Eksposisi
Injil Yohanes
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
Yohanes 13:36-38
1)
Ay 36a: ‘Tuhan kemanakah Engkau pergi?’.
a)
Pertanyaan ini menunjukkan betapa bodohnya Petrus, yang sekalipun sudah
berulangkali diberitahu akan kematian Kristus, tetap bertanya seperti itu.
Calvin: “Yet
in this respect we are too like him; for we hear daily from the mouth of Christ
all that is fitted for the usefulness in life, and all that is necessary to be
known, and, when we come to practice, we are as much astonished as apprentices
to whom not a word had ever been spoken”
(= Tetapi dalam hal ini kita juga seperti dia; karena kita mendengar setiap hari
dari mulut Kristus semua yang baik yang berguna dalam hidup, dan semua yang
perlu diketahui, dan, pada waktu kita sampai pada prakteknya, kita sama herannya
dengan seorang murid yang tidak pernah diajar satu katapun)
- hal 77.
b)
Pertanyaan ini juga menunjukkan keinginan yang tidak wajar terhadap kehadiran jasmani
dari Kristus.
2)
Ay 36b: ‘Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang,
tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku’.
Ini bisa menunjuk pada:
a) ‘masuk surga’.
Kalau ini adalah arti yang benar maka ini menunjukkan bahwa
kematian seseorang telah ditetapkan, dan tidak mungkin terjadi sebelum waktunya
(bdk. Maz 39:6 Mat 6:27).
b) ‘salib’.
Calvin menerima arti kedua dan berkata bahwa Petrus belum cukup
matang untuk memikul salib. Ia harus ditumbuhkan dan dikuatkan dulu, baru
setelah itu mengikuti Yesus dalam memikul salib.
Ini menunjukkan bahwa Tuhan membatasi pencobaan bagi kita sesuai
dengan 1Kor 10:13.
William Hendriksen kelihatannya menggabungkan kedua arti di atas,
karena ia berkata:
“Jesus,
through death by crucifixion, is going to the Father. Peter cannot follow him
now. Why not? We answer: a. because, according to God’s eternal decree, the
exact moment for Peter’s departure had not yet arrived; and b. because Peter
(as is very evident from what follows) was not yet spiritually ready. Afterward,
however, Peter will go the way of Christ. He, too, will go to the Father. He
will go to the Father, moreover, by means of death by crucifixion!”
[= Yesus, melalui kematian oleh penyaliban, pergi kepada Bapa. Petrus tidak
dapat mengikutiNya sekarang. Mengapa tidak? Kami menjawab: a. karena, menurut
ketetapan kekal Allah, saat yang tepat untuk kepergian / kematian Petrus belum
tiba; dan b. karena Petrus (seperti jelas terlihat dari hal-hal selanjutnya)
belum siap secara rohani. Tetapi nanti Petrus akan mengikuti jalan Kristus. Ia
juga akan pergi kepada Bapa. Lebih dari itu, ia akan pergi kepada Bapa melalui
kematian oleh penyaliban!]
- hal 255.
1)
Bdk. Luk 22:33 yang menambahkan bahwa Petrus bersedia masuk penjara dan
mati bersama Yesus.
2)
Calvin berkata bahwa dengan kata-kata ini Petrus menyatakan bahwa ia tidak puas
dengan jawaban Kristus. Ia sadar bahwa ia dianggap belum cukup matang untuk
memikul salib, dan ia tidak setuju dengan kata-kata / pandangan Kristus tentang
dirinya itu. Karena itu ia lalu berkata: ‘Aku akan memberikan nyawaku
bagiMu’.
3)
Kata-kata Petrus ini menunjukkan:
a) Kasih dan pembaktian diri kepada Yesus.
Ia mengatakan kata-kata itu dengan tulus. Ia ingin ada dimana Yesus
ada, dan ia rela menyerahkan nyawanya demi Yesus. Tetapi ia tidak sadar bahwa
ternyata kasih dan keberaniannya tidaklah sebesar yang ia perkirakan.
b) Ketidaksabarannya. Ia ingin mengikuti Yesus sekarang.
c)
Petrus tidak mengenal dirinya sendiri, berpikir terlalu tinggi tentang dirinya
sendiri, dan yakin akan kekuatannya sendiri.
