Eksposisi Injil Yohanes

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


Yohanes 17:20-26

Ay 20: “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka”.

1)   Ini merupakan awal dari bagian ke 3 dari doa Yesus.

Kalau dalam bagian pertama (ay 1-5), Ia berdoa untuk diriNya sendiri, dan dalam bagian kedua (ay 6-19) Ia berdoa untuk para murid, maka pada bagian ketiga ini (ay 20-dst) Ia berdoa untuk orang-orang yang percaya oleh pemberitaan para murid.

2)   Yesus berdoa untuk kita.

Sampai saat ini Ia hanya berdoa untuk rasul-rasul yang percaya (Yudas tak termasuk). Tetapi mulai ay 20 ini Ia memperluas scope doanya, sehingga mencakup orang-orang lain. Tetapi siapa orang-orang yang dimaksud di sini?

a)   Yang jelas, doa ini tidak mencakup orang-orang yang bukan pilihan (reprobate).

Matthew Poole: “Christ did not pray for any reprobates, not for any that were and should die unbelievers: he prayed before for those who actually did believe; he prayeth here for them that should believe; but we never read that he prayed for any others. Now whether he laid down his life for those for whom he would not pray, lieth upon them to consider, who are so confident that he died for all and every man” [= Kristus tidak berdoa untuk orang yang ditetapkan untuk binasa, tidak untuk siapapun yang adalah orang tak percaya dan mati sebagai orang tak percaya: tadi (dalam Yoh 17:9) Ia berdoa untuk mereka yang sungguh-sungguh sudah percaya; di sini Ia berdoa untuk mereka yang harus percaya; tetapi kita tidak pernah membaca bahwa Ia berdoa untuk orang lain. Sekarang apakah Ia menyerahkan nyawaNya untuk mereka bagi siapa Ia tidak mau berdoa, terserah kepada mereka untuk mempertimbangkan, yang begitu yakin bahwa Ia mati untuk semua dan setiap orang] - hal 370.

b)   Lalu untuk siapa Ia berdoa di sini?

·        William Hendriksen mengatakan (hal 363) bahwa dalam bagian ini Yesus tidak membandingkan 2 grup orang, yaitu yang sudah percaya dan yang akan percaya. Yang Ia bandingkan adalah 11 rasul di satu sisi, dan di sisi yang lain adalah orang-orang yang percaya oleh pemberitaan mereka. Dari grup kedua ini ada yang sudah percaya, ada yang belum percaya.

·        Leon Morris (NICNT) menganggap (hal 733, footnote) bahwa ‘orang-orang yang percaya’ dalam ay 20 ini menunjuk kepada orang-orang yang akan percaya kepada pemberitaan orang-orang Kristen pada saat itu.

Yang manapun yang benar dari kedua pandangan ini, kita yang percaya tetap termasuk dalam orang-orang yang didoakan oleh Yesus.

Barnes’ Notes: “It is a matter of unspeakable joy that each Christian, however humble or unknown to men, however poor, unlearned, or despised, can reflect that he was remembered in prayer by him whom God heareth always. We value the prayers of pious friends. How much more should we value this petition of the Son of God! To that single prayer we, who are Christians, owe infinitely more real benefits than the world can ever bestow. And in the midst of any trials, we may remember that the Son of God prayed for us, and that the prayer was assuredly heard, and will be answered in reference to all who truly believe” (= Merupakan sukacita yang tak terkatakan bahwa setiap orang kristen, betapapun rendahnya atau tidak terkenalnya bagi manusia, betapapun miskinnya, tak terpelajar, atau hinanya, bisa membayangkan bahwa ia diingat dalam doa oleh Dia yang selalu didengar oleh Allah. Kita menghargai doa-doa dari teman-teman yang saleh. Alangkah lebihnya kita harus menghargai permohonan dari Anak Allah! Kepada doa yang satu ini, kita yang adalah orang-orang kristen menerima jauh lebih banyak kebaikan / manfaat dari pada yang bisa diberikan oleh dunia. Dan di tengah-tengah pencobaan apapun, kita bisa mengingat bahwa Anak Allah berdoa untuk kita, dan bahwa doa itu pasti didengar, dan akan dijawab berkenaan dengan semua yang betul-betul percaya) - hal 347.

Calvin mengatakan bahwa doa ini merupakan jaminan bagi kita, karena jika kita percaya kepada Kristus melalui pemberitaan Injil, maka kita dikumpulkan bersama dengan rasul-rasul ke dalam perlindunganNya yang setia, sehingga tidak seorangpun dari kita yang akan binasa. Jadi rupanya Calvin beranggapan bahwa doa untuk pemeliharaan / perlindungan terhadap para rasul di atas (ay 11,15), juga berlaku untuk orang-orang yang akan percaya oleh pemberitaan para rasul tersebut.

3)   Sekalipun Yesus menghadapi saat yang buruk, Ia tetap percaya bahwa akan ada banyak orang yang akan menjadi percaya karena pemberitaan para rasul (ay 20b).

Di sini saya akan membahas komentar bodoh dari William Barclay.

William Barclay: “we see his confidence in his men. He knew that they did not fully understand him; he knew that in a very short time they were going to abandon him in his hour of sorest need. Yet to these very same men he looked with complete confidence to spread his name throughout the world. Jesus never lost his faith in God or his confidence in men (= kita melihat keyakinanNya kepada orang-orangNya. Ia tahu bahwa mereka tidak sepenuhnya mengerti Dia; Ia tahu bahwa dalam waktu yang singkat mereka akan meninggalkan Dia dalam saat kebutuhanNya yang terberat. Tetapi kepada orang-orang yang sama ini Ia memandang dengan keyakinan penuh untuk menyebarkan namaNya di seluruh dunia. Yesus tidak pernah kehilangan imanNya kepada Allah atau keyakinanNya kepada orang-orangNya) - hal 217.

Kata-kata Barclay yang bodoh ini bertentangan dengan Yoh 2:24-25 - “Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia”.

Yang benar adalah: Yesus bukannya mempunyai keyakinan kepada murid-muridNya, tetapi Ia tahu apa yang Ia sendiri akan lakukan di dalam dan melalui para muridNya itu. Ingat bahwa kalau seseorang bisa melakukan apapun yang benar, itu pasti karena adanya pekerjaan Allah dalam diri orang tersebut (1Kor 15:10).

4)   Bagian ini menekankan pentingnya Firman Tuhan.

Perhatikan kata-kata ‘percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka.

Lit: ‘through their word’ (= melalui kata / firman mereka).

Iman memang tumbuh melalui pendengaran terhadap firman Tuhan (Ro 10:17), dan karenanya orang kristen KTP harus mau mendengar Firman Tuhan / Injil.

