Bolehkah Perempuan Mengajar & Berkhotbah dalam Kebaktian
Gereja ?
oleh
: Pdt. Budi Asali M.Div.
Ay 11-12:
“(11) Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh.
(12) Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya
memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri”.
1)
Terjemahan-terjemahan dari Kitab Suci bahasa Inggris.
KJV: ‘(11)
Let the woman learn in silence with all subjection. (12) But I suffer not a
woman to teach, nor to usurp authority over the man, but to be in silence’
[= (11) Hendaklah perempuan belajar dalam ke-diam-an dengan semua ketundukan.
(12) Tetapi aku tidak mengijinkan seorang perempuan untuk mengajar, ataupun
untuk merebut otoritas atas laki-laki, tetapi harus berdiam diri].
RSV: ‘(11)
Let a woman learn in silence with all submissiveness. (12) I permit no woman to
teach or to have authority over men; she is to keep silent’ [= (11)
Hendaklah seorang perempuan belajar dalam ke-diam-an dengan semua ketundukan.
(12) Aku tidak mengijinkan perempuan untuk mengajar atau untuk mempunyai
otoritas atas laki-laki; ia harus berdiam diri].
NIV: ‘(11)
A woman should learn in quietness and full submission. (12) I do not permit a
woman to teach or to have authority over a man; she must be silent’ [=
(11) Seorang perempuan harus belajar dalam ke-diam-an dan ketundukan penuh. (12)
Aku tidak mengijinkan seorang perempuan untuk mengajar atau untuk mempunyai
otoritas atas seorang laki-laki; ia harus diam].
NASB: ‘(11)
Let a woman quietly receive instruction with entire submissiveness. (12) But I
do not allow a woman to teach or exercise authority over a man, but to remain
quiet’ [= (11) Hendaklah seorang perempuan dengan tenang menerima
instruksi dengan seluruh ketundukan. (12) Tetapi aku tidak mengijinkan seorang
perempuan untuk mengajar atau menjalankan otoritas atas seorang laki-laki,
tetapi tinggal tenang / diam].
2)
Penafsiran William Barclay.
Dari semua buku
tafsiran saya, mungkin Barclay adalah satu-satunya yang tidak menafsirkan text
ini ‘apa adanya’. Perhatikan beberapa kutipan dari buku tafsiran Barclay.
Barclay:
“The second part of this passage deals with the place of women in the
Church. It cannot be read out of its historical context, for it springs entirely
from the situation in which it was written” (= Bagian kedua dari bagian
ini menangani tempat / posisi perempuan dalam Gereja. Ini tidak bisa dibaca di
luar kontext sejarahnya, karena ini muncul sepenuhnya dari situasi dalam mana
hal ini ditulis) - hal 66.
Lalu Barclay
menambahkan 2 hal:
a)
Barclay: “It was written against a Jewish background. No nation
ever gave a bigger place to women in home and in family things than the Jewish
did; but officially the position of a woman was very low. In Jewish law she was
not a person but a thing; she was entirely at the disposal of her father or of
her husband. She was forbidden to learn the law; to instruct a woman in the law
was to cast pearls before swine. Women had no part in the synagogue service;
they were shut apart in a section of the synagogue, or in a gallery, where they
could not be seen. A man came to the synagogue to learn; but, at the most, a
woman came to hear. In the synagogue the lesson from Scripture was read by
members of the congregation; but not by women, for that would have been to
lessen ‘the honour of the congregation.’ It was absolutely forbidden for a
woman to teach in a school; she might not even teach the youngest children. A
woman was exempt from the stated demands of the Law. It was not obligatory on
her to attend the sacred feasts and festivals. Women, slaves and children were
classed together. In the Jewish morning prayer a man thanked God that God had
not made him ‘a Gentile, a slave or a woman.’ In the Sayings of the Fathers
Rabbi Jose ben Johanan is quoted as saying: ‘Let thy house be opened wide, and
let the poor be thy household, and talk not much with a woman.’ Hence the wise
have said: ‘Everyone that talketh much with a woman causes evil to himself,
and desists from the works of the Law, and his end is that he inherits
Gehenna.’ A strict Rabbi would never greet a woman on the street, not even his
own wife or daughter or mother or sister” (= Ini ditulis terhadap /
menentang latar belakang Yahudi. Tidak ada bangsa yang memberikan tempat lebih
besar bagi perempuan dalam hal-hal di rumah dan dalam keluarga dari pada yang
dilakukan oleh orang-orang Yahudi; tetapi secara resmi posisi seorang perempuan
sangatlah rendah. Dalam hukum Yahudi perempuan bukanlah seorang pribadi tetapi
suatu benda; ia sepenuhnya ada dalam penguasaan ayahnya atau suaminya. Ia
dilarang untuk mempelajari hukum Taurat; mengajar seorang perempuan dalam hukum
Taurat adalah melemparkan mutiara di depan babi. Perempuan tidak mempunyai
bagian dalam ibadah sinagog; mereka dikurung / diletakkan secara terpisah dalam
suatu bagian di sinagog, atau di serambi dimana mereka tidak bisa terlihat.
Seorang laki-laki datang ke sinagog untuk belajar, tetapi seorang perempuan
datang, paling-paling untuk mendengar. Di sinagog, pelajaran dari Kitab Suci
dibacakan oleh anggota-anggota dari jemaat; tetapi tidak oleh seorang perempuan,
karena itu akan mengurangi ‘kehormatan dari jemaat’. Sama sekali dilarang
bagi seorang perempuan untuk mengajar di suatu sekolah; ia bahkan tidak boleh
mengajar anak-anak yang termuda. Seorang perempuan dibebaskan / dikecualikan
dari tuntutan-tuntutan yang ditulis / dinyatakan dalam hukum Taurat. Bukan
merupakan kewajiban baginya untuk menghadiri pesta-pesta dan perayaan-perayaan
kudus. Perempuan, budak-budak dan anak-anak digolongkan bersama-sama. Dalam doa
pagi Yahudi, seorang laki-laki bersyukur kepada Allah bahwa Allah tidak membuat
dia ‘seorang non Yahudi, seorang budak atau seorang perempuan’. Dalam
‘Kata-kata dari Bapa-bapa’, Rabi Jose ben Johanan dikutip mengatakan:
‘Hendaklah rumahmu terbuka lebar, dan biarlah orang miskin adalah orang-orang
dalam rumahmu, dan janganlah berbicara banyak dengan seorang perempuan’.
Karena itu orang-orang bijaksana berkata: ‘Setiap orang yang berbicara banyak
dengan seorang perempuan menyebabkan bencana bagi dirinya sendiri, dan berhenti
dari pekerjaan hukum Taurat, dan akhirnya adalah bahwa ia mewarisi neraka’.
Seorang rabi yang ketat tidak pernah menyapa seorang perempuan di jalan, bahkan
tidak istrinya atau anak perempuannya atau ibunya atau saudara perempuannya
sendiri) - hal 66-67.
b)
Barclay: “It was written against a Greek background. The Greek
background made things doubly difficult. The place of women in Greek religion
was low. The Temple of Aphrodite in Corinth had a thousand priestesses who were
sacred prostitutes and every evening plied their trade on the city streets. The
Temple of Diana in Ephesus had its hundreds of priestesses called the Mellisae,
which means the bees, whose function was the same. The respectable Greek woman
led a very confined life. She lived in her own quarters into which no one but
her husband came. She did not even appear at meals. She never at any time
appeared on the street alone; she never went to any public assembly. The fact is
that if in a Greek town Christian women had taken an active and a speaking part
in its work, the Church would inevitably have gained the reputation of being the
resort of loose women.” (= Ini ditulis terhadap / menentang suatu latar
belakang Yunani. Latar belakang Yunani membuat hal-hal lebih sukar. Tempat dari
perempuan dalam agama Yunani adalah sangat rendah. Kuil dari Aphrodite di
Korintus mempunyai seribu imam-imam perempuan yang adalah pelacur-pelacur
keramat / kudus dan setiap malam melakukan perdagangan mereka di jalan-jalan
kota. Kuil Diana di Efesus mempunyai ratusan imam-imam perempuan yang disebut
Mellisae, yang berarti ‘tawon-tawon’, yang fungsinya sama. Perempuan Yunani
yang terhormat hidup secara sangat terkurung / terbatas. Ia hidup di tempat
tinggalnya sendiri, ke dalam mana tidak seorangpun yang datang kecuali suaminya.
Ia bahkan tidak muncul pada waktu makan. Ia tidak pernah muncul di jalan
sendirian; ia tidak pernah pergi ke pertemuan umum manapun. Faktanya adalah
bahwa jika dalam suatu kota Yunani perempuan-perempuan Kristen melakukan bagian
yang aktif dan berbicara dalam pekerjaannya, Gereja secara tak terhindarkan
telah mendapatkan reputasi sebagai tempat istirahat dari perempuan-perempuan
yang ‘longgar / tidak ketat’) - hal 67.
Barclay:
“The early Church did not lay down these regulations as in any sense
permanent, but as things which were necessary in the situation in which it found
itself. ... All the things in this chapter are mere temporary regulations to
meet a given situation. If we want Paul’s permanent view on this matter, we
get it in Galatians 3:28: ‘There is neither Jew nor Greek, there is neither
slave nor free, there is neither male nor female; for you are all one in Christ
Jesus.’ In Christ the differences of place and honour and function within the
Church are all wiped out. ... We must not read this passage as a barrier to all
women’s service within the Church, but in the light of its Jewish and its
Greek background” (= Gereja mula-mula tidak meletakkan peraturan-peraturan
ini dalam arti permanen apapun, tetapi sebagai hal-hal yang perlu dalam situasi
dalam mana ia menemukan dirinya sendiri. ... Semua hal-hal dalam pasal ini
hanyalah semata-mata peraturan-peraturan sementara untuk menghadapi situasi
tertentu. Jika kita menginginkan pandangan permanen Paulus tentang hal ini, kita
mendapatkannya dalam Gal 3:28: ‘Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau
orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau
perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus’. Dalam
Kristus perbedaan-perbedaan dari tempat dan kehormatan dan fungsi di dalam
Gereja semuanya dihapuskan. ... Kita tidak boleh membaca text ini sebagai tembok
pemisah bagi semua pelayanan perempuan di dalam Gereja, tetapi dalam terang dari
latar belakang Yahudi dan Yunaninya) - hal 68,69.
Tetapi
argumentasi Barclay dengan menggunakan Gal 3:28 ini rasanya tidak bisa
dipertahankan. Perhatikan kata-kata Homer A. Kent Jr. tentang hal itu di bawah
ini.
Homer A.
