DOKTRIN KRISTUS : Christology

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


KESUCIAN KRISTUS

 

I) Kesucian hidup Kristus.

Hal-hal yang menunjukkan kesucian hidup Kristus:
 

1) Ayat-ayat seperti 2Kor 5:21 Ibr 4:15 Ibr 7:26 1Pet 2:22 1Pet 3:18 1Yoh 3:5.

2) Sebutan ‘Yang Kudus dari Allah’ dalam Luk 4:34 dan Yoh 6:69, sebutan ‘Yang Kudus dan Benar’ dalam Kis 3:14, sebutan ‘HambaMu yang Kudus’ dalam Kis 4:27,30.

3) Yoh 10:36 mengatakan bahwa Yesus dikuduskan oleh Bapa.

4) Berbeda dengan semua orang lain yang mengaku dosa pada waktu di-baptis oleh Yohanes Pembaptis (Mat 3:6), Yesus tidak mengakui dosa saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Mat 3:13-17).

Bahkan dalam sepanjang hidupNya kita tak pernah melihat Yesus mengaku dosa atau memberi persembahan / korban penghapus dosa.

Kalau dalam Mat 6:12 (Doa Bapa Kami) Ia mengatakan ‘dan ampunilah kami akan kesalahan kami’ jelas bahwa Ia bukannya mengakui dosa, tetapi Ia mengajarkan doa Bapa Kami untuk murid-muridNya. Ini terlihat dari Mat 6:9 yang berbunyi ‘Karena itu berdoalah demikian’ yang jelas menunjukkan bahwa saat itu Ia sedang mengajarkan doa itu kepada murid-muridNya.
 
5) Bahwa Yesus itu suci / benar, diakui oleh:

a) Allah Bapa (Mat 3:17).

Bahwa Allah Bapa berkenan kepada Yesus, jelas menunjukkan ke-sucian Yesus.

b) Yesus sendiri (Yoh 8:29,46).

c) Pontius Pilatus (Luk 23:4,14-15,22 Yoh 18:38b Yoh 19:4).

d) Istri Pontius Pilatus (Mat 27:19).

e) Herodes (Luk 23:15).

f) Yudas Iskariot (Mat 27:4).

g) Kepala Pasukan Romawi yang menyalibkan Yesus (Luk 23:47).

6) Ia berhasil menggagalkan 3 x pencobaan setan (Mat 4:1-11 Luk 4:1-13).

Perlu juga dijelaskan bahwa sekalipun dalam Ibr 4:15 dikatakan bahwa ‘sama dengan kita, Ia telah dicobai’, tetapi itu hanya berhubungan dengan pencobaan dari luar. Kesucian Kristus menyebabkan Ia tidak mungkin mengalami pencobaan dari dalam (seperti berpikir untuk ber-zinah, dsb), karena dalam hal ini pencobaan itu sendiri sudah merupakan dosa. Karena itu Yesus sendiri bisa berkata bahwa ‘penguasa dunia ini’ (yaitu setan), tidak berkuasa sedikitpun atas diriNya (Yoh 14:30).

7) Lembu / domba / kambing untuk korban penebus dosa, dan domba Paskah, yang merupakan TYPE dari Kristus (bdk. Yoh 1:29 1Kor 5:7) selalu digambarkan tidak bercela / tidak bercacat (Im 4:3b,23b,28b,32b Kel 12:5). Bdk. 1Pet 1:18-19.

8) Kalau Yesus tidak suci, maka Ia tidak mungkin bisa menggantikan kita untuk memikul hukuman dosa kita!
 

II) Serangan terhadap kesucian Kristus.

1) Ayat-ayat yang menunjukkan Yesus marah seperti Mat 21:12-13 Mark 3:5 Yoh 2:14,15.

Penjelasan:

a) Marah tidak mesti dianggap sebagai dosa, dan hal ini terlihat dari Ef 4:26 dan Maz 4:5.

b) Kemarahan terhadap dosa justru harus ada dalam diri orang yang dikuasai Roh Kudus (Kel 32:19 1Sam 11:6). Dalam Wah 2:2 ketidak-sabaran terhadap orang-orang yang jahat, justru merupakan sesuatu yang dipuji dari gereja / jemaat Efesus. Sebaliknya, dalam 2Kor 11:4 kesabaran orang Korintus terhadap nabi-nabi palsu, justru dikecam oleh Paulus.

c) Kemarahan Yesus adalah kemarahan yang suci, yang ditujukan kepa-da dosa, sehingga jelas bukan dosa.
 

2) Tuduhan bahwa Yesus melanggar peraturan Sabat (Mat 12:9-14 Luk 14:1-6 Yoh 5:1-18 Yoh 9:14,16).
Untuk ini perlu diketahui bahwa:

 a) Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat (Mat 12:8).

b) Yesus berkata bahwa hari Sabat diciptakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat (Mark 2:27).

c) Yesus berkata bahwa kita boleh berbuat baik pada hari Sabat (Mat 12:11-12 bdk. Yoh 7:22-23).