Tentang kata-kata ini Calvin memberikan komentar sebagai berikut:

“But woe to the Papists, whose faith is so far removed from this rule, ... The tradition of the Church is therefore their only authoritative guide to what they shall believe. But let us remember that the Son of God, who alone is competent to judge, does not approve of any other faith than that which is drawn from the doctrine of the apostles, and sure information of that doctrine will be found no where else than in their writings” (= Tetapi celakalah / terkutuklah para pengikut Paus, yang imannya digeser begitu jauh dari peraturan ini, ... Karena itu, tradisi dari Gereja merupakan satu-satunya pembimbing mereka yang berotoritas tentang apa yang akan mereka percayai. Tetapi hendaklah kita ingat bahwa Anak Allah, yang merupakan satu-satunya orang yang mampu menghakimi, tidak menyetujui iman lain manapun selain dari iman yang didapatkan dari ajaran rasul-rasul, dan informasi yang pasti tentang ajaran itu tidak akan ditemukan di tempat lain selain dalam tulisan-tulisan mereka) - hal 182.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Bagi Gereja Katolik sumber iman bukanlah Alkitab saja, melainkan juga Tradisi” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 26-27.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “ada perbedaan fundamental antara Gereja Katolik dan non-katolik mengenai sumber iman. Bagi Gereja Katolik Sabda Allah itu hidup! Sabda Allah dihayati dan dipelihara tidak hanya dalam Alkitab melainkan juga dalam seluruh kehidupan iman Gereja, yakni dalam Tradisi yang berbentuk ibadat, ajaran kepemimpinan Gereja dan sebagainya. Berkat tuntunan Roh Kudus sendiri Sabda Allah itu dipelihara dalam Tradisi dan menjadi semakin matang dan jelas dalam perkembangan sejarah. Sedangkan gereja-gereja Reformasi hanya menerima Alkitab sebagai sumber iman mereka” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku II, hal 50.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Tradisi dan Alkitab. Salah satu hal yang membedakan Gereja Katolik dari Gereja Protestan adalah paham mengenai bagaimana wahyu Allah disimpan dan diteruskan kepada umat manusia di segala tempat dan jaman. Menurut Gereja Katolik: melalui Tradisi dan Alkitab! Apakah Tradisi itu? Bagaimana hubungannya dengan Alkitab? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu kita bahas ajaran Gereja Katolik mengenai terjadinya Alkitab.

Pertama-tama, ada Allah yang mewahyukan Diri-Nya melalui para nabi, utusan-Nya. Para nabi itulah yang mewartakan sabda-sabda Allah. Tetapi Allah bersabda juga melalui karya-karya-Nya yang agung dan melalui peristiwa-peristiwa hidup. Jadi, dengan kata dan perbuatan Allah mewahyukan Diri-Nya, artinya Ia memperkenalkan siapa Diri-Nya dan apakah rencana-Nya untuk keselamatan manusia. ... Wahyu Allah inilah yang diterima oleh sekelompok umat manusia yang kita sebut Gereja (baik dalam bentuk permulaannya, yakni bangsa Israel, maupun dalam bentuk yang sudah tetap, yakni Gereja Yesus Kristus). Wahyu Allah itu bergema dan dihayati oleh Gereja dalam ibadat, ajaran dan seluruh kehidupan mereka. Inilah yang disebut Tradisi. Tradisi adalah Sabda Allah sejauh diterima dan dihayati Gereja dalam hidupnya, ajarannya dan ibadatnya. Atau dapat dikatakan juga bahwa Tradisi adalah Iman Gereja terhadap Wahyu Allah / Sabda Allah.

Lama-kelamaan, ketika para rasul Yesus mulai wafat satu per satu, timbul kebutuhan untuk menuliskan ajaran-ajaran yang mereka wariskan secara lisan itu, agar Gereja mempunyai pegangan. Untuk tujuan ini Roh Allah mengilhami orang-orang tertentu dalam Gereja untuk menuliskan apa yang dihayati dalam Tradisi itu dalam Alkitab. Jadi dalam arti tertentu, Alkitab itu adalah bagian dari Tradisi atau bentuk tertulis dari Tradisi. Tetapi berkat ilham Roh Kudus, Alkitab mempunyai nilai istimewa sebab Allah sungguh-sungguh bersabda melalui kata-kata manusia dalam Alkitab.

Dari uraian ini nampak betapa eratnya hubungan Tradisi dengan Alkitab. Oleh sebab itu Alkitab harus ditafsirkan dalam konteks dan dalam kesatuan dengan Tradisi. Sulit membayangkan penafsiran Alkitab lepas dari Tradisi, sebab sebelum Alkitab ditulis, Sabda Allah itu sudah lebih dahulu dihayati dalam Tradisi. Sebaliknya, karena penulisan Alkitab itu ada di bawah pengaruh Roh Kudus sendiri, maka Tradisi yang dihayati Gereja di segala jaman itu harus dikontrol dalam terang Alkitab.” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I, hal 33-34.

Saya menganggap kata-kata uskup ini sebagai penjelasan yang bodoh dan sesat. Untuk itu perhatikan Luk 1:1-4 - “Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar”.

Dari sini terlihat bahwa penulisan Kitab Suci dilakukan untuk mendapatkan kepastian tentang mana yang benar dan mana yang salah. Karena itu kalau setelah ada Kitab Suci, tradisi tetap dipertahankan, itu merupakan kebodohan!

Disamping itu adalah suatu omong kosong bahwa mereka menghayati Tradisi dalam terang Alkitab, karena merupakan sesuatu yang menyolok bahwa dalam Gereja Roma Katolik ada begitu banyak ajaran yang sama sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci, dan bahkan bertentangan dengan Kitab Suci, seperti:

Ay 21: “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”.

1)   ‘supaya mereka semua menjadi satu’.

a)   Kesatuan orang-orang kristen merupakan pemulihan dari kehancuran umat manusia.

Calvin: “the ruin of the human race is, that, having been alienated from God, it is also broken and scattered in itself. The restoration of it, therefore, on the contrary, consists in its being properly united in one body” (= kehancuran dari umat manusia adalah bahwa setelah dipisahkan dari Allah, mereka juga terpecah-pecah dalam dirinya sendiri. Karena itu pemulihannya, sebaliknya, terdiri dari penyatuannya secara benar dalam satu tubuh) - hal 183.

b)   Kesatuan yang bagaimana yang dimaksudkan / diinginkan oleh Yesus, dan apa yang harus kita lakukan untuk mewujudkannya?

William Barclay: “What was that unity for which Jesus prayed? It was not a unity of administration or organization; it was not in any sense an ecclesiastical unity. ... Christians will never organize their Churches all in the same way. They will never worship God all in the same way. They will never even all believe precisely the same things. But Christian unity transcends all these differences and joins men together in love. The cause of Christian unity at the present time, and indeed all through history, has been injured and hindered, because men loved their own ecclesiastical organizations, their own creeds, their own ritual, more than they loved each other. If we really loved each other and really loved Christ, no Church would exclude any man who was Christ’s disciple. Only love implanted in men’s hearts by God can tear down the barriers which they have erected between each other and between their Churches” (= Kesatuan apa yang didoakan oleh Yesus ini? Itu bukan kesatuan pemerintahan atau organisasi; itu sama sekali bukan kesatuan gereja. ... Orang-orang kristen tidak akan pernah mengorganisir gereja-gereja mereka dengan cara yang sama. Mereka tidak akan pernah menyembah / beribadah kepada Allah dengan cara yang sama. Bahkan mereka tidak akan pernah mempercayai hal-hal yang persis sama. Tetapi kesatuan kristen melampaui semua perbedaan-perbedaan ini dan menggabungkan orang-orang dalam kasih. Kesatuan kristen pada saat ini, dan bahkan dalam sepanjang sejarah, telah dilukai dan dihalangi, karena manusia mengasihi organisasi gereja mereka sendiri, pengakuan iman mereka sendiri, upacara mereka sendiri, lebih dari pada mereka mengasihi satu sama lain. Jika kita sungguh-sungguh mengasihi satu sama lain dan sungguh-sungguh mengasihi Kristus, tidak ada gereja yang akan mengeluarkan siapapun yang adalah murid Kristus. Hanya kasih yang ditanamkan dalam hati manusia oleh Allah bisa merobohkan penghalang-penghalang yang telah mereka dirikan di antara mereka dan di antara gereja-gereja mereka) - hal 218.