Kent Jr.: “Galatians 3:28 offers no
obstacles when it is understood that the oneness there described is spiritual
and ontological, not functional. It was Paul’s teaching that every believer is
an equal sharer of new life in Christ and is thus an equal participant in the
Body of Christ - the church. Functionally, however, Paul also taught that
differences were to be recognized. For instance, not everyone was qualified to
be an overseer or a deacon (see 1Timothy 3)” [= Galatia 3:28 tidak
memberikan halangan pada waktu dimengerti bahwa kesatuan yang digambarkan di
sana adalah kesatuan yang bersifat rohani dan hakiki, bukan dalam hal fungsi /
pekerjaan / kegunaannya. Paulus mengajar bahwa setiap orang percaya merupakan
seorang pengambil bagian yang sama dari kehidupan baru dalam Kristus, dan dengan
demikian seorang peserta yang sama dalam Tubuh Kristus - gereja. Tetapi dalam
hal fungsi / pekerjaan / kegunaannya, Paulus juga mengajar bahwa
perbedaan-perbedaan harus dikenali / diakui. Sebagai contoh, tidak setiap orang
memenuhi syarat untuk menjadi seorang penilik gereja atau seorang diaken (lihat
1Timotius 3)] - hal 111.
3) Penafsiran dari
mayoritas penafsir lain.
Adam Clarke:
“‘Let the woman learn in silence.’ This is generally supposed to be
a prohibition of women’s preaching” (= ‘Hendaklah perempuan belajar
dalam ke-diam-an’. Ini umumnya dianggap sebagai suatu larangan bagi perempuan
untuk berkhotbah).
Leon Morris:
“before God there is no room for a superior sex. All are equal in His
sight. But that does not mean that the functions to be discharged by the two are
identical. The sexes are cast for different roles, and, while full allowance
should be made for exceptional cases, neither should try to usurp the function
of the other” (= di hadapan Allah tidak ada tempat untuk jenis kelamin
yang superior / lebih tinggi. Semua sama / setara dalam pandanganNya. Tetapi itu
tidak berarti bahwa fungsi-fungsi yang harus ditunaikan oleh keduanya adalah
identik. Jenis-jenis kelamin dibuat untuk peranan-peranan yang berbeda, dan,
sementara ijin penuh harus dibuat untuk kasus-kasus perkecualian, tidak ada yang
boleh mencoba untuk merebut fungsi dari yang lain) - ‘Daily Bible
Commentary’, vol 4, hal 329.
Catatan:
saya tidak tahu apa alasannya perkecualian itu diijinkan.
William
Hendriksen: “let a woman not enter
a sphere of activity for which by dint of her very creation she is not suited.
Let not a bird try to dwell under water. Let not a fish try to live on land. Let
not a woman yearn to exercise authority over a man by lecturing him in public
worship. For the sake both of herself and of the spiritual welfare of the church
such unholy tampering with divine authority is forbidden. In the service of the
Word on the day of the Lord a woman should ‘learn, not teach.’ ... Let a
woman remain a woman! Anything else Paul cannot permit. ... Hence, ‘to
teach,’ that is, to preach in an official manner, and thus by means of the
proclamation of the Word in public worship to exercise authority over a man, to
dominate him, is wrong for a woman. She must not assume the role of a master”
(= hendaklah seorang perempuan tidak memasuki daerah kesibukan yang tidak cocok
dengan penciptaannya. Hendaklah seekor burung tidak mencoba untuk hidup di bawah
air. Hendaklah seekor ikan tidak mencoba untuk hidup di darat. Hendaklah seorang
perempuan tidak rindu untuk menjalankan otoritas atas seorang laki-laki dengan
mengajarnya dalam ibadah / kebaktian umum. Baik demi dirinya sendiri maupun demi
kesejahteraan dari gereja, tindakan mencampuri yang tidak kudus terhadap
otoritas ilahi seperti itu dilarang. Dalam pelayanan firman pada hari Tuhan,
seorang perempuan seharusnya ‘belajar, bukan mengajar’. ... Hendaklah
seorang perempuan tetap menjadi seorang perempuan! Hal yang lain Paulus tidak
bisa mengijinkan. ... Karena itu, ‘mengajar’, yaitu berkhotbah dengan cara
resmi, dan dengan proklamasi Firman dalam ibadah / kebaktian umum menjalankan
otoritas atas seorang laki-laki, menguasainya, adalah salah bagi seorang
perempuan. Ia tidak boleh mengambil peran dari seorang tuan) - hal 109.
Pulpit
Commentary: “She is to be a
learner, not a teacher” (= Ia harus menjadi seorang pelajar, bukan seorang
guru / pengajar) - hal 41.
Barnes’
Notes: “He would not have a woman
become a public teacher (1 Tim. 2:12), but would wish her ever to occupy the
place in society for which she was designed (1 Tim. 2:11), and to which she had
shown that she was adapted; (1 Tim. 2:13-14). The direction in 1 Tim. 2:9-12,
therefore, is to be understood particularly of the proper deportment of females
in the duties of public worship” [= Ia tidak mau seorang perempuan menjadi
seorang pengajar umum (1Tim 2:12), tetapi ingin ia selalu menempati tempat dalam
masyarakat untuk mana ia direncanakan (1Tim 2:11), dan untuk mana ia telah
menunjukkan bahwa ia disesuaikan; (1Tim 2:13-14). Karena itu, pengarahan dalam
1Tim 2:9-12, harus dimengerti secara khusus tentang pengembalian yang benar dari
perempuan dalam kewajiban dari ibadah umum].
Barnes’
Notes: “‘Let the woman learn in
silence.’ Listen attentively to instruction, without attempting to teach in
public; see the notes on 1 Cor. 14:35” (= ‘Hendaklah perempuan belajar
dalam ke-diam-an’. Mendengar dengan perhatian pada instruksi, tanpa mencoba
untuk mengajar di depan umum; lihatlah catatan tentang 1Kor 14:35).
1Kor 14:34-35
- “(34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus,
perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab
mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri,
seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. (35) Jika mereka ingin mengetahui
sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak
sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat”.
Sekarang mari
kita perhatikan komentar-komentar para penafsir ini tentang potongan-potongan
dari ay 12:
a) ‘Aku
tidak mengizinkan perempuan mengajar’ (ay 12a).
Pulpit
Commentary: “The position of the
apostle, that a woman is not to be a teacher in the house of God, is very
implicit: ‘I permit not a woman to teach.’ Whatever her qualifications - and
some women are better qualified to teach than some men - the apostle enactment
is against her teaching” (= Posisi dari sang rasul, bahwa seorang
perempuan tidak boleh menjadi pengajar dalam rumah Allah, adalah sangat mutlak /
tidak meragukan: ‘Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar’. Apapun
kwalifikasinya - dan sebagian perempuan lebih memenuhi syarat dari pada sebagian
laki-laki - undang-undang sang rasul menentang bahwa perempuan mengajar) -
hal 49.
Calvin:
“woman, who by nature (that is, by the ordinary law of God) is formed to
obey; ... it will be a mingling of heaven and earth, if women usurp the right to
teach” [= perempuan, yang secara alamiah (yaitu, oleh hukum Allah yang
biasa) dibentuk untuk taat; ... itu akan merupakan suatu pencampuran langit
dengan bumi, jika perempuan merebut hak untuk mengajar] - hal 68.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘Learn’ -
not ‘teach’ (1 Tim. 2:12). She should not even put questions in the public
assembly (1 Cor. 14:34-35)” [= ‘belajar’ - bukan ‘mengajar’ (1Tim
2:12). Ia tidak boleh bahkan mengajukan pertanyaan dalam pertemuan umum (1Kor
14:34-35)].
1Kor 14:34-35
- “(34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus,
perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat.
Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus
menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. (35) Jika
mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya
di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam
pertemuan Jemaat”.
Tetapi para
penafsir bukannya beranggapan bahwa perempuan sama sekali tidak boleh mengajar
dalam sikon apapun.
Calvin:
“Not that he takes from them the charge of instructing their family, but
only excludes them from the office of teaching, which God has committed to men
only” (= Bukan bahwa ia mengambil dari mereka tanggung jawab tentang mengajar
keluarga mereka, tetapi hanya mengeluarkan mereka dari tugas / jabatan
mengajar, yang Allah telah berikan hanya kepada laki-laki) - hal 67.
Matthew
Henry: “According to Paul, women
must be learners, and are not allowed to be public teachers in the church; for
teaching is an office of authority, and the woman must not usurp authority over
the man, but is to be in silence. But, notwithstanding this prohibition, good
women may and ought to teach their children at home the principles of religion.
Timothy from a child had known the holy scriptures; and who should teach him but
his mother and grandmother? 2 Tim. 3:15. Aquila and his wife Priscilla expounded
unto Apollos the way of God more perfectly; but then they did it privately,
for they took him unto them, Acts 18:26” (= Menurut Paulus, perempuan
harus menjadi pelajar, dan tidak diijinkan untuk menjadi pengajar umum dalam
gereja; karena pengajaran adalah jabatan / tugas yang mempunyai otoritas, dan
perempuan tidak boleh merebut otoritas atas laki-laki, tetapi harus berdiam
diri. Tetapi, sekalipun ada larangan ini, perempuan-perempuan saleh boleh dan
seharusnya mengajar anak-anak mereka di rumah tentang prinsip-prinsip agama.
Timotius sejak masa anak-anak telah mengenal Kitab Suci yang kudus; dan siapa
yang mengajar dia kecuali ibu dan neneknya? 2Tim 3:15. Aquila dan istrinya,
Priscila, menjelaskan kepada Apolos jalan Allah dengan lebih sempurna; tetapi saat
itu mereka melakukannya secara pribadi, karena mereka membawa dia kepada
mereka, Kis 18:26).
Pulpit
Commentary: “She is not to teach in
the Church. ... This injunction of the apostle does not forbid her teaching
privately, ... It forbids her teaching in public” (= Ia tidak boleh
mengajar dalam Gereja. ... Larangan dari sang rasul tidak melarangnya
mengajar secara pribadi, ... Itu melarang dia mengajar di depan umum) -
hal 41.
Homer A.
Kent Jr.: “This has reference solely
to the function of the authoritative teacher of doctrine in the church. ...
teachers were among the early officials in the early church, exercising their
function of declaring the Word of God (Acts 13:1; Eph. 4:11). Such a
responsibility is denied to women” [= Ini berhubungan semata-mata
dengan fungsi dari pengajar yang berotoritas dari doktrin dalam gereja. ...
guru-guru ada di antara pejabat-pejabat resmi dalam gereja mula-mula,
menjalankan fungsi mereka menyatakan Firman Allah (Kis 13:1; Ef 4:11). Tanggung
jawab seperti itu disangkal / ditiadakan bagi perempuan] - hal 107,108.