Yesus bukan bekerja pada hari Sabat, tetapi menyembuhkan / meno-long orang / berbuat baik pada orang lain pada hari Sabat. Ini jelas bukan dosa.

d) Yang dilanggar oleh Yesus bukanlah peraturan / hukum Tuhan ten-tang hari Sabat, tetapi penafsiran yang salah dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang peraturan Sabat.
 

3) Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, padahal baptisan Yohanes adalah baptisan untuk pengampunan dosa (Mark 1:4).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persoalan ini:
 

a) Berbeda dengan semua orang lain, yang mengaku dosa pada saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, Yesus tidak mengaku dosa (Mat 3:6,13-17).

b) Yohanes Pembaptis sendiri, yang mengenali Yesus sebagai Anak Allah / Mesias, mula-mula menolak untuk membaptis Yesus, dan bah-kan beranggapan bahwa ialah yang seharusnya dibaptis oleh Yesus (Mat 3:14).

c) Yesus menjawab keberatan Yohanes Pembaptis itu dengan berkata bahwa Ia harus dibaptis oleh Yohanes, ‘untuk menggenapkan seluruh kehendak Allah’ (Mat 3:15).

Mat 3:15 (NIV): to fulfil all righteousness (= untuk menggenapkan seluruh kebenaran).
Jadi jelas bahwa Yesus tidak dibaptis untuk mendapatkan pengam-punan dosa!
 

4) Yesus dianggap bersikap tidak hormat kepada Maria / ibuNya, misalnya:

 

a) Kitab Suci tidak pernah menyebutkan bahwa Yesus memanggil / menyebut Maria dengan sebutan ‘ibu / mama’. Kalau dalam Kitab Suci Indonesia ada ayat-ayat dimana Yesus menyebut / memanggil Maria dengan sebutan ‘ibu’ (seperti dalam Yoh 2:4 dan Yoh 19:26), maka perlu diketahui bahwa itu diterjemahkan dari kata Yunani GUNAI yang sebetulnya berarti ‘perempuan’.

b) Sikap / kata-kata Yesus terhadap / tentang Maria dalam:

Untuk ini perlu diperhatikan bahwa Yesus adalah Allah dan manusia dalam satu pribadi. Sebagai manusia, Ia harus hormat dan tunduk kepada orangtuaNya, tetapi sebagai Allah, Ia justru berkuasa atas orang tuaNya, dan bahkan seharusnya orang tuanyalah yang mentaati Dia, meng-hormati Dia, dan menyembah Dia!

Illustrasi:

Kalau ada seorang majikan dan pegawainya yang sama-sama menjadi majelis dari suatu gereja, maka:

 

5) Yesus takut dan gentar (Mat 26:37-38 Mark 14:33 Luk 22:44).

 

Mat 26:37: ‘sedih dan gentar’. Ini salah terjemahan!
NIV: ‘to be sorrowful and troubled’ (= sedih dan susah).
NASB: ‘to be grieved and distressed’ (= sedih dan susah).
Jadi, dari ayat ini hanya terlihat bahwa Yesus sedih, tetapi tidak terlihat bahwa Ia takut.

Sekarang mari kita perhatikan ayat-ayat paralel dari Mat 26:37 itu:

NIV: ‘being in anguish’ (= ada dalam kesedihan).

NASB: ‘being in agony’ (= ada dalam penderitaan).
Jadi dari ayat inipun tak terlihat bahwa Yesus takut.

NIV/NASB: ‘deeply / very distressed and troubled’ (= sangat sedih dan susah).

Tetapi di sini terjemahan NIV/NASB juga salah, karena kata yang diterjemahkan ‘distressed’ (= sedih) itu di dalam bahasa Yunaninya adalah EKTHAMBEISTHAI yang berasal dari kata EKTHAMBEOMAI, yang sebetulnya berarti ‘be greatly alarmed’ (= sangat takut).

Jadi, dari ayat ini kita bisa melihat bahwa Yesus bukan hanya sedih tetapi juga takut.
 

Hal-hal lain yang menunjukkan bahwa pada saat itu Yesus memang takut:

 

 

 

Catatan:

Kata-kata yang oleh KJV diterjemahkan ‘in that He feared’ (= dalam hal yang Ia takuti), diterjemahkan secara berbeda oleh Kitab Suci bahasa Inggris yang lain.
NIV: because of His reverent submission (= karena ketundukanNya yang penuh hormat / takut).
NASB: because of His piety (= karena kesalehanNya).
NKJV: because of His godly fear (= karena rasa takutNya yang saleh).
RSV: for his godly fear (= karena rasa takutNya yang saleh).
Sekalipun demikian ada banyak penafsir tetap mempertahankan arti yang diberikan oleh KJV.