Barnes’ Notes: “Christians are all redeemed by the same blood, and are going to the same heaven. They have the same wants, the same enemies, the same joys. Though they are divided into different denominations, yet they will meet at last in the same abodes of glory. Hence they should feel that they belong to the same family, and are children of the same God and Father” (= Orang-orang kristen semuanya ditebus dengan darah yang sama, dan sedang menuju ke surga yang sama. Mereka mempunyai kebutuhan yang sama, musuh yang sama, sukacita yang sama. Sekalipun mereka terbagi dalam denominasi-denominasi yang berbeda, tetapi akhirnya mereka akan bertemu  di tempat tinggal kemuliaan yang sama. Karena itu mereka harus merasa bahwa mereka termasuk dalam keluarga yang sama, dan adalah anak-anak dari Allah dan Bapa yang sama) - hal 347.

Barnes’ Notes: “On the ground of this union they are exhorted to love one another, to bear one another’s burden, and to study the things that make for peace, and things wherewith one may edify another” (= Berdasarkan kesatuan ini mereka didesak untuk mengasihi satu sama lain, untuk saling menanggung beban, dan untuk mempelajari hal-hal yang mendatangkan damai, dan hal-hal dengan mana yang satu bisa mendidik / membangun yang lain) - hal 347.

Penerapan:

Apakah saudara berdoa untuk kesatuan gereja ini? Apakah ada orang dalam gereja ini kepada siapa saudara merasa sentimen, tidak senang, dsb? Kalau ada, apakah saudara berdoa dan berusaha supaya saudara bisa bersatu dan saling mengasihi dengan orang itu? Bdk. Ro 12:10 - “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat”.

c)   Adam Clarke mengatakan (hal 639) bahwa doa ini dijawab secara hurufiah dalam diri orang-orang percaya abad pertama.

Kis 4:32 - “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama”.

Adam Clarke: “And why is it that believers are not in the same spirit now? Because they neither attend to the example nor to the truth of Christ” (= Dan mengapa orang-orang percaya tidak ada dalam roh yang sama sekarang? Karena mereka tidak memperhatikan / mendengarkan pada teladan ataupun pada kebenaran Kristus) - hal 639.

2)   ‘sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau’.

a)   Kita tidak bisa menafsirkan bahwa kesatuan di antara orang-orang kristen adalah sama dalam segala hal dengan kesatuan antara Bapa dan Anak (bdk. ay 22b).

Barnes’ Notes: “This does not affirm that the union between Christians should be in all respects like that between the Father and the Son, but only in the points in which they are capable of being compared. It is not the union of nature which is referred to, but the union of plan, of counsel, of purpose” (= Ini tidak menegaskan bahwa kesatuan antara orang-orang kristen harus dalam segala hal seperti kesatuan antara Bapa dan Anak, tetapi hanya dalam hal-hal dalam mana mereka bisa dibandingkan. Bukan kesatuan hakekat yang dimaksudkan, tetapi kesatuan rencana dan tujuan) - hal 347.

Leon Morris (NICNT): “This does not mean that the unity between the Father and the Son is the same as that between believers and God. But it does mean that there is an analogy” (= Ini tidak berarti bahwa kesatuan antara Bapa dan Anak sama dengan kesatuan antara orang-orang percaya dan Allah. Tetapi itu berarti bahwa ada persamaannya) - hal 734.

William Hendriksen: “The unity for which Jesus is praying is not merely outward. He guards against this very common misinterpretation. He asks that the oneness of all believers resemble that which exists eternally between the Father and the Son. In both cases the unity is of a definitely spiritual nature. To be sure, Father, Son, and Holy Spirit are one in essence; believers, on the other hand, are one in mind, effort, and purpose. ... These two kinds of unity are not the same. Nevertheless, there is a resemblance” (= Kesatuan untuk mana Yesus berdoa bukanlah semata-mata kesatuan lahiriah. Ia menjaga terhadap penyalah-tafsiran yang sangat umum ini. Ia meminta supaya kesatuan dari orang-orang percaya menyerupai kesatuan yang ada secara kekal antara Bapa dan Anak. Dalam kedua kasus kesatuannya jelas bersifat rohani. Memang Bapa, Anak, dan Roh Kudus, satu dalam hakekat; sedangkan orang-orang percaya, satu dalam pikiran, usaha dan tujuan. ... Kedua jenis kesatuan ini tidak sama. Tetapi di sana ada kemiripan) - hal 364.

b)   Kesatuan dari Allah Tritunggal bukan hanya mempunyai kemiripan dengan kesatuan dari orang-orang percaya, tetapi bahkan juga menjadi dasar dari kesatuan orang-orang percaya.

Selanjutnya Hendriksen menambahkan (hal 364) bahwa kesatuan dari Allah Tritunggal itu juga merupakan fondasi dari kesatuan orang-orang percaya. Hanya orang-orang yang sudah dilahirbarukan oleh Roh Kudus, dan ada di dalam Bapa dan Anak, yang merupakan suatu kesatuan rohani.

Perhatikan juga bahwa yang didoakan supaya menjadi satu adalah orang yang percaya / akan percaya. Sebelum seseorang percaya kepada Kristus, tidak mungkin ia bisa bersatu dengan yang sudah percaya.

A. T. Robertson: “The only possible way to have unity among believers is for all of them to find unity first with God in Christ” (= Satu-satunya cara yang memungkinkan untuk mempunyai kesatuan di antara orang-orang percaya adalah dengan semua mereka mendapatkan lebih dahulu kesatuan dengan Allah dalam Kristus) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 5, hal 280.

Ada beberapa hal yang bisa didapatkan dari sini:

·        merupakan suatu kebodohan yang sangat besar kalau orang kristen menikah dengan orang kafir / orang kristen KTP. Bdk. 2Kor 6:14-16a - “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya? Apakah hubungan bait Allah dengan berhala?”.

·        orang kristen KTP, kalau tidak mau bertobat, bisa merupakan sumber perpecahan dalam gereja!

·        kita tidak harus, dan bahkan tidak boleh, berusaha untuk bersatu dengan golongan orang kristen yang sesat, seperti Liberal, Katolik, Saksi Yehovah, dsb.

c)   Sekalipun kesatuan merupakan sesuatu yang penting, tetapi kita tidak boleh mengusahakan kesatuan dengan mengorbankan kebenaran.

William Hendriksen: “Believers, therefore, should always yearn for peace, but never for peace at the expense of the truth, for ‘unity’ which has been gained by means of such a sacrifice is not worthy of the name” (= Karena itu orang-orang percaya harus selalu merindukan damai, tetapi bukan damai yang terjadi karena pengorbanan kebenaran, karena ‘kesatuan’ yang didapat melalui pengorbanan seperti itu, tidak layak mendapatkan nama itu) - hal 365.

Penerapan:

Jangan takut gegeran, kalau ada ajaran sesat (bdk. Wah 2:2  2Kor 11:4).

3)   ‘agar mereka juga di dalam Kita’.

Calvin: “we are one with the Son of God; not because he conveys his substance to us, but because, by the power of his Spirit, he imparts to us his life and all the blessings which he has received from the Father” (= kita satu dengan Anak Allah; bukan karena Ia memberikan zatNya kepada kita, tetapi karena oleh kuasa RohNya, Ia memberikan kepada kita hidupNya dan semua berkat-berkat yang telah Ia terima dari Bapa) - hal 184.

4)   ‘supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku’.

a)   Penafsiran Arminian tentang bagian ini.

Pulpit Commentary: “The world will believe, - this is the final purpose of the intercession concerning the disciples; so though above he did not pray for the world as the then immediate object of his intercession, the poor world is in his heart, and the saving of the world the end of his incarnation” (= Dunia akan percaya, - inilah tujuan akhir dari doa syafaat berkenaan dengan murid-murid; sehingga sekalipun di atas Ia tidak berdoa untuk dunia sebagai obyek langsung dari doa syafaatNya, tetapi dunia itu ada dalam hatiNya, dan penyelamatan dari dunia merupakan tujuan dari inkarnasiNya) - hal  350.

b)   Penafsiran Calvin / Reformed tentang bagian ini.