Kis 13:1 -
“Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar,
yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan
Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus”.
Ef 4:11 - “Dan
Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik
pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar”.
Homer A.
Kent Jr.: “That does not mean that
a woman cannot ever do any kind of teaching. Paul himself declares that women
can teach other women and the young (2Tim. 3:14; Titus 2:3). ... This text does
not prevent women from teaching Sunday school classes. Such teachers are under
the doctrinal authority of ‘the teacher,’ that is, the pastor of the
congregation. It does not forbid the ministry of women on mission fields,
provided they do not take to themselves the doctrinal authority which belongs to
the male head of the mission” [= Ini tidak berarti bahwa seorang perempuan
tidak pernah bisa melakukan pengajaran jenis apapun. Paulus sendiri menyatakan
bahwa perempuan bisa mengajar perempuan lain dan orang-orang muda (2Tim 3:14;
Titus 2:3). ... Text ini tidak menghalangi perempuan untuk mengajar kelas-kelas
Sekolah Minggu. Pengajar-pengajar seperti itu ada di bawah otoritas doktrinal
dari ‘sang guru / pengajar’, yaitu, gembala sidang dari jemaat. Ini tidak
melarang pelayanan perempuan di ladang misi, selama mereka tidak mengambil bagi
diri mereka sendiri otoritas doktrinal yang merupakan milik dari kepala misi
yang adalah laki-laki] - hal 108.
2Tim 3:14-15
- “(14) Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah
engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah
mengajarkannya kepadamu. (15) Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah
mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau
kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus”. Bdk. 2Tim 1:5 - “Sebab
aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup
di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin
hidup juga di dalam dirimu”.
Tit 2:3-4
- “(3) Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup
sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur,
tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik (4) dan dengan demikian mendidik
perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya”.
Catatan:
pertanyaannya: Kalau demikian, bolehkah perempuan berkhotbah selama ia masih ada
di bawah otoritas pendeta / gembala sidang yang adalah laki-laki?
Barnes’
Notes (tentang 1Kor 14:35): “this
cannot be interpreted as meaning that it is improper for females to speak or to
pray in meetings of their own sex, assembled for prayer or for benevolence; nor
that it is improper for a female to speak or to pray in a Sunday School”
(= ini tidak bisa ditafsirkan sebagai berarti bahwa adalah tidak benar bagi
perempuan untuk berbicara atau berdoa dalam pertemuan dari jenis kelamin
mereka sendiri, berkumpul untuk doa atau untuk kebajikan; atau bahwa adalah
tidak benar bagi seorang perempuan untuk berbicara atau berdoa di Sekolah
Minggu).
b) ‘dan
juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki’ (ay 12b).
Adam Clarke:
“‘Nor to usurp authority.’ A woman should attempt nothing, either in
public or private, that belongs to man as his peculiar function” (=
‘Atau untuk merebut kuasa’. Seorang perempuan tidak boleh mengusahakan
apapun, baik di depan umum maupun secara pribadi, yang merupakan milik dari
laki-laki dalam fungsinya yang khas).
Vincent:
“‘Usurp authority.’ authentein. The verb means ‘to do a thing oneself;’ hence,
‘to exercise authority.’ The King James Version ‘usurp authority’ is a
mistake. Render it as: ‘to have or exercise dominion over.’” (=
‘Merebut kuasa’. authentein.
Kata kerja ini berarti ‘melakukan sendiri suatu hal’; karena itu
‘menjalankan otoritas’. Terjemahan KJV ‘merebut kuasa’ merupakan suatu
kesalahan. Terjemahkan itu sebagai ‘mempunyai atau menjalankan kekuasaan
atas’).
Pulpit
Commentary: “As teaching or
preaching is the act of those in authority, her assumption of this function
would imply a lordship over her husband” (= Karena pengajaran dan tindakan
berkhotbah merupakan tindakan dari mereka yang mempunyai otoritas, penerimaannya
terhadap fungsi ini akan berarti suatu ke-tuan-an atas suaminya) - hal 41.
c)
‘hendaklah ia berdiam diri’. (ay 12c bdk. ay 11: ‘Seharusnyalah
perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh’.).
Bagian ini
sering dihubungkan dengan 1Kor 14:34-35 yang juga mengatakan bahwa
perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan jemaat, dan menambahkan bahwa
mereka bahkan tidak boleh bertanya dalam pertemuan jemaat.
1Kor 14:34-35
- “(34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus,
perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab
mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri,
seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. (35) Jika mereka ingin mengetahui
sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak
sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat”.
Adam Clarke:
“‘But to be in silence.’ It was lawful for men in public assemblies
to ask questions, or even interrupt the speaker when there was any matter in his
speech which they did not understand; but this liberty was not granted to
women” (= ‘Tetapi harus diam’. Merupakan sesuatu yang sah bagi orang
laki-laki untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan dalam pertemuan-pertemuan umum;
atau bahkan menginterupsi si pembicara pada waktu ada hal apapun dalam ucapannya
yang tidak mereka mengerti; tetapi kebebasan ini tidak diberikan kepada
perempuan).
Pulpit
Commentary: “The woman is to be
receptive with regard to public teachings. She is to be a learner, not breaking
the silence even to the extent of asking a question. For the language here is
partly to be explained by what is said in 1Cor. 14:35, ‘And if they will learn
anything, let them ask their husbands at home.’” (= Perempuan harus
bersikap menerima berkenaan dengan pengajaran umum. Ia harus menjadi seorang
pelajar, tidak memecahkan kesunyian bahkan sampai pada tingkat mengajukan
pertanyaan. Karena bahasa di sini harus dijelaskan dengan apa yang dikatakan
dalam 1Kor 14:35, ‘Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka
menanyakannya kepada suaminya di rumah’.) - hal 49.
4) Ayat-ayat yang pro
dan kontra.
a)
Ayat lain yang sejalan dengan kata-kata dalam 1Tim 2:11-12, hanyalah 1Kor
14:34-35.
1Tim 2:11-12
- “(11) Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan
patuh. (12) Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak
mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri”.
1Kor 14:34-35
- “(34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus,
perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab
mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri,
seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. (35) Jika mereka ingin mengetahui
sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak
sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat”.
b)
Ayat-ayat yang kontra:
1.
Adanya beberapa nabiah (yang memberitakan Firman Tuhan, bernubuat / mempunyai
karunia bernubuat), dan bahkan hakim perempuan (yang jelas adalah pemimpin,
bahkan atas laki-laki), dalam Kitab Suci!
a.
Miryam.
Kel 15:20-21
- “(20) Lalu Miryam, nabiah itu, saudara perempuan Harun, mengambil
rebana di tangannya, dan tampillah semua perempuan mengikutinya memukul rebana
serta menari-nari. (21) Dan menyanyilah Miryam memimpin mereka:
‘Menyanyilah bagi TUHAN, sebab Ia tinggi luhur; kuda dan penunggangnya
dilemparkanNya ke dalam laut.’”.
Bandingkan
dengan:
· Bil 12:1-2
- “(1) Miryam serta Harun mengatai Musa berkenaan dengan perempuan Kush
yang diambilnya, sebab memang ia telah mengambil seorang perempuan Kush. (2)
Kata mereka: ‘Sungguhkah TUHAN berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah
dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?’ Dan kedengaranlah hal itu
kepada TUHAN”.
Kecuali kita
menganggap bahwa kata-kata ini merupakan bualan dari Miryam dan Harun, maka
jelas bahwa Tuhan berfirman melalui mereka.
· Mikha 6:4
- “Sebab Aku telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir dan telah
membebaskan engkau dari rumah perbudakan dan telah mengutus Musa dan Harun dan
Miryam sebagai penganjurmu”.
Mikha 6:4
(KJV): ‘For I brought thee up out of the land of Egypt, and redeemed thee
out of the house of servants; and I sent before thee Moses, Aaron, and
Miriam’ (= Karena Aku telah membawamu keluar dari tanah Mesir, dan
menebusmu dari rumah perbudakan; dan Aku mengutus di depanmu Musa, Harun,
dan Miryam).
Dari kata-kata
ini jelas bahwa Miryam juga dipilih Tuhan sendiri menjadi pemimpin Israel,
sekalipun ia jelas ada di bawah Musa.
Adam Clarke:
“Miriam is the first prophetess on record, and by this we find that God
not only poured out his Spirit upon men, but upon women also” [= Miryam
adalah nabiah pertama yang dicatat (dalam Kitab Suci), dan dengan ini
kita mendapatkan bahwa Allah bukan hanya mencurahkan RohNya atas laki-laki,
tetapi juga atas perempuan].
b.
Debora.
Hakim 4:4-7
- “(4) Pada waktu itu Debora, seorang nabiah, isteri Lapidot, memerintah
sebagai hakim atas orang Israel. (5) Ia biasa duduk di bawah pohon korma
Debora antara Rama dan Betel di pegunungan Efraim, dan orang Israel menghadap
dia untuk berhakim kepadanya. (6) Ia menyuruh memanggil Barak bin Abinoam dari
Kedesh di daerah Naftali, lalu berkata kepadanya: ‘Bukankah TUHAN, Allah
Israel, memerintahkan demikian: Majulah, bergeraklah menuju gunung Tabor dengan
membawa sepuluh ribu orang bani Naftali dan bani Zebulon bersama-sama dengan
engkau, (7) dan Aku akan menggerakkan Sisera, panglima tentara Yabin, dengan
kereta-keretanya dan pasukan-pasukannya menuju engkau ke sungai Kison dan Aku
akan menyerahkan dia ke dalam tanganmu.’”.
Debora adalah
seorang perempuan, tetapi ia adalah seorang nabiah (ia jelas memberitakan Firman
Tuhan dalam ay 6-7) dan hakim!
Adam Clarke
(tentang Hak 4:4): “‘She judged
Israel.’ This is, I believe, the first instance of gynaecocrasy, or female
government, on record. Deborah seems to have been supreme both in civil and
religious affairs; and Lapidoth, her husband, appears to have had no hand in the
government. But the original may as well be translated a woman of Lapidoth, as
the wife of Lapidoth” [= ‘Ia menghakimi Israel’. Ini, saya percaya,
merupakan contoh pertama dari pemerintahan perempuan, yang dicatat (dalam
Kitab Suci). Debora kelihatannya adalah yang tertinggi baik dalam urusan
sipil / pemerintahan maupun agama; dan Lapidot, suaminya, kelihatannya tidak
mempunyai urusan dalam pemerintahan. Tetapi kata bahasa aslinya bisa
diterjemahkan ‘seorang perempuan dari Lapidot’, maupun ‘istri Lapidot’].