 

Bahwa Yesus sedih, itu bukan sesuatu yang aneh, karena saat itu Ia sedang dikhianati oleh Yudas, akan ditinggal oleh murid-muridNya, akan disangkal oleh Petrus, akan ditolak oleh orang-orang Yahudi, dan akan terpisah dari Allah. Dan kesedihan itu juga bukan dosa (Fil 4:4 memang tidak boleh dimutlakkan!).

Tetapi bagaimana dengan rasa takut yang dialami oleh Yesus?

a) Ia bukan takut pada kematian atau penderitaan, tetapi takut pada murka Allah (Catatan: takut pada murka Allah jelas bukan merupakan sesuatu yang salah!) yang akan menimpaNya pada saat Ia menang-gung hukuman umat manusia.

William Hendriksen:

"Did he, perhaps, here in Gethsemane see this tidal wave of God's wrath because of our sin coming?" [= Mungkinkah Ia, di sini di Getsemani, me-lihat datangnya gelombang pasang (= tsunami) murka Allah karena dosa kita?].

Renungkan: bahwa Yesus, yang biasanya tidak pernah takut itu, bisa takut melihat murka Allah itu, menunjukkan secara jelas betapa he-batnya dan mengerikannya murka Allah atas dosa-dosa kita itu! Bdk. Wah 6:15-17.
 

b) Apakah rasa takut Yesus di sini adalah dosa?

 

 

"In the present corruption of our nature it is impossible to find ardour of affections accompanied by moderation, such as existed in Christ; but we ought to give such honour to the Son of God, as not to judge him by what we find in ourselves" (= dalam keadaan kita yang berdosa sekarang ini, tidak mungkin untuk mendapatkan perasaan yang tidak berlebihan, seperti yang ada dalam Kristus; tetapi kita harus meng-hormati Anak Allah dengan tidak menghakimiNya dengan apa yang kita dapatkan dalam diri kita sendiri).

"When Christ was struck with horror at the divine curse, the feeling of the flesh affected him in such a manner, that faith still remained firm and unshaken. For such was the purity of his nature, that he felt, without being wounded by them, those temptations which pierce us with their stings" (= ketika Kristus takut pada kutuk ilahi, perasaan dari daging mempengaruhiNya dengan cara sedemikian rupa sehingga iman tetap teguh dan tak tergoyahkan. Karena begitu murninya ha-kekatnya, sehingga ia merasa tanpa terluka oleh pencobaan-pen-cobaan yang akan menusuk kita dengan sengatnya).

Jadi dengan kata-kata ini Calvin memaksudkan bahwa:

o        kita sebagai manusia yang berdosa, sangat berbeda dengan Kristus yang suci murni itu.

o        karena itu kita tak boleh menghakimi Kristus dengan apa yang ada dalam diri kita, karena Ia memang berbeda dengan kita.

o        pada saat Kristus takut, Ia bisa tetap beriman (kita tidak bisa seperti ini), dan karena itu Ia tetap tidak berdosa.

6) Ibr 5:8 mengatakan bahwa Yesus ‘belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya’.

Ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa ada saat dimana Yesus ti-dak taat.
 

Penjelasan:

a) Calvin mengatakan bahwa ayat ini jelas tidak berarti bahwa dulunya Yesus tidak taat, dan lalu Ia mengalami penderitaan yang membuat Dia taat, seakan-akan Yesus adalah kuda / bagal yang baru mau menurut setelah dikendalikan dengan kekang, pecut dsb (bdk. Maz 32:9). Setiap orang kristen akan mengalami ketaatan seperti ini, tetapi Yesus tidak!

b) John Owen mengatakan bahwa ‘belajar ketaatan’ bisa diartikan 3 ma-cam:

Kita semua perlu belajar ketaatan dalam arti ini, dimana kita jatuh bangun berkali-kali, sampai akhirnya kita bisa mengatasi dosa tertentu.

Tentu bukan ini yang dimaksud di sini.

Inilah arti yang dimaksudkan di sini.
 

John Owen juga mengatakan bahwa ketaatan yang dimaksud di sini adalah ketaatan dalam mengalami penderitaan, bahkan kematian untuk menebus dosa manusia (bdk. Yes 50:5-6 Yes 53:7 Yoh 10:17-18 Fil 2:8).

Dengan mengalami semua itu Ia mengalami dalam diriNya sendiri betapa sukarnya ketaatan dalam penderitaan itu, dan betapa besar kasih karunia yang dibutuhkan untuk taat. Dengan demikian Ia bisa mempunyai belas kasihan dan simpati terhadap kita yang menderita.