·        Baik John Owen maupun Calvin tidak setuju kalau ‘dunia’ di sini diartikan ‘orang-orang pilihan / percaya’, karena dalam seluruh kontex Yoh 17 ini kata ‘dunia’ selalu menunjuk kepada ‘reprobate’ (= orang-orang yang ditentukan untuk binasa)!

Calvin: “the word ‘world’ throughout the whole of this chapter, denotes the reprobate” (= kata ‘dunia’ disepanjang pasal ini menunjuk kepada orang-orang yang ditentukan untuk binasa) - hal 184.

·        Kata ‘percaya’ di sini digunakan dalam arti ‘tahu’. Ini terjadi pada saat dunia diyakinkan oleh pengalaman mereka akan kemuliaan / keilahian Kristus. Tetapi ini hanyalah kepercayaan yang bersifat intelektual, bukan kepercayaan di hati (Calvin, hal 184).

Bdk. Yoh 13:34-35 - “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.’”.

Memang ada sesuatu yang aneh di sini. Kalau mengenai Yoh 13:34-35 itu, maka itu masih masuk akal. Karena kalau kita saling mengasihi, orang akan tahu bahwa kita murid Yesus, karena Yesus memang penuh dengan kasih. Tetapi kalau mengenai ay 21b ini, mengapa orang bisa tahu bahwa Yesus itu datang dari Allah, hanya karena orang kristen bersatu? Mungkin kata-kata Barclay di bawah ini bisa memberikan jawaban.

William Barclay: “Further, as Jesus saw it and prayed for it, it was to be precisely that unity which convinced the world of the truth of Christianity and of the place of Christ. It is more natural for men to be divided than to be united. It is more human for men to fly apart than to come together. Real unity between all Christians would be a ‘supernatural fact which would require a supernatural explanation.’” (= Selanjutnya, sebagaimana Yesus melihatnya dan berdoa untuknya, kesatuan itulah yang meyakinkan dunia tentang kebenaran kekristenan dan tentang tempat dari Kristus. Adalah lebih alamiah bagi manusia untuk terpecah dari pada untuk bersatu. Adalah lebih manusiawi bagi manusia untuk berpisah dari pada untuk berkumpul. Kesatuan yang sejati antara semua orang-orang kristen merupakan ‘suatu fakta supranatural yang membutuhkan penjelasan supranatural’) - hal 218.

c)   Bagaimanapun, ini menunjukkan bahwa kesatuan kristen memberikan suatu pengaruh tertentu kepada dunia.

Kalau orang-orang percaya bersatu maka mereka akan mempunyai pengaruh bagi dunia, tetapi kalau orang-orang percaya bertengkar satu sama lain, maka pengaruh itu tidak akan ada.

A. T. Robertson: “Beyond a doubt, strife, wrangling, division are a stumbling block to the outside world” (= Tak diragukan bahwa perselisihan / percekcokan, pertengkaran, perpecahan merupakan suatu batu sandungan bagi dunia luar) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 5, hal 280.

William Barclay: “It is the tragic fact that it is just that united front that the Church has never shown to men. Faced by the disunity of Christians, the world cannot see the supreme value of the Christian faith. It is our individual duty to demonstrate that unity of love with our fellow men which is the answer to Christ’s prayer” (= Merupakan suatu fakta yang tragis bahwa justru muka yang bersatu itu yang tidak pernah ditunjukkan oleh gereja kepada manusia. Berhadapan dengan perpecahan dari orang-orang kristen, dunia tidak bisa melihat nilai yang tertinggi dari iman kristen. Merupakan kewajiban individu kita untuk menunjukkan kesatuan dari kasih dengan sesama manusia kita yang merupakan jawaban dari doa Kristus) - hal 218.

Ay 22: “Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu:”.

1)   ‘Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu’.

a)   Ada yang menganggap bahwa kata ‘kemuliaan’ menunjuk pada surga.

Adam Clarke: “the words may therefore be understood of the glory which they were to share with him in heaven” (= karena itu kata-kata itu bisa dimengerti tentang kemuliaan yang akan ikut mereka alami dengan Dia di surga) - hal 640.

Problem dengan pandangan ini adalah bahwa dalam ay 22a itu Yesus berkata: “Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu”.

b)   Calvin mengatakan (hal 184-185) bahwa maksud bagian ini adalah bahwa gambar dan rupa Allah dalam diri kita yang telah dirusakkan oleh dosa, dipulihkan dalam Kristus.

2Kor 3:18 - “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambarNya, dalam kemuliaan yang semakin besar”.

Saya merasa ini tidak cocok dengan kontexnya, karena kontexnya menunjukkan bahwa Yesus menerima kemuliaan itu dari Bapa, dan Ia lalu memberikannya kepada kita.

c)   Ada yang menafsirkan bahwa kata ‘kemuliaan’ ini menunjuk pada salib, karena salib adalah kemuliaan Kristus, dan Yesus memang sering membicarakan salibNya sebagai kemuliaan.

William Barclay: “a Christian’s glory is the cross that he must bear. It is an honour to suffer for Jesus Christ. We must never think of our cross as our penalty; we must think of it as our glory. The harder the task a knight was given, the greater he considered its glory. The harder the task we give a student, or a craftsman, or a surgeon, the more we honour him. In effect, we say that we believe that nobody but he could attempt that task at all. So when it is hard to be a Christian, we must regard it as our glory given to us by God” (= kemuliaan Kristen adalah salib yang harus ia pikul. Merupakan suatu kehormatan untuk menderita bagi Yesus Kristus. Kita tidak pernah boleh berpikir tentang salib kita sebagai hukuman kita; kita harus berpikir tentangnya sebagai kemuliaan kita. Makin berat tugas yang diberikan kepada seorang ksatria, makin besar ia menganggapnya sebagai kemuliaannya. Makin berat tugas yang kita berikan kepada seorang pelajar, atau seorang tukang, atau seorang ahli bedah, makin kita menghormatinya. Sebetulnya kita mengatakan bahwa kita percaya bahwa tidak ada orang lain selain dia yang bisa mengerjakan tugas itu. Demikianlah pada saat merupakan sesuatu yang berat untuk menjadi seorang kristen, kita harus menganggapnya sebagai kemuliaan kita yang diberikan kepada kita oleh Allah) - hal 219.

Leon Morris (NICNT): “just as His true glory was to follow the path of lowly service culminating in the cross, so for them the true glory lay in the path of lowly service wherever it might lead them ... For them, too, the way of the cross is the way of true glory” (= sama seperti kemuliaanNya yang sejati mengikuti pelayananNya yang rendah yang mencapai puncaknya pada kayu salib, demikianlah bagi mereka kemuliaan yang sejati terletak di jalan pelayanan yang rendah kemanapun itu akan membimbing mereka ... Juga bagi mereka, jalan salib adalah jalan dari kemuliaan yang sejati) - hal 734-735.

d)   Ada yang menganggap bahwa tinggalnya Kristus di dalam kita itulah yang merupakan kemuliaan kita.

