bagi
seseorang untuk hidup selama 3 tahun dengan sang Juruselamat, dan lalu, karena
beberapa syikal, mengkhianati Anak Allah yang kudus? Apakah mungkin bahwa
seseorang bisa pergi ke gereja dan mendengar kebenaran Firman Allah dan melihat
Anak Allah ditinggikan dari minggu ke minggu, tetapi akhirnya terhilang?
Temanku, adalah sangat memungkinkan untuk mulai dalam departemen pemula dan
melalui seluruh Sekolah Minggu, dan hidup di tengah-tengah perkara-perkara
Allah, tetapi tidak mengenal Dia. Yudas tidak pernah mengenal Anak Allah dalam
suatu hubungan yang hidup)
- hal 352.
George Hutcheson: “Christ may be
persecuted by men who have been very eminent in his service, even by one of his
twelve apostles, as Judas was, and by them who in their office were types of
himself, such as the chief priests were. And this should prevent our stumbling
at the defection of such” (= Kristus bisa
dianiaya oleh orang-orang yang sangat menonjol / terkenal dalam pelayanan,
bahkan oleh salah satu dari 12 rasul, seperti Yudas, dan oleh mereka yang dalam
jabatannya adalah type dari Kristus sendiri, seperti imam-imam kepala. Dan ini
harus menjaga supaya kita tidak tersandung pada kesalahan dari orang-orang
seperti itu) - hal 373.
George Hutcheson: “and by this all are
warned that were they never so eminent, or had stood never so long, yet they
ought to take heed of an entertained idol lest that draw them in the snare, as
these priests were by their credit, and Judas by his love to the world”
(= dan oleh ini semua orang diperingatkan bahwa betapapun menonjolnya /
terkenalnya mereka, atau betapapun lamanya mereka berdiri, mereka tetap harus
berhati-hati terhadap berhala yang menyenangkan supaya jangan hal itu membawa
mereka kepada jerat, seperti imam-imam ini jatuh oleh kebanggaan mereka, dan
Yudas oleh cintanya kepada dunia) - hal 373.
John Henry Jowett: “Our Master was betrayed
by a disciple, ‘one of the twelve.’ The blow came from one of ‘His own
household.’ ... The devil would rather gain one belonging to the inner circle
than a thousand who stand confessed as the friends of the world”
(= Tuan kita dikhianati oleh seorang murid, ‘seorang dari 12 murid’. Pukulan
datang dari salah seorang dari ‘rumah tangganya sendiri’. ... Setan lebih
senang mendapatkan satu orang dari lingkaran dalam dari pada 1000 orang yang
mengaku sebagai sahabat dari dunia)
- ‘Spring of the Living Water’, March 23.
Penerapan:
Karena itu kalau saudara sudah adalah orang kristen, lebih-lebih
orang kristen yang aktif dalam gereja, saudara harus lebih waspada. Setan jauh
lebih senang menjatuhkan saudara dari pada menjatuhkan 1000 orang dunia! Apakah
saudara waspada dalam menjaga diri saudara, misalnya dalam saat teduh /
kehidupan doa, dalam belajar firman Tuhan, dalam pengudusan, dsb?
Yudas mengkhianati Yesus demi uang (Mat 26:14-16).
John Henry Jowett: “And this ‘dark
betrayal’ was for money! The Lord of Glory was bartered for thirty pieces of
silver! And the difference between Judas and many men is that they often sell
their Lord for less! From the power of Mammon, and from the blindness which
falls upon his victims, good Lord, deliver me!”
(= Dan ‘pengkhianatan gelap’ ini adalah demi uang! Tuhan Kemuliaan ditukar
dengan 30 keping perak! Dan perbedaan antara Yudas dan banyak orang adalah bahwa
mereka sering menjual Tuhan mereka dengan harga kurang dari itu / harga yang
lebih murah! Tuhan yang baik, selamatkanlah / lepaskanlah aku dari kuasa Mammon
/ dewa uang, dan dari kebutaan yang menimpa korban-korbannya)
- ‘Spring of the Living Water’, March 23.
Penerapan:
2)
“Yudas, ... tahu juga tempat itu”.
a)
Ini jelas menunjukkan bahwa Yesus pergi ke tempat itu bukan untuk bersembunyi.
Pulpit Commentary mengatakan (hal 380) bahwa ada orang yang bernama
Celsus yang mengatakan bahwa Yesus pergi ke taman itu untuk bersembunyi. Tetapi
rasul Yohanes mengatakan bahwa Yudas Iskariot juga tahu tentang tempat itu, dan
karena itu, kalau Yesus memang mau melarikan diri, maka Ia tidak mungkin pergi
ke tempat yang diketahui Yudas ini. Jadi, jelas bahwa Yesus pergi ke situ bukan
untuk melarikan diri, tetapi sebaliknya, supaya Ia ditangkap.
b) Yudas Iskariot, yang akrab dengan Kristus, menjadi
pengkhianat.
C. H. Spurgeon: “It does seem, to me,
very dreadful that familiarity with Christ should have qualified this man to
become a traitor; and it is still true that, sometimes, familiarity with
religion may qualify men to become apostates” (= Bagi saya kelihatannya sangat menakutkan bahwa keakraban dengan
Kristus menyebabkan orang ini memenuhi syarat untuk menjadi seorang pengkhianat;
dan tetap merupakan sesuatu yang benar bahwa kadang-kadang keakraban dengan
agama menyebabkan orang memenuhi syarat untuk menjadi orang yang murtad)
- ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI,
hal 97.
Spurgeon lalu memberikan contoh:
· saudara
taku banyak hal tentang pendeta / hamba Tuhan dan orang-orang kristen yang lain,
dan saudara lalu menceritakan kejelekan-kejelekan mereka di mana-mana.
· saudara
tahu tentang doktrin tentang kasih karunia, dan saudara lalu memutar-balikkannya
sehingga menjadi sesuatu yang menggelikan dan sesat.
3)
“karena Yesus sering berkumpul di situ
dengan murid-muridNya”.
Bandingkan dengan:
Barnes’ Notes:
“For what purpose he went there is not
declared, but it is probable for the purpose of retirement and prayer. He had no
home in the city, and he sought this place away from the bustle and confusion of
the capital, for private communion with God. Every Christian should have some
place - be it a grove, a room, or a garden - where he may be alone, and offer
his devotions to God” (= Apa tujuannya Ia
pergi ke sana tidak dinyatakan, tetapi mungkin tujuannya adalah untuk menyendiri
dan berdoa. Ia tidak mempunyai rumah di kota, dan Ia mencari tempat ini yang
jauh dari kesibukan dan kekacauan dari ibu kota, untuk suatu persekutuan pribadi
dengan Allah. Setiap orang kristen harus mempunyai suatu tempat, apakah itu
suatu hutan kecil, suatu kamar, atau suatu taman, di mana ia bisa sendirian, dan
mempersembahkan baktinya kepada Allah)
- hal 348-349.
Penerapan:
Apakah saudara mempunyai tempat khusus dimana saudara bisa berdoa
dengan tenang tanpa gangguan?
Ay 3: “Maka datanglah Yudas
juga ke situ dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang
disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera,
suluh dan senjata”.
1)
“Maka datanglah Yudas juga ke situ”.
George Hutcheson: “Wicked apostates and
persecutors are not asleep in their design and actings, but are very vigilant
and active when, it may be, Christ’s followers are asleep and careless; for in
the dark night Judas cometh with his crew, and that at the time when Christ
could not get his disciples kept awake, as it is recorded, Matt. 26:45-47”
(= Orang-orang murtad dan penganiaya-penganiaya yang jahat tidak tidur dalam
perencanaan dan tindakan mereka, tetapi sangat waspada dan aktif, pada saat para
pengikut Kristus tidur dan ceroboh; karena pada malam yang gelap itu Yudas
datang dengan regunya, dan pada saat itu Kristus tidak bisa membujuk
murid-muridNya untuk tetap terjaga, sebagaimana hal itu dicatat, Mat 26:45-47)
- hal 373-374.
Penerapan:
Hal ini perlu saudara renungkan pada saat saudara sedang malas
pelayanan, mementingkan kesenangan / hobby lebih dari pelayanan, membuang doa
karena sudah mengantuk, dan sebagainya. Kalau orang-orang jahat dan sesat lebih
aktif, rajin, dan bersemangat dari pada kita, yang mengaku sebagai orang-orang
yang benar, maka bagaimana kita bisa berharap bahwa kebenaran akan tersebar dan
menang?
2)
“dengan sepasukan prajurit dan
penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang
Farisi”.
a) Tentang ‘penjaga-penjaga Bait Allah’, bandingkan
dengan Yoh 7:32,45.
b) ‘Sepasukan prajurit’ menunjuk kepada tentara
Romawi.
Kata ‘pasukan’ dalam bahasa Yunani adalah SPEIRA.
1.
William Barclay berkata ini bisa mempunyai 3 kemungkinan arti:
· Ini
menunjuk kepada ‘a Roman cohort’ (= suatu satuan tentara Romawi, yang
terdiri dari 1/10 legion), dan 1 cohort terdiri dari 600 orang.
· Ini
menunjuk kepada ‘a cohort of auxilliary soldiers’ (= satu cohort
tentara pembantu), yang terdiri dari 1000 orang, yaitu 240 pasukan berkuda dan
760 pasukan berjalan kaki.
· Kadang-kadang
(agak jarang), ini menunjuk kepada ‘the detachment of men called a maniple
which was made up of two hundred men’ [= suatu satuan pasukan khusus yang
disebut maniple (= 1/3 cohort) yang terdiri dari 200 orang] - hal 222.
Kalaupun diambil yang terkecil, itu berarti mereka datang dengan
200 orang! Ini jumlah yang luar biasa untuk menangkap 1 orang!
2.