William Hendriksen: “He furnishes, perhaps,
the best illustration found anywhere in Scripture of the problem of The Unknown
Self” (= Ia menye-diakan, mungkin,
ilustrasi terbaik dalam Kitab Suci tentang problem dari tidak adanya pengenalan
diri sendiri) - hal 255.
Pulpit Commentary: “None are so near a fall
as those who are so confident of their standing. ‘Let him that thinketh he
standeth take heed lest he fall.’” (=
Tidak ada yang begitu dekat dengan kejatuhan seperti mereka yang begitu yakin
bahwa mereka teguh berdiri. ‘Siapa yang menyangka bahwa ia teguh berdiri,
hati-hatilah supaya ia jangan jatuh’) - hal 201. Bdk. 1Kor 10:12.
Calvin: “As
presumption and rashness proceed from ignorance of ourselves, Peter is blamed
for pretending to be a valiant soldier, while he is beyond arrow-shot; for he
has not yet made trial of his strength, and imagines that he could do any thing.
He was afterwards punished, as he deserved, for his arrogance. Let us learn to
distrust our own strength, and to betake ourselves early to the Lord, that he
may support us by his power” (= Karena
kesombongan dan kesembronoan muncul dari ketidaktahuan tentang diri sendiri,
Petrus dipersalahkan karena berlaku sebagai tentara yang berani, sementara ia
ada di luar jangkauan panah; karena ia tidak pernah menguji kekuatannya, dan
mengira bahwa ia bisa melakukan apa saja. Belakangan ia dihukum, seperti yang
layak ia dapatkan, untuk kesombongannya. Biarlah kita belajar untuk tidak
mempercayai kekuatan kita sendiri, dan membawa diri kita sendiri kepada Tuhan
sejal awal, supaya Ia bisa menopang kita dengan kuasaNya)
- hal 79.
Adam Clarke:
“Poor Peter! thou wast sincere, but
thou didst not know thy own strength. Thou wast at this time willing to die, but
when the time came wast not able. ... Let no man think he can do any thing good,
without the immediate assitance of God. Peter’s denial should be an eternal
warning to all self-confident persons; though there be sincerity and good will
at the bottom, yet in the trial these cannot perform that office which belongs
to the power of God. We should will, and then look to God for power to
execute: without him we can do nothing”
(= Petrus yang malang! engkau tulus, tetapi engkau tidak tahu kekuatanmu
sendiri. Engkau mau mati pada saat ini, tetapi pada waktu saatnya tiba engkau
tidak mampu. ... Janganlah ada orang yang mengira bahwa ia bisa melakukan hal
baik apapun, tanpa pertolongan langsung dari Allah. Penyangkalan Petrus harus
menjadi peringatan kekal bagi semua orang yang yakin pada dirinya sendiri;
sekalipun pada dasarnya di sana ada ketulusan dan kemauan yang baik, tetapi pada
saat ujian orang-orang ini tidak bisa melakukan tugas yang menjadi milik dari
kuasa Allah. Kita harus mau, dan lalu memandang kepada Allah untuk kuasa
untuk melakukan: tanpa Dia kita tidak dapat berbuat apa-apa)
- hal 620.
Catatan:
saya berpendapat bahwa bagian terakhir dari kata-kata Clarke ini (yang saya
garisbawahi) masih salah! Bdk. Fil 2:13 yang berbunyi: ”karena
Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan
menurut kerelaanNya”. Ini terjemahannya kurang jelas. Perhatikan
terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini:
KJV: “For it is God which worketh in you both to will and
to do of his good pleasure” (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu
baik untuk menghendaki maupun untuk melakukan dari kesenanganNya yang
baik).
RSV: “for God is at work in you, both to will and to work
for his good pleasure” (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk
menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kesenanganNya yang baik).