William Hendriksen: “When believers are in Christ (cf. ‘that they also may be in us,’ verse 21), then Christ is in them. This is their glory. By ‘the glory which thou hast given me’ Jesus refers to the fact that the Father manifested himself in the Son (‘thou in me,’ verse 21). By ‘I have given them’ he means that he (i.e., Jesus) manifested himself in the lives of believers. To be able to say, ‘Christ only, always, living in us,’ is their glory” [= Pada waktu orang-orang percaya ada dalam Kristus (bdk. ‘agar mereka juga di dalam Kita’, ay 21), maka Kristus ada dalam mereka. Inilah kemuliaan mereka. Dengan kata-kata ‘kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu’ Yesus menunjuk pada fakta bahwa Bapa menyatakan diriNya sendiri dalam Anak (‘Engkau dalam Aku’, ay 21). Dengan kata-kata ‘Aku telah memberikan kepada mereka’ Ia memaksudkan bahwa Ia (yaitu Yesus) menyatakan dirinya sendiri dalam kehidupan orang-orang percaya. Bisa mengatakan, ‘Kristus saja, selalu, hidup / tinggal dalam kita’, merupakan kemuliaan mereka] - hal 365.

2)   ‘supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu’.

a)   Dalam pembahasan ay 21 yang lalu kita sudah melihat bahwa kata-kata ini tidak boleh diartikan bahwa kesatuan orang-orang percaya sama dalam segala hal dengan kesatuan antara Yesus dengan Bapa.

Leon Morris (NICNT): “This time Jesus prays that they may be one just as the Father and the Son are one. The bond which unites believers is to be of the very closest” (= Kali ini Yesus berdoa supaya mereka menjadi satu sama seperti Bapa dan Anak adalah satu. Ikatan yang mempersatukan orang-orang percaya adalah ikatan yang paling erat) - hal 735.

b)   Orang-orang Saksi Yehovah menggunakan bagian ini untuk mengatakan bahwa kesatuan Bapa dan Anak itu hanya dalam hal kesatuan pemikiran / tujuan.

Untuk menjawabnya kita bisa mengajak mereka untuk melihat Yoh 10:30-33 - “(30) Aku dan Bapa adalah satu.’ (31) Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. (32) Kata Yesus kepada mereka: ‘Banyak pekerjaan baik yang berasal dari BapaKu yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?’ (33) Jawab orang-orang Yahudi itu: ‘Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah.’”.

Dalam Yoh 10:30 itu, kalau Yesus memaksudkan hanya kesatuan tujuan, maka tidak mungkin itu menyebabkan Ia mau dilempari dengan batu, dan disamping itu kata-kata orang-orang Yahudi dalam Yoh 10:33 jelas menunjukkan bahwa mereka mengerti bahwa yang dimaksudkan oleh Yesus adalah penyamaan / penyetaraan diriNya dengan Bapa.

Juga bandingkan dengan:

·        Yoh 5:17-18 - “Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.’ Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah.

·        Fil 2:5-7 - “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”.

Ay 23: “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku”.

1)   ‘Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu’.

a)   Penafsiran sesat dari Witness Lee (Gereja Sidang Jemaat Kristus) tentang bagian ini:

“These two spirits, God as The Holy Spirit and the spirit of man, become joined, united so to speak, as one entity, whereby man becomes divine, possessing the very life, nature, and essence of God.  Likewise, God the Father, Son, and the Holy Spirit, are said to possess the very life, nature, and essence of mankind. … Do you know what it means to be a real Christian?  To be a real Christian simply means to be mingled with God, to be a God-man.  It is not enough to be a good man; we have to be a God-man. … The eternal purpose of God is to mingle Himself with humanity.  He is working toward this one thing today. This oneness is not simply a joining or uniting together; it is far more than this.  It is a mingling together, a blending together, which is much deeper.  It is a mingling of the divine nature with the human nature until they become one.  … The issue of the Triune God entering into and mingling with us, the tripartite man, is that we become one with the Triune God (John 17:21a,23a) and are one spirit with the Triune God (1 Cor. 6:17) as a hybrid entity of divinity and humanity blended together. Every saved person is a hybrid of divinity and humanity mingled together. The dual nature of this hybrid is the divine with the human.  Though we are human beings, we have God within us.  Since God and man have become one entity, we are the God-men” [= Kedua roh, Allah sebagai Roh Kudus dan roh manusia, menjadi bergabung, bisa dikatakan bersatu, sebagai sebuah kesatuan dimana manusia menjadi ilahi, mempunyai kehidupan, sifat, dan hakekat dari Allah. Demikian juga, Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, dikatakan mempunyai kehidupan, sifat, dan hakekat dari umat manusia. ... Tahukan engkau apa artinya menjadi orang Kristen yang sejati? Menjadi orang Kristen yang sejati berarti bercampur dengan Allah, menjadi seorang manusia-Allah (a God-man). Tidak cukup menjadi seorang manusia yang baik (a good man); kita harus menjadi seorang manusia-Allah (a God-man). ... Tujuan / rencana yang kekal dari Allah adalah untuk mencampurkan diriNya sendiri dengan kemanusiaan. Ia sedang bekerja menuju satu hal ini sekarang. Kesatuan ini bukanlah sekedar suatu penggabungan atau penyatuan; tetapi jauh lebih dari pada itu. Itu adalah percampuran, yang merupakan sesuatu yang jauh lebih dalam. Itu adalah percampuran dari hakekat ilahi dengan hakekat manusia sampai mereka menjadi satu. ... Persoalan dari Allah Tritunggal yang masuk ke dalam dan bercampur dengan kita, manusia yang terdiri dari 3 bagian, adalah supaya kita menjadi satu dengan Allah Tritunggal (Yoh 17:21a,23a) dan menjadi satu roh dengan Allah Tritunggal (1Kor 6:17) sebagai suatu kesatuan yang berasal dari campuran dari keilahian dan kemanusiaan yang dicampurkan. Setiap orang yang sudah diselamatkan adalah suatu percampuran dari keilahian dan kemanusiaan. Hakekat ganda dari percampuran ini adalah ilahi dengan manusiawi. Sekalipun kita adalah manusia, kita mempunyai Allah di dalam kita. Karena Allah dan manusia telah menjadi satu kesatuan, kita adalah manusia-manusia-Allah (God-men)].

b)   Tinggalnya Kristus / Roh Kudus di dalam kita merupakan rahasia dari kesatuan.

Leon Morris (NICNT): “Indwelling is the secret of it all. ... This indwelling is purposive. It looks for the disciples to be ‘perfected into one’” (= Tinggalnya Yesus di dalam mereka merupakan rahasia dari semuanya. ... Tinggalnya Yesus di dalam mereka mempunyai tujuan, yaitu supaya para murid disempurnakan menjadi satu) - hal 735.

Karena itu kita tidak bisa dan tidak boleh bersatu dengan orang-orang sesat / nabi-nabi palsu, karena mereka mempunyai roh yang berbeda (2Kor 11:4).

c)   Barnes mengatakan (hal 348) bahwa akan datang saatnya dimana doa Yesus untuk kesatuan orang-orang percaya ini dijawab, dan pada saat itu Gereja akan bersatu.

Kita harus berusaha untuk bersatu dan saling mengasihi dengan kasih yang tulus / tidak pura-pura (bdk. Ro 12:9a).

Illustrasi: ada cerita tentang orang yang ingin damai dengan saudaranya. Tetapi mengapa ia ingin berdamai? Karena saudara sedang sekarat, dan saudaranya itu sangat kaya. Jadi ia ingin berdamai karena menginginkan warisan dari saudaranya itu. Ini jelas kasih yang tidak tulus!

2)   ‘agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku’.

a)   Ada yang berpandangan bahwa bagian ini menunjukkan bahwa ‘dunia’ betul-betul bertobat dan diselamatkan.

Adam Clarke: “That the Jewish people first, and secondly the Gentiles, may acknowledge me as the true Messiah, and be saved unto eternal life” (= Supaya pertama-tama bangsa Yahudi, dan setelah itu bangsa-bangsa non Yahudi, bisa mengakui Aku sebagai Mesias yang benar, dan diselamatkan kepada hidup yang kekal) - hal 640.