Calvin
(tentang 1Tim 2:11-12): “If
any one brings forward, by way of objection, Deborah (Judges 4:4) and others of
the same class, of whom we read that they were at one time appointed by the
command of God to govern the people, the answer is easy. Extraordinary acts done
by God do not overturn the ordinary rules of government, by which he intended
that we should be bound. ... if women at one time held the office of prophets
and teachers, and that too when they were supernaturally called to it by the
Spirit of God, He who is above all law might do this; but, being a peculiar
case, this is not opposed to the constant and ordinary system of government”
[= Jika seseorang mengemukakan, sebagai keberatan, Debora (Hak 4:4) dan
orang-orang lain dari golongan yang sama, tentang siapa kita membaca bahwa
mereka pada suatu saat ditetapkan oleh perintah Allah untuk memerintah bangsa
itu, jawabannya mudah. Tindakan-tindakan yang luar biasa yang dilakukan oleh
Allah tidak membalikkan peraturan-peraturan biasa dari pemerintahan, dengan mana
Ia memaksudkan kita diikat. ... jika perempuan pada satu saat memegang jabatan
nabi dan guru / pengajar, dan itu juga pada waktu mereka dipanggil secara
supranatural kepadanya oleh Roh Allah, Ia yang ada di atas semua hukum boleh
melakukan hal ini; tetapi karena ini merupakan suatu kasus yang aneh, maka ini
tidak bertentangan dengan sistim pemerintahan yang tetap dan biasa] - hal
67.
Saya pikir ini
aneh / tak masuk akal. Kalau Tuhan memang melarang perempuan untuk menjadi
pemimpin dan memberitakan Firman Tuhan, mengapa Ia sendiri melanggar
peraturanNya? Bagaimana Ia berharap orang-orang mau menuruti pimpinan dan Firman
Tuhan yang diberitakan seorang perempuan kalau Tuhan sendiri melarang perempuan
menjadi pemimpin dan pemberita firman?
c.
Hulda.
2Raja 22:14-20
- “(14) Maka pergilah imam Hilkia, Ahikam, Akhbor, Safan dan Asaya kepada nabiah
Hulda, isteri seorang yang mengurus pakaian-pakaian, yaitu Salum bin Tikwa
bin Harhas; nabiah itu tinggal di Yerusalem, di perkampungan baru. Mereka
memberitakan semuanya kepadanya. (15) Perempuan itu menjawab mereka:
‘Beginilah firman TUHAN, Allah Israel! Katakanlah kepada orang yang menyuruh
kamu kepadaKu! (16) Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya Aku akan mendatangkan
malapetaka atas tempat ini dan atas penduduknya, yakni segala perkataan kitab
yang telah dibaca oleh raja Yehuda; (17) karena mereka meninggalkan Aku dan
membakar korban kepada allah lain dengan maksud menimbulkan sakit hatiKu dengan
segala pekerjaan tangan mereka; sebab itu kehangatan murkaKu akan bernyala-nyala
terhadap tempat ini dengan tidak padam-padam. (18) Tetapi kepada raja Yehuda,
yang telah menyuruh kamu untuk meminta petunjuk TUHAN, harus kamu katakan
demikian: Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Mengenai perkataan yang telah
kaudengar itu, (19) oleh karena engkau sudah menyesal dan engkau merendahkan
diri di hadapan TUHAN pada waktu engkau mendengar hukuman yang Kufirmankan
terhadap tempat ini dan terhadap penduduknya, bahwa mereka akan mendahsyatkan
dan menjadi kutuk, dan oleh karena engkau mengoyakkan pakaianmu dan menangis di
hadapanKu, Akupun telah mendengarnya, demikianlah firman TUHAN, (20) sebab itu,
sesungguhnya Aku akan mengumpulkan engkau kepada nenek moyangmu, dan engkau akan
dikebumikan ke dalam kuburmu dengan damai, dan matamu tidak akan melihat segala
malapetaka yang akan Kudatangkan atas tempat ini.’ Lalu mereka menyampaikan
jawab itu kepada raja”.
2Taw 34:22-28
- “(22) Maka pergilah Hilkia dengan orang-orang yang disuruh raja kepada nabiah
Hulda, isteri seorang yang mengurus pakaian-pakaian, yaitu Salum bin Tokhat
bin Hasra, penunggu pakaian-pakaian; nabiah itu tinggal di Yerusalem, di
perkampungan baru. Mereka berbicara kepadanya sebagaimana yang diperintahkan.
(23) Perempuan itu menjawab mereka: ‘Beginilah firman TUHAN, Allah Israel!
Katakanlah kepada orang yang menyuruh kamu kepadaKu! (24) Beginilah firman
TUHAN: Sesungguhnya Aku akan mendatangkan malapetaka atas tempat ini dan atas
penduduknya, yakni segala kutuk yang tertulis dalam kitab yang telah dibacakan
di depan raja Yehuda, (25) karena mereka meninggalkan Aku dan membakar korban
kepada allah lain dengan maksud menimbulkan sakit hatiKu dengan segala pekerjaan
tangan mereka; sebab itu nyala murkaKu akan dicurahkan ke tempat ini dengan
tidak padam-padam. (26) Tetapi kepada raja Yehuda yang telah menyuruh kamu untuk
meminta petunjuk TUHAN, harus kamu katakan demikian: Beginilah firman TUHAN,
Allah Israel: Mengenai perkataan yang telah kaudengar itu, (27) oleh karena
engkau sudah menyesal dan engkau merendahkan diri di hadapan Allah pada waktu
engkau mendengar firmanNya terhadap tempat ini dan terhadap penduduknya, oleh
karena engkau merendahkan diri di hadapanKu, mengoyakkan pakaianmu dan menangis
di hadapanKu, Akupun telah mendengarnya, demikianlah firman TUHAN, (28) maka
sesungguhnya Aku akan mengumpulkan engkau kepada nenek moyangmu, dan engkau akan
dikebumikan ke dalam kuburmu dengan damai, dan matamu tidak akan melihat segala
malapetaka yang akan Kudatangkan atas tempat ini dan atas penduduknya.’ Lalu
mereka menyampaikan jawab itu kepada raja”.
Hulda juga
adalah seorang perempuan, tetapi ia dikatakan sebagai seorang nabiah, dan ia
memberitakan Firman Tuhan kepada seorang raja.
Matthew
Henry (tentang 2Raja 22:14-dst): “‘to
Huldah the prophetess,’ v. 14. The spirit of prophecy, that inestimable
treasure, was sometimes put not only into earthen vessels, but into the weaker
vessels, that the excellency of the power might be of God. Miriam helped to lead
Israel out of Egypt (Mic. 6:4), Deborah judged them, and now Huldah instructed
them in the mind of God, and her being a wife was no prejudice at all to her
being a prophetess; ... Jeremiah and Zephaniah prophesied at this time, yet
the king’s messengers made Huldah their oracle, probably because her
husband having a place at court (for he was keeper of the wardrobe) they had had
more and longer acquaintance with her and greater assurances of her commission
than of any other; they had, it is likely, consulted her upon other occasions,
and had found that the word of God in her mouth was truth” [= ‘kepada
nabiah Hulda’, ay 14. Roh nubuat, harta yang tak ternilai, kadang-kadang
diberikan bukan hanya kepada bejana tanah liat, tetapi kepada bejana yang lebih
lemah, supaya keunggulan kuasa dari Allah terlihat. Miryam menolong memimpin
Israel dari Mesir (Mikha 6:4), Debora menghakimi mereka, dan sekarang, Hulda
mengajar mereka pikiran Allah, dan keberadaannya sebagai seorang istri sama
sekali bukan halangan untuk menjadi seorang nabiah; ... Yeremia dan Zefanya
bernubuat pada saat ini, tetapi utusan-utusan raja membuat Hulda sebagai nubuat
/ jawaban mereka, mungkin karena suaminya mempunyai tempat di istana (karena
ia adalah penjaga pakaian-pakaian) maka mereka mengenalnya lebih dekat dan lebih
lama, dan mereka mempunyai keyakinan yang lebih besar tentang jabatannya
dibandingkan dengan yang lain; adalah sangat mungkin bahwa mereka sudah pernah
berkonsultasi dengannya pada peristiwa-peristiwa yang lain, dan telah menemukan
bahwa firman Allah di mulutnya adalah kebenaran].
Perhatikan
bahwa pada saat itu ada Yeremia dan Zefanya, tetapi Tuhan toh memakai seorang
nabiah!
Jamieson,
Fausset & Brown (tentang 2Raja 22:14-dst): “The occasion was urgent, and therefore they were sent, not to
Zephaniah (Zeph. 1:1), who was perhaps young, nor to Jeremiah, who was probably
absent at his house in Anathoth, but to one who was at hand, and known for her
prophetic gifts - to Huldah” [= Keadaannya mendesak dan karena itu mereka
diutus, bukan kepada Zefanya (Zef 1:1), yang mungkin masih muda, ataupun kepada
Yeremia, yang mungkin absen karena berada di rumahnya di Anatot, tetapi kepada
seseorang yang ada di dekat mereka, dan dikenal untuk karunia nubuatnya - kepada
Hulda].
Adam Clarke
(tentang 2Raja 22:14-dst): “‘Went
unto Huldah the prophetess.’ This is a most singular circumstance: At this
time Jeremiah was certainly a prophet in Israel, but it is likely he now dwelt
at Anathoth, and could not be readily consulted; Zephaniah also prophesied under
this reign, but probably he had not yet begun; Hilkiah was high priest, and the
priest’s lips should retain knowledge. Shaphan was scribe, and must have been
conversant in sacred affairs to have been at all fit for his office; and yet
Huldah, a prophetess, of whom we know nothing but by this circumstance, is
consulted on the meaning of the book of the law; for the secret of the Lord was
neither with Hilkiah the high priest, Shaphan the scribe, nor any other of the
servants of the king, or ministers of the temple! ... a simple woman, possessing
the life of God in her soul, may have more knowledge of the divine testimonies
than many of those whose office it is to explain and enforce them. On this
subject Dr. Priestley in his note makes the following very judicious remark: -
‘It pleased God to distinguish several women with the spirit of prophecy, as
well as other great attainments, to show that in his sight, and especially in
things of a spiritual nature there is no essential pre-eminence in the male sex,
though in some things the female be subject to the male.’” (= ‘Pergi
kepada nabiah Hulda’. Ini merupakan keadaan yang paling aneh / luar biasa:
Pada saat ini Yeremia pasti adalah seorang nabi di Israel, tetapi mungkin sekali
ia sekarang tinggal di Anatot, dan tidak bisa ditanyai; Zefanya juga bernubuat
pada pemerintahan ini, tetapi mungkin ia belum mulai; Hilkia adalah imam besar,
dan bibir imam seharusnya menguasai / menyimpan pengetahuan. Safan adalah ahli
Taurat, dan pasti mempunyai pengetahuan tentang urusan-urusan kudus untuk bisa
cocok dengan jabatannya; tetapi nabiah Hulda, tentang siapa kita tidak tahu
apa-apa kecuali oleh keadaan ini, ditanyai tentang arti dari kitab Taurat;
karena rahasia Tuhan tidak ada pada Hilkia sang imam besar, Safan si ahli
Taurat, atau pelayan manapun dari raja, atau pelayan manapun dari Bait Allah!