NASB: “for it is God who is at work in you, both to will
and to work for His good pleasure” (= karena Allahlah yang bekerja
dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk
kesenanganNya yang baik).
NIV: “for it is God who works in you to will and to act
according to his good purpose” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk
menghendaki dan untuk berbuat menurut rencanaNya yang baik).
Jadi sebetulnya kita bukan hanya tidak punya kekuatan, tetapi juga
tidak mempunyai kemauan untuk berbuat baik. Semua itu harus datang dari Tuhan.
4)
Fakta yang sebentar lagi akan terjadi adalah kebalikan dari kata-kata Petrus,
dan kebalikannya ini mencakup 2 hal:
a)
Bukannya Petrus menyerahkan nyawanya bagi Yesus, tetapi sebaliknya Petrus justru
menyangkal Yesus 3 x.
b)
Bukannya Petrus menyerahkan nyawanya bagi Yesus, tetapi sebaliknya Yesuslah yang
menyerahkan nyawaNya bagi Petrus (dan bagi saudara!).
1)
Yesus menubuatkan penyangkalan Petrus. Ia bukan hanya menubuatkan terjadinya
penyangkalan, tetapi juga jumlah penyangkalan (3 x), dan saat penyangkalan
(sebelum ayam berkokok).
2)
Penggenapan nubuat ini diceritakan dalam ke 4 kitab Injil (Mat 26:69-75
Mark 14:66-72 Luk 22:54-62 Yoh 18:15-18,25-27).
3)
Mengapa Petrus jatuh?
a) Karena kesombongan dan self-confidence /
yakin kepada diri sendiri.
Barnes’ Notes:
“Christians may be left to great and
disgraceful sins to show them their weakness” (= Orang kristen bisa ditinggalkan / dibiarkan kepada dosa-dosa yang
besar dan memalukan untuk menunjukkan kepada mereka akan kelemahan mereka)
- hal 128.
Mengomentari kejatuhan Petrus dalam Luk 22:60-62, Charles
Haddon Spurgeon berkata:
“Peter
had terribly fallen. He had denied his Master, denied him repeatedly, denied him
with oaths, denied him in his presence, while his Master was being smitten and
falsely charged; denied him, though he was an apostle; denied him, though he had
declared that should all men forsake him, yet would he never be offended. It was
a sad, sad sin. Remember what led up to it. It was, first, Peter’s presumption
and self-confidence. ... A haughty spirit goes before a fall”
(= Petrus telah jatuh secara hebat. Ia telah menyangkal Tuannya, menyangkalNya
berulangkali, menyangkalNya dengan sumpah, menyangkalNya di hadapanNya,
sementara Tuannya sedang dipukuli dan difitnah; menyangkalNya sekalipun ia
adalah seorang rasul; menyangkalnya sekalipun ia telah menyatakan bahwa
sekalipun semua orang meninggalkanNya, ia tidak akan pernah tersandung. Itu
adalah dosa yang sangat menyedihkan. Ingatlah apa yang membawanya kepada dosa
itu. Itu adalah, pertama-tama, kesombongan dan keyakinan diri sendiri dari
Petrus. ... Tinggi hati mendahului kejatuhan)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 21. Bdk. Amsal 16:18
- “Kecongkakan mendahului kehancuran, dan
tinggi hati mendahului kejatuhan”.
Charles Haddon Spurgeon: “We must either deny
ourselves, or we shall deny our Lord; if we cleave to self-confidence, we shall
not cleave to him” (= Kita harus
menyangkal diri kita sendiri, atau kita akan menyangkal Tuhan kita; jika kita
berpegang erat-erat pada keyakinan diri sendiri, kita tidak akan berpegang
erat-erat kepadaNya) - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 21.
b) Karena tidak berdoa (Mat 26:36-46).
‘Tidak berdoa’ berhubungan erat dengan ‘self-confidence’
(= yakin pada diri sendiri). Orang yang yakin / percaya kepada dirinya sendiri,
tentu tidak akan mengandalkan Tuhan dengan berdoa.