Keberatan terhadap pandangan ini: dalam pembahasan ay 21 di atas, kita sudah melihat bahwa baik Owen maupun Calvin menganggap bahwa kata ‘dunia’ di sini menunjuk kepada reprobate (= orang yang ditentukan untuk binasa) karena demikianlah arti dari kata itu dalam seluruh Yoh 17. Juga kata ‘tahu’ di sini dan kata ‘percaya’ dalam ay 21, hanya menunjuk pada pengetahuan / kepercayaan intelektual, yang tidak disertai iman yang sejati, sehingga tidak menyelamatkan orang tersebut.

b)   Kalau dilihat dari kalimat sebelumnya maka kata ‘mereka’ yang saya garis bawahi dari ay 23b itu, tidak menunjuk kepada ‘dunia’ tetapi kepada ‘orang-orang percaya’.

Ay 20-23 - “Dan bukan untuk mereka (rasul-rasul) ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku”.

Demikian juga kalau kita melanjutkan pembacaan sampai pada ay 24-26, terlihat dengan jelas bahwa kata ‘mereka’ menunjuk kepada ‘orang-orang yang percaya’ bukan kepada ‘dunia’.

c)   Tafsiran Calvin dan pandangannya tentang kasih Allah kepada ‘dunia’.

KJV: ‘that the world may know that thou hast sent me, and hast loved them, as thou hast loved me’ (= supaya dunia bisa tahu bahwa Engkaulah yang mengutus Aku, dan telah mengasihi mereka, seperti Engkau telah mengasihi Aku).

Calvin: “He likewise adds, ‘and hast loved them, AS THOU HAST LOVED ME.’ By these words he intended to point out the cause and origin of the love; for particle ‘as,’ means ‘because,’ and the words ‘as thou hast loved me,’ mean, ‘because thou hast loved me;’ for to Christ alone belongs the title of ‘Well-beloved,’ (Matth. 3:17; 17:5.) Besides, that love which the heavenly Father bears towards the Head is extended to all the members, so that he loves none but in Christ.” [= Ia juga menambahkan: ‘dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku’. Dengan kata-kata ini Ia bermaksud untuk menunjukkan / menjelaskan penyebab dan asal usul dari kasihNya; karena kata ‘seperti’ berarti ‘karena’, dan kata-kata ‘SEPERTI Engkau mengasihi Aku’ berarti ‘KARENA Engkau mengasihi Aku’; karena hanya Kristus saja yang memiliki gelar ‘yang kekasih / yang Kukasihi’ (Mat 3:17; 17:5). Disamping itu, kasih yang dimiliki oleh Bapa surgawi terhadap Kepala diperluas kepada semua anggota-anggota, sehingga Ia tidak mengasihi siapapun kecuali dalam Kristus] - hal 185.

Ini kelihatannya bertentangan dengan kata-katanya pada waktu membahas tentang Yoh 3:16, dimana Calvin berkata:

“Christ brought life, because the heavenly Father loves the human race, and wishes that they should not perish” (= Kristus membawa kehidupan, karena Bapa surgawi mengasihi umat manusia, dan menginginkan bahwa mereka tidak binasa) - hal 123.

Tetapi Calvin rupanya ingat apa yang ia katakan dalam tafsirannya tentang Yoh 3:16, yang kelihatannya bertentangan dengan kata-katanya di sini, sehingga di sini ia lalu menambahkan sebagai berikut:

“Yet this gives rise to some appearance of contradiction; for Christ, as we have seen elsewhere, declares that the unspeakable ‘love of God’ towards ‘the world’ was the reason why ‘he gave his only-begotten Son,’ (John 3:16.) ... in that, and similar passages, ‘love’ denotes the ‘mercy’ with which God was moved towards unworthy persons, and even towards his enemies, before he reconciled them to himself. It is, indeed, a wonderful goodness of God, and inconceivable by the human mind, that, exercising benevolence towards men whom he could not but hate, he removed the cause of the hatred, that there might be no obstruction to his love. And, indeed, Paul informs us that there are two ways in which we are loved in Christ; first, because the Father ‘chose us in him before the creation of the world,’ (Eph. 1:4;) and, secondly, because in Christ God hath reconciled us to himself, and hath showed that he is gracious to us, (Rom. 5:10.) Thus we are at the same time the enemies and the friends of God, until, atonement having been made for our sins, we are restored to favour with God. But when we are justified by faith, it is then, properly, that we begin to be ‘loved’ by God, as children by a father. That ‘love’ by which Christ was appointed to be the person, in whom we should be freely chosen before we were born, and while we were still ruined in Adam, is hidden in the breast of God, and far exceeds the capacity of the human mind. True, no man will ever feel that God is gracious to him, unless he perceives that God is pacified in Christ. But as all relish for the love of God vanishes when Christ is taken away, so we may safely conclude that, since by faith we are ingrafted into his body, there is no danger of our falling from ‘the love of God;’ for this foundation cannot be overturned, that we are ‘loved,’ because the Father ‘hath loved’ his Son” [= Tetapi ini kelihatannya menimbulkan kontradiksi; karena Kristus, seperti telah kita lihat di tempat lain, menyatakan bahwa kasih Allah yang tak terkatakan terhadap ‘dunia’, merupakan alasan mengapa Ia memberikan AnakNya yang tunggal (Yoh 3:16). ... dalam text itu, dan text-text lain yang serupa, ‘kasih’ menunjuk pada ‘belas kasihan’ dengan mana Allah digerakkan menuju orang-orang yang tidak layak, dan bahkan menuju musuh-musuhNya, sebelum Ia mendamaikan mereka dengan diriNya sendiri. Memang merupakan kebaikan Allah yang luar biasa, dan tidak dapat dibayangkan / dimengerti oleh pikiran manusia, bahwa dengan menjalankan kebaikan terhadap orang-orang yang hanya bisa Ia benci, Ia menyingkirkan penyebab dari kebencian tersebut, supaya di sana tidak ada halangan bagi kasihNya. Dan memang Paulus memberitahu kita bahwa ada dua jalan / cara dalam mana kita ‘dikasihi’ dalam Kristus; pertama, karena Bapa memilih kita dalam Dia sebelum penciptaan dunia (Ef 1:4); dan kedua, karena dalam Kristus Allah telah mendamaikan kita dengan diriNya sendiri, dan telah menunjukkan bahwa Ia bermurah hati kepada kita (Ro 5:10). Demikianlah kita pada saat yang sama adalah musuh-musuh dan sahabat-sahabat Allah, sampai setelah dilakukan penebusan untuk dosa-dosa kita, kita kembali disenangi Allah. Tetapi ketika kita dibenarkan oleh iman, itulah saatnya yang tepat, dimana kita mulai dikasihi oleh Allah, sebagai anak dikasihi oleh ayahnya. Kasih itu, dengan mana Kristus ditetapkan sebagai pribadi dalam siapa kita dipilih sebelum kita dilahirkan, dan sementara kita masih hancur / rusak di dalam Adam, tersembunyi dalam dada Allah, dan jauh melebihi kapasitas pikiran manusia. Memang benar bahwa tidak seorangpun akan pernah merasakan bahwa Allah itu bermurah hati kepadanya, kecuali ia melihat / mengerti bahwa Allah ditenangkan di dalam Kristus. Tetapi karena semua jejak / rasa untuk kasih Allah lenyap pada waktu Kristus disingkirkan, demikianlah kita bisa dengan aman menyimpulkan bahwa, karena kita dicangkokkan ke dalam tubuhNya oleh iman, tidak ada bahaya untuk jatuh dari ‘kasih Allah’; karena fondasi ini tidak bisa dibalikkan, bahwa kita ‘dikasihi’ karena Bapa ‘telah mengasihi’ AnakNya] - hal 185.