Clarke mengatakan bahwa 1 SPEIRA = 1/40 legion,
sedangkan 1 legion tidak tentu
jumlahnya, sehingga tak bisa diketahui berapa jumlah orang dalam 1 SPEIRA.
3.
Pulpit Commentary (hal 380) mengatakan bahwa satu SPEIRA terdiri dari sekitar
200 orang atau sama dengan 1/3 cohort. Sedangkan 1 cohort sama dengan 1/6 legion.
Sekalipun tidak bisa dipastikan jumlah tentara yang ikut, dan
sekalipun jelas jumlahnya cukup banyak, tetapi yang pasti tentara yang ikut
hanyalah sepersekian dari 1 legion.
Sekarang mari kita bandingkan dengan kata-kata Yesus dalam Mat 26:53
- “Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat
berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan
malaikat membantu Aku?”. Kata ‘pasukan’
di sini menggunakan kata LEGION!
Pulpit Commentary: “a legion of angel for
each one of the little group” (= satu
legion malaikat untuk setiap orang dari grup kecil itu)
- hal 380.
Itulah perbandingan kekuatan antara ‘musuh’ dan ‘kawan’
bagi orang kristen.
Bandingkan dengan:
¨ 2Raja 6:15-17 - “Ketika
pelayan abdi Allah bangun pagi-pagi dan pergi ke luar, maka tampaklah suatu
tentara dengan kuda dan kereta ada di sekeliling kota itu. Lalu berkatalah
bujangnya itu kepadanya: ‘Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?’
Jawabnya: ‘Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang
menyertai mereka.’ Lalu berdoalah Elisa: ‘Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya,
supaya ia melihat.’ Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat.
Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa”.
¨ Maz 34:8 - “Malaikat
TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan
mereka”.
Padahal 1 malaikat dapat dengan mudah membunuh 185.000 tentara
dalam satu malam (2Raja 19:35).
Karena itu dalam menghadapi banyak musuh, kita tidak perlu takut.
Kalau Tuhan mau melindungi, Ia dengan mudah bisa melakukannya. Memang Tuhan
tidak selalu mau menolong / melindungi, tetapi kalau Tuhan tidak mau menolong /
melindungi kita, maka Ia pasti mempunyai rencana, dan itu pasti baik bagi kita.
c)
Yudas Iskariot dari kelompok Kristen yang murtad, tentara dari Romawi, dan para
penjaga Bait Allah, dari kelompok Yudaisme, sebetulnya bertentangan satu sama
lain. Tetapi semua bisa bersatu menghadapi Kristus dan Kristen yang benar.
Ini seharusnya memotivasi kita untuk lebih bersatu, karena kalau
tidak, kita tidak akan bisa menghadapi dunia!
3)
“lengkap dengan lentera, suluh dan
senjata”.
Tentara itu membawa lentera dan suluh, padahal Barclay (hal 223),
dan juga penafsir-penafsir yang lain, berkata bahwa Paskah adalah masa bulan
purnama sehingga sangat terang. Mereka tidak membutuhkan lentera dan suluh untuk
mencari jalan, tetapi mereka mengira bahwa Yesus akan bersembunyi di pohon-pohon
/ semak-semak dsb, sehingga mereka membawa lentera dan suluh.
Mereka juga membawa senjata, mungkin karena mereka menduga bahwa
murid-murid Yesus akan mengadakan perlawanan.
Ay 4: “Maka Yesus, yang
tahu semua yang akan menimpa diriNya, maju ke depan dan berkata kepada mereka:
‘Siapakah yang kamu cari?’”.
1)
“Maka Yesus, yang tahu semua yang akan
menimpa diriNya”.
Pulpit Commentary: “he foresaw all the
events of the Passion as occurring, not through the mere malice of men, but by
the foreordination of God” (= Ia melihat
lebih dulu semua peristiwa penderitaanNya sebagai terjadi bukan semata-mata
melalui kejahatan manusia, tetapi oleh penentuan lebih dulu dari Allah)
- hal 399.
2)
“maju ke depan dan berkata kepada mereka:
‘Siapakah yang kamu cari?’”.
Leon Morris (NICNT): “As in the other Gospel
it is the events surrounding the crucifixion and the resurrection that form the
climax of the whole book. John has his own way of handling these events, a way
which stresses the divine overruling. Thus his account of the arrest stresses
Jesus’ complete mastery of the situation, and there are touches like the ‘It
is finished’ of the dying Saviour which indicate plainly that the outcome was
completely in God’s control. Here supremely we see the purpose of God worked
out, and here supremely is the glory of Jesus displayed”
(= Seperti dalam Injil yang lain, kejadian-kejadian di sekitar penyaliban dan
kebangkitanlah yang membentuk klimax dari seluruh kitab. Yohanes mempunyai
caranya sendiri untuk menangani kejadian-kejadian ini, suatu cara yang
menekankan pemerintahan / penguasaan ilahi. Demikianlah ceritanya tentang
penangkapan Yesus menekankan penguasaan sepenuhnya dari Yesus terhadap situasi,
dan kata-kata ‘Sudah selesai’ dari Juruselamat yang hampir mati menunjukkan
secara jelas bahwa hasilnya sepenuhnya ada dalam kontrol Allah. Di sini kita
melihat dengan paling jelas pelaksanaan rencana Allah, dan di sini kemuliaan
Yesus ditunjukkan secara paling jelas)
- hal 739.
Ay 5: “Jawab mereka:
‘Yesus dari Nazaret.’ KataNya kepada mereka: ‘Akulah Dia.’ Yudas yang
mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka”.
1)
Ciuman Yudas.
a)
Ternyata ciuman Yudas, yang direncanakan untuk menunjukkan Yesus kepada para
tentara Romawi, tidak dibutuhkan.
Pulpit Commentary: “Judas’s kiss was
unnecessary; Jesus introduced himself” (=
Ciuman Yudas tidak diperlukan; Yesus memperkenalkan dirinya sendiri)
- hal 412.
b)
Ciuman Yudas memang tetap dilakukan, tetapi Yohanes tidak mencatatnya, dan kita
tidak tahu persis, di titik mana dalam cerita ini, hal itu terjadi. Mungkin
setelah kata-kata ‘Akulah Dia’ dalam ay 5 ini.
c) Komentar tentang pengkhianatan dan ciuman Yudas.
John Henry Jowett: “our Master was betrayed
in the garden of prayer. In the most hallowed place the betrayer gave the most
unholy kiss. He brought his defilement into the most awe-inspiring sanctuary the
world has ever known. And so may it be with me. I can kindle the unclean fire in
the church. I can stab my Lord when I am on my knees. While I am in apparent
devotion I can be in league with the powers of darkness”
(= Tuan kita dikhianati di taman doa. Di tempat yang paling kudus si pengkhianat
memberikan ciuman yang paling tidak kudus. Ia membawa pengotoran / pencemaran ke
dalam tempat kudus yang paling membangkitkan rasa hormat yang dikenal oleh
dunia. Dan hal yang sama bisa terjadi dengan saya. Saya bisa menyalakan api yang
najis dalam gereja. Saya bisa menikam Tuhan saya pada waktu saya sedang berlutut
/ berdoa. Pada waktu kelihatannya saya sedang beribadah saya bisa sedang
bersekutu dengan kuasa kegelapan)
- ‘Spring of the Living Water’, March 23.
2)
Jawaban Yesus ‘Akulah Dia’ ini, lagi-lagi menunjukkan pengontrolan situasi
oleh Yesus; Ia bukan ditangkap, tetapi sengaja menyerahkan diri.
Leon Morris (NICNT): “John omits any
reference to the kiss of Judas (Matt. 26:49; Mark 14:45; Luke 22:47), which
would have taken place at this juncture. He is not concerned to tell us
everything that happened, but rather to show Jesus’ complete control of the
situation. The Lord knows all the things that are coming upon Him, and in the
light of this knowledge goes out to meet the soldiers. He is not ‘arrested’
at all. He has the initiative and He gives Himself up. First He asks whom they
are seeking. When they say, ‘Jesus of Nazareth’, He replies, ‘I am’,
which may well mean ‘I am Jesus of Nazareth’. But the answer is in the style
of deity (see on 8:58). This must have been a most unexpected move on His part.
The soldiers had come out secretly to arrest a fleeing peasant. In the gloom
they find themselves confronted by a commanding figure, who so far from running
away comes out to meet them and speaks to them in the very language of deity”
[= Yohanes menghapus ciuman Yudas (Mat 26:49; Mark 14:45; Luk 22:47), yang
seharusnya terjadi waktu ini. Ia tidak berminat untuk menceritakan kepada kita
segala sesuatu yang terjadi, tetapi menunjukkan pengontrolan Yesus sepenuhnya
atas situasi itu. Tuhan tahu segala sesuatu yang mendatangiNya, dan dalam terang
pengetahuan ini Ia keluar untuk menemui tentara-tentara itu. Ia sama sekali
tidak ‘ditangkap’. Ia yang melakukan inisiatif dan Ia menyerahkan diriNya
sendiri. Pertama-tama Ia bertanya siapa yang sedang mereka cari. Ketika mereka
berkata: ‘Yesus dari Nazaret’, Ia menjawab: ‘Akulah Dia / Aku adalah’,
yang bisa berarti ‘Aku adalah Yesus dari Nazaret’. Tetapi jawaban ini ada
dalam gaya ilahi (lihat tentang 8:58). Ini pasti merupakan gerakan yang paling
tidak terduga dari Dia. Tentara-tentara datang secara diam-diam untuk menangkap
orang rendahan yang lari. Dalam kegelapan mereka menemukan diri mereka sendiri
dihadapkan pada seseorang yang memerintah, yang bukannya melarikan diri tetapi
datang menemui mereka dan berbicara kepada mereka dalam bahasa ilahi] - hal 743.