Kalau yang dimaksud dengan ‘belajar ketaatan’ itu adalah ‘mengalami ketaatan dalam penderitaan’, maka jelaslah itu tidak menunjukkan bahwa tadinya Kristus tidak taat!
 

c) Tyndale Commentary mengutip Griffith Thomas yang berkata:

"This is the difference between innocency and virtue. Innocency is life untested, while virtue is innocency tested and triumphant. The Son had always possessed the disposition of obedience, but for Him to possess the virtue of obedience, testing was necessary" (= inilah perbedaan antara ketidak-bersalahan dan kebaikan / kebajikan. Ketidak-bersalahan adalah hidup yang tidak / belum diuji, sedangkan kebaikan / kebajikan adalah ketidakbersalahan yang telah diuji dan menang. Anak selalu mempunyai kecondongan pada ketaatan, tetapi supaya Ia mempunyai kebaikan / kebajikan dalam ketaatan, Ia harus diuji).

Kalau kita melihat kata-kata ini, maka terlihat bahwa ia beranggapan bahwa sebelum Yesus ‘belajar ketaatan’ Ia mempunyai innocency (= ketidak-bersalahan), tetapi setelah Yesus ‘belajar ketaatan’, Ia mem-punyai virtue (= kebaikan / kebajikan). Ini lagi-lagi menunjukkan bah-wa sebelum Yesus ‘belajar ketaatan’, Ia bukannya tidak taat.
 

7) Ibr 5:9 mengatakan "sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi ...".
 

NASB: "And having been made perfect, He became ..." (= Dan setelah disempurnakan, Ia menjadi ...).
Ayat ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa ada satu saat dimana Yesus itu tidak / belum sempurna.

Penjelasan:
Kontex (Ibr 4:14-5:10) berbicara tentang Yesus sebagai Imam Besar, dan karena itu istilah ‘sempurna’ di sini harus dihubungkan dengan hal itu. Jadi artinya adalah: Ia jadi cocok sempurna untuk menjadi Imam Besar.

8) Mark 10:17-18 menceritakan dialog antara Yesus dengan pemuda kaya, dimana ketika pemuda kaya menyebut Yesus dengan istilah / sebutan ‘Guru yang baik’, Yesus menjawab dengan berkata: "Mengapa kaukata-kan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja".

Ini sering dianggap sebagai pengakuan Yesus sendiri yang menyatakan bahwa Ia bukan Allah, dan Ia tidak baik.

Penjelasan:
a) Kita tidak boleh menafsirkan satu ayat sehingga bertentangan dengan ayat yang lain. Penafsiran bahwa Mark 10:17-18 berarti bahwa Yesus bukan Allah dan Yesus tidak baik, bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan keilahian dan kesucian Yesus.

b) Pemuda kaya itu menyebut Yesus dengan istilah ‘guru yang baik’. Dari istilah ‘guru’ jelaslah bahwa ia menganggap Yesus hanyalah manusia biasa. Dengan menambahkan istilah ‘baik’, sebetulnya ia mengguna-kan sebutan yang kontradiksi, karena tidak ada manusia biasa yang baik (Maz 14:1-3 Maz 53:2-4 Ro 3:10-12).

Kata-kata Yesus dalam Mark 10:18 itu dimaksudkan untuk membetul-kan ketidakbenaran / kontradiksi dalam sebutan pemuda kaya itu. Yesus mau bahwa pemuda itu tidak hanya mengakui Dia sebagai baik, tetapi juga sebagai Allah.
 

III) Ketidak-bisa-berdosaan Kristus.

Semua orang yang Injili dan Alkitabiah setuju bahwa bahwa dalam faktanya Kristus tidak pernah berbuat dosa.

Tetapi yang dibicarakan sekarang, adalah: secara teoritis, adakah kemung-kinan bagi Yesus untuk jatuh ke dalam dosa pada waktu Ia hidup sebagai manusia dalam dunia ini?

Dalam hal ini tidak ada kesatuan pendapat, bahkan dalam kalangan Reformedpun tidak ada keseragaman pendapat.

Sekarang mari kita menyoroti macam-macam pandangan yang ada:

A) Kristus tidak bisa berbuat dosa (non posse peccare).
 

Ini merupakan pandangan Calvin dan orang-orang Reformed pada umumnya (Catatan: sepanjang yang saya tahu, dari para ahli theologia Reformed, hanya Charles Hodge yang tidak setuju dengan pandangan ini).
 
Hal-hal yang dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Kristus tidak bisa berbuat dosa:
 

1) Ibr 13:8 berkata bahwa Kristus tidak berubah. Kalau Ia bisa berdosa, maka itu berarti Ia bisa berubah (dari suci menjadi berdosa).

2) Ibr 10:7,9 mengatakan bahwa Kristus datang ke dunia untuk melaku-kan kehendak Allah. Tujuan ini tidak mungkin tidak tercapai!

3) Kata-kata Kristus dalam Yoh 14:30 dimana Ia berkata bahwa Pengua-sa dunia ini (yaitu setan) tidak berkuasa sedikitpun atas diriNya, menunjukkan ketidak-mungkinanNya untuk berbuat dosa.