... seorang perempuan yang sederhana, yang mempunyai kehidupan Allah dalam
jiwanya, bisa mempunyai lebih banyak pengetahuan tentang kesaksian-kesaksian
ilahi dari pada banyak dari mereka yang tugasnya adalah menjelaskan dan
menjalankannya. Tentang pokok ini, Dr. Priestley dalam catatannya memberikan
kata-kata yang sangat bijaksana sebagai berikut: - ‘Merupakan sesuatu yang
berkenan kepada Allah untuk membedakan beberapa perempuan dengan roh nubuatan,
maupun pencapaian-pencapaian besar lainnya, untuk menunjukkan bahwa dalam
menjadi pandanganNya, khususnya dalam hal-hal rohani, tidak ada keunggulan
hakiki dalam laki-laki, sekalipun dalam beberapa hal perempuan tunduk kepada
laki-laki’.).
Barnes’
Notes (tentang 2Raja 22:14-dst): “‘Went
unto Huldah.’ It might have been expected that the royal commissioners would
have gone to Jeremiah, on whom the prophetic spirit had descended in Josiah’s
13th year (Jer. 1:2), or five years previous to the finding of the Law. Perhaps
he was at some distance from Jerusalem at the time; or his office may not yet
have been fully recognized” [= ‘Pergi kepada Hulda’. Bisa diharapkan
bahwa utusan-utusan raja pergi kepada Yeremia, kepada siapa roh nubuatan telah
turun pada tahun ke 13 dari pemerintahan Yosia (Yer 1:2), atau 5 tahun sebelum
penemuan kitab Taurat (bdk. 2Raja 22:3). Mungkin ia sedang berada jauh
dari Yerusalem pada saat itu; atau jabatannya mungkin belum diakui sepenuhnya].
Yer 1:2 - “Dalam
zaman Yosia bin Amon, raja Yehuda, dalam tahun yang ketiga belas dari
pemerintahannya datanglah firman TUHAN kepada Yeremia”.
Wycliffe
Bible Commentary (tentang 2Taw 34:22):
“‘Huldah the prophetess.’ Discrimination on the ground of sex was
foreign to the spirit of the OT (cf. Judg 4:4; 2 Sam 20:16). Restriction of
women, e. g., to a separate court in the Temple, arose only with the perversions
of inter-Testamental Judaism” [= ‘Nabiah Hulda’. Diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin merupakan sesuatu yang asing bagi roh Perjanjian Lama
(bdk. Hak 4:4; 2Sam 20:16). Pembatasan terhadap perempuan, misalnya, pada tempat
terpisah di Bait Allah, muncul hanya dengan penyimpangan dari Yudaisme antar
Perjanjian (antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru)].
2Sam 20:16
- “Lalu berserulah seorang perempuan bijaksana dari kota itu: ‘Dengar!
Dengar! Katakanlah kepada Yoab: Mendekatlah ke mari, supaya aku berbicara dengan
engkau.’”.
d.
Hana.
Luk 2:36-38
- “(36) Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak
Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup
tujuh tahun lamanya bersama suaminya, (37) dan sekarang ia janda dan berumur
delapan puluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang
malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. (38) Dan pada ketika itu juga
datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang
Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem”.
Luk 2:36-38
menceritakan tentang Hana, seorang nabiah / nabi perempuan, yang berbicara
tentang Yesus kepada semua orang di Bait Allah.
Matthew
Henry: “‘A prophetess;’ the
Spirit of prophecy now began to revive, which had ceased in Israel above three
hundred years. Perhaps no more is meant than that she was one who had
understanding in the scriptures above other women, and made it her business to
instruct the younger women in the things of God. Though it was a very
degenerate age of the church, yet God left not himself without witness” [=
‘Seorang nabiah’; Roh nubuat sekarang mulai bangun / hidup kembali, setelah
berhenti di Israel selama lebih dari 300 tahun. Mungkin yang dimaksudkan (dengan
istilah ‘nabiah’ itu) tidak lebih dari bahwa ia adalah seseorang yang
mempunyai pengertian Kitab Suci di atas perempuan-perempuan lain, dan membuatnya
sebagai kesibukannya untuk mengajar perempuan-perempuan yang lebih muda
tentang hal-hal dari Allah. Sekalipun itu merupakan jaman yang sangat memburuk
dari gereja, tetapi Allah tidak membiarkan diriNya tanpa saksi].
Tanggapan
saya: saya berpendapat bahwa kata-kata yang
saya garis bawahi itu merupakan penafsiran yang dipaksakan. Dan perlu dicamkan
bahwa ay 38nya mengatakan bahwa ia ‘berbicara tentang Anak itu kepada
semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem’!
Wycliffe
Bible Commentary: “‘Anna, a
prophetess.’ In both Old and New Testament times, women were gifted with
prophetic powers. Deborah (Judg 4:4) was one of the earliest leaders of Israel,
and the daughters of Philip the evangelist prophesied (Acts 21:9)” [=
‘Hana, seorang nabiah’. Baik pada jaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,
perempuan-perempuan diberi karunia bernubuat. Debora (Hak 4:4) adalah salah satu
dari pemimpin-pemimpin yang paling awal dari Israel, dan anak-anak perempuan
dari Filipus si pemberita Injil, bernubuat (Kis 21:9)].
e.
Empat anak gadis Pilipus.
Kis 21:9 -
“Filipus mempunyai empat anak dara yang beroleh karunia untuk bernubuat”.
Matthew
Henry: “This Philip had four maiden
daughters, who did prophesy, v. 9. It intimates that they prophesied of Paul’s
troubles at Jerusalem, as others had done, and dissuaded him from going;
or perhaps they prophesied for his comfort and encouragement, in reference to
the difficulties that were before him. Here was a further accomplishment of that
prophecy, Joel 2:28, of such a plentiful pouring out of the Spirit upon all
flesh that their sons and their daughters should prophesy, that is, foretel
things to come” (= Filipus ini mempunyai 4 anak gadis, yang bernubuat, ay 9.
Ini mengisyaratkan bahwa mereka bernubuat tentang kesukaran Paulus di Yerusalem,
seperti yang dilakukan orang-orang lain, dan memintanya supaya jangan pergi;
atau mungkin mereka bernubuat untuk menghibur dan menguatkan hatinya, berkenaan
dengan kesukaran yang ada di depannya. Di sini ada suatu penyempurnaan lebih
lanjut dari nubuat itu, Yoel 2:28, tentang suatu pencurahan Roh sedemikian
rupa pada semua daging / orang sehingga anak-anak laki-laki dan anak-anak
perempuan mereka bernubuat, yaitu meramalkan hal-hal yang akan datang).
Catatan:
kata-kata yang saya garis-bawahi itu pasti salah, karena Agabuspun hanya
bernubuat tentang kesukaran yang akan dialami Paulus, dan tidak memintanya untuk
tidak pergi. Yang meminta supaya Paulus jangan pergi adalah orang-orang kristen
yang lain (ay 12), dan ini jelas bukan dari Tuhan, sehingga Paulus tidak
menurutinya (ay 13).
Adam Clarke:
“‘Four daughters, virgins, which did prophesy.’ Probably these were
no more than teachers in the church: for we have already seen that this is a
frequent meaning of the word ‘prophesy;’ and this is undoubtedly one thing
intended by the prophecy of Joel, quoted Joel 2:17-18. If Philip’s daughters
might be prophetesses, why not teachers?” (= ‘Empat anak perempuan,
perawan, yang bernubuat’. Mungkin mereka ini tidak lebih dari guru-guru dalam
gereja: karena kami telah melihat bahwa ini adalah arti yang sering diberikan
untuk kata ‘bernubuat’; dan ini adalah satu hal yang jelas dimaksudkan oleh
nubuat Yoel, mengutip Yoel 2:17-18. Jika anak-anak perempuan Filipus bisa
menjadi nabiah, mengapa tidak bisa menjadi guru / pengajar?).
Catatan:
Yoel 2:17-18 itu pasti salah cetak; seharusnya adalah Yoel 2:27-28.
J. A. Alexander
mengatakan (hal 263) bahwa 4 anak gadis ini bukan guru / pengajar umum, tetapi
hanya secara pribadi, sehingga tidak bertentangan dengan kata-kata Paulus dalam
1Kor 14:34-35.
2.
Kis 2:17-18 - “(17) Akan terjadi pada hari-hari terakhir - demikianlah
firman Allah - bahwa Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia; maka anak-anakmu
laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat
penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. (18)
Juga ke atas hamba-hambaKu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan RohKu
pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat”.
Ayat ini
mengatakan bahwa bukan hanya laki-laki, tetapi juga perempuan akan bernubuat!
a.
Arti dari kata ‘bernubuat’.
J. A.
Alexander: “To ‘prophesy’ has
here its usual sense, ‘to speak by inspiration, or under a special divine
influence’” (= ‘Bernubuat’ di sini mempunyai arti yang biasa,
‘berbicara oleh ilham, atau di bawah suatu pengaruh ilahi yang khusus’)
- hal 63.
b.
Ayat ini mengatakan bahwa laki-laki maupun perempuan akan bernubuat.
Adam Clarke
(tentang Kis 2:18): “‘On my
servants and on my handmaidens.’ This properly means persons of the lowest
condition, such as male and female slaves. As the Jews asserted that the spirit
of prophecy never rested upon a poor man, these words are quoted to show that,
under the Gospel dispensation, neither bond nor free, male nor female, is
excluded from sharing in the gifts and graces of the divine Spirit” (=
‘ke atas hamba-hambaKu laki-laki dan perempuan’. Ini secara tepat berarti
orang-orang dari keadaan yang paling bawah, seperti budak-budak laki-laki dan
perempuan. Karena orang-orang Yahudi menegaskan bahwa roh nubuatan tidak pernah
tinggal pada seorang miskin, kata-kata ini dikutip untuk menunjukkan bahwa, di
bawah jaman Injil, tidak ada budak atau orang merdeka, laki-laki atau
perempuan, yang dikeluarkan dari pembagian karunia-karunia dan kasih karunia
dari Roh ilahi).
c.