Catatan: Sekalipun kata Yunani yang dipakai, yaitu kaqwV (KATHOS), memang bisa berarti ‘as’ (= seperti), ataupun ‘because’ (= karena), tetapi saya tidak yakin bahwa Calvin bisa dibenarkan pada waktu ia mengatakan bahwa kata ‘as’ dalam ay 23b itu harus diartikan ‘because’.

Ay 24: “Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu, agar mereka memandang kemuliaanKu yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan”.

1)   ‘Ya Bapa’.

George Hutcheson: “Christ, who began his prayer with the sweet style of ‘Father,’ ver. 1, doth so often repeat the same, ver. 11, here, and ver. 25, that the thoughts of that relation might sweeten his heart, and renew his ardour and affection” (= Kristus, yang memulai doaNya dengan gaya / cara yang manis dengan menyebut ‘Bapa’, ay 1, begitu sering mengulang hal yang sama, ay 11, di sini, dan ay 25, supaya pemikiran tentang hubungan itu bisa memaniskan hatiNya, dan memperbaharui semangat dan perasaan / kasihNya) - hal 369.

2)   ‘Aku mau’.

KJV: ‘I will’ (= Aku mau).

RSV/NASB: ‘I desire’ (= Aku menginginkan).

NIV: ‘I want’ (= Aku mau / menghendaki).

Kata Yunani yang digunakan adalah qelw (THELO).

Pulpit Commentary: qelw means less than ‘I will,’ and more than ‘I desire,’ and is destitute of that element of ‘counsel’ or deliberation that is involved in Boulomai [= qelw (THELO) lebih lemah dari ‘Aku menghendaki’, dan lebih kuat dari ‘Aku menginginkan’, dan tidak mempunyai elemen ‘rencana’ atau kesengajaan yang tercakup dalam boulomai] - hal 351.

Catatan: boulomai (BOULOMAI) artinya ‘merencanakan’ / ‘menghendaki’.

Tetapi Hendriksen mempunyai pandangan yang berbeda.

William Hendriksen: “‘Father ..., I desire ... it is my pleasure, my delight.’ This type of ‘desiring’ is not weaker than ‘willing’. ... The Greek qelw as here used, combines the ‘delight’ element in the verb ‘I desire’ with the ‘deliberation and determination’ element in the verb ‘I will’” (= ‘Bapa ..., Aku menginginkan .... itu merupakan sesuatu yang menyenangkanKu, kesukaanKu’. ‘Keinginan’ jenis ini tidak lebih lemah dari pada ‘menghendaki’. ... Kata Yunani qelw seperti yang digunakan di sini, mengkombinasikan elemen ‘kesenangan’ dalam kata kerja ‘Aku menginginkan’ dengan elemen ‘kesengajaan dan keputusan’ dari kata kerja ‘Aku menghendaki’) - hal 366.

Thomas Whitelaw: “Having accomplished the work God had entrusted to His hands (ver. 4), Christ was entitled to claim the stipulated reward - to say not merely ‘I ask,’ ‘I wish’ (though either of these would have been enough), but ‘I will’; ... And just because an ‘I will’ of the glorified Christ cannot fail, the ultimate glorification of the Church is sure” [= Setelah menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan oleh Allah ke dalam tanganNya (ay 4), Kristus berhak untuk menuntut pahala / upah yang ditentukan - untuk tidak sekedar mengatakan ‘Aku minta’, ‘Aku ingin / berharap’ (sekalipun ini sebetulnya sudah cukup), tetapi ‘Aku mau’; ... Dan karena kata-kata ‘Aku mau’ dari Kristus yang dimuliakan tidak bisa gagal, maka pemuliaan yang terakhir dari Gereja adalah pasti] - hal  367.

3)   ‘Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu, agar mereka memandang kemuliaanKu yang telah Engkau berikan kepadaKu’.

a)   Surga (dan neraka) adalah suatu tempat.

Ada hamba Tuhan yang mengajarkan bahwa surga dan neraka bukanlah suatu tempat / lokasi, tetapi hanya merupakan suatu kondisi. Ini jelas merupakan sesuatu yang salah / ngawur, dan pandangan seperti ini tidak pernah saya jumpai dalam buku tafsiran / theologia manapun.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 371-372) bahwa kata-kata ‘di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku’ menunjukkan bahwa surga adalah suatu tempat. Ini juga didukung oleh Yoh 14:2-3 - “Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKu, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada”.

Pulpit Commentary juga memberikan dasar lain sebagai berikut:

“It may be said that the resurrection-body will be spiritual. Yes, but spiritual not as distinguished from material, but from carnal and corrupt. ... And if the resurrection-body will in any way material, then it must have a material locality, and heaven must be a place” (= Bisa dikatakan bahwa tubuh kebangkitan akan bersifat rohani. Ya, tetapi bersifat rohani bukan dalam arti dibedakan dengan materi, tetapi dibedakan dengan sifat daging dan jahat. ... Dan jika tubuh kebangkitan ini dengan cara apapun bersifat materi, maka ia harus mempunyai tempat yang juga bersifat materi, dan surga pastilah merupakan suatu tempat) - hal 372.

b)   Kata-kata / doa di sini mempunyai arti yang mirip dengan janji dalam Yoh 14:2-3, tetapi kata-kata di sini mempunyai ruang lingkup yang lebih luas.

William Hendriksen: “This request puts a foundation under the promise of 14:3. ... The Son requests that the Father cooperate with him in carrying out the promise which had been made to the disciples, and which is now extended so as to include ‘all the given ones’” (= Permintaan ini memberikan suatu fondasi di bawah janji dari 14:3. ... Anak meminta supaya Bapa bekerja sama denganNya dalam melaksanakan janji yang telah dbuat kepada murid-murid, dan yang sekarang diperluas sehingga mencakup ‘semua orang-orang yang diberikan kepada Yesus’) - hal 367.

c)   Kata-kata ini baru tergenapi sepenuhnya pada kedatangan Yesus yang keduakalinya, tetapi juga mencakup saat dimana seorang percaya mati dan masuk ke surga.

Thomas Whitelaw: “The full realization of this destiny would only be experienced at the parousia or second coming; yet the thought is not excluded, but rather included, that His people on leaving earth should be admitted into His presence: cf. 2Cor. 5:8; Phil 1:23.” (= Realisasi sepenuhnya dari tujuan ini hanya akan dialami pada kedatangan Kristus yang keduakalinya; tetapi ini bukan membuang, tetapi bahkan mencakup, pemikiran bahwa umatNya, pada saat meninggalkan dunia, akan diterima di dalam hadiratNya: bdk. 2Kor 5:8; Fil 1:23) - hal 358.

Thomas Whitelaw: “Now Christ coexists with the Church ... : then the Church will coexist with Christ ... - an important difference. Now Christ comes down to be with His Church; then the Church will be taken up to be with Christ” (= Sekarang Kristus ada bersama-sama dengan Gereja ... : nanti Gereja akan ada bersama-sama dengan Kristus ... - suatu perbedaan yang penting. Sekarang Kristus turun untuk bersama-sama dengan GerejaNya; nanti Gereja akan diangkat untuk bersama-sama dengan Kristus) - hal 366.

Ia menambahkan bahwa sekarang kita masih ada dalam masa penderitaan, pencobaan, peperangan, disiplin, dsb, tetapi nanti kita akan bersama-sama dengan Kristus di surga.

Kis 14:22 - “Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara”.