Catatan:
tentang ‘bahasa ilahi’ lihat penjelasan di bawah.
3)
‘Akulah Dia’.
Perlu diketahui bahwa kata-kata yang diterjemahkan ‘Akulah
Dia’ (KJV/RSV/ NIV/NASB: ‘I am he’), dalam bahasa Yunani
adalah EGO EIMI [= I am (= Aku adalah)]. Ini disebut sebagai ‘bahasa
ilahi’ karena dihubungkan dengan kata-kata ‘Aku
adalah Aku’ dalam Kel 3:14a,
dan ‘Akulah Aku’
[NIV: ‘I AM’ (= Aku adalah)]
dalam Kel 3:14b.
Tasker (Tyndale): “The Greek EGO EIMI
rendered ‘I am he’ might well suggest divinity to those familiar with the
Greek Bible, for it is the rendering in the LXX for the sacred name of God (see
Ex. 3:14)” [= Kata Yunani EGO EIMI yang
diterjemahkan ‘Akulah Dia’ memang mungkin secara tak langsung menunjukkan
keilahian bagi mereka yang akrab dengan Alkitab Yunani, karena itu merupakan
terjemahan dalam LXX / Septuaginta untuk nama yang kudus dari Allah (lihat Kel
3:14)] - hal 196.
Saya berpendapat bahwa para tentara itu, yang adalah tentara
Romawi, memang tidak mungkin mengerti ‘bahasa ilahi’ itu, karena mereka
tidak pernah mengetahui Perjanjian Lama, tetapi mereka pasti bisa merasakan
kewibawaan dari Yesus.
Ay 6: “Ketika Ia berkata
kepada mereka: ‘Akulah Dia,’ mundurlah mereka dan jatuh ke tanah”.
1)
Ini mujijat atau bukan?
Saya heran bahwa ada banyak penafsir yang tidak bisa memastikan
apakah jatuhnya para prajurit ini suatu mujijat atau bukan.
Leon Morris mengatakan (hal 734-744) bahwa:
Albert Barnes (hal 349) bahkan yakin bahwa:
¨ jatuhnya mereka bukan karena mujijat, karena tidak ada
buktinya.
¨ kalau ini dianggap sebagai mujijat, maka itu akan mengurangi
keagungan dari suasana / adegan tersebut.
Tanggapan saya terhadap kata-kata Barnes ini:
* bukti
apa yang ia inginkan? Pada waktu terjadi suatu mujijat, Kitab Suci seringkali
hanya menceritakan kejadiannya, tetapi tidak menyebutkan secara explicit bahwa
itu adalah mujijat. Misalnya: Mat 4:23-24 Mat 8:14-17 dan sebagainya.
* apa
sebabnya kalau ini adalah mujijat, maka itu akan mengurangi keagungan dari
suasana / adegan tersebut?
Saya sendiri yakin bahwa itu adalah suatu mujijat.
2)
Sekalipun saya percaya bahwa mereka jatuh karena mujijat / demonstrasi kuasa
Tuhan, tetapi saya menentang menggunaan text ini sebagai dasar dari praktek
‘nggeblak’ dalam kalangan Pentakosta / Kharismatik! Mengapa?
a)
Karena orang-orang ini adalah orang kafir; dan ini berbeda dengan praktek
‘nggeblak’ yang katanya terjadi pada diri anak-anak Tuhan.
b)
Karena ayat ini tidak berhubungan dengan penerimaan Roh Kudus ataupun kepenuhan
Roh Kudus; dan ini berbeda dengan praktek ‘nggeblak’ jaman ini yang katanya
berhubungan dengan penerimaan / kepenuhan Roh Kudus.
c)
Karena tidak dikatakan bahwa mereka pingsan / kehilangan kesadaran mereka,
tetapi hanya ‘jatuh ke tanah’! Juga kelihatannya mereka langsung bangun
lagi. Ini berbeda dengan praktek ‘nggeblak’ dimana orangnya bisa pingsan /
kehilangan kesadaran untuk waktu yang cukup lama.
3)
Ini menunjukkan betapa tak berdayanya para musuh Yesus terhadapNya seandainya Ia
mau melawan, sekaligus menunjukkan kerelaanNya / persetujuanNya untuk ditangkap
dan dibunuh.
Pulpit Commentary: “In some royal emphasis
of tone he said, ‘I am (he),’ and the same kind of effect followed as on
various occasions had proved how powerless, without his permission, the
machinations of his foes really were” [=
Dengan penekanan nada yang megah Ia berkata: ‘Aku adalah (Dia)’, dan jenis
akibat yang sama terjadi seperti pada bermacam-macam peristiwa telah terbukti
betapa tak berdayanya, tanpa ijinNya, persekongkolan dari musuh-musuhNya]
- hal 381.
Clarke mengatakan (hal 642) bahwa Yesus menunjukkan kuasaNya,
supaya mereka tahu bahwa mereka tidak akan bisa menangkapNya seandainya Ia
memutuskan untuk melawan.
George Hutcheson: “before he is taken, he
causeth them to go backward and fall to the ground, to testify that they could
not have taken him unless he had consented to it”
(= sebelum Ia ditangkap / dibawa, Ia menyebabkan mereka mundur dan jatuh ke
tanah, untuk menunjukkan bahwa mereka tidak bisa menangkapNya kecuali Ia
menyetujuinya) - hal 375.
C. H. Spurgeon: “One word threw them to
the ground; another word would have hurled them into the arms of death; but our
Saviour would not speak the word which might have saved himself, for he came to
save others, not himself” (= Satu kata
melemparkan mereka ke tanah; satu kata yang lain akan melemparkan mereka ke
dalam lengan / pelukan dari maut; tetapi Juruselamat kita tidak mau mengucapkan
kata yang bisa menyelamatkan diriNya sendiri, karena Ia datang untuk
menyelamatkan orang lain, bukan diriNya sendiri)
- ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI,
hal 156.
C. H. Spurgeon: “Here was a display in
some measure of Christ’s divine power. These men would have fallen into the
grave, and into hell itself, if Jesus had put forth the full force of his
strength. He only spake a word, and down they fell; they had no power whatever
against him. Beloved, take comfort from this miracle. When the enemies and foes
of Christ come against him, he can easily overthrow them. ... Wherefore, take
heart, and be not dismayed even in the darkest hour”
(= Di sini ada suatu pertunjukan / demonstrasi dari sebagian dari kuasa ilahi
Kristus. Orang-orang ini akan terjatuh ke dalam kubur, dan ke dalam neraka,
seandainya Yesus mengeluarkan seluruh kekuatan tenagaNya. Ia hanya mengatakan
satu kata dan mereka jatuh ke tanah; mereka tidak mempunyai kuasa apapun
terhadap Dia. Saudara yang kekasih, dapatkanlah penghiburan dari mujijat ini.
Pada waktu musuh-musuh Kristus datang menentangNya, Ia bisa dengan mudah
merobohkan mereka. ... Karena itu, kuatkanlah hatimu, dan jangan cemas / takut /
kecil hati bahkan pada saat yang paling gelap)
- ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI,
hal 163.
4)
Kalau pada masa perendahanNya Ia berkata ‘Aku adalah (Dia)’, dan para
musuhNya itu jatuh ke tanah, apa yang akan terjadi dengan mereka pada saat Ia
datang kembali dengan segala kemuliaanNya?
Calvin: “We
may infer from this how dreadful and alarming to the wicked the voice of Christ
will be, when he shall ascend his throne to judge the world. At that time he
stood as a lamb ready to be sacrificed; his majesty, so far as outward
appearance was concerned, was utterly gone; and yet when he utters but a single
word, his armed and courageous enemies fall down. And what was the word? He
thunders no fearful excommunication against them, but only replies, It is I.
What then will be the result, when he shall come, not to be judged by a man, but
to be the Judge of the living and the dead; not in that mean and despicable
appearance, but shining in heavenly glory, and accompanied by his angels?”
(= Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan betapa mengerikan dan menakutkan
bagi orang jahat suara Kristus nanti, pada waktu Ia naik ke atas tahta untuk
menghakimi dunia. Pada saat itu (pada saat
Ia ditangkap) Ia berdiri sebagai Domba yang siap untuk dikorbankan, dan
keagunganNya, sejauh kita melihatnya secara lahiriah / dari luar, sama sekali
hilang. Sekalipun demikian, pada saat Ia mengucapkan sepatah kata,
musuh-musuhNya yang bersenjata dan berani itu jatuh ke tanah. Dan apa kata yang
Ia ucapkan? Ia tidak mengguntur dengan suatu pengucilan yang menakutkan terhadap
mereka, tetapi hanya menjawab: ‘Akulah Dia’. Apa yang akan terjadi, pada
saat Ia datang nanti, bukan untuk dihakimi oleh manusia, tetapi untuk menjadi
Hakim bagi orang yang hidup dan orang yang mati; bukan dalam penampilan yang
buruk dan hina, tetapi bersinar dalam kemuliaan surgawi, dan diiringi
malaikat-malaikatNya?) -
hal 192.
Bandingkan dengan:
C. H. Spurgeon: “When in His humiliation
he did but say to the soldiers, ‘I am He,’ they fell backward; what will be
the terror of His enemies when He shall more fully reveal Himself as the ‘I
am?’” (= Jika dalam perendahanNya Ia
hanya berkata kepada tentara-tentara itu ‘Akulah Dia’ dan mereka rebah ke
belakang; bagaimana ketakutan dari musuh-musuhNya pada waktu Ia akan menyatakan
diriNya sendiri secara lebih penuh sebagai ‘Aku adalah’?) - ‘Morning and Evening’, October 15, morning.