Ini tidak berarti, atau belum tentu berarti, bahwa perempuan diijinkan untuk
bernubuat di depan umum / dalam kebaktian.
Barnes’
Notes: “It would seem that females
shared in the remarkable influences of the Holy Spirit. Philip the Evangelist
had four daughters which did prophesy, Acts 21:9. It is probable also that the
females of the church of Corinth partook of this gift, though they were
forbidden to exercise it in public, 1 Cor. 14:34” (= Kelihatannya
perempuan juga mendapatkan pengaruh yang luar biasa dari Roh Kudus. Filipus si
Pemberita Injil mempunyai 4 anak perempuan yang bernubuat, Kis 21:9. Juga
mungkin bahwa orang-orang perempuan dari gereja Korintus ikut ambil bagian dari
karunia ini, sekalipun mereka dilarang untuk menggunakannya di depan umum,
1Kor 14:34).
Matthew
Henry: “The mention of the
daughters (v. 17) and the handmaidens (v. 18) would make one think that the
women who were taken notice of (Acts 1:14) received the extraordinary gifts of
the Holy Ghost, as well as the men. Philip, the evangelist, had four daughters
who did prophesy (Acts 21:9), and St. Paul, finding abundance of the gifts both
of tongues and prophecy in the church of Corinth, saw it needful to prohibit
women’s use of those gifts in public, 1 Cor. 14:26,34” [= Penyebutan
dari anak-anak perempuan (ay 17) dan hamba-hamba perempuan (ay 18) akan membuat
orang berpikir bahwa perempuan-perempuan yang diperhatikan (Kis 1:14) menerima
karunia-karunia yang luar biasa dari Roh Kudus, sama seperti laki-laki. Filipus,
sang pemberita Injil, mempunyai 4 anak perempuan yang bernubuat (Kis 21:9), dan
Santo Paulus, yang mendapati karunia-karunia yang banyak sekali, baik bahasa Roh
maupun nubuat, dalam gereja Korintus, menganggapnya perlu untuk melarang
penggunaan karunia-karunia itu oleh perempuan di depan umum, 1Kor 14:26,34].
1Kor 14:26,34-35
- “(26) Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah
tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain
pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk
menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.
... (34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan
harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak
diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang
dikatakan juga oleh hukum Taurat. (35) Jika mereka ingin mengetahui sesuatu,
baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi
perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat”.
Jadi, para
menafsir ini menganggap, bahwa sekalipun perempuan-perempuan bisa bernubuat /
mempunyai karunia bernubuat, tetapi berdasarkan 1Kor 14:34-35 itu, mereka tidak
boleh bernubuat di depan umum / dalam kebaktian.
3.
1Kor 11:4,5,13-15 - “(4) Tiap-tiap laki-laki yang berdoa atau
bernubuat dengan kepala yang bertudung, menghina kepalanya. (5) Tetapi tiap-tiap
perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak
bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur
rambutnya. ... (13) Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa
kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung? (14) Bukankah alam sendiri
menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut
panjang, (15) tetapi bahwa adalah kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut
panjang? Sebab rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung”.
a.
Ada penafsir-penafsir yang tetap menganggap bahwa 1Kor 11:5 ini bukan ijin
bagi perempuan untuk bernubuat di depan umum / dalam kebaktian.
Alasannya:
· di
sini Paulus hanya mempersoalkan ‘perempuan yang bernubuat dengan kepala
tidak bertudung’, tetapi ia tidak mempersoalkan tentang ‘perempuan
bernubuat di depan umum / dalam kebaktian’. Yang pertama ia larang, yang kedua
tidak ia persoalkan / bicarakan di sini, dan baru ia bicarakan dan larang pada
1Kor 14:34-35.
Pulpit
Commentary (tentang 1Tim 2:12): “Much
unnecessary difficulty has been caused by the passage respecting ‘a woman
praying or prophesying with her head uncovered’ (1Cor. 11:5). The apostle
seems for the time to allow the practice, while he condemns the manner of its
performance; but afterwards he forbids the practice itself. In the earlier
passage he rebukes merely the indecency of an existing custom, and then in the
later he forbids the custom itself” [= Banyak kesukaran yang tidak perlu
disebabkan oleh text mengenai ‘seorang perempuan berdoa atau bernubuat dengan
kepala tidak bertudung’ (1Kor 11:5). Sang rasul kelihatannya untuk suatu waktu
mengijinkan praktek itu, sementara ia mengecam cara pelaksanaannya; tetapi
belakangan ia melarang praktek itu sendiri. Dalam text yang lebih awal ia
semata-mata hanya memarahi ketidak-sopanan dari kebiasaan yang ada pada saat
itu, dan lalu dalam text yang belakangan ia melarang kebiasaan itu sendiri]
- hal 42.
Calvin
(tentang 1Kor 11:5): “It may seem,
however, to be superfluous for Paul to forbid the woman to prophesy with her
head uncovered, while elsewhere he wholly ‘prohibits women from speaking in
the Church.’ (1Tim 2:12.) It would not, therefore, be allowable for them to
prophesy even with a covering upon their head, and hence it follows that it is
to no purpose that he argues here as to a covering. It may be replied, that the
Apostle, by here condemning the one, does not commend the other. For when he
reproves them for prophesying with their head uncovered, he at the same time
does not give them permission to prophesy in some other way, but rather delays
his condemnation of that vice to another passage, namely in chapter 14” [=
Bagaimanapun kelihatannya merupakan sesuatu yang berlebihan bagi Paulus untuk
melarang perempuan bernubuat dengan kepala tidak bertudung, sementara di tempat
lain ia sepenuhnya ‘melarang perempuan untuk berbicara di dalam Gereja’.
(1Tim 2:12.) Karena itu, mereka tak diperbolehkan untuk bernubuat bahkan dengan
tudung pada kepala mereka, dan karena itu tidak ada gunanya bahwa di sini ia
berargumentasi berkenaan dengan tudung. Bisa dijawab, bahwa sang Rasul, dengan
mengecam yang satu di sini, tidak menghargai yang lain. Karena pada waktu ia
mengecam mereka untuk bernubuat dengan kepala tidak bertudung, ia pada saat yang
sama tidak memberikan ijin kepada mereka untuk bernubuat dengan cara yang lain,
tetapi menunda pengecamannya atas kejahatan tersebut sampai pada pasal yang
lain, yaitu dalam pasal 14] - hal 356.
Charles
Hodge: “It was Paul’s manner to
attend to one thing at a time. He is here speaking of the propriety of
women speaking in public unveiled, and therefore he says nothing about the
propriety of their speaking in public in itself. When the subject comes up, he
expresses his judgment in the clearest terms, 14:34.” (= Adalah cara
Paulus untuk mengurus satu hal pada satu saat. Di sini ia sedang
berbicara tentang kepantasan dari perempuan berbicara di depan umum tanpa
tudung, dan karena itu ia tidak berbicara apapun tentang kepantasan dari mereka
berbicara di depan umum itu sendiri. Ketika pokok itu muncul, ia menyatakan
penilaiannya dalam istilah yang paling jelas, 14:34) - hal 208-209.
Barnes’
Notes: “‘But every woman that
prayeth or prophesieth.’ ... the fact that Paul here mentions the custom of
women praying or speaking publicly in the church, does not prove that it was
right or proper. His immediate object now was not to consider whether the
practice was itself right, but to condemn the manner of its performance as a
violation of all the proper rules of modesty and of subordination. On another
occasion, in this very epistle, he fully condemns the practice in any form, and
enjoins silence on the female members of the church in public; 1 Cor. 14:34.”
[= ‘Tetapi setiap perempuan yang berdoa atau bernubuat’. ... fakta bahwa
Paulus di sini menyebutkan kebiasaan tentang perempuan-perempuan yang berdoa
atau bernubuat di depan umum dalam gereja, tidak membuktikan bahwa itu merupakan
sesuatu yang tepat atau pantas. Tujuan langsungnya pada saat ini bukanlah
mempertimbangkan apakah praktek itu sendiri adalah benar, tetapi untuk mengecam
cara dari pelaksanaannya sebagai suatu pelanggaran dari semua peraturan yang
pantas tentang kesopanan dan tentang ketundukan. Pada peristiwa yang lain, dalam
surat yang sama ini, ia sepenuhnya mengecam praktek itu dalam bentuk apapun, dan
memerintahkan anggota-anggota gereja perempuan untuk diam di depan umum; 1Kor
14:34.].
Keberatan:
Rasanya aneh
kalau mula-mula Paulus memberikan argumentasi panjang lebar untuk melarang
perempuan berdoa atau bernubuat tanpa tudung (1Kor 11:5), dan lalu dalam
1Kor 14:34-35 melarang perempuan berdoa atau bernubuat sama sekali.
Ini sama anehnya dengan kalau saudara melarang anak saudara jajan rujak,
dan 1 jam lagi saudara melarang dia jajan sama sekali.
Beet
(tentang 1Kor 11:5): “it would be
ridiculous first to argue at length that they ought not to speak with uncovered
heads, and then to forbid them to speak at all” (= adalah menggelikan
untuk mula-mula berargumentasi panjang lebar bahwa mereka tidak boleh berbicara
dengan kepala tanpa tudung, dan lalu melarang mereka berbicara sama sekali).
· Paulus
hanya sekedar menunjukkan sesuatu yang salah yang terjadi di Korintus.
Wycliffe
Bible Commentary: “‘Prayeth or
prophesieth’ does not mean that Paul approved these actions by women in public
worship. Rather, he was simply referring to what was going on at Corinth
unauthorized (cf. 1 Cor 14:34-35)” [= ‘Berdoa dan bernubuat’ tidak
berarti bahwa Paulus menyetujui tindakan-tindakan oleh perempuan ini dalam
kebaktian umum. Tetapi ia hanya menunjuk pada apa yang terjadi di Korintus tanpa
pemberian otoritas (bdk. 1Kor 14:34-35)].
Keberatan:
Paulus bukan
hanya menunjukkan sesuatu yang terjadi di Korintus, tetapi ia berargumentasi
panjang lebar untuk menentang hal itu.
· Kata-kata
‘berdoa dan bernubuat’ dalam ay 4 diartikan secara berbeda dengan dalam
ay 5. Yang ay 4 (untuk laki-laki) diartikan sebagai berdoa dan
bernubuat dalam kebaktian, yang ay 5 (untuk perempuan) diartikan
sebagai berdoa dan bernubuat bukan dalam kebaktian, atau dalam kebaktian yang
hanya dihadiri perempuan.