Seseorang mengatakan:

“The path of sorrow and that path alone leads to the land where sorrow is unknown” (= Jalan kesedihan dan hanya jalan itu memimpin kita ke negeri dimana kesedihan tidak dikenal).

d)   Kata-kata terakhir Yesus sebelum salib, bukanlah kata-kata keputus-asaan, tetapi kata-kata kemuliaan.

Barclay: “From this prayer Jesus was to go straight out to the betrayal, the trial and the Cross. He was not to speak to his disciples again. It is a wonderful and a precious thing to remember that before these terrible hours his last words were not of despair but of glory” (= Dari doa ini Yesus akan langsung pergi kepada pengkhianatan, pengadilan dan salib. Ia tidak akan berbicara kepada murid-muridNya lagi. Adalah sesuatu yang sangat indah dan berharga untuk mengingat bahwa sebelum saat-saat yang mengerikan ini, kata-kata terakhirnya bukanlah kata-kata keputus-asaan, tetapi kata-kata kemuliaan) - hal 220.

Ay 25: “Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku;”.

1)   ‘Ya Bapa yang adil.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘righteous’ (= benar).

Pulpit Commentary mengatakan (hal 359) bahwa pemikiran tentang Bapa yang benar ini merupakan sesuatu yang menghibur untuk orang-orang yang benar dan yang tertindas, tetapi merupakan sesuatu yang mengerikan untuk orang-orang yang jahat / tak beriman.

2)   ‘memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku;’.

Di sini Kristus mengkontraskan dunia dengan diriNya dalam persoalan pengenalan terhadap Bapa. Dan Ia juga membedakan / mengkontraskan dunia dengan orang-orang yang percaya. Pengenalan terhadap Yesus / Bapa adalah hal yang membedakan antara dunia dengan orang-orang yang percaya.

Ay 26: “dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.’”.

1)   ‘dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya.

Leon Morris (NICNT): “Jesus has revealed the Father to His followers and He says now that He will do this again. This may refer to the revelation in the cross, or it may refer to the work of the Holy Spirit whom He has promised to send (15:26). The following reference to love may perhaps make it a little more likely that it is the cross that is primarily in mind” [= Yesus telah menyatakan Bapa kepada pengikut-pengikutNya dan sekarang Ia berkata bahwa Ia akan melakukan hal itu lagi. Ini bisa menunjuk kepada penyataan / wahyu dalam salib, atau ini bisa menunjuk pada pekerjaan Roh Kudus yang telah Ia janjikan untuk dikirimkan (15:26). Kata-kata berikutnya tentang kasih (ay 26b) menyebabkan lebih mungkin bahwa salib adalah hal yang terutama yang ada dalam pemikiranNya] - hal 738.

Adam Clarke mengatakan (hal 640) bahwa kata-kata ‘Aku akan memberitahukannya’ menunjuk pada pembicaraan Yesus dengan para muridNya selama 40 hari setelah kebangkitanNya (Luk 24:13-32,44-49  Kis 1:3), dan juga Ia lakukan oleh Roh Kudus yang dicurahkan pada hari Pentakosta.

Yang manapun yang benar dari penafsiran-penafsiran di atas, kata-kata ini tetap menunjukkan adanya kemajuan dalam pengenalan / pengetahuan. Sekalipun secara strict / ketat, ini berlaku untuk para rasul, tetapi ini jelas juga berlaku bagi kita.

Calvin: “Though he speaks of the apostles, we ought to draw from this a general exhortation, to study to make constant progress, and not to think that we have run so well that we have not still a long journey before us, so long as we are surrounded by the flesh” (= Sekalipun Ia berbicara tentang rasul-rasul, kita harus menarik dari sini suatu desakan / nasehat yang bersifat umum, untuk belajar untuk terus menerus membuat kemajuan, dan berpikir bahwa sekalipun kita sudah berlari dengan sedemikian baik, kita tetap mempunyai perjalanan yang panjang di depan kita, selama kita masih ada di dalam daging) - hal 189.

Illustrasi: Cheetah adalah binatang darat yang tercepat di dunia. Baik bentuk tubuhnya, jantungnya yang besar, paru-parunya, dan bahkan lubang hidungnya disesuaikan untuk berlari dengan kecepatan tinggi. Kalau ia berlari maka panjang langkahnya sekitar 7 meter, dan ia melangkah 4 langkah per detik. Ia bisa berlari dari kecepatan nol sampai mencapai 100 km / jam hanya dalam 3 detik, padahal Ferrari yang terbaru membutuhkan 4 detik. Dan Cheetah bisa mencapai kecepatan maximum 112 km / jam, dan bahkan ada yang mengatakan 120 km / jam. Tetapi ia hanya bisa lari seperti itu dalam jarak sekitar 400 meter, karena hal itu akan membuat temperatur tubuhnya terlalu tinggi, sehingga setelah itu ia harus beristirahat selama sedikitnya 30 menit untuk menurunkan suhu tubuhnya itu. Ini berbeda dengan kuda / kijang yang sekalipun tidak bisa lari secepat Cheetah, tetapi bisa mempertahankan larinya untuk waktu yang lama. Dalam belajar Firman Tuhan, kita tidak boleh seperti Cheetah, tetapi harus seperti kuda!

2)   ‘supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka’.

KJV: ‘that the love wherewith thou hast loved me may be in them’ (= supaya kasih dengan mana Engkau telah mengasihi Aku ada di dalam mereka).

Maksudnya adalah: Yesus meminta supaya Bapa mengasihi mereka dengan kasih yang sama seperti Bapa mengasihi Yesus.

3)   “dan Aku di dalam mereka.’”.

Calvin: “And, indeed, as was said a little before, so far as relates to us, apart from Christ, we are hated by God, and he only begins to love us, when we are united to the body of his beloved Son” (= Dan memang, seperti yang baru saya katakan, sejauh berkenaan dengan kita, terpisah dari Kristus, kita dibenci oleh Allah, dan Ia hanya mulai mengasihi kita, pada waktu kita dipersatukan kepada tubuh dari AnakNya yang kekasih) - hal 189.

Calvin: “This clause deserves our attention, for it teaches us that the only way in which we are included in that love which he mentions is, that Christ dwells in us; for, as the Father cannot look upon his Son without having likewise before his eyes the whole body of Christ, so, if we wish to be beheld in him, we must be actually his members” (= Kalimat ini layak mendapatkan perhatian kita, karena  kalimat ini mengajar kita bahwa satu-satunya jalan dalam mana kita tercakup dalam kasih yang Ia sebutkan itu adalah bahwa Kristus tinggal di dalam kita; karena, sebagaimana Bapa tidak bisa memandang AnakNya tanpa juga meletakkan di depan mataNya seluruh tubuh Kristus, sehingga jika kita ingin untuk dipandang dalam Dia, kita harus sungguh-sungguh menjadi anggota-anggotaNya) - hal 189.

Catatan: supaya tidak salah mengerti terhadap kata-kata Calvin di sini, baca lagi komentar Calvin yang saya berikan pada bagian terakhir dari pembahasan ay 23. Kalau saudara melihat bagian itu saudara akan melihat bahwa Calvin tidak memaksudkan bahwa sebelum kita percaya Yesus kita sama sekali tidak dikasihi oleh Bapa. Kalau ditafsirkan demikian maka akan bertentangan dengan Ro 5:8. Jadi maksud Calvin adalah bahwa sebelum kita percaya, sekalipun kita tetap dikasihi tetapi kita juga adalah musuh Allah. Baru setelah kita percaya kepada Yesus maka kasih itu tidak lagi tercampur dengan permusuhan, karena semua permusuhan telah dibereskan pada salib Kristus.



 

-AMIN-


e-mail us at [email protected]