4) Penebusan oleh Kristus sudah ada sejak semula dalam Rencana Allah dan Rencana Allah tidak mungkin berubah atau gagal.
 

a) Bahwa Rencana Allah sudah ada sejak semula terlihat dari ayat-ayat seperti 2Raja-raja 19:25 Maz 139:16 Yes 37:26 Yes 46:10.

Kalau manusia membuat rencana, maka manusia membuatnya secara bertahap. Misalnya pada waktu kita ada di SMP kita merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada waktu di SMA baru kita merencanakan untuk masuk perguruan tinggi tertentu. Setelah lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan untuk bekerja di tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir lalu bisa merencanakan segala sesuatu dalam seluruh hidupnya! Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu sehingga ia tidak mampu melakukan hal itu. Manusia membutuhkan penambahan pengetahuan untuk bisa membuat rencana lanjutan.

Tetapi Allah yang maha tahu dan maha bijaksana, merencanakan seluruh RencanaNya sejak semula!

b) Penebusan dosa umat manusia oleh Kristus sudah termasuk dalam Rencana Allah (Kis 2:23 Kis 4:27-28 1Pet 1:20).

c) Rencana Allah tidak mungkin berubah atau gagal (Ayub 42:2 Maz 33:10-11 Yes 14:24,26,27 Yes 46:10-11).

Orang Arminian / non Reformed percaya bahwa Allah bisa meng-ubah RencanaNya, dan percaya bahwa Rencana Allah bisa gagal. Sebetulnya ini suatu penghinaan bagi Allah karena ini menyama-kan Allah dengan manusia, yang sering harus mengubah rencana-nya dan gagal dalam mencapai rencananya!

Ada banyak hal yang tidak memungkinkan Allah mengubah rencanaNya / gagal dalam mencapai rencanaNya:

o        Ayat-ayat dalam point c di atas secara jelas menunjukkan bahwa Rencana Allah tak mungkin berubah atau gagal!

o        kemahatahuan Allah.

Pada waktu Allah merencanakan, bukankah Ia sudah tahu apakah rencanaNya akan berhasil atau gagal? Kalau Ia sudah tahu bahwa RencanaNya akan gagal, lalu mengapa Ia tetap merencanakannya?

o        kemahabijaksanaan Allah.

Kebijaksanaan Allah menyebabkan Ia pasti membuat rencana yang terbaik. Kalau rencana ini diubah, maka akan menjadi bukan yang terbaik. Ini tidak mungkin!

o        kemahakuasaan Allah.

Manusia sering gagal mencapai rencananya atau terpaksa mengubah rencananya karena ia tidak maha kuasa. Tetapi Allah yang maha kuasa tidak mungkin gagal mencapai renca-naNya atau terpaksa harus mengubah rencanaNya!

o        kedaulatan Allah tidak memungkinkan Ia untuk mengubah rencanaNya, karena perubahan rencana berarti Ia menjadi tergantung pada situasi dan kondisi (tidak lagi berdaulat).

Kalau Kristus berdosa, maka Ia harus mati untuk dosaNya sendiri, sehingga Ia tidak bisa menebus dosa umat manusia. Jadi kalau ada kemungkinan bagi Kristus untuk berdosa, maka itu berarti ada kemungkinan bagi Rencana Allah (tentang Penebusan) untuk gagal.
 

5) Dilihat dari hakekat-hakekat yang ada dalam diri Kristus:

Berdasarkan Communicatio Idiomatum, maka semua sifat dari hakekat manusia maupun hakekat ilahi diberikan kepada pribadi Kristus. Jadi seharusnya pribadi Kristus mempunyai sifat ‘bisa berdosa’ dan ‘tidak bisa berdosa’. Tetapi kesimpulan ini ditolak oleh orang-orang Reformed pada umumnya.

a) Pandangan Louis Berkhof.

Adanya Communicatio Charismatum dimana hakekat manusia dari Kristus ditinggikan melebihi makhluk-makhluk ciptaan yang lain mela-lui pemberian karunia-karunia Roh dalam hal intelek, kehendak dan kuasa, terutama dalam hal ketidak-mungkinannya untuk berbuat dosa.

Jadi, Louis Berkhof beranggapan bahwa hakekat manusia Kristus itu sendiri sudah tidak bisa berbuat dosa. Dan ini menyebabkan pribadi Kristus tidak bisa berdosa.
 

b) Pandangan W.G.T. Shedd

Shedd beranggapan bahwa hakekat manusia dari Kristus bisa berdosa (posse peccare), tetapi dalam persatuan antara hakekat manusia dan hakekat ilahi dalam satu pribadi, hakekat ilahilah yang menguasai dan mengontrol hakekat manusia, dan bukan sebaliknya. Jadi kekuatan pribadi Kristus untuk melawan godaan / serangan setan setara dengan kekuatan dari hakekat ilahi untuk melawan godaan / serangan setan. Dengan demikian, apa yang bisa dilakukan oleh hakekat manusia Kristus kalau hakekat manusia itu terpisah dari hakekat ilahi (yaitu bisa berbuat dosa), tidak bisa dilakukan oleh persatuan dari hakekat manusia dan hakekat ilahi dalam pribadi Kristus.