George Hutcheson: “The word of Christ, how
contemptible soever it seem to be, is full of majesty, and accompanied with
divine power, and terror to his enemies, when he pleaseth to let it out; ... And
if his lamb’s voice was so terrible, how dreadful will he be when he roars as
a lion? and if that sweet word, ‘I am he,’ which comforted the disciples,
John 6:20, be their terror, how terrible will it be when he speaks to them as
they deserve?” (= Perkataan Kristus,
betapapun remehnya kelihatannya, adalah penuh dengan keagungan, dan disertai
dengan kuasa ilahi, dan rasa takut pada musuh-musuhNya, pada waktu Ia berkenan
mengeluarkannya; ... Dan jika suara anak dombaNya begitu mengerikan, bagaimana
menakutkannya suaraNya nanti pada waktu Ia meraung sebagai seekor singa? dan
jika kata-kata yang manis, ‘Akulah Dia’, yang menghibur murid-muridNya, Yoh 6:20,
menakutkan bagi mereka, bagaimana mengerikan kata-kataNya pada waktu Ia
berbicara sesuai dengan yang layak mereka dapatkan?)
- hal 375.
Catatan: ia
menggambarkan Yesus sebagai ‘singa’
karena Wah 5:5 menyebut Yesus sebagai ‘singa
Yehuda’.
Ay 7-8: “(7) Maka Ia
bertanya pula: ‘Siapakah yang kamu cari?’ Kata mereka: ‘Yesus dari
Nazaret.’ (8) Jawab Yesus: ‘Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku
yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi.’”.
1)
Kelihatannya mereka langsung bangun dari kejatuhan mereka, tetapi mereka tidak
bertobat.
Matthew Poole:
“They fell down, but they rose up
again, and go on in their wicked purpose. This is the genius of all sinners;
they may be under some conviction and terrors, but they get out of them, if God
doth not concur by his Spirit, and sanctify them as means to make a thorough
change in their hearts” (= Mereka jatuh,
tetapi mereka bangun lagi, dan melanjutkan tujuan jahat mereka. Ini adalah
keluar-biasaan dari semua orang berdosa; mereka bisa merasakan keyakinan dan
rasa takut tertentu, tetapi mereka keluar dari hal-hal itu, jika Allah tidak
membarengi dengan RohNya, dan menguduskan mereka sebagai cara untuk membuat
perubahan menyeluruh dalam hati mereka) - hal 372.
Memang, sekedar suatu mujijat / penglihatan yang menakutkan, tidak
akan mempertobatkan seseorang, kecuali Allah membarenginya dengan bekerja di
dalam diri orang itu dan mempertobatkannya. Bandingkan dengan Firaun dalam kitab
Keluaran, yang mengalami banyak mujijat dan hal-hal yang menakutkan, tetapi
tetap tidak bertobat.
2)
Kalau dalam ay 5 mereka berkata ‘Yesus dari Nazaret’, dan bukannya
berkata ‘Engkau’, itu mungkin disebabkan karena mereka tidak tahu yang mana
adalah Yesus, yang harus mereka tangkap. Tetapi kalau setelah Yesus menyatakan
diriNya dalam ay 6, dan dalam ay 7 ini mereka mengucapkan hal yang
sama, dan bukannya berkata ‘Engkau!’, itu jelas menunjukkan bahwa mereka
takut.
3)
Mengapa Yesus mengulang sampai 2 x?
Kristus mengucapkan ay 7-8 ini supaya hanya Ia yang ditangkap
dan semua muridNya bebas (ay 8b: ‘Jika
Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi’).
Ini ditujukan untuk melindungi domba-dombaNya (ay 9).
Selama 3 ½ tahun Yesus menjaga mereka, dan sekarang, pada saat mau
matipun Ia tetap memikirkan mereka dan menjaga mereka (bdk. Yoh 13:1). Ini perlu
ditiru oleh para hamba Tuhan dan guru-guru Sekolah Minggu.
Leon Morris (NICNT): “The Good Shepherd takes
thought for His sheep at the very hour in which He goes forth to arrest, trial
and death. It may be that this is behind His request for them to repeat that
it is ‘Jesus of Nazareth’ for whom they are looking. Out of their own mouth,
in a twice-repeated statement, He leads them to declare in effect that their
business is not with the disciples”
(= Gembala yang baik memikirkan domba-dombaNya pada saat Ia menuju pada
penangkapan, pengadilan dan kematian. Mungkin hal ini ada di belakang
permintaanNya bagi mereka untuk mengulang bahwa adalah ‘Yesus dari Nazaret’
yang sedang mereka cari. Dari mulut mereka sendiri, dalam pernyataan yang
diulang dua kali, Ia sebenarnya mengarahkan mereka untuk menyatakan bahwa urusan
mereka bukanlah dengan murid-murid)
- hal 744.
Pulpit Commentary: “He thus compels them to
limit their design, and to single himself out for the malice and devilish plot
of their masters” (= Dengan demikian Ia
memaksa mereka untuk membatasi tujuan / rencana mereka, dan mengkhususkan
diriNya sendiri untuk kejahatan dan rencana jahat dari para tuan mereka)
- hal 382.
Penerapan:
Kita harus meniru Kristus dalam persoalan ini, yaitu dalam
penderitaan apapun tetap memikirkan orang lain!
4)
Kata-kata dalam ay 8 itu lebih merupakan suatu perintah / kata-kata yang
berotoritas dari pada kata-kata yang bersifat memohon. Dan apa yang terjadi
sebelumnya, yaitu jatuhnya mereka ke tanah, menyebabkan mereka tidak akan berani
menentang kata-kata Yesus dalam ay 8 ini.
5)
C. H. Spurgeon mengatakan bahwa ada hikmat dalam kata-kata ‘biarkanlah
mereka ini pergi’ ini,
karena mereka belum siap untuk mengalami penderitaan seperti itu. Dan seandainya
mereka sudah siap untuk menderita, tetap pada saat itu Yesus tidak akan
mengijinkan mereka untuk menderita dan mati bersamaNya, karena kalau demikian,
orang mungkin akan mengira bahwa penebusan dosa manusia dilakukan oleh Yesus dan
murid-muridNya. Supaya tidak ada yang beranggapan bahwa Ia mempunyai
penolong dalam penebusan dosa manusia itu, maka Kristus tidak membiarkan
siapapun mati bersamaNya kecuali 2 orang perampok / pencuri (‘A Treasury of
Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 157).
6)
Mengapa Yesus hanya mengulang 2 x dan bukannya 3 x, seperti dalam Yoh 21:15-17?
Thomas Whitelaw: “Bengel thinks that if
Christ had repeated His declaration a third time they would not have taken
Him” (= Bengel beranggapan bahwa
seandainya Kristus mengulangi pernyataanNya untuk ketigakalinya mereka tidak
akan menangkap Dia) - hal
371.
Sekalipun ini hanya dugaan, tetapi itu memang memungkinkan.
Kata-kata yang berwibawa, dan kejatuhan mereka, sudah membuat mereka sangat
takut. Kalau diulang untuk ketigakalinya, mungkin akan membuat mereka menjadi
terlalu takut untuk menangkap Yesus.
7)
C. H. Spurgeon mengatakan bahwa kata-kata Yesus dalam ay 8 ini
menggambarkan apa yang Ia katakan kepada ‘Keadilan’. Di hadapan takhta
Allah, ‘Keadilan’ menghunus pedangnya dan mencari orang-orang berdosa, dan
melemparkan mereka ke neraka. Pada waktu ‘Keadilan’ itu bertemu dengan
orang-orang pilihan, ia berkata: ‘Ini
adalah orang-orang berdosa, aku akan menikam mereka dengan pedangku, mereka
harus binasa’. Tetapi pada saat itu Yesus lalu maju dan berkata: ‘Mereka
bukan orang-orang berdosa, dahulu mereka adalah orang-orang berdosa, tetapi
sekarang mereka adalah orang-orang benar, yang memakai jubah kebenaranKu. Jika
engkau mencari orang berdosa, ini Aku’.
Tetapi ‘Keadilan’ berkata: ‘Apa?
Apakah Engkau adalah orang berdosa?’.
Yesus menjawab: ‘Tidak, Aku bukan orang
berdosa, tetapi Aku adalah pengganti dari orang berdosa. Semua kesalahan
orang-orang itu diperhitungkan kepadaKu, dan semua kebenaranKu diperhitungkan
kepada mereka. Aku, sang Juruselamat, adalah pengganti mereka, ambillah Aku’.
Dan ‘Keadilan’ menerima penggantian tersebut, ia mengambil sang Juruselamat,
dan menyalibkanNya pada kayu salib (‘A Treasury of Spurgeon on the Life and
Work of our Lord’, vol VI, hal 159).
Ay 9: “Demikian hendaknya
supaya genaplah firman yang telah dikatakanNya: ‘Dari mereka yang Engkau
serahkan kepadaKu, tidak seorangpun yang Kubiarkan binasa.’”.
1)
Jadi jelas bahwa tujuan dari semua ini adalah keselamatan dari para murid, atau,
supaya para murid tidak binasa / kehilangan keselamatan mereka.
Apa yang Yesus lakukan ini menunjukkan bahwa keadaan kritis apapun
tidak bisa menghancurkan keselamatan kita! Bdk. Ro 8:35,38-39 - “Siapakah
yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau
penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? ...
Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun
pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau
kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk
lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita”.
Calvin: “Whenever,
therefore, either wicked men or devils make an attack upon us, let us not doubt
that this good Shepherd is ready to aid us in the same manner”
(= Karena itu, kapanpun orang jahat atau setan menyerang kita, janganlah kita
meragukan bahwa Gembala yang baik ini siap menolong kita dengan cara yang sama)
- hal 193.
John G. Mitchell: “Observe the Lord’s
concern for His own here. My Christian friend, weak though you may be, remember
you are always the object of His care, of His love, of His devotion”
(= Perhatikan perhatian Tuhan untuk milikNya di sini. Teman Kristenku, sekalipun
engkau lemah, ingatlah bahwa engkau selalu merupakan obyek dari perhatian /
pemeliharaanNya, kasihNya dan pembaktianNya)
- hal 352.