4)
Kokok ayam ini nanti dipakai oleh Tuhan untuk menyadarkan / mempertobatkan
Petrus (Mat 26:74-75 Mark 14:72 Luk 22:60-62).
a) Mengomentari kokok ayam ini, Charles Haddon Spurgeon
berkata:
· “God
has all things in his hands, he has servants everywhere, and the cock shall
crow, by the secret movement of his providence, just when God wills; and there
is, perhaps, as much of divine ordination about the crowing of a cock as about
the ascending of an emperor to his throne. Things are only little and great
according to their bearings; and God reckoned not the crowing bird to be a small
thing, since it was to bring a wanderer back to his Saviour, for, just as the
cock crew, ‘The Lord turned, and looked upon Peter.’ That was a different
look from the one which the girl had given him, but that look broke his heart”
[= Allah mempunyai / memegang segala sesuatu di tanganNya, Ia mempunyai pelayan
di mana-mana, dan ayam akan berkokok, oleh gerakan / dorongan rahasia dari
providensiaNya, persis pada saat Allah menghendakinya; dan di sana mungkin ada
pengaturan / penentuan ilahi yang sama banyaknya tentang berkokoknya seekor ayam
seperti tentang naiknya seorang kaisar ke tahtanya. Hal-hal hanya kecil dan
besar menurut hubungannya / sangkut pautnya / apa yang diakibatkannya; dan Allah
tidak menganggap berkokoknya burung / ayam sebagai hal yang kecil, karena itu
akan membawa orang yang menyimpang kembali kepada Juruselamatnya, karena, persis
pada saat ayam itu berkokok, ‘berpalinglah Tuhan memandang Petrus’. Ini
adalah pandangan yang berbeda dengan pandangan yang tadi telah diberikan seorang
perempuan kepadanya (Luk 22:56), tetapi pandangan itu menghancurkan
hatinya] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 20.
· “When
Peter first denied his Master a cock crew. Peter must have heard that crowing,
or he would not have communicated the fact to the evangelists who recorded it.
But though he heard it, he was an example of those who have ears, but hear not.
One would have thought that the warning would have touched his conscience; but
it did not; and when the cock crowed a second time, after he had committed three
denials, it might not have awakened him from his dreadful sleep if a higher
instrumentality had not been used, namely, a look from the Lord Jesus”
(= Pada waktu Petrus pertama kalinya menyangkal Tuannya ayam berkokok. Petrus
pasti mendengar kokok itu, atau ia tidak akan menyampaikan fakta itu kepada para
penginjil yang mencatatnya. Tetapi sekalipun ia mendengarnya, ia merupakan
contoh dari mereka yang mempunyai telinga, tetapi tidak mendengar. Seseorang
mengira bahwa peringatan ini menyentuh hati nuraninya; tetapi itu tidak
menyentuhnya; dan pada waktu ayam berkokok untuk keduakalinya, setelah ia
melakukan 3 penyangkalan, itu mungkin tidak membangunkannya dari tidurnya yang
menakutkan, seandainya alat pembantu yang lebih tinggi tidak digunakan, yaitu,
pandangan dari Tuhan Yesus)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 22.
Catatan:
Satu-satunya catatan tentang kokok pertama dari ayam yang terjadi setelah
penyangkalan Petrus yang pertama dicatat dalam Mark 14:68b, tetapi dalam Kitab
Suci Indonesia kata-kata ‘dan berkokoklah ayam’ dalam Mark 14:68b itu
ada dalam tanda kurung, yang menandakan bahwa bagian itu diragukan keasliannya.