Jadi doktrin Shedd tentang Communicatio Idiomatum adalah bahwa semua sifat dari hakekat ilahi diberikan kepada pribadi Kristus, tetapi untuk hakekat manusia, ada 1 sifat yang tidak bisa diberikan kepada pribadi Kristus, yaitu sifat ‘bisa berdosa’.

Alasan Shedd adalah: dalam persoalan dosa, hakekat ilahi tidak bisa membiarkan hakekat manusia pada keterbatasannya. Kalau hakekat ilahi melakukan hal itu, hakekat ilahi sendiri sudah berdosa.

"In this latter instance, the divine nature cannot innocently and righteously leave the human nature to its own finiteness without any support from the divine, as it can in other instances" (= dalam hal yang terakhir ini, hakekat ilahi tidak bisa secara tak berdosa dan secara benar, meninggalkan hakekat manusia pada keterbatasannya tanpa pertolongan dari hakekat ilahi, seperti yang bisa dilakukan oleh hakekat ilahi dalam hal-hal lain) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 333-334.
 

c) Pandangan R.L. Dabney.

"It is impossible that the person constituted in union with the eternal and immutable Word, can sin; for this union is an absolute shield to the lower nature, against error" (= adalah tidak mungkin bahwa pribadi yang terbentuk / terdapat dalam persatuan dengan Firman yang kekal dan yang tak berubah, bisa berdosa; karena persatuan ini adalah suatu perisai yang mutlak bagi hakekat yang lebih rendah, terhadap kesalahan) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 471.

"This lower nature, upon its union with the Word, was imbued with the full influence of the Holy Ghost" (= hakekat yang lebih rendah ini, dalam persatuannya dengan Firman, dikaruniai dengan pengaruh pe-nuh dari Roh Kudus) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 471.

Dabney juga memberikan dasar-dasar Kitab Suci yang menunjuk-kan peranan Roh Kudus dalam diri Kristus, yaitu: Maz 45:8 Yes 11:2,3 Yes 61:1 (bdk. Luk 4:21) Luk 4:1 Yoh 1:32 Yoh 3:34.

Ini kelihatannya sesuai dengan pandangan Calvin, karena dalam komentarnya tentang Mat 4:1 (dimana Kristus dipenuhi oleh Roh Kudus sebelum Ia dicobai oleh setan) ia berkata sebagai berikut:

"Christ was fortified by the Spirit with such power that the darts of Satan could not pierce him" (= Kristus dibentengi oleh Roh dengan kuasa sedemikian rupa sehingga panah-panah Setan tidak bisa menu-sukNya).
 

d) G.C. Berkouwer mengutip seseorang yang berkata:

"The inner incapacity for sin results from the fact that the ‘I’ of the human nature is the Logos" (= ketidak-mampuan untuk berbuat dosa merupa-kan akibat dari fakta bahwa ‘Aku’ dari hakekat manusia itu adalah Logos) - ‘Studies in Dogmatics: The Person of Christ’, hal 258.

Perlu ditambahkan kata-kata Herman Hoeksema sebagai berikut:

"My person is that which I know to be the subject of all my actions, ... It is not my nature, my body or my soul, my brain, my eye, my ear, my mouth, my feet, that acts, thinks, sees, hears, speaks, runs; but it is my person. I act, I think, I see, and I hear and speak and run, in and through my nature. ... Now in Christ this person is the Son of God, the Second Person of the Holy Trinity" (= pribadiku adalah apa yang aku ketahui merupakan subyek dari semua tindakanku, ... Bukanlah hakekatku, tubuhku atau jiwaku, otakku, mataku, telingaku, mulutku, kakiku, yang bertindak, berpikir, melihat, mendengar, berbicara, lari; tetapi pribadikulah yang melaku-kannya. Aku bertindak, aku berpikir, aku melihat, dan aku mendengar dan berbicara dan berlari, di dalam dan melalui hakekatku. ... Dalam hal Kristus, pribadiNya adalah Anak Allah, pribadi yang kedua dari Tritunggal yang Kudus) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 359-360.