2)
“Demikian hendaknya supaya genaplah firman
yang telah dikatakanNya: ‘Dari mereka yang Engkau serahkan kepadaKu, tidak
seorangpun yang Kubiarkan binasa.’”.
a) Kata-kata Yesus setara dengan Kitab Suci, dan pasti
tergenapi.
Leon Morris (NICNT): “John adds an
interesting expression. It is common to find it said that such and such a thing
happened ‘in order that the scripture might be fulfilled’. Here it is
‘that the word might be fulfilled which he spake’. To John it was
inconceivable that a word of Jesus would fail of fulfilment. It is put into the
same category as Scripture” (= Yohanes
menambahkan suatu pernyataan yang menarik. Merupakan sesuatu yang umum untuk
menemukan Injil Yohanes mengatakan bahwa hal-hal tertentu terjadi ‘supaya
Kitab Suci digenapi’. Di sini dikatakan ‘supaya firman yang dikatakanNya
digenapi’. Bagi Yohanes adalah tak terbayangkan bahwa suatu firman / perkataan
yang diucapkan Yesus tidak digenapi. Itu diletakkan dalam kategori yang sama
seperti Kitab Suci) - hal
744.
b)
Firman yang dimaksudkan adalah:
· Yoh
6:39 - “Dan Inilah kehendak Dia yang telah
mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikanNya kepadaKu jangan
ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman”.
· Yoh 10:28
- “dan Aku memberikan hidup yang kekal
kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya
dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu”.
· Yoh 17:12
- “Selama Aku bersama mereka, Aku
memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu;
Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa
selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang
tertulis dalam Kitab Suci”.
c)
Problem dengan ay 9 ini.
Keselamatan / kebinasaan yang dibicarakan dalam ay 9 ini
adalah keselamatan / kebinasaan jasmani (para murid tidak ditangkap / dibunuh
bersama Yesus), tetapi kata-kata Yesus dalam Yoh 6:39 10:28
17:12 itu jelas merupakan keselamatan / kebinasaan rohani. Bukankah tidak cocok?
Bagaimana penjelasannya?
Calvin mengatakan bahwa sekalipun ay 9 ini berbicara tentang
keselamatan jasmani dari para murid, tetapi keselamatan jasmani itu berhubungan
dengan keselamatan rohani mereka. Mengapa? Karena kerohanian mereka masih lemah
(belum mempunyai Roh Kudus, yang baru dicurahkan pada hari Pentakosta - Kis 2:1-4),
sehingga kalau mereka ditangkap / disiksa, itu mungkin merupakan pencobaan yang
terlalu berat bagi mereka, dan akan merugikan kerohanian mereka. Jadi penjagaan
secara jasmani pada saat itu, sekaligus merupakan penjagaan secara rohani.
Calvin: “This
passage appears to be inappropriately quoted, as it relates to their souls
rather than to their bodies; for Christ did not keep the apostles safe to the
last, but this he accomplished, that, amidst incessant dangers, and even in the
midst of death, still their eternal salvation was secured. I reply, the
Evangelist does not speak merely of their bodily life, but rather means that
Christ, sparing them for a time, made provision for their eternal salvation. Let
us consider how great their weakness was; what do we think they would have done,
if they had been brought to the test? While therefore, Christ did not choose
that they should be tried beyond the strength which he had given to them, he
rescued them from eternal destruction. ... And, indeed, we see how he
continually bears with our weakness, when he puts himself forward to repel so
many attacks of Satan and wicked men, because he sees that we are not yet able
or prepared for them. In short, he never brings his people into the field of
battle till they have been fully trained, so that even in perishing they do not
perish, because there is gain provided for them both in death and in life”
[= Bagian ini kelihatannya dikutip secara tidak tepat, karena bagian itu
berhubungan dengan jiwa mereka dan bukannya dengan tubuh mereka;
karena Kristus tidak menjaga rasul-rasul itu aman (secara jasmani) sampai akhir (maksudnya:
mereka akhirnya toh mati), tetapi ini yang
Ia kerjakan, yaitu bahwa di tengah-tengah bahaya yang tidak henti-hentinya, dan
bahkan di tengah-tengah kematian, keselamatan kekal mereka tetap terjamin /
aman. Saya menjawab, sang Penginjil (rasul Yohanes) tidak berbicara semata-mata
untuk kehidupan jasmani mereka, tetapi memaksudkan bahwa Kristus, dengan
menyelamatkan mereka untuk sementara waktu, membuat persiapan untuk keselamatan
kekal mereka. Marilah kita mempertimbangkan betapa besarnya kelemahan mereka
pada saat itu; apa yang kita pikir akan terjadi, jika mereka dibawa kepada
ujian? Karena itu, pada waktu Kristus memilih bahwa mereka tidak dicobai / diuji
melampaui kekuatan yang telah diberikan kepada mereka, Ia menyelamatkan mereka
dari penghancuran kekal. ... Dan memang, kita melihat betapa secara terus
menerus Ia memikul / sabar terhadap kelemahan kita, pada waktu Ia mengajukan
diriNya sendiri untuk menolak begitu banyak serangan Setan dan orang-orang
jahat, karena Ia melihat bahwa kita belum mampu atau belum siap untuk hal-hal
itu. Singkatnya, Ia tidak pernah membawa umatNya ke dalam medan pertempuran
sampai mereka dilatih dengan sepenuhnya, sehingga bahkan dalam penghancuran
mereka tidak hancur, karena ada keuntungan yang disediakan bagi mereka baik
dalam mati maupun dalam hidup]
- hal 193-194.
Leon Morris (NICNT): “Some object that the
object of the saying as originally given was spiritual, but here it is physical.
But an arrest of the disciples at this moment would have been a very severe test
of faith and it might well have caused them great spiritual harm. It is
unnecessary to see an opposition. To preserve them physically was to preserve
them spiritually” (= Beberapa orang
keberatan bahwa tujuan dari kata-kata itu pada waktu mula-mula diberikan adalah
bersifat rohani, tetapi di sini tujuannya adalah bersifat fisik / jasmani.
Tetapi penangkapan terhadap murid-murid pada saat ini akan merupakan ujian iman
yang sangat berat, dan itu bisa menyebabkan kerugian / kerusakan rohani yang
besar. Adalah tidak perlu untuk menganggap bahwa di sini terjadi pertentangan /
kontradiksi. Memelihara mereka secara fisik berarti memelihara mereka secara
rohani) - hal 744-745.
Ay 10: “Lalu Simon Petrus,
yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar
dan memutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu Malkhus”.
1)
“Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang,
menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar”.
a)
Seorang penafsir mengatakan bahwa membawa pedang pada hari raya merupakan
sesuatu yang dilarang.
A. T. Robertson: “It was unlawful to
carry a weapon on a feast-day, but Peter had become alarmed at Christ’s words
about his peril” (= Merupakan sesuatu
yang melanggar hukum untuk membawa senjata pada hari raya, tetapi Petrus telah
menjadi takut pada kata-kata Kristus tentang bahaya yang dihadapinya)
- ‘Word Pictures in the
New Testament’, vol V, hal 285.
Catatan:
saya tidak tahu apakah larangan ini dari pihak Romawi atau tradisi, tetapi saya
tidak pernah membaca bahwa Kitab Suci / Perjanjian Lama melarang hal itu.
b) Peristiwa ini menunjukkan keberanian Petrus.
Sekalipun tindakannya ini salah, tetapi dalam tindakan ini kita
juga melihat suatu hal yang positif dalam diri Petrus yaitu keberaniannya untuk
menghadapi ratusan tentara demi Kristus.
William Barclay: “Peter was soon to deny
his master, but at that moment he was prepared to take on hundreds all alone for
the sake of Christ. We may talk of the cowardice and the failure of Peter; but
we must never forget the sublime courage of this moment”
(= Petrus akan segera menyangkal Tuannya, tetapi pada saat itu ia siap untuk
menghadapi ratusan orang sendirian demi Kristus. Kita boleh berbicara mengenai
sikap pengecut dan kegagalan Petrus, tetapi kita tidak boleh melupakan
keberaniannya yang luhur / agung pada saat ini)
- hal 224.
c)
Hendriksen mengatakan bahwa mungkin kata-kata Yesus yang merebahkan para
penangkapNya membuat Petrus menjadi berani sehingga lalu membacok dengan
pedangnya.
d)
Kesalahan / kesembronoan Petrus ini akhirnya membawanya ke dalam problem, yang
mengakibatkan ia menyangkal Yesus.
Pulpit Commentary: “Peter had very likely
made himself possessor of one of the two swords mentioned in Luke 22:38. Of
course, this shows an utter misunderstanding of the meaning of Jesus in Luke
22:36. If we act on some wrong meaning of a word of Jesus, we shall suffer for
the blunder, sooner or later. Peter got a weapon into his hands that, to a man
of his rash, impetuous ways, was just the thing to bring him into trouble. Peter
should have done the right thing at the right time. Jesus put him and others to
watch and pray, to act as sentinels. The sentinels fell asleep at their posts,
and reckless lunging with a sword could not mend matters afterwards. Notice,
too, how the effects of this rash act were worst to the man who committed it.