A. T. Robertson mengatakan bagian ini tidak asli, sedangkan Bruce M. Metzger
mengatakan sukar ditentukan asli atau tidaknya bagian ini. Manuscript yang tidak
mempunyai bagian ini mungkin ditulis oleh pengcopy yang menghapus bagian ini
untuk menyesuaikan dengan ke 3 Injil yang lain yang hanya mencatat 1 x kokok
ayam. Tetapi sebaliknya, manuscript yang mempunyai bagian ini mungkin ditulis
oleh pengcopy yang menambahkan bagian ini untuk menyesuaikan dengan kata-kata
‘dua kali’ dalam Mark 14:30,72a,72b.
b) Tentang pertobatan Petrus, Charles Haddon Spurgeon
berkata:
“It was
brought about by two outward means. I like to think of the singular combination:
the crowing of the cock, and a look from the Lord. When I come to preach to you,
it almost makes me smile to think that God should save a soul through me. I may
find a fit image of myself in the poor cock. Mine is poor crowing. But as the
Master’s look went with the cock’s crowing, so, I trust, it will go with my
feeble preaching. The next time you also go out to try and win a soul for Jesus,
say to yourself, ‘I cannot do it: I cannot melt a hard, rebellious heart; but
yet the Lord may use me; and if there come a happy conjunction of my feeble
words with my Lord’s potent look, then the heart will dissolve in streams of
repentance.’ Crow away, poor bird: if Jesus looks whilst thou art crowing,
thou wilt not crow in vain, but Peter’s heart will break”
(= Itu ditimbulkan / disebabkan oleh 2 cara lahiriah / luar. Saya senang
memikirkan kombinasi yang luar biasa ini: kokok dari ayam, dan pandangan dari
Tuhan. Pada saat saya datang untuk berkhotbah kepadamu, memikirkan bahwa Allah
menyelamatkan seorang jiwa melalui saya hampir membuat saya tersenyum. Saya bisa
mendapatkan gambar yang cocok dari diri saya sendiri dalam ayam yang hina ini.
Khotbahku adalah kokok yang hina. Tetapi sebagaimana pandangan Tuan menyertai
kokok ayam itu, begitu juga saya percaya bahwa pandanganNya akan menyertai
khotbahku yang lemah. Pada kali yang akan datang engkau juga akan keluar dan
mencoba dan memenangkan seorang jiwa untuk Yesus, katakanlah kepada dirimu
sendiri: ‘Aku tidak bisa melakukannya: Aku tidak bisa melelehkan hati yang
keras dan bersifat pemberontak; tetapi Tuhan bisa memakai aku; dan jika di sana
ada gabungan dari kata-kataku yang lemah dan pandangan Tuhan yang kuat, maka
hati akan larut dalam aliran pertobatan’. Berkokoklah burung yang hina: jika
Yesus memandang pada waktu engkau sedang berkokok, engkau tidak akan berkokok
dengan sia-sia, tetapi hati Petrus akan hancur)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 23.
5)
Cerita yang kontras dengan cerita Petrus ini.
Adam Clarke:
“A fact which occurs in the English
Martyrology will serve to illustrate the history of Peter’s denial and fall.
In the reign of Queen Mary, when the Papists of this kingdom burned all the
Protestants they could convict of denying the doctrine of transubstantiation, a
poor man who had received the truth in theory, but had not as yet felt its
power, was convinced and sentenced by their bloody tribunal to be burned alive.
While they were drawing him to the place of execution, he was very pensive and
melancholy; and when he came within the sight of the stake, &c., he was
overpowered with fear and terror, and exclaimed, O! I can’t burn! I can’t
burn! Some of the attending priests, supposing that he wished to recant, spoke
him to that effect. The poor man still believed the truth - felt no disposition
to deny it - but did not feel such an evidence of his Maker’s approbation in
his own soul as could enable him to burn for it! He continued in great agony,
feeling all the bitterness of death, and calling on God to reveal himself
through the Son of his love. While thus engaged, God broke in upon his soul, and
he was filled with peace and joy in believing. He then clapped his hands, and
exclaimed with a powerful voice, I can burn! I can burn! He was bound to the
stake, and burned gloriously, triumphing in God through whom he had received the
atonement. This was a case in point. The man was convinced of the truth, and was
willing to burn for the truth; but had not yet as power, because he had not yet
received an evidence of his acceptance with God. He pleaded for this with strong
crying and tears, and God answered him to the joy of his soul; and then he was
able as he was willing to go to prison and to death. Without the power and
consolation of the Spirit of God, who could be a martyr, even for Divine truth?