Karena pribadi merupakan subyek dari semua tindakan, maka jelaslah bahwa Kristus tidak bisa berbuat dosa, karena pribadiNya adalah Allah Anak / LOGOS sendiri!

e) G. C. Berkouwer juga memberikan pandangan Abraham Kuyper (yang kelihatannya merupakan gabungan dari pandangan c) dan d). Berkouwer berkata sebagai berikut:

"Kuyper says that owing to the human nature of Christ there was in him the possibility of sin (as it existed in Adam before the Fall). But since Jesus did not assume a human person, a ‘homo’, but human nature, and since there was in him no human ego (to realize this possibilitas) but, on the contrary, the human nature remained eternally united to the second person of the Trinity, therefore the control of this divine person makes it absolutely impossible for the possibilitas to become reality" [= Kuyper mengatakan bahwa hakekat manusia Kristus menyebabkan dalam Dia ada kemung-kinan untuk berbuat dosa (seperti yang ada dalam Adam sebelum Kejatuhan dalam dosa). Tetapi karena Yesus tidak mengambil seorang pribadi manusia, seorang ‘manusia’, tetapi hakekat manusia, dan karena dalam Dia tidak ada ego manusia (untuk mewujudkan kemungkinan ini) tetapi, sebaliknya, hakekat manusia itu tetap bersatu secara kekal dengan pribadi kedua dari Trinitas, karena itu kontrol dari pribadi ilahi ini menyebabkan ketidakmungkinan mutlak untuk terwujudnya kemung-kinan tersebut] - ‘Studies in Dogmatics: the Person of Christ’, hal 259.
 

Sekalipun pandangan-pandangan tersebut di atas (a - e) berbeda satu sama lain, tetapi kesimpulannya adalah sama, yaitu: pribadi Kristus tidak bisa berdosa.
 

B) Kristus bisa berdosa (posse peccare).
 

1) Charles Hodge berkata:

"The sinlessness of our Lord, however, does not amount to absolute im-peccability. ... If He was a true man He must have been capable of sinning. ... Temptation implies the possibility of sin. If from the constitution of his person it was impossible for Christ to sin, then his temptation was unreal and without effect, and He cannot sympathize with his people" (= Tetapi, ketidak-berdosaan Tuhan kita, tidak berarti ketidak-bisa-berdosaan yang mutlak. ... Jika Ia adalah seorang manusia yang sungguh-sungguh Ia pasti bisa berdosa. ... Pencobaan secara tak langsung menunjukkan kemungkinan untuk berbuat dosa. Jika pembentukan pribadiNya menye-babkan Kristus tidak mungkin berbuat dosa, maka pencobaanNya tidak nyata dan tidak berguna, dan Ia tidak bisa bersimpati dengan umatNya) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 457.

Jadi, alasan yang diberikan oleh Charles Hodge untuk mendukung pandangan ini adalah:

Jawab:
Ini bisa dijawab dengan point A no 5 di atas.

Jawab:
Pandangan ini tidak benar, karena bahwa suatu pasukan tidak bisa dikalahkan, tidak berarti bahwa pasukan itu tidak bisa diserang. Jadi analoginya adalah: bahwa Kristus tidak bisa berdosa, tidak berarti Ia tidak bisa dicobai.

Jawab:

§         Sekalipun Kristus tidak bisa berbuat dosa, ini tidak berarti bahwa pencobaan yang dialami oleh Kristus adalah sepele / ringan (bdk. Mat 26:36-46 Ibr 2:18 Ibr 4:15 Ibr 5:7-8).

Tentang hal ini Berkouwer berkata:
"Christ’s sinlessness does not nullify the temptation but rather demonstrates its superiority in the teeth of temptation" (= ketidak-berdosaan Kristus tidak meniadakan pencobaan tetapi sebaliknya menunjukkan kesuperiorannya dalam gigitan pencobaan) - ‘Studies in Dogmatics: the Person of Christ’, hal 263.

o        Pada waktu membahas tentang pencobaan di padang gurun dalam Injil Lukas, NICNT (New International Commentary on the New Testament) mengutip Wescott yang mengomentari Ibr 2:18 yang berbunyi sebagai berikut:

"Sympathy with the sinner in his trial does not depend on the experience of sin, but on the experience of the strength of the temptation to sin, which only the sinless can know in its full intensity. He who falls yields before the last strain" (= Simpati dengan orang berdosa dalam pencobaanNya tidak tergantung pada pengalaman tentang dosa, tetapi pada pengalaman tentang kekuatan pencobaan pada dosa, yang hanya orang yang tak berdosa bisa mengetahuinya dalam intensitasnya sepenuhnya. Ia yang jatuh menyerah sebelum tekanan terakhir).

NICNT juga mengutip Plummer yang berkata:

"... a rigtheous man, whose will never falters for a moment, may feel the attractiveness of the advantage more keenly than the weak man who succumbs; for the latter probably gave way before he recognised the whole of the atractiveness" (= ... orang yang benar, yang tidak pernah goyah sesaatpun, bisa merasakan daya tarik dari keun-tungan dengan lebih hebat / keras dari pada orang lemah yang menyerah / mengalah; karena yang terakhir ini mungkin me-nyerah sebelum ia mengenal seluruh daya tarik itu).