Here surely is the secret of the subsequent denials”
(= Sangat mungkin bahwa Petrus adalah pemilik dari salah satu dari 2 pedang yang
disebutkan dalam Luk 22:38. Tentu saja ini menunjukkan suatu kesalah-pahaman
total tentang arti dari kata-kata Yesus dalam Luk 22:36. Jika kita bertindak
berdasarkan arti yang salah dari perkataan Yesus, maka lambat atau cepat kita
akan menderita karena kesalahan itu. Petrus mempunyai senjata di tangannya, dan
bagi seseorang yang tergesa-gesa dan tidak sabar seperti dia, itu merupakan
sesuatu yang membawanya ke dalam kesukaran. Petrus seharusnya melakukan hal yang
benar pada saat yang benar. Yesus menyuruh dia dan yang lain untuk berjaga-jaga
dan berdoa, bertindak sebagai pengawal / penjaga. Para pengawal / penjaga ini
jatuh tertidur di pos penjagaan mereka, dan penyerangan secara nekad / sembrono
dengan pedang tidak bisa memperbaiki keadaan. Perhatikan juga bagaimana akibat
dari tindakan tergesa-gesa ini adalah yang terburuk bagi orang yang
melakukannya. Di sini jelas terdapat rahasia dari penyangkalan yang terjadi
secara berturut-turut) -
hal 413.
Bdk. Yoh 18:26 - “Ia
menyangkalnya, katanya: ‘Bukan.’ Kata seorang hamba Imam Besar, seorang
keluarga dari hamba yang telinganya dipotong Petrus: ‘Bukankah engkau
kulihat di taman itu bersama-sama dengan Dia?’”.
Catatan:
tentang arti dari Luk 22:36-38, lihat di bawah dalam penjelasan dari ay 11.
2)
“dan memutuskan telinga kanannya”.
Adam Clarke:
“He probably designed to have cloven
his scull in two, but God turned it aside, and only permitted the ear to be
taken off; and this he would not have suffered, but only that he might have the
opportunity of giving them a most striking proof of his Divinity in working an
astonishing miracle on the occasion” (=
Mungkin ia bermaksud untuk membelah tengkorak orang itu menjadi dua, tetapi
Allah menyimpangkannya, dan hanya mengijinkan telinganya untuk diputuskan; dan
ini dibiarkanNya terjadi supaya Ia bisa mendapatkan kesempatan untuk memberikan
kepada mereka bukti yang menyolok dari keilahianNya dalam melakukan mujijat yang
mengherankan pada peristiwa itu) - hal 642.
3)
“Nama hamba itu Malkhus”.
Hutcheson mengatakan (hal 376) bahwa di sini nama orang yang
dipotong telinganya itu disebutkan, untuk lebih meneguhkan kebenaran dari cerita
sejarah ini.
Ay 11: “Kata Yesus kepada
Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan
Bapa kepadaKu?’”.
1)
Ini merupakan teguran terhadap Petrus. Apa salahnya Petrus sehingga ia ditegur?
a)
Tindakan Petrus bertentangan dengan rencana Allah tentang kematian Kristus untuk
menebus dosa manusia.
Sebetulnya membela diri dalam keadaan terpaksa tidaklah salah, dan
ini terbukti dari pembelaan diri dari orang-orang Yahudi pada jaman Ester (Ester 9).
Tetapi dalam kasus penangkapan Kristus ini, Kristus memang harus ditangkap dan
mati untuk dosa kita. Ini dinyatakan oleh Kristus dengan berkata bahwa Ia harus
minum cawan yang diberikan oleh Bapa kepadaNya (ay 11b). Jadi di sini
Petrus melakukan sesuatu yang bertentangan Rencana Allah, dan karena itu ia
disalahkan.
Petrus belum belajar / mengerti dari kesalahannya dalam Mat 16:21-23,
dimana ia ditegur Kristus dengan keras karena menghalangi Yesus untuk pergi ke
Yerusalem dan mati di sana. Karena itu di sini ia melakukan kesalahan yang mirip
dengan itu.
b)
Tindakan Petrus ini bisa menyebabkan fitnahan yang ditujukan kepada Kristus
kelihatannya benar.
Fitnahan / tuduhan terhadap Yesus banyak sekali, misalnya Ia
difitnah / dituduh sebagai:
· penjahat
(Yoh 18:30).
· menganggap
diri sebagai raja (Yoh 18:33-35 19:12).
· penyesat
bangsa Yahudi, melarang membayar pajak kepada Kaisar (Luk 23:2a).
Calvin: “Christ
having already been more than enough hated by the world, this single deed might
give plausibility to all the calumnies which his enemies falsely brought against
him” [= Kristus telah lebih dari cukup
dibenci oleh dunia, dan tindakan ini (tindakan Petrus memotong telinga) bisa
membuat semua fitnahan yang dituduhkan secara salah kepadaNya oleh
musuh-musuhNya menjadi kelihatan benar]
- hal 195.
c) Yesus tidak memberi Petrus otoritas untuk melakukan
hal itu.
Bdk. Luk 22:49-50 - “Ketika
mereka, yang bersama-sama dengan Yesus, melihat apa yang akan terjadi,
berkatalah mereka: ‘Tuhan, mestikah kami menyerang mereka dengan pedang?’
Dan seorang dari mereka menyerang hamba Imam Besar sehingga putus telinga
kanannya”.
Jadi mereka minta petunjuk Tuhan, tetapi sebelum Tuhan sempat
memberi petunjuk, Petrus sudah menyerang dengan pedangnya.
Hutchseon mengatakan (hal 376) bahwa kita tidak bisa bertindak
dengan benar kalau kita tidak mencari petunjuk Tuhan, atau kalau kita mencari
petunjuk Tuhan tetapi tidak mau menunggu sampai Ia memberikan petunjuk tersebut.
Hutcheson menambahkan (hal 376) bahwa di sini Petrus ‘melakukan
pelayanan’ di tempat dimana ia tidak dipanggil oleh Tuhan, dan ini adalah
salah, sekalipun hal itu dilakukan dengan semangat dan kasih kepada Tuhan. Jadi,
dari peristiwa ini terlihat bahwa seseorang bisa melakukan hal-hal yang
kelihatannya menunjukkan semangat dan kasih terhadap Tuhan, tetapi tetap salah
dan patut dicela. Misalnya: melayani di tempat yang sesuai dengan kehendaknya
sendiri, menjadi hamba Tuhan tanpa panggilan dari Tuhan, dan sebagainya.
Dalam tafsirannya tentang Mat 26:51, Calvin berkata (hal 243-244)
bahwa sekalipun kelihatan sepintas lalu Petrus melakukan sesuatu yang berani
dengan melawan ratusan orang yang akan menangkap Yesus, tetapi karena ia
melakukan lebih dari yang diperintahkan / diijinkan oleh panggilan Allah, maka
tindakannya yang tergesa-gesa ini patut disalahkan. Calvin juga berkata bahwa
ini mengajar kita bahwa supaya ketaatan kita bisa diterima oleh Allah maka kita
harus bergantung pada kehendakNya, dan kita tidak boleh menggerakkan satu
jaripun kecuali diperintahkan oleh Tuhan.
Catatan:
saya kira bagian terakhir ini merupakan gaya bahasa hyperbole.
Calvin: “It
was exceedingly thoughtless in Peter to attempt to prove his faith by his sword,
while he could not do so by his tongue. When he is called to make confession, he
denies his Master; and now, without his Master’s authority, he raises a
tumult” (= Merupakan tindakan yang sangat
ceroboh / tanpa dipikir dari Petrus untuk mencoba membuktikan imannya dengan
pedangnya, padahal ia tidak bisa membuktikan imannya dengan lidahnya. Pada waktu
ia dipanggil untuk membuat pengakuan, ia menyangkal Tuannya, dan sekarang, tanpa
otoritas Tuannya, ia menimbulkan keributan)
- hal 195.
Calvin: “Warned
by so striking an example, let us learn to keep our zeal within proper bounds;
and as the wantonness of our flesh is always eager to attempt more than God
commands, let us learn that our zeal will succeed ill, whenever we venture to
undertake any thing contrary to the word of God. ... We are also reminded, that
those who have resolved to plead the cause of Christ do not always conduct
themselves so skillfully as not to commit some fault; and, therefore, we ought
the more earnestly to entreat the Lord to guide us in every action by the spirit
of prudence” [= Diperingatkan oleh contoh
yang menyolok seperti ini, marilah kita belajar untuk menjaga semangat kita
dalam batasan yang benar; dan karena kecerobohan / ketidak-disiplinan daging
kita selalu siap untuk berusaha lebih dari yang Allah perintahkan, biarlah kita
mengerti bahwa semangat kita akan menjadi sesuatu yang buruk, kapanpun kita
berusaha untuk melakukan apapun yang bertentangan dengan firman Allah. ... Kita
juga diingatkan, bahwa mereka yang telah memutuskan untuk membela perkara
Kristus (misalnya rasul, pendeta, dsb)
tidak selalu bertingkah laku dengan cekatan sedemikian rupa sehingga tidak
melakukan suatu kesalahan; dan karena itu, kita harus makin sungguh-sungguh
memohon dengan sangat kepada Tuhan untuk memimpin kita dalam setiap tindakan
dengan roh kebijaksanaan] - hal 195.
d)
Yang menangkap adalah alat negara, kepada siapa orang kristen harus tunduk (Ro
13:1).
Bdk. Mat 26:52 - “Maka
kata Yesus kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa
menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang”.
Calvin menafsirkan ayat ini (hal 245) sebagai berikut:
· ‘barangsiapa
menggunakan pedang’ ia
artikan sebagai ‘orang yang melakukan pembunuhan dengan pedang’.
· ‘akan
binasa oleh pedang’ ia artikan: ‘akan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan /
hakim’.
Calvin: “a
private individual was not permitted to rise in opposition to those who had been
invested with public authority; ... We must also beware of repelling our enemies
by force or violence, even when they unjustly provoke us, except so far as the
institution and laws of the community admit”
(= seseorang tidak diijinkan untuk memberontak kepada mereka yang dilantik
dengan otoritas umum; ... Kita juga harus berhati-hati untuk tidak melawan
musuh-musuh kita dengan kekuatan atau kekerasan, bahkan pada saat mereka secara
tidak benar membuat kita marah, kecuali sejauh yang diijinkan oleh lembaga dan
hukum dari masyarakat) -
hal 195-196.
e)
Kerajaan Kristus bukan kerajaan dunia, tetapi kerajaan rohani.