We see now plainly how the case lies: no man is expected to do a supernatural
work by his own strength; if left to that, in a case of this kind, his failure
must be inevitable. But, in all spiritual matters, assistance is to be sought
from God; he that seeks shall find, and he that finds Divine strength shall be
equal to the task he is called to fulfil”
[= Suatu fakta yang terjadi dalam Martirologi (kumpulan cerita sejarah tentang
martir) Inggris menjelaskan sejarah penyangkalan dan kejatuhan Petrus. Dalam
pemerintahan Ratu Maria, ketika para pengikut Paus dari kerajaan ini membakar
semua orang Protestant yang terbukti menyangkal doktrin Transubstantiation,
seorang yang malang yang telah menerima kebenaran secara teoritis tetapi belum
merasakan kuasanya, dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman untuk dibakar
hidup-hidup oleh pengadilan berdarah mereka. Sementara mereka menyeretnya ke
tempat pelaksanaan hukuman mati, ia kelihatan sangat sedih dan tertekan; dan
pada pada waktu ia melihat tempat pelaksanaan hukuman mati, ia dikuasai oleh
rasa takut, dan berseru: O! Aku tidak bisa dibakar! Aku tidak bisa dibakar!
Beberapa pastor yang hadir mengira bahwa ia mau menarik kembali pengakuannya /
mengakui kesalahannya dan berbicara kepadanya untuk tujuan itu. Orang yang
malang itu tetap percaya kebenaran itu - tidak merasakan ada kecondongan untuk
menyangkalnya - tetapi dalam jiwanya ia tidak merasakan bukti tentang
persetujuan dari Penciptanya yang bisa memampukan dia untuk dibakar karenanya!
Ia tetap ada dalam kesedihan yang hebat, merasakan semua kepahitan kematian dan
meminta Allah untuk menyatakan diriNya sendiri melalui Anak yang dikasihiNya.
Sementara ia melakukan hal itu, Allah masuk ke dalam jiwanya, dan ia dipenuhi
dengan damai dan sukacita dalam kepercayaan. Ia lalu bertepuk tangan, dan
berseru dengan suara keras: Aku bisa dibakar! Aku bisa dibakar! Ia diikat pada
tonggak, dan dibakar dengan mulia, menang dalam Allah melalui siapa ia telah
menerima penebusan. Ini adalah kasus yang tepat. Orang itu yakin akan kebenaran,
dan mau untuk dibakar demi kebenaran; tetapi ia belum mempunyai kuasa, karena ia
belum menerima bukti penerimaannya dari Allah. Ia memohon hal ini dengan
tangisan yang keras dan air mata, dan Allah menjawabnya dengan sukacita dalam
jiwanya; dan lalu ia bisa dan mau untuk pergi ke penjara dan kematian. Tanpa
kuasa dan penghiburan dari Roh Allah, siapa bisa menjadi martir, bahkan untuk
kebenaran ilahi? Sekarang kita melihat dengan jelas bagaimana duduk perkaranya:
tidak ada orang diharapkan untuk melakukan pekerjaan supranatural dengan
kekuatannya sendiri; jika dalam kasus seperti itu ia dibiarkan dengan
kekuatannya sendiri, kegagalan tidak bisa dihindarkan. Tetapi, dalam semua
persoalan rohani, pertolongan harus dicari dari Allah; ia yang mencarinya akan
menemukannya, dan ia yang menemukan kekuatan ilahi akan setara dengan tugas
untuk mana ia dipanggil untuk melakukannya]
- hal 621.
Catatan:
‘Transubstantiation’ artinya ‘perubahan zat’. Doktrin Transubstantiation
adalah doktrin Roma Katolik tentang Perjamuan Kudus, dimana mereka percaya bahwa
pada saat Perjamuan Kudus terjadi perubahan zat: roti betul-betul berubah
menjadi tubuh Kristus dan anggur betul-betul berubah menjadi darah Kristus.
-AMIN-
e-mail us at [email protected]