Dari 2 kutipan di atas ini NICNT menyimpulkan:

"If we bear these considerations in mind we shall realise that the Saviour experienced the violence of the attacks of temptation as no other human being ever did, because all others are sinful and therefore not able to remain standing until the temptations have exhausted all their terrible violence in assailing them" (= Jika kita mengingat pertimbangan-pertimbangan ini, kita akan menyadari bahwa sang Juruselamat mengalami hebatnya serangan penco-baan yang tidak pernah dialami oleh orang lain, karena semua yang lain adalah orang berdosa dan karena itu tidak bisa tetap berdiri sampai pencobaan-pencobaan itu menghabiskan seluruh kekuatannya dalam menyerang mereka).

Illustrasi dan contoh:

§         Kalau seorang petinju yang tidak terlalu tahan pukul meng-hadapi Mike Tyson, maka mungkin sekali bahwa baru satu kali terkena pukulan Mike Tyson ia sudah KO, sehingga ia tidak merasakan seluruh kekuatan Mike Tyson. Tetapi pe-tinju lain yang betul-betul tahan pukulan tidak jatuh sekali-pun terkena banyak pukulan Tyson, sehingga ia betul-betul merasakan seluruh kekuatan Tyson.

§         Orang yang mengalami godaan sex. Kalau begitu ada godaan ia langsung menyerah, maka jelas bahwa ia tidak merasakan seluruh kekuatan godaan itu. Tetapi kalau ia bertahan, maka orang yang menggodanya itu akan meng-gunakan bermacam-macam cara dan taktik untuk menjatuh-kannya, sehingga ia akan merasakan seluruh kekuatan godaan itu.

2) Ada juga yang membuktikan bahwa Kristus bisa berbuat dosa dengan menggunakan Mat 26:53 dimana Yesus berkata: "Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera me-ngirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?".

Ayat ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa saat itu Yesus ada di persimpangan jalan. Ia bisa memilih untuk tunduk pada kehendak Allah, dengan membiarkan diriNya ditangkap dan dibunuh. Tetapi Ia bisa juga memilih untuk tidak tunduk pada kehendak Allah, dengan berdoa kepada BapaNya supaya BapaNya mengirim lebih dari 12 pasukan malaikat membantu Dia. Sekalipun akhirnya / dalam faktanya Ia memilih untuk taat pada kehendak Allah, tetapi ayat ini dianggap sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa sebetulnya Ia bisa saja tidak tunduk pada kehendak Allah.

Jawab:

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Jadi maksudnya adalah sebagai berikut: Andaikata saja hal itu ti-dak bertentangan dengan kehendak Allah, maka dari pada dibantu oleh Petrus menggunakan pedangnya, Yesus mempunyai cara yang lebih baik, yaitu berdoa kepada Bapa untuk mengirim lebih dari 12 pasukan malaikat.

Kata ‘harus’ menunjukkan bahwa penangkapan terhadap Kristus dan kematianNya, tidak bisa tidak terjadi!

Karena itu, andaikatapun Yesus di sini berdoa meminta Bapa mengirim pasukan malaikat, tidakkah Ia juga akan menambahkan kata-kata dalam Mat 26:39 itu?

 

C) Kristus bisa tidak berdosa (posse non peccare).
 

Pandangan ini berkata bahwa Kristus bukannya ‘tidak bisa berdosa’ (non posse peccare), juga bukannya ‘bisa berdosa’ (posse peccare), tetapi ‘bisa tidak berdosa’ (posse non peccare).

Jawab:
Pandangan ini juga tidak logis, karena memiliki sifat ‘bisa tidak berdosa’ tanpa memiliki sifat ‘bisa berdosa’ adalah sama dengan memiliki sifat ‘tidak bisa berdosa’.

Keterangan gambar:
PP = posse peccare = possible to sin = bisa berdosa.
PNP = posse non peccare = possible not to sin = bisa tidak berdosa.
NPNP = non posse non peccare = not possible not to sin = tidak bisa tidak berdosa.
NPP = non posse peccare = not possible to sin = tidak bisa berdosa.

A = Adam dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa. Mereka ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’.
B = orang dalam dosa yang masih di luar Kristus. Mereka ‘tidak bisa tidak berdosa’.
C = orang yang ada dalam Kristus. Mereka dikembalikan kepada kondisi Adam dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa, yaitu ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’.
D = orang kristen di surga. Mereka ‘tidak bisa berdosa’.

Sekarang perhatikan hanya bagian C dan D saja. Pada waktu ada di C, manusia ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’. Pada waktu masuk ke D, ‘bisa berdosa’ hilang, tetapi yang tertinggal bukanlah ‘bisa tidak berdosa’, melainkan berubah menjadi ‘tidak bisa berdosa’.

Dari sini jelas bahwa ‘bisa tidak berdosa’ tanpa disertai ‘bisa berdosa’, menjadi ‘tidak bisa berdosa’.

-AMIN-


Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