Beet
(tentang 1Kor 11:5): “Since Paul
expressly and solemnly (1 Corinthians 14:33ff) forbids women to speak in
assemblies of the whole church, ‘praying or prophesying’ must refer to
smaller and more private gatherings, probably consisting chiefly or wholly of
women. For it would be ridiculous first to argue at length that they ought not
to speak with uncovered heads, and then to forbid them to speak at all. On the
other hand, common sense forbids us to extend this prohibition to prayer in the
family circle” [= Karena Paulus secara jelas dan khidmat (1Kor 14:33-dst)
melarang perempuan untuk berbicara dalam pertemuan dari seluruh gereja,
‘berdoa atau bernubuat’ harus menunjuk pada perkumpulan yang lebih kecil
dan lebih pribadi, mungkin terutama terdiri dari perempuan atau seluruhnya
perempuan. Karena adalah menggelikan untuk mula-mula berargumentasi panjang
lebar bahwa mereka tidak boleh berbicara dengan kepala tanpa tudung, dan lalu
melarang mereka berbicara sama sekali. Pada sisi yang lain, akal sehat melarang
kita untuk memperluas larangan ini pada doa dalam lingkungan keluarga].
Beet
(tentang 1Kor 14:34-35): “‘In
the churches:’ general assemblies of men and women. ... Consequently, this
verse is not inconsistent with 1 Corinthians 11:5 where women are tacitly
permitted to ‘pray’ and ‘prophesy;’ but limits these exercises to more
private meetings consisting chiefly or wholly of women” (= ‘Dalam semua
jemaat / gereja’: pertemuan umum dari laki-laki dan perempuan. ... Karena itu,
ayat ini tidak bertentangan dengan 1Kor 11:5 dimana perempuan secara diam-diam
diijinkan untuk ‘berdoa’ dan ‘bernubuat’; tetapi membatasi hal-hal
ini pada pertemuan-pertemuan yang lebih pribadi yang terdiri terutama dari
perempuan atau seluruhnya perempuan).
Tetapi melihat
susunan dari 1Kor 11:4-5, ada penafsir yang menganggap tidak mungkin untuk
membedakan arti dari kata-kata ‘berdoa atau bernubuat’ dalam ay 4 dan
ay 5.
1Kor 11:4-5
- “(4) Tiap-tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala
yang bertudung, menghina kepalanya. (5) Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa
atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab
ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya”.
Adam Clarke
(tentang 1Kor 11:5): “Whatever
may be the meaning of ‘praying and prophesying,’ in respect to the man, they
have precisely the same meaning in respect to the woman” (= Apapun arti
dari ‘berdoa dan bernubuat’, berkenaan dengan laki-laki, itu artinya persis
sama berkenaan dengan perempuan).
b.
Ada penafsir yang menganggap bahwa text ini memang mengijinkan perempuan
bernubuat dalam kebaktian, tetapi ini hanya bagi perempuan-perempuan khusus,
yang memang diilhami oleh Roh Kudus.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘Woman that
prayeth or prophesieth.’ This instance of women speaking in public worship is
extraordinary, and justified only by the miraculous gifts which such women
possessed as their credentials. So Anna the prophetess and Priscilla (cf.
Acts 2:18). The ordinary rule to them is silence in public (1 Cor. 14:34-35; 1
Tim. 2:11-12). ... This passage does not necessarily sanction women speaking
in public, even though possessing gifts; but simply records what took place at
Corinth, reserving the censure until 1 Cor. 14:34-35. Even those
‘prophesying’ women were to exercise their gift rather in other times and
places than the public congregation” [= ‘Perempuan yang berdoa atau
bernubuat’. Contoh dari perempuan yang berbicara di kebaktian umum ini adalah
sesuatu yang luar biasa, dan dibenarkan hanya oleh karunia-karunia yang
bersifat mujijat yang dimiliki oleh perempuan-perempuan seperti itu sebagai
mandat mereka. Begitulah Hana sang nabiah dan Priskila (bdk. Kis 2:18).
Peraturan yang biasa bagi mereka adalah berdiam diri di depan umum (1Kor
14:34-35; 1Tim 2:11-12). ... Text ini tidak mengijinkan perempuan berbicara
di depan umum, sekalipun memiliki karunia-karunia; tetapi hanya mencatat apa
yang terjadi di Korintus, mencadangkan celaan / kecaman sampai 1Kor 14:34-35.
Bahkan perempuan-perempuan yang ‘bernubuat’ itu harus menggunakan karunia
mereka di saat dan tempat yang lain dari pada di depan jemaat umum].
Catatan:
saya bingung dengan apa yang menjadi pandangan sebenarnya dari Jamieson, Fausset
& Brown, karena kata-katanya kelihatannya saling bertentangan. Di depan ia
mengatakan bahwa perempuan bernubuat bisa dibenarkan karena karunia mujijat yang
mereka miliki merupakan mandat bagi mereka untuk hal itu. Tetapi di bagian
belakang ia berkata bahwa sekalipun perempuan mempunyai karunia seperti itu, ia
hanya boleh menggunakannya di saat dan tempat yang lain, bukan dalam kebaktian.
Barnes’
Notes: “‘But every woman that
prayeth or prophesieth.’ In the Old Testament prophetesses are not
unfrequently mentioned. Thus, Miriam is mentioned (Exo. 15:20); Deborah (Judg.
4:4); Huldah (2 Kings 22:14); Noadiah (Neh. 6:14). So also in the New Testament
Anna is mentioned as a prophetess; (Luke 2:36). That there were females in
the early Christian church who corresponded to those known among the Jews in
some measure as endowed with the inspiration of the Holy Spirit, cannot be
doubted. ... That they prayed is clear; and that they publicly expounded the
will of God is apparent also; ... As the presumption is, however, that they
were inspired, their example is no warrant now for females to take part in the
public services of worship, unless they also give evidence that they are under
the influence of inspiration, and the more especially as the apostle Paul
has expressly forbidden their becoming public teachers; 1 Tim. 2:12” [=
‘Tetapi setiap perempuan yang berdoa atau bernubuat’. Dalam Perjanjian Lama
nabiah-nabiah disebutkan cukup sering. Demikianlah Miryam disebutkan (Kel
15:20); Debora (Hak 4:4); Hulda (2Raja 22:14); Noaja (Neh 6:14). Begitu juga
dalam Perjanjian Baru Hana disebutkan sebagai nabiah; (Luk 2:36). Bahwa ada
orang-orang perempuan dalam gereja Kristen mula-mula yang dapat disamakan dengan
mereka yang dikenal di antara orang-orang Yahudi dalam takaran tertentu sebagai
diberi pengilhaman Roh Kudus, tidak bisa diragukan. ... Bahwa mereka berdoa
adalah jelas; dan bahwa mereka menjelaskan kehendak Allah di depan umum juga
jelas; ... Tetapi, karena dianggap bahwa mereka diilhami, teladan mereka
bukanlah jaminan untuk perempuan-perempuan sekarang untuk ambil bagian dalam
kebaktian umum, kecuali mereka juga memberikan bukti bahwa mereka juga ada di
bawah pengaruh pengilhaman, dan lebih-lebih karena rasul Paulus dengan jelas
melarang mereka untuk menjadi pengajar-pengajar umum; 1Tim 2:12].
Catatan:
Miryam tidak dikatakan bernubuat, tetapi menyanyi memuji Tuhan. Noaja
kelihatannya adalah nabiah palsu.
John Wesley
(tentang 1Kor 11:5): “‘But
every woman’ - Who, under an immediate impulse of the Spirit, (for then only
was a woman suffered to speak in the church,) prays or prophesies without a veil
on her face, as it were disclaims subjection, and reflects dishonor on man, her
head” [= ‘Tetapi setiap perempuan’ - Yang, di bawah suatu dorongan
langsung dari Roh, (karena hanya pada saat itu seorang perempuan diijinkan untuk
berbicara dalam gereja), berdoa atau bernubuat tanpa tudung pada wajahnya,
seakan-akan menyangkal ketundukan, dan menggambarkan ketidak-hormatan pada
laki-laki, kepalanya].
John Wesley
(tentang 1Kor 14:34): “‘Let
your women be silent in the churches’ - Unless they are under an extraordinary
impulse of the Spirit. For, in other cases, ‘it is not permitted them to
speak’ - By way of teaching in public assemblies. ‘But to be in
subjection’ - To the man whose proper office it is to lead and to instruct the
congregation” (= ‘Hendaklah perempuan-perempuanmu berdiam diri dalam
gereja-gereja’ - Kecuali mereka ada di bawah suatu dorongan tiba-tiba yang
luar biasa dari Roh. Karena, dalam kasus-kasus lain, ‘mereka tidak
diperbolehkan untuk berbicara’ - Dengan cara mengajar dalam pertemuan umum.
‘Tetapi harus menundukkan’ - Kepada laki-laki yang jabatannya yang tepat
adalah untuk memimpin dan mengajar jemaat).
Keberatan:
Bagi saya
pandangan ini tidak masuk akal. Kalau Tuhan memang melarang perempuan untuk
bernubuat dalam kebaktian, adalah tidak masuk akal bahwa dalam sikon tertentu Ia
mengilhami perempuan-perempuan tertentu untuk melakukan hal itu.
c.
Ada penafsir yang menganggap 1Kor 11:5 ini membingungkan, karena
kelihatannya bertentangan dengan 1Kor 14:34-35 dan 1Tim 2:11-12.
A. T.
Robertson (tentang Kis 21:9): “Paul
in 1 Cor. 11:5 gives directions about praying and prophesying by the women
(apparently in public worship) with the head uncovered and sharply requires the
head covering, though not forbidding the praying and prophesying. With this
must be compared his demand for silence by the women in 1 Cor. 14:34-40 and 1
Tim. 2:8-15 which it is not easy to reconcile. One wonders if there was not
something known to Paul about special conditions in Corinth and Ephesus that he
has not told” [= Paulus dalam 1Kor 11:5 memberikan pengarahan tentang
berdoa dan bernubuat oleh perempuan-perempuan (rupanya / jelas dalam kebaktian
umum) dengan kepala tidak bertudung dan dengan tajam menuntut tudung kepala,
sekalipun tidak melarang berdoa dan bernubuatnya. Dengan ini harus
dibandingkan tuntutannya supaya perempuan-perempuan diam dalam 1Kor 14:34-40 dan
1Tim 2:8-15 yang tidak mudah untuk didamaikan / diharmoniskan. Seseorang
bertanya-tanya apakah di sana tidak ada sesuatu yang diketahui oleh Paulus
tentang keadaan khusus di Korintus dan Efesus yang tidak ia ceritakan].
d.
Ada penafsir yang menganggap ini sebagai suatu dasar yang mengijinkan perempuan
untuk bernubuat di depan umum / dalam kebaktian.