Bdk. Yoh 18:36 - “Jawab
Yesus: ‘KerajaanKu bukan dari dunia ini; jika KerajaanKu dari dunia ini,
pasti hamba-hambaKu telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang
Yahudi, akan tetapi KerajaanKu bukan dari sini.’”.
Hendriksen mengatakan (hal 383) bahwa pada waktu Petrus, oleh
tindakannya yang gegabah / tergesa-gesa, menunjukkan bahwa ia tidak mengerti
sifat dari kerajaan Kristus, maka Yesus, dengan kata-kata dan tindakanNya,
menyatakan sifat rohani dari kerajaanNya.
2)
“Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan
pedangmu itu”.
a) Penyembuhan telinga.
Yohanes tidak menceritakan tentang penyembuhan telinga yang
dilakukan oleh Yesus, yang hanya diceritakan oleh Lukas (Luk 22:51).
Penyembuhan telinga ini, bukan hanya menunjukkan kasih Yesus terhadap musuh,
tetapi juga berfungsi untuk melindungi Petrus, karena tanpa hal itu, Petrus
pasti ikut ditangkap.
b)
Kata-kata Yesus dalam ay 11 ini menunjukkan bahwa kata ‘pedang’
dalam Luk 22:36 tidak boleh dihurufiahkan.
Luk 22:36-38 - “(36)
Jawab mereka: ‘Suatupun tidak.’ KataNya kepada mereka: ‘Tetapi sekarang
ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga
yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual
jubahnya dan membeli pedang. (37) Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa
nas Kitab Suci ini harus digenapi padaKu: Ia akan terhitung di antara
pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.’
(38) Kata mereka: ‘Tuhan, ini dua pedang.’ JawabNya: ‘Sudah cukup.’”.
Ada 3 penafsiran tentang kata ‘pedang’ dalam Luk 22:36
ini:
1.
Ada yang menghurufiahkan kata ‘pedang’ dalam Luk 22:36 ini. Jadi mereka
mengartikan bahwa Yesus betul-betul menyuruh mereka yang tidak mempunyai pedang
untuk menjual jubahnya dan membeli pedang.
Keberatan terhadap pandangan ini: kalau memang Yesus menyuruh membeli pedang sungguhan,
mengapa waktu Petrus menggunakan pedang itu, Yesus justru menegurnya? Bdk. Mat
26:51-52 Yoh 18:11.
Jawab terhadap keberatan ini: Yesus memaksudkan pedang itu untuk melindungi diri mereka
sendiri, bukan untuk melindungi Yesus. Pulpit Commentary (hal 405) mengatakan
bahwa memang saat ini adalah saat bagi Yesus untuk berkorban, sehingga para
murid tidak boleh melawan dengan pedang. Tetapi ada saatnya dimana pembelaan
diri dengan pedang diijinkan.
Keberatan terhadap jawaban ini:
· bahwa
orang kristen harus menjaga diri dengan pedang pada waktu mengalami masa sukar dalam
pelayanan, adalah sesuatu yang bertentangan dengan seluruh Kitab Suci
(Perjanjian Baru). Kekristenan tidak pernah boleh dipertahankan / disebarkan
dengan kekerasan.
· setelah
Yesus naik ke surga sekalipun, tidak pernah ada murid yang betul-betul membawa
pedang untuk menjaga diri.
· terhadap
penafsiran seperti ini, dalam tafsirannya tentang Mat 26:52, Calvin berkata:
“Certain
doctors ... have ventured to proceed to such a pitch of impudence as to teach,
that the sword was not taken from Peter, but he was commanded to keep it
sheathed until the time came for drawing it; and hence we perceive how grossly
and shamefully those dogs have sported with the word of God”
(= Doktor-doktor tertentu ... telah berspekulasi sampai pada suatu puncak
kekurang-ajaran sehingga mengajar bahwa pedang itu tidak diambil dari Petrus,
tetapi ia diperintahkan untuk menyimpannya dalam sarungnya sampai waktunya tiba
untuk menariknya / menggunakannya; dan karena itu kami merasa / mengerti betapa
menyoloknya / kotornya dan memalukannya anjing-anjing itu telah mempermainkan
firman Allah) - hal 246.
2.
Kata ‘pedang’ ini diallegorikan, dan diartikan sebagai ‘Firman Tuhan’.
Bdk. Ef 6:17 - “dan terimalah
ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah”.
Bahkan ada orang yang menambahkan bahwa kata-kata ‘dua pedang’
dalam Luk 22:38 menunjuk pada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru!
Keberatan terhadap pandangan ini:
· tidak
ada alasan yang menyebabkan bagian ini boleh dialegorikan seperti itu. Dan
kalaupun mau dialegorikan, apa dasarnya untuk mengatakan bahwa ‘pedang’
melambangkan ‘Firman Tuhan’? Bahwa dalam Ef 6:17 ‘pedang’
menggambarkan ‘Firman Tuhan’, itu tidak berarti bahwa di sini juga harus
begitu! Disamping itu, kalau ‘pedang’ diartikan sebagai ‘Firman Tuhan’,
lalu apa artinya ‘menjual jubah’ dan ‘membeli pedang’ dalam Luk
22:36?
· saat
itu belum ada Perjanjian Baru!
· pedang
yang digunakan oleh Petrus dalam Mat 26:51 / Yoh 18:10 jelas adalah
salah satu dari 2 pedang dalam Luk 22:38! Jadi jelas bahwa itu adalah
pedang sungguhan!
3.
Kata ‘pedang’ diartikan secara figurative (= kiasan).
Ia tidak memaksudkan mereka betul-betul harus menjual jubah untuk
membeli pedang. Kata-kataNya dalam Luk 22:36 itu hanya menunjukkan bahwa
hidup dan pelayanan akan menjadi sukar dan berat bagi para muridNya, dan karena
itu mereka perlu untuk lebih berjaga-jaga / berhati-hati.
Ini adalah pandangan dari mayoritas penafsir, dan inilah pandangan
yang saya terima.
Keberatan:
kalau ‘pedang’ dalam Luk 22:36 itu mempunyai arti kiasan, mengapa dalam Luk 22:38
para murid lalu berkata ‘Tuhan, ini dua
pedang’, dimana kata
‘pedang’ jelas mempunyai arti hurufiah?
Jawab: para
murid itu salah mengerti kata-kata Yesus. Mereka menghurufiahkan kata-kata Yesus
itu, yang seharusnya diartikan sebagai kiasan, sehingga mereka berkata: ‘Tuhan,
ini dua pedang’!
Keberatan:
kalau memang mereka salah mengerti, mengapa Yesus lalu berkata ‘sudah
cukup’ (Luk 22:38b)?
Jawab:
kata-kata ‘sudah cukup’
ini jelas tidak menunjuk pada 2 pedang yang ditunjukkan oleh murid-murid kepada
Yesus, karena:
· jelas
bahwa 2 pedang tidak mungkin cukup untuk 11 orang. Jadi, kalau kata-kata ‘sudah
cukup’ dalam Luk 22:38
itu diartikan untuk menunjuk pada ‘dua
pedang’, maka itu akan bertentangan dengan kata-kata ‘siapa
yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang’ dalam Luk 22:36b. Perhatikan juga terjemahan Luk 22:36b dalam
KJV: ‘and he that hath no sword, let him sell his garment, and buy one’
(= dan ia yang tidak mempunyai pedang, hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli
pedang). KJV »
RSV/NIV/NASB.
· terjemahan
hurufiah dari kata-kata ‘sudah cukup’ dalam Luk 22:38b itu adalah ‘It
is enough’ -
bentuk tunggal (KJV/RSV/NASB), bukan ‘They
are enough’ -
bentuk jamak, sehingga tidak mungkin menunjuk pada ‘dua
buah pedang’!
Catatan: NIV
menterjemahkan ‘That is
enough’ (bentuk
tunggal), bukan ‘Those are
enough’ (bentuk
jamak), sehingga juga tidak memungkinkan untuk menunjuk pada ‘dua
buah pedang’.
Kalau memang kata-kata ‘sudah
cukup’ itu tidak
menunjuk pada ‘dua pedang’,
lalu menunjuk kepada apa? Jelas menunjuk pada pembicaraan mereka. Jadi, Yesus
menghentikan pembicaraan tentang hal itu, mungkin karena Ia merasa jengkel
dengan kebodohan murid-murid yang selalu tidak mengerti / salah mengerti tentang
apa yang Ia katakan, atau karena memang saat itu sudah tidak ada lagi waktu
bagiNya untuk menjelaskan hal itu.
3)
“bukankah Aku harus minum cawan yang
diberikan Bapa kepadaKu?’”.
a) Apa arti dari kata ‘cawan’ di sini?
Dalam Kitab Suci kata ‘cawan’ / ‘anggur’ sering berhubungan
dengan penderitaan dan murka Allah (Maz 75:9 Yes 51:17,22 Yer 25:15
Yeh 23:31-33 Wah 14:10 Wah 16:19).
Leon Morris (NICNT): “This is the only
passage which assigns the origin of the ‘cup’ to the Father. In the Old
Testament the ‘cup’ often has associations of suffering and of the wrath of
God (Ps. 75:8; Isa. 51:17,22; Jer. 25:15; Ezek. 23:31-33, etc; cf. Rev. 14:10;
16:19). We cannot doubt but that in this solemn moment these are the thoughts
that the term arouses” [= Ini adalah
satu-satunya text yang menunjukkan bahwa cawan itu berasal usul dari Bapa.
Dalam Perjanjian Lama ‘cawan’ sering berhubungan dengan penderitaan dan
dengan kemurkaan Allah (Maz 75:9; Yes 51:17,22; Yer 25:15; Yeh
23:31-33, dst; bdk. Wah 14:10; 16:19). Kita tidak bisa meragukan bahwa pada
saat yang khidmat ini inilah pemikiran / gagasan dari istilah ini]
- hal 746.
Jadi ‘cawan’ di sini menunjuk pada penderitaan atau murka Allah
yang seharusnya dipikul oleh manusia sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka.
b)
Yesus mengetahui kehendak Bapa, dan karena itu Ia berkata bahwa Ia harus meminum
cawan itu.
Tadinya waktu di Taman Getsemani, Ia berdoa supaya cawan itu
berlalu, tetapi menambahinya dengan kata-kata: ‘janganlah
seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki’
(Mat 26:39b), dan ‘jikalau cawan ini
tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu!’
(Mat 26:42b).
Tetapi sekarang Ia tahu bahwa Ia harus meminum cawan itu.
Catatan:
kalau Yesus bisa tidak tahu, maka itu merupakan pikiran manusiaNya (bdk. juga
Mat 24:36). Pikiran ilahiNya jelas maha tahu!
c)
Kristus rela ‘meminum cawan itu’, dengan membiarkan diriNya ditangkap,
dicambuki, disalibkan sampai mati.
Tasker (Tyndale): “Jesus stays Peter’s
hand before it perpetrates any further act of physical aggression; for evil can
only be overcome if Jesus Himself drinks the cup of the wrath of God”
(= Yesus mencegah tangan Petrus sebelum ia melakukan tindakan penyerangan fisik
lebih jauh; karena kejahatan hanya bisa dikalahkan jika Yesus sendiri meminum
cawan dari murka Allah) -
hal 195.
Calvin: “The
draught appointed for Christ was, to suffer the death of the cross for the
reconciliation of the world. He says, therefore, that he must drink the cup
which his Father measured out and delivered to him”
(= Minuman yang ditetapkan untuk Kristus adalah untuk mengalami kematian dari
salib untuk pendamaian dari dunia. Karena itu Ia berkata bahwa Ia harus meminum
cawan yang ditakar dan diberikan oleh Bapa kepadaNya)
- hal 196.
Dalam suatu buku saat teduh dikatakan:
“There
is not one drop of wrath in the cup you are drinking. He took all that was
bitter out of it, and left it a cup of love”
(= Tidak ada satu tetaspun kemurkaan dalam cawan yang sedang kamu minum. Ia
mengambil semua yang pahit dari cawan itu, dan meninggalkannya sebagai cawan
kasih) - ‘Streams in
the Desert’, vol 5, October 24.
Pulpit Commentary: “The results of this
sacrifice have been most beneficial and precious to mankind. By drinking the cup
of suffering our Saviour has released us from drinking the cup of personal guilt
and merited punishment” (= Akibat dari
pengorbanan ini sangat bermanfaat dan berharga bagi umat manusia. Dengan meminum
cawan penderitaan, Juruselamat kita telah membebaskan kita dari keharusan
meminum cawan dari kesalahan pribadi dan hukuman yang pantas kita dapatkan)
- hal 406.
Jadi, Kristus meminum ‘cawan’ tersebut, supaya kita tidak perlu
meminum ‘cawan’ itu. Tetapi ada satu syarat, yaitu kita harus mau percaya /
menerima Kristus sebagai Juruselamat kita. Maukah saudara percaya kepada Dia?
d)
Tindakan Kristus ini juga merupakan teladan bagi kita untuk mau dengan sabar
memikul penderitaan yang Tuhan berikan kepada kita.
Calvin: “it
serves the purpose of an example, for the same patience is demanded from all of
us. Scripture compares afflictions to medicinal draughts; ... God has this
authority over us, that he has a right to treat every one as he thinks fit; and
whether he cheers us by prosperity, or humbles us by adversity, he is said to
administer a sweet or a bitter draught”
(= ini mempunyai tujuan untuk menjadi teladan, karena kesabaran yang sama
dituntut dari semua kita. Kitab Suci membandingkan penderitaan / kesusahan
dengan minuman obat; ... Allah mempunyai otoritas atas kita, sehingga Ia
mempunyai hak untuk memperlakukan setiap orang sesuai dengan yang Ia anggap
cocok; dan apakah Ia menghibur / menggembirakan kita dengan kemakmuran, atau
merendahkan kita dengan kesengsaraan, Ia dikatakan memberikan minuman yang manis
atau pahit) - hal 196.
Catatan:
sebetulnya karena ‘cawan’ kita telah diminum oleh Kristus, maka tidak ada
lagi ‘cawan’, dalam arti ‘murka dan hukuman Allah’, yang harus kita
minum. Tetapi ‘cawan’ dalam arti penderitaan untuk mendisiplin / menghajar,
atau untuk menguji kita, atau untuk mencegah kita dari dosa tertentu, masih
tetap ada.
e)
Tetapi kita tidak boleh terlalu cepat menganggap suatu penderitaan / penyakit
sebagai ‘cawan’ dari Bapa. Kita boleh, dan bahkan harus, mencari jalan
keluar, selama cara yang dipakai tidak bertentangan dengan Kitab Suci.
Calvin: “In
the same manner we, too, ought to be prepared for enduring the cross. And yet we
ought not to listen to fanatics, who tell us that we must not seek remedies for
diseases and any other kind of distresses, lest we reject the cup which the
Heavenly Father presents to us. Knowing that we must once die, (Heb. 9:27,) we
ought to be prepared for death; but the time of our death being unknown to us,
the Lord permits us to defend our life by those aids which he has himself
appointed. We must patiently endure diseases, however grievous they may be to
our flesh; and though they do not yet appear to be mortal, we ought to seek
alleviation of them; only we must be careful not to attempt any thing but what
is permitted by the word of God” [=
Dengan cara yang sama kita juga harus disiapkan untuk memikul salib. Tetapi kita
tidak boleh mendengarkan orang-orang fanatik, yang memberitahu kita bahwa kita
tidak boleh mencari obat / pengobatan untuk penyakit dan kesukaran / kesusahan
yang lain, supaya kita tidak menolak cawan yang diberikan oleh Bapa surgawi
kepada kita. Mengetahui bahwa kita suatu kali harus mati (Ibr 9:27), kita
harus disiapkan untuk menghadapi kematian; tetapi karena waktu dari kematian
tidak kita ketahui, Tuhan mengijinkan kita membela / mempertahankan hidup kita
dengan bantuan / pertolongan yang telah Ia sendiri tetapkan. Kita harus dengan
sabar menanggung penyakit-penyakit kita, bagaimanapun menyedihkannya hal-hal itu
bagi daging kita; dan sekalipun hal-hal itu tidak mematikan, kita harus mencari
pengurangan hal-hal itu; hanya kita harus berhati-hati untuk tidak mencoba
melakukan apapun kecuali yang diijinkan oleh firman Allah]
- hal 196.
f)
Perbedaan ‘cawan’ bagi orang saleh / percaya dan orang yang jahat / tidak
percaya.
Hutcheson menggunakan Maz 75:9 - “Sebab sebuah piala ada di tangan TUHAN, berisi anggur berbuih, penuh
campuran bumbu; Ia menuang dari situ; sungguh, ampasnya akan dihirup dan diminum
oleh semua orang fasik di bumi”, dan lalu berkata:
“Afflictions
are measured by God to his people, both for quantity and quality; therefore are
they called a ‘cup,’ which, as it is a comfort to the godly that their lot
is in a friend’s hand, so it may terrify the wicked whose lot is also carved
out, and who will not get so much affliction as they please, but so much as the
justice of God seeth meet to measure out unto them”
(= Penderitaan / kesusahan diukur / ditakar oleh Allah bagi umatNya, baik
banyaknya maupun kwalitet / jenisnya; dan karenanya itu disebut ‘cawan’,
yang bagi orang saleh merupakan suatu penghiburan karena nasib mereka ada dalam
tangan seorang sahabat, tetapi merupakan sesuatu yang menakutkan bagi orang
jahat, yang nasibnya juga diukir / ditetapkan, dan yang tidak akan mendapatkan
penderitaan / kesusahan sebanyak yang mereka inginkan, tetapi sebanyak yang
cocok dengan keadilan Allah bagi mereka)
- hal 377.
g) Memaniskan ‘cawan’.
George Hutcheson menekankan kata ‘Bapa’ dan berkata:
“It may
sweeten the lot of Christ and his followers that even the bitterest potions come
not from God as a Judge, but as a Father”
(= Itu bisa memaniskan nasib dari Kristus dan para pengikutNya karena bahkan
minuman yang terpahit datang bukan dari Allah sebagai Hakim, tetapi sebagai
Bapa) - hal 377.
Matthew Poole:
“It is a good argument to quiet our
spirits roiled by any afflictive providences; they are but a cup, and the cup
our Father hath given us” (= Ini
merupakan suatu argumentasi yang baik untuk menenangkan roh kita yang menjadi
jengkel karena providensia yang membuat kita menderita / susah; itu hanyalah
cawan, dan Bapa kita yang memberikan cawan itu kepada kita)
- hal 372.
Hutchseon juga mengatakan bahwa ketundukan dan kerelaan dalam
memikul salib / meminum cawan membuat itu menjadi manis, sebaliknya perlawanan /
pemberontakan terhadap salib / cawan itu merupakan kutuk dari salib /
menjadikannya berat.
George Hutcheson: “Love to God, and faith
in his love, will make any condition carved out by him sweet to us”
(= Kasih kepada Allah, dan iman kepada kasihNya, akan membuat kondisi apapun
yang diukirkan / ditetapkan olehNya menjadi manis bagi kita)
- hal 377.
-AMIN-
e-mail us at [email protected]