Adam Clarke
(tentang 1Kor 11:5): “Whatever
may be the meaning of ‘praying and prophesying,’ in respect to the man, they
have precisely the same meaning in respect to the woman. So that some women at
least, as well as some men, might speak to others to edification, and
exhortation, and comfort. ... The only difference marked by the apostle was,
the man had his head uncovered, because he was the representative of Christ; the
woman had hers covered, because she was placed by the order of God in a state of
subjection to the man, and because it was a custom, both among the Greeks and
Romans, and among the Jews an express law, that no woman should be seen abroad
without a veil. This was, and is, a common custom through all the east, and none
but public prostitutes go without veils” (= Apapun arti dari ‘berdoa
dan bernubuat’, berkenaan dengan laki-laki, itu artinya persis sama berkenaan
dengan perempuan. Sehingga setidaknya sebagian perempuan, maupun sebagian
laki-laki, boleh berbicara kepada orang-orang lain untuk pendidikan, dan nasehat
/ peringatan, dan penghiburan. ... Satu-satunya perbedaan yang diperhatikan
oleh sang rasul adalah, bahwa laki-laki tidak memakai tudung, karena ia adalah
wakil Kristus; perempuan memakai tudung, karena ia diletakkan oleh pengaturan
Allah dalam keadaan ketundukan kepada laki-laki, dan karena merupakan tradisi /
kebiasaan, baik di antara orang-orang Yunani dan Romawi, dan di antara
orang-orang Yahudi suatu hukum yang jelas / tegas, bahwa tidak ada perempuan
boleh terlihat meninggalkan rumah tanpa tudung. Ini, baik dulu maupun sekarang,
merupakan suatu kebiasaan yang umum / sama di seluruh daerah Timur, dan tidak
seorangpun kecuali pelacur umum yang pergi tanpa tudung).
The
Interpreter’s One-Volume Commentary on the Bible (tentang 1Kor 14:34-35):
“Doubtless Paul does not mean to deny to women all opportunities for
speaking under the impulses of inspiration (cf. 11:5,13) or to imply that any
speech by women in the church is shameful” [= Tak diragukan bahwa Paulus
tidak memaksudkan untuk menyangkal bagi perempuan semua kesempatan untuk
berbicara di bawah dorongan hati yang tiba-tiba dari pengilhaman (bdk. 11:5,13)
atau untuk menunjukkan secara tak langsung bahwa ucapan apapun oleh perempuan
dalam gereja adalah memalukan] - hal 809.
Leon Morris
(Tyndale) (tentang 1Kor 14:34): “In
view of 11:5 it is possible that Paul contemplated the possibility that a woman
might occasionally prophesy in church” (= Mengingat 11:5 adalah mungkin
bahwa Paulus merenungkan kemungkinan bahwa seorang perempuan kadang-kadang boleh
bernubuat dalam gereja) - hal 201.
Ralph P.
Martin (tentang 1Kor 14:34-35): “In
the light of 11:5ff ..., Paul cannot mean that the women church worshippers are
to take no vocal part in the service; and the prohibition on ‘speaking’
(34b) must be seen in context. Some commentators give to the verb the sense of
‘chatter’, as though the women were becoming a nuisance by their whispered
or disturbing conversation; and Paul, in the interests of good order and
discipline, counsels their silence with the counter suggestion that if they have
question to ask they should reserve their conversation until they get home
(35)” [= Dalam terang dari 11:5-dst ..., Paulus tidak bisa memaksudkan
bahwa penyembah perempuan dalam gereja tidak boleh ikut ambil bagian vokal dalam
kebaktian; dan larangan ‘berbicara’ (34b) harus dilihat dalam kontext.
Beberapa penafsir memberikan pada kata kerja ini arti ‘mengoceh /
mengobrol’, seakan-akan perempuan-perempuan menjadi suatu gangguan oleh
bisikan-bisikan atau pembicaraan mengganggu dari mereka; dan Paulus, demi
kepentingan keteraturan dan disiplin yang baik, menasehati mereka untuk diam
dengan usul yang berlawanan bahwa jika mereka mempunyai pertanyaan untuk
ditanyakan, mereka harus menyimpan percakapan mereka sampai mereka tiba di
rumah] - ‘Daily Bible Commentary’, vol 4, hal 152-153.
Catatan:
menurut saya penafsiran tentang ‘chatter’ (ocehan / obrolan) ini
sangat tidak masuk akal. Ini kelihatannya diambil dari penafsir di bawah ini.
The New
Bible Commentary: Revised (tentang 1Kor 14:34-35):
“Paul is here protesting against the disturbance of services by feminine
chatter - the meaning of ‘speak’ in vv. 34,35. ... Paul did not condemn
women to complete silence in church for he mentions some able to prophesy (11:5;
cf. Acts 21:9), and this was a gift exercised in public” [= Di sini Paulus
sedang melakukan protes terhadap gangguan kebaktian oleh ‘ocehan’ perempuan
- yang merupakan arti dari kata ‘berbicara’ dalam ayat 34,35. ... Paulus
tidak mengecam perempuan pada ke-diam-an sepenuhnya dalam gereja karena ia
menyebutkan bahwa sebagian dari mereka bisa bernubuat (11:5; bdk. Kis 21:9), dan
ini adalah karunia yang digunakan di depan umum] - hal 1070.
Pulpit
Commentary (tentang 1Kor 11:5): “‘Or
prophesieth.’ Although St. Paul ‘thinks of one thing at a time,’ and is
not here touching on the question whether women ought to teach in public, it
appears from this expression that the rule which he lays down in ch. 14:34,35,
and 1Tim. 2:12 was not meant to be absolute” (= ‘Atau
bernubuat’. Sekalipun Santo Paulus ‘memikirkan satu hal pada satu saat’,
dan di sini tidak sedang menyentuh pertanyaan apakah perempuan boleh mengajar di
depan umum, dari ungkapan ini kelihatannya bahwa peraturan yang ia berikan dalam
pasal 14:34,35 dan 1Tim 2:12 tidak dimaksudkan sebagai sesuatu yang mutlak)
- hal 362.
Pulpit
Commentary (tentang 1Kor 14:34-35): “Ver.
34 - ‘Let your women keep silence in the Churches.’ St. Paul evidently meant
this to be a general rule, and one which ought to be normally observed; for he
repeats it in 1Tim. 2:11,12. At the same time, it is fair to interpret it as
a rule made with special reference to time and circumstances, and obviously
admitting of exceptions in both dispensations (Judg. 4:4; 2Kings 22:14; Neh.
6:14; Luke 2:36; Acts 2:17; 21:9), as is perhaps tacitly implied in ch. 11:5.
... Ver. 35 - ‘Let them ask their husbands.’ Here again St. Paul is dealing
with general rules” [= Ay 34 - ‘Hendaklah perempuan-perempuanmu diam
dalam Gereja-gereja’. Santo Paulus jelas memaksudkan ini sebagai peraturan
yang umum, dan sebagai sesuatu yang secara normal harus ditaati; karena ia
mengulanginya dalam 1Tim 2:11-12. Pada saat yang sama, adalah adil untuk
menafsirkannya sebagai suatu peraturan yang dibuat dengan hubungan khusus dengan
waktu dan keadaan, dan dengan jelas mengijinkan perkecualian dalam kedua
perjanjian (Hak 4:4; 2Raja 22:14; Neh 6:14; Luk 2:36; Kis 2:17; 21:9), seperti
yang mungkin dengan diam-diam dinyatakan secara tak langsung dalam 11:5. ... Ay
35 - ‘Hendaklah mereka menanyakan kepada suami mereka’. Di sini lagi-lagi
Santo Paulus menangani peraturan-peraturan umum] - hal 460.
A. T.
Robertson (tentang Kis 21:9): “Philip
had the honor of having in his home four virgin daughters with the gift of
prophecy ... It was more than ordinary preaching (cf. Acts 19:6) and was put by
Paul above the other gifts like tongues (1 Cor. 14:1-33). The prophecy of Joel
(Joel 2:28f) about their sons and daughters prophesying is quoted by Peter and
applied to the events on the day of Pentecost (Acts 2:17). Paul in 1 Cor. 11:5
gives directions about praying and prophesying by the women (apparently in
public worship) with the head uncovered and sharply requires the head covering,
though not forbidding the praying and prophesying. With this must be compared
his demand for silence by the women in 1 Cor. 14:34-40 and 1 Tim. 2:8-15 which
it is not easy to reconcile. One wonders if there was not something known to
Paul about special conditions in Corinth and Ephesus that he has not told. There
was also Anna the prophetess in the temple (Luke 2:36) besides the inspired
hymns of Elizabeth (Luke 1:42-45) and of Mary (Luke 1:46-55). ... There were Old
Testament prophetesses like Miriam, Deborah, Huldah. Today in our Sunday schools
the women do most of the actual teaching. The whole problem is difficult and
calls for restraint and reverence” [= Filipus mendapat kehormatan
dengan mempunyai 4 anak perempuan perawan dengan karunia bernubuat ... Itu lebih
dari berkhotbah biasa (bdk. Kis 21:9) dan diletakkan oleh Paulus di atas semua
karunia-karunia seperti bahasa Roh (1Kor 14:1-33). Nubuat Yoel (Yoel 2:28-dst)
tentang anak laki-laki dan anak perempuan mereka yang bernubuat dikutip oleh
Petrus dan diterapkan pada peristiwa pada hari Pentakosta (Kis 2:17). Paulus
dalam 1Kor 11:5 memberikan pengarahan tentang berdoa dan bernubuat oleh
perempuan-perempuan (rupanya / jelas dalam kebaktian umum) dengan kepala tidak
bertudung dan dengan tajam menuntut tudung kepala, sekalipun tidak melarang
berdoa dan bernubuatnya. Dengan ini harus dibandingkan tuntutannya supaya
perempuan-perempuan diam dalam 1Kor 14:34-40 dan 1Tim 2:8-15 yang tidak mudah
untuk didamaikan / diharmoniskan. Seseorang bertanya-tanya apakah di sana tidak
ada sesuatu yang diketahui oleh Paulus tentang keadaan khusus di Korintus dan
Efesus yang tidak ia ceritakan. Juga ada Hana sang nabiah dalam Bait Allah (Luk
2:36) disamping nyanyian pujian Elisabet (Luk 1:42-45) dan Maria (Luk 1:46-55).
... Ada nabiah-nabiah Perjanjian Lama seperti Miryam, Debora, Hulda. Pada jaman
sekarang dalam Sekolah Minggu kita perempuan-perempuan melakukan kebanyakan /
mayoritas dari pengajaran yang sungguh-sungguh. Seluruh problem adalah sukar
dan memerlukan pengekangan / penguasaan diri dan rasa hormat / takut].